Tugas Perencanaan RS Sanjiwani

38
TUGAS SELEKSI DAN PERENCANAAN PERBEKALAN FARMASI RSUD SANJIWANI GIANYAR DISUSUN OLEH : Gede Mas Teddy Wahyudhana, S.Farm 1208515015 Ni Putu Martiari, S.Farm 1208515016 I Gede Dwija Bawa Temaja, S.Farm 1208515017 Made Ari Puji Astuti, S.Farm 1208515018 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

description

perencanaan obat

Transcript of Tugas Perencanaan RS Sanjiwani

TUGAS SELEKSI DAN PERENCANAAN

PERBEKALAN FARMASI

RSUD SANJIWANI GIANYAR

DISUSUN OLEH :

Gede Mas Teddy Wahyudhana, S.Farm 1208515015

Ni Putu Martiari, S.Farm 1208515016

I Gede Dwija Bawa Temaja, S.Farm 1208515017

Made Ari Puji Astuti, S.Farm 1208515018

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2013

SELEKSI DAN PERENCANAAN

PERBEKALAN FARMASI

I. Pendahuluan

Perbekalan farmasi merupakan salah satu produk penting yang harus

diperhatikan dalam pengelolaannya. Hal ini dikarenakan perbekalan farmasi dapat

menyelamatkan nyawa maupun meningkatkan kesehatan individu. Oleh karena

itu, diperlukan pengelolaan perbekalan farmasi yang baik, sehingga dapat tersedia

dan dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197 tahun 2004 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengelolaan perbekalan farmasi

adalah suatu proses yang merupakan siklus kegiatan, mulai dari pemilihan,

perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,

pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan, sampai evaluasi yang

diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian (Anonim, 2004).

Biaya yang diserap untuk penyediaan perbekalan farmasi merupakan

komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit (menyerap sekitar 40-50 % biaya

keseluruhan rumah sakit). Belanja perbekalan farmasi yang demikian besar

tentunya harus dikelola dengan baik melalui proses seleksi dan perencanaan yang

efektif dan efisien (Anonim, 2008a).

Pemilihan dan perencanaan merupakan salah satu aspek pengelolaan

perbekalan farmasi yang penting dan harus diperhatikan. Keberhasilan perumusan

kebijakan yang efektif dan efisien dalam proses pemilihan dan perencanaan akan

dapat mengoptimalkan dana yang disediakan oleh rumah sakit serta dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat dengan baik. Perencanaan yang baik akan dapat

menjamin ketersediaan obat yang diperlukan dalam jumlah yang cukup dan pada

saat yang dibutuhkan.

II. Tinjauan Umum Perencanaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit

Perencanaan perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan proses dalam

penetapan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan

1

kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit dengan mempertimbangkan

anggaran yang dimiliki untuk menghindari kekosongan obat dengan

menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar

perencanaan yang telah ditentukan. Adapun tujuan perencanaan obat adalah

menentukan jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan,

menghindari terjadinya kekosongan obat, meningkatkan penggunaan obat

rasional, dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat (Anonim, 2004; Anonim,

2008a)

Perencanaan perbekalan farmasi meliputi tahap pemilihan obat, tahap

kompilasi penggunaan, tahap perhitungan kebutuhan, dan tahap penyesuaian

rencana.

A. Tahap Pemilihan Perbekalan Farmasi

Pemilihan atau seleksi merupakan proses kegiatan yang dimulai dari

peninjauan masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit; identifikasi pemilihan

terapi, bentuk sediaan, dan dosis terapi; penentuan kriteria pemilihan dengan

memprioritaskan obat esensial; standardisasi, sampai menjaga dan memperbaharui

standar terapi. Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan

farmasi benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien atau kunjungan dan

pola penyakit di rumah sakit.

Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif Apoteker dalam Panitia Farmasi

dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektivitas, serta jaminan purna

transaksi pembelian. Pedoman seleksi obat adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya dipilih obat yang secara alamiah, medik, dan statistik

memberikan efek terapeutik yang jauh lebih besar dibandingkan dengan

resiko efek sampingnya.

2. Sebaiknya diusahakan jangan terlalu banyak jenis obat yang diseleksi,

khususnya obat-obat yang bermanfaat untuk jenis penyakit yang banyak

diderita oleh masyarakat; hindari duplikasi dan kesamaan jenis obat yang

diseleksi.

2

3. Jika hendak memasukkan obat-obat baru, harus ada bukti spesifik yang

menyatakan bahwa obat yang dipilih tersebut memang memberikan efek

terapeutik yang lebih baik dibandingkan obat pendahulunya.

4. Sediaan kombinasi hanya dipilih jika memang benar-benar memberikan

potensi yang lebih baik dibandingkan sediaan tunggal.

5. Jika alternatif pilihan obat banyak sekali, hendaknya dipilih obat yang

merupakan drug of choice dari penyakit yang memang prevalensinya

tinggi.

6. Harus dipertimbangkan dampak administratif dan biaya yang

ditimbulkan.

7. Kontraindikasi, peringatan, dan efek samping harus dipertimbangkan

untuk menghindari resiko yang dapat terjadi pada populasi atau pasien.

8. Seleksi obat didasarkan pada nama generiknya dan disesuaikan dengan

daftar obat atau formularium.

