Tugas- Review Jurnal Evaluasi Pengaruh Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Outcomes Bidang...

4
1. LATAR BELAKANG TEORI DAN TUJUAN PENELITIAN Penelitian yang dilakukan ini merupakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota di propinsi Sumatera Barat dibidang kesehatan terkait dengan penerapan desentralisasi fiskal. Penelitian dalam bidang kesehatan adalah terkait dengan adanya visi pemerintah yakni Menuju Indonesia Sehat 2010. Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Kesehatan juga sudah mencanangkan visi Sumbar Sehat 2010. Pada prinsipnya desentralisasi bertujuan pada efisiensi sektor publik dalam produksi dan distribusi pelayanan, meningkatkan kualitas pembuatan keputusan dengan menggunakan informasi lokal, meningkatkan akuntabilitas dan meningkatkan kemampuan respon terhadap kebutuhan dan kondisi lokal (Giannoni, 2002). Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah selama ini kurang diikuti upaya untuk meningkatkan pelayanan publik (Halim dkk [2004] dalam Agustino [2005]). Visi pemerintah yang diterjemahkan dalam berbagai kebijakan haruslah perlu dievaluasi sehingga dapat dianalisa efektifitasnya sehingga terlahir kebijakan berkelanjutan karena hal ini terkait juga dengan pencapaian visi pemerintah dalam Millenium Development Goals (MGDs) tahun 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui dan menganalisa 1. Apakah desentralisasi fiskal mempengaruhi masing-masing indikator kinerja pemerintah daerah dibidang kesehatan setelah diterapkannya desentralisasi fiskal 2. Apakah pemerintah daerah mampu mewujudkan visi Menuju Indonesia sehat 2010 dan visi Sumbar Sehat 2010 di Sumatera Barat 3. Kebijakan pemerintah daerah dalam menghadapi MDGs Tahun 2015. 2. METODE PENELITIAN 2.1 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah 19 pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah tingkat kabupaten dan kota di propinsi Sumatera Barat. 2.2 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel Operasionalisasi variabel dan pengukuran variabel dalam penelitian ini mengacu kepada surat keputusan menteri kesehatan nomor 331/menkes/SK/V/2006 tanggal 11 mei 2006. 2.3 Pengujian Hipotesa dan Analisa Data Untuk menguji dan menganalisa data hipotesa, penulis menggunakan metoda analisa regresi. Hasil yang diperoleh melalui pengolahan data dan pengujian hipotesis akan dianalisa secara mendalam dengan melakukan wawancara dengan pihak terkait yakni dinas kesehatan sehingga diperoleh analisa mendalam mengenai penerapan desentralisasi fiskal di Sumatera Barat. 3.HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Profil Daerah Propinsi Sumatera Barat terletak disebelah barat pulau Sumatera dengan luas 42.229.730 km2. Propinsi Sumatera Barat saat ini terdiri 19 kabupaten dan kota, 157 kecamatan dan memiliki 519 nagari, 257 kelurahan dan 124 desa. Jumlah penduduk Sumatera Barat berdasarkan data hasil sensus penduduk oleh Badan Pusat Statistik tahun 2010 berjumlah 4.846.909 jiwa dengan distribusi laki-laki 2.404.377 jiwa dan perempuan 2.442.532 jiwa. 3.2 Profil Sarana Kesehatan Di Sumatera Barat Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat (2011), pada tahun 2010 jumlah Puskesmas di Sumatera barat sebanyak 254 unit, jumlah Puskesmas Pembantu 907 unit dan Puskesmas Keliling 245 unit. Jumlah rumah sakit sebanyak 54 buah yang terdiri dari 19 unit rumah sakit pemerintah, 32 unit rumah sakit swasta dan 3 unit rumah sakit TNI/Polri. Selain itu juga terdapat 45 unit rumah bersalin. 3.3 Analisa Statistik Deskriptif Dalam analisa statistik deskriptif ini akan dijelaskan masing-masing variabel dalam penelitian ini : a. Porsi Realisasi Belanja Pembangunan Bidang Kesehatan di APBD Kota/Kabupaten Hanya lima kabupaten/kota di propinsi Sumatera Barat yang telah mengalokasikan dana belanja APBD bidang kesehatan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 331/Menkes/SK/V/2006 tanggal 11 mei 2006 yakni Kota Padang Panjang sebesar 21,46%, Kota Pariaman sebesar 16,5%, Kota Solok 16,5%, Kota Payakumbuh 17,5% dan Kabupaten Agam sebesar 18,6%. b. Angka Kematian Bayi Didalam SK Menkes terdapat 50 indikator kinerja bidang kesehatan di Indonesia dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2010 yakni salah satunya angka kematian bayi maksimal 40. Berdasarkan data tahun 2010 sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 331/Menkes/SK/V/2006 tanggal 11 mei 2006 yakni Kabupaten Pesisir Selatan , Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Pariaman, dan masih banyak lagi. Sedangkan Kabupaten/Kota yang belum berhasil mencapai angka maksimal kematian bayi adalah Kabupaten Pasaman (52,84), Kabupaten Sijunjung (48,88), Kabupaten Mentawai (62,84), Kabupaten Pasaman Barat (48,3), dan Kabupaten Dharmasraya (51,02). c. Usia Harapan Hidup Kota Bukittinggi memiliki usia harapan hidup tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Sumatera Barat yakni sebesar 72,28 sedangkan kabupaten/kota yang memiliki usia harapan hidup terendah adalah Kabupaten Pasaman yakni dengan angka sebesar 61,45.

