Tugas pi ar
Click here to load reader
-
Upload
galih-prakoso -
Category
Education
-
view
4.811 -
download
2
Transcript of Tugas pi ar
TUGASETIKA KOMUNIKASI
“KODE ETIK PUBLIC RELATIONS ATAU KEHUMASAN”
Disusun oleh :
1. Rizka Febri Yudhanti (153080111)
2. Artinawati (153080133)
3. Galih Adi Prakoso (153080139)
4. Adhitya Rino Kurniawan (153080097)
5. Arif Pambudi (153080351)
6. Musfiko Rahman (153080355)
7. Sigit Prandoko (153080060)
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ’VETERAN’YOGYAKARTA
2010
BAB IPENDAHULUAN
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional di perlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul.
Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan
sopan santun, tata krama, dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang
terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta
terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku
dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh
kembangnya etika di masyarakat kita.
Pengertian etika sendiri adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan kebaikan
atau moralitas dari perilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan
yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai baik atau buruk.
Dalam dunia profesi etika juga diperlukan untuk menjadi landasan dan pedoman. Etika
profesi merupakan prinsip-prinsip moralitas yang mengatur dan menjadi pedoman bagi pada
pelaku bisnis atau profesi. Dimulai dari ketika melakukan pemikiran, menciptakan, dan
mengambil berbagai keputusan dalam menjalankan bisnis atau profesinya. Karena pentingnya
etika, hampir semua profesi saat ini memiliki kode etika profesi dalam bentuk peraturan tertulis.
Kode etik memiliki sanksi sebagaimana peraturan lainnya bagi pelaku yang dianggap
melanggarnya. Etika diterapkan dalam berbagai bentuk profesi, seperti profesi jurnalistik,
advertising, penyiaran dan public relations (humas) berupa kesepakatan bersama yang tertulis
dan diakui secara nasional maupun internasional dalam bentuk kode etik profesi. Tetapi dalam
makalah ini kami akan memfokuskan tentang kode etik perhumasan (public relations).
BAB IIPEMBAHASAN
2.1. Definisi Kode Etik
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari (UU No. 8 Pokok-pokok Kepegawaian).
Kode etik profesi diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam
masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh
kelompok itu.
Setiap penyandang profesi tertentu harus dan bahkan mutlak mempunyai kode etik
sebagai acuan bagi perilaku dalam pelaksanaan peran dan fungsi profesinya masing-masing.
Kode etik bersifat mengikat, baik secara normatif dan etis, maupun sebagai tanggung jawab dan
kewajiban moral bagi para anggota profesi bersangkutan dalam menjalankan aktivitas
kehidupanya di masyarakat.
2.2. Sejarah Public Relations
Sejarah perkembangan public relations di Indonesia secara konsepsional terjadi pada
tahun 1950-an. Kala itu berdiri organisasi public relations pertama kali di perusahaan Pertamina.
Peranan divisi HUPMAS (Hubungan Pemerintah dan Masyarakat) Pertamina ini sangat penting
dalam upaya menjalin hubungan komunikasi timbal balik dengan pihak klien, relasi bisnis,
perusahaan dan masyarakat.
Kemudian pada tahun 1954, secara resmi public relations diterapkan pada jajaran
kepolisian. Dilanjutkan di berbagai instansi pemerintah dan perusahaan swasta pada tahun 1970-
an. Bapak Rosady Ruslan, SH, MM membagi perkembangan public relations di Indonesia dalam
4 periode sebagai berikut :
1. Periode 1 (Tahun 1962)
Secara resmi pembentukan public relations di Indonesia lahir melalui Presidium Kabinet
PM Juanda, yang menginstruksikan agar setiap instansi pemerintah harus membentuk
bagian/divisi public relations. Dijelaskan pula garis besar tugas kehumasan dinas
pemerintah adalah ikut serta dalam proses pembuatan keputusan oleh pimpinan hingga
pelaksanaaannya. Dan tugas taktis yaitu memberikan informasi, motivasi, pelaksanaan
komunikasi timbal balik dua arah supaya tercipta citra atas lembaga/institusi yang
diwakilinya.
2. Periode 2 (Tahun 1967 – 1971)
Pada periode ini terbentuklah Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas). Tata kerja
badan ini antara lain ikut serta dalam berbagai kegiatan pemerintah dalam pembangunan,
khususnya di bidang penerangan dan kehumasan, serta melakukan pembinaan dan
pengembangan profesi kehumasan.
