Tugas Novel

59
TUGAS BAHASA INDONESIA SEJARAH SASTRA INDONESIA DIBUAT OLEH : ZIAD ABQORI S RIFKI RYAN RESTU ADI FERYAN CHALID FADEL RIVALDI ADISTA DHIAR IHSAN MUAMMAR DHIMAS AGIL

Transcript of Tugas Novel

TUGAS BAHASA INDONESIA

SEJARAH SASTRA INDONESIA

DIBUAT OLEH :ZIAD ABQORI S

RIFKI RYANRESTU ADI

FERYAN CHALIDFADEL RIVALDIADISTA DHIAR

IHSAN MUAMMARDHIMAS AGIL

DELVANI

SMP 12 PGRI

JAKARTA

Sejarah Sastra IndonesiaSastra Indonesia, adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara. Istilah “Indonesia” sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah poltik di wilayah tersebut.

Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura.

Periodisasi SastraSastra Indonesia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:

(a) lisan

(b) tulisan

Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:

Angkatan Pujangga Lama

Angkatan Sastra Melayu Lama

Angkatan Balai Pustaka

Angkatan Pujangga Baru

Angkatan 1945

Angkatan 1950 – 1960-an

Angkatan 1966 – 1970-an

Angkatan 1980 – 1990-an

Angkatan Reformasi

Angkatan 2000-an

Angkatan 2010

Pujangga LamaPujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-Raniri.[1]

Karya Sastra Pujangga LamaSejarah

Sejarah Melayu (Malay Annals)

HikayatHikayat Abdullah

Hikayat Aceh

Hikayat Amir Hamzah

Hikayat Andaken Penurat

Hikayat Bayan Budiman

Hikayat Djahidin

Hikayat Hang Tuah

Hikayat Iskandar Zulkarnain

Hikayat Kadirun Hikayat Kalila dan Damina

Hikayat Masydulhak

Hikayat Pandawa Jaya

Hikayat Pandja Tanderan

Hikayat Putri Djohar Manikam

Hikayat Sri Rama

Hikayat Tjendera Hasan

Tsahibul Hikayat

Syair

Syair Bidasari

Syair Ken Tambuhan

Syair Raja Mambang Jauhari

Syair Raja Siak

Kitab agama

Syarab al-’Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri

Asrar al-’Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri

Nur ad-Daqa’iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai

Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri

Sastra Melayu LamaKarya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 – 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti “Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya”, orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.

Karya Sastra Melayu LamaRobinson Crusoe (terjemahan)

Lawan-lawan Merah

Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)

Graaf de Monte Cristo (terjemahan)

Kapten Flamberger (terjemahan)

Rocambole (terjemahan)

Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)

Bunga Rampai oleh A.F van Dewall

Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe

Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan

Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya

Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)

Cerita Nyi Paina

Cerita Nyai Sarikem

Cerita Nyonya Kong Hong Nio Nona Leonie

Warna Sari Melayu oleh Kat S.J

Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan

Cerita Rossina

Nyai Isah oleh F. Wiggers

Drama Raden Bei Surioretno

Syair Java Bank Dirampok

Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang

Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen

Tambahsia

Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo

Nyai Permana

Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo)

dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya

Angkatan Balai PustakaAngkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.

Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.

Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai “Raja Angkatan Balai Pustaka” oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah “novel Sumatera”, dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.[2]

Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka [Merari Siregar] [Azab dan Sengsara](1920) [Binasa kerna Gadis Priangan](1931) [Cinta dan Hawa Nafsu] [Marah Roesli] [Siti Nurbaya](1922) [La Hami] (1924) [Anak dan Kemenakan](1956 [Muhammad Yamin][Tanah Air (novel)|Tanah Air](1922) [Indonesia, Tumpah Darahku] (1928) [Kalau Dewi Tara Sudah Berkata][Ken Arok dan Ken Dedes] (1934) [Nur Sutan Iskandar][Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan] (1923) [Cinta yang Membawa Maut](1926) [Salah Pilih](1928) [Karena Mentua](1932) [Tuba Dibalas dengan Susu]] (1933) [Hulubalang Raja] (1934) [Katak Hendak Menjadi Lembu] (1935) [Tulis Sutan Sati] [Tak Disangka](1923) [Sengsara Membawa Nikmat] (1928) [Tak Membalas Guna](1932) [Memutuskan Pertalian](1932) [Adinegoro|Djamaluddin Adinegoro] [Darah Muda] (1927) [Asmara Jaya](1928) [Abas Soetan Pamoentjak] [Pertemuan](1927

[Abdul Muis] [Salah Asuhan]] (1928) [Pertemuan Djodoh](1933) [Aman Datuk Madjoindo] [Menebus Dosa](1932) [Si Cebol Rindukan Bulan] (1934) [Sampaikan Salamku Kepadanya] (1935)

Pujangga BaruPujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.

Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka

(tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :

Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah

Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.

[sunting]

Penulis dan Karya Sastra Pujangga BaruSutan Takdir Alisjahbana

Dian Tak Kunjung Padam (1932)

Tebaran Mega – kumpulan sajak (1935)

Layar Terkembang (1936)

Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940)

Hamka

Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)

Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939)

Tuan Direktur (1950)

Didalam Lembah Kehidoepan (1940)

Armijn Pane

Belenggu (1940)

Jiwa Berjiwa

Gamelan Djiwa – kumpulan sajak (1960)

Djinak-djinak Merpati – sandiwara (1950)

Kisah Antara Manusia – kumpulan cerpen (1953)

Sanusi Pane

Pancaran Cinta (1926)

Puspa Mega (1927)

Madah Kelana (1931)

Sandhyakala Ning Majapahit (1933)

Kertajaya (1932)

Tengku Amir Hamzah

Nyanyi Sunyi (1937)

Begawat Gita (1933)

Setanggi Timur (1939) Roestam Effendi

Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan

Pertjikan Permenungan

Sariamin Ismail

Kalau Tak Untung (1933)

Pengaruh Keadaan (1937)

Anak Agung Pandji Tisna

Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)

Sukreni Gadis Bali (1936)

I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)

J.E.Tatengkeng

Rindoe Dendam (1934)

Fatimah Hasan Delais

Kehilangan Mestika (1935)

Said Daeng Muntu

Pembalasan

Karena Kerendahan Boedi (1941)

Karim Halim

Palawija (1944)

Angkatan 1945Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan ’45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik – idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan ’45 memiliki konsep seni yang diberi judul “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan ’45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945

Chairil Anwar

Kerikil Tajam (1949)

Deru Campur Debu (1949)

Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar

Tiga Menguak Takdir (1950)

Idrus

Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)

Aki (1949)

Perempuan dan Kebangsaan

Achdiat K. Mihardja

Atheis (1949)

Trisno Sumardjo

Katahati dan Perbuatan (1952)

Utuy Tatang Sontani

Suling (drama) (1948)

Tambera (1949)

Awal dan Mira – drama satu babak (1962)

Suman Hs.

Kasih Ta’ Terlarai (1961)

Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)

Pertjobaan Setia (1940)

Angkatan 1950 – 1960-anAngkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.

Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 – 1960-anPramoedya Ananta Toer

Kranji dan Bekasi Jatuh (1947)

Bukan Pasar Malam (1951)

Di Tepi Kali Bekasi (1951)

Keluarga Gerilya (1951)

Mereka yang Dilumpuhkan (1951)

Perburuan (1950)

Cerita dari Blora (1952)

Gadis Pantai (1965)

Nh. Dini

Dua Dunia (1950)

Hati jang Damai (1960)

Sitor Situmorang

Dalam Sadjak (1950)

Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)

Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)

Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)

Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)

Mochtar Lubis

Tak Ada Esok (1950)

Jalan Tak Ada Ujung (1952)

Tanah Gersang (1964)

Si Djamal (1964)

Marius Ramis Dayoh

Putra Budiman (1951)

Pahlawan Minahasa (1957)

Ajip Rosidi

Tahun-tahun Kematian (1955)

Ditengah Keluarga (1956)

Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957)

Cari Muatan (1959)

Pertemuan Kembali (1961)

Ali Akbar Navis

Robohnya Surau Kami – 8 cerita pendek pilihan (1955)

Bianglala – kumpulan cerita pendek (1963)

Hujan Panas (1964)

Kemarau (1967) Toto Sudarto Bachtiar

Etsa sajak-sajak (1956)

Suara – kumpulan sajak 1950-1955 (1958)

Ramadhan K.H

Priangan si Jelita (1956)

W.S. Rendra

Balada Orang-orang Tercinta (1957)

Empat Kumpulan Sajak (1961)

Ia Sudah Bertualang (1963)

Subagio Sastrowardojo

Simphoni (1957)

Nugroho Notosusanto

Hujan Kepagian (1958)

Rasa Sajangé (1961)

Tiga Kota (1959)

Trisnojuwono

Angin Laut (1958)

Dimedan Perang (1962)

Laki-laki dan Mesiu (1951)

Toha Mochtar

Pulang (1958)

Gugurnya Komandan Gerilya (1962)

Daerah Tak Bertuan (1963)

Purnawan Tjondronagaro

Mendarat Kembali (1962)

Bokor Hutasuhut

Datang Malam (1963)

Angkatan 1966 – 1970-anAngkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.

Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966Taufik Ismail

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia

Tirani dan Benteng

Buku Tamu Musim Perjuangan

Sajak Ladang Jagung

Kenalkan

Saya Hewan

Puisi-puisi Langit

Sutardji Calzoum Bachri

O

Amuk

Kapak

Abdul Hadi WM

Meditasi (1976)

Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)

Tergantung Pada Angin (1977)

Sapardi Djoko Damono

Dukamu Abadi (1969)

Mata Pisau (1974)

Goenawan Mohamad

Parikesit (1969)

Interlude (1971)

Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)

Seks, Sastra, dan Kita (1980)

Umar Kayam

Seribu Kunang-kunang di Manhattan

Sri Sumarah dan Bawuk

Lebaran di Karet

Pada Suatu Saat di Bandar Sangging

Kelir Tanpa Batas

Para Priyayi

Jalan Menikung

Danarto

Godlob

Adam Makrifat

Berhala

Nasjah Djamin

Hilanglah si Anak Hilang (1963)

Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)

Putu Wijaya

Bila Malam Bertambah Malam (1971)

Telegram (1973)

Stasiun (1977)

Pabrik

Gres

Bom Djamil Suherman

Perjalanan ke Akhirat (1962)

Manifestasi (1963)

Titis Basino

Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)

Lesbian (1976)

Bukan Rumahku (1976)

Pelabuhan Hati (1978)

Pelabuhan Hati (1978)

Leon Agusta

Monumen Safari (1966)

Catatan Putih (1975)

Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)

Hukla (1979)

Iwan Simatupang

Ziarah (1968)

Kering (1972)

Merahnya Merah (1968)

Keong (1975)

RT Nol/RW Nol

Tegak Lurus Dengan Langit

M.A Salmoen

Masa Bergolak (1968)

Parakitri Tahi Simbolon

Ibu (1969)

Chairul Harun

Warisan (1979)

Kuntowijoyo

Khotbah di Atas Bukit (1976)

M. Balfas

Lingkaran-lingkaran Retak (1978)

Mahbub Djunaidi

Dari Hari ke Hari (1975)

Wildan Yatim

Pergolakan (1974)

Harijadi S. Hartowardojo

Perjanjian dengan Maut (1976)

Ismail Marahimin

Dan Perang Pun Usai (1979)

Wisran Hadi

Empat Orang Melayu

Jalan Lurus

Angkatan 1980 – 1990-anKarya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.

Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.

Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.

Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa

romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.

Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.

Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980

Ahmadun Yosi Herfanda

Ladang Hijau (1980)

Sajak Penari (1990)

Sebelum Tertawa Dilarang (1997)

Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)

Sembahyang Rumputan (1997)

Y.B Mangunwijaya

Burung-burung Manyar (1981)

Darman Moenir

Bako (1983)

Dendang (1988)

Budi Darma

Olenka (1983)

Rafilus (1988)

Sindhunata

Anak Bajang Menggiring Angin (1984)

Arswendo Atmowiloto

Canting (1986)

Hilman Hariwijaya

Lupus – 28 novel (1986-2007)

Lupus Kecil – 13 novel (1989-2003)

Olga Sepatu Roda (1992)

Lupus ABG – 11 novel (1995-2005)

Dorothea Rosa Herliany

Nyanyian Gaduh (1987)

Matahari yang Mengalir (1990)

Kepompong Sunyi (1993)

Nikah Ilalang (1995)

Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)

Gustaf Rizal

Segi Empat Patah Sisi (1990)

Segi Tiga Lepas Kaki (1991)

Ben (1992)

Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)

Remy Sylado

Ca Bau Kan (1999)

Kerudung Merah Kirmizi (2002)

Angkatan Reformasi

Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang “Sastrawan Angkatan Reformasi”. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.

Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra — puisi, cerpen, dan novel — pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi

Widji Thukul

Puisi Pelo

Darman

[sunting]

Angkatan 2000-an

Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya “Sastrawan Angkatan 2000″. Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000

Ayu Utami

Saman (1998)

Larung (2001)

Seno Gumira Ajidarma

Atas Nama Malam

Sepotong Senja untuk Pacarku

Biola Tak Berdawai

Dewi Lestari

Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)

Supernova 2.1: Akar (2002)

Supernova 2.2: Petir (2004)

Habiburrahman El Shirazy

Ayat-Ayat Cinta (2004)

Diatas Sajadah Cinta (2004)

Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)

Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)

Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)

Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)

Dalam Mihrab Cinta (2007)

Andrea Hirata

Laskar Pelangi (2005)

Sang Pemimpi (2006)

Edensor (2007)

Maryamah Karpov (2008)

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2010

Dengan lahirnya sastrawan angkatan 2000an maka sebagai tindak lanjut perkembangan sastra di Indonesia maka pada tahun 2010 tumbuhlah sastrawan angkatan 2010 yang akan bersama dengan sastrawan angkatan 200an untuk memperjuangkan hak-hak penulis dan dari karya yang banyak berebdeli karena terkait kondisi politik dan ekonomi negara serta tindak-tindak kriminal

angkataaaaan ini di pelopori Tosa spd.diantara sastrawan angkatan 2010 antara lain sebagai berikut

Tosa spd

lukisan jiwa (2009)Antologi puisi

melan conis (2009)

Toni Saputra

Nurani Soyo Mukti

Sinopsis Novel: Salah AsuhanHanafi adalah pemuda pribumi asal Minangkabau. Sesungguhnya, ia termasuk orang yang sangat beruntung dapat bersekolah di Betawi sampai tamat HBS. Ibunya yang sudah janda, memang berusaha agar anaknya tidak segan-segan menitipkan Hanafi pada keluarga Belanda walaupun utnuk pembiayaannya ia harus meminta bantuan mamaknya, Sutan Batuah. Setamat HBS, Hanafi kembali ke Solok dan bekerja sebagai klerek di kantor Asisten Residen Solok. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi komis (lihat halaman 27).Pendidikan dan pergaulan yang serba Belanda, memungkikan Hanafi berhubungan erat dengan Corrie De Busse, gadis Indo-Perancis. Hanafi kini merasa telah bebas dari kungkungan tradisi dan adat negerinya. Sikap, pemikiran dan cara hidupnya juga sudah kebarat-baratan. Tidaklah heran jika hubungannya dengan Corrie ditafsirkan lain oleh Hanafi karena ia kini sudah bukan lagi sebagai orang “inlander”

(bangsa pribumi yang di jajah oleh Belanda). Oleh karena itu, ketika Corrie datang ke Solok dalam rangka mengisi liburan sekolahnya, bukan main senangnya hati Hanafi. Ia dapat berjumpa kembali dengan sahabat dekatnya.Hanafi mulai merasakan tumbuhnya perasaan asmara. Sikap Corrie terhadapnya juga dianggap sebagai gayung bersambut kata terjawab. Maka, betapa terkejutnya Hanafi ketika ia membaca surat dari Corrie. Corrir mengingatkan bahwa perkawinan campuran bukan hanya tidak lazim untuk ukuran waktu itu, tetapi juga akan mendatangkan berbagai masalah. “Timur tinggal timur, Barat tinggal Barat, tak akan dapat ditumbuni jurang yang membatasi kedua bahagian itu” (lihat halaman 59). Perasaan Corrie sendiri sebenarnya mengatakan lain. Namun, mengingat dirinya yang Indo—dan dengan sendirinya prilaki dan sikap hidupnya juga berpijak pada kebudayaan barat—serta Hanafi yang pribumi, yang tidak akan begitu saja dapat melepaskan akar budaya leluhurnya.Dalam surat Corrie selanjutnya, ia meminta agar Hanafi mau memutuskan pertallian hubnungannya itu. Surat itu membuat Hafani patah semangat. Ia pun kemudian sakit. Ibunya berusaha menghibur agar anak satu-satunya itu, sehat kembali. Di saat itu pula ibunya menyarankan agar Hanafi bersedia menikah dengan Rapiah, anak mamaknya. Sutan Batuah. Ibunya menerangkan bahwa segala biaya selama ia bersekolah di Betawi tidak lain karena berkat uluran tangan mamaknya, Sutan Batuah. Hanafi dapat mengerti dan ia menerima Rapiah sebagai istrinya.Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Rapiah, rupanya tak berjalan mulus. Hanafi tidak merasa bahagia, meskipun dari hasil perkawinannya dengan Rapiah, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Syafei. Hanafi beranggapan bahwa penyebabnya adalah Rapiah. Rapiah kemudian menjadi tempat segala kemarahan Hanafi. Meskipun Rapiah diperlakukan begitu oleh Hanafi, Rapiah tetap bersabar.Suatu ketika, setelah mendamprat Rapiah, ia duduk termenung seorang diri di kebun. Ibunya menghampiri anaknya dan berusaha menyadarkan kembali kelakukan anaknya yang sudah lewat batas itu. Namun, Hanafi justru menanggapinya dengan cara cemooh. Di saat yang sama, tiba-tiba seekor anjing gila menggigit tangan Hanafi.

