tugas PIDANA LINGKUNGAN

15
ANALISA PUTUSAN NO. 83/PDT.G/2002/PN.JKT.PST PERKARA GUGATAN CLASS ACTION BANJIR DI JAKARTA I. Pendahuluan Pada tahun 1996 terjadi banjir besar yang menimpa Jakarta. Pada saat itu, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) memperkirakan bahwa banjir besar akan terjadi pada awal tahun 2002. Perkiraan inilah yang kemudian terbukti pada akhir Januari sampai dengan awal Februari 2002. Banjir ini telah mengakibatkan kerugian bagi warga Jakarta. Tidak hanya kerugian materiil dan immateriil, beberapa korban banjir pun harus kehilangan sanak saudaranya akibat terbawa arus banjir yang cukup deras, terkena sengatan arus listrik ataupun terkena serangan penyakit. Besarnya kerugian yang dialami oleh sebagaian besar warga Jakarta akibat banjir tersebut, serta lambatnya penanganan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam mengantisipasi dan menanggulangi banjir tersebut, menjadi latar belakang pengajuan gugatan perwakilan kelas (class action) oleh para korban banjir di Jakarta. Para Penggugat yang terdiri dari 15 orang wakil kelas, yang memberikan kuasa khusus tertanggal 4 Maret 2002 kepada Tim Advokasi Banjir Jakarta, berkantor di Jalan Diponegoro No. 74 Jakarta mengajukan surat gugatan tertanggal 13 Maret 2002 kepada Kepaniteraan Jakarta Pusat. Para Penggugat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (untuk selanjutnya disebut PMH) kepada Negara Republik Indonesia Cq. Presiden Republik Indonesia sebagai Tergugat I, Negara Republik Indonesia Cq. Presiden Republik Indonesia Cq. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Tergugat II serta , Negara Republik Indonesia Cq. Presiden Republik Indonesia Cq. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat sebagai Turut Tergugat. Dalam gugatannya, Para Penggugat sebagai wakil kelas mendalilkan bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat yang

Transcript of tugas PIDANA LINGKUNGAN

Page 1: tugas PIDANA LINGKUNGAN

ANALISA PUTUSAN NO. 83/PDT.G/2002/PN.JKT.PST PERKARA GUGATAN CLASS ACTION BANJIR DI JAKARTA

I. Pendahuluan

Pada tahun 1996 terjadi banjir besar yang menimpa Jakarta. Pada saat

itu, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) memperkirakan bahwa banjir besar

akan terjadi pada awal tahun 2002. Perkiraan inilah yang kemudian terbukti pada

akhir Januari sampai dengan awal Februari 2002. Banjir ini telah mengakibatkan

kerugian bagi warga Jakarta. Tidak hanya kerugian materiil dan immateriil,

beberapa korban banjir pun harus kehilangan sanak saudaranya akibat terbawa

arus banjir yang cukup deras, terkena sengatan arus listrik ataupun terkena

serangan penyakit.

Besarnya kerugian yang dialami oleh sebagaian besar warga Jakarta

akibat banjir tersebut, serta lambatnya penanganan pemerintah daerah maupun

pemerintah pusat dalam mengantisipasi dan menanggulangi banjir tersebut,

menjadi latar belakang pengajuan gugatan perwakilan kelas (class action) oleh

para korban banjir di Jakarta. Para Penggugat yang terdiri dari 15 orang wakil

kelas, yang memberikan kuasa khusus tertanggal 4 Maret 2002 kepada Tim

Advokasi Banjir Jakarta, berkantor di Jalan Diponegoro No. 74 Jakarta

mengajukan surat gugatan tertanggal 13 Maret 2002 kepada Kepaniteraan

Jakarta Pusat. Para Penggugat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum

(untuk selanjutnya disebut PMH) kepada Negara Republik Indonesia Cq.

Presiden Republik Indonesia sebagai Tergugat I, Negara Republik Indonesia Cq.

Presiden Republik Indonesia Cq. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Tergugat II serta , Negara Republik

Indonesia Cq. Presiden Republik Indonesia Cq. Gubernur Kepala Daerah

Tingkat I Propinsi Jawa Barat sebagai Turut Tergugat.

Dalam gugatannya, Para Penggugat sebagai wakil kelas mendalilkan

bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat yang mengalami kerugian

(korban) akibat banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada akhir Januari

sampai dengan awal Februari 2002. Berdasarkan hal tersebut, maka kedudukan

dan keberpihakan para wakil kelas tidak diragukan lagi, sehingga patut dan

pantas untuk mewakili masyarakat luas khususnya masyarakat dan warga DKI

Jakarta mengajukan gugatan ini.

