TUGAS PIF

18
TUGAS PENGANTAR ILMU FARMASI Nama : Ana Hulliyyatul Jannah NIM : 1013015042 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2010

description

pengantar ilmu farmasi

Transcript of TUGAS PIF

TUGASPENGANTAR ILMU FARMASI

Nama : Ana Hulliyyatul JannahNIM : 1013015042

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2010

PERATURAN PEMERINTAH NO.51Tanggal 10 April 2010 Pemerintah secara resmi telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Bagi para apoteker Indonesia, lahirnya PP tersebut benar-benar bernilai strategis karena secara spesifik pekerjaan kefarmasian dan ketentuan pelaksanaannya secara legal formal telah ditetapkan.

Dalam PP No 51 Tahun 2009 pekerjaan kefarmasian didefinisikan sebagai pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi; pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi; pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi; dan pekerjaan kefarmasian dalam pelayanan sediaan farmasi.

Pekerjaan kefarmasian hanya dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian yaitu apoteker dibantu tenaga teknis kefarmasian baik sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan asisten apoteker.

Tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian adalah untuk :

(1) Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;

(2) Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan; dan

(3) Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.

Dengan dikeluarkannya PP 51/2009 ini maka peran dan kedudukan apoteker dalam sistem kesehatan sudah sangat jelas. Obat yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari sistem kesehatan adalah domain apoteker. Tanggungjawab apoteker terbentang sejak proses produksi sampai obat dikonsumsi. Dalam bahasa populer apoteker bisa disebut sebagai pelindung konsumen obat.

Keluarnya PP 51/2009 bukanlah akhir tetapi lebih merupakan awal dari proses reinventing profesi apoteker di Indonesia. Berhasil atau tidaknya implementasi PP ini selain tergantung pada law enforcement juga dipengaruhi langsung oleh komitmen para apoteker untuk melaksanakannya.

Disahkan dan diterbitkannya PP 51 mengundang reaksi dari Civitas Akademika Fakultas Farmasi, Unpad sehingga telah dilaksanakan Diskusi panel dan membahasnya. Diskusi panel ini dihadiri oleh Dekan Fakultas, para Pembantu Dekan, Dosen dan Mahasiswa tingkat profesi. Hasil diskusi panel menghasilkan beberapa poin keuntungan dan kerugian sebagai berikut :

Keuntungan 1. Apoteker yang telah melakukan registrasi akan mendapatkan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) sehingga memudahkan mapping untuk apoteker seluruh indonesia (Pasal 1 (20), pasal 39 (1) dan (2)).

2. Posisi yang harus diisi Apoteker di Industri farmasi bagian pemastian mutu/quality assurance (QA) (Pasal 9 (1)). Sebelum PP 51 : posisi QA boleh non-farmasi.

3. Industri Obat Tradisional (IOT) dan pabrik kosmetika harus memiliki minimal 1 orang apoteker sebagai penanggung jawab (Pasal 9 (2)). Sebelum PP 51 : tidak diharuskan penanggung jawab seorang apoteker.

4. Apoteker dapat menjalankan pelayanan kefarmasian di Puskesmas (Pasal 19). Kondisi tersebut memungkinkan bagi Apoteker yang bekerja di Puskesmas untuk meningkatkan jabatannya menjadi Kepala Puskesmas. Sebelum PP 51 : tidak mengatur pelayanan kefarmasian di Puskesmas.

5. Keberadaan Apotek Rakyat (yang berada di sekitar jalan Pramuka) bisa menjadi ilegal karena bertentangan dengan PP 51 Pasal 21 (1) dan (2), pasal 51 (1).

6. Apoteker dapat mengangkat seorang apoteker pendamping sehingga pelayanan kefarmasian dapat terjaga kualitasnya sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (Pasal 24). Sebelum PP 51 : tidak ada apoteker pendamping.

7. Peluang pekerjaan bagi apoteker bertambah dengan adanya poin 2, 3 dan 4.8. Masuknya Apoteker asing ke Indonesia harus menjadi motivasi dalam meningkatkan pelayanan kefarmasian.

Kerugian :

1. Kewajiban mengurus STRA menambah pengeluaran bagi setiap apoteker (Pasal 39).

2. Dokter dan dokter gigi masih melakukan dispensing pada daerah terpencil (Pasal 22). Definisi daerah terpencil harus diperjelas supaya dispensing yang dilakukan dokter dan dokter gigi menjadi tepat.

