TUGAS PRESENTASI kulit

19
TUGAS PRESENTASI KASUS TINEA MANUS TIPE SQUAMOSA Tutor dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp. KK Oleh: Handiana Samanta G1A009100 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO

Transcript of TUGAS PRESENTASI kulit

Page 1: TUGAS PRESENTASI kulit

TUGAS PRESENTASI KASUS

TINEA MANUS TIPE SQUAMOSA

Tutor

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp. KK

Oleh:

Handiana Samanta

G1A009100

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: TUGAS PRESENTASI kulit

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tinea manus merupakan infeksi jamur dermatofita pada

kulit yang termasuk kelompok penyakit dermatofitosis.

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang

mengandung zat tanduk, misalnya stratum corneum pada

epidermis,rambut, dan kuku. Dermatofitosis ini disebabkan

oleh 3 jenis jamur, yaitu :Epidermophyton, Trichophyton dan

Microsporum. Penyakit ini termasuk dalammikosis yang

paling sering dijumpai di dunia. (Djuanda A, 2005; Fitzpatrick

Thomas B, 2005)

Tinea manus pertama kali dijelaskan oleh Fox pada

tahun 1870 dan Pellizaari tahun 1888. Bersama dengan tinea

pedis, tinea manus adalah salah satutipe dermatifitosis kronis

yang biasa dan sering diderita pada usia dewasa. Hal

inimungkin berkaitan dengan kurangnya glandula sebasea

dan lipid fungistatiknya. (Pohan S, 2005)

Dermatofitosis dinamakan berdasarkan lokasinya, yaitu :

tinea capitis biladijumpai pada kepala dan rambut, tinea

manus pada tangan, tinea pedis pada kaki,tinea corporis

pada badan, tinea kruris pada lipat paha, tinea ungium pada

kukudan tinea barbae pada daerah jenggot. (Djuanda A, 2005;

Fitzpatrick Thomas B, 2005)

Pada umumnya gambaran dermatofitosisterdiri atas

berbagai macam ruam kulit (polimorf) berupa papula,

papul – vesikel,sering eritroskuama, berbatas tegas dengan

bagian pinggir lebih aktif dan bagiantengah lebih tenang

serta disertai rasa gatal. Akibat garukan bisa timbul

Page 3: TUGAS PRESENTASI kulit

perubahan lain seperti infeksi sekunder.( Fitzpatrick Thomas

B, 2005)

Tinea manus sering menyerang orang yang bekerja di

tempat basah sepertitukang cuci, pekerja di sawah, atau

orang– orang yang setiap hari harus memakai sepatu yang

tertutup seperti anggota militer. Keluhan subjektif bervariasi

mulaidari tanpa keluhan sampai dengan rasa gatal yang

hebat dan rasa nyeri bila adainfeksi sekunder. (Djuanda A,

2005; Fitzpatrick Thomas B, 2005)

Penatalaksanaan dari dermatofitosis dapat dilakukan

baik secara umummaupun secara khusus. Adapun secara umum

dengan memberikan nasehat kepadapasien untuk mengurangi

kelembapan tubuh pasien dengan menghindaripemakain

sepatu yang terlalu tertutup dan kaos kaki yang lembap.

Sedangkansecara khusus dapat diberikan pengobatan topikal

seperti penggunaan salepturunan imidazol dan sistemiknya

dengan memberikan obat anti histamine untuk mengurangi

gejala gatal yang timbul akibat penyakit ini. (Djuanda A,

2005; Pohan S, 2005; Harahap Marwali, 2000)

Page 4: TUGAS PRESENTASI kulit

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tinea manus adalah infeksi dermatofita pada tangan.

Terdapat dua tipe, yaitu vesikular yang meradang dan

skuamosa tak meradang. Pada vesikular yang meradang

berupa vesikel-vesikel dan skuamosa tak meradang tampak

skuama dengan eritema yang berbatas tegas disertai rasa

gatal (Siregar, 2004).

B. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Etiologi tinea manus adalah T. mentagrophytes dan T.

rubrum. Faktor yang dapat mempengaruhi antara lain iklim

tropis yang mempertinggi angka kejadian infeksi, cuaca panas

dan lembab yang mempermudah jamur masuk ke kulit,

kurangnya menjaga kebersihan, dan lingkungan rawa yang

basah mempermudah infeksi jamur berkembang biak (Siregar,

2004).

C. Patofisiologi

Page 5: TUGAS PRESENTASI kulit

Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi

dermatofit ke manusia dapat terjadi melalui 3 sumber, yaitu

antropofilik (manusia-manusia), zoofilik (hewan-manusia), dan

geofilik (tanah ke manusia atau ke hewan), dan masing-

masing dapat memberikan gambaran tipikal ataupun

berbeda, karena dermatofit sendiri tidak memiliki virulensi

secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar, yaitu

stratum corneum dari kulit (Sobera, 2003). Dermatofita

menginvasi stratum corneum karena jamur ini menghuni

lapisan tubuh yang tidak aktif berdiferensiasi atau lapisan tak

hidup, dimana stratum corneum sendiri adalah bagian kulit

yang tak hidup. Infeksi alami disebabkan karena deposisi

langsung spora atau hifa di stratum corneum, dan didukung

dengan kondisi kulit yang hangat, lembab, dan kondisi lain

yang mendukung seperti trauma, keringat berlebih, dan

penurunan sistem imun karena kelelahan atau stress.

Pemakaian bahan pakaian yang tidak berpori akan

meningkatkan temperatur dan keringat sehingga

mengganggu fungsi barrier stratum corneum (Amiruddin,

2004; Lesher, 2012).

Infeksi dimulai dari jamur yang menginvasi stratum

corneum, dan dapat masuk melalui kulit yang luka, jaringan

parut, atau adanya luka bakar. Jamur melepaskan keratinases

dan enzim keratolitik lain, yang menginduksi reaksi inflamasi

pada tempat yang terinfeksi, sehingga menghilangkan

patogen dari tempat infeksi, dan kemudian patogen berpindah

mengadakan invasi lebih dalam di dalam stratum korneum

dan kebagian tubuh yang lain, mengadakan difusi pada

jaringan epidermis dan merusak keratinosit. Infeksi jamur

hanya terbatas pada epidermis dan tidak mampu lebih dalam

lagi, dikarenakan adanya mekanisme pertahanan tubuh

nonspesifik yaitu serum inhibitory factor, sistem komplemen

Page 6: TUGAS PRESENTASI kulit

dan leukosit PMN (Amiruddin, 2004; Laksmipathy, 2010;

Lesher, 2012).

Dermatofita dapat bertahan pada stratum corneum

karena stratum corneum merupakan sumber nutrisi untuk

pertumbuhan dermatofita dan untuk pertumbuhan misellia

jamur (Verma, 2008). Setelah masa inkubasi selama 1-3

minggu, dermatofita menginvasi bagian perifer kulit dalam

pola sentrifugal, dan respon jaringan terhadap infeksi semakin

jelas dan meninggi, yang disebut ringworm, yang merupakan

respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan

meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan

menghasilkan skuama. Perpindahan kuman dari tempat awal

dimana kuman melepaskan keratinase yang menyebabkan

terjadinya respon infeksi ke daerah kulit yang lain akan akan

menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang, dan bagian

pusat akan bersih yang disebut central healing. Setelah

merusak lapisan keratin, akan terjadi proses adhesi jamur

apda keratinosit untuk menghambat proses pembentukan

keratin. Pada saat menginvasi stratum corneum, selain

merusak lapisan keratin pada kulit, jamur juga melepaskan

metabolit-metabolit yang menyebabkan efek toksik dan

respon alergi atau hipersensitivitas tipe I pada kulit, sehingga

dapat muncul gejala-gejala seperti gatal, kemerahan, rasa

panas dan perih pada bagian lesi. Eliminasi dari dermatofita

ini dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh seluler

(Amiruddin, 2004; Lesher, 2012).

D.Penegakkan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan

1. Anamnesa

Page 7: TUGAS PRESENTASI kulit

Didapatkan rasa gatal yang sangat menggangu dan

gatal akan semakin bertambah apabila lesi terkena air atau

basah (Djuanda, 2005).

Tinea manus dapat menunjukkan gejala inflamasi akut

seperti tinea corporis. Gejala yang biasa dikeluhkan adalah

adanya lesi keemerahan dan bintil-bintil ditepi luar,

sedangkan menyembuh dibagian dalam (ringworm=center

healing). Lebih sering diakibatkan jamur yang zoophilic dan

geophilic (tanah). Dan seringkali, tinea manus menyebabkan

pengelupasan kulit, kulit kering dan gatal-gatal pada telapak

dan sela jari pada satu sisi tangan (tinea hiperkeratotik).

Gejala tersebut dapat terjadi terus menerus dan bertambah

berat. Biasanya gejala tinea manus terjadi setelah muncul

gejala yang sama pada kedua kaki. Tinea manus sering

terjadi mengikuti gejala tinea pedis sehingga disebut “one

hand, two foot syndrome”. Keluhan juga dapat berupa

munculnya fisura-fisura pada telapak tangan, masa bulat

berisi cairan serus, dan tepian lesi dengan kulit yang

mengelupas, pada keluhan ini biasanya pasien mengeluhkan

rasa gatal disertai panas (Michelle, 2010).

2. Pemeriksaan fisik

Dilihat dimana terjadinya infeksi dan jenis lesinya. Lesi

tergantung dari jenis tinea. Secara umum lesi sering

ditemukan di jari IV dan V berbentuk fisura yang nyeri bila

disentuh serta gambaran warna keputihan yang tampak

basah. Pada tahap awal lesi ditemukan di sela jari yang

kemudian meluas ke punggung tangan dan telapak tangan.

Lesi berbentuk vesikel sampai bula yang berisi cairan jernih.

Gambaran kolerit bisa terjadi akibat pecahnya vesikel atau

bula yang berisi cairan (Djuanda, 2005; Fitzpatrick, 2005;

Pohan, 2005).

Page 8: TUGAS PRESENTASI kulit

Berdasarkan manifestasi klinisnya, tinea manus terbagi

menjadi:

a. Bentuk intertriginosa

Manifestasi klinisnya berupa maserasi, deskuamasi,

dan erosi pada sela jari terutama jari IV dan V. Tampak

warna keputihan basah dan dapat terjadi fisura yang

terasa nyeri bila tersentuh. Infeksi sekunder dapat

menyertai fisura tersebut dan lesi dapat meluas sampai

ke kuku dan kulit jari. Bentuk klinik ini dapat berlangsung

bertahun – tahun tanpa keluhan sama sekali. Dalam

keadaan menahun dapat terjadi fisura yang nyeri jika

disentuh. Bila disertai infeksi sekunder oleh bakteri dapat

menimbulkan limfangitis, limfadenitis, selulitis, dan

erysipelas yang disertai gejala – gejala umum (Djuanda,

2005; Fitzpatrick, 2005).

b. Bentuk vesicular akut

Pada bentuk ini terlihat vesikel, vesiko-pustule dan

kadang-kadang bula. Kelainan ini dapat mulai pada

daerah sela jari, kemudian meluas ke punggung tangan

atau telapak tangan. Isi vesikel berupa cairan jernih yang

kental. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik

yang berbentuk lingkaran yang disebut koleret. Infeksi

sekunder dapat terjadi juga pada bentuk ini, sehingga

dapat menyebabkan selulitis, limfangitis, dan kadang2

menyerupai erisipelas. Jamur terdapat pada bagian atap

vesikel untuk menemukanya sebaiknya diambil atap

vesikel atau bula untuk diperiksa secara sedian langsung

atau untuk dibiak (Djuanda, 2005; Fitzpatrick, 2005).

