TUGAS METOPEL_PTS(Habibullah Hasibuan_8146132040) Kelas A1W
-
Upload
alexander-williamson -
Category
Documents
-
view
153 -
download
0
Transcript of TUGAS METOPEL_PTS(Habibullah Hasibuan_8146132040) Kelas A1W
TUGAS MATA KULIAH METODE PENELITIAN PENDIDIKAN
Tahapan Penyususnan Proposal Penelitian Tindakan Kelas
(Tugas 16 Desember 2014)
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Darwin, M.Pd
Oleh :
HABIBULLAH HASIBUAN
8146132040
KELAS A1.W
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
KONSENTRASI KEPENGAWASAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
DESEMBER 2014
TAHAPAN PENYUSUNAN PROPOSAL PTS
1. Mengidentifikasi masalah dan menentukan fokus area :
REALITA
(apa yang dirasakan, dialami, diamati atau dipelajari)
FOKUS AREA
(Pernyataan antisipasi atau perbaikan)
Kenyataan dilapangan masih banyak masalah yang ditemukan berkenaan dengan penetapan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) oleh satuan pendidikan di SMK Kab.Aceh Selatan,
dari hasil survey terhadap beberapa sekolah SMK Kejuruan yang ada di Kab. Aceh Selatan
serta wawancara yang dilakukan dengan guru produktif kejuruan tanggal 8-18 Desember
2014, memperlihatkan bahwa masih banyak guru kejuruan yang ada tidak memahami
berkenaan dengan penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dikarenakan masih
banyak SMK yanag belum memiliki daya dukung sarana dan prasana kejuruan yang
lengkap serta tidak terpenuhinya pecapaian standar kompetensi yang ada pada KTSP,
sehingga guru tersebut dalam penetatapn KKM masih banyak masalah diantaranya: (1)
guru menetapkan KKM tanpa proses analisis; (2) guru menetapkan KKM berdasarkan
pengalaman guru mengajar dan/atau kesepakatan dengan gurumata pelajaran sejenis; (3)
guru menetapkan KKM dengan membandingkan KKM pada tahun pelajaran sebelumnya;
(4) guru menetapkan KKM atas instruksi kepala sekolah agar dapat membantu
siswa dalam memperoleh nilai yang baik saat Ujian Nasional; (5) guru belum
mengetahui bahwa KKM yang disusun sudah benar atau belum; dan (6) sejumlah guru
belum memahami secara benar tentang penerapan kriteria kompleksitas, daya dukung, dan
intake siswa dalam penyusunan KKM. Ini berarti masih kurang pahamnya guru dalam
penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sehingga penetapan KKM tidak sesuai
dengan Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM). Berdasarkan surat Direktur
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 1321/c4/MN/2004 tentang Pengkajian
Standar Ketuntasan Belajar Minimal(SKBM), penentuan KKM dapatpula ditentukan
dengan menghitung tiga aspek utama dalam proses belajar mengajar siswa. Secara
berurutan cara ini dapat menentukan KKM Indikator, KKM Kompetensi Dasar (KD),
KKM Standar Kompetensi (SK) dan KKM MataPelajaran. Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
disebutkan bahwa salah satu prinsip penilaian dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan adalah beracuan kriteria. Hal ini berarti bahwa penilaian didasarkan pada
Upaya meningkatkan kemampuan guru
menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) melalui lokakarya (workshop) di
SMK Negeri 1 Samadua Kabupaten Aceh
Selatan.
ukuran pencapaian kompetensiyang telah ditetapkan. Oleh karena itu, satuan pendidikan
harus menetapkan KKM setiap mata pelajaran sebagai dasar dalam menilai pencapaian
kompetensi peserta didik. Penetapan KKM belajar merupakan tahapan awal pelaksanaan
penilaian proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar.
2. Merumuskan Masalah, Tujuan & Judul Penelitian.
FOKUS AREA
(Pernyataan antisipasi atau perbaikan)
PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Upaya meningkatkan kemampuan guru menetapkan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) melalui lokakarya (workshop) di
SMK Negeri 1 Samadua Kabupaten Aceh Selatan.
1) Bagaimanakah cara meningkatkan kemampuan guru
produktif geologi pertambangan menyusun KKM ?
2) Apakah melalui lokakarya (workshop) dapat ditingkatkan
kemampuan guru produktif geologi pertambangan menyusun
KKM ?
PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN
TUJUAN PENELITIAN
1) Bagaimanakah cara meningkatkan kemampuan guru
produktif geologi pertambangan menyusun KKM?
2) Apakah melalui lokakarya (workshop) dapat ditingkatkan
kemampuan guru produktif geologi pertambangan
menyusun KKM ?
1) Meningkatkan kemampuan guru produktif geologi pertambangan
menyusun KKM
2) Meningkatkan kemampuan guru produktif geologi pertambangan
menyusun KKM melalui lokakarya (workshop).
TUJUAN PENELITIAN
JUDUL PENELITIAN
1) Meningkatkan kemampuan guru produktif geologi
pertambangan menyusun KKM
2) Meningkatkan kemampuan guru produktif geologi pertambangan
menyusun KKM melalui lokakarya (workshop).
“PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU PRODUKTIF
GEOLOGI PERTAMBANGAN MENYUSUN KRITERIA
KETUNTASAN MINIMAL (KKM) MELALUI LOKAKARYA
(WORKSHOP) DI SMK KABUPATEN ACEH SELATAN”
3. Mengkaji Literature Yang Relevan.
FOKUS AREA
RUMUSAN TEORI
SUMBER
(Nama/Th)
Upaya meningkatkan
kemampuan guru
menetapkan Kriteria
Ketuntasan
Minimal (KKM) melalui
lokakarya (workshop) di
SMK Negeri 1 Samadua
Kabupaten Aceh Selatan.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB)
dengan pencapaian nilai minimal tertentu yang ditentukan oleh satuan pendidikan
(Permendiknas 20/2007). Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditetapkan oleh
satuan pendidikan melalui guru mata pelajaran.Tuntas tidak tuntasnya suatu
penilaian hasil belajar ditentukan oleh standar ukuran pencapaian nilai minimal yang
harus dicapai oleh seorang siswa. Ukuran pencapaian nilai minimal dikenal dengan
KKM, yakni kriteria ketuntasan minimal dari setiap mata pelajaran. Nilai minimal
ditentukan/dirumuskan secara teoretik dan ilmiah olehsatuan pendidikan. Salah satu
prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan
kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta
didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan
dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Dalam Panduan Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dikeluarkan
oleh Depdiknas (2008:3), kriteria ketuntasan minimal harus ditetapkan
sebelum awal tahun pelajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik
yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik
dalam menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah
secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal
sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh
hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal
untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi
kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat
terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas
dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan
minimal.