3. Substitusi obat merek dagang dengan obat merek dagang lainnya akan menciptakan monopoli perdagangan (Pasal 24 (b)).

4. Masuknya Apoteker asing ke Indonesia akan mempersempit lahan pekerjaan (Pasal 42).Pembinaan dan pengawasan pelaksanaa pekerjaan Kefarmasian tidak melibatkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) (Pasal 58).

PHARMACEUTICAL CARE (PC)Konsep PC : tujuan akhir dari pelayanan farmasis adalah masyarakat harus lah aman dalam menggunakan obat

PC adalah : tanggung jawab dalam menetapkan terapi obat dengan mencapai tujuan outcome yang nyata kearah peningkatan kualitas hidup pasien

Therapeutic Outcome

1. menyembuhkan penyakit

2. mereduksi/mengeliminasi gejala

3. menahan/memperlambat perkembangan penyakit

4. mencegah penyakit/gejala

yang lain :

1. Tidak ada komplikasi atau gangguan lain yangn dimunculkan penyakit

2. menghindarkan atau meminimalkan eso dari treatment

3. menyediakan terapi yang hemat

4. memelihara kualitas hidup pasien

PC menggunakan suatu proses dengan cara farmasis bekerjasama dengan pasien dan professional kesehatan yang lain dalam mendisain, menetapkan, dan memonotor rencana terapi untukmenghasilkan outcome terapi yang spesifik untuk pasien.

Fungsi FC

1. Mengidentifikasikan DRP yang potensial dan actual

2. memecahkan DRP yang actual

3. Mencegah DRP yang potensial

DRPs adalah suatu peristiwa atau keadaan yang menyertai terapi obat yang actual atau potensial bertentangan dengan kemampuan pasien untuk mencapai outcome medik yang optimal

Macam DRPs

1. Ada indikasi yang tidak diterapi

2. Pemilihan obat yang salah

3. dosis subterapi

4. Gagal dalam menerima obat

5. over dosage

6. ADR

7. Interaksi obat

8. Penggunaan obat tanpa indikasi

5 tahap proses PC

1. Hubungan yang professional dengan pasien harus terbangun

2. Informasi medik yang spesifik dari pasien haruslah dikumpulkan, diorganisasi, direkam, dipelihara

3. Informasi medik yang spesifik dari pasien haruslah dievaluasi dan rencana terqpi dibangun dengan kerjasama dengan pasien

4. Farmasis harus memastikan bahwa pasien mempunyai semua persediaan, informasi, pengetahuan yangn dibutuhkan untuk keluar dari perencanaan terapi/sembuh.

5. Farmasis harus meninjau ulang, memonitor dan memodofikasi rencana terapetik sebagaimana yang diperlukan dan sesuai/tepat, dengan persetujuan pasien dan tim kesehatan yang lain.

SISTEM DISTRIBUSI OBATSecara umum sistem distribusi obat di rumah sakit yaitu :

a. Sistem resep individu (Individual Prescription)

Resep individu adalah resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita. Sistem ini biasanya digunakan oleh rumah sakit kecil dan atau rumah sakit pribadi, karena memudahkan cara untuk menarik pembayaran atas obat yang digunakan pasien dan memberikan pelayanan kepada pasien secara perorangan. Tapi meningkatkan kebutuhan personel bagian farmasi untuk tugas melayani resep perorangan. Keuntungan sistem Individual Prescription :

1) Semua pesanan obat langsung diperiksa oleh farmasis.

2) Memungkinkan interaksi antara farmasis, dokter, perawat, dan pasien.

3) Meningkatkan pengawasan obat-obatan dengan lebih teliti.

4) Memberikan cara yang cocok melaksanakan pembayaran obat-obatan yang digunakan pasien (Ray, 1983).b. Sistem persediaan lengkap di ruangan (ward floor stock)

Pada sistem ini hampir semua obat-obatan dapat di suplai, kecuali yang jarang dipakai atau yang sangat mahal sekali disediakan pada setiap pos perawatan dan tidak ada pengembalian obat yang tidak terpakai. Akan tetapi pengawasan obat oleh farmasis menjadi sangat berkurang terutama dalam hal penyimpanan obat yang baik, pemberian obat yang benar ke pasien dan sangat memungkinkan untuk terjadinya kerusakan bahkan pencurian obat. Pada sistem ini pekerjaan dan tanggung jawab perawat menjadi lebih besar dalam menangani obat-obatan (Ray, 1983).