(Anonim, 2004; Anonim, 2008a)

Proses seleksi dapat berjalan optimal dengan adanya dukungan SDM

(Sumber Daya Manusia) yang memiliki kompetensi di bidang perbekalan farmasi.

Apoteker memiliki tanggung jawab dalam tahap pemilihan obat, yaitu

memastikan terpenuhinya kriteria yang pemilihan obat, antara lain:

1. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi

penyakit.

2. Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti

ilmiah.

3. Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang

minimal.

4. Obat mempunyai mutu yang terjamin, baik dari segi stabilitas

maupun bioavailabilitasnya.

5. Biaya pengobatan mempunyai rasio manfaat-biaya yang baik.

6. Harga terjangkau.

7. Obat sedapat mungkin berupa sediaan tunggal.

(Anonim, 2008b)

3

B. Tahap Kompilasi Penggunaan

Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui

penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan

selama setahun dan sebagai data pembanding untuk perhitungan stok optimum.

Informasi yang diperoleh dari kompilasi pemakaian obat antara lain:

1. Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing

unit pelayanan kesehatan.

2. Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total

pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan.

3. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat.

(Anonim, 2008a)

C. Tahap Penghitungan Kebutuhan

Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara

tepat. Pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa

metode, yaitu metode konsumsi, metode morbiditas, atau keduanya.

a. Metode Konsumsi

Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada catatan

riil konsumsi perbekalan farmasi pada periode yang lalu, dengan berbagai

penyesuaian dan koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

menghitung jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan antara lain:

1. Pengumpulan dan pengolahan data.

2. Analisa data untuk informasi dan evaluasi.

3. Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi.

4. Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi

dana.

Contoh perhitungan:

4

Total pengadaan Amoksisilin kaplet pada periode Januari-Desember 2005

sebanyak 2.500.000 kaplet (ternyata habis dipakai selama 10 bulan, jadi ada

kekosongan selama 2 bulan). Sisa stok per 31 Desember 2005 adalah 0

kaplet.

a. Pemakaian rata-rata per bulan adalah 2.500.000 kaplet/10 = 250.000

kaplet.

b. Kebutuhan Pemakaian 12 bulan (tahun 2005) = 250.000 kaplet x 12 =

3.000.000 kaplet.

c. Pada umumnya stok pengaman berkisar antara 10-20 % (termasuk

untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan kunjungan). Misalkan

berdasarkan evaluasi data diperkirakan stok pengaman sebesar 20%,

maka 20% x 3.000.000 tablet = 600.000 kaplet.

d. Pada umumnya lead time berkisar antara 3-6 bulan. Misalkan lead time

diperkirakan 3 bulan = 3 x 250.000 kaplet = 750.000 kaplet.

e. Kebutuhan Amoksisilin tahun 2006 adalah = b + c + d, yaitu 3.000.000

kaplet + 600.000 kaplet + 750.000 kaplet = 4.350.000 kaplet.

f. Jadi, rencana pengadaan Amoksisilin untuk tahun 2006 adalah hasil

perhitungan kebutuhan (e) – sisa stok = 4.350.000 kaplet – 0 kaplet =

4.350.000 kaplet = 4.350 kaleng/botol @ 1000 tablet.

(Anonim, 2008a)

Kelebihan metode konsumsi, yaitu:

1. Data konsumsi akurat dan merupakan metode yang paling mudah.

2. Tidak memerlukan data epidemiologi maupun standar pengobatan.

3. Bila data konsumsi lengkap, berarti pola preskripsi tidak berubah dan

relatif konstan.

Kekurangan metode konsumsi, yaitu:

1. Data konsumsi, data obat, dan data jumlah pasien yang dapat

diandalkan mungkin sulit diperoleh.

2. Tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dalam

perbaikan preskripsi.

5

3. Tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3

bulan.

4. Tidak memerlukan pencatatan data epidemiologi yang baik.

b. Metode Morbiditas/Epidemiologi

Metode morbiditas atau epidemiologi didasarkan pada jumlah kebutuhan

perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load)

yang harus dilayani. Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan

perbekalan farmasi berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan,

dan waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam metode ini antara lain:

1. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.

2. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit.

3. Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan.

4. Menghitung perkiraan kebutuhan obat.

5. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.

Contoh perhitungan:

a. Menghitung masing-masing obat yang diperlukan per penyakit:

Berdasarkan pedoman penyakit diare akut, maka contoh

perhitungannya adalah sebagai berikut:

1. Contoh untuk anak:

Untuk satu siklus pengobatan diare diperlukan 15 bungkus oralit @

200 mL. Jumlah kasus 18.000 kasus. Jumlah oralit yang diperlukan

adalah 18.000 kasus x 15 bungkus = 270.000 bungkus @ 200 mL.

2. Contoh untuk dewasa:

Untuk satu siklus pengobatan diare diperlukan 6 bungkus oralit @ 1

liter. Jumlah kasus 10.800 kasus. Jumlah oralit yang diperlukan adalah

10.800 kasus x 6 bungkus = 64.800 bungkus @ 1000 mL/1 liter.

b. Selain perhitungan diatas, kebutuhan obat yang akan datang harus

memperhitungkan perkiraan peningkatan kunjungan, lead time, dan

stok pengaman.

6

(Anonim, 2008a)

Kelebihan metode epidemiologi, yaitu:

1. Perkiraan kebutuhan yang mendekati kebenaran.

2. Dapat digunakan pada program-program yang baru.

3. Standar pengobatan dapat mendukung usaha memperbaiki pola

penggunaan obat.