Bakohumas tersebut beranggotakan humas departemen, lembaga negara serta unit usaha
negara/BUMN. Kerjasama antara humas departemen/institusi tersebut menitikberatkan
pada pemantapan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam operasi penerangan dan
kehumasan.
3. Periode 3 (Tahun 1972 – 1993)
Periode ini ditandai dengan munculnya public relations kalangan profesional pada
lembaga swasta umum. Dengan indikator sebagai berikut:
a. Tanggal 15 Desember 1972 didirikannya Perhimpunan Hubungan Masyarakat
Indonesia (Perhumas) sebagai wadah profesi public relations oleh kalangan praktisi
swasta dan pemerintah. Pada konvensi nasional public relations di Bandung akhir
tahun 1993 lahirlah Kode Etik Kehumasan Indonesia (KEKI). Perhumas juga tercatat
sebagai anggota International Public Relations Association (IPRA) dan ASEAN
Public Relations Organization (FAPRO).
b. Tanggal 10 April 1987 di Jakarta, terbentuklah suatu wadah profesi humas lainnya
yang disebut dengan Asosiasi Perusahaan Public Relations (APPRI). Tujuannya
adalah sebuah wadah profesi berbentuk organisasi perusahaan – perusahaaan public
relations yang independen (konsultan jasa kehumasan).
4. Periode 4 (Tahun 1995 – sekarang)
Periode ini public relations berkembang di kalangan swasta bidang profesional khusus
(spesialisasi public relations bidang industri pelayanan jasa). Dengan indikator sebagai
berikut:
a. Tanggal 27 November 1995 terbentuk Himpunan Humas Hotel Berbintang (H-3).
Himpunan ini diperuntukkan sebagai wadah organisasi profesi public relations
bidang jasa perhotelan, berkaitan erat dengan organisasi PHRI (Perhimpunan
Hotel dan Restoran di Indonesia).
b. Tanggal 13 September 1996 diresmikannya Forum Komunikasi Antar Humas
Perbankan (FORKAMAS) oleh Gubernur BI, Soedradjad Djiwandono. Forum ini
resmi bagi para public relations officer, baik bank pemerintah (HIMBARA),
swasta (PERBANAS) dan asing yang beroperasi di bidang jasa perbankan di
Indonesia.
c. Keluarnya SK BAPEPAM No.63/1996, tentang wajibnya pihak emiten
(perusahaan yang go public) di Pasar Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek
Surabaya memiliki lembaga Corporate Secretary.
d. Berdirinya PRSI (Pulic Relations Society of Indonesia) pada tanggal 11
November 2003 di Jakarta. Ini menyerupai PRSA (Public Relations Society of
Amerika), sebuah organisasi profesional yang bergengsi dan berpengaruh serta
mampu memberikan sertifikasi akreditasi PR Profesional (APR) di Amerika yang
diakui secara internasional.
PRSI atau Masyarakat PR Indonesia (MAPRI) pertama kali dipimpin oleh August
Parengkuan seorang wartawan senior harian Kompas dan mantan ketua
Perhumas-Indonesia. Tujuan organisasi ini adalah meningkatkan kesadaran,
kepedulian, kebersamaan, pemberdayaan serta pastisipasi para anggotanya untuk
berkiprah sebagai PR professional dalam aktivitas secara nasional maupun
internasional.
2.3. Kode Etik Public Relations
Kode etik profesi adalah tata cara dan tata krama yang memberikan aturan atau petunjuk
pada para praktisi hubungan masyarakat dalam melaksanakan tugas. Kode etik akan memberikan
batasan-batasan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan profesi kehumasan dan dapat
memelihara integrasi dari praktis maupun profesi yang diembannya.
Pemahaman tentang pengertian etika, etika profesi, dan etika kehumasan serta aspek –
aspek hukum dalam aktivitas komunikasi itu penting bagi praktisi public relations atau humas
dalam melaksanakan peran dan fungsinya untuk menciptakan citra baik bagi dirinya (good
performance image) sebagai penyandang profesi PR atau humas dan citra baik bagi suatu
lembaga atau organisasi (good corporate image) yang diwakilinya.
