tugas perdes
description
Transcript of tugas perdes
NAMA : DWI REZEKI PUTRITUGAS : KULIAH PERENCANAAN PEDESAAN
1. KemiskinanKemiskinan menurut Kamala Chandrakirana & Eni Maryani, dalam Kiromin Baroroh, 2006:37
adalah kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial sebagai manusia dan rendahnya
kualitas pendidikan. Di Indonesia, cara mengukur kemiskinan dilakukan oleh BPS dengan
menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Melalui
pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, sehingga dapat
diketahui/dihitung Headcount Index, yakni persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
Dalam pengukuran kemiskinan tersebut, metode yang digunakan adalah menghitung garis
kemiskinan (GK) yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Garis Kemiskinan Makanan merupakan nilai pengeluaran
kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Sedangkan
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan. Untuk perhitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk
daerah perkotaan dan perdesaan. Maka yang dikatakan sebagai penduduk miskin adalah penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan di bawah Garis Kemiskinan.
Kemiskinan merupakan merupakan masalah pelik yang sulit dipecahkan di Indonesia dan
tiada habisnya diperbincangkan. Walaupun pemerintah terus berupaya untuk menekan angka
kemiskinan, namun ternyata hal itu belum bisa diatasi secara tuntas baik oleh pemerintahan
sebelum reformasi maupun setelah reformasi. Padahal berbagai cara telah ditempuh, salah satu
diantaranya adalah menciptakan proyek padat karya yang diharapkan bisa menyerap tenaga kerja.
Pemerintah juga telah merangkul investor untuk melakukan investasi di Indonesia, bunga pinjaman
Bank juga diturunkan. Semua bertujuan agar menyerap tenaga kerja dan muaranya diharapkan bisa
mengurangi jumlah angka kemiskinan. Untuk lebih jelasnya, berikut tabel data kemiskinan di
Indonesia dimulai tahun 1976 – 2013.
Tabel 1. Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin Tahun 1976-2013
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa
1976 10,00 44,20 54,20 38,80 40,40 40,10 4 522,00 2 849,001978 8,30 38,90 47,20 30,80 33,40 33,30 4 969,00 2 981,001980 9,50 32,80 42,30 29,00 28,40 28,60 6 831,00 4 449,001981 9,30 31,30 40,60 28,10 26,50 26,90 9 777,00 5 877,001984 9,30 25,70 35,00 23,10 21,20 21,60 13 731,00 7 746,001987 9,70 20,30 30,00 20,10 16,10 17,40 17 381,00 10 294,001990 9,40 17,80 27,20 16,80 14,30 15,10 20 614,00 13 295,001993 8,70 17,20 25,90 13,40 13,80 13,70 27 905,00 18 244,001996 7,20 15,30 22,50 9,70 12,30 11,30 38 246,00 27 413,001996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47 42 032,00 31 366,001998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,20 96 959,00 72 780,001999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43 92 409,00 74 272,002000 12,31 26,43 38,74 14,60 22,38 19,14 91 632,00 73 648,002001 8,60 29,27 37,87 9,79 24,84 18,41 100 011,00 80 382,002002 13,32 25,08 38,39 14,46 21,10 18,20 130 499,00 96 512,002003 12,26 25,08 37,34 13,57 20,23 17,42 138 803,00 105 888,002004 11,37 24,78 36,15 12,13 20,11 16,66 143 455,00 108 725,002005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 165 565,00 117 365,002006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 174 290,00 130 584,002007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58 187 942,00 146 837,002008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42 204 895,99 161 830,792009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15 222 123,10 179 834,572010 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33 232 989,00 192 353,83
Maret-2011 11,05 18,97 30,02 9,23 15,72 12,49 253 015,51 213 394,51September-2011 10,95 18,94 29,89 9,09 15,59 12,36 263 593,84 223 180,69
Maret-2012 10,65 18,49 29,13 8,78 15,12 11,96 267 407,53 229 225,78September-2012 10,51 18,09 28,59 8,60 14,70 11,66 277 381,99 240 441,35
Maret-2013 10,33 17,74 28,07 8,39 14,32 11,37 289 041,91 253 273,31
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Juta Orang) Persentase Penduduk Miskin
Sumber : bps. go. id, 2014.