Dokter segera memeriksa gititan anjing gila pada tangan Hanafi. Dokter menyarankan agar Hanafi berobat ke Betawi. Anjuran dokter itu sangat menyenangkan hatinya. Sebab, bagaimanapun, kepergiannya ke Betawi itu sekaligus memberi kesempatan kepada untuk bertemu dengan Corrie.Suatu peristiwa yang sangat kebetulan terjadi. Dalam suatu kecelakaan yang dialami Corrie, Hanfi yang sedang berada di Betawi, justru menjadi penolong Corrie. Pertemuan itu sangat menggembirakan keduanya. Corrie yang sudah ditinggal ayahnya, mulai menyadari bahwa sebenarnya bahwa ia memerlukan sahabat. Pertemuan itu telah membuat Hanafi mengambil suatu keputusan. Ia bermaksud tetap tinggal di Betawi, Untuk itu, ia telah pula mengurus kepindahan pekerjaannya. Setelah itu, ia mengurus surat persamaan hak sebagai bangsa Eropa. Dengan demikian, terbukalah jalan untuk segera menceraikan Rapiah, sekaligus meluruskan jalan baginya untuk mengawini Corrie.Semua rencana Hanafi berjalan lancar. Namun, kini justru Corrie yang menghadapi berbagai persoalan. Tekadnya untuk menikah dengan Hanafi mendapat antipati dari teman-teman sebangsanya. Akhirnya, dengan cara diam-diam mereka melangsungkan pernikahan.Sementara itu, Rapiah yang resmi dicerai lewat surat yang dikirim Hanafi, tetap tinggal di Solok bersama anaknya, Syafei, dan ibu Hanafi.Adapun kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidaklah seindah yang mereka bayangkan. Teman-teman mereka yang mengetahui perkawinan itu, mulai menjauhi. Di satu pihak menggapnya Hanafi besar kepala dan angkuh, tidak menghargai bangsanya sendiri. Di lain pikah, ia menganggap Corrie telah menjauhkan diri dari pergaulan dan kehidupan Barat. Jadi, keduanya tidak lagi mempunyai status yang jelas, tidak ke Barat tidak juga ke Timur. Inilah awal malapetaka dalam kehidupan rumah tangga mereka.Kehidupan rumah tangga mereka kini terasa bagai bara api nera dunia. Corrie yang semua supel dan lincah, kini menjadi nyonya pendiam. Kemudian Hanafi, kembali menjadi suami yang kasar dan bengis, bahkan Hanafi selalu diluputi perasaan curiga dan selalu berprasangka buruk, lebih-lebih lagi Corrie sering dikunjungi Tante Lien, soerang mucikari.Puncak bara api itu pun terjadi. Tanda diselidiki terlebih dahulu, Hanafi telah menuduh istrinya berbuat serong, tentu sajaa, Corrie tidak mau dituduh dan diperlakukan sekehendak hati suaminya. Maka, dengan ketepatan hati, Corrie minta diceraikan. “Sekarang kita bercerai, buat seumur hidup…. Bagiku tidak menjadi kepentingan, karena aku tidak sudi menjadi istri lagi dan habis perkara” (lihat halaman 183). Setelah itu, Corrie meninggalkan Betawi dan berangkat ke Semarang. Ia bekerja di sebuah panti asuhan.Segala kejadian itu membuat Hanafi menyadari bahwa sebenarnya istrinya tidak bersalah. Ia menyesal dan mencora menyusul Corrie. Namun, sia-sia. Corrie tetap pada pendiriannya. Perasaan berdosa makin menambah beban penderitaan Hanafi, ditambah lagi, teman-temannya makin menjauhi. Hanfi dipandang sebagai seorang suami yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Dalam keadaan demikian, barulah ia menyesal sejadi-jadinya. Ia juga ingat kepada ibu, istri, dan anaknya di Solok.Akibat tekanan batin yang berkelanjutan, Hanafi jatuh sakit. Pada saat itu datang seorang temannya yang mengatakan tentang pandangan orang terhadapnya. Ia sadar dan menyesal. Ia kembali bermaksud minta maaf kepada Corrie dan mengajaknya rujuk kembali. Ia pergi ke Semarang, namun rupanya, pertemuamnnya dengan Corrie di Semarangan merupakan pertemuan terkahir. Corrie terserang penyakit kolera yang kronis. Sebelum mengehembuskan nafasnya yang terakhir, Corrie bersedia memaafkan kesalahan Hanafi. Perasaan menyesal dan berdosa tetap membuat Hanafi sangat menderita. Batinnya goncang, ia pun jatuh sakit.

Setelah sembuh Hanafi bermaksud pulang ke kampungnya. Ia ingin minta maaf kepada ibunya dan Rapiah, istrinya. Di samping itu ia juga ingin melihat keadaan anaknya sekarang. Ia berharap agar anaknua kelak tidak mengikuti jejak ayahnya yang sesat. Dengan kebulatan hatinya, berangkatlah Hanafi kembali tanah kelahirannya.Catatan penting

• Novel pertama Abdul Muis ini secara tematik tidak lagi mempermasalahkan adat kolot yang sering sudah tidak sejalan lagi dengan kemajuan zaman, melainkan jelas hendak mempetanyakan kawin campur antar bangsa. Dilihat dari perkembangannya sejak Siti Nurbaya, tampak jelas adanya pergeseran tema, persoalannya tidak lagi kawin adat, kawin antarsuku, tetapi kawin antarbangsa. Ternyata persoalannnya tidak sederhana, ia menyangkut perbedaan adat istiadat, tradisi, agama, budaya, serta sikap hidup yang tidak mudah ditinggalkan.

SInopsis Novel Di Bawah Lindungan Ka’bahNovel Di Bawah Lindungan Kabah ditulis oleh Hamka, novel ini sangat cocok dibaca oleh semua kalangan, karena mengajak kita untuk tidak membedakan padangan dari segi harta duniawi tapi dari kecintaan patuh pada perintah-Nya. Novel ini menceritakan dua insan yang dilanda asmara dalam suasana tragis, yang satu prihatin sejak kecil yang satunya lagi dilanda sakit yang parah, keduanya meninggal hampir bersamaan pada tempat yang berbeda,Novel kedua Hamka (= Haji Abdul Malik Karim Amarullah) ini pertama kali di terbitkan  Balai Pustaka (1983) hingga cetakan VI. Setelah cetakan VII sampai cetakan terakhir ini diterbitkan Bulan Bintang. “Dengan mengambil tempat bermainya sebagai cerita di negeri Arab

dan dengan memajukan falsafah keislaman, roman Di Bawah Lingkungan Kabah ini menjadi suatu roman yang bercorak dan beraliran keislaman.” Demikian pendapat H.B. Jassin dalam bukunyaKesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei 1 (Gramedia, 1985; hlm. 46 ). Walaupun dalam soal kemurungan,Di Bawah Lindungan Kabah, masih terasa tak berbeda jauh dalam karya pertamanya, Di Jemput Mamaknya (1930). Namun, dalam napas keislamaan, Di Bawah Lindungan Kabah jauh lebih kuat. Di samping itu, latar tempat kejadian di Mekah itu, ternyata juga sangat mendukung suasana murung dan kepedihan jiwa tokoh utamanya, Hamid.

Jika dibandingkan dengan cerpen panjang Al-Manfaluthi, Al-Yatim, novel Di bawah Lindungan Kabah pun, tampak –sedikit banyak-terpengaruh pula oleh karya pengarang Mesir itu (lihat juga ulasan pada ringkasan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Sungguh pun demikian, di dalamnya masih tampak jelas kritik Hamka terhadap adat perkawinan serta sikap para orang tua, yang mengaku islam, tetapi sebenarnya tidak berjiwa islam.Untuk lebih jelasnya, inilah ringkasannya.Tanpa memberi tahu siapa pun, Hamid meninggalkan kampungnya menuju Siantar, Medan. Kepergiannya kali ini bukan lagi untuk menuntut ilmu di sekolah, seperti yang ia lakukan beberapa tahun yang lalu. Hamid, ibarat orang sudah “jatuh tertimpa tangga pula”. Setelah Haji Jafar, orang yang selama ini banyak menolongnya, berpulang ke rahmatullah, tak lama kemudian ibu kandung yang dicintainya menyusul pula ke alam baka. Hamid kini tinggal sebatang kara. Ayahnya telah meninggal ketika ia berusia empat tahun. Dalam kemalangannya itu, mamak Asiah dan anaknya, Zainab, tetap menganggapnya sebagai keluarga sendiri. Oleh karena itu, Mak Asiah begitu yakin terhadap Hamid untuk dapat membujuk Zainab agar mau dikawinkan dengan saudara dari pihak mendiang suaminya. Dengan berat hati, Hamid mengutarakan maksud itu walaupun yang sebenarnya, ia sangat mencintai Zainab. Namun, karena Zainab anak orang kaya di kampung itu, ia tak berani mengutarakan rasa cintanya itu.Setibanya di Medan, Hamid sempat menulis surat kepada Zainab. Isi surat itu mengandung arti yang sangat dalam tentang perasaan hatinya. Namun, apa mau di kata, ibarat bumi dengan langit, rasanya tak mungkin keduanya bersatu. Meninggalkan kampung halamanya berikut orang yang dicintainya adalah salah satu jalan terbaik. Begitu menurut pikiran HamidDari Medan, Hamid meneruskan perjalanan ke Singapura dan akhirnya ia sampailah di tanah suci, Mekah. Di Mekah ia tinggal dengan seorang Syekh, yang pekerjaanya menyewakan tempat bagi orang-orang yang akan menunaikan ibadah haji.Telah setahun Hamid tinggal di kota suci itu. Pada musim haji, banyaklah orang datang dari berbagai penjuru. Tanpa di duganya, teman sekampungnya, menyewa pula tempat Syekh itu. Orang yang baru datang itu bernama Saleh, suami Rosna, yang hendak menuntut ilmu agama di Mesir setelah ibadah haji selesai.Dari pertemuan yang tak disangka-sangka itu, ternyata banyak sekali berita dari kampung halaman-terutama berita tentang Zainab-yang sejak di tinggalkan Hamid dan tidak jadi di kawainkan dengan saudara ayahnya itu, kini sedang dalam keadaan sakit-sakitan. Hamid sangat senang hatinya mendengar kabar itu, tetapi ia harus menyelesaikan  ibadah hajinya yang tinggal beberapa hari. Ia bermaksud segera pulang ke kampung. Sementara itu Saleh, teman Hamid, segera mengirim surat kepada istrinya. Surat Saleh diterima istrinya yang segera pula meberitahukannya kepada Zainab. Alangkah senang hati Zainab mengetahui bahwa orang yang di cintainya ternyata masih ada. Namun, penyakit yang diterima Zainab makin hari makin parah. Dengan segala kekuatan tenaganya ia menulis surat untuk orang yang dikasihinya (hlm.71).Surat yang dikirim Zainab diterima Hamid. Namun, rupanya isi surat itu sangat mempengaruhinya. Dua hari setelah itu, bersmaan keberangkatan para jemaah haji ke Arafah guna mengerjakan wukuf, kesehatan Hamid terganggu. Walaupun demikian, Hamid tetap menjalankan perintah suci itu.Sekembalinya Hamid dari Arafah, suhu badanya semakin tinggi. Apalagi di Arafah, udaranya sangat panas. Hamid tak mau menyentuh makanan sehingga badanya menjadi lemah. Pada saat yang sama, surat dari Rosna di terima Saleh yang menerangkan bahwa Zainab telah wafat. Kendati Hamid dalam keadaan lemah, ia mengetahui bahwa ada surat dari kampunganya. Firasatya begitu kuat pada berita surat yang di sembunyikan Saleh. Hamid menanyakan isi surat

itu. Dengan berat hati Saleh menerangkan musibah kematian Zainab. “O, jadi Zainab telah mendahului kita?” tanyanya pula (hl.77).Ketika akan berangkat ke Mina, Hamid tak sadarkan diri. Temannya, Saleh, terpaksa mengupah orang Badui untuk membawa Hamid ke Mina. Dari situ mereka menuju Masjidil Haram-kemudian mengelilingi kabah sebanyak tujuh kali. Tepat diantara pintu kabah dan batu hitam, kedua orang Badui itu diminta berhenti. Hamid mengulurkan tangannya, memmegang kiswah samba memanjatkan doa yang panjang: “Ya Rabbi, Ya tuhanku, Yang maha Pengasih dan Penyayang!” Semakin lama suara Hamid semakin terdengar pelan. Sesaat kemudian, Hamid menutup matanya untuk selama-lamanya.