Bagian humas dapat dikatakan sebagai jantung etis dari sebuah organisasi. Karena humas
adalah pengendali komunikasi internal maupun eksternal, humas juga mengatasi krisis yang
terjadi dalam organisasi. Namun, banyak pula kalangan yang menganggap humas sebagai
pekerjaan yang kurang terhormat, karena humas bisa membuat sesuatu yang salah menjadi benar.
Masyarakat menganggap humas lebih sering mengurus kebenaran daripada menyampaikan
kebenaran.
Persepsi yang berkembang seperti itulah yang mendorong perlunya para praktisi humas
membuat sebuah kode etik profesi yang menekankan kejujuran diatas segalanya. Dengan adanya
kode etik, maka profesi humas akan secara terbuka dapat dinilai oleh masyarakat sehingga para
profesionalnya bisa mempertanggungjawabkan apa yang telah dikerjakannya.
Profesi humas atau public relations adalah kegitan humas atau public relations
merupakan profesi yang secara praktis memiliki seni keterampilan atau pelayanan tertentu yang
berlandaskan latihan, kemampuan, dan pengetahuan serta diakui sesuai dengan standar etikanya.
Sedangkan public relations adalah salah satu profesi yang memiliki kode etik. Dalam
public relations, kode etik disebut sebagai etika profesi humas. Rosady Ruslan mengatakan
bahwa etika profesi humas merupakan bagian dari bidang etika khusus atau etika terapan yang
menyangkut dimensi sosial, khususnya bidang profesi.
Pada akhirnya munculah titik tolak dari kode etik tersebut adalah untuk menciptakan rasa
tanggung jawab (sense of responsibility) yang hendak dicapai atau dikembangkan oleh pihak
profesi bidang komuniksi pada umumnya, dan pada profesi kehumasan khususnya, melalui kode
etik dan etika profesi sebagai refleksi bentuk tanggung jawab, perilaku, dan moral yang baik.
Dalam buku Etika Kehumasan, Roslan Rosady mengungkapkan aspek-aspek kode perilaku
seorang praktisi humas, antara lain:
a. code of conduct, merupakan kode perilaku sehari-hari terhadap integritas pribadi, klien
dan majkan, media dan umum, serta perilaku terhadap rekan seprofesinya.
b. code of profession, merupakan standar moral, bertindak etis dan memiliki kualifikasi
serta kemampuan tertentu secara profesional.
c. code of publication, merupakan standar moral dan yuridis etis melakukan kegiatan
komunikasi, proses dan teknis publikasi untuk menciptakan publisitas yang positif demi
kepentingan publik.
d. code of enterprise, menyangkut aspek hukum perizinan dan usaha, UU PT, UU Hak
Cipta, Merek dan Paten, serta peraturan lainnya.
2.4. Kode Etik Humas Menurut APPRI (Asosiasi Perusahaan Public Relations
Indonesia)
PASAL 1
Norma-norma Perilaku Profesional
Dalam menjalankan kegiatan profesionalnya, seorang anggota wajib menghargai kepentingan
umum dan menjaga harga diri setiap anggota masyarakat. Menjadi tanggung jawab pribadinya
untuk bersikap adil dan jujur terhadap klien, baik yang mantan maupun yang sekarang, dan
terhadap sesama anggota Asosiasi, anggota media komunikasi serta masyarakat luas.
PASAL 2
Penyebarluasan Informasi
Seorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggung jawab,
informasi yang paIsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras
mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban untuk menjaga integritas dan
ketepatan informasi.
PASAL 3
Media Komunikasi
Seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media
komunikasi.
PASAL 4
Kepentingan yang Tersembunyi
Seorang anggota tidak akan melibatkan dirinya dalam kegiatan apa pun yang secara sengaja
bermaksud memecah belah atau menyesatkan, dengan cara seolah olah ingin memajukan suatu
kepentingan tertentu, padahal sebaliknya justru ingin memajukan kepentingan lain yang
tersembunyi. Seorang anggota berkewajiban untuk menjaga agar kepentingan sejati organisasi
yang menjadi mitra kerjanya benar-benar terlaksana secara baik.
PASAL 5
Informasi Rahasia
Seorang anggota (kecuali apabila diperintahkan oleh aparat hukum yang berwenang) tidak akan
menyampaikan atau memanfaatkan informasi yang diberikan kepadanya, atau yang
diperolehnya, secara pribadi dan atas dasar kepercayaan, atau yang bersifat rahasia, dari
kliennya, baik di masa Ialu, kini atau di masa depan, demi untuk memperoleh keuntungan
pribadi atau untuk keuntungan lain tanpa persetujuan jelas dari yang bersangkutan.