description

dgfhgvh

Transcript of Tugas- Review Jurnal Evaluasi Pengaruh Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Outcomes Bidang...

Page 1: Tugas- Review Jurnal Evaluasi Pengaruh Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Outcomes Bidang Kesehatan Dan Pemekaran Daerah Pelayanan Publik Dan Problem Kapasitas (Studi Kapasitas

1. LATAR BELAKANG TEORI DAN TUJUAN PENELITIAN Penelitian yang dilakukan ini merupakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota di propinsi Sumatera Barat dibidang

kesehatan terkait dengan penerapan desentralisasi fiskal. Penelitian dalam bidang kesehatan adalah terkait dengan adanya visi pemerintah yakni Menuju Indonesia Sehat 2010. Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Kesehatan juga sudah mencanangkan visi Sumbar Sehat 2010. Pada prinsipnya desentralisasi bertujuan pada efisiensi sektor publik dalam produksi dan distribusi pelayanan, meningkatkan kualitas pembuatan keputusan dengan menggunakan informasi lokal, meningkatkan akuntabilitas dan meningkatkan kemampuan respon terhadap kebutuhan dan kondisi lokal (Giannoni, 2002).

Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah selama ini kurang diikuti upaya untuk meningkatkan pelayanan publik (Halim dkk [2004] dalam Agustino [2005]). Visi pemerintah yang diterjemahkan dalam berbagai kebijakan haruslah perlu dievaluasi sehingga dapat dianalisa efektifitasnya sehingga terlahir kebijakan berkelanjutan karena hal ini terkait juga dengan pencapaian visi pemerintah dalam Millenium Development Goals (MGDs) tahun 2015.

Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui dan menganalisa 1. Apakah desentralisasi fiskal mempengaruhi masing-masing indikator kinerja pemerintah daerah dibidang kesehatan setelah diterapkannya desentralisasi fiskal 2. Apakah pemerintah daerah mampu mewujudkan visi Menuju Indonesia sehat 2010 dan visi Sumbar Sehat 2010 di Sumatera Barat 3. Kebijakan pemerintah daerah dalam menghadapi MDGs Tahun 2015.2. METODE PENELITIAN

2.1 Populasi dan Sampel PenelitianPopulasi dalam penelitian ini adalah 19 pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat. Sampel yang diambil dalam penelitian ini

adalah pemerintah daerah tingkat kabupaten dan kota di propinsi Sumatera Barat.2.2 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran VariabelOperasionalisasi variabel dan pengukuran variabel dalam penelitian ini mengacu kepada surat keputusan menteri kesehatan nomor