Tabel diatas menunjukkan bahwa selama periode 1976 – 1996, tingkat kemiskinan
perdesaan di Indonesia berhasil diturunkan secara cepat dan terus menerus dari 40,40% menjadi
12,30%. Namun, seiring krisis ekonomi yang melanda dunia sejak tahun 1997, telah membawa
implikasi negatif terhadap meningkatnya jumlah angka kemiskinan di Indonesia, terutama di
perdesaan menjadi sebesar 25,72% di tahun 1998. Setelah itu kondisi kemiskinan perdesaan
Indonesia mengalami fluktuasi dan perkembangan terakhir di tahun 2013 tingkat kemiskinan
perdesaan sebesar 14,32%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kemiskinan perdesaan
Indonesia selama 37 tahun terakhir mengalami penurunan signifikan dari 40% menjadi 14%. Berikut
diagram dari data tingkat kemiskinan perdesaan.
Gambar 1. Tingkat Kemiskinan Perdesaan Indonesia Tahun 1976 – 2013
19761980
19841990
19961998
20002002
20042006
20082010
2012 0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.
Bila dibandingkan dengan tingkat kemiskinan perkotaan, tingkat kemiskinan perdesaan lebih
besar. Menurut jurnal Handayani Boa, (jurusan sosial ekonomi FPIK UNMUL, 2005) tentang analisis
model kemiskinan perdesaan di Indonesia, menyatakan bahwa kemiskinan di perdesaan
diasumsikan dengan pendekatan jumlah orang miskin di desa dipengaruhi oleh penduduk tidak
sekolah, pendapatan perkapita rumah tangga petani, produksi pertanian (dipengaruhi oleh harga
pupuk, irigasi, luas lahan) dan jumlah penduduk desa. Setelah melakukan uji coba dengan metode
Two Stage Least Square (2SLS) membuktikan bahwa ketiga variabel tersebut dapat menjelaskan
keragaman jumlah orang miskin, tetapi variabel yang paling berpengaruh nyata terhadap jumlah
orang miskin adalah variabel pendapatan perkapita rumah tangga petani. Selain itu, penyebab
bertahannya kemiskinan di desa juga disebabkan oleh faktor sebagai berikut.
1. belum meratanya program pembangunan, khususnya di pedesaan, luar Pulau Jawa, daerah
terpencil, dan daerah perbatasan. Sekitar 63,5% penduduk miskin hidup di daerah pedesaan.
Secara persentase terhadap jumlah penduduk di daerah tersebut, kemiskinan di luar Pulau Jawa
termasuk Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua juga lebih tinggi dibandingkan di Pulau Jawa. Oleh
karena itu, upaya penanganan kemiskinan seharusnya lebih difokuskan di daerah-daerah
tersebut.
2. Masih terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar
3. Kondisi kemiskinan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga kebutuhan pokok. Fluktuasi ini
berdampak besar pada daya beli masyarakat miskin. Sehubungan dengan itu, upaya
penanggulangan kemiskinan melalui stabilisasi harga kebutuhan pokok harus dilakukan secara
komprehensif dan terpadu. Hal ini bertujuan agar penanggulangan kemiskinan, baik di
perdesaan maupun perkotaan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
4. Rendahnya produktivitas sumber daya manusia. Produktivitas yang rendah merupakan bagian
dari serangkaian rentetan lain yakni pendidikan yang rendah, seseorang yang berpendidikan
rendah merupakan akibat dari pendapatannya yang rendah pula. Seseorang yang tidak memiliki
pendapatan/penghasilan yang cukup, maka dalam konsumsi atas barang dan jasa yang dibelinya
juga rendah. Jika tingkat konsumsi rendah, gizi tidak tercukupi sesuai standar kebutuhan tubuh,
tingkat asupan gizi yang rendah mengakibatkan kesehatan rendah, dan begitu seterusnya hingga
semua itu bermuara pada dampak atas semua masalah kolektif yang disebut dengan kemisikinan
dan keterbelakangan.
