Tugas Metode Penemuan Hukum

25
BAB 1 A.UJI MAERIILL (JUDICIAL REVIEW) TERHADAP UNDANG- UNDANG NO.30 TAHUN 2002 (Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) Nomor perkara : Nomor 37-39/PUU-VIII/2010 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 1. Pokok Perkara Pokok perkara mengenai uji materiil (judicial review) atas Undang-undang no 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Krupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250, selanjutnya disebut UU KPK) pada pasal 29 angka 4 dan angka 5 terkait dengan sayarat pencalonan ketua KPK. Bahwa Pasal 29 UU KPK berbunyi: Untuk dapat diangkat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Warga negara Republik Indonesia; 2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 3. Sehat jasmani dan rohani; 4. Berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan “pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun” dalam bidang hukum,ekonomi, keuangan, atau perbankan; 5. Berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggitingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan; 6. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela; 7. Cakap,jujur,memiliki integritas moral yang tinggi dan memiliki reputasi yang baik; PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 1

Transcript of Tugas Metode Penemuan Hukum

BAB 1

A. UJI MAERIILL (JUDICIAL REVIEW) TERHADAP UNDANG-UNDANG NO.30

TAHUN 2002 (Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)

Nomor perkara : Nomor 37-39/PUU-VIII/2010 Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia

1. Pokok Perkara

Pokok perkara mengenai uji materiil (judicial review) atas Undang-undang no 30 tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Krupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250,

selanjutnya disebut UU KPK) pada pasal 29 angka 4 dan angka 5 terkait dengan sayarat

pencalonan ketua KPK.

Bahwa Pasal 29 UU KPK berbunyi:

Untuk dapat diangkat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1. Warga negara Republik Indonesia;

2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Sehat jasmani dan rohani;

4. Berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan “pengalaman

sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun” dalam bidang hukum,ekonomi,

keuangan, atau perbankan;

5. Berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggitingginya 65

(enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan;

6. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela;

7. Cakap,jujur,memiliki integritas moral yang tinggi dan memiliki reputasi yang baik;

8. Tidak menjadi pengurus salah satu partai politik;

9. Melepaskan jabatan struktural dan atau jabatan lainnya selama menjadi anggota

Komisi Pemberantasan Korupsi;

10. Tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Komisi Pemberantasan

Korupsi dan;

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 1

11. Mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang

berlaku.

Selanjutnya kedudukan pasal 29 UU KPK dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam

UUD 1945 dan asas equality before the law dan alasan yuridis lainya.

2. Pihak-pihak yang berpekara

M. Farhat Abbas, S.H., M.H.(Pemohon I) beserta Prof. Dr. (Jur). O.C. Kaligis, S.H. (Pemohon

II) tidak dapat atau tidak berkenan menjadi kadidat calon Ketua KPK karena tidak memenuhi

prasyarat yang diajukan oleh Undang-undang KPK. Para pemohon tersebut mengajukan

judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang di pimpin oleh Moh. Mahfud MD

sebagai hakim ketua majelis.

3. Uraian kasus posisi

Lembaga Negara yaitu Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menyatakan

membuka peluang untuk menjadi ketua KPK dengan persyaratan seperti yang di atur dalam

Undang-undang no. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(KPK) yang mengatur prasayaratnya dalam pasal 29.

Dalam persyaratan tersebut terdapat 2 (dua) hal penting yaitu angka 4 (empat) dan angka 5

(lima) yaitu :

Berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan “pengalaman

sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun” dalam bidang hukum,ekonomi,

keuangan, atau perbankan.

Berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggitingginya 65

(enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan.

Hal-hal tersebut menjadi penting karena menjadi bahan judicial review bagi Para Pemohon

yang tidak dapat melengkapi persyaratan tersebut.

M. Farhat Abbas, S.H., M.H.(Pemohon I) menginginkan Mahkamah Konstitusi untuk

mengubah atau membatalkan pasal 29 angka 4 dan angka 5 karena usia dan pengalaman

dalam profesinya masih kurang dari 15 tahun profesi dan usia harus lebih dari 40 tahun dan

kurang dari 65 tahun. Alasan mengajukan judicial review berdasarkan alasan diskriminatif.

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 2

Prof. Dr. (Jur). O.C. Kaligis, S.H. (Pemohon II) menginginkan Mahkamah Konstitusi

mengubah atau membatalkan pasal 29 angka 5 dan memundurkan pengumuman hasil sleksi

ketua KPK, karena pada saat tersebut Pemohon II berusia mendekati 68 tahun dan

pengumuman hasil seleksi yang terlebih dahulu terpublikasikan dari pada putusan

Mahkamah Konstitusi yang masih harus menunggu beberapa waktu lagi. Alasan mengajukan

judicial review berdasarkan asas equality before the law yang dikaitkan dengan usia pejabat

Negara (mentri).