Kekurangan metode epidemiologi, yaitu:

1. Membutuhkan waktu dan tenaga yang terampil.

2. Data penyakit sulit diperoleh secara pasti dan kemungkinan terdapat

penyakit yang tidak termasuk dalam daftar / tidak melapor.

3. Memerlukan sistem pencatatan dan pelaporan.

4. Pola penyakit dan pola preskripsi tidak selalu sama.

5. Dapat terjadi kekurangan obat karena ada wabah/kebutuhan insidentil

tidak terpenuhi.

6. Variasi obat terlalu luas.

(Anonim, 2008a)

Tabel 1. Perbandingan Metode Konsumsi dan Metode Morbiditas

(Anonim, 2008a)

Konsumsi Morbiditas/EpidemiologiPilihan pertama dalam perencanaan dan pengadaan

Lebih akurat dan mendekati kebutuhan yang sebenarnya

Lebih mudah dan cepat dalam perhitungan

Pengobatan lebih rasional

Kurang tepat dalam penentuan jenis dan jumlah

Perhitungan lebih rumit

Meendukung ketidakrasionalan dalam penggunaan obat

Tidak dapat digunakan untuk semua penyakitData yang diperlukan:a. kunjungan pasienb. sepuluh besar pola penyakitc. presentase dewasa dan anak

Kombinasi metode konsumsi dan metode morbiditas disesuaikan dengan

anggaran yang tersedia. Acuan yang digunakan yaitu:

7

1. DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), Formularium Rumah Sakit,

Standar Terapi Rumah Sakit (Standard Treatment Guidelines/STG), dan

kebijakan setempat yang berlaku.

2. Data catatan medik/rekam medik.

3. Penetapan prioritas.

4. Pola penyakit.

5. Sisa persediaan.

6. Data penggunaan periode yang lalu.

7. Rencana pengembangan.

(Anonim, 2008a)

D. Tahap Penyesuaian Rencana

Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah

dana yang tersedia, maka diperoleh informasi mengenai jumlah rencana

pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat, dan jumlah kemasan untuk

rencana pengadaan obat pada tahun yang akan datang. Beberapa teknik

manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam

perencanaan kebutuhan obat meliputi:

1. One Bin System

Sistem ini tergolong sistem konvensional, yaitu jika persediaan di tempat

penyimpanan sudah habis, maka barang langsung dipesan dan dapat

diperoleh dalam waktu singkat.

2. Two Bin System

Pada sistem ini, penyimpanan barang selain dilakukan gudang, juga

dilakukan di depo-depo. Jika persediaan di depo habis, maka barang yang

ada di gudang diambil. Selanjutnya, jika persediaan barang di gudang

habis, baru dilakukan pemesanan barang.

3. Fixed Order Quantity

Sistem ini menerapkan pemesanan barang dalam jumlah yang tetap/tidak

berubah untuk setiap kali pemesanan.

4. Fixed Order Period System

8

Pemesanan dilakukan pada interval waktu tertentu dan jarak antar

pemesanan tetap. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu

interval waktu pesanan dan batas maksimum persediaan pada setiap kali

dilakukan pemesanan.

5. Economic Order Quantity (EOQ)

Sistem ini ditetapkan untuk menentukan jumlah perbekalan farmasi

paling ekonomis yang harus dipesan. Dengan metode ini diharapkan akan

dapat meminimalkan jumlah penyimpangan perbekalan farmasi yang

akan disediakan. Metode ini menetapkan jumlah order maksimal dalam

waktu tertentu dengan meminimalkan biaya. Perhitungan EOQ dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

D = jumlah pemakaian barang i = indeks

Cc = biaya pemesanan p = harga per unit

Cs = biaya penyimpanan

Yang termasuk biaya pemesanan antara lain:

1. Biaya tenaga kerja di bagian pemesanan.

2. Biaya tenaga kerja di bagian pendukung, seperti gudang dan

penerimaan.

3. Biaya untuk barang-barang operasional, seperti lemari pendingin

dan biaya penyimpanan.

4. Biaya pengangkutan dan telepon.

5. Biaya-biaya lain yang berkaitan dengan pemesanan barang.

6. Economic Order Interval (EOI)

Sistem ini digunakan untuk menentukan interval waktu yang dibutuhkan

untuk pemesanan perbekalan farmasi yang dianggap paling ekonomis.

Perhitungan EOI dapat dirumuskan sebagai berikut :

9

Keterangan : D = jumlah pemakaian barang

Cc = biaya pemesanan

Cs = biaya penyimpanan

i = indeks

p = harga per unit

7. ABC/Pareto

Pada sistem ini obat digolongkan menjadi 3 macam golongan yaitu :

1. Golongan

A, merupakan golongan obat yang mempunyai total nilai paling

tinggi dan menghabiskan biaya 80% dari total biaya dengan jumlah

20% dari total item. Golongan ini membutuhkan penanganan khusus

dan harus selalu diperhatikan.

2. Golongan

B, merupakan golongan obat yang menghabiskan biaya 15% dari

total biaya dengan jumlah 30% dari total item. Golongan ini perlu

mendapat perhatian yang cukup.

3. Golongan

C, merupakan golongan obat yang menghabiskan biaya 5% dari total

biaya dengan jumlah 20% dari total item. Golongan ini tidak terlalu

penting untuk diperhatikan.