PASAL 6
Pertentangan Kepentingan
Seorang anggota tidak akan mewakili kepentingan kepentingan yang saling bertentangan atau
yang saling bersaing, tanpa persetujuan jelas dari pihak-pihak yang bersangkutan, dengan
terlebih dahulu mengemukakan fakta fakta yang terkait.
PASAL 7
Sumber sumber Pembayaran
Dalam memberikan jasa pelayanan kepada kliennya, seorang anggota tidak akan menerima
pembayaran, baik tunai atau pun dalam bentuk lain, yang diberikan sehubungan dengan jasa jasa
tersebut, dari sumber manapun, tanpa persetujuan jelas dari kliennya.
PASAL 8
Memberitahukan Kepentingan Kuangan
Seorang anggota, yang mempunyai kepentingan keuangan dalam suatu organisasi, tidak akan
menyarankan klien atau majikannya untuk memakai organisasi tersebut atau pun memanfaatkan
jasa jasa organisasi tersebut, tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepentingan keuangan
pribadinya yang terdapat dalam organisasi tersebut.
PASAL 9
Pembayaran Berdasarkan Hasil Kerja
Seorang anggota tidak akan mengadakan negosiasi atau menyetujui persyaratan dengan calon
majikan atau calon klien, berdasarkan pembayaran yang tergantung pada hasil pekerjaan PR
tertentu di masa depan.
PASAL 10
Menumpang tindih Pekerjaan Anggota Lain
Seorang anggota yang mencari pekerjaan atau kegiatan baru dengan cara mendekati langsung
atau secara pribadi, calon majikan atau calon langganan yang potensial, akan mengambil langkah
langkah yang diperlukan untuk mengetahui apakah pekerjaan atau kegiatan tersebut sudah
dilaksanakan oleh anggota lain. Apabila demikian, maka menjadi kewajibannya untuk
memberitahukan anggota tersebut mengenai usaha dan pendekatan yang akan dilakukannya
terhadap klien tersebut. (Sebagian atau seluruh pasal ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk
menghalangi anggota mengiklankan jasa jasanya secara umum).
PASAL 11
Imbalan kepada Karyawan Kantor kantor Umum
Seorang anggota tidak akan menawarkan atau memberikan imbalan apa pun, dengan tujuan
untuk memajukan kepentingan pribadinya (atau kepentingan klien), kepada orang yang
menduduki suatu jabatan umum, apabila hal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan
masyarakat luas.
PASAL 12
Mengkaryakan Anggota Parlemen
Seorang anggota yang mempekerjakan seorang anggota Parlemen, baik sebagai konsultan
ataupun pelaksana, akan memberitahukan kepada Ketua Asosiasi tentang hal tersebut maupun
tentang jenis pekerjaan yang bersangkutan. Ketua Asosiasi akan mencatat hal tersebut dalam
suatu buku catatan yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut. Seorang anggota Asosiasi yang
kebetulan juga menjadi anggota Parlemen, wajib memberitahukan atau memberi peluang agar
terungkap, kepada Ketua, semua keterangan apa pun mengenai dirinya.
PASAL 13
Mencemarkan Anggota anggota Lain
Seorang anggota tidak akan dengan itikad buruk mencemarkan nama baik atau praktek
profesional anggota lain.
PASAL 14
Instruksi/Perintah Pihak pihak Lain
Seorang anggota yang secara sadar mengakibatkan atau memperbolehkan orang atau organisasi
lain untuk bertindak sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan kode etik ini, atau turut secara
pribadi ambil bagian dalam kegiatan semacam itu, akan dianggap telah melanggar Kode ini.
PASAL 15
Nama Baik Profesi
Seorang anggota tidak akan berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama baik
Asosiasi, atau profesi Public Relations.