Berdasarkan Panduan Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)(Depdiknas,
2008:3), fungsi kriteria ketuntasan minimal adalah sebagai berikut:
1) Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai
Permendiknas
(20/2007)
Depdiknas
(2008:3)
kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat
diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus
memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam
bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan;
2) Sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian
mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM
yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan
dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai
melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus
mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;
3) Dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi
program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan
dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM
sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang
ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta
kompetensi dasar (KD) tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara
perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana-prasarana
belajar di sekolah;
4) Merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan
antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM
merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta
didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidikmelakukan upaya
pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian.
Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti
kegiatan pembelajaran serta mengerjakantugas-tugas yang telah didesain
pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan
dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran.
Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan
penilaian di sekolah;
5) Merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata
pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk
melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan
salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan
program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan
dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas
mutu pendidikan bagi masyarakat.
Berdasarkan hasil studi Balitbang pada tahun 1992, ditemukan bahwa guru yang
bermutu memberikan pengaruh yang paling tinggi terhadap mutu pendidikan.
Dalam studi ini, guru yang bermutu diukur dengan empat faktor utama, yaitu
kemampuan profesional, upaya profesional, kesesuaian waktu yang dicurahkan
untuk kegiatan profesional, dan kesesuaian antara keahlian dengan pekerjaannya.
Keempat faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Kemampuan profesional guru terdiri dari kemampuan entelegensi, sikap, dan
prestasinya dalam bekerja.
2) Upaya profesional guru adalah mentransformasikan kemampuan profesional yang
dimilikinya ke dalam tindakan mengajar yang nyata. Upaya profesional guru
tersebut ditunjukkan oleh kegiatannya baik dalam mengajar maupun dalam
menambah serta meremajakan pengetahuan dan kemampuannya menguasai
keahlian mengajarnya baik keahlian dalam menguasai materi pelajaran,
penggunaan bahan-bahan pengajaran, maupun mengelola kegiatan belajar siswa.
3) Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teacher’s time) menunjukkan
intensitas waktu yang digunakan oleh seorang guru untuk melaksanakan tugas-
tugas guru, karena konsepsi waktu belajar (time on task) yang diukur dalam
belajar siswa secara perorangan, telah ditemukan sebagai salah satu prediktor
terbaik dari mutu hasil belajar siswa.
4) Kesesuaian antara keahlian dengan pekerjaannya mempunyai asumsi bahwa
guru yang dipersiapkan untuk mengajar suatu mata pelajaran dianggap
bermutu jika guru tersebut mengajar mata pelajaran yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut, maka kesesuaian guru mengajar dengan mata pelajaran
yang dialaminya di LPTK merupakan persyaratan yang mutlak untuk
menilai mutu profesional seorang guru.
Pendidikan dan pelatihan secara umum diartikan sebagai proses pemerolehan
keterampilan dan pengetahuan yang terjadi di luar sistem persekolahan, yang
sifatnya lebih heterogen dan kurang terbakukan dan tidak berkaitan dengan
lainnya, karena memiliki tujuan yang berbeda (Harbinson, 1973:52).
Balitbang
(1992)
Harbinson
(1973 :52)
Lokakarya (workshop) dalam kegiatan supervisi pendidikan dapat diartikan sebagai
kegiatan belajar kelompok yang terjadi dari sejumlah guru atau pendidik yang
mempunya masalah yang relatif sama dan ingin dipecahkan bersama melalui
percakapan dan bekerja secara kelompok maupun bersifat perorangan (Sagala,
2010:181).
Menurut Badudu, (1988: 403) Workshop adalah suatu pertemuan ilmiah dalam
bidang sejenis (pendidikan) untuk menghasilkan karya nyata. Adapun ciri-ciri
lokakarya (workshop) antara lain : (1) masalah yang dibahas bersifat “Life
centered” dan muncul dari peserta sendiri (guru latih); (2) selalu menggunakan
secara maksimal aktivitas mental dan fisik dalam kegiatannya, sehingga
tercapai taraf pertumbuhan profesi yang lebih tinggi dan lebih baik dari semula,
terjadi perubahan yang berarti pada diri mereka setelah mengikuti kegiatan ini; (3)
metode yang digunakan dalam bekerja adalah metode pemecahan masalah,
musyawarah, praktik, dan penyelidikan; (4) diadakan berdasarkan kebutuhan
bersama untuk memecahkan masalah pengajaran; (5) menggunakan narasumber-
resource perseon the resource material yang memberi bantuan yang besar sekali
dalam mencapai hasil; dan (6) senantiasa memelihara kehidupan seimbang
disamping mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan perilaku tingkah laku.
(Dahana dan Bhatnagar, 1980:672 ) Pelatihan merupakan proses perbantuan
(facilitating) guru untuk mendapatkan keefektifan dalam tugas-tugas mereka
sekarang dan masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan berpikir,
bertindak, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang sesuai. Pelatihan pada
dasarnya berkenaan dengan persiapan pesertanya menuju arah tindakan tertentu
yang dilukiskan oleh teknologi dan organisasi tempat ia bekerja serta sekaligus
memperbaiki unjuk kerja, sedang pendidikan berkenaan dengan membukakan dunia
bagi peserta didik untuk memilih minat, gaya hidup kariernya.
Sagala
(2010:181)
Badudu
(1988:403)
Dahana dan
Bhatnagar
(1980:672)
4. Merancang Rencana Tindakan (Action)
NO SIKLUS /TAHAPAN /KEGIATAN
WAKTU/
TEMPAT/
SAR/FAS
SASARAN HASIL
SIKLUS I
1 s.d. 14 Januari
2015 (14 hari) /
Ruang Kerja
Pengawas Sekolah,
Aula Dinas
Kurikulum, silabus,
RPP dan persiapan
pelaksanaan PTS.
Tersusun rencana
pelaksanaan PTS,
instrumen penelitian,
jadwal kegiatan dan
surat izin PTS.
A Tahap Perencanaan
(1) mengumpulkan guru melalui undangan kepala
sekolah
(2) menyusun instrumen
KERANGKA BERPIKIR: Dari kajian teori di atas dapat diduga bahwa;
Kondisi sebelum dilakukan kegiatan workshop adalah masih rendahnya
kemampuan guru dalam menyusun kriteria ketuntasan minimal. Dengan tindakan
workshop yang akan dilakukan maka diharapkan kemampuan guru dalam
menyusun kriteria ketuntasan minimal bagi guru produktif geologi pertambangan
SMK di wilayah Kabupaten Aceh Selatan akan meningkat. Adapun alur pemikiran
tindakan workshop tersebut adalah (1) penelitian pendahuluan, (2) perencanaan
(planning),(3) pelaksanaan (action),(4) observasi, dan (5) refleksi.