Sedangkan menurut Barkah Lestari, 2006:31, menyatakan bahwa kemiskinan muncul karena
ada dua faktor yang mempengaruhi, yakni faktor eksternal dan internal. Faktor internal merupakan
faktor yang bersumber dari masyarakat itu sendiri, yang meliputi rendahnya tingkat pengetahuan
dan keterampilan, rendahnya tingkat pendapatan serta buruknya kondisi keluarga. Sementara faktor
eksternal merupakan faktor yang bersumber dari lingkungan dimana masyarakat tersebut
berinteraksi. Adapun faktor kemiskinan yang berasal dari sisi eksternal seperti terbatasnya pasar
untuk produk yang mereka hasilkan, sarana transportasi yang kurang memadai, rendahnya
aksesibilitas terhadap modal, kualitas sumber daya alam yang rendah, teknologi yang terbatas, dan
kelembagaan yang tidak baik.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Miskin di Pulau Jawa Tahun 2007-2013
2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007
DKI Jakarta - - - - - -
Jawa Barat 1756,49 1861,50 1993,93 2423,20 2452,20 2705,00 2 803,30
Banten 268,25 314,80 354,96 439,90 439,30 445,70 486,80
Jawa Tengah 2834,14 2916,90 3014,85 3110,20 3304,80 3633,10 3 869,90
DI Yogyakarta 209,66 255,60 256,55 268,90 274,30 292,10 298,20
Jawa Timur 3243,79 3354,60 3587,98 3655,80 3874,10 4340,60 4 579,60
total 8312,33 8703,40 9208,27 9898,00 10344,70 11416,50 12037,80ratarata 1662,47 1740,68 1841,65 1979,60 2068,94 2283,30 2407,56
Jumlah Penduduk MiskinProvinsi
Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.
Tabel tersebut menunjukkan jumlah penduduk miskin di pulau jawa tahun 2007 – 2017
mengalami penurunan setiap tahunnya, dari sebesar 8312,33 jiwa penduduk tahun 2007 menjadi
sebesar 12037,80 jiwa penduduk di tahun 2013.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia di luar Pulau Jawa Tahun 2007 – 2013
2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007
Aceh 698,92 711,10 718,78 688,50 710,70 763,90 864,90
Sumatera Utara 701,59 709,10 790,18 801,90 811,60 852,10 935,00
Sumatera Barat 255,74 273,60 301,59 323,80 313,50 349,90 380,00
Riau 359,82 324,90 340,13 291,30 301,90 321,60 328,10
Kepulauan Riau 29,68 24,60 23,21 62,60 65,60 67,10 71,60
Jambi 175,20 164,70 164,51 130,80 132,40 140,20 144,70
Sumatera Selatan 732,25 674,40 665,66 654,50 697,80 734,90 785,90
Kepulauan Bangka Belitung 47,83 46,20 46,74 45,90 47,80 50,20 56,50
Bengkulu 222,75 217,80 208,33 207,70 206,50 220,20 235,00
Lampung 911,53 981,10 1056,77 1178,20 1209,00 1226,00 1 295,70
Bali 81,38 67,70 73,28 91,30 89,70 100,70 109,30
Nusa Tenggara Barat 438,37 412,90 446,63 456,70 493,40 520,20 547,70
Nusa Tenggara Timur 911,10 882,90 895,87 906,70 903,70 979,10 1 038,70
Kalimantan Barat 316,40 281,50 295,64 345,30 340,80 381,30 440,20
Kalimantan Tengah 99,60 109,60 117,54 131,00 130,10 154,60 159,10
Kalimantan Selatan 122,31 132,70 135,15 116,20 107,20 137,80 150,40
Kalimantan Timur 157,03 154,60 155,77 163,80 162,20 176,10 188,70