Keuntungan sistem floor stock :

1) Adanya persediaan obat-obatan yang siap pakai untuk pasien.

2) Pengurangan transkrip pesanan obat bagi farmasi.

3) Pengurangan jumlah personil farmasi yang dibutuhkan (Ray, 1983).

Sedangkan kerugian pada sistem floor stock :

1) Kesalahan pemberian obat bertambah besar karena farmasis tidak memeriksa ulang pesanan obat.

2) Meningkatkan persediaan obat disetiap pos perawatan.

3) Meningkatkan kemungkinan kerusakan obat dan pencurian obat.

4) Meningkatkan biaya dalam hal menyediakan fasilitas tempat penyimpanan obat yang memadai pada tiap pos perawatan.

5) Dibutuhkan tambahan waktu kerja bagi perawat untuk menangani obat-obatan (Ray, 1983).c. Kombinasi Floor Stock dan Individual Prescription

Sistem ini umumnya digunakan oleh rumah sakit yang menggunakan sistem penulisan resep pesanan obat secara individual sebagai sarana utama untuk penjualan obat tetapi juga memanfaatkan sistem floor stock secara terbatas (Ray, 1983). d. Unit Dose Dispensing (UDD)

Pada sistem ini obat didistribusikan ke ruang perawatan untuk setiap pasien dalam kemasan persekali minum/per sekali pemakaian.

Keuntungan sistem Unit Dose Dispensing :

1) Interaksi antara farmasis dengan dokter dan perawat dapat lebih intensif,

2) Resep dapat dikaji oleh Farmasis,

3) Farmasis dapat melakukan Therapeutic Drug Monitor,4) Farmasis mendapat profil pengobatan pasien dengan lengkap,

5) Efisiensi ruang perawatan dalam penyimpanan obat,

6) Mengurangi beban perawat dalam penyiapan obat, sehingga perawat mempunyai waktu lebih untuk merawat pasien,

7) Meniadakan obat berlebih dan menghindari kerusakan obat,

8) Menciptakan sistem pengawasan ganda, yaitu oleh farmasis ketika membaca resep sebelum dan sesudah menyiapkan obat, serta perawat ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien, hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan,

9) Pasien hanya membayar obat yang telah dipakai (Ray, 1983).e. One Daily Dose (ODD)

Dalam metode ini pasien mendapat obat yang sudah dipisah-pisah untuk pemakaian sekali pakai, tetapi obat diserahkan untuk sehari pakai pada pasien.

CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB)

Bagi orang farmasi tentu tidak asing lagi mendengar istilah CPOB, namun bagi masyarakat umum belum tentu tahu apa itu CPOB. CPOB sendiri kepanjangan dari Cara Pembuatan Obat yang Baik. CPOB secara singkat dapat didefinisikan suatu ketentuan bagi industri farmasi yang dibuat untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan yang ditetapkan dan tujuan penggunaannya. Pedoman CPOB disusun sebagai petunjuk dan contoh bagi industri farmasi dalam menerapkan cara pembuatan obat yang baik untuk seluruh aspek dan rangkaian proses pembuatan obat. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak bertanggung jawab. Untuk pencapaian tujuan ini melalui Kebijakan Mutu, yang memerlukan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang di desain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.

Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelematkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan tugas. Tiap personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.

Berikut ini beberapa persyaratan mendasar dari CPOB:

1. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan.

2. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia.Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar.

3. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB antara lain: personil yang terkualifikasi dan terlatih, bangunan dan sarana dengan luas yang memadai, peralatan dan sarana penunjang yang sesuai, bahan, wadah dan label yang benar.

CPOB adalah hal wajib yang harus dilakukan oleh setiap Industri Farmasi, karena produk obat bersentuhan langsung dengan keselamatan manusia, sehingga produk obat yang dikonsumsi oleh manusia harus dijamin mutu dan keamanannya.

IKATAN APOTEKER INDONESIA ( IAI )Profil Organisasi

Bahwa para Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, bagi pengembangan pribadi Warga Negara Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Bahwa Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia merupakan satu-satunya organisasi para Apoteker Indonesia, yang merupakan perwujudan dari hasrat murni dan keinginan luhur para anggotanya, yang menyatakan untuk menyatukan diri dalam upaya mengembangkan profesi luhur kefarmasian di Indonesia pada umumnya dan martabat anggota pada khususnya.