PASAL 16
Menjunjung Tinggi Kode Etik
Seorang anggota wajib menjunjung tinggi Kode Etik ini, dan wajib bekerja sama dengan anggota
lain dalam menjunjung tinggi Kode Etik, serta dalam melaksanakan keputusan keputusan tentang
hal apa pun yang timbul sebagai akibat dari diterapkannya keputusan tersebut. Apabila seorang
anggota, mempunyai alasan untuk berprasangka bahwa seorang anggota lain terlibat dalam
kegiatan kegiatan yang dapat merusak Kode Etik ini, maka ia berkewajiban untuk
memberitahukan hal tersebut kepada Asosiasi. Semua anggota wajib mendukung Asosiasi dalam
menerapkan dan melaksanakan Kode Etik ini, dan Asosiasi wajib mendukung setiap anggota
yang menerapkan dan melaksakan Kode Etik ini.
PASAL 17
Profesi Lain
Dalam bertindak untuk seorang klien atau majikan yang tergabung dalam suatu profesi, seorang
anggota akan menghargai Kode Etik dari profesi tersebut dan secara sadar tidak akan turut dalam
kegiatan apa pun yang dapat mencemarkan Kode Etik tersebut.
2.5. Prinsip dan Konsep Kode Etik Public Relations
Dalam hubungannya dengan kegiatan menejemen perusahaan, sikap etis harus
ditunjukkan seorang humas dalam profesinya sehari-hari. Seorang humas juga harus menguasai
etika-etika umum keprofesionalitasan dan etika-etika khusus seorang humas pada khususnya.
Kemampuan tertentu tersebuat antara lain kemampuan untuk kesadaran etis, berkemampuan
untuk berpikir secara etis, kemampuan untuk berperilaku secara etis, kemampuan untuk
kepemimpinan yang etis. Seorang profesional humas harus mampu bekerja atau bertindak
melalui pertimbangan yang matang dan benar, yaitu dapat membedakan secara etis mana yang
dapat dilakukan dan mana yang tidak, sesuai dengan pedoman kode etik profesi yang disandang.
Etika sangat penting untuk mengukur nama baik suatu organisasi dalam menjalankan
tugas-tugasnya. Kepercayaan terhadap etik dan masalah atau situasi etis yang dibentuk oleh
nilai-nilai yang dianut. Demikian dinyatakan oleh pakar PR, Doug Newsom, Alan Scott dan Judy
Vanslyka Turk Slyke Turk dalam buku, This is PR : The Realities of Public Relations.
Selanjutnya, etika juga penting agar praktisi menyadari secara etis mereka memiliki
tanggung jawab terhadap klien, media massa, agen-agen pemerintahan, institusi pendidikan,
konsumen informasi, para pemegang dan analis saham, masyarakat, pesaing dan kritikus, serta
praktisi PR lainnya. Tanggung jawab sosial para praktisi public relations mengacu pada
pemberian layanan yang dapat diandalkan, yang tidak mengancam lingkungan, dan memberikan
keuntungan positif bagi masyarakat baik secara sosial, politik maupun ekonomi. Sedangkan
tanggung jawab finansial mengacu kepada kondisi keuangan perusahaan yang baik dan sehat.
Goran E. Sjoberg, mantan Presiden IPRA, menyatakan bahwa etika adalah prinsip
bertindak, yang didasari oleh perbedaan tajam antara benar dan salah. Dikatakan pula bahwa
perilaku atau tindakan (conduct) adalah cara seseorang dipandang dari sudut moral. Kode adalah
seperangkat cara dan moral yang diterima, yang ada pada sekelompok masyarakat tertentu.
Secara ringkas disimpulkan, bahwa :
1. Perlu ada satu kode etik public relations yang bersifat universal, yaitu Code of Athens.
2. Perlu adanya satu kode perilaku (Code of Conduct) yang dapat diterapkan secara regional
atau nasional, yang didasari oleh standar dan moral yang diterima.
3. Dilarang mengambil keuntungan dari kode etik dengan memanfaatkan situasi etik, yaitu
bertindak etis hanya pada situasi yang tidak merugikan orang yang bersangkutan.
4. Seorang praktisi public relations harus mengambil tanggung jawab penulisan kode etik
perusahaan atau perilaku karyawan.
5. Seorang praktisi public relations harus mempertimbangkan apakah akan berharga jika ia
mengorbankan ketenteraman jiwanya untuk menyenangkan klien atau atasannya,
perusahaan atau orang yang bekerja di perusahaan tersebut berlaku tidak etis.
Di dalam hal ini, Sjoberg melihat perlunya ada sanksi bagi pelanggaran yang dilakukan
oleh anggota organisasi. Dalam hal ini ia menunjuk pada kode etik PRCA yang merevisi kode
perilakunya dengan mencantumkan peraturan mengenai disiplin agar perusahaan anggota dapat
dikeluarkan dari keanggotaan karena alasannya tidak disiplin.