Sulawesi Utara 135,10 110,70 117,65 130,30 140,30 150,90 171,10
Gorontalo 178,13 169,90 178,98 192,00 202,40 194,10 211,20
Sulawesi Tengah 335,78 349,40 361,74 420,80 435,20 463,80 490,30
Sulawesi Selatan 696,91 672,30 695,89 794,20 839,10 880,90 930,60
Sulawesi Barat 129,61 131,50 135,19 107,60 114,70 122,80 134,80
Sulawesi Tenggara 290,00 274,70 300,17 378,50 408,20 408,70 434,10
Maluku 271,40 287,80 300,72 342,30 341,20 346,70 355,60
Maluku Utara 74,77 79,60 89,22 83,40 89,30 96,00 98,20
Papua 1012,57 928,30 909,53 735,40 732,20 701,50 758,00
Papua Barat 221,38 210,00 239,06 246,70 248,30 237,00 255,80
total 9607,15 9383,60 9763,93 10027,40 10274,80 10778,30 11571,20
ratarata 355,82 347,54 361,63 371,39 380,55 399,20 428,56
PropinsiJumlah Penduduk Miskin
Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.
Tabel tersebut menunjukkan jumlah penduduk miskin di luar Pulau Jawa tahun 2007 – 2017
mengalamijuga mengalami penurunan setiap tahunnya, dari sebesar 11571,20 jiwa penduduk tahun
2007 menjadi sebesar 9607,15 jiwa penduduk di tahun 2013.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Miskin di Pulau Jawa dengan di Luar Jawa Tahun 2007-20132007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Jawa 12037,8 11416,5 10344,7 9898 9208,27 8703,4 8312,33Luar Jawa 11571,2 10778,3 10274,8 10027,4 9763,93 9383,6 9607,15
Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.
Perbandingan jumlah penduduk miskin Pulau Jawa dengan Luar Jawa terlihat dari tabel
diatas. Untuk lebih jelasnya dibuat diagram garis sebagai berikut.
Gambar 2. Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin Pulau Jawa dan Luar Jawa
2007 2008 2009 2010 2011 2012 20130
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000Ju
mla
h (0
00)
Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.
Pada diagram garis ditunjukkan bahwa jumlah penduduk luar Pulau Jawa lebih besar dari
jumlah penduduk dalam Pulau Jawa. Namun pada tahun 2007, jumlah penduduk luar Pulau Jawa
lebih kecil dari jumlah penduduk dalam Pulau Jawa.
Tabel 4. Garis Kemiskinan di Indonesia di Pulau Jawa Tahun 2007 – 2013
2 013 2 012 2 011 2 010 2 009 2 008 2 007
DKI Jakarta - - - - - - -
Jawa Barat 268251 228577 204199 185335 175193 155367 144204
Banten 264632 228794 206639 188741 178238 156494 140885
Jawa Tengah 256368 223622 198814 179982 169312 152531 140803
DI Yogyakarta 275786 241975 217923 195406 182706 169934 156349
Jawa Timur 269294 234556 206275 185879 174628 155432 140322
rata rata 266866 231505 206770 187069 176015 157952 144513Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.
Walaupun jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa mengalami penurunan tiap tahunnya,
tetapi garis kemiskinan cenderung mengalami kenaikan tahun 2007- 2013, yaitu dari sebesar 144513
Rp/kapita/bulan di tahun 2007 menjadi sebesar 266866 Rp/kapita/bulan di tahun 2013.
Tabel 5. Garis Kemiskinan di Indonesia di luar Pulau Jawa Tahun 2007 – 2013
2 013 2 012 2 011 2 010 2 009 2 008 2 007
Aceh 337962 310089 292085 266285 249546 229237 206724
Sumatera Utara 292186 249165 222226 201810 189306 171922 154827
Sumatera Barat 321252 273655 241924 214458 201257 179755 163301
Riau 339829 295582 267007 235267 226945 210519 194019
Kepulauan Riau 364773 316963 291693 265258 256742 231580 213985
Jambi 280660 248812 219144 193834 178107 162434 152019
Sumatera Selatan 270166 238901 214727 198572 190109 175556 161205
Kepulauan Bangka Belitung 436899 390294 323938 283302 261378 242441 234028
Bengkulu 313265 267273 235983 209616 192351 170878 149468
Lampung 284504 251202 221543 189954 175734 160734 145634
Bali 261613 230389 210147 188071 176003 158206 147963
Nusa Tenggara Barat 263107 230054 194518 176283 164526 148998 130867
Nusa Tenggara Timur 234141 205083 181679 160743 142478 126746 113310
Kalimantan Barat 265898 232303 198886 182293 166815 150968 133403
Kalimantan Tengah 311647 279008 240121 212790 199157 180671 153430
Kalimantan Selatan 290576 257282 225235 196753 181059 166676 144647
Kalimantan Timur 389784 330329 279920 248583 224506 205255 188787
Sulawesi Utara 245872 217355 206241 188096 178271 162433 149440
Gorontalo 232048 210101 183637 167162 156873 143584 134410
Sulawesi Tengah 293567 258393 226509 195795 182241 160527 146682
Sulawesi Selatan 207023 183959 167862 151879 142241 127938 115788
Sulawesi Barat 228346 205383 182951 165914 156866 141701 130428
Sulawesi Tenggara 221905 198902 176799 161451 157554 139065 127197
Maluku 339466 284629 233084 217599 199596 180087 170547
Maluku Utara 281482 240447 215409 202185 190838 176757 153526
Papua 322079 281022 262626 247563 234727 213548 190513
Papua Barat 389163 346157 311737 287512 269354 230254 204958
rata-rata 297008 260472 230653 207742 194244 175869 159671
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/Bulan)Provinsi
Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.Begitu pula dengan garis kemiskinan di luar Pulau Jawa juga mengalami kenaikan, yaitu dari sebesar
159671 RP/Kapita/bulan tahun 2007 menjadi 297008 Rp/Kapita/bulan tahun 2013.
Dan apabila garis kemiskinan di pulau jawa dibandingkan dengan garis kemiskinan diluar pulau jawa,
maka didapatkan hasil sebagai berikut.
Gambar 2. Perbandingan rata-rata garis kemiskinan Pulau Jawa dan Luar Jawa
2 007 2 008 2 009 2 010 2 011 2 012 2 0130
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
Perbandingan Rata-rata Garis Kemiskinan Pulau Jawa dan Luar Jawa
Rp
Dari diagram tersebut terlihat bahwa rata-rata kemiskinan di Luar Pulau Jawa lebih besar dari rata-rata kemiskinan di pulau jawa dari tahun 2007 – 2013.
Adapun tingginya garis kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti berkurangnya daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pokok, seperti sandang dan pangan karena harga yang semakin melambung tinggi namun tidak disertai dengan increase income, banyaknya masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal karena lahan yang terbatas dan mahalnya harga lahan, sehingga semakin menaikkan angka garis kemiskinan akibat hidup dalam situasi yang tidak layak, kumuh, dan tidak sehat, akhirnya tingkat kesejahteraan masyarakat menurun.2. Perlunya kombinasi universal dgn partikular
Setiap daerah/desa itu memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik dalam karakteristik lahan,
geografis, kondisi alam,maupun sosial budaya masyarakatnya. Sehingga dia butuh pendekatan
partikular untuk menyesuaikan kondisi daerah tersebut agar pembangunan daerah/desa itu berjalan
dengan lancar dan efektif. Namun pendekatan partikular ini tidak bisa diterapkan di semua
lokasi/daerah/desa, karena sifat kekhususannya tersebut, sehingga butuh pendekatan universal
yang bersifat dapat diterapkan di semua lokasi/daerah. Dan keduanya ini butuh dikombinasikan
untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
3. Kerelevanan pendekatan
Modernisasi
Konsep pembangunan dengan pendekatan modernisasi ini sudah tidak relevan lagi untuk
sekarang. Karena pendekatan modernisasi ini telah dilakukan pada 25 tahun sejak kemerdekaan,
pembangunan pedesaan lebih banyak menempuh pendekatan pemenuhan basic-needs approach.
Di tengah-tengah hiruk-pikuknya perubahan politik di masa itu, pendekatan pembangunan ini tampil
melalui berbagai program yang sangat memikat seperti pemberantasan buta-aksara, peningkatan
pelayanan air-bersih, penekanan angka kematian, ibu melahirkan, memperpanjang usia harapan
hidup, pemenuhan kebutuhan “sandang-pangan-papan” dan yang sejenisnya.
Pada kurun waktu itu, pembangunan pangan dan pertanian pedesaan ditandai juga oleh
introduksi teknologi produksi pertanian yang kemudian dikenal sebagai bagian dari revolusi hijau
(pengenalan varietas unggul, pupuk buatan, mekanisasi pertanian,irigasi teknis, dan intensifikasi
pertanian massal). Pembangunan pedesaan pada kurun waktu itu, mampu mengangkat harkat-
martabat penduduk desa meski juga memberikan dampak kurang baik pada tata-perilaku dan
kehidupan pedesaan secara signifikan. Kemajuankemajuan di pedesaan saat itu, diukur secara fisik
oleh indikator ketersediaan pangan per kapita, energi per kapita, air bersih per kapita, pajang jalan
per kapita, angka putus sekolah, angka kematian bayi, dan sebagainya. Pada fase pertama itu,
“modernisasi pedesaan” menjadi jargon politik pembangunan yang penting dalam bingkai ideologi
developmentalisme-modernisme yang telah dicanangkan sebagai satu-satunya ideologi penting
untuk melakukan perubahan sosial di Indonesia. Pada 25 tahun pertama ini, pendapatan per kapita
naik dari sekitar US$ 100 di tahun 1950-1960an menjadi sekitar US$ 400 pada dekade 1970an. Meski
demikian, angka kemiskinan tetap tinggi, meski persentasenya terus menurun. Secara sosiologis,
dampak negatif revolusi hijau sesungguhnya sangat signifikan.
Sementara desa terus mengalami perubahan struktural yang luar biasa, pada fase 25 tahun
kedua (1970-1995), diperkenalkan pendekatan baru dalam ranah yang secara sederhana disebut
sebagai transformasi pedesaan yang agak radikal. Dalam hal ini, ditempuh strategi pembangunan
manusia seutuhnya bersama-sama dengan upaya industrialisasi berbasiskan pertanian. Beberapa ciri
penting pendekatan ini, antara lain: padat-modal, otomatisasi-mekanisasi, ketergantungan pada
modal asing, industri substitusi impor, dan mass-production. Pada fase kedua itu, perekonomian
desa “secara tak terelakkan”, masuk ke dalam jebakan “sistem ekonomikapitalis dunia”. Agar desa
terus mampu mengikuti perubahan pada aras makro, maka struktur-struktur perekonomian desa
yang sebelumnya berjalan dalam moda-produksi tradisionalisme (peasantry-collectivism), kini
harus dirombak menjadi lebih adapted to the captalist mode of production. Pada fase ini ditandai
oleh infrastruktur-infrastruktur kelembagaan baru yang berciri lebih kapitalistik. Strategi
industrialisasi dan komersialisasi pertanian berbasiskan investasi padat-kapital (perkebunan skala
besar dan industri pengolahan pangan), pengembangan moda produksi campuran
(hybridinstitution) seperti PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan “Bapak-Angkat”, serta sistem kontrak,
adalah akibat “merasuknya” sistem produksi-ekonomi kapitalistik ke pedesaan Indonesia. Sepanjang
fase ini, perubahan struktural dan pergeseran norma-norma yang dianut oleh masyarakat pedesaan
berjalan dengan kecepatan yang sangat luar-biasa dan radikal. Persinggungan desa dengan berbagai
“organisasi sosial asing”, telah membuat masyarakat desa menjadi semakin kosmopolit,
komersialistik, individualistik, dan opportunistik dibandingkan sebelumnya. Kelembagaan dan
pranata sosial tradisi di masyarakat juga mengalami dekonstruksi dan reduksi peran secara signifikan.
Kelembagaan gotong-royong, patron-klien, aksi-kolektif, dan berbagai jenis tata-aturan tradisi
“dipaksa” untuk merging atau menyesuaikan diri dengan sistem norma kapitalistik. Proses
persinggungan tersebut, menyebabkan proses-proses pertukaran di pedesaan sejak saat itu menjadi
lebih banyak berjalan di atas moda-transaksi komersial (jual-beli, hubungan kontrak, ekspor-impor,
dsb) daripada transaksi berdasarkan ikatan traditional berbasiskan trust.
Pada masa ini, kekecewaan terhadap sistem pembangunan pedesaan sudah banyak
berlangsung, karena desa mengalami persoalan ketergantungan serta eksploitasi sumberdaya alam
yang sangat menyakitkan. Saat itu, pedesaan telah menjadi bagian integral sistem perekonomian
dunia yang tidak dapat dielakkan dan makin tergantung pada perekonomian global. Dalam konstelasi
hubungan sosial-produksi yang demikian, desa menjadi “sapi-perahan” sistem perekonomian dunia.
Semua sumberdaya alam yang ada di desa “tersedot” habis, dan mengalir ke pusat-pusat
perdagangan internasional dunia. Akibatnya desa mengalami proses pemiskinan dan kerusakan
sumberdaya alam lingkungan yang berarti (misal: penggundulan hutan, ekspor komoditas
pertanian, dsb). Inilah situasi yang terjadi di Indonesia saat menerapkan pendekatan modernisasi
dalam pembangunan perdesaan, sehingga pendekatan tersebut sudah tidak relevan lagi untuk
diterapkan masa sekarang.
Pemberdayaan
Ketidakberdayaan yang membelenggu masyarakat karena kooptasi negara dan pasar akibar
modernisasi, maka muncul pendekatan berbasis pemberdayaan. Pendekatan Pemberdayaan
dilakukan pada komunitas saat memasuki dekade 1990an. Adapun komunitas dipandang layaknya
sebuah organisme yang hidup dan bisa dibentuk serta ditumbuh-kembangkan. Dengan asumsi ini,
dalam teori pembangunan muncul beberapa kajian tentang community power, yang menempatkan
komunitas-komunitas pada suatu tempat dan memiliki kapasitas sehingga mampu melakukan
aktivitas proses-proses sosial (seperti berinteraksi sesamanya, berkompetisi sesamanya, hingga
berkonflik dengan komunitas lain).