Nama Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia ditetapkan dalam Kongres VII Ikatan Apoteker Indonesia di Jakarta pada tanggal 26 Februari 1965 dan merupakan kelanjutan dari Ikatan Apoteker Indonesia yang didirikan pada tanggal 18 Juni 1955, untuk jangka waktu yang tidak ditentukan

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia mempunyai fungsi : Sebagai wadah berhimpun para Apoteker Indonesia. Menampung, memadukan, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi Apoteker Indonesia. Membina para anggota dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan Profesi Farmasi dan IPTEK kefarmasian

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia mempunyai Tugas Pokok : a. Mengadakan serta menyelenggarakan program kegiatan melalui pertemuan ilmiah yang bersifat lokal, nasional dan internasional;

b. Mengadakan dan membina hubungan dan kerjasama dengan organisasi nasional yang berkaitan dengan kefarmasian, kedokteran dan organisasi internasional serupa;

c. Meningkatkan mutu pelayanan anggota kepada kemanusiaan dan masyarakat luas;

d. Memantapkan peran anggota dalam usaha : 1. Melindungi masyarakat terhadap pencemaran profesi, bahaya narkotika dan penyalahgunaan obat-obatan. 2. Pengawasan kesehatan lingkungan, pemanfaatan dan pengamanan obat-obatan, makanan, minuman, kosmetika serta obat tradisional. e. Memberikan advokasi kepada anggota berkaitan dengan masalah yurisprudensi; f. Mengadakan berbagai kegiatan lain yang dipandang perlu untuk mencapai Visidan Misi Organisasi

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia mempunyai Lambang, Bendera dan Hymne. Lambang atau Atribut Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia adalah Ular dan Cawan berwarna Merah di dalam Inti Benzena berwarna Hitam dan di bagian bawahnya tertulis ISFI berwarna Hitam.

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia memiliki Bendera yang terbuat dari kain berwarna Kuning Emas dengan Lambang Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia di tengah-tengah dan Padi berbulir 17 (tujuh belas) serta Bunga-bunga Kapas berjumlah 8 (delapan) di kiri dan kanannya dengan tulisan IKATAN SARJANA FARMASI INDONESIA di bawahnya.

(1) Anggota Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia adalah Apoteker Warga Negara Republik Indonesia lulusan Perguruan Tinggi dalam atau luar negeri yang ijazahnya diakui oleh Departemen Pendidikan Nasional, dengan cara mengajukan permintaan menjadi anggota serta memenuhi syarat yang ditentukan dalam Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi. Bagi Sarjana Farmasi yang sudah terdaftar sebagai anggota sebelum Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan, tidak gugur keanggotaannya; (2) Anggota Muda Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia adalah Sarjana Farmasi Warga Negara Republik Indonesia lulusan Perguruan Tinggi dalam atau luar negeri yang ijazahnya diakui oleh Departemen Pendidikan Nasional, dengan cara mengajukan permintaan menjadi Anggota Muda serta memenuhi syarat yang ditentukan dalam Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan organisasi; (3) Anggota luar biasa Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia adalah Apoteker WNA yang diangkat oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia karena berjasa dalam perkembangan IPTEK Farmasi dan atau profesi kefarmasian di Indonesia; (4) Anggota Kehormatan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia adalah Warga Negara Republik Indonesia bukan Apoteker atau Sarjana Farmasi, yang diangkat oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia karena berjasa dalam perkembangan IPTEK Farmasi atau profesi kefarmasian di IndonesiaSejarah Organisasi

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia adalah satu-satunya Organisasi Profesi Kefarmasian di Indonesia yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 41846/KMB/121 tertanggal 16 September 1965.Nama Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia ditetapkan dalam Kongres VII Ikatan Apoteker Indonesia di Jakarta pada tanggal 26 Februari 1965 dan merupakan kelanjutan dari Ikatan Apoteker Indonesia yang didirikan pada tanggal 18 Juni 1955, untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Pada Kongres XVIII Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia di Jakarta pada tanggal 07-09 Desember 2009, nama organisasi Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) berubah menjadi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).VISITerwujudnya Profesi Apoteker yang paripurna, sehingga mampu mewujudkan kualitas hidup sehat bagi setiap manusia.MISI1. Menyiapkan Apoteker yang berbudi luhur, profesional, memiliki kesejawatan yang tinggi dan inovatif serta berorientasi ke masa depan;2. Membina, menjaga dan meningkatkan profesional-isme Apoteker sehingga mampu menjalankan praktek kefarmasian secara bertanggung jawab;3. Melindungi Anggota dalam menjalankan profesinya.PERSATUAN AHLI FARMASI INONESIA (PAFI)