Sinopsis Novel Layar TerkembangMasih ingatkan tokoh wanita di Indonesia yang pernah berjuang melawan penjajah, tokoh wanita yang aktif di organisasi dalam menggerakan kaum wanita, tokoh wanita yang mengangkat emansipasi wanita? Jika masih ingat maka akan lebih asyik lagi jika membaca novel  Layar Terkembang, isi novel ini menurut saya menyampaikan pentingnya kaum wanita untuk beremansipasi dengan tidak meninggalkan kodrat wanita dan kondrat manusia yang selalu tidak lepas dari rasa cinta dan kasih sayang, novel ini sangat seru dibaca oleh para remaja.Sebagian besar kritikus sastra, antara lain, Aji Rosidi, Zuber Usman, Amal Hamzah, H.B. Jassin , maupun Teuw, menyebutkan novel Layar Terkembang sebagai novel bertendesi. Di antaranya juga ada yang berpendapat bahwa sifat dan pemikiran tokoh Tuti lebih menyerupai sebagai sifat dan pemikiran S. Takdir Alisjahbana, khususnya dalam usaha mengangkat harkat kaum wanita (Indonesia). Tokoh Tuti

yang digambarkan sebagai wanita modern yang aktif dalam berbagai  kegiatan organisasi, memang tidak sedikit melontarkan gagasan progresif. Ia juga selalu merasa terpanggil untuk ikut terjun memajukan bangsanya sendiri, khususnya kaum wanita. “Karya penting ketiga diantara roman-roman sebelum perang menurut anggapan umum, ialah Layar Terkembang ….’’ Demikian Tulis Teeuw (Sastra Baru Indonesia 1, 1980).Bagi yang memerlukan ringkasan novelnya dapat di baca di bawah ini.Tuti adalah putri sulung Raden Wiriaatmadja. Ia di kenal sebagai seorang gadis yang berpendirian teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi wanita. Watak Tuti yang selalu serius dan cenderung pendiam, sangat berbeda dengan adiknya, Maria. Ia seorang gadis yang lincah dan periang. Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika sedang asyik melihat-lihat akuarium, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlajut dengan perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang mahasiswa sekolah tinggi kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggal di Martapura, Sumatra Selatan.Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan di antaranya Tuti dan Maria pulang. Bagi Yusuf, pertemuan itu ternyata berkesan cukup mendalam. Ia selalu terigat kepada kedua gadis itu, dan terutama Maria. Kepada gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih banyak tertumpah. Menurutnya, wajah Maria yang cerah dan berseri-seri serta bibirnya yang selalu tersenyum itu, memancarkan semangat hidup yang dinamis. Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia bertemu lagi dengan Tuti dan Maria di depan hotel Den Ides. Yusuf pun kemudian dengan senang hati, menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup hangat mereka bercakap-cakap mengenai berbagai hal.Sejak itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap. Sementara itu, Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak sudah bukan lagi hubungan persahabatan biasa. Tuti sendiri disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam kongres yang berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan emansipasi wanita; suatu petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk memajukan kaumnya.Pada masa liburan, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura. Sesunguhnya, ia bermaksud menghabiskan masa liburannya bersama keindahan alam tanah leluhurnya. Namun,

ternyata, ia tak dapat menghilangkan rasa rindunya kepada Maria. Dalam keadaan demikian, datang pula kartu pos dari Maria yang justru membuatnya makin diserbu rindu. Berikutnya, surat Maria datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalanan bersama Rukamah, saudara sepupunya  yang tinggal di Bandung. Setelah membaca surat itu, Yusuf memutuskan untuk kembali ke Jakarta, kemudian menyusul sang kekasih ke Bandung. Setelah mendapat restu ibunya, pemuda iu pun segera meninggalkan Martapura. Kedatangan Yusuf tentu saja di sambut hangat oleh Maria dan Tuti. Kedua sejoli itu pun lalu melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di sekitar air terun di Dago. Dalam kesempatan itulah, Yusuf menyatakan cintanya kepada Maria.Sementara hari-hari Maria penuh dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banyak menghabiskan waktu nya dengan membaca buku. Sungguhpun demkian, pikiran Tuti tidak urung diganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat pula ia pada teman sejawatnya, Supom. Lelaki itu pernah mengirimkan surat cintanya kepada Tuti.Ketika Mari mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan sabar. Saat itulah tiba adik Supomo yang ternyata di suruh Supomo untuk meminta jawaban Tuti perihal keinginannya untuk menjalin cinta dengannya. Sungguhpun gadis itu sebenarnya sedang merindukan cinta kasih seseorang, Supomo dipandangnya sebagai bukan lelaki idamannya. Maka, segera ia menulis surat penolakannya.Sementara itu, keadaan Maria makin bertambah parah. Kemudian diputuskan untuk merawatya di rumah sakit. Ternyata, menurut keterangan dokter, Maria mengidap penyakilt TBC. Dokter yang merawatnya  menyarankan agar Maria di bawa ke rumah sakit TBC di Pacet, Sindanglaya, Jawa Barat. Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan. Lebih dari pada itu, Maria mulai merasakan kondisi kesehatan yang makin lemah. Tampahnya, ia sudah pasrah menerima kenyataan.Pada suatu kesempatan, di saat Tuti dan Yusuf di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, di situlah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami-istri yang melewati hari-hari nya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga telah mampu  membimbing masyarakat sekitrnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupn mulia mengabdi kepada masyarakat, tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam kegiaan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan, tetapi juga di desa atau di masyarkat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini tampak makin akrab, kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun rupanya sudah tak dapat bebuat lebih banyak lagi . kemudian, setelah Maria sempat berpesan kepada Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah tangga, Maria menghembuskan nafasnya yang terakhir. ‘’Alangkah bahagianya saya di akhirat nanti, kalau saya tau , kakandak berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini….. Inilah permintan saya yang penghabisan , dan saya, saya tidak rela selama-lamanya, kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang lain’’ (hlm. 209). Demikianlah pesan terakhir almarhum, Maria. Lalu, sesuai dengan pesan tersebut, Yusuf dan Tuti akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali melangsungkan perkawinan karena cinta keduanya memang sudah tumbuh bersemi.

Ringkasan Novel: Azab dan SengsaraUmumnya, para pengamat sastra Indonesia menempatkan novel Azab dan sengsaraini sebagai novel pertama di Indonesia dalam khazanah kesusastraan Indonesia modern. Penempatan novel ini sebagai novel pertama lebih banyak didasarkan pada anggapan bahwa kesusastraan Indonesia modern lahir tidak dari peran berdirinya Balai Pustaka. 1917, yang cikal bakalnya berdiri tahun 1908. Sungguhpun sebenarnya tidak sedikit novel yang terbit sebelum Balai Pustaka berdiri, dalam hal pemakaian bahasa Melayu sekolahan, Azab dan Sengsara yang mengawalinya. Dalam konteks itulah novel ini menempati kedudukan penting.Tema Azab dan Sengsara sendiri yang mempermasalahkan perkawinan dalam hubungan nya dengan harkat dan martabat keluarga, bukanlah hal yang baru. Novel-novel yang terbit di luar Balai Pustaka-yang umumnya menggunakan bahasa Melayu rendah atau bahasa Melayu pasar-juga banyak yang bertema demikian. Novel bahasa Sunda, Baruang ka Nu Ngora (Racun Bagi Kaum Muda; 1914) karya D.K. Ardiwinata (1866-1947)

yang diterbitkan Balai Pustaka, juga bertema perkawinan dalam hubungannya dengan harkat dan martabat keluarga. Jadi, secara tematik, novel Azab dan Sengsara, belumlah secara tajam mempermasalahkan perkawinan dalam hubungannya dengan adat.Ini ringkasannyaAminuddin adalah anak Baginda Diatas, seorang kepala kampong yang terkenal kedermawanan dan kekayaannya. Masyarakat disekitar Sipirok amat segan dan hormat kepada keluarga itu. Adapun Mariamin, yang masih punya ikatan dengan keluarga itu, kini tergolong anak miskin. Ayah Mariamin, Sutan Baringin almarhum, sebenarnya termasuk keluarga bangsawan kaya. Namun, karena semasa hidupnya terlalu boros dan serakah, ia akhirnya jatuh miskin dan meninggal dalam keadaan demikian.Bagi Aminuddin, kemiskinan keluarga itu tidaklah menghalanginya unuk tetap bersahabat dengan Mariamin. Keduanya memang sudah berteman akrab sejak kecil dan terus meningkat hingga dewasa. Tanpa terasa benih cinta kedua remaja itu pun tumbuh subur. Belakangan, mereka sepakat untuk hidup bersama, membina rumah tangga. Aminuddin pun berjanji hendak mempersunting gadis itu jika kelak ia sudah bekerja. Janji pemuda itu akan segera dilaksanakan jika ia sudah mendapat pekerjaan di Medan. Aminuddin segera mengirim surat kepada kekasihnya bahwa ia akan segera membawa Mariamin ke Medan.Berita itu tentu saja amat menggermbirakan hati Mariamin dan ibunya yang memang selalu berharap agar kehidupannya segera berubah. Setidak-tidaknya, ia dapat melihat putrinya hidup bahagia.Niat Aminuddin itu disampaikan pula kepada kedua orang tuanya. Ibunya sama sekali tidak berkeberatan. Bagaimanapun, almarhum ayah Mariamin masih kakak kandungnya sendiri. Maka, jika putranya kelak jadi kawin dengan Mariamin, perkawinan itu dapatlah dianggap sebagai salah satu usaha menolong keluarga miskin itu.Namun, lain halnya pertimbangan Baginda Diatas, Ayah Aminuddin. Sebagai kepala kampung yang kaya dan disegani, ia ingin agar anaknya beristrikan orang yang sederajat. Menurutnya, putranya lebih pantas kawin dengan wanita dari keluarga kaya dan terhormat. Oleh karena itu, jika Aminuddin kawin dengan Mariamin, perkawinan itu sama halnya dengan merendahkan

derajat dan martabat dirinya. Itulah sebabbya, Baginda Diatas bermaksud menggagalkan niat putranya.Untuk tidak menyakiti hati istrinya, Baginda Diatas mengajaknya pergi ke seorang dukun untuk melihat bagaimana nasib anaknya jika kawin dengan Mariamin. Sebenarnya, itu hanya tipu daya Baginda Diatas. Oleh karena sebelumnya, dukun itu sudah mendapat pesan tertentu, yaitu memberi ramalan yang tidak menguntungkan rencana dan harapan Aminuddin. Mendengar perkataan si dukun bahwa Aminuddin akan mengalami nasib buruk jika kawin dengan Mariamin, ibu Aminuddin tidak dapatberbuat apa-apa selain menerima apa yang menurut suaminya baik bagi kehidupan anaknya.Kedua orang tua Aminuddin akhirnya meminang seorang gadis keluarga kaya yang menurut Baginda Diatas sederajat dengan kebangsawanan dan kekayaannya. Aminuddin yang berada di Medan, sama sekali tidak mengetahui apa yang telah dilakukan orang tuanya. Dengan penuh harapan, ia tetap menanti kedatangan ayahnya yang akan membawa Mariamin.Selepas peminangan itu, ayah Aminuddin mengirim telegram kepada anaknya bahwa calon istrinya akan segera dibawa ke Medan. Ia juga meminta agar Aminuddin menjemputnya di stasiun.Betapa sukacita Aminuddin setelah membaca telegram ayahnya. Ia pun segera mempersiapkan segala sesuatunya. Ia membayangkan pula kerinduannya pada Mariamin akan segera terobati.Namun, apa yang terjadi kemudian hanyalah kekecewaan. Ternyata, ayahnya bukan membawa pujaan hatinya, melainkan seorang gadis yang bernama Siregar. Sungguhpun begitu, sebagai seorang anak, ia harus patuh pada orang tua dan adapt negerinya. Aminuddin tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima gadis yang dibawa ayahnya. Perkawinan pun berlangsung dengan keterpaksaan yang mendalam pada diri Aminuddin. Berat hati pula ia mengabarkannya pada Mariamin.Bagi Mariamin, berita itu tentu saja sangat memukul jiwanya. Harapannya musnah sudah. Ia pingsan dan jatuh sakit sampai beberapa lama. Tak terlukiskan kekecewaan hati gadis itu.Setahun setelah peristiwa itu, atas kehendak ibunya, Mariamin terpaksa menerima lamaran Kasibun, seorang lelaki yang sebenarnya tidak diketahui asal-usulnya. Ibunya hanya tahu, bahwa Kasibun seorang kerani yang bekerja di Medan. Menurut pengakuan lelaki itu, ia belum beristri. Dengan harapan dapat mengurangi penderitaan ibu-anak itu, ibu Mariamin terpaksa menjodohkan anaknya dengan Kasibun. Belakangan diketahui bahwa lelaki itu baru saja menceraikan istrinya hanya karena akan mengawini Mariamin.Kasibun kemudian membawa Mariamin ke Medan. Namun rupanya, penderitaan wanita itu belum juga berakhir. Suaminya ternyata mengidap penyakit berbahaya yang dapat menular bila keduanya melakukan hubungan suami-istri. Inilah sebabnya, Mariamin selalu menghindar jika suaminya ingin berhubungan intim dengannya. Akibatnya, pertengkaran demi pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga itu tak dapat dihindarkan. Hal yang dirasakan Mariamin bukan kebahagiaan, melainkan penderitaan berkepanjangan. Tak segan-segan Kasibun menyiksanya dengan kejam.Dalam suasana kehidupan rumah tangga yang demikian itu, secara kebetulan, Aminuddin dating bertandang. Sebagaimana lazimnya kedatangan tamu, Mariamin menerimanya dengan senang hati, tanpa prasangka apa pun. Namun, bagi Kasibun, kedatangan Aminuddin itu makin mengobarkan rasa cemburu dan amarahnya. Tanpa belas kasihan, ia menyiksa istrinya sejadi-jadinya.

Tak kuasa menerima perlakuan kejam Kasibun, Mariamin akhirnya mengadu dan melaporkan tindakan suaminya kepada polisi. Polisi kemudian memutuskan bahwa Kasibun harus membayar denda dan sekaligus memutuskan hubungan tali perkawinan dengan Mariamin.Janda Mariamin akhirnya terpaksa kembali ke Sipirok, kampong halamannya. Tidak lama kemudian, penderitaay yang silih berganti menimpa wanita itu, sempurna sudah dengan kematiannya. “Azab dan sengsara dunia ini telah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jasad yang kasar itu.” (hlm. 163).

Ringkasan Novel: Siti Nurbaya

Sutan Mahmud Syah termasuk salah seorang bangsawan yang cukup terkenal di Padang. Penghulu yang sangat disegani dan dihormati penduduk disekitarnya itu, mempunyai putra bernama Samsulbahri, anak tunggal yang berbudi dan berprilaku baik. Bersebelahan dengan rumah Sutan Mahmud Syah, tinggal seorang Saudagar kaya bernama Baginda Sulaiman. Putrinya, Sitti Nurbaya, juga merupakan anak tunggal keluarga kaya-raya itu.Sebagaimana umumnya kehidupan bertetangga, hubungan antara keluarga Sutan Mahmud Syah dan keluarga Baginda Sulaiman, berjalan dengan baik. Begitu pula hubungan Samsulbahri dan Sitti Nurbaya. Sejak anak-anak sampai usia mereka menginjak remaja, persahabatan mereka makin erat. Apalagi, keduanya belajar di sekolah yang sama. Hubungan kedua remaja itu berkembang menjadi hubungan cinta. Perasaan tersebut baru mereka sadari ketika

Samsulbahri akan berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya.Sementara itu, Datuk Meringgih, salah seorang saudagar kaya di Padang, berusaha untuk menjatuhkan kedudukan Baginda Sulaiman. Ia menganggap Baginda Sulaiman sebagai saingannya yang harus disingkirkan, di samping rasa iri hatinya melihat harta kekayaan ayah Sitti Nurbaya itu. “Aku sesungguhnya tidak senang melihat perniagan Baginda Sulaiman, makin hari makin bertambah maju, sehingga berani ia bersaing dengan aku. Oleh sebab itu, hendaklah ia dijatuhkan,” demikian Datuk Meringgih berkata (hlm. 92). Ia kemudian menyuruh anak buahnya untuk membakar dan menghancurkan bangunan, took-toko, dan semua harta kekayaan Baginda Sulaiman.Akal busuk Datuk Meringgih berhasil. Baginda Sulaiman kini jatuh miskin. Namun, sejauh itu, ia belum menyadari bahwa sesungguhnya, kejatuhannya akibat perbuatan licik Datuk Meringgih. Oleh karena itu, tanpa prasangka apa-apa, ia meminjam uang kepada orang yang sebenarnya akan mencelakakan Baginda Sulaiman.Bagi Datuk Meringgih kedatangan Baginda Sulaiman itu ibarat “Pucuk dicinta ulam tiba”, karena memang hal itulah yang diharapkannya. Rentenir kikir yang tamak dan licik itu, kemudian meminjamkan uang kepada Baginda Sulaiman dengan syarat harus dapat dilunasi dalam waktu tiga bulan. Pada saat yang telah ditetapkan, Datuk Meringgih pun dating menagih janji.Malang bagi Baginda Sulaiman. Ia tak dapat melunasi utangnya. Tentu saja Datuk Meringgih tidak mau rugi. Tanpa belas kasihan, ia akan mengancam akan memenjarakan Baginda Sulaiman jika utangnya tidak segera dilunasi, kecuali apabila Sitti Nurbaya diserahkan untuk dijadikan istri mudanya.Baginda Sulaiman tentu saja tidak mau putrid tunggalnya menjadi korban lelaki hidung belang itu walaupun sbenarnya ia tak dapat berbuat apa-apa. Maka, ketika ia sadar bahwa dirinya tak sanggup untuk membayar utangnya, ia pasrah saja digiring polisi dan siap menjalsni hukuman. Pada saat itulah, Sitti Nurbaya keluar dari kamarnya dan menyatakan bersedia menjadi istri Datuk Meringgih asalkan ayahnya tidak dipenjarakan. Suatu putusan yang kelak akan menceburkan Sitti Nurbaya pada penderitaan yang berkepanjangan.

Samsulbahri, mendengar peristiwa yang menimpa diri kekasihnya itu lewat surat Sitti Nurbaya, juga ikut prihatin. Cintanya kepada Sitti Nurbaya tidak mudah begitu saja ia lupakan. Oleh karena itu, ketika liburan, ia pulang ke Padang, dan menyempatkan diri menengok Baginda Sulaiman yang sedang sakit. Kebetulan pula, Sitti Nurbaya pada saat yang sama sedang menjenguk ayahnya. Tanpa sengaja, keduanya pun bertemu lalu saling menceritakan pengalaman masing-masing.Ketika mereka sedang asyik mengobrol, datanglah Datuk Meringgih. Sifat Meringgih yang culas dan selalu berprasangka itu, tentu saja menyangka kedua orang itu telah melakukan perbuatan yang tidak pantas. Samsulbahri yang tidak merasa tidak melakukan hal yang tidak patut, berusaha membela diri dari tuduhan keji itu. Pertengkaran pun tak dapat dihindarkan.Pada saat pertengkaran terjadi, ayah Sitti Nurbaya berusaha datang ke tempat kejadian. Namun, karena kondisinya yang kurang sehat, ia jatuh dari tangga hingga menemui ajalnya.Ternyata ekor perkelahian itu tak hanya sampai di situ. Ayah Samsulbahri yang merasa maluatas tuduhan yang ditimpakan kepada anaknya, kemudian mengusir Samsulbahri. Pemuda itu terpaksa kembali ke Jakarta. Sementara Sitti Nurbaya, sejak ayahnya meninggal merasa dirinya telah bebas dan tidak perlu lagi tunduk dan patuh kepada Datuk Meringgih. Sejak saat itu ia tinggal menumpang bersama salah seorang familinya yang bernama Aminah.Sekali waktu, Sitti Nurbaya bermaksud menyusul kekasihnya ke Jakarta. Namun, akibat tipu muslihat dan akal licik Datuk Meringgih yang menuduhnya telah mencuri harta perhiasan bekas suaminya itu, Sitti Nurbaya terpaksa kembali ke Padang. Oleh karena Sitti Nurbaya tidak bersalah, akhirnya ia bebas dari tuduhan. Namun, Datuk Meringgih masih juga belum puas. Ia kemudian menyuruh seseorang untuk meracun Sitti Nurbaya. Kali ini, perbuatannya berhasil. Sitti Nurbaya meninggal karena keracunan.Rupanya, berita kematian Sitti Nurbaya membuat sedih ibu Samsulbahri. Ia kemudian jatuh sakit, dan tidak berapa lama kemudian meninggal dunia.Berita kematian Sitti Nurbaya dan ibu Samsulbahri, sampai juga ke Jakarta. Samsulbahri yang merasa amat berduka, mula-mula mencoba bunuh diri. Beruntung, temannya, Arifin, dapat menggagalkan tindakan nekat Samsulbahri. Namun, lain lagi berita yang sampai ke Padang. Di kota ini, Samsulbahri dikabarkan telah meninggal dunia.Sepuluh tahun berlalu. Samsulbahri kini telah menjadi serdadu kompeni dengan pangkat letnan. Ia juga sekarang lebih dikenal dengan nama Letnan Mas. Sebenarnya, ia menjadi serdadu kompeni bukan karena ia ingin mengabdi kepada kompeni, melainkan terdorong oleh rasa frustasinya mendengar orang-orang yang dicintainya telah meninggal. Oleh karena itu, ia sempat bimbang juga ketika mendapat tugas harus memimpin pasukannya memadamkan pemberontakan yang terjadi di Padang. Bagaimanapun, ia tak dapat begitu saja melupakan tanah leluhurnya itu. Ternyata pemberontakan yang terjadi di Padang itu didalangi oleh Datuk Meringgih.Dalam pertempuran me;awan pemberontak itu, Letnan Mas mendapat perlawanan cukup sengit. Namun, akhirnya ia berhasil menumpasnya, termasuk juga menembak Datuk Meringgih, hingga dalang pemberontak itu tewas. Namun, Letnan Mas luka parah terkena sabetan pedang Datuk Meringgih.Rupanya, kepala Letnan Mas yang terluka itu, cukup parah. Ia terpaksa dirawat dirumah sakit. Pada saat itulah timbul keinginan Letnan Mas untuk berjumpa dengan ayahnya. Ternyata, pertemuan yang mengharukan antara “Si anak yang hilang” dan ayahnya itu merupakan pertemuan terakhir sekaligus akhir hayat kedua orang itu. Oleh karena setelah Letnan Mas menyatakan bahwa ia Samsulbahri, ia mengembuskan napas di depan ayahnya sendiri. Adapun Sutan Mahmud Syah, begitu tahu bahwa Samsulbahri yang dikiranya telah meninggal beberapa

tahun lamanya tiba-tiba kini tergolek kaku menjadi mayat akhirnya pun meninggal dunia pada keesokan harinya.

Ringkasan Novel Sengsara Membawa NikmatPernahkah kita memaknai sebuah pantun seperti ini “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”, pantun terserbut akan semakna dengan pepatah seperti ini “belajarlah sejak dini agar kelak jadi mudah, berusaha keraslah sejak dini agar kelak mendapatkan hasil yang memuaskan, berdoalah dengan ikhlas agar kita mendapat berkah”. Dan pernahkah kita membawa novel yang berjudul Sengsara Membawa Nikmat? Jika belum pernah maka coba baca, mudah-mudahan menjadi sebuah hiburan.Novel Sengsara Membawa Nikmat, ditulis oleh Sutan Sati yang diterbitkan Balai Pustaka (cetakan pertama tahun 1929).  Setelah saya baca novel tersebut maka saya ringkas seperti ini, jika pembaca pernah membacanya maka bisa jadi ringkasannya akan berbeda.Dari judulnya, Sengsara Membawa Nikmat, tersirat akhir cerita

novel ini. Menurut Teeuw (Sastra Baru Indonesia 1, 1980), ’’Buku ini menarik terutama karena hidup dan lincahnya si pengarang membawa kita ke dalam suasana desa Minagkabau dengan kejadian sehari-hari dan segala reaksi manusiawinya.’’ (hlm 90). Temanya sendiri lebih banyak terpusat pada pengembaraan tokoh utamanya, Midun. Gambaran pengembaraanya sendiri terasa lebih realistis jika dibandingkan  dengan Muda Teruna karya Muhammad Kasim yang masih terasa  pengaruh bentuk hikayatnya. Begitu juga latar tempatnya tidak lagi di seputar wilayah sumatra saja, melainkan juga di jawa (Bogor dan Jakarta).Inilah ringkasannya.Tuanku Laras, kepala desa salah satu desa di Padang, mempunyai seorang keponakan bernama Kacak. Merasa mamaknya sebagai kepala desa yang disegani serta tergolong keluarga kaya, Kacak tak dapat menutupi kepohangan hatinya. Sikapnya yang angkuh dan sombong sungguh tak di sukai orang-orang di kampung itu. Berbeda debgan Kacak, Midun, anak sulung seorang petani biasa, justru selalu di sukai banyak orang. Ayahnya, sungguh berbuat baik. Itulah sebabnya, Midun belajar mengaji, sekaligus ilmu silat kepad guru mengajinya, Haji Abbas dan Pendekar Sulatan. Kemahiaran nya dalam ilmu bela diri itu pun, sama sekali tidak membuatnya sombong. Perilakunya tetap terpuji.Bagi kacak, perilaku Midun itu sangat menyebalkan. Ia tak senag orang-orang di kampungnya menyukai dan memuji tabiat pemuda miskin itu. Lalu, dicari-carinya kesalahan Midun. Lebih dari itu, Kaxak juga mengajaknya berkelahi. Namun dengan sabar Midun berusaha menghindari keributan. Ia meras lebih baik mengalah daripada ribut atau berkelahi yang tidak bermanfaat itu. Namun, kacak yabg menggap Midun sebagai musuhnya, justru menyerangnya secara membabi-buta. Berkat ilmu silat yang dimiliki pemuda penyabar itu, serangan-serangan Kacak selalu dapat dihindarinya. Terlalu mudah baginya mematahkan setiap serangan orang yang sudah dirasuk amarah itu.Ketika diketahui bahwa Midun berhasil menyelamatkan istri Kacak yang nyaris tenggelam terbawa arus sungai, dendam Kacak makin berkobar. Ia mengangap Midun telah melakukan perbuatan kurang ajar dan telah berani memegang wanita yang bukan istrinya. Lalu,untuk kedua kalinya,Kacak berusaha menyerang pemuda yab=ng telah menyelamtakn istrinya itu. Kali ini, Midun meladeninya, dan laki-laki tak tahudiri itu, dengan mudah dibuatnya jatuh-bangun.

Buntut peristiwa itu memaksa Midun menerima hukuman berupa keharusan mengerjakan apa saja yang di perinyahkan Tuanku Laras. Orang yang mengawasinya selama ia menjalani ‘’hukuman’’ itu tidak lain adalah Kacak sendiri. Pukulan dan caci-maki keponakan kepala desa itu pun, terpaksa di terima midun dengan pasrah.Rupanya, Kacak sendiri belum juga puas melihat Midun masih berkeliaran di desa itu. Ia pun bertekad untuk membunuhnya. Kemudian secara diam-diam,ia menyuruh Lenggang, seorang pembunuh bayaran,untuk melakukan rencananya. Siasat pun diatur. Sesuai dengan rencana, ketika Midun dan Maun,sahabatnya,mencari warung nasi saat berlangsung pacuan kuda, Lenggang tiba-tiba menyerang Midun dengan pisau terhunus. Beruntung,Midun dapat menggelak. Terjadilah perkelahian yang membuat panik orang-orang di sekitarnya.Polisi kemudian datang menangkap mereka. Setelah di periksa, Maun yang tak bersalah, diizinkan pulang. Sebaliknya, Midun dinyatakan bersalah. Ia ditahan dan dibawa ke penjara Padang. Kacak yang mendengar berita tersebut, merasa sangat senang. Orang yang ia anggap musuh itu, kini mendekam di penjara.Di penjara, Midun mengalami berbagai siksaan, baik yang dilakukan sipir-sipir penjara, maupun sesama tahanan lainya. Belakangan , tahanan lainya segan terhadapnya, sesudah ia berhasil membuat jagoan di penjara itu bertekuk lutut.Suatu hari,saat ia menyapu jalan, tugasnya sehari-hari, ia melihat seorang gadis duduk di bawah pohon kenari. Beberapa saat setelah wanita itu pergi, Midun melihat sebuah kalung berlian. Ia yakin, kalung itu tentu milik wanita tadi. Segera ia menemuinya untuk mengembalikan benda berharga itu. Inilah awal perkenalan Midun dengan Halimah, nama gadis itu.Perkenalan mereka terus berlanjut. Midun akhirnya tahu keadaan Halimah yang sebenarnya. Ternyata, wanita itu kini tinggal bersama ayah tirinya. Hal itu terpaksa ia lakukan setelah ibu Halimah meninggal dunia. Ia sebenarnya ingin meninggalkan ayah tirinya. Halimah kemudian meminta pertolongan Midun  agar membawanya kabur. Setelah Midun dinyatakan bebas, Midun segera membawa Halimah. Berkat pertolongan Pak Karto, seorang petugas yang bekerja sebagai pembantu penjara, Midun berhasil membawa  wanita itu ke Bogor, menemui ayah Halimah.Dua bulan Midun  tinggal bersama Halimah. Ia kemudian bermaksud mencari pekerjaan di Jakarta. Dalam perjalanan  ia berkenalan dengan orang Arab bernama Syekh Abdullah Al-Hadramut. Mengetahui maksud Midun pergi ke Jakarta, Syekh Abdullah memberi pinjaman uang untuk modal Midun berdagang. Dengan modal itulah ,Midun memulai usahanya yang ternyata lambat-laun terus mengalami kemajuan. Ketia Midun hendak mengembalikan uang pinjamannya, jumlah yang harus di bayar ternyata sudah membengkak. Ia baru sadar jika orang Arab itu rentenir. Tentu saja, Midun tak mau mengembalikan uang pinjamannya, dengan jumlah yang sedemikian besar.Namun, lintah darat itu ternyata punya akal licik. Midun harus memilih, membayar uang pinjaman berikut bunganya atau merelakan Halimah menjadi istri Syekh Arab yang rentenir itu. Halimah yang diperlakukan demikian oleh orang Arab itu, tentu saja marah dan menyatakan tidak sudi  menjadi istrinya. Persoalan ini ternyata kembali harus melibaykan Midun berurusan dengan polisi. Pengaduan orang Arab itu yang membuat midun kembali di tahan.Lepas dari tahanan, ia bermaksud pergi ke pasar baru. Tiba-tiba ia melihat seseorang sedang mengamuk dan hendak membunuh seorang sinyo. Tanpa pikir panjang,Midun turun tangan dan berhasil menyelamatkan sinyo itu. Sinyo itu kemudian membawa Midun kepada orang tuanya yang ternyata Tuan Hoofdcommissaris. Sebagai ungkapan terima kasih, kepala komisarisitu memberi Midun pekerjaan sebagai juru tulis. Tak lama sesudah itu, ia punmelaksanakan niatnya untuk menikahi Hlimah.

Sementara itu, karena Midun memperlihatkan prestasi yang baik dalam pekerjaanya, ia diangkat sebagai menteri polisi Tanjuk Priok.Suatu ketika, Midun di tugasi untuk menumpas penyelundupan di Medan. Ketika sedang menjalani tugasnya, secara kebetulan, ia bertemu dengan Manjau, adiknya. Dari adiknya itulah ia mendengar kabar bahwa ayahnya telah meninggal, sedangkan harta kekayaannya yang tidak terlalu banyak itu habis untuk biaya hidup, dan sebagian lagi diambil oleh keponakan ayahnya. Kabar ini tidak hanya membuat Midun merasa sedih, tetapi juga membuatnya merasa terpanggil untuk kembali ke kampung halamanya. Sekembalinya dari Medan, ia mengajukan permohonan kepada Hoofdcommissaris agar tugasnya di pindahkan ke kampung halamnya. Permohonan itu dikabulkan. Bahkan di tempat tugasnya yang baru, Midun diberi jabatan sebagai Asisten Demang.Kembalinya Midun ke kampung halamannya, tentu saja membuat Kacak yang kini menjadi penghulu kampung, merasa serba salah. Belakangan terbukti, Kacak telah menggelapkan uang negara. Ia pun kemudian di tangkap dan di jebloskan ke penjara Padang. Midun kemudian hidup bahagia bersama seluruh keluargannya.

SINOPSIS NOVEL | "DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM" karya Sutan Takdir Alisjahbana--- 

Dian yang Tak Kunjung Padam merupakan karya STA (Sutan Takdir Alisjahbana) yg pertama kali diterbitkan oleh PN. Balai Pustaka pd tahun 1932.Tokoh:Yasin, Molek, Raden Mahmud, Cek Siti, Ibu Yasin, Sayid Mustafa.

Suatu hari, Yasin, seorang pemuda yatim yang miskin secara kebetulan bertemu dengan seorang gadis cantik, putri seorang bangsawan Palembang. Pada saat itu, gadis cantik yang bernama Molek itu, sedang bersantai-santai di serambi rumahnya yang

mewah di dekat sungai. Rupanya si cantik itu jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Yasin. Demikian pula halnya dengan Yasin. Namun, hubungan cinta mereka tidak mungkin dapat diwujudkan sebab perbedaan status sosial yang mencolok antara keduanya.

Baik Yasin maupun Molek sama-sama menyadari akan kenyataan itu, namun cinta kasih mereka yang selalu bergejolak itu mengabaikan kenyataan itu. Itulah sebabnya cinta mereka dilangsungkan melalui surat. Semua kerinduan mereka tumbuh dalam kertas.

Pada suatu hari Yasin bertekad untuk mengakhiri hubungan cinta mereka yang selalu dilakukan secara sembunyi-sembunyi itu. Dia hendak melamar Molek secara terang-terangan. Kemuadian pemuda itu memberitahukan niatnya kepada ibunya dan seluruh kerabatnya. Keluarga Yasin pun berembuk dan dengan segala kesederhanaannya, mereka melamar Molek. Namun, maksud kedatangan mereka ditolak oleh keluarga Molek karena mereka berasal dari keluarga dusun yang miskin. Mereka bahkan menghina dan menyindir keluarga Yasin sehingga rombongan itu pulang dengan membawa segudang rasa malu dan kesal.

Tak lama kemudian keluarga Molek didatangi oleh Sayid, seorang saudagar tua keturunan Arab yang kaya raya. Lelaki tua itu bermaksud untuk melamar Molek. Orangtua Molek yang materialistis itu langsung memutuskan untuk menerima lamaran Sayid. Sekalipun Molek menolak lamaran itu, perkawinan antara keduanya pun tetap berlangsung. Kehidupan perkawinan mereka tidak membawa kebahagiaan bagi Molek karena ia tidak mencintai Sayid. Ia pun mengetahui kalau tujuan Sayid menikahinya hanyalah karena harta ayahnya saja. Selain itu, perlakuan Sayid terhadapnya pun sangat kasar. Itulah sebabnya ia selalu menceritakan kegalauan, kesedihan, dan kerinduannya terhadap Yasin melalui surat-suratnya.

Ketika mengetahui pujaan hatinya hidup menderita dan juga karena kerinduannya yang semakin mendalam terhadap kekasihnya itu, Yasin mencoba menemui Molek di Palembang dengan menyamar sebagai seorang pedagang nanas. Namun pertemuan itu ternyata merupakan pertemuan terakhir mereka karena Molek yang sangat memendam kerinduan kepada Yasin itu akhirnya meninggal dunia.

Setelah kematian kekasihnya, Yasin kembali ke desanya. Tak lama kemudian, ibunya pun

meninggal dunia. Semua musibah yang menimpanya membuat lelaki itu memilih hidup menyepi di lereng gunung Semeru dan ia pun meninggal di gunung itu.

JUDUL : Ken Arok dan Ken Dedes

PENGARANG : M. Yamin

SINOPSIS NOVELKen Endog membuang bayi yang baru saja dilahirkannya. Bayi itu dibuang dikuburan tua dengan menulis pesan melalui secarik kertas untuk orang yang menemukan anaknya agar merawat bayinya dan memberi nama anaknya Ken Arok.Bayi tersebut ditemukan secara kebetulan oleh seorang pencuri yang berusaha melarikan diri dari kejaran masyarakat dengan bersembunyi dikuburan tua itu, orang itu bernama Lembong. Bayi itu dibawa pulang oleh Lembong dan dirawat bersama istrinya yang kebetulan belum mempunyai anak.Ken Arok kecil mulai tumbuh besar dengan mengikuti jejak pekerjaan Lembong sebagai pencari dan pencopet meskipun kebiasaan itu dilarang oleh istri Lembong, hingga akhirnya pada suatu ketika Lembong dan Ken Arok kecil tertangkap basah ketika sedang mencuri sehingga Lembong dihajar beramai-ramai oleh masyarakat dan Ken Arok kecil yang sedang bersembunyi ketakutan juga dipergoki oleh masyarakat tapi Ken Arok secara tiba-tiba ditolong oleh Seekor Ular Raksasa.Ken Arok yang masih membawa tas hasil curian yang berisi perhiasan tergeletak tak sadar didepan rumah Bangau Samparan. Bangau Samparan menganggap Ken Arok kecil membawa keberuntungan baginya hingga dia mengajak Ken Arok kecil untuk membantunya berjudi, Ken Arok yang kebingungan karena tidak tahu caranya berjudi tiba-tiba ditolong kembali oleh Ular Raksasa hingga Ken Arok kecil dapat membantu memenangkan Bangau Samparan dalam berjudi.Tapi kedekatan Bangau Samparan kepada Ken Arok kecil diprotes oleh Lanang, anak Bangau Samparan sendiri. Hal ini diketahui oleh Ken Arok kecil, karena tidak ingin menyakiti hati Lanang maka Ken Arok kecil kabur dari rumah Bangau Samparan.Ken Arok tumbuh dewasa dengan menjadi perampok bersama kawanannya, sasaran mereka adalah truk pengangkut beras atau pun barang yang lain milik para lintah darat dan tengkulak yang merugikan masyarakat. Salah satu korban dari ulah Ken Arok adalah Tunggul Ametung yang akhirnya memerintahkan Bapiang, pengawal pribadinya untuk menumpas gerombolan perampok yang berani mengganggu bisnisnya.Ken Arok dan kawanannya dijebak oleh Bapiang dibantu oleh Kebo Ijo beserta anak buahnya hingga hancur bercerai berai. Bapiang sendiri tewas ketika ingin membunuh Ken Arok. Ular Raksasalah yang membunuh Bapiang. Ken Arok dibawa oleh Ular Raksasa tersebar bertemu dnegan Loh Gawe. Pertemuan itu membuat Ken Arok diangkat menjadi murid oleh Loh Gawe. Ken Arok diajarkan tentang tata krama, ilmu ke tata negaraan, agama dan ilmu bela diri.Tanggul Ametung yang kehilangan pengawal pribadinya membuat sayembara untuk mencari penggantinya. Loh Gawe memerintahkan Ken Arok untuk mengikuti sayembara tersebut dan Ken Arok berhasil memenangkannya.Ken Arok menjadi pengawal pribadi Tanggul Ametung dan istrinya Ken Dedes hingga akhirnya Ken Arok menjadi dekat dengan Ken Dedes setelah menolong Ken Dedes dari gangguan Sawung Agul. Dari situlah Ken Arok mengetahui tentang keadaan Ken Dedes serta penderitaan menjadi istri Tanggul Ametung.Karena itulah Ken Arok merencanakan membunuh Tanggul Ametung dengan memesan keris kepada Empu Gandring, tapi setelah menerima keris itu Ken Arok membunuh Empu Gandring dengan keris buatannya itu hingga Empu Gandring mengutuk Ken Arok bahwa keris itu akan membunuh 7 korban lagi.