HIPOTESIS TINDAKAN:
Dari uraian kerangka pemikiran di atas maka hipotesis tindakan dalam penelitian
ini adalah lokakarya (workshop) dapat meningkatkan kemampuan guru guru
produktif geologi pertambangan dalam menyusun kriteria ketuntasan minimal di
SMK Kabupaten Aceh Selatan
(3) menyusun jadwal lokakarya (workshop): hari,
tanggal, jam, dan tempat
(4) menyiapkan materi lokakarya (workshop)
(5) meminta guru membawa bahan-bahan seperti:
kurikulum, silabus, RPP, dan sebagainya; dan
(6) menyiapkan konsumsi untuk lokakarya
(workshop).
Pendidikan Kab.
Aceh Selatan. Prop.
Aceh.
B Tahap Pelaksanaan
(1) Hari pertama:
- Pengarahan Kepala Sekolah
- Pemaparan Kriteria Ketuntasan Minimal
(2) Hari kedua:
- Menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal
masing-masing mata pelajaran
-Tanya jawab
- Presentasi kelompok kecil
- Revisi
(3) Hari ketiga adalah presentasi visual Kriteria
Ketuntasan Minimal.
15 s.d. 17 Januari
2015 (3 hari) /
Ruang Aula Dinas
Pendidikan Kab.
Aceh Selatan. Prop.
Aceh.
Guru Produktif
sebanyak 15 orang.
(1) Guru Produktif
memiliki
pemahaman dalam
melakukan tahapan
penetapan KKM
(2) Terpantau
perkembangan
kemampuan guru
produktif dalam
presentasi visual
KriteriaKetuntasan
Minimal
C Tahap Pengamatan/ Pengumpulan Data
(1) Melakukan pemantauan terhadap kesiapan mental
dan fisik guru
(2) Kesiapan bahan-bahan yang dibawa guru pada saat
KKM.
(3) Kesiapan Laptop
(4) Kehadiran guru
(5) Hasil sementara:
-Proses pelaksanaan lokakarya (workshop)
-Kualitas KKM
-Respon Guru
18 s.d. 20 Januari
2015 (3 hari) /
Ruang Aula Dinas
Pendidikan Kab.
Aceh Selatan. Prop.
Aceh.
Guru Produktif
sebanyak 15 orang.
(1) Proses
pelaksanaan
lokakarya
(workshop)
(2)Kualitas KKM
D Analisis dan Refleksi
(1) Analisis kompleksitas, daya dukung, dan intake per
indikator.
(2) Penetapan KKM indikator yang terdapat pada KD.
(3) Penetapan KKM KD, rata-rata dari indikator yang
terdapat pada KD.
(4) Penetapan KKM SK rata-rata dari KD yang terdapat
pada SK.
(5) Penetapan KKM mata pelajaran rata-rata dari SK
yang terdapat pada mata pelajaran.
(6) Penetapan KKM oleh guru, disahkan oleh Kepala
Sekolah.
(7) KKM disosialisasikan kepada peserta didik, orang
tua, dan Dinas Pendidikan.
(8) KKM dicantumkan dalam LHB.
Apabila kurang dari 85 % guru tidak memenuhi indikator
keberhasilan yang telah ditetapkan, berarti tindakan
dianggap belum berhasil. Oleh karena itu perlu dilakukan
perbaikan dan dilaksanakan pada siklus II.
21 s.d. 27 Januari
2015 (7 hari) /
Ruang Aula Dinas
Pendidikan dan
SMK Samadua
Kab. Aceh Selatan.
Prop. Aceh.
Penetapan KKM
oleh guru produktif
dan KKM
dicantumkan dalam
LHB
(1) Hasil penetapan
KKM berdasarkan
analisis
kompleksitas, daya
dukung dan intake
per indikator; (2)
Penetapan KKM SK
rata-rata dari KD
yang terdapat pada
SK; (3) Penetapan
KKM oleh guru,
disahkan oleh
Kepala Sekolah
i
Proposal Penelitian Tindakan Sekolah
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU GEOLOGI PERTAMBANGAN
MENYUSUN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) MELALUI LOKAKARYA (WORKSHOP) DI SMK KABUPATEN ACEH SELATAN
(Tugas 23 Desember 2014)
Dosen Pengampu :
Dr. Darwin, M.Pd
Oleh :
HABIBULLAH HASIBUAN
NIM. 8146132040
KONSENTRASI KEPENGAWASAN
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis telah dapat
menyelesaikan penulisan proposal ini yang merupakan tugas mata kuliah
Metode Penelitian Pendidikan.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat terwujud
dan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Darwin, M.Pd. selaku Dosen Pengasuh Mata Kuliah Metode
Penelitian Pendidikan yang telah membimbing penulis sejak penulisan sampai
penyelesaian makalah ini.
2. Rekan-rekan mahasiswa (i) Konsentrasi Kepengawasan Angkatan III Program
Studi Administrasi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri
Medan yang selalu membantu dan memberikan semangat kepada penulis
sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan.
Dalam penulisan makalah ini sangat mungkin masih terdapat kekurangan
dan kejanggalan. Untuk itu dengan lapang dada dan tangan terbuka penulis
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan penulisan laporan ini.
Akhir pada Tuhan penulis berserah diri, semoga bantuan dan bimbingan
semua pihak mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Medan, 23 Desember 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................. 3
1.3 Pembatasan Masalah ................................................................. 3
1.4 Rumusan Masalah ..................................................................... 4
1.5 Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA .................................................................... 6
2.1 Kerangka Teoritis ..................................................................... 6
2.1.1 Kriteria Ketuntasan Minimal ............................................ 6
2.1.2 Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal ................................ 8
2.1.3 Mekanisme Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal ....... 10
2.1.3.1 Prinsip Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal . 2.1.3.2 Langkah-Langkah Penentapan Kriteria
Ketuntasan Minimal ............................................
10
11
2.1.3.3 Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal ............. 12
2.1.4 Mutu Guru dan Profesi Guru ............................................ 14
2.1.5 Tinjauan Tentang Lokakarya (workshop) ........................ 15
2.2 Kerangka Berpikir ..................................................................... 19
2.3 Hipotesis Tindakan .................................................................... 19
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...............................................