Persatuan Ahli Farmasi Indonesia, yang selanjutnya disingkat PAFI adalah organisasi yang menghimpun seluruh rakyat Indonesia yang bhakti dan karyanya dibidang farmasi khususnya tenaga ahli farmasi profesi Asisten Apoteker (AA). Enam bulan setelah Proklamasi Negara Republik Indonesia yang kita cintai ini, dibentuklah secara nasional PAFI. Yaitu tepatnya pada tanggal 13 Pebruari 1946 di Hotel Merdeka Jogyakarta dan sebagai anggota pendiri yang berjasa diangkatlah KetuaPAFI pertama, Bpk. Zainal abidin.

Pada awal kemerdekaan terjadi peperangan dengan Pasukan Belanda yang bertujuan ingin merebut kembali tanah jajahan mereka. Sebagai Ketua PAFI pertama Bpk. Zainal Abidin bersama Bpk. Kasiomendapat tugas untuk memindahkan perbekalan farmasi dan mesin-mesin yang berada di Manggarai (Jakarta) ke Jogyakarta, Tawangmangu dan Ambarwinangun dengan menggunakan sarana tranportasi kereta api. Bpk. Zainal Abidin dan teman-teman Asisten Apoteker lainnya pun akhirnya berhasil memindahkan perbekalan farmasi dan mesin-mesin tersebut, yang kemudian diberikan kepada para pejuang Republik Indonesia yang membutuhkannya.

PAFI merupakan organisasi farmasi tertua di Indonesia, bahkan Profesi Asisten Apoteker lebih dahulu muncul keberadaannya daripada profesi apoteker. Hal ini disebabkan karena pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, hanya pendidikan Asisten Apoteker yang mampu dijalankan, bahkan rintisannya harus dididik langsung di Negeri Belanda.

Kepengurusan PAFI Pusat: (Sumber: http://pafikotabandung.com)

Sekarang Kepengurusan PAFI Pusat periode tahun 2009-2014 dipegang oleh, Drs. Sriyanto sebagai ketua Umum dan Drs. Hendro Tri Pancoro sebagai Sekretaris jenderal.

Visi

PAFI adalah organisasi profesi yang bersifat kekaryaan dan pengabdian, dan mempunyai I visi PAFI sebagai organisasi farmasi terdepan yang profesional dan mandiri 2011. Serta, mempunyai misi untuk :Misi Melaksanakan konsolidasi organisasi;

Memberdayakan anggota;

Meningkatkan kualitas SDM anggota;

Menjalin kemitraan bersama pemerintah dan non pemerintah.

Tujuan

Tugas pokok PAFI adalah untuk meningkatkan pelayanan farmasi dan mengembangkan farmasi di Indonesia. Tugas khusus PAFI adalah:

Terwujudnya manajemen dan jaringan yang kuat serta profesional dari Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang Kabupaten/ Kota, Penguru Cabang Khusus, dan Pengurus Komisariat;

Terlaksananya pendidikan Asisten Apoteker/ Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai perkembangan dan ilmu teknologi;

Tertatanya Asisten Apoteker/ Tenaga Teknis Kefarmasian disemua sarana kefarmasian melalui peraturan pemerintah.PIOFAMUL ( Pusat Informasi Obat Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman )

PIOFAMUL sebagai salah satu unit penelitian dan pengabdian dari Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman yang bertujuan menyediakan dan memberikan informasi yang diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi, toksikologi, dan penggunaan terapi obat yang berorientasi kepada masyarakat sebagai pengguna obat dilanjutkan dengan proses evaluasi dan pembandingan obat dari sumber-sumber yang terseleksi dan komprehensif bagi masyarakat, para dokter, dokter gigi, dokter hewan, perawat, tenaga kesehatan, maupun non tenaga kesehatan.