8. VEN

Metode VEN mengklasifikasikan barang persediaan menjadi golongan

Vital, Esensial, dan Non esensial. Metode ini biasanya digunakan pada

anggaran terbatas karena dapat membantu memperkecil penyimpangan

pada proses pengadaan perbekalan farmasi dengan menetapkan skala

prioritas. Pada analisis VEN obat-obat digolongkan berdasarkan:

a. Obat Vital

(V), yaitu obat yang sangat diperlukan dalam keadaan darurat (life

saving drugs), obat untuk pelayanan kesehatan pokok, dan mengatasi

penyebab kematian terbesar. Contohnya adalah injeksi adrenalin,

10

injeksi epinefrin, injeksi atropin, injeksi lidokain, dan cairan infuse.

Obat golongan ini harus ada, walaupun jumlahnya sedikit.

b. Obat

Esensial (E), yaitu obat yang bekerja kausal atau bekerja pada

sumber penyebab penyakit. Obat golongan ini cukup penting dan

banyak digunakan masyarakat. Contohnya adalah antibiotik.

c. Obat Non

esensial (N), yaitu obat yang kerjanya ringan, biasanya digunakan

untuk menimbulkan kenyamanan, atau untuk mengatasi keluhan

ringan. Obat golongan ini jarang digunakan dan tidak begitu penting.

Contohnya adalah multivitamin dan mineral (Quick, 1997).

III. Tinjauan Umum Sumber Pedoman Perencanaan Perbekalan Farmasi

di Rumah Sakit

Perencanaan dan pengadaan obat atau sediaan farmasi di rumah sakit harus

sesuai dengan formularium yang selalu mutakhir dan sesuai kriteria yang telah

ditetapkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT). Formularium adalah himpunan

obat yang diterima/disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di

rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan.

Komposisi Formularium, yaitu:

1. Halaman judul

2. Daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi

3. Daftar Isi

4. Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat

5. Produk obat yang diterima untuk digunakan

6. Lampiran

Sistem yang digunakan merupakan sistem yang prosesnya terus berjalan,

yaitu ketika formularium digunakan oleh staf medis, pihak Panitia Farmasi dan

Terapi mengadakan evaluasi terhadap formularium dan menentukan pilihan obat

yang ada di pasaran dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien.

Pedoman penggunaan formularium yang digunakan akan memberikan petunjuk

11

kepada dokter, apoteker, perawat, serta petugas administrasi di rumah sakit dalam

menerapkan sistem formularium. Formularium mengandung makna:

a. Memuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan

Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,

organisasi, fungsi, dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem

formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.

b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan

tiap-tiap institusi.

c. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang disusun

oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem formularium yang

dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan terapi.

d. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik.

e. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di Instalasi

Farmasi.

f. Membuat prosedur yang mengatur tentang pendistribusian obat generik yang

efek terapinya sama. Prosedur tersebut meliputi:

1. Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik

yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai dengan produk asli

yang diminta.

2. Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus

didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.

3. Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber

obat dari sediaan kimia, biologi, dan sediaan farmasi yang digunakan

oleh dokter dalam mendiagnosis dan mengobati pasien.

Seleksi perencanaan perbekalan farmasi untuk pelayanan ASKES adalah

berdasarkan DPHO (Daftar dan Plafon Harga Obat) ASKES, untuk Jamsostek

berdasarkan daftar obat Jamsostek, untuk Jamkesmas berdasarkan Pedoman

Pelaksanaan Jamkesmas, sedangkan untuk JKBM berdasarkan DPHO JKBM

(Anonim, 2004).

IV. Perencanaan Perbekalan Farmasi di RSUD Sanjiwani Gianyar

12

A. Perencanaan Anggaran

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sanjiwani Gianyar dalam pengelolaan

keuangannya berstatus sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). BLUD

merupakan sistem pengelolaan keuangan yang dibentuk untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa tanpa

mengutamakan perolehan keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya

didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. RSUD Sanjiwani Gianyar

diberikan kewenangan untuk mengelola keuangan sendiri, tetapi tetap dibatasi

oleh rambu-rambu tertentu, seperti pembatasan terhadap anggaran belanja,

meskipun anggaran pendapatan tidak dibatasi. Selain itu, rencana pendapatan dan

anggaran belanja harus dibuat serta setiap tahun dan tidak diperbolehkan untuk

berhutang di akhir tahun. Hutang dalam hal ini dimaksudkan sebagai hutang yang

tidak dibayarkan atau tidak ditutupi pada tahun berikutnya. Jika pengelolaan

keuangan selama 1 tahun menyisakan hutang di akhir tahun, namun di awal atau

pertengahan tahun berikutnya (jangka pendek) hutang tersebut dapat ditutupi,

maka hal ini menjadi suatu perkecualian terhadap syarat BLUD, yang menyatakan

bahwa BLUD tidak boleh berhutang di akhir tahun.

Melalui konsep pengelolaan keuangan BLUD, rumah sakit diharapkan dapat

meningkatkan profesionalisme, mendorong enterpreneureship, transparansi, dan

akuntabilitas dalam menjalankan pelayanan publik (Meidyawati, tt). Badan BLUD

memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan Instansi Pemerintah

lainnya, yaitu:

1. Berkedudukan sebagai lembaga Pemerintah yang tidak dipisahkan dari

kekayaan negara.