20
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 20
3.2 Subyek Penelitian ...................................................................... 20
3.3 Desain Penelitian ....................................................................... 20
3.4 Prosedur Penelitian .................................................................... 21
3.4.1 Siklus I .............................................................................. 21
3.4.2 Siklus II ............................................................................ 23
3.5 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ......................................... 23
3.5.1 Teknik ............................................................................... 23
3.5.2 Alat Pengumpulan Data ................................................... 24
3.5.3 Instrumen .......................................................................... 24
3.6 Indikator Keberhasilan Tindakan .............................................. 24
3.7 Teknik Analisis Data ................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 27
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peningkatan kemampuan guru menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) sangat penting sesuai dengan tuntutan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang mengamanatkan
bahwa kurikulum pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikembangkan
oleh setiap satuan pendidikan. Pemerintah tidak lagi menetapkan kurikulum
secara nasional seperti pada periode sebelumnya. Satuan Pendidikan harus
mengembangkan sendiri kurikulum sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhanserta potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungannya.
Penetapan KKM merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil
belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi yang menggunakan acuan kriteria
dalam penilaian mengharuskan pendidik dan satuan pendidikan menetapkan KKM
dengan analisis dan memperhatikan mekanisme, yaitu prinsip dan langkah-
langkah penetapan.
Pengetahuan, keahlian, dan keterampilan secara profesional tentang
KKM harus dimiliki oleh seorang guru mata pelajaran sebab tanpa
memilikikeahlian ini bagaimana ia dapat menyatakan bahwa seorang siswa
setelahmengikuti proses kegiatan pembelajaran tuntas atau belum tuntas.
Karenanya, seorang guru mata pelajaran wajib memiliki keahlian ini secara
2
profesional dan operasional. Sementara itu, pada kenyataannya masih ditemukan
guru-guru mata pelajaran yang belum dapat menentukan/merumuskan KKM
secara profesional, mereka menetapkan hanya melalui permufakatan secara
subjektif, yaitu dugaan tanpa melalui data dan prosedur sebagaimana mestinya.
Kenyataan dilapangan masih banyak masalah yang ditemukan berkenaan
dengan penetapan kriteria ketuntasan minimal oleh satuan pendidikan,
diantaranya: (1) guru menetapkan KKM tanpa proses analisis; (2)guru
menetapkan KKM berdasarkan pengalaman guru mengajar dan/atau kesepakatan
dengan gurumata pelajaran sejenis; (3) guru menetapkan KKM dengan
membandingkan KKM pada tahun pelajaran sebelumnya; (4) guru menetapkan
KKM atas instruksi kepala sekolah agar dapat membantu siswa dalam
memperoleh nilai yang baik saat Ujian Nasional; (5) guru belummengetahui
bahwa KKM yang disusun sudah benar atau belum; dan (6) sejumlah guru belum
memahami secara benar tentang penerapan kriteria kompleksitas, daya dukung,
dan intake siswa dalam penyusunan KKM.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007
tentang Standar Penilaian Pendidikan disebutkan bahwa salah satu prinsip
penilaian dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah beracuan kriteria.
Hal ini berarti bahwa penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensiyang telah ditetapkan. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus
menetapkan KKM setiap mata pelajaran sebagai dasar dalam menilai pencapaian
kompetensi peserta didik. Penetapan KKM belajar merupakan tahapan awal
pelaksanaan penilaian proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar.
3
Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Nomor 1321/c4/MN/2004 tentang Pengkajian Standar Ketuntasan Belajar
Minimal (SKBM), penentuan KKM dapatpula ditentukan dengan menghitung tiga
aspek utama dalam proses belajar mengajar siswa. Secara berurutan cara ini dapat
menentukan KKM Indikator, KKM Kompetensi Dasar (KD), KKM Standar
Kompetensi (SK) dan KKM MataPelajaran.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan berbagai
masalah yang timbul, diantaranya:
1) Rendahnya motivasi guru dalam menyusun kriteria ketuntasan minimal;
2) Rendahnya pemahaman guru tentang rambu-rambu penetapan KKM;
3) Rendahnya kompetensi guru dalammenyusun nilai KKM;
4) Guru belum mampu menetapkan KKM berdasarkan proses analisis ketuntasan
belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas,
daya dukung, dan intake peserta didik.
1.3 Pembatasan Masalah
Dari hasil identifikasi masalah yang muncul, peneliti akan membatasi
permasalahan yang disinyalir oleh peneliti sebagai akar permasalahan dari semua
masalah yang teridentifikasi yaitu rendahnya kemampuan guru menyusun KKM
.
4
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan
di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Bagaimanakah cara meningkatkan kemampuan guru produkt if geologi
pertambangan menyusun
KKM?
2) Apakah melalui lokakarya (workshop) dapat ditingkatkan kemampuan guru
produkt if geologi pertambangan menyusun KKM ?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) meningkatkan kemampuan guru produkt if geologi pertambangan menyusun
KKM;
2 ) meningkatkan kemampuan guru produkt if geologi pertambangan menyusun
KKM melalui lokakarya (workshop).
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Guru
1) Dapat memberikan pengalaman bagi guru, karena melalui lokakarya
(workshop) guru diberikan materi dan latihan menetapkan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) sesuai dengan mata pelajarannya;
2) Dapat dijadikan acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik
sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti sehingga setiap
kompetensi dasardapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang
ditetapkan.
5
1.6.2 Bagi Sekolah
1) Memberikan pemahaman lebih luas cara menetapkan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) mata pelajaran di satuan pendidikan, serta melakukan
analisis terhadap hasil belajar yang dicapai;
2) Dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi
program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah;
3) Dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi
program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah;
4) Menumbuhkan Leaning Comunity bagi guru produktif geologi pertambangan
sehingga sekolah bukan hanya tempat belajar bagi siswa tetapi juga menjadi
tempat belajar bagi guru dengan mengefektifkan model KKM intern di
sekolah.
6
BAB II KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoretis
2.1.1 Kriteria Ketuntasan Minimal
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar
(KKB) dengan pencapaian nilai minimal tertentu yang ditentukan oleh satuan
pendidikan (Permendiknas 20/2007). Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
ditetapkan oleh satuan pendidikan melalui guru mata pelajaran.Tuntas tidak
tuntasnya suatu penilaian hasil belajar ditentukan oleh standar ukuran pencapaian
nilai minimal yang harus dicapai oleh seorang siswa. Ukuran pencapaian nilai
minimal dikenal dengan KKM, yakni kriteria ketuntasan minimal dari setiap mata
pelajaran. Nilai minimal ditentukan/dirumuskan secara teoretik dan ilmiah
olehsatuan pendidikan.
Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah
menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam
menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan
peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM).
Dalam Panduan Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
dikeluarkan oleh Depdiknas (2008:3), kriteria ketuntasan minimal harus
ditetapkan sebelum awal tahun pelajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah
peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah
keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan
7
kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan
norma, kurva normal sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar
peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering
dikonversi dari kurva normal untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang
melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik
untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan
layanan remedial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang
sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal.
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan
berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau
beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama.
Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi
pertimbangan utama penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian
kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka
maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara
nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari
kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan
secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta
didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya.
Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses
dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan
minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan
8
dalam menyikapi hasil belajar peserta didik.
2.1.2 Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimum
Kriteria ketuntasan minimal ditentukan oleh tingkat satuan pendidikan,
berfungsi sebagai panduan, baik bagi tenaga pendidik maupun peserta didikdalam
melakukan proses kegiatan pembelajaran, bahwa sasaran yang akan dicapai
adalah ketuntasan pembelajaran dengan tolak ukur KKM. Seorang guru berupaya
dengan sungguh-sungguh dalam proses pembelajaran, mengajar, mendidik, dan
membimbing siswanya, agar mencapai hasil pembelajaran sesuai dengan KKM.
Demikian sebaliknya, peserta didik bahwa upaya apapun yang dilakukannya
dalam proses kegiatan pembelajaran untuk mencapai target, yakni target
pencapaian nilai KKM.
Berdasarkan Panduan Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM)(Depdiknas, 2008:3), fungsi kriteria ketuntasan minimal adalah sebagai
berikut:
1) Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai
kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat
diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus
memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam
bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan;
2) Sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian
mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM
yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan
dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai
melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus
mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;
9
3) Dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi
program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan
dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM
sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM
yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta
kompetensi dasar (KD) tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara
perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana-prasarana
belajar di sekolah;
4) Merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan
antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM
merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta
didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidikmelakukan upaya
pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian.
Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti
kegiatan pembelajaran serta mengerjakantugas-tugas yang telah didesain
pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan
dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran.
Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran
dan penilaian di sekolah;
5) Merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata
pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk
melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan
salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan
program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan
10
dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas
mutu pendidikan bagi masyarakat.
2.1.3 Mekanisme Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimum
2.1.3.1 Prinsip Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimum
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan
beberapa ketentuan sebagai berikut:
1) Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat
dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif
dapat dilakukan melalui professional judgement oleh pendidik dengan
mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik
mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif
dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan
kriteria yang ditentukan;
2) Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis
ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan
kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai
ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi;
3) K riteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-
rata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta
didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila
yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah
ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
4) Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-
rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;
5) Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua
11
KKM standar kompetensi yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun
pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor)
peserta didik;
6) Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidikuntuk membuat soal-soal
ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS)
maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulanganataupun tugas-tugas
harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang
diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan
seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara;
7) Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan
nilai ketuntasan minimal.
2.1.3.2 Langkah-Langkah Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimum
Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran.
Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut:
1) Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan
mempertimbangkantiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan
intake peserta didik dengan skema sebagai berikut:
Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata
pelajaran;
KKM
Indikator
KKM
Kompetensi Dasar
KKM
Mata Pelajaran KKM
Standar Kompetensi
12
2) H asil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan
oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian;
3) KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;
4) KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada
orang tua/wali peserta didik.
2.1.3.3 Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimum
KKM pada setiap indikator pada kompetensi dasar, standar kompetensi
dari mata pelajaran ditetapkan melalui analisis kompleksitas, daya dukung, dan
intake.
a. Kompleksitas
Kompleksitas adalah kesulitan/kerumitan materi pada setiap indikator,
kompetensi dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta
didik. Suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila
dalam pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah
kondisi berikut:
1) G uru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan
pada peserta didik;
2) Guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang
bervariasi;
3) Guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang
diajarkan;
4) Peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi;
5) Peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep;
13
6) Peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian
tugas/pekerjaan;
7) Waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena
memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam
proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan;
8) Tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta
didik dapat mencapai ketuntasan belajar.
b. Daya Dukung
Daya dukung adalah segala sumber daya dan potensi yang dapat mendukung
penyelenggaraan pembelajaran. Daya dukung tersebut terdiri atas:
1) Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kompetensi
yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan, laboratorium, dan
alat/bahan untuk proses pembelajaran;
2) Ketersediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, manajemen
sekolah, dan kepedulian stakeholders sekolah.
c. Intake
Intake adalah tingkat kemampuan rata-rata peserta didik atau kompetensi
awal peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam mencapai kompetensi
dasar (KD) dan standar kompetensi (SK) yang telah ditetapkan dalam jangka
waktu tertentu. Penetapan intake untuk kelas X dapat didasarkan pada hasil
seleksi pada saat penerimaan peserta didik baru, Nilai Ujian Nasional dan /
atau Sekolah, rapor SMP, tes seleksi masuk atau psikotes; sedangkan
penetapan intake untuk kelas XI dan XII berdasarkan kemampuan peserta
didik di kelas sebelumnya.
14
2.1.4 Mutu Guru dan Profesi Guru
Profesi guru yang sebenarnya sangat berkaitan erat dengan peningkatan
mutu pendidikan. Hal ini dapat dijelaskan karena banyak faktor yang dapat
mempengaruhi mutu pendidikan seperti guru, sarana prasarana, kurikulum, dan
proses belajar mengajar serta sistem penilaian. Meskipun demikian, faktor guru
tidak dapat disamakan dengan faktor-faktor lainnya.
Guru adalah sumber daya manusia yang diharapkan mampu
mengarahkan dan mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tecipta proses
belajar mengajar yang bermutu. Tanpa mengabaikan peran faktor-faktor lain, guru
dapat dianggap sebagai faktor tunggal yang paling menentukan terhadap
meningkatnya mutu pendidikan.
Berdasarkan hasil studi Balitbang pada tahun 1992, ditemukan bahwa
guru yang bermutu memberikan pengaruh yang paling tinggi terhadap mutu
pendidikan. Dalam studi ini, guru yang bermutu diukur dengan empat faktor
utama, yaitu kemampuan profesional, upaya profesional, kesesuaian waktu yang
dicurahkan untuk kegiatan profesional, dan kesesuaian antara keahlian dengan
pekerjaannya. Keempat faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Kemampuan profesional guru terdiri dari kemampuan entelegensi, sikap, dan
prestasinya dalam bekerja.