Selain dalil tersebut di atas, untuk menguatkan kedudukannya sebagai

pihak yang dapat mengajukan gugatan ini, para Penggugat menunjukkan

peraturan perundang-undangan sebagai dasarnya antara lain: UU Nomor 23

Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, UUNo. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

serta UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Gugatan dengan No. 83/PDT.G/2002/PN.JKT.PST ini merupakan gugatan

perbuatan melawan hukum, hal mana disebutkan oleh para wakil kelas bahwa

Page 2: tugas PIDANA LINGKUNGAN

Tergugat I dan II serta Turut Tergugat telah melanggar Pasal 1365 dan Pasal

1366 jo. Pasal 1367 KUHPerdata.

Adapun PMH yang dilakukan oleh Tergugat I, II dan Turut Tergugat

meliputi hal-hal sebagai berikut:

(1) Bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah melanggar ketentuan Pasal 28 (f)

Perubahan Kedua UUD 1945 yang menjelaskan bahwa “Setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan meperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi

dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang ada”, dimana Tergugat I dan Tergugat II telah

menutup akses bagi masyarakat dan wakil kelas untuk mendapatkan

informasi. Tergugat II juga telah melanggar Pasal 43 (e) UU No.22 tahun

1999 tentang Penerintahan Daerah yang menyatakan bahwa Kepala Daerah

mempunyai kewajiban meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat jo. Pasal

9,10,11, dan 12 UU No. 34 tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi

Daerah Khusus Ibukota Republik Indonesia Jakarta yaitu hal kewenangan

pemerintahan dari Tergugat II dan jajarannya dalam memberikan pelayanan

masyarakat yang meliputi penyelenggaraan jasa perkotaan, sarana,

prasarana dan fasilitas pelayanan masyarakat.

(2) Bahwa Tergugat II telah melanggar kewajiban hukumnya sendiri yaitu SK

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi DKI Jakarta No. 222 tahun 1998

tentangProsedur Tetap (Protap) Penanggulangan Bencana di Wilayah DKI

Jakarta, khususnya pada bagian lampiran tentang:

a. Tujuan: “ ... agar setiap bencana dapat ditanggung secara cepat , berdaya

guna dan berhasil guna”. Bahwa karena Tergugat II tidak melaksanakan

Protap yang dimaksud maka tujuannya menjadi tidak tercapai, dan banyak

korban nyawa dan harta benda tidak dapat diminimalisir.

b. Bab III bagian 3.1 Prosedur Kerja Sebelum Bencana, yaitu Tergugat II tidak

melaksanakan prosedur 3.1.1. angka (3) yaitu “...menyampaikan informasi

kepada masyarakat di daerah rawan bencana dan sekitarnya untuk

melaksanakan kesiapsiagaan menghadapi bencana” jo. 3.1.2. angka (6)

jo. 3.1.3. angka (6) yaitu : “menyiapkan sarana dan prasarana

penanggulangan bencana”.

c. Bagian 3.2. prosedur Kerja Saat Bencana yaitu tergugat II tidak

melaksanakan prosedur 3.2.1. angka (6), (7), dan (8) yaitu

“...menggerakan peran serta masyarakat dalam upaya penanggulangan

bencana, ...menyiapkan tempat penampungan bantuan, ...menerima dan

menyalurkan bantuan serta mempertanggungjawabkan” jo. 3.2.2. angka

(5) dan (6) jo. 3.2.3. angka (4), (5), (8) jo. 3.2.4. angka (2), (5), dan (6)

tentang hal yang sama.

Page 3: tugas PIDANA LINGKUNGAN

d. Bagian 3.3. Prosedur Kerja Setelah Bencana, yaitu Tergugat II tidak

melaksanakan prosedur 3.3.1. angka (2) dan (3) yaitu

“...menyelenggarakan peran serta masyarakat untuk melakukan

rehabilitasi,...menyelenggarakan penyukuhan kepada korban bencana” jo.

3.3.2. angka (3) tentang hal yang sama.

e. Bagian 3.5. tentang Prosedur Penerimaan Bantuan dan 3.6 Prosedur

Penyaluran Bantuan hal mana telah terjadi banyak penyimpangan dalam

praktek.

(3) Bahwa Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat telah melakukan PMH

dengan melanggar Prinsip-prinsip Azas Pemerintahan yang Baik (Good

Governance). Setiap kebijakan Eksekutif harus bersifat terbuka (open

principle) dan transparan, dalam arti masyarakat yang menjadi objek

kebijakan tersebut harus mengetahui dan ikut memberikan kontribusi sebagai

bahan pertimbangan dari kebijakan tersebut.