Page 9: TUGAS PRESENTASI kulit

Gambar 1. Tinea manus infeksi Trichophyton rubrum,

terlihat vesiko pustule pada dorsum manus (Michelle,

2010).

c. Bentuk moccasin

Pada bentuk ini seluruh tangan dari telapak, tepi

sampai punggung tangan terlihat kulit menebal dan

berskuama. Eritem biasanya ringan terutama pada bagian

tepi lesi (Michelle, 2010).

Gambar 3. Pasien yang terinfeksi Trichophyton rubrum

pada penderita tinea pedis et manus tipe moccasin

(Michelle, 2010).

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan mikroskopis mikrobiologi

Pemeriksaan mikroskopis adalah pemeriksaan utama

dalam kasus tinea. Material yang diperiksa diambil dari

area lesi yang aktif yang diletakkan pada gelas objek

yang diberi KOH10% lalu diperiksa dibawah mikroskop.

Hasil pemeriksaan positif bila pada gambaran dibawah

Page 10: TUGAS PRESENTASI kulit

mikroskop terlihat hifa atau spora yang menandakan

infeksi jamur aktif dan pseudohifa atau yeast (Fitzpatrick,

2005; Pohan, 2005).

b. Pemeriksaan Kultur

Pemeriksaan kultur memiliki beberapa hambatan

berupa biaya yang mahal serta waktu yang lama sehingga

tidak secara rutin dilakukan. Namun pemeriksaan kultur

dibutuhkan ketika terapi oral jangka panjang diberikan

dan bila diagnosis meragukan. Kultur sediaan yang biasa

dilakukan pada media Sabourod’s Dextrose Agar (SDA)

(Pohan, 2005; Harahap, 2000).

c. Pemeriksaan Lampu Wood

Pemeriksaan lampu wood tidak disarankan karena

pada kebanyakan dermatofit tidak menghasilkan

fluorosensi. Pemeriksaan lampu wood dimaksudkan untuk

membedakan antara eritem yang disebabkan bakteri

Corynebacterium minuttisium yang difluorosensikan

sebagai coral-red dengan tinea yang tidak memiliki

fluorosensi (Pohan, 2005; Harahap, 2000).

d. Pemeriksaan Histopatology

Biopsi kulit dan pemeriksaan histopatologi jarang

diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis tinea manus.

Elemen jamur dalam stratum korneum biasanya dapat

diidentifikasi dengan menggunakan pewarnaan periodic

acid-Schiff atau Gomori methenamine-perak tetapi

mungkin jarang ditemukan atau tidak ada pada tinea

manus. Neutrofil dapat ditemukan banyak dalam stratum

korneum, sebuah keadaan yang akan menunjukkan

infeksi dermatofit. Dalam tinea manus vesikuler, dapat

ditemukan vesikel intraepidermal spongiotic, sedangkan

dalam jenis hiperkeratotik kronis (moccasin), dapat

Page 11: TUGAS PRESENTASI kulit

ditemukan hiperkeratosis dan acanthosis epidermal

(Robbin, 2012).

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari dermatofitosis dapat dilakukan baik

secara umum maupun secara khusus. Adapun secara umum

dengan memberikan nasehat kepada pasien untuk

mengurangi kelembapan tubuh pasien dengan menghindari

pemakaian sepatu yang terlalu tertutup dan kaos kaki yang

lembab. Sedangkan secara khusus dapat diberikan

pengobatan topikal seperti penggunaan salep turunan imidazol

dan sistemik dengan memberikan obat anti histamin untuk

mengurangi gejala gatal yang timbul akibat penyakit ini

(Djuanda, 2005; Pohan, 2005).