2) Upaya profesional guru adalah mentransformasikan kemampuan profesional
yang dimilikinya ke dalam tindakan mengajar yang nyata. Upaya profesional
guru tersebut ditunjukkan oleh kegiatannya baik dalam mengajar maupun
dalam menambah serta meremajakan pengetahuan dan kemampuannya
menguasai keahlian mengajarnya baik keahlian dalam menguasai materi
pelajaran, penggunaan bahan-bahan pengajaran, maupun mengelola kegiatan
15
belajar siswa.
3) Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teacher’s time)
menunjukkan intensitas waktu yang digunakan oleh seorang guru untuk
melaksanakan tugas-tugas guru, karena konsepsi waktu belajar (time on task)
yang diukur dalam belajar siswa secara perorangan, telah ditemukan sebagai
salah satu prediktor terbaik dari mutu hasil belajar siswa.
4) Kesesuaian antara keahlian dengan pekerjaannya mempunyai asumsi bahwa
guru yang dipersiapkan untuk mengajar suatu mata pelajaran dianggap
bermutu jika guru tersebut mengajar mata pelajaran yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut, maka kesesuaian guru mengajar dengan mata
pelajaran yang dialaminya di LPTK merupakan persyaratan yang mutlak
untuk menilai mutu profesional seorang guru.
2.1.5 Tinjauan Tentang Lokakarya (Workshop)
Pendidikan dan pelatihan secara umum diartikan sebagai proses
pemerolehan keterampilan dan pengetahuan yang terjadi di luar sistem
persekolahan, yang sifatnya lebih heterogen dan kurang terbakukan dan tidak
berkaitan dengan lainnya, karena memiliki tujuan yang berbeda (Harbinson,
1973:52).
Lokakarya (workshop) dalam kegiatan supervisi pendidikan dapat
diartikan sebagai kegiatan belajar kelompok yang terjadi dari sejumlah guru atau
pendidik yang mempunya masalah yang relatif sama dan ingin dipecahkan
bersama melalui percakapan dan bekerja secara kelompok maupun bersifat
perorangan (Sagala, 2010:181). Menurut Badudu, (1988: 403) Workshop adalah
suatu pertemuan ilmiah dalam bidang sejenis (pendidikan) untuk menghasilkan
karya nyata.
16
Adapun ciri-ciri lokakarya (workshop) antara lain : (1) masalah yang
dibahas bersifat “Life centered” dan muncul dari peserta sendiri (guru latih); (2)
selalu menggunakan secara maksimal aktivitas mental dan fisik dalam
kegiatannya, sehingga tercapai taraf pertumbuhan profesi yang lebih tinggi dan
lebih baik dari semula, terjadi perubahan yang berarti pada diri mereka setelah
mengikuti kegiatan ini; (3) metode yang digunakan dalam bekerja adalah metode
pemecahan masalah, musyawarah, praktik, dan penyelidikan; (4) diadakan
berdasarkan kebutuhan bersama untuk memecahkan masalah pengajaran; (5)
menggunakan narasumber-resource perseon the resource material yang memberi
bantuan yang besar sekali dalam mencapai hasil; dan (6) senantiasa memelihara
kehidupan seimbang disamping mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan
perilaku tingkah laku.
Pengetahuan, keterampilan dan kecakapan manusia dikembangkan
melalui belajar. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh ketiga
aspek tersebut seperti belajar di dalam sekolah, luar sekolah, tempat bekerja,
sewaktu bekerja, melalui pengalaman, dan melalui workshop. Lebih lanjut, dalam
banyak bidang pelatihan (workshop), hal tersebut memang sangat sulit untuk tidak
mengatakannya mustahil (dilakukan validasi dan evaluasi). Bidang yang
dimaksud misalnya manajemen atau pelatihan hubungan manusia sifatnya. Dalam
hal ini, semua bentuk pelatihan (workshop) tidak dapat memperlihatkan hasil yang
objektif. Pelatihan umumnya mempunyai masalah mengenai prestasi penatar
17
dalam mengajar, yaitu masalah evaluasi dan validasi kelangsungannya. Jika
pelajaran telah diajarkan dengan baik dan penatar belajar pelajaran tersebut sesuai
dengan ukuran penatarnya maka efektifitas pelatihan sudah dianggap valid.
Penilaiannya juga dilakukan langsung, karena jika si penatar selalu menjawab
enam untuk soal tiga kali maka ia selalu benar.
Pelatihan merupakan proses perbantuan (facilitating) guru untuk
mendapatkan keefektifan dalam tugas-tugas mereka sekarang dan masa yang akan
datang melalui pengembangan kebiasaan berpikir, bertindak, keterampilan,
pengetahuan dan sikap yang sesuai (Dahana dan Bhatnagar, 1980:672 ). Pelatihan
pada dasarnya berkenaan dengan persiapan pesertanya menuju arah tindakan
tertentu yang dilukiskan oleh teknologi dan organisasi tempat ia bekerja serta
sekaligus memperbaiki unjuk kerja, sedang pendidikan berkenaan dengan
membukakan dunia bagi peserta didik untuk memilih minat, gaya hidup kariernya.
Supervisor sebagai fasilitator dalam lokakarya (workshop) ini tentu lebih
dahulu mempersiapkan perencanaan dalam bentuk proposal, menyiapkan bahan
yang diperlukan, dan menyusun teknik-teknik fasilitasi selama kegiatan tersebut
berlangsung. Sedangkan guru sebagai peserta kegiatan juga telah membawa bahan
dan alat yang diperlukan pada kegiatan lokakarya (workshop) yang akan
dilakukan dan dipimpin oleh supervisor.
Prosedur pelaksanaan lokakarya (workshop), yaitu:
1) Merumuskan tujuan workshop (hasil yang akan dicapai) secara jelas dan
spesifik;
2) Merumuskan pokok-pokok masalah yang akan dibahas secara terperinci;
3) M enentukan prosedur pemecahan masalah dengan cara merumuskan masalah
yang akan dibahas, menentukan tujuan pembahasan, menggunakan metode
18
pembahasan yang menarik dan menyenangkan, membaca buku yang
berkaitan dengan materi yang dibahas, para peserta mendengar pengarahan
dari narasumber; peserta difasilitasi supoervisor mengerjakan tugas-tugas;
dan merumuskan kesimpulan materi yang dibahas;
4) Menentukan alat dan bahan perlengkapan yang dipakai;
5) Merumuskan kesulitan-kesulitan yang dihadapi, kemudian merumuskan
alternatif pemecahan yang sesuai dengan permaslaahan yang dihadapi; dan
6) Merumuskan kesimpulan dan saran-saran serta rencana tindak lanjut sebagai
follow up kegiatan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik supervisi
menggunakan lokakarya (workshop) dapat dilakukan jika sejumlah guru
mempunyai problem yang relatif sama, misalnya menyusun kriteria ketuntasan
minimal (KKM) mengacu pada kriteria yang sudah ditentukan dalam petunjuk
teknis penentuan dan penetapan KKM. Untuk merumuskan dan menentukan
KKM para supervisor dapat menggunakan teknik lokakarya (workshop) dengan
jumlah peserta yang sudah ditentukan.