Di bawah ini adalah prinsip-prinsip umum bagi cara kerja sesuai dengan kode etik humas :
1. Public relations harus mendasarkan kerjanya atas fakta bukan fantasi, dan bekerja
berdasarkan program, terutama program jangka panjang.
2. Public relations berorientasi pada prinsip pelayanan dan mengutamakan kepentingan
umum dan bukan kepentingan pribadi.
3. Dalam cara kerjanya, public relations pada umumnya berupaya mencari dukungan dari
pihak luar (target audience), agar program jangka panjang maupun jangka pendek dapat
tercapai, maka public interest merupakan unsur yang perlu mendapat perhatian. Dalam
melakukan tugas ini public relations harus mempunyai keberanian untuk mengatakan
tidak kepada khalayak-khalayak dan program-program yang tidak masuk akal.
4. Dalam cara kerjanya sehari-hari, public relations tidak terlepas dari penggunaan media,
karena itu harus berteman baik dengan media, maka jalinan media relations harus kuat.
5. Public relations pada dasarnya selalu berfungsi sebagai mediator antara kepentingan
perusahaan dan publiknya, karena itu dituntut mempunyai kemampuan berkomunikasi
yang prima.
6. Public relations dalam melakukan komunikasi harus selalu dua arah dan harus
bertanggung jawab sebagai komunikator yang baik, dan dalam hal ini harus mendasarkan
cara kerjanya kepada hasil-hasil penelitian pendapat.
7. Public relations dalam batas-batas tertentu diharuskan menjelaskan sesuatu yang menjadi
masalah bagi perusahaan, sebelum masalah itu berkembang menjadi apa yang disebut
dengan krisis public relations.
8. Public relations yang profesional hanya dapat diukur melalui cara kerjanya. Penampilan
yang baik dari public relations hanya dapat dicapai apabila public relations memiliki
sarana yang lengkap (fisik, sumber daya manusia, anggaran/dana serta informasi yang
lengkap).
Menurut G. Sachs dalam bukunya The Extent and Intention of PR and Information, ada 3
konsep penting yang diperhatikan dalam penerapan etika kehumasan (PR) sebagai berikut :
1. The image, the knowledge about an attitudes toward is the our different interest
groups have. (Citra adalah pengetahuan mengenai kita dan sikap terhadap kita
yang mempunyai kelompok-kelompok dalam bentuk pengertian yang saling
berbeda).
2. The profil, the knowledge about an attitude towards, we want our various interest
group to have. (Penampilan merupakan pengetahuan mengenai suatu sikap
terhadap apa yang kita inginkan untuk memiliki kelompok kepentingan kita yang
beragam).
3. The ethics is branch of philosophy, it is a moral philosophy or philosophical
thinking about morality. Often used as equivalent right or good. (Etika
merupakan cabang dari ilmu filsafat moral atau pemikiran filosofi moralitas,
biasanya selalu berkaitan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan).
Dari konsep etika public relations diatas dapat ditarik suatu pengertian umum bahwa citra
adalah cara masyarakat memberikan kesan baik atau buruk terhadap diri kita. Penampilan selalu
berorientasi kedepan mengenai bagaimana sebenarnya harapan tentang keadaan diri kita,
sedangkan bahasan etika merupakan acuan bagi kode perilaku moral yang baik dan tepat dalam
menjalankan profesi kehumasan.
Maka dari semua penjelasan ini dapat dikatakan bahwa kegiatan public relations adalah
aktivitas informasi berskala besar, yang menyangkut keterlibatan orang banyak dan menuntut
pula tanggung jawab sosial yang tidak ringan. Sekalipun kegiatan public relations merupakan
rangkaian tindakan berdimensi ekonomis, namun harus disadari bahwa kepedulian pokoknya
tetap pada usaha untuk menghasilkan hubungan yang harmonis antara pihak-pihak yang
mempunyai kepentingan dengan eksistensi suatu lembaga.
BAB IIIKESIMPULAN
Etika adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari mengenai baik buruknya tindakan yang
dilakukan oleh manusia. Etika sendiri adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan
kebaikan atau moralitas dari perilaku manusia. Etika berlaku hamir di segala tempat, selama
manusia bergaul dan berinteraksi dengan manusia yang lain, maka selama itulah etika akan terus
digunakan.
Sejarah public relations di Indonesia muncul sekitar tahun 1950 ketika Pertamina
membentuk divisi humas di perusahaannya. Langkah ini kemudian diikuti oleh perusahaan yang
lain. Kemudian pemerintah membuat peraturan mengenai kewajiban suatu instansi untuk
memiliki divisi humas. Tak lama setelah itu muncullah wadah bagi para praktisi humas yaitu
Perhumas dan muncul pula wadah bagi public relations yang bergerak di bidang-bidang tertentu.
Dalam dunia profesi etika juga diperlukan untuk menjadi landasan dan pedoman. Hampir
semua profesi yang bersifat formal memerlukan etika profesi di dalamnya. Etika ini mengatur
semua hak dan kewajiban seseorang yang memiliki profesi yang bersangkutan. Semua aturan ini
kemudian lazim disebut sebagai kode etik profesi. Kode etik ini dibuat oleh persatuan atau
asosiasi yang emnaungi suatu profesi dan kode ini harus dipatuhi oleh semua anggota dan
apabila terjadi pelanggaran makan dapat ditindak dan diberlakukan hukuman.
Public relations sebagai salah satu profesi juga memiliki kode etik tersendiri. Kode etik
ini dibuat oleh Perhumas dan berlaku bagi semua anggotanya dan orang-orang yang menjalankan
praktik kehumasan di Indonesia. Selain itu, ada pula IPRA yang menaungi seluruh asosiasi di
seluruh dunia. IPRA sendiri memiliki kode etik yang berbeda dengan Perhumas. Kode etik yang
dibuat IPRA lebih bersifat umum dan dapat diterapkan di semua negara.
Seorang public relations harus mampu menjaga citra baik dirinya maupun organisasi
yang diwakili olehnya, maka dari itu kehadiran kode etik disini membantu public relations untuk
tetap dapat menjaga citra tersebut. Dalam hubungannya dengan kegiatan menejemen perusahaan,
sikap etis harus ditunjukkan seorang humas dalam profesinya sehari-hari. Seorang humas juga
harus menguasai etika-etika umum keprofesionalitasan dan etika-etika khusus seorang humas
pada khususnya.
Prinsip kerja public relations yang sesuai dengan kode etik menyatakan bahwa public
relations harus senantiasa menjaga hubungan harmonis dengan pihak stakeholder, manajemen
perusahaan dan publik eksternalnya. Public relations juga harus bekerja berdasarkan fakta dan
dilandasi dengan penelitian dan mampu menjadi sistem peringatan dini apabila terjadi isu
ataupun krisis yang dapat berdampak pada kelangsungan hidup perusahaan.
Maka dari penjelasan ini dapat dikatakan bahwa kegiatan public relations adalah aktivitas
informasi berskala besar, yang menyangkut keterlibatan orang banyak dan menuntut pula
tanggung jawab sosial yang tidak ringan.
DAFTAR PUSTAKA
Cutlip, Scott M.dkk. 2005. Effectives Public Relation ed. 8. Jakarta: Indeks.
Herimanto, Bambang. dkk. 2007. Public Relation dalam Organisasi. Jogja: Santusta.
Soemirat, Soleh. Elvinaro Ardianto. 2005. Dasar – Dasar Public Relation. Bandung: Rosda.
Willcox, Dennis L. dkk. 2006. Public Relation Strategy & Taktik. Batam: Inter Aksara.
Ruslan, Rosady. 2001. Etika Kehumasan: Konsepsi dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Jeffkins, Frank. 1995. Public Relation edisi keempat (terjemahan oleh Drs. Haris Munandar). Jakarta: Erlangga.
Cutlip, Scott M.dkk. 2000. Effectives Public : Merancang & Melaksanakan Kegiatan Kehumasan. Jakarta: Indeks.
Sofa. 24 Januari 2008. Evaluasi, Pengawasan Pelaksanaan dan Kode Etik Humas. http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/evaluasi-pengawasan-pelaksanaan-dan-kode-etik-humas/. Diakses tanggal 8 Desember 2010.
Jafis. 7 Januari 2010. Sejarah Perkembangan Public Relations Di Indonesia. http://jafis.net/hr/sejarah-
perkembangan-public-relations-di-indonesia.html. Diakses tanggal 8 Desember 2010.