Untuk memuluskan rencananya, Ken Arok memberikan keris itu pada Kebo Ijo, karena tidak mengetahui niat jahat Ken Arok maka Kebo Ijo menerima dengan senang hati dan memamerkan pada semua orang yang ditemuinya. Pada malam hari Ken Arok mengambil keris itu dan melanjutkan rencananya mendatangi rumah Tanggul Ametung dan dengan bantuan Ken Dedes, Ken Arok berhasil membunuh Tanggul Ametung ketika tidur.Setelah Tanggul Ametung mati dan Ken Arok pergi dari ruang tidurnya, Ken Dedes berteriak membangunkan seluruh penghuni rumah. Dengan liciknya Ken Arok akhirnya memfitnah Kebo Ijo akan kematian Tanggul Ametung dan membunuh Kebo Ijo dengan keris itu juga. Rencana Ken Arok dan Ken Dedes berhasil dan mereka pun menikah serta mewarisi kekayaan dari Tanggul Ametung.

JUDUL : Pertemuan Jodoh

PENGARANG : Abdul Muis

SINOPSIS NOVEL

Pertemuan pertama antara Ratna murid Flobelkweekschool (SGTK) dengan Suparta pelajar

Stovia (Sekolah Dokter Menengah) didalam kereta api ekspress ke Bandung, kemudian mereka

saling mengikat batin masing-masing dengan perantara surat menyurat.

Waktu Ratna dengan Resmi melawat ke rumah Suparta sekota (Sumedang) ternyata ibu Suparta,

Nyai R. Tejo Ningrum, masih kolot dan benar dan masih memegang teguh adapt

kebangsawannya. Maka tak suka bila puteranya kawin dengan ratna orang kebanyakan.

Disanalah Ratna dicela karena adatnya terlalu maju menurut jaman yang tidak disukai. Tetapi

sebaliknya ratna tidak mengikuti adapt timur yang masih kolot, jauh ketinggalan.

Setelahh ia memutuskan pengiriman-pengiriman suratnya, meskipun cintanya sudah berakar

dalam hati masing-masing. Hal itu bermaksud agar suparta selalu mengekor adapt ibunya yang

tidak disukai ratna.

Keadaan ayah ratna di Tagogapu, amat menyedihkan hati. Kekayaan atmaja disita oleh seorang

Arab Syeck Qadir, karena tak bisa membayar hutangnya, karena penjualan kapur waktu itu amat

merosot.

Hamper Syech, Qadir dibunuh oleh atmaja karean kata-katanya bahwa hutangnya boleh tidak

dibayar asal anaknya yang masih gadis, ratna, diserahkan untuk dijadikan tambahan selirnya.

Keluarga atmaja lalu pindah kesebuah pondok kecil disebelahnya yang kecil lagi buruk hingga

terasing dari masyarakat ramai.

R Suparta pernah melawat ke situ mencari ranta yang sudah lama tidak ada beritanya. Tetapi

oleh ayahnya dikatakan bahwa ratna di Bandung menjadi pelayan took, karena ia amat kasihan

kepada adiknya, Sudarmo, jika diputuskan pelajarannya seperti ia sendiri dahulu.

Segera Suparta pergi ke bandung, tetapi tidak berhasil mencarinya karena ratna telah berangkat

ke betawi sebab majikannya bangkrut, Sudarmo berhenti sekolahnya dan bekerja pada pegadaian

di Purwakarta.

Setelah beberapa hari ratna di Betawi tidak mendapat pekerjaan akhirnya ia menjadi babu

dirumah Nyonya Karnel, pengsiun bangsa Belanda, karena ia berpendapat bahwa semua

pekerjaan tak akan mendapat kehinaan asal diri sendiri tidak merasa hina.

Di situ ia dituduh mencuri perhiasan majikannya dengan bukti sebentuk cincin yang ada di

bawah kasurnya yang diletakan oleh kawannya secara diam-diam. Didalam tahanan, hanya liang

kubur yang terlihat olehnya.

Ketika ia dibawa ke polisi akan diadili, ia dapat meloloskan diri terjun ke sungai ciliwung,

karena tak kuat menahan malu atas buatan orang lain.

Dalam keadaan payah ia dibawa ke CBZ untuk dirawat dan kebetulan sekali yang merawat

dokter Suparta, kekasihnya yang telah lama menanti-nanti kedatangannya.

Dari ahsil pemeriksaan, ternyata ratna dibebaskan dari hukuman, karena memang tak bersalah.

Badan yang masih sangat lemah itu dirawat oleh dokter Siparta dirumah pemeliharaan orang

sakit urat saraf “bidara Cina”.

Setelah sembuh, atas permintaan dokter Suparta, dilangsungkan perkawinannya dengan meriah

dan bahagia.

Tidak disangka-sangka sama sekali bahwa rumah baru yang didirikan disebelah rumah ayahnya

di Tagopapu ialah milik dokter Suparta untuk istrinya Ratna.

SINOPSIS NOVEL ATHEIS

Karya : Achdiat Kartamiharja

Hasan adalah pemuda desa yang taat pada agama, lugu dan selalu mendekatkan diri pada Tuhan.

Dia dibesarkan oleh seorang keluarga berdarah sunda yang sederhana namun taat pada agama,

sehingga Hasan tumbuh menjdi pemuda yang berilmu agama yang cukup kuat dan juga sebagai

pemuda lugu yang tidak suka berfoya-foya.

Suatu hari, dia melanjutkan sekolah di Bandung yaitu MULO. Saat bersekolah di Bandung,

Hasan mulai jatuh cinta kepada gadis yang cantik bernama Rukmini. Akan tetapi, ketika Hasan

sedang dimabuk cinta dengan Rukmini, dia harus mendengar kabar bahwa Rukmini dijodohkan

oleh orangtuanya dengan seorang saudagar kaya dari Jakarta. Hasan sangat sedih dan frustasi,

tetapi ia tetap istiqomah dan tidak lari dari agamanya, sebaliknya dia malah semakin taat pada

agama.

Setelah kejadian itu, Hasan bertemu dengan teman teman kecilnya, Rusli. Lalu Rusli

mengenalkan seorang janda cantik yang wajahnya mirip dengan Rukmini wanita tersebut

bernama Kartini. Hasan merasa bahwa Rusli adalah seseorang yang menganut matrealisme,

sedangkan Kartini adalah wanita yang menganut pergaulan bebas. Dengan ilmu agama yang dia

punya, Hasan sadar bahwa dia harus mencoba menyadarkan mereka akan tetapi hasan selalu

menemui kegagalan, karena tempat dimana mereka hidup dipenuhi dengan orang-orang yang

berfikir seperti Rusli dan kartini.

Suatu ketika Hasan bertemu dengan teman Kartini yaitu Anwar, Anwar adalah seorang yang

menganut Atheis. Pertama-tama Hasan tidak terpengaruh dengan cara fikir anwar itu, tetapi

setelah beberapa lama Hasanpun mulai terpengaruh. Sikap atheis Hasan yang yang tidak percaya

keberadaan Tuhan itu semakin memuncak ketika Hasan mulai jatuh cinta dengan Kartini yang

dianggap Hasan memiliki kesamaan sifat dengan Rukmini. Akhirnya mereka berdua

memutuskan untuk menikah tanpa ada saksi-saksi, hingga Hasanpun diusir oleh orangtuanya.

setelah menikah, Hasan mengalami cukup sering pertengkaran dengan Kartini. Hasan berfikir

bahwa Kartini tetap tidak bias merubah sikap pergaulan bebasnya itu meski sudah menikah.

Sikapnya dengan Anwarpun dianggap Hasan sebagai sesuau yang berlebihan dan hal ini

membuat Hasan cemburu. Akhirnya Hasan dan Kartinipun memutuskan untuk bercerai. Dengan

kejadian ini, Hasan kembali merasa membutuhkan Tuhan, dia butuh agama untuk menenangkan

hatinya.

Akhirnya, Hasan memutuskan kembali kerumah orangtuanya, dia sangat sedih, menyesal, dan

merasa sangat ingin minta maaf. Tetapi ketika dirumah orangtuanya Hasan menemukan ayahnya

tengah sakit parah. Dia sangat sedih, terus-menerus dia meminta maaf kepada ayahnya sampai

akhirnya ayahnya meninggal dan hasan merasa ayahnya belun memaafkannya.

Hasan sangat sedih, menyesal juga marah dan dendam kepada Anwar yang dianggapnya sebagai

penghasut dirinya menjadi Atheis hingga akhirnya ayahnya meninggal alam keadaan marah

padanya.

Tetapi pada saat Hasan berusaha utuk membuat perhitungan dengan Anwar , Hasan tertembak

dipunggungnya dan dia meninggal ditempat kejadian akhirnya Hasan meninggal dengan rasa

sesal yang mendalam .