2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh masyarakat.

3. Tidak bertujuan untuk mencari laba.

4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas.

5. Rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada

Instansi Induk.

6. Penerimaan, baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara

langsung.

13

7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri

sipil.

8. BLU bukan merupakan subjek pajak.

(Meidyawati, tt).

Bentuk keistimewaan/privilese dalam hal fleksibilitas pengelolaan keuangan

yang dimiliki BLUD meliputi:

1. Pendapatan operasional dapat digunakan langsung sesuai dengan Rencana

Bisnis dan Anggaran tanpa terlebih dahulu disetorkan ke rekening kas negara,

namun seluruh pendapatan tersebut merupakan PNBP yang wajib dilaporkan

dalam Laporan Realisasi Anggaran.

2. Anggaran belanja BLU merupakan anggaran yang fleksibel berdasarkan

kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, di

mana belanja dapat bertambah/berkurang dari yang dianggarkan sepanjang

pendapatan yang terkait bertambah atau berkurang, setidaknya proporsional.

3. Dalam rangka pengelolaan kas, BLU dapat merencanakan penerimaan dan

pengeluaran kas, melakukan pemungutan/tagihan, menyimpan kas dan

mengelola rekening bank, melakukan pembayaran, mendapatkan sumber dana

untuk menutupi defisit jangka pendek, dan memanfaatkan kas yang

menganggur (idle cash) jangka pendek untuk memperoleh pendapatan

tambahan.

4. BLU dapat mengelola piutang dan hutang sepanjang dikelola dan diselesaikan

secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab serta

memberikan nilai tambah yang sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.

5. BLU dapat melakukan investasi jangka pendek maupun jangka panjang.

6. Pengadaan barang dan jasa BLU yang sumber dananya berasal dari

pendapatan operasional, hibah tidak terikat, dan hasil kerjasama dengan pihak

lainnya dapat dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa

yang ditetapkan oleh pimpinan BLU.

7. BLU dapat mengembangkan kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan

keuangan.

8. BLU dapat memperkerjakan tenaga profesional non PNS.

14

9. Pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai dapat diberikan remunerasi

berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang

diperlukan.

(Meidyawati, tt).

Dalam melakukan seleksi dan perencanaan perbekalan farmasi di RSUD

Sanjiwani Gianyar, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana

pendapatan dan anggaran belanja. Rencana pendapatan dan anggaran belanja

disusun berdasarkan kebutuhan pendanaan yang berisi rincian pembelian dari

setiap kebutuhan program dan kegiatan yang akan dilakukan dan pendapatan yang

diperkirakan akan diterima dari masyarakat (pendapatan fungsional), badan lain,

APBD, APBN (DAK), dan sumber-sumber pendapatan lainnya.

Perencanaan rutin yang dilakukan di Instalasi Farmasi menyangkut tentang

kebutuhan fasilitas dan peralatan, perbekalan farmasi dan bahan pengemas, serta

Sumber Daya Manusia (SDM). Sistem perencanaan mengacu pada metode

konsumsi dan epidemiologi. Data yang diperlukan adalah data penggunaan obat

pada periode tahun sebelumnya ditambah ± 5-10% sebagai antisipasi peningkatan

kunjungan pasien dan peningkatan harga perbekalan farmasi. Sementara itu,

pedoman yang digunakan untuk menentukan pembelian merek dan jenis obat

adalah formularium, yang terdiri dari formularium obat RSUD Sanjiwani bagi

pasien umum, DPHO Askes, formularium Jamkesmas, formularium JKBM, dan

formularium Jamsostek. Bahan Habis Pakai (BHP) menggunakan merek dan jenis

yang biasa digunakan.

Selanjutnya, dilakukan evaluasi perencanaan untuk mengetahui apakah

perencanaan yang disusun sudah sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang

tersedia. Metode untuk melakukan evaluasi dan efisensi perencanaan antara lain:

a. Lakukan analisis nilai ABC (pareto) untuk mengevaluasi aspek ekonomi.

b. Pertimbangkan kriteria VEN untuk evaluasi aspek medik.

c. Kombinasi kriteria ABC dan VEN.

d. Revisi daftar obat.

Pada saat melakukan perencanaan, yang ditetapkan hanya jumlah dana dan

jenis perbekalan farmasi yang diperlukan, sedangkan jumlah perbekalan farmasi

15

tidak ditetapkan. Hal ini merupakan keistimewaan BLUD dibandingkan dengan

SKPD lainnya. Pada BLUD, jumlah dana disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Apabila di pertengahan tahun terjadi kekurangan obat, maka pembelian obat

masih dapat dilakukan asalkan dana masih tersisa. Fleksibilitas ini sangat penting

karena pola penyakit tidak bisa diketahui dengan pasti sehingga jumlah obat yang

diperlukan pun tidak bisa ditentukan. Pada SKPD lainnya, jumlah anggaran, jenis

barang, dan jumlah barang harus ditentukan sejak awal sehingga apabila terjadi

kekurangan stok, pembelian tidak dapat dilakukan lagi.