B. KASUS POSISI

Berawal dari perubahan status Ketua KPK (Antasari Azhar) yang menjadi terdakwa dalam

kasus prmbunuhan Nasrudin Zulkarnain. Sehingga KPK membuka kesempatan untuk

menggantikan kedudukan Ketua KPK. Pendaftaran disertai pengumuman akan berlangsung

pada tanggal 24-26 Juni 2010, dengan prasayarat yang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (UU no. 30 tahun 2002).

Bahwa M. Farhat Abbas, S.H., M.H.(Pemohon I) telah mengajukan permohonan dengan

surat permohonan bertanggal 27 Mei 2010, yang didaftar di Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada hari Rabu, tanggal 2 Juni

2010 dengan registrasi perkara Nomor 37/PUU-VIII/2010, yang telah diperbaiki dan diterima

di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 21 Juni 2010. Prof. Dr. (Jur). O.C. Kaligis, S.H.

(Pemohon II) mengajukan permohonan dengan surat permohonan bertanggal 31 Mei 2010,

yang didaftar di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan

Mahkamah) pada hari Rabu, tanggal 3 Juni 2010 dengan registrasi perkara Nomor 39/PUU-

VIII/2010, yang telah diperbaiki dan diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 18

Juni 2010 dan tanggal 21 Juni 2010.

BAB 2

ISU HUKUM

Isu Hukum dari : M. Farhat Abbas, S.H., M.H. ( Pemohon I )

DALAM POKOK PERKARA:

1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon;

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 3

2. Menguatkan putusan provisi yang dimohonkan Pemohon;

3. Menyatakan Pasal 29 angka 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4250), khususnya frasa pengalaman sekurangkurangnya 15 (lima belas) tahun

bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2)

UUD 1945;

4. Menyatakan Pasal 29 angka 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250),

khususnya frasa pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya;

5. Menyatakan Pasal 29 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002

Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250)

bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2)

UUD 1945;

6. Menyatakan Pasal 29 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250)

tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya;

7. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sebagaimana mestinya.

Isu Hukum dari : Prof. Dr. (Jur). O.C. Kaligis, S.H . ( Pemohon II )

DALAM POKOK PERKARA:

1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pihak Terkait ini untuk seluruhnya;

2. Memberi Penafsiran Yang Tegas terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

Pasal 29 angka 5, yakni menyatakan bahwa penafsiran berumur sekurang-kurangnya

40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada

proses pemilihan lalah seseorang yang akan diangkat menjadi Pimpinan Komisi

Pemberantasan Korupsi wajib memenuhi kriteria berumur sekurang-kurangnya 40

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 4

(empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada akhir

proses pemilihan. Untuk itu jika usia Pihak Terkait dihitung belum mencapai 40

(empat puluh) tahun pada awal proses seleksi, tetapi pada akhir proses seleksi atau

proses pemilihan telah mencapai umur 40 (empat puluh) tahun, maka bendasarkan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Pasal 29 ayat 5, Pihak Terkait telah

memenuhi persyaratan umur untuk mengikuti seleksi atau pemilihan Pimpinan

Komisi Pemberantasan Korupsi;

3. Menyatakan bahwa apabila tidak adanya penafsiran sebagaimana angka 2 Petitum

ini, maka akan sangat merugikan hak konstitusional Pemohon, sehingga

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik 52 Indonesia Tahun

1945, terutama Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3); Pasal 28C ayat (1), ayat (2); Pasal

28D ayat (1), ayat (2), ayat (3); Pasal 28G ayat (1); Pasal 28H ayat (2); Pasal 28I ayat

(1), ayat (2); dan Pasal 28J ayat (1);

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia

sebagaimana mestinya.

BAB 3

ISI DAN PERTIMBANGAN PUTUSAN

Menimbang bahwa permasalahan utama dari permohonan para Pemohon a quo adalah

menguji Pasal 29 angka 4 dan angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250,

selanjutnya disebut UU KPK) terhadap Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1),

dan Pasal 28I ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(selanjutnya disebut UUD 1945);

Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah

Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan mempertimbangkan:

a. kewenangan Mahkamah untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a

quo; dan

b. kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon;

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 5

Kewenangan Mahkamah

Menimbang bahwa menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah 53 Konstitusi (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4316, selanjutnya disebut UU MK) juncto Pasal 29 ayat (1)

huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4358), Mahkamah berwenang mengadili pada

tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-

Undang terhadap UUD 1945;

Menimbang bahwa permohonan para Pemohon adalah untuk menguji

konstitusionalitas norma Pasal 29 angka 4 dan angka 5 UU KPK terhadap UUD 1945,

oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus

permohonan a quo; Kedudukan Hukum Legal Standing) Pemohon

Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK, yang dapat mengajukan

permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang

menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD

1945 dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai

kepentingan sama);

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

diatur dalam Undang-Undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara;

Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945

harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:

a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK;

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 6

b. ada tidaknya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh

UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian;

Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September 2007, serta Putusan-putusan selanjutnya,

berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana

dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD

1945;

b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan

oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau

setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan

akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan

berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian

konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;

Menimbang, para Pemohon mendalilkan bahwa hak konstitusional para Pemohon yