tugas perdes

17
NAMA : DWI REZEKI PUTRI TUGAS : KULIAH PERENCANAAN PEDESAAN 1.Kemiskinan Kemiskinan menurut Kamala Chandrakirana & Eni Maryani, dalam Kiromin Baroroh, 2006:37 adalah kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial sebagai manusia dan rendahnya kualitas pendidikan. Di Indonesia, cara mengukur kemiskinan dilakukan oleh BPS dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Melalui pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, sehingga dapat diketahui/dihitung Headcount Index, yakni persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Dalam pengukuran kemiskinan tersebut, metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan (GK) yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Garis Kemiskinan Makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Sedangkan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Untuk perhitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Maka yang dikatakan sebagai penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan di bawah Garis Kemiskinan. Kemiskinan merupakan merupakan masalah pelik yang sulit dipecahkan di Indonesia dan tiada habisnya diperbincangkan. Walaupun pemerintah terus berupaya untuk menekan angka kemiskinan, namun ternyata hal itu belum bisa diatasi secara tuntas baik oleh pemerintahan sebelum reformasi maupun setelah reformasi. Padahal berbagai cara telah ditempuh, salah satu diantaranya adalah

description

ini adalah makalah tugas kuliah perencanaan perdesaan mengenai tingkat kemiskinan di Indonesia

Transcript of tugas perdes

Page 1: tugas perdes

NAMA : DWI REZEKI PUTRITUGAS : KULIAH PERENCANAAN PEDESAAN

1. KemiskinanKemiskinan menurut Kamala Chandrakirana & Eni Maryani, dalam Kiromin Baroroh, 2006:37

adalah kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial sebagai manusia dan rendahnya

kualitas pendidikan. Di Indonesia, cara mengukur kemiskinan dilakukan oleh BPS dengan

menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Melalui

pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, sehingga dapat

diketahui/dihitung Headcount Index, yakni persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

Dalam pengukuran kemiskinan tersebut, metode yang digunakan adalah menghitung garis

kemiskinan (GK) yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis

Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Garis Kemiskinan Makanan merupakan nilai pengeluaran

kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Sedangkan

Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,

pendidikan, dan kesehatan. Untuk perhitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk

daerah perkotaan dan perdesaan. Maka yang dikatakan sebagai penduduk miskin adalah penduduk

yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan di bawah Garis Kemiskinan.

Kemiskinan merupakan merupakan masalah pelik yang sulit dipecahkan di Indonesia dan

tiada habisnya diperbincangkan. Walaupun pemerintah terus berupaya untuk menekan angka

kemiskinan, namun ternyata hal itu belum bisa diatasi secara tuntas baik oleh pemerintahan

sebelum reformasi maupun setelah reformasi. Padahal berbagai cara telah ditempuh, salah satu

diantaranya adalah menciptakan proyek padat karya yang diharapkan bisa menyerap tenaga kerja.

Pemerintah juga telah merangkul investor untuk melakukan investasi di Indonesia, bunga pinjaman

Bank juga diturunkan. Semua bertujuan agar menyerap tenaga kerja dan muaranya diharapkan bisa

mengurangi jumlah angka kemiskinan. Untuk lebih jelasnya, berikut tabel data kemiskinan di

Indonesia dimulai tahun 1976 – 2013.

Page 2: tugas perdes

Tabel 1. Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin Tahun 1976-2013

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa

1976 10,00 44,20 54,20 38,80 40,40 40,10 4 522,00 2 849,001978 8,30 38,90 47,20 30,80 33,40 33,30 4 969,00 2 981,001980 9,50 32,80 42,30 29,00 28,40 28,60 6 831,00 4 449,001981 9,30 31,30 40,60 28,10 26,50 26,90 9 777,00 5 877,001984 9,30 25,70 35,00 23,10 21,20 21,60 13 731,00 7 746,001987 9,70 20,30 30,00 20,10 16,10 17,40 17 381,00 10 294,001990 9,40 17,80 27,20 16,80 14,30 15,10 20 614,00 13 295,001993 8,70 17,20 25,90 13,40 13,80 13,70 27 905,00 18 244,001996 7,20 15,30 22,50 9,70 12,30 11,30 38 246,00 27 413,001996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47 42 032,00 31 366,001998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,20 96 959,00 72 780,001999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43 92 409,00 74 272,002000 12,31 26,43 38,74 14,60 22,38 19,14 91 632,00 73 648,002001 8,60 29,27 37,87 9,79 24,84 18,41 100 011,00 80 382,002002 13,32 25,08 38,39 14,46 21,10 18,20 130 499,00 96 512,002003 12,26 25,08 37,34 13,57 20,23 17,42 138 803,00 105 888,002004 11,37 24,78 36,15 12,13 20,11 16,66 143 455,00 108 725,002005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 165 565,00 117 365,002006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 174 290,00 130 584,002007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58 187 942,00 146 837,002008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42 204 895,99 161 830,792009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15 222 123,10 179 834,572010 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33 232 989,00 192 353,83

Maret-2011 11,05 18,97 30,02 9,23 15,72 12,49 253 015,51 213 394,51September-2011 10,95 18,94 29,89 9,09 15,59 12,36 263 593,84 223 180,69

Maret-2012 10,65 18,49 29,13 8,78 15,12 11,96 267 407,53 229 225,78September-2012 10,51 18,09 28,59 8,60 14,70 11,66 277 381,99 240 441,35

Maret-2013 10,33 17,74 28,07 8,39 14,32 11,37 289 041,91 253 273,31

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)Tahun

Jumlah Penduduk Miskin (Juta Orang) Persentase Penduduk Miskin

Sumber : bps. go. id, 2014.

Tabel diatas menunjukkan bahwa selama periode 1976 – 1996, tingkat kemiskinan

perdesaan di Indonesia berhasil diturunkan secara cepat dan terus menerus dari 40,40% menjadi

12,30%. Namun, seiring krisis ekonomi yang melanda dunia sejak tahun 1997, telah membawa

implikasi negatif terhadap meningkatnya jumlah angka kemiskinan di Indonesia, terutama di

perdesaan menjadi sebesar 25,72% di tahun 1998. Setelah itu kondisi kemiskinan perdesaan

Indonesia mengalami fluktuasi dan perkembangan terakhir di tahun 2013 tingkat kemiskinan

perdesaan sebesar 14,32%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kemiskinan perdesaan

Page 3: tugas perdes

Indonesia selama 37 tahun terakhir mengalami penurunan signifikan dari 40% menjadi 14%. Berikut

diagram dari data tingkat kemiskinan perdesaan.

Gambar 1. Tingkat Kemiskinan Perdesaan Indonesia Tahun 1976 – 2013

19761980

19841990

19961998

20002002

20042006

20082010

2012 0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.

Bila dibandingkan dengan tingkat kemiskinan perkotaan, tingkat kemiskinan perdesaan lebih

besar. Menurut jurnal Handayani Boa, (jurusan sosial ekonomi FPIK UNMUL, 2005) tentang analisis

model kemiskinan perdesaan di Indonesia, menyatakan bahwa kemiskinan di perdesaan

diasumsikan dengan pendekatan jumlah orang miskin di desa dipengaruhi oleh penduduk tidak

sekolah, pendapatan perkapita rumah tangga petani, produksi pertanian (dipengaruhi oleh harga

pupuk, irigasi, luas lahan) dan jumlah penduduk desa. Setelah melakukan uji coba dengan metode

Two Stage Least Square (2SLS) membuktikan bahwa ketiga variabel tersebut dapat menjelaskan

keragaman jumlah orang miskin, tetapi variabel yang paling berpengaruh nyata terhadap jumlah

orang miskin adalah variabel pendapatan perkapita rumah tangga petani. Selain itu, penyebab

bertahannya kemiskinan di desa juga disebabkan oleh faktor sebagai berikut.

1. belum meratanya program pembangunan, khususnya di pedesaan, luar Pulau Jawa, daerah

terpencil, dan daerah perbatasan. Sekitar 63,5% penduduk miskin hidup di daerah pedesaan.

Secara persentase terhadap jumlah penduduk di daerah tersebut, kemiskinan di luar Pulau Jawa

termasuk Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua juga lebih tinggi dibandingkan di Pulau Jawa. Oleh

karena itu, upaya penanganan kemiskinan seharusnya lebih difokuskan di daerah-daerah

tersebut.

2. Masih terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar

3. Kondisi kemiskinan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga kebutuhan pokok. Fluktuasi ini

berdampak besar pada daya beli masyarakat miskin. Sehubungan dengan itu, upaya

penanggulangan kemiskinan melalui stabilisasi harga kebutuhan pokok harus dilakukan secara

Page 4: tugas perdes

komprehensif dan terpadu. Hal ini bertujuan agar penanggulangan kemiskinan, baik di

perdesaan maupun perkotaan dapat berjalan secara efektif dan efisien.

4. Rendahnya produktivitas sumber daya manusia. Produktivitas yang rendah merupakan bagian

dari serangkaian rentetan lain yakni pendidikan yang rendah, seseorang yang berpendidikan

rendah merupakan akibat dari pendapatannya yang rendah pula. Seseorang yang tidak memiliki

pendapatan/penghasilan yang cukup, maka dalam konsumsi atas barang dan jasa yang dibelinya

juga rendah. Jika tingkat konsumsi rendah, gizi tidak tercukupi sesuai standar kebutuhan tubuh,

tingkat asupan gizi yang rendah mengakibatkan kesehatan rendah, dan begitu seterusnya hingga

semua itu bermuara pada dampak atas semua masalah kolektif yang disebut dengan kemisikinan

dan keterbelakangan.

Sedangkan menurut Barkah Lestari, 2006:31, menyatakan bahwa kemiskinan muncul karena

ada dua faktor yang mempengaruhi, yakni faktor eksternal dan internal. Faktor internal merupakan

faktor yang bersumber dari masyarakat itu sendiri, yang meliputi rendahnya tingkat pengetahuan

dan keterampilan, rendahnya tingkat pendapatan serta buruknya kondisi keluarga. Sementara faktor

eksternal merupakan faktor yang bersumber dari lingkungan dimana masyarakat tersebut

berinteraksi. Adapun faktor kemiskinan yang berasal dari sisi eksternal seperti terbatasnya pasar

untuk produk yang mereka hasilkan, sarana transportasi yang kurang memadai, rendahnya

aksesibilitas terhadap modal, kualitas sumber daya alam yang rendah, teknologi yang terbatas, dan

kelembagaan yang tidak baik.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Miskin di Pulau Jawa Tahun 2007-2013

2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007

DKI Jakarta - - - - - -

Jawa Barat 1756,49 1861,50 1993,93 2423,20 2452,20 2705,00 2 803,30

Banten 268,25 314,80 354,96 439,90 439,30 445,70 486,80

Jawa Tengah 2834,14 2916,90 3014,85 3110,20 3304,80 3633,10 3 869,90

DI Yogyakarta 209,66 255,60 256,55 268,90 274,30 292,10 298,20

Jawa Timur 3243,79 3354,60 3587,98 3655,80 3874,10 4340,60 4 579,60

total 8312,33 8703,40 9208,27 9898,00 10344,70 11416,50 12037,80ratarata 1662,47 1740,68 1841,65 1979,60 2068,94 2283,30 2407,56

Jumlah Penduduk MiskinProvinsi

Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.

Tabel tersebut menunjukkan jumlah penduduk miskin di pulau jawa tahun 2007 – 2017

mengalami penurunan setiap tahunnya, dari sebesar 8312,33 jiwa penduduk tahun 2007 menjadi

sebesar 12037,80 jiwa penduduk di tahun 2013.

Page 5: tugas perdes

Tabel 3. Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia di luar Pulau Jawa Tahun 2007 – 2013

2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007

Aceh 698,92 711,10 718,78 688,50 710,70 763,90 864,90

Sumatera Utara 701,59 709,10 790,18 801,90 811,60 852,10 935,00

Sumatera Barat 255,74 273,60 301,59 323,80 313,50 349,90 380,00

Riau 359,82 324,90 340,13 291,30 301,90 321,60 328,10

Kepulauan Riau 29,68 24,60 23,21 62,60 65,60 67,10 71,60

Jambi 175,20 164,70 164,51 130,80 132,40 140,20 144,70

Sumatera Selatan 732,25 674,40 665,66 654,50 697,80 734,90 785,90

Kepulauan Bangka Belitung 47,83 46,20 46,74 45,90 47,80 50,20 56,50

Bengkulu 222,75 217,80 208,33 207,70 206,50 220,20 235,00

Lampung 911,53 981,10 1056,77 1178,20 1209,00 1226,00 1 295,70

Bali 81,38 67,70 73,28 91,30 89,70 100,70 109,30

Nusa Tenggara Barat 438,37 412,90 446,63 456,70 493,40 520,20 547,70

Nusa Tenggara Timur 911,10 882,90 895,87 906,70 903,70 979,10 1 038,70

Kalimantan Barat 316,40 281,50 295,64 345,30 340,80 381,30 440,20

Kalimantan Tengah 99,60 109,60 117,54 131,00 130,10 154,60 159,10

Kalimantan Selatan 122,31 132,70 135,15 116,20 107,20 137,80 150,40

Kalimantan Timur 157,03 154,60 155,77 163,80 162,20 176,10 188,70

Sulawesi Utara 135,10 110,70 117,65 130,30 140,30 150,90 171,10

Gorontalo 178,13 169,90 178,98 192,00 202,40 194,10 211,20

Sulawesi Tengah 335,78 349,40 361,74 420,80 435,20 463,80 490,30

Sulawesi Selatan 696,91 672,30 695,89 794,20 839,10 880,90 930,60

Sulawesi Barat 129,61 131,50 135,19 107,60 114,70 122,80 134,80

Sulawesi Tenggara 290,00 274,70 300,17 378,50 408,20 408,70 434,10

Maluku 271,40 287,80 300,72 342,30 341,20 346,70 355,60

Maluku Utara 74,77 79,60 89,22 83,40 89,30 96,00 98,20

Papua 1012,57 928,30 909,53 735,40 732,20 701,50 758,00

Papua Barat 221,38 210,00 239,06 246,70 248,30 237,00 255,80

total 9607,15 9383,60 9763,93 10027,40 10274,80 10778,30 11571,20

ratarata 355,82 347,54 361,63 371,39 380,55 399,20 428,56

PropinsiJumlah Penduduk Miskin

Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.

Tabel tersebut menunjukkan jumlah penduduk miskin di luar Pulau Jawa tahun 2007 – 2017

mengalamijuga mengalami penurunan setiap tahunnya, dari sebesar 11571,20 jiwa penduduk tahun

2007 menjadi sebesar 9607,15 jiwa penduduk di tahun 2013.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Miskin di Pulau Jawa dengan di Luar Jawa Tahun 2007-20132007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jawa 12037,8 11416,5 10344,7 9898 9208,27 8703,4 8312,33Luar Jawa 11571,2 10778,3 10274,8 10027,4 9763,93 9383,6 9607,15

Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.

Page 6: tugas perdes

Perbandingan jumlah penduduk miskin Pulau Jawa dengan Luar Jawa terlihat dari tabel

diatas. Untuk lebih jelasnya dibuat diagram garis sebagai berikut.

Gambar 2. Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin Pulau Jawa dan Luar Jawa

2007 2008 2009 2010 2011 2012 20130

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000Ju

mla

h (0

00)

Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.

Pada diagram garis ditunjukkan bahwa jumlah penduduk luar Pulau Jawa lebih besar dari

jumlah penduduk dalam Pulau Jawa. Namun pada tahun 2007, jumlah penduduk luar Pulau Jawa

lebih kecil dari jumlah penduduk dalam Pulau Jawa.

Tabel 4. Garis Kemiskinan di Indonesia di Pulau Jawa Tahun 2007 – 2013

2 013 2 012 2 011 2 010 2 009 2 008 2 007

DKI Jakarta - - - - - - -

Jawa Barat 268251 228577 204199 185335 175193 155367 144204

Banten 264632 228794 206639 188741 178238 156494 140885

Jawa Tengah 256368 223622 198814 179982 169312 152531 140803

DI Yogyakarta 275786 241975 217923 195406 182706 169934 156349

Jawa Timur 269294 234556 206275 185879 174628 155432 140322

rata rata 266866 231505 206770 187069 176015 157952 144513Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.

Walaupun jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa mengalami penurunan tiap tahunnya,

tetapi garis kemiskinan cenderung mengalami kenaikan tahun 2007- 2013, yaitu dari sebesar 144513

Rp/kapita/bulan di tahun 2007 menjadi sebesar 266866 Rp/kapita/bulan di tahun 2013.

Page 7: tugas perdes

Tabel 5. Garis Kemiskinan di Indonesia di luar Pulau Jawa Tahun 2007 – 2013

2 013 2 012 2 011 2 010 2 009 2 008 2 007

Aceh 337962 310089 292085 266285 249546 229237 206724

Sumatera Utara 292186 249165 222226 201810 189306 171922 154827

Sumatera Barat 321252 273655 241924 214458 201257 179755 163301

Riau 339829 295582 267007 235267 226945 210519 194019

Kepulauan Riau 364773 316963 291693 265258 256742 231580 213985

Jambi 280660 248812 219144 193834 178107 162434 152019

Sumatera Selatan 270166 238901 214727 198572 190109 175556 161205

Kepulauan Bangka Belitung 436899 390294 323938 283302 261378 242441 234028

Bengkulu 313265 267273 235983 209616 192351 170878 149468

Lampung 284504 251202 221543 189954 175734 160734 145634

Bali 261613 230389 210147 188071 176003 158206 147963

Nusa Tenggara Barat 263107 230054 194518 176283 164526 148998 130867

Nusa Tenggara Timur 234141 205083 181679 160743 142478 126746 113310

Kalimantan Barat 265898 232303 198886 182293 166815 150968 133403

Kalimantan Tengah 311647 279008 240121 212790 199157 180671 153430

Kalimantan Selatan 290576 257282 225235 196753 181059 166676 144647

Kalimantan Timur 389784 330329 279920 248583 224506 205255 188787

Sulawesi Utara 245872 217355 206241 188096 178271 162433 149440

Gorontalo 232048 210101 183637 167162 156873 143584 134410

Sulawesi Tengah 293567 258393 226509 195795 182241 160527 146682

Sulawesi Selatan 207023 183959 167862 151879 142241 127938 115788

Sulawesi Barat 228346 205383 182951 165914 156866 141701 130428

Sulawesi Tenggara 221905 198902 176799 161451 157554 139065 127197

Maluku 339466 284629 233084 217599 199596 180087 170547

Maluku Utara 281482 240447 215409 202185 190838 176757 153526

Papua 322079 281022 262626 247563 234727 213548 190513

Papua Barat 389163 346157 311737 287512 269354 230254 204958

rata-rata 297008 260472 230653 207742 194244 175869 159671

Garis Kemiskinan (Rp/kapita/Bulan)Provinsi

Sumber : Pengolahan Ms.Excel, 2014.Begitu pula dengan garis kemiskinan di luar Pulau Jawa juga mengalami kenaikan, yaitu dari sebesar

159671 RP/Kapita/bulan tahun 2007 menjadi 297008 Rp/Kapita/bulan tahun 2013.

Dan apabila garis kemiskinan di pulau jawa dibandingkan dengan garis kemiskinan diluar pulau jawa,

maka didapatkan hasil sebagai berikut.

Page 8: tugas perdes

Gambar 2. Perbandingan rata-rata garis kemiskinan Pulau Jawa dan Luar Jawa

2 007 2 008 2 009 2 010 2 011 2 012 2 0130

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

Perbandingan Rata-rata Garis Kemiskinan Pulau Jawa dan Luar Jawa

Rp

Dari diagram tersebut terlihat bahwa rata-rata kemiskinan di Luar Pulau Jawa lebih besar dari rata-rata kemiskinan di pulau jawa dari tahun 2007 – 2013.

Adapun tingginya garis kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti berkurangnya daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pokok, seperti sandang dan pangan karena harga yang semakin melambung tinggi namun tidak disertai dengan increase income, banyaknya masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal karena lahan yang terbatas dan mahalnya harga lahan, sehingga semakin menaikkan angka garis kemiskinan akibat hidup dalam situasi yang tidak layak, kumuh, dan tidak sehat, akhirnya tingkat kesejahteraan masyarakat menurun.2. Perlunya kombinasi universal dgn partikular

Setiap daerah/desa itu memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik dalam karakteristik lahan,

geografis, kondisi alam,maupun sosial budaya masyarakatnya. Sehingga dia butuh pendekatan

partikular untuk menyesuaikan kondisi daerah tersebut agar pembangunan daerah/desa itu berjalan

dengan lancar dan efektif. Namun pendekatan partikular ini tidak bisa diterapkan di semua

lokasi/daerah/desa, karena sifat kekhususannya tersebut, sehingga butuh pendekatan universal

yang bersifat dapat diterapkan di semua lokasi/daerah. Dan keduanya ini butuh dikombinasikan

untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

3. Kerelevanan pendekatan

Modernisasi

Konsep pembangunan dengan pendekatan modernisasi ini sudah tidak relevan lagi untuk

sekarang. Karena pendekatan modernisasi ini telah dilakukan pada 25 tahun sejak kemerdekaan,

pembangunan pedesaan lebih banyak menempuh pendekatan pemenuhan basic-needs approach.

Di tengah-tengah hiruk-pikuknya perubahan politik di masa itu, pendekatan pembangunan ini tampil

melalui berbagai program yang sangat memikat seperti pemberantasan buta-aksara, peningkatan

Page 9: tugas perdes

pelayanan air-bersih, penekanan angka kematian, ibu melahirkan, memperpanjang usia harapan

hidup, pemenuhan kebutuhan “sandang-pangan-papan” dan yang sejenisnya.

Pada kurun waktu itu, pembangunan pangan dan pertanian pedesaan ditandai juga oleh

introduksi teknologi produksi pertanian yang kemudian dikenal sebagai bagian dari revolusi hijau

(pengenalan varietas unggul, pupuk buatan, mekanisasi pertanian,irigasi teknis, dan intensifikasi

pertanian massal). Pembangunan pedesaan pada kurun waktu itu, mampu mengangkat harkat-

martabat penduduk desa meski juga memberikan dampak kurang baik pada tata-perilaku dan

kehidupan pedesaan secara signifikan. Kemajuankemajuan di pedesaan saat itu, diukur secara fisik

oleh indikator ketersediaan pangan per kapita, energi per kapita, air bersih per kapita, pajang jalan

per kapita, angka putus sekolah, angka kematian bayi, dan sebagainya. Pada fase pertama itu,

“modernisasi pedesaan” menjadi jargon politik pembangunan yang penting dalam bingkai ideologi

developmentalisme-modernisme yang telah dicanangkan sebagai satu-satunya ideologi penting

untuk melakukan perubahan sosial di Indonesia. Pada 25 tahun pertama ini, pendapatan per kapita

naik dari sekitar US$ 100 di tahun 1950-1960an menjadi sekitar US$ 400 pada dekade 1970an. Meski

demikian, angka kemiskinan tetap tinggi, meski persentasenya terus menurun. Secara sosiologis,

dampak negatif revolusi hijau sesungguhnya sangat signifikan.

Sementara desa terus mengalami perubahan struktural yang luar biasa, pada fase 25 tahun

kedua (1970-1995), diperkenalkan pendekatan baru dalam ranah yang secara sederhana disebut

sebagai transformasi pedesaan yang agak radikal. Dalam hal ini, ditempuh strategi pembangunan

manusia seutuhnya bersama-sama dengan upaya industrialisasi berbasiskan pertanian. Beberapa ciri

penting pendekatan ini, antara lain: padat-modal, otomatisasi-mekanisasi, ketergantungan pada

modal asing, industri substitusi impor, dan mass-production. Pada fase kedua itu, perekonomian

desa “secara tak terelakkan”, masuk ke dalam jebakan “sistem ekonomikapitalis dunia”. Agar desa

terus mampu mengikuti perubahan pada aras makro, maka struktur-struktur perekonomian desa

yang sebelumnya berjalan dalam moda-produksi tradisionalisme (peasantry-collectivism), kini

harus dirombak menjadi lebih adapted to the captalist mode of production. Pada fase ini ditandai

oleh infrastruktur-infrastruktur kelembagaan baru yang berciri lebih kapitalistik. Strategi

industrialisasi dan komersialisasi pertanian berbasiskan investasi padat-kapital (perkebunan skala

besar dan industri pengolahan pangan), pengembangan moda produksi campuran

(hybridinstitution) seperti PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan “Bapak-Angkat”, serta sistem kontrak,

adalah akibat “merasuknya” sistem produksi-ekonomi kapitalistik ke pedesaan Indonesia. Sepanjang

fase ini, perubahan struktural dan pergeseran norma-norma yang dianut oleh masyarakat pedesaan

berjalan dengan kecepatan yang sangat luar-biasa dan radikal. Persinggungan desa dengan berbagai

“organisasi sosial asing”, telah membuat masyarakat desa menjadi semakin kosmopolit,

Page 10: tugas perdes

komersialistik, individualistik, dan opportunistik dibandingkan sebelumnya. Kelembagaan dan

pranata sosial tradisi di masyarakat juga mengalami dekonstruksi dan reduksi peran secara signifikan.

Kelembagaan gotong-royong, patron-klien, aksi-kolektif, dan berbagai jenis tata-aturan tradisi

“dipaksa” untuk merging atau menyesuaikan diri dengan sistem norma kapitalistik. Proses

persinggungan tersebut, menyebabkan proses-proses pertukaran di pedesaan sejak saat itu menjadi

lebih banyak berjalan di atas moda-transaksi komersial (jual-beli, hubungan kontrak, ekspor-impor,

dsb) daripada transaksi berdasarkan ikatan traditional berbasiskan trust.

Pada masa ini, kekecewaan terhadap sistem pembangunan pedesaan sudah banyak

berlangsung, karena desa mengalami persoalan ketergantungan serta eksploitasi sumberdaya alam

yang sangat menyakitkan. Saat itu, pedesaan telah menjadi bagian integral sistem perekonomian

dunia yang tidak dapat dielakkan dan makin tergantung pada perekonomian global. Dalam konstelasi

hubungan sosial-produksi yang demikian, desa menjadi “sapi-perahan” sistem perekonomian dunia.

Semua sumberdaya alam yang ada di desa “tersedot” habis, dan mengalir ke pusat-pusat

perdagangan internasional dunia. Akibatnya desa mengalami proses pemiskinan dan kerusakan

sumberdaya alam lingkungan yang berarti (misal: penggundulan hutan, ekspor komoditas

pertanian, dsb). Inilah situasi yang terjadi di Indonesia saat menerapkan pendekatan modernisasi

dalam pembangunan perdesaan, sehingga pendekatan tersebut sudah tidak relevan lagi untuk

diterapkan masa sekarang.

Pemberdayaan

Ketidakberdayaan yang membelenggu masyarakat karena kooptasi negara dan pasar akibar

modernisasi, maka muncul pendekatan berbasis pemberdayaan. Pendekatan Pemberdayaan

dilakukan pada komunitas saat memasuki dekade 1990an. Adapun komunitas dipandang layaknya

sebuah organisme yang hidup dan bisa dibentuk serta ditumbuh-kembangkan. Dengan asumsi ini,

dalam teori pembangunan muncul beberapa kajian tentang community power, yang menempatkan

komunitas-komunitas pada suatu tempat dan memiliki kapasitas sehingga mampu melakukan

aktivitas proses-proses sosial (seperti berinteraksi sesamanya, berkompetisi sesamanya, hingga

berkonflik dengan komunitas lain).

Apakah sebenarnya community empowerment itu? Berbeda dengan pembangunan ala

modernisasi yang berintikan pada pencapaian perubahan pada basis materialisme dan basis

kulturalisme yang sengaja diarahkan (intentionally directed towards specified end). Dalam strategi

pemberdayaan, “proses perekayasaan” ditekan seminimal mungkin terjadi. Wilkinson (1972)

memaknai pembangunan ala pemberdayaan adalah proses pembangunan yang lebih natural,

dimana perumusan masalah dan pencarian solusi diserahkan pada komunitas. Dengan demikian

Page 11: tugas perdes

pemberdayaan komunitas adalah: “sebuah upaya perubahan (kemajuan) yang sengaja (purposive)

dilakukan atau dikembangkan oleh para anggota sebuah komunitas itu sendiri…. dimana mereka

merumuskan masalah, menyusun rencana serta menentukan arah perubahan menurut keyakinan

dan persepsi mereka sendiri….dan perubahan itu diyakini sebagai perbaikan (improvement)…

sebagaimana layaknya membangun sebuah bangunan, maka upaya perbaikan tersebut utamanya

diarahkan kepada perbaikan dan pengokohan struktur-struktur penopang komunitas yang

bersangkutan”. Pendekatan pembangunan ala pemberdayaan sebenarnya adalah reaksi atas

pembangunan ala modernisasi yang di kemudian hari ternyata “ditunggangi” oleh kepentingan

kapitalisme untuk mengembangkan world-capitalist-economy (ideologi globalisme). Pendekatan ala

globalisme telah dipandang melumpuhkan sendi-sendi sosial-ekonomi dan politik lokal, sehingga

perlu diimbangi oleh keberdayaan dari dalam komunitas. Keyakinan ini sesuai dengan thesis “the

crisis of community” yang ditandai oleh problematika ketertinggalan, ketidakberdayaan, kemiskinan,

serta kehilangan identitas.

Pendekatan komunitas ini masih relevan sampai sekarang dan sudah menjadi suatu disiplin

ilmu yang dipelajari diuniversitas, seperti ITB ada mata kuliah pengembangan komunitas.

Sustainabilty

Pendekatan ini dikenal dengan istilah “Sustainable Livehood System Approach” yang sedang

gencar-gencarnya dilakukan di Indonesia, sebagai reaksi atas kerusakan lingkungan yang terjadi

akibat eksploitasi sumber daya alam, terutama di pedesaan secara besar-besaran. Pendekatan ini

berusaha mengoreksi pendekatan pembangunan ala modernisasi yang dikenal tidak akrab terhadap

lingkungan.

sustainable livelihood system adalah sebuah derajat kesejahteraan sosialekonomi, yang tidak

hanya berorientasikan pada akumulasi kapital sesaat (sebagaimana dikenal oleh ideologi

developmentalisme-modernisme-kapitalisme), namun lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan

generasi mendatang agar mereka minimal dapat menikmati kehidupan yang sama kuantitas dan

kualitasnya dengan apa yang dinikmati oleh generasi masa kini. Pendekatan ini sesungguhnya

dikembangkan pertama kali di Inggris pada akhir dekade 1990an, namun didesain sedemikian rupa

sehingga sangat relevan untuk kawasan sedang berkembang, khususnya Indonesia.

Adapun prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam konsep pendekatan sustainable livehood

mechanism, adalah:

Landasan etika pembangunan adalah ekosentrisme, yaitu menghargai kesejajaran antara

kepentingan manusia dan alam secara seimbang. Artinya, manusia dan alam hidup seiring

Page 12: tugas perdes

sejalan dan memiliki hak serta kewajiban yang sama. Etika ini menghindari perilaku eksploitatif

terhadap alam yang berlebihan demi pencapaianderajat kesejahteraan manusia.

Ideologi environmentalisme dan eco-modernisme melandasi gerakan sosial masyarakat dalam

berperilaku dan menyikapi pelestarian lingkungan. Ideologi ini tetap menempatkan pencapaian

kehidupan manusia yang sejahtera, dalam waktu yang bersamaan tetap memandang penting

pula untuk mengupayakan penyelamatan dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan

demi kehidupan manusia dan alam itu sendiri.

Mengubah persepsi tentang pembangunan dari ciri eksploitatif ke ciri kearifan terhadap alam.

Konsep rural sustainable development selalu mengintegrasikan kepentingan alam dan manusia

dalam satu kesatuan paket-kepentingan yang diperjuangkan secara bersama-sama.

Pendekatan participatory sustainable community empowerment yang menyertai proses-proses

pengambilan keputusan, mengindikasikan adanya komitmen yang kuat atas pencapaian cita-cita

keadilan lingkungan.