Setelah rencana anggaran pendapatan dan belanja disusun, dilakukan

konsolidasi anggaran pendapatan dan belanja bersama seluruh bagian/Instalasi

Rumah Sakit. Pembahasan anggaran pendapatan dan belanja secara internal ini

disebut sebagai des anggaran. Jika terdapat keterbatasan sumber daya (misalnya

pendapatan yang kurang untuk menutup usulan belanja), maka pada saat des

anggaran dilakukan penetapan skala prioritas program dan kegiatan. Oleh karena

itu, pada saat des anggaran inilah kemampuan komunikasi dan argumentasi yang

baik sangat diperlukan agar anggaran yang telah dibuat dapat disetujui.

Setelah rencana anggaran pendapatan dan belanja disetujui, maka turunlah

anggaran induk. Apabila kebutuhan perbekalan farmasi tidak bisa dipenuhi

semuanya dengan anggaran induk, dibuatlah anggaran perubahan. Anggaran

perubahan adalah anggaran yang diusulkan untuk menutupi anggaran induk.

Contoh anggaran perubahan Instalasi Farmasi RSUD Sanjiwani dapat dilihat pada

Lampiran 1.

B. Perencanaan Jenis dan Jumlah Perbekalan Farmasi

Seleksi perencanaan obat di RSUD Sanjiwani Gianyar berpedoman pada

formularium yang telah disusun oleh Sub Komite atau Panitia Farmasi dan Terapi

(KFT/PFT) serta telah diketahui, disetujui, dan ditandatangani oleh Direktur

Rumah Sakit. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) RSUD Sanjiwani Gianyar

dibentuk berdasarkan Keputusan Direktur RSUD Sanjiwani Gianyar Nomor

188/838.a/Tahun 2003, yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, antara lain dokter,

perawat, apoteker, petugas administratif, dan petugas kesehatan lainnya. PFT

16

diketuai oleh dokter dengan Apoteker berkedudukan sebagai sekretaris. Tugas dan

fungsi Sub Komite atau Panitia Farmasi dan Terapi RSUD Sanjiwani Gianyar

meliputi:

1. Membantu Pimpinan Rumah Sakit melalui Komite Medik Fungsional

untuk meningkatkan pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional.

2. Menyusun formularium dan tata laksana penggunaan obat di RSUD

Sanjiwani Gianyar.

3. Membantu Komite Medik Fungsional dalam menyusun Standar

Operasional Prosedur (SOP) serta Pedoman Diagnosis dan Terapi (PDT)

yang diajukan oleh Staf Medik Fungsional/SMF terkait.

4. Memantau serta menganalisis kerasionalan penggunaan obat.

5. Melakukan analisis efektvitas dan efisiensi penggunaan obat.

6. Revisi formularium sesuai dengan kemajuan ilmu kedokteran.

7. Mengkoordinir pelaksanaan uji klinik obat.

8. Mengkoordinir pemantauan efek samping obat.

9. Menjalin kerjasama secara horizontal dan vertikal, baik dengan sub komite

lain yang sejenis maupun institusi kesehatan lain di luar RSUD Sanjiwani

Gianyar.

10. Menampung, memberikan saran, dan ikut memecahkan masalah lain yang

berkaitan dengan pengelolaan obat dan alat kesehatan di RSUD Sanjiwani

Gianyar.

11. Memberikan masukan berupa saran dalam perencanaan pengadaan obat

dari Gudang Farmasi Kabupaten.

12. Membina Puskesmas dalam penggunaan obat secara rasional.

(Anonim, 2008c)

Formularium digunakan sebagai standar utama dalam pemilihan jenis obat di

RSUD Sanjiwani Gianyar. Dalam penyusunan formularium tersebut, diadakan

pertemuan antara KFT/PFT dengan user atau dokter dari semua Satuan Medik

Fungsional (SMF) dalam rangka mendiskusikan standar terapi atau obat-obat

yang akan dimasukkan ke dalam formularium. Hanya obat-obat yang tercantum

dalam formularium yang secara rutin disediakan oleh Instalasi Farmasi Rumah

17

Sakit (IFRS) RSUD Sanjiwani Gianyar. Adanya sistem formularium akan dapat

meningkatkan penggunaan obat secara efisien, efektif, dan rasional serta dapat

menghilangkan hak prerogatif dokter dalam meresepkan obat dengan merek obat

pilihannya.

Penyusunan formularium dalam rangka seleksi obat didasarkan pada

penggunaan obat generik, terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial

Nasional (DOEN) yang masih berlaku. Pertimbangan lain dalam pemilihan obat

yang akan dimasukkan ke dalam formularium antara lain:

a. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagan besar populasi penyakit.

b. Obat memiliki keamanan dan kemanjuran yang didukung oleh bukti

ilmiah.

c. Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan risiko yang minimal.

d. Obat memiliki mutu yang terjamin yang ditinjau dari segi stabilitas

maupun bioavailabilitasnya.

e. Biaya pengobatan mempunyai rasio manfaat-biaya yang baik.

f. Apabila pilihan obat lebih dari satu, maka dipilih obat yang paling baik,

banyak diketahui, dan memiliki farmakokinetik yang paling

menguntungkan.

g. Obat mudah diperoleh dan harganya terjangkau.

h. Obat sedapat mungkin berupa sediaan tunggal.

Formularium disusun untuk pasien umum (Formularium Umum) dan untuk

pasien asuransi (Formularium Asuransi). Khusus untuk formularium asuransi,

penyusunannya melibatkan ketentuan mengenai obat-obat yang ditanggung oleh

pihak asuransi. RSUD Sanjiwani Gianyar memiliki 4 buah formularium asuransi

sesuai dengan jenis asuransi yang dilayani, yaitu:

1. Formularium atau Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) Asuransi

Kesehatan (Askes) untuk pasien yang ditanggung oleh Asuransi

Kesehatan.

2. Formularium atau daftar obat Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

untuk pasien yang ditanggung oleh Asuransi Jamsostek.

18

3. Formularium atau Pedoman Pelaksanaan (Manlak) untuk pasien yang

ditanggung oleh Asuransi Jamkesmas.

4. Formularium atau Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Jaminan Kesehatan

Bali Mandara (JKBM) untuk pasien yang ditanggung oleh Asuransi

JKBM.

Contoh pedoman pelaksanaan Formularium di RSUD Sanjiwani Gianyar

tahun 2008 adalah sebagai berikut:

1. Formularium 2008 RSUD Sanjiwani Gianyar diberlakukan sejak

tanggal 6 Agustus 2008.

2. Formularium 2008 RSUD Sanjiwani Gianyar digunakan sebagai

pedoman bagi para dokter, dokter spesialis, dan dokter gigi, dalam

menulis resep, baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap di

semua bangsal, poliklinik, IRD, ICU, dan Instalasi Bedah Sentral.

3. Formularium 2008 RSUD Sanjiwani Gianyar digunakan sebagai

pedoman bagi Instalasi Farmasi dalam penyediaan obat.

4. Apabila dokter meresepkan obat di luar formularium, maka Instalasi

Farmasi berwenang mengganti obat dengan logo yang sama, dengan atau

tanpa berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter penulis resep.

5. Apabila dokter meresepkan obat yang ada dalam formularium, tetapi

obat tersebut tidak tersedia karena terjadi kekosongan stok di distributor

atau pabrik, maka Instalasi Farmasi harus mendapat persetujuan dari

dokter penulis resep untuk mengganti obat tersebut.

6. Pelaksanaan atau penerapan Formularium 2008 ini dalam penulisan

resep oleh dokter maupun penyediaan obat oleh Instalasi Farmasi,

dievaluasi setiap 3 bulan sekali.

7. Jika dalam perjalanan pelaksanaan Formularium 2008 ini terdapat obat

baru/khusus, obat tersebut dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan ke

dalam formularium.

(Anonim, 2008d)

Setelah dilakukan proses seleksi obat berdasarkan formularium, dilakukan

proses perencanaan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

19

kesehatan di RSUD Sanjiwani Gianyar. Perbekalan farmasi yang dimaksud terdiri

dari obat, alat kesehatan (terutama bahan/alat habis pakai), dan medical supply.

Proses perencanaan (perhitungan kebutuhan) perbekalan farmasi di RSUD

Sanjiwani Gianyar menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi.

Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi didasarkan pada data penggunaan

obat pada tahun sebelumnya (metode konsumsi) dan data jumlah kunjungan

pasien atau pola penyakit (metode epidemiologi). Perencanaan juga

memperhitungkan proyeksi kebutuhan obat dalam pengelolaan stoknya, yaitu

dengan menerapkan analisis ABC dan analisis VEN. Proyeksi ini bertujuan untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan obat terhadap kebutuhan stok

pengaman, kebutuhan untuk mengantisipasi waktu tunggu, dan jumlah stok sisa.

Obat-obat yang tergolong dalam kelompok A harus dipantau secara ketat karena

menyerap anggaran biaya hingga 80%. Obat-obat yang tergolong dalam kelompok

V (vital) harus selalu disediakan karena bersifat life saving drugs, digunakan

untuk pelayanan kesehatan pokok dan mengatasi penyebab kematian terbesar.

Contoh analisis ABC dan VEN yang diterapkan oleh IFRS RSUD Sanjiwani

Gianyar dapat dilihat pada lampiran 2.

Pada rumah sakit yang menerapkan sistem Badan Layanan Umum Daerah

(BLUD) seperti RSUD Sanjiwani Gianyar, hanya jumlah anggaran belanja dan

jenis perbekalan farmasi yang sudah ditetapkan dari awal perencanaan, sedangkan

jumlah perbekalan farmasi yang harus dibeli tidak ditentukan. Hal ini

menguntungkan karena perbekalan farmasi dapat dibeli secara bertahap

tergantung pada kondisi atau jumlah kunjungan. Pembelian masih dapat dilakukan

pada pertengahan tahun hingga akhir tahun asalkan anggarannya masih tersedia.

Hal ini akan lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan perbekalan

farmasi karena dapat dilakukan evaluasi perputaran barang dalam jangka pendek

dan mencegah risiko penumpukan stok. Sementara itu, pada SKPD non-BLUD,

anggaran belanja, jenis barang, dan jumlah barangnya sudah ditetapkan sejak awal

perencanaan. Akibatnya, pembelian barang tidak dapat dilakukan secara bertahap

dan berisiko terhadap penumpukan stok serta mengurangi efisiensi dan efektivitas

penggunaan barang.

20

Dalam pelaksanaannya, perencanaan perbekalan farmasi di RSUD Sanjiwani

Gianyar utamanya tetap berpedoman pada metode konsumsi, namun juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tren konsumsi (peningkatan dan

penurunan jumlah kunjungan pasien), kebijakan Pemerintah (kebijakan

penggunaan obat generik, penerapan sistem asuransi kesehatan, dan kebijakan

lainnya), rencana pengembangan (penambahan jumlah bed dan ruang perawatan,

peningkatan SDM rumah sakit, dan peningkatan status akreditasi rumah sakit),

serta sisa persediaan atau sisa stok.