(4) Bahwa Tindakan Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat bertentangan

dengan prinsip-prinsip kepatutan dan kesopanan yang ada di masyarakat, hal

manaTergugat I dan II secara lalai telah mengabaikan keselamatan warganya

denga tidak melakukan secara maksimal upaya peringatan dini dan

melakukan penanggulangan bencana dengan cepat dan tepat sasaran.

(5) Bahwa Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat melakukan PMH dengan

tidak melakukan Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 1999 yang

menyatakan “...Perencanaan Nasional dan Pengendalian Pembangunan

Nasional Secara Makro...pembinaan sumber daya manusia, pendayagunaan

sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan

standarisasi nasional”.

Pada bagian posita gugatan, Para Penggugat juga memasukkan perincian

kerugian materiil yang dialami oleh mereka beserta perhitungan ganti rugi atas

kerugian immateriil. Selain perincian kerugian yang bersifat individual, Para

Penggugat juga memasukkan perhitungan kerugian yang bersifat komunal, yang

meliputi ganti rugi atas adanya kerusakan fasilitas publik yang diebabkan oleh

banjir.

Pemeriksaan perkara gugatan perwakilan kelompok korban banjir di

Jakarta berlangsung selama kurang lebih sembilan bulan, hingga akhirnya pada

tanggal 21 Nopember 2002 pemeriksaan sidang ditutup dengan pembacaan

putusan oleh majelis hakim. Dalam putusannya setebal 164 halaman majelis

hakim akhirnya memutuskan hal-hal sebagai berikut: menolak eksepsi pihak

Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat untuk seluruhnya; menolak gugatan

proovisi untuk seluruhnya; menolak gugatan pihak Para Penggugat seluruhnya.

Page 4: tugas PIDANA LINGKUNGAN

II. ANALISA

Analisa ini didasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

No. 83/PDT.G/2002/PN.JKT.PST. Adapun yang akan menjadi pokok bahasan

dalam analisa ini meliputi:

1. Hal yang berkaitan dengan eksepsi Tergugat I, Tergugat II dan Turut

Tergugat yang belum diputuskan dalam Putusan Sela;

2. Hal yang berkaitan dengan pembuktian adanya PMH.

Hal yang berkaitan dengan eksepsi Tergugat I, Tergugat II dan Turut

Tergugat

1. Eksepsi bahwa gugatan Para Penggugat tidak memenuhi syarat-syarat

hukum bagi sebuah gugatan perwakilan kelompok (class action)

Menurut Tergugat I gugatan class action telah diatur dalam Peraturan

Mahkamah Agung (PERMA) RI No.1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan

Perwakilan Kelompok. Dalam bagian “Menimbang” huruf e, PERMA tersebut

menyebutkan: “Bahwa telah ada berbagai undang-undang yang mengatur dasar-

dasar gugatan perwakilan kelompok dan gugatan yang mempergunakan dasar

gugatan perwakilan kelompok, seperti Undang-undang Nomor23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan, tetapi belum ada ketentuan yang mengatur acara

memeriksa, mengadili dan memutus gugatan yang diajukan”. Berdasarkan hal

tersebut, Tergugat I menyatakan bahwa gugatan class action atau gugatan

perwakilan kelompok hanya dapat diajukan dalam hal Undang-undang yang

berlaku memperkenankan diajukannya gugatan semacam itu.

Eksepsi Tergugat I yang menyatakan bahwa gugatan perwakilan

kelompok (class action ) hanya dapat diperkenankan berdasarkan undang-

undang tertentu saja, menurut pendapat kami tidak tepat. Bagian “Menimbang”

huruf e PERMA NO. 1 tahun 2002 dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa

ada peraturan perundangan-undangan yang memperkenankan mekanisme

gugatan perwakilan kelompok, namun hukum acaranya masih belum diatur,

Page 5: tugas PIDANA LINGKUNGAN

sehingga akhirnya MA mengeluarkan PERMA tersebut sampai adanya ketentuan

perundang-undangan untuk itu.

Berdasarkan dasar-dasar tersebut, putusan hakim yang menyatakan

bahwa eksepsi ini tidak mempunyai dasar hukum serta patut untuk ditolak adalah

tepat.

2. Eksepsi bahwa surat kuasa cacat yuridis

Memperhatikan eksepsi Tergugat II yang menyatakan bahwa seharusnya

surat kuasa tersebut dibuat dalam 15 surat kuasa dari pemberi kuasa dengan

bea materai untuk masing-masing surat kuasa, agaknya terlalu berlebihan. Hal

ini disadari pula oleh majelis hakim yang menyatakan bahwa surat kuasa Para

Penggugat telah sesuai dengan ketentutan yang ada. Hakim berpendapat bahwa

lampiran surat kuasa tertanggal 4 Maret 2002 adalah bagian yang tidak

terpisahkan dengan lembaran pertama yang memuat nama pemberi kuasa

Nuraeni, dkk (terlampir) dan karenanya hal tersebut tidak mengurangi nilai

kedudukan para pemberi kuasa.

Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut, putusan hakim yang

menyatakan bahwa surat kuasa Para Penggugat tidak cacat yuridis dan menolak

eksepsi Tergugat II sudah tepat.

3. Eksepsi bahwa istilah wakil kelas untuk menggantikan sebutan

Penggugat

Menurut Tergugat, Peraturan Perundang-undangan Hukum Acara Perdata

yang berlaku di Indonesia hanya mengatur istilah “PENGGUGAT” dan

“TERGUGAT” sebagai pihak berperkara dalam suatu yurisdiksi kontentiosa di

pengadilan (vide Pasal 118 HIR/RIB) dan sampai saat ini belum ada peraturan

perundang-undangan yang mengatur hukum formal (hukum acara) yang

mengenal istilah “PENGGUGAT”. Oleh karena itu, gugatan perwakilan yang

diajukan oleh bukan “PENGGUGAT” melainkan hanya menyebutkan “WAKIL

KELAS” saja menyebabkan tidak jelasnya siapa “PENGGUGAT” dalam perkara

a-quo dan pelanggaran atas formalitas beracara sehingga gugatan perwakilan a-

quo harus dinyatakan tidak dapat diterima

Page 6: tugas PIDANA LINGKUNGAN

4. Eksepsi bahwa gugatan Para Penggugat salah alamat (error in subjecto)

Dalam praktek Hukum Acara Perdata, pihak yang digugat dapat berupa

pribadi kodrati ataupun pribadi hukum, seperti badan hukum. Jika yang digugat

adalah badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT), maka yang harus

bertindak untuk dan atas nama PT tersebut adalah Direktur PT tersebut.

Sementara itu, dalam hal yang digugat adalah negara, maka yang digugat

adalah Pemerintah Republik Indonesia, mewakili Negara Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Presiden Republik

Indonesia, sebagai alat negara yang memimpin jalannya pemerintahan.

Dengan adanya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemeritahan Daerah,

maka tugas Presiden di daerah telah dilimpahkan kewenangannya kepada

Pemerintah Daerah dengan Kepala Daerah Tingkat I sebagai pimpinan

pemerintahan di daerah propinsi. Berdasarkan hal tersebut, menurut Kami

adalah tepat Para Penggugat mengajukan gugatan kepada Negara Republik

Indonesia Cq. Presiden Republik Indonesia Cq. Kepala Daerah Tingkat I Propinsi

Jawa Barat. Penunjukkan Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat

dimaksudkan untuk mewakili pemerintah daerah, yang mana ia bertindak untuk

dan atas nama pemerintah daerah.

Berdasarkan hal ini, putusan hakim yang menolak eksepsi ini karena

dinilai tidak berdasar adalah tepat.

5. Eksepsi bahwa materi gugatan bertentangan satu sama lain

Dalam hal ini Penggugat telah melakukan kekeliruan. Jika kemudian

dalam petitum gugatan, ia memohonkan hal yang sama kepada hakim untuk

menghukum baik Tergugat I, Tergugat II maupun Turut Tergugat, lalu apa

urgensinya pembedaan istilah antara Tergugat dan Turut Tergugat. Jika dalam

petitum dimintakan adanya pernyataan bahwa Turut Tergugat melakukan PMH

dan karenanya harus membayar ganti rugi secara tanggung renteng dengan

Tergugat lain, maka Para Penggugat harus membuktikan adanya PMH yang

dilakukan oleh Turut Tergugat. Hal ini tidak membedakan kedudukan Tergugat

dan Turut Tergugat jika dikaitkan dengan kewajiban untuk membuktikan adanya

PMH. Hakim sendiri tidak membahas adanya pembedaan antara Tergugat dan

Page 7: tugas PIDANA LINGKUNGAN

Turut Tergugat, melainkan hanya menyatakan bahwa mengenai perbuatan

hukum Turut Tergugat telah masuk kepada materi perkara yang memerlukan

proses pembuktian. Selanjutnya, dalam hal petitum akan dikabulkan atau tidak

akan berpedoman pada proses pembuktian dan peraturan perundang-undangan

yang ada.