331/menkes/SK/V/2006 tanggal 11 mei 2006. 2.3 Pengujian Hipotesa dan Analisa DataUntuk menguji dan menganalisa data hipotesa, penulis menggunakan metoda analisa regresi. Hasil yang diperoleh melalui pengolahan data dan

pengujian hipotesis akan dianalisa secara mendalam dengan melakukan wawancara dengan pihak terkait yakni dinas kesehatan sehingga diperoleh analisa mendalam mengenai penerapan desentralisasi fiskal di Sumatera Barat.3.HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Profil DaerahPropinsi Sumatera Barat terletak disebelah barat pulau Sumatera dengan luas 42.229.730 km2. Propinsi Sumatera Barat saat ini terdiri 19 kabupaten

dan kota, 157 kecamatan dan memiliki 519 nagari, 257 kelurahan dan 124 desa. Jumlah penduduk Sumatera Barat berdasarkan data hasil sensus penduduk oleh Badan Pusat Statistik tahun 2010 berjumlah 4.846.909 jiwa dengan distribusi laki-laki 2.404.377 jiwa dan perempuan 2.442.532 jiwa.

3.2 Profil Sarana Kesehatan Di Sumatera BaratBerdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat (2011), pada tahun 2010 jumlah Puskesmas di Sumatera barat sebanyak 254 unit,

jumlah Puskesmas Pembantu 907 unit dan Puskesmas Keliling 245 unit. Jumlah rumah sakit sebanyak 54 buah yang terdiri dari 19 unit rumah sakit pemerintah, 32 unit rumah sakit swasta dan 3 unit rumah sakit TNI/Polri. Selain itu juga terdapat 45 unit rumah bersalin.

3.3 Analisa Statistik DeskriptifDalam analisa statistik deskriptif ini akan dijelaskan masing-masing variabel dalam penelitian ini :a. Porsi Realisasi Belanja Pembangunan Bidang Kesehatan di APBD Kota/KabupatenHanya lima kabupaten/kota di propinsi Sumatera Barat yang telah mengalokasikan dana belanja APBD bidang kesehatan sesuai dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan nomor 331/Menkes/SK/V/2006 tanggal 11 mei 2006 yakni Kota Padang Panjang sebesar 21,46%, Kota Pariaman sebesar 16,5%, Kota Solok 16,5%, Kota Payakumbuh 17,5% dan Kabupaten Agamsebesar 18,6%.

b. Angka Kematian BayiDidalam SK Menkes terdapat 50 indikator kinerja bidang kesehatan di Indonesia dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2010 yakni salah satunya

angka kematian bayi maksimal 40. Berdasarkan data tahun 2010 sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 331/Menkes/SK/V/2006 tanggal 11 mei 2006 yakni Kabupaten Pesisir Selatan , Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Pariaman, dan masih banyak lagi. Sedangkan Kabupaten/Kota yang belum berhasil mencapai angka maksimal kematian bayi adalah Kabupaten Pasaman (52,84), Kabupaten Sijunjung (48,88), Kabupaten Mentawai (62,84), Kabupaten Pasaman Barat (48,3), dan Kabupaten Dharmasraya (51,02).

c. Usia Harapan HidupKota Bukittinggi memiliki usia harapan hidup tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Sumatera Barat yakni sebesar 72,28 sedangkan

kabupaten/kota yang memiliki usia harapan hidup terendah adalah Kabupaten Pasaman yakni dengan angka sebesar 61,45.d. Hasil Pengujian Hipotesa 1Hipotesa 1 yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah desentralisasi fiskal berpengaruh negatif terhadap kinerja bidang kesehatan terkait dengan

angka kematian bayi (mortalitas). Pengujian dilakukan dengan menggunakan minitab versi 15.0 dengan metoderegresi linear. Hasil pengolahan SPSS dengan model regresi dengan α sebesar 5% ini memberikan hasil bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh negatif terhadap

angka kematian bayi dan memiliki nilai βsebesar -1.45.e. Pengujian Hipotesa 2Hipotesa 2 yang diajukan dalam penelitian ini adalah desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap kinerja bidang kesehatan terkait dengan usia

harapan hidup (mordibitas). Pengujian dilakukan dengan menggunakan minitab versi 15.0 dengan metode regresi linear.Hasil pengolahan minitab 15.0 dengan model regresi dengan α sebesar 5% ini menghasilkan hasil bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap usia harapan hidup dan memiliki nilai beta sebesar 0.475.