C. Perencanaan Supplier/Distributor/Pemasok

Dalam pengelolaan keuangannya, RSUD Sanjiwani Gianyar telah

menerapkan sistem BLUD. Tidak seperti SKPD lainnya yang tidak menerapkan

BLUD, anggaran belanja SKPD terbatas dan seluruhnya bergantung pada dana

yang diberikan oleh Pemerintah, sehingga pemilihan supplier atau distributor obat

umumnya dilakukan melalui proses tender agar dapat memilih distributor yang

mampu memenuhi kebutuhan SKPD dengan anggaran yang terbatas. Sebagai

BLUD, RSUD Sanjiwani Gianyar memiliki wewenang untuk mengelola

pendapatannya sendiri, sehingga nantinya dapat memenuhi biaya operasional

rumah sakit secara mandiri.

Pemilihan supplier atau distributor yang akan diajak bekerja sama oleh

RSUD Sanjiwani Gianyar dalam memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi di

rumah sakit harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh pihak Rumah

Sakit. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh supplier tersebut antara lain:

1. Legalitas

Distributor atau Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang ditunjuk oleh

RSUD Sanjiwani Gianyar harus merupakan distributor yang resmi dan

memenuhi aspek legalitas sebagai PBF seperti yang telah ditentukan

dalam peraturan perundang-undang. Syarat legalitas distributor meliputi:

a. Memiliki izin perdagangan.

b. PBF memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

c. PBF memiliki izin distributor.

21

d. PBF memiliki Surat Izin Usaha (SIU).

2. Lead Time (waktu tunggu pengiriman)

Lead Time yang diberikan oleh PBF dalam memenuhi stok perbekalan

farmasi di rumah sakit harus diperhatikan karena berhubungan dengan

ketersediaan perbekalan farmasi di rumah sakit (mencegah kekosongan

perbekalan farmasi selama proses pengiriman). Dengan lead time yang

lebih singkat berarti stok obat di rumah sakit bisa dipersedikit dengan

pemesanan yang lebih sering. Sehingga dalam hal pemilihan supplier,

dipilihkan supplier yang mampu memberikan waktu tenggang pengiriman

obat yang lebih singkat.

3. Waktu penagihan

Pemilihan PBF yang akan dijadikan distributor oleh RSUD Sanjiwani

harus mampu memberikan kelonggaran kepada rumah sakit dalam

melakukan pembayaran faktur selama satu bulan. Setiap bulan, faktur-

faktur dari PBF yang sama, baik yang telah jatuh tempo, akan jatuh tempo,

maupun yang sudah jatuh tempo akan dikumpulkan dan diajukan ke

bagian keuangan untuk dibayarkan. Sebenarnya barang-barang yang sudah

jatuh tempo harus segera dibayarkan, namun untuk memudahkan

pembayaran, maka semua faktur dari PBF yang sama dijadikan satu, lalu

dilakukan pembayaran setiap bulan.

Distributor/supplier/PBF yang menyalurkan perbekalan farmasi di RSUD

Sanjiwani Gianyar terdiri dari:

1. Supplier/Distributor/PBF nasional

Distributor atau PBF nasional menyalurkan obat yang hanya

diproduksi dan oleh satu produsen yang sekaligus berperan sebagai

distributor, seperti obat paten, narkotika, dan psikotropika. Karena

merupakan produsen dan distributor tunggal untuk obat-obat dengan

merek atau jenis tertentu yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan obat

di RSUD Sanjiwani Gianyar, maka PBF tersebut langsung ditunjuk

sebagai pemasok. Contohnya, obat paten merek Sanbe seperti Amoksan

yang hanya disalurkan oleh PBF Bio Sanbe, penunjukan distributornya

22

langsung diberikan kepada PBF Bio Sanbe. Selain itu, obat golongan

narkotika dan psikotropika yang hanya disalurkan oleh PBF Kimia Farma,

penunjukan distributornya secara langsung diberikan kepada PBF Kimia

Farma.

2. Supplier/Distributor/PBF lokal

Distributor atau PBF lokal menyalurkan obat paten maupun generik

dari berbagai pabrik. Untuk distributor atau PBF jenis ini, penunjukan

distributornya mengikuti syarat-syarat yang telah ditentukan oleh RSUD

Sanjiwani Gianyar. Contoh PBF lokal yang bekerja sama dengan RSUD

Sanjiwani Gianyar adalah Rajawali Nusindo, Indo Farma, Dexa Medica,

Kebayoran Farma, Anugerah Argon Medica, Enseval, dan lain-lain.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Anonim. 2008a. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Anonim, 2008b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Anonim, 2008c. Peraturan Bupati Gianyar Nomor 31 tahun 2008 tentang Rencana Strategik Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Kabupaten Gianyar, Tahun 2008-2013. Gianyar: Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar.

Anonim, 2008d. Formularium Rumah Sakit Sanjiwani Tahun 2008. Gianyar: RSUD Sanjiwani.

Meidyawati. tt. Analisis Implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) Pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. (Serial online). (Cited: 2013, Jun 2). Available from: http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/artikel-tesis.pdf

Quick, D. J. 1997. Managing Drug Supply, the Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals. Boston, Massachusetts: Kumarianpress, inc.

24