Hal yang berkaitan dengan pembuktian adanya PMH

Gugatan ini didasarkan pada Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan

bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian bagi orang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian, mengganti

kerugian tersebut.” Untuk dapat dikatakan sebagai PMH berdasar Pasal 1365

KUHPerdata, sutau perbuatan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya unsur melawan hukum

Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum jika memenuhi unsur-unsur

berikut :

a. Bertentangan dengan hak orang lain,

b. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri;

c. Bertentangan dengan kesusilan;

d. Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan

masyarakat mengenai orang lain atau benda.

2. Adanya unsur kesalahan

Persyaratan adanya unsur kesalahan dalam Pasal 1365 KUHPerdata

pada dasarnya dimaksudkan oleh pembuat undang-undang untuk menekankan

bahwa si pelaku PMH hanyalah bertanggungjawab atas kerugian yang

ditimbulkan, bila dari kerugian tersebut dapat dipersalahkan kepadanya. Syarat

ini harus diartikan sebagai syarat dalam arti subjektif, hal mana akan dilihat

apakah suatu PMH dapat dipersalahkan kepada pelaku.

Page 8: tugas PIDANA LINGKUNGAN

3. Adanya kerugian

Kerugian dalam Pasal 1365 KUHPerdata harus dikaitkan dengan PMH

yang dilakukan. Artinya, kerugian yang timbul adalah kerugian yang disebabkan

oleh PMH tersebut. Kerugian ini tidak hanya kerugian materiil saja, melainkan

juga kerugian moral atau idiil seperti ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan

kesenangan hidup.

Dalam perkara ini, Para Penggugat telah mengalami kerugian baik materiil

seperti harta benda, immateriil maupun kehilangan korban jiwa akibat banjir

besar yang melanda Jakarta pada Januari-Februari 2002. Para Penggugat telah

memperinci perkiraan besarnya ganti kerugian yang harus diganti oleh Tergugat

I, Tergugat II dan Turut Tergugat.

Kerugian yang dikemukakan oleh Para Penggugat ini meliputi kerugian

materiil individu yang diperkirakan sebesar Rp. 133.985.000,-, kerugian inmateriil

individu masing-masing Rp. 100.000.000,- dan kerugian komunal Rp.

1.200.000.000,- untuk memperbaiki sarana publik yang rusak akibat terjadinya

banjir sebagaimana dijabarkan dalam gugatannya.

4. Adanya hubungan kausal (sebab akibat)

Dalam hukum perdata, persoalan kausalitas bertitik tolak pada persoalan

apakah terdapat hubungan kausal antara PMH yang dilakukan dan kerugian.

Untuk menentukan adanya hubungan kausal ini digunakan pembatasan dengan

adequate theory yang mengajarkan bahwa si pelaku dipertanggungjawabkan

atas kerugian yang adalah merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum

yang secara layak dapat diperkirakan akan timbul.

Penerapan adequate theory ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1365

KUHPerdata yang mengharuskan adanya hubungan kausal antara perbuatan

melawan hukumnya dengan kerugian yang timbul karena perbuatan melawan

hukum tersebut. Berdasarkan teori ini, dari sekian banyak faktor yang sama-

sama menimbulkan akibat, maka yang dianggap relevan hanyalah faktor-faktor

yang menurut pengalaman merupakan faktor yang memiliki ciri-ciri untuk

menimbulkan akibat tertentu.

Page 9: tugas PIDANA LINGKUNGAN

III. KESIMPULAN

Dari uraian di atas, ternyata bahwa yang memenuhi keseluruhan unsur-

unsur PMH sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata adalah

pihak Tergugat II, Turut Tergugat beserta walikota di wilayah DKI Jakarta serta

walikota dan bupati di kawasan Bopuncur.

Dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,

titik pusat pelaksanaan pemerintahan daerah kini berada pada tingkat

pemerintah daerah dan kota. Undang-undang ini telah memberikan pemerintah

daerah kota dan kabupaten kewenangan pemerintahan yang cukup luas dengan

pengecualian beberapa kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan

Pasal 9. Hal mana kurang digali oleh Para Penggugat dalam menyusun

gugatannya, sehingga gugatan hanya ditujukan pada Gubernur Kepala Daerah

Propinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat saja.

Page 10: tugas PIDANA LINGKUNGAN

DAFTAR PUSTAKA

UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

UU Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Page 11: tugas PIDANA LINGKUNGAN

TUGAS

ANALISA PUTUSAN NO. 83/PDT.G/2002/PN.JKT.PST PERKARA GUGATAN CLASS ACTION BANJIR DI JAKARTA

TRICIPTA APRIAL D.M07.01.111.00083

HUKUM PIDANA LINGKUNGAN

ILMU HUKUMFAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TRUNOJOYO2011