f. MDG’s di Sumatera BaratDalam mencapai 8 sasaran yang telah ditetapkan dalam MDG’s 2015, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota senantiasa berupaya mewujudkan target

sasaran yang telah ditetapkan, namun untuk program khusus dalam rangka MDG’s belum ada. Program MDG’s terlihat hanya dititipkan pada program rutin yang selama ini dijalankan oleh pemerintah daerah maupun program dari pemerintah pusat.

KESIMPULANAdapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: a.) Hanya lima kabupaten/kota di propinsi Sumatera Barat yang telah mengalokasikan

dana belanja APBD bidang kesehatan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 331/Menkes/SK/V/2006 tanggal 11 mei 2006. b.) Terdapat delapan kabupaten/kota yang telah mencapai target usia harapan hidup yang telah ditetapkan sebesar 67,90.c.) Desentralisasi fiskal berpengaruh negatif terhadap angka kematian bayi d.) Desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap usia harapan hidup e.) Belum terdapat program khusus dalam rangka MDG’s. Hal ini terlihat dari program yang ada bersifat program rutin yang selama ini dijalankan oleh pemerintah daerah maupun program dari pemerintah pusat.

Page 2: Tugas- Review Jurnal Evaluasi Pengaruh Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Outcomes Bidang Kesehatan Dan Pemekaran Daerah Pelayanan Publik Dan Problem Kapasitas (Studi Kapasitas

1.LATAR BELAKANGArgumentasi pokok yang diulas dalam riset ini adalah pembentukan daerah baru dapat memberikan perubahan terhadap

kapasitas pelayanan publik yang lebih baik pada daerah otonom baru. Riset ini berusaha menggambarkan kondisi kapasitas pelayanan publik sebelum wilayah itu terbentuk menjadi daerah otonom baru dan sesudah terbentuk menjadi daerah otonom baru. Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu daerah otonom baru yang terbentuk dengan landasan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004. Beberapa masalah kesehatan terjadi diwilayah Pesawaran. Diantaranya kasus flu burung, kasus gizi buruk, dan wabah malaria. Logika pembentukan daerah baru dapat memberikan peluang perubahan yang lebih menjanjikan merupakan dasar bagi kapasitas pelayanan kesehatan lebih baik. Wilayah kabupaten Pesawaranmerupakan daerah dengan permasalahan kesehatan yang menonjol di Provinsi Lampung, sehingga semestinya didukung oleh kapasitas kesehatan publik yang baik.2.Kapasitas Pelayanan Kesehatan dan Standar Pencapaian

2.1. Kapasitas Pelayanan Kesehatan Kapasitas kesehatan publik itu terdiri dari: a) Tenaga kerja kesehatan publik; b) Sistem informasi kesehatan publik; c)

Teknologi kesehatan publik; d) Kelembagaan dan organisasi; dan (e) Sumber daya keuangan.Untuk melakukan pengukuran terhadap kapasitas penyelenggaraan layanan sektor kesehatan ini, dapat dilakukan denganmengidentifikasi beberapa aspek operasional dan manajerial yang saling berkontribusi, yaitu kondisi sumberdayainput (sarana dan prasarana), pembiayaan, kelembagaan, sumberdaya manusia, dan output (cakupan masyarakatpengguna jasa dan kualitas layanan).