Apakah sebenarnya community empowerment itu? Berbeda dengan pembangunan ala
modernisasi yang berintikan pada pencapaian perubahan pada basis materialisme dan basis
kulturalisme yang sengaja diarahkan (intentionally directed towards specified end). Dalam strategi
pemberdayaan, “proses perekayasaan” ditekan seminimal mungkin terjadi. Wilkinson (1972)
memaknai pembangunan ala pemberdayaan adalah proses pembangunan yang lebih natural,
dimana perumusan masalah dan pencarian solusi diserahkan pada komunitas. Dengan demikian
pemberdayaan komunitas adalah: “sebuah upaya perubahan (kemajuan) yang sengaja (purposive)
dilakukan atau dikembangkan oleh para anggota sebuah komunitas itu sendiri…. dimana mereka
merumuskan masalah, menyusun rencana serta menentukan arah perubahan menurut keyakinan
dan persepsi mereka sendiri….dan perubahan itu diyakini sebagai perbaikan (improvement)…
sebagaimana layaknya membangun sebuah bangunan, maka upaya perbaikan tersebut utamanya
diarahkan kepada perbaikan dan pengokohan struktur-struktur penopang komunitas yang
bersangkutan”. Pendekatan pembangunan ala pemberdayaan sebenarnya adalah reaksi atas
pembangunan ala modernisasi yang di kemudian hari ternyata “ditunggangi” oleh kepentingan
kapitalisme untuk mengembangkan world-capitalist-economy (ideologi globalisme). Pendekatan ala
globalisme telah dipandang melumpuhkan sendi-sendi sosial-ekonomi dan politik lokal, sehingga
perlu diimbangi oleh keberdayaan dari dalam komunitas. Keyakinan ini sesuai dengan thesis “the
crisis of community” yang ditandai oleh problematika ketertinggalan, ketidakberdayaan, kemiskinan,
serta kehilangan identitas.
Pendekatan komunitas ini masih relevan sampai sekarang dan sudah menjadi suatu disiplin
ilmu yang dipelajari diuniversitas, seperti ITB ada mata kuliah pengembangan komunitas.
Sustainabilty
Pendekatan ini dikenal dengan istilah “Sustainable Livehood System Approach” yang sedang
gencar-gencarnya dilakukan di Indonesia, sebagai reaksi atas kerusakan lingkungan yang terjadi
akibat eksploitasi sumber daya alam, terutama di pedesaan secara besar-besaran. Pendekatan ini
berusaha mengoreksi pendekatan pembangunan ala modernisasi yang dikenal tidak akrab terhadap
lingkungan.
sustainable livelihood system adalah sebuah derajat kesejahteraan sosialekonomi, yang tidak
hanya berorientasikan pada akumulasi kapital sesaat (sebagaimana dikenal oleh ideologi
developmentalisme-modernisme-kapitalisme), namun lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan
generasi mendatang agar mereka minimal dapat menikmati kehidupan yang sama kuantitas dan
kualitasnya dengan apa yang dinikmati oleh generasi masa kini. Pendekatan ini sesungguhnya
dikembangkan pertama kali di Inggris pada akhir dekade 1990an, namun didesain sedemikian rupa
sehingga sangat relevan untuk kawasan sedang berkembang, khususnya Indonesia.
Adapun prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam konsep pendekatan sustainable livehood
mechanism, adalah:
Landasan etika pembangunan adalah ekosentrisme, yaitu menghargai kesejajaran antara
kepentingan manusia dan alam secara seimbang. Artinya, manusia dan alam hidup seiring
sejalan dan memiliki hak serta kewajiban yang sama. Etika ini menghindari perilaku eksploitatif
terhadap alam yang berlebihan demi pencapaianderajat kesejahteraan manusia.
Ideologi environmentalisme dan eco-modernisme melandasi gerakan sosial masyarakat dalam
berperilaku dan menyikapi pelestarian lingkungan. Ideologi ini tetap menempatkan pencapaian
kehidupan manusia yang sejahtera, dalam waktu yang bersamaan tetap memandang penting
pula untuk mengupayakan penyelamatan dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan
demi kehidupan manusia dan alam itu sendiri.
Mengubah persepsi tentang pembangunan dari ciri eksploitatif ke ciri kearifan terhadap alam.
Konsep rural sustainable development selalu mengintegrasikan kepentingan alam dan manusia
dalam satu kesatuan paket-kepentingan yang diperjuangkan secara bersama-sama.
Pendekatan participatory sustainable community empowerment yang menyertai proses-proses
pengambilan keputusan, mengindikasikan adanya komitmen yang kuat atas pencapaian cita-cita
keadilan lingkungan.