Dalam hal ini supervisor harus dibantu oleh narasumber yang menguasai
teknik dan cara menyusun KKM. Produk yang dihasilkan dengan menggunakan
teknik lokakarya (workshop) adalah setiap guru peserta lokakarya (workshop)
memiliki dokumen KKM yang disusun masing-masing guru berdasarkan bidang
studi yang diampunya.
Dengan demikian terhindarlah guru dari kegiatan menjiplak, meniru, dan
menyalin punya orang lain dan/atau KKM tahun pelajaran sebelumnya. Karena
KKM disusun sendiri oleh guru dengan menggunakan kriteria penyusunan yang
sebenarnya, maka guru tersebut diperkirakan tidaklah mendapat kesulitan yang
19
berarti dalam menyusun dan menetapkan KKM yang merupakan batas ketuntasan
minimal yang harus dicapai peserta didik.
2.2 Kerangka Berpikir
Kondisi sebelum dilakukan kegiatan workshop adalah masih rendahnya
kemampuan guru dalam menyusun kriteria ketuntasan minimal. Dengan tindakan
workshop yang akan dilakukan maka diharapkan kemampuan guru dalam
menyusun kriteria ketuntasan minimal bagi guru produktif geologi pertambangan
SMK di wilayah Kabupaten Aceh Selatan akan meningkat.
Adapun alur pemikiran tindakan workshop tersebut adalah (1) penelitian
pendahuluan, (2) perencanaan (planning),(3) pelaksanaan (action),(4) observasi,
dan (5) refleksi.
2.3 Hipotesis Tindakan
Dari uraian kerangka pemikiran di atas maka hipotesis tindakan dalam
penelitian ini adalah lokakarya (workshop) dapat meningkatkan kemampuan guru
guru produktif geologi pertambangan dalam menyusun kriteria ketuntasan
minimal di SMK Kabupaten Aceh Selatan.
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini akan dilaksanakan pada SMKN 1 S a m a d u a
Kabupaten Aceh Selatan Provinsi Aceh, dengan jumlah peserta sebanyak Lima
orang guru mata pelajaran guru produktif geologi pertambangan.
Waktu penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Januari 2015
sampai dengan Maret 2015, mulai dari persiapan sampai dengan pelaporan.
3.2 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah sepuluh orang guru mata pelajaran
guru produktif geologi pertambangan SMKN 1 Samadua di Kabupaten Aceh
Selatan dan dua orang pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Selatan.
Subjek ditentukan dengan cara purposive, yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008:85) yakni bahwa guru yang terpilih
menjadi subjek penelitian dengan alasan sebagai guru mata pelajaran guru
produktif geologi pertambangan.
3.3 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research) yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru menetapkan KKM melalui
lokakarya (workshop) di SMK Negeri 1 S a m a d u a Kabupaten Aceh Selatan.
Tindakan yang akan dilakukan adalah workshop peningkatan kemampuan
guru dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal.
21
Jenis penelitian tindakan yang dipilih adalah jenis emansipatori. Jenis
emansipatori ini dianggap paling tepat karena penelitian ini dilakukan untuk
mengatasi permasalah pada tempat kerja peneliti sendiri berdasarkan pengalaman
sehari-hari.
Dengan kata lain, berdasarkan hasil observasi, repleksi diri, guru bersedia
melakukan perubahan sehingga kinerjanya sebagai pendidik akan mengalami
perubahan secara meningkat. Rancangan penelitian yang digunakan adalah
rancangan model Kemmis yang terdiri atas empat langkah, yakni
perencanaan, pelaksanaan,observasi, dan refleksi (Wardhani, 2007:45). Penelitian
ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, dan langkah-langkah setiap siklus terdiri
dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian ini direncanakan dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing
siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan repleksi. Secara rinci
prosedur penelitian mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
3.4.1 Siklus I
1) Perencanaan
Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
(1) Mengumpulkan guru melalui undangan kepala sekolah;
(2) Menyusun instrumen;
(3) Menyusun jadwal lokakarya (workshop): hari, tanggal, jam, dan tempat;
(4) Menyiapkan materi lokakarya (workshop);
(5) Meminta guru membawa bahan-bahan seperti: kurikulum, silabus, RPP,
dan sebagainya; dan
(6) Menyiapkan konsumsi untuk lokakarya (workshop).
22
2) Pelaksanaan
(1) Hari pertama:
Pengarahan Kepala Sekolah
Pemaparan Kriteria Ketuntasan Minimal
(2) Hari kedua:
Menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal masing-masing mata
pelajaran
Tanya jawab
Presentasi kelompok kecil
Revisi
(3) Hari ketiga adalah presentasi visual Kriteria Ketuntasan Minimal.
3) Observasi
(1) Kesiapan mental dan fisik guru
(2) Kesiapan bahan-bahan yang dibawa guru pada saat KKM.
(3) Kesiapan Laptop
(4) Kehadiran guru
(5) Hasil sementara:
Proses pelaksanaan lokakarya (workshop).
Kualitas KKM.
Respon guru.
1) Refleksi
Untuk menentukan keberhasilan suatu tindakan digunakan norma / kriteria
sebagai berikut:
(1) Analisis kompleksitas, daya dukung, dan intake per indikator.
23
(2) Penetapan KKM indikator yang terdapat pada KD.
(3) Penetapan KKM KD, rata-rata dari indikator yang terdapat pada KD.
(4) Penetapan KKM SK rata-rata dari KD yang terdapat pada SK.
(5) Penetapan KKM mata pelajaran rata-rata dari SK yang terdapat pada mata
pelajaran.
(6) Penetapan KKM oleh guru, disahkan oleh Kepala Sekolah.
(7) KKM disosialisasikan kepada peserta didik, orang tua, dan Dinas
Pendidikan.
(8) KKM dicantumkan dalam LHB.
Apabila kurang dari 85 % guru tidak memenuhi indikator keberhasilan
yang telah ditetapkan, berarti tindakan dianggap belum berhasil. Oleh karena itu
perlu dilakukan perbaikan dan dilaksanakan pada siklus II.