1. Medikamentosa

a. Topikal

Bila lesi basah, maka sebaiknya direndam dalam larutan

kalium permanganate 1/5.000 atau larutan asam asetat

0.25% selama 15-30 menit, 2-4 kali sehari. Atap vesikel

dan bula dipecahkan untuk mengurangi keluhan. Bila

peradangan hebat dikombinasikan dengan obat antibiotik

sistemik seperti penisilin prokain, eritromisin atau

spiramisin dengan dosis adekuat. Kalau peradangan

sudah berkurang diberikan obat topikal anti jamur

berspektrum luas seperti klotrimazol, mikonazol, atau

ketokonazol (Andrianto, 2005).

b. Sistemik

Obat sistemik biasanya tidak digunakan. Namun bila

digunakan harus dikombinasikan dengan obat anti jamur

topikal. Obat sistemik tersebut antara lain griseofulvin

500-1000 mg/hari selama 2-6 minggu, ketokonazol 200

mg/hari selama 4 minggu, itrakonazol 100 mg/hari

Page 12: TUGAS PRESENTASI kulit

selama 2 minggu dan terbinafin 250 mg/hari selama 1-2

minggu. Pemberian obat secara sistemik harus

memperhatikan efek samping dan interaksi dari masing-

masing obat (Andrianto, 2005).

2. Nonmedikamentosa

Nonmedikamentosa pada pasien berupa nasehat untuk :

a. Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya

mengusahakan daerah lesi selalu kering

b. Meningkatkan kebersihan dan menghindari pemakaian

sepatu ataupun kaos kaki yang lembab

c. Jangan memakai peralatan pribadi secara bersama

(Harahap, 2000).

 F. Prognosis

Infeksi kronik tidak jarang terjadi jika penyebabnya adalah

Trichophyton rubrum yang tidak diobati atau ditangangi

dengan baik (Harahap, 2000).

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad sanam : ad bonam

Quo ad fungtionam : ad bonam

Quo ad cosmeticum: ad bonam

G. Komplikasi

1. Infeksi sekunder seperti streptokokus beta hemolitikus atau

stafilococcus

2. Infeksi sekunder virus seperti herpes simplek

III. KESIMPULAN

Page 13: TUGAS PRESENTASI kulit

1. Tinea manus adalah infeksi dermatofita pada tangan.

2. Etiologinya T. mentagrophytes dan T. rubrum. Faktor

risikonya antara lain iklim tropis, cuaca panas dan lembab

yang, kurangnya menjaga kebersihan, dan lingkungan yang

basah mempermudah infeksi jamur berkembang biak

3. Gejala yang muncul umumnya gatal pada tangan terutama

bila dalam keadaan basah, dan pada kerokan kulit

ditemukan elemen jamur dan fluoresensi positif

4. Terapi yang digunakan menggunakan obat anti jamur

topikal, menghindari faktor predisposisi dan menjaga

kebersihan badan.

 

Page 14: TUGAS PRESENTASI kulit

IV. DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, M. D. 2005. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar: Bagian

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNHAS.

Andrianto, P. 2005. Kapita Selekta Dermato – Venerologi. Jakarta:

Buku Kedokteran EGC. 52-63.

Djuanda, A. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.

Tinea Pedis et Manus. Jakarta: Fakultas kedokteran

Universitas Indonesia. 148-50.

Fitzpatrick, Thomas B. 2005. Dermatology In General Medicine

Seventh Edition. United State Of America : McGraw-Hill inc.

158-60.

Harahap, Marwali. 2000.Ilmu Penyakit Kulit. Tinea Pedis et

Manus. Jakarta: Hipokrates. 19-20

Lesher, Jack. 2012. Tinea Corporis. Medscape Reference. Diunduh

dari http://emedicine.medscape.com/article/1091473-

overview#showall pada tanggal 20 Desember 2012.

Pohan, S. 2005. Pedoman diagnosis Dan Terapi Bagian Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Dokter

Soetomo Surabaya Edisi III. Tinea Pedis. Surabaya: RSU

Dokter Soetomo. 9-10.

Page 15: TUGAS PRESENTASI kulit

LAMPIRAN

Page 16: TUGAS PRESENTASI kulit