2.2. Kapasitas Pelayanan, Standar Pelayanan Minimum dan Indikator Indonesia Sehat 2010Sebagai bentuk implementasi dari kesamaan visi dalam millenium development goals (MDG) sektor kesehatan, negara

Indonesia memiliki perangkat yang disebut sebagai Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan yang merupakan tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan pada Kabupaten/Kota. Standar Pelayanan Minimum ini mencakup pelayanan dasar kepada masyarakat dalam memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. Dalam indikator indonesia sehat Tahun 2010, kondisi kapasitas pelayanan termasuk ke dalam indikator proses dan masukan yang terdiri dari indikator pelayanan kesehatan, indikator sumber daya kesehatan, indikator manajemen kesehatan, dan indikator sektor-sektor terkait.3. Mengukur Kapasitas Pelayanan Kesehatan3.1 Kapasitas Tenaga Kesehatan Publik

Kapasitas Tenaga Kesehatan Publik ditandai dengan perubahan ketersediaan tenaga kesehatan pada saat sebelum pembentukan Kabupaten Pesawaran yang lebih minimal ketimbang ketersediaan tenaga kesehatan setelah pembentukan Kabupaten Pesawaran. Selain itu, distribusi tenaga medis berstatus PNS setelah pembentukan kabupaten Pesawaran tidak lebih merata dibanding sebelum pembentukan Kabupaten Pesawaran. Sementara itu,distribusi tenaga medis berstatus PTT lebih merata setelah pembentukan Kabupaten Pesawaran, meskipun denganfluktuasi kuantitas yang berbeda antar fasilitas layanan kesehatan3.2 Kapasitas Teknologi KesehatanPublik

Kapasitas Teknologi Kesehatan Publik yang ditandai dengan tidak adanya peningkatan angka persentase jumlah puskesmas dan rumah sakit pada masa setelah Kabupaten Pesawaran dibentuk, sehingga kuantitas fasilitas kesehatan baik puskesmas induk ataupun puskesmas pembantu cenderung stagnan, bahkan belum dimilikinya fasilitas rumah sakit. Selain itu, persentase sarana kesehatan yang berkemampuan laboratorium setelah pembentukan Kabupaten Pesawaran mengalami peningkatan yang minimal. Terakhir adalah ketersediaan obat generik dalam persediaan obat di fasilitas layanan kesehatan setelah pembentukan Kabupaten Pesawaran kuantitasnya menurun dibandingkan pada tahun terakhir sebelum pembentukan Kabupaten Pesawaran.III.3. Kapasitas Sumber Daya Finansial Kesehatan

Kapasitas Finansial Kesehatan Publik yang ditandai dengan ketersediaan anggaran sektor kesehatan setelah pembentukan Kabupaten Pesawaran lebih baik dibanding sebelum pembentukan Kabupaten Pesawaran. Namun, dalam hal kuantitas anggaran, sektor kesehatan setelah pembentukan Kabupaten Pesawaran lebih kecil dibanding sebelumnya.III.4. Kapasitas Pelayanan Kesehatan di Wilayah Pesawaran

Distribusi tenaga kesehatan, ketersediaan fasilitas layanan kesehatan, ketersediaan obatobatan, anggaran kesehatan dalam APBD yang berada pada kondisi tidak lebih baik dibandingkan dengan kondisi komponen tersebut pada masa sebelum dilakukannya pembentukan Kabupaten Pesawaran. Kondisi sebagian besar komponen kapasitas pelayanan kesehatan itu menjadikan kapasitas pelayanan kesehatan setelah pembentukan Kabupaten Pesawaran tidak lebih baik dibandingkan kapasitas pelayanan kesehatan yang dimiliki sebelum dibentuk menjadi kabupaten tersendiri.4.KESIMPULAN

Kapasitas pelayanan kesehatan pada ketujuh kecamatan di wilayah Pesawaran setelah pembentukan Kabupaten Pesawaran tidak lebih baik dibandingkan kapasitas pelayanan kesehatan yang dimiliki ketujuh kecamatan di wilayah Pesawaran itu sebelum dibentuk menjadi kabupaten tersendiri. Sehingga dapat disimpulkan jika kebijakan pembentukan daerah otonom baru pada wilayah Pesawaran belum memberikan implikasi perkembangan kapasitas penyelenggaraan pelayanan publik yang responsif pada tahun pertama dan kedua setelah terbentuk menjadi daerah otonom baru.