3.4.2 Siklus II
Pada dasarnya siklus II memiliki prosedur yang sama dengan siklus I,
hanya saja diadakan perbaikan pada hal-hal yang dilihat ada kelemahan serta
memperhatikan hal-hal yang sudah berjalan dengan baik. Tidak menutup
kemungkinan juga dilakukan modifikasi terhadap hal-hal sudah baik supaya
tindakan yang diberikan tidak membosankan.
3.5 Teknik dan Alat Pengumpulan Data
3.5.1 Teknik
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara,
observasi, dan diskusi.
1) Wawancara, dipergunakan untuk mendapatkan data awal atau informasi awal
tentang pemahaman guru tentang kriteria ketuntasan minimal.
24
2) Observasi, dipergunakan untuk mengumpulkan data dan mengetahui
kreativitas guru dalam menentukan kriteria ketuntasan minimal.
3) Diskusi, dilakukan antara peneliti, pengawas dan guru.
3.5.2 Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Wawancara, menggunakan panduan wawancara untuk mengetahui
kemampuan awal yang dimiliki guru tentang kriteria ketuntasan minimal.
2) Observasi, menggunakan lembar observasi aktivitas guru dalam merancang
dan merumuskan kriteria ketuntasan minimal.
3) Diskusi, dilakukan dengan maksud untuk sharing pendapat antara peneliti,
pengawas dan guru.
3.5.3 Instrumen
1) Lembar observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengamati sikap dan aktivitas guru dalam
menerima materi dan merumuskan kriteria ketuntasan minimal.
2) Instrumen penilaian kriteria ketuntasan minimal
Instrumen penilaian kriteria ketuntasan minimal dibuat/disusun oleh peneliti
berdasarkan pengembangan format penilaian kriteria ketuntasan minimal yang
dikeluarkan Kementerian Pendidikan Nasional.
3.6 Indikator Keberhasilan Tindakan
Indikator keberhasilan yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan
terhadap tindakan yang dilakukan dalam setiap siklus penelitian dianggap berhasil
jika memenuhi standar berikut:
25
1) nilai rata-rata guru dalam setiap aspek yang tercakup dalam penilaian dalam
proses pelaksanaan penyusuan kriteria ketuntasan minimal memperoleh nilai
baik mencapai 80%;
2) jumlah guru yang berhasil dalam merumuskan dan menetapkan kriteria
ketuntasan minimal sesuai dengan kriteria mencapai 85%;
3) apabila kurang dari 85 % guru tidak memenuhi indikator keberhasilan yang
telah ditetapkan, berarti tindakan dianggap belum berhasil.
3.7 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah data kemampuan
guru-guru mata pelajaran Biologi SMK Kabupaten Aceh Selatan dalam
menentukan kriteria ketuntasan minimal setelah mengikuti lokakarya (workshop).
1) Lembar Observasi Awal mengenai pengetahuan guru tentang kriteria
ketuntasan minimal.
Untuk melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan dan hasil pemberian
tindakan, menggunakan pedoman observasi sebagai berikut.
Tabel 3.1 : Format Pedoman Observasi Proses Pelaksanaan KKM
N a m a
Aspek Yang Diamati
Kesiapan mental dan
fisik guru
Kesiapan
bahan
Kehadiran
guru
Kesiapan
Laptop
S TS S TS H TH S TS
Keterangan : S : Siap
TS : Tidak Siap
H : Hadir
TH : Tidak Hadir
26
2) Lembar Penilaian Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal
Untuk melihat peningkatan kemampuan guru dalam menyusun kriteria
ketuntasan minimal dapat dilihat dari persentase peningkatan yang
dibandingkan dari siklus pertama dengan siklus kedua.Hasil pengolahan data
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sesuai dengan karakteristik data yang
diolah serta efektivitas penyajian laporan. Skala yang digunakan adalah skala
tiga kategori penilaian, yaitu persiapan, pembuatan, dan penilaian. Penilaian
dilakukan dengan memberi skor pada kolom yang tersedia dengan ketentuan
yang sudah dibuat.
𝑵𝑲 = 𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒑𝒆𝒓𝒐𝒍𝒆𝒉𝒂𝒏
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒊𝒎𝒂𝒍 𝒙 𝟏𝟎𝟎
Setelah diperoleh nilai, maka nilai tersebut ditransfer ke dalam redaksi
kualitatif untuk memberikan komentar bagaimana kualitas aktivitas guru yang
diamati dalam mengikuti lokakarya (workshop) dengan kategori-kategori
berikut:
Tabel 3.2 Kategori Nilai Produk
No Skor Kategori Nilai Produk
1. 90-100 A (Baik Sekali)
2. 80-89 B (Baik)
3. 65-79 C (Cukup)
4. 55-64 D (Kurang)
5. 0-54 E (Kurang Sekali)
27
DAFTAR PUSTAKA
Boediono. 1998. Pembinaan Profesi Guru dan Psikologi Pembinaan Personalia,
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdiknas. 2008. Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Jakarta:
Depertemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2010. Juknis Penetapan KKM di SMA. Jakarta: Depertemen
Pendidikan Nasional.
Mathis dan Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba
Empat.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2007tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Prokton and W.M. Thornton. 1983. Latihan Kerja Buku Pegangan Bagi Para
Manager. Jakarta: Bina Aksara.
Sagala, Saiful. 2010. Supervisi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Simamora, Henry. 1995. Managemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE
YPKN.
Sudibyo, Bambang. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sungkowo, M. Perangkat Penilaian Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan
Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
28
BIODATA
1. Identitas Diri
Nama : HABIBULLAH HASIBUAN
Nim : 8146132040
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 24 Januari 1980
Pekerjaan : Guru
Nama Instansi : SMK Negeri 1 Samadua
Alamat Instansi : Jln. Tgk. Salim Mahmud No. 333 Kasik Putih
Kec. Samadua,Kab.Aceh Selatan, Prov. Aceh
Alamat Asal : Ladang Kasik Putih No.298, Kec. Samadua
Kab. Aceh Selatan
Alamat Medan : Jalan Bersama No.7, Kel. Bandar Selamat - Kota Medan
Nomor Telepon / HP : 08126372782
e-mail : [email protected]
2. Riwayat Pendidikan
Jenjang
Pendidikan Nama Institusi Daerah Tahun
SLTA MAN 1 MEDAN KOTA MEDAN 1997 s/d 2000
PT INSTITUT TEKNOLOGI
MEDAN KOTA MEDAN 2000 s/d 2005
Medan, 23 Desember 2014
( Habibullah Hasibuan )
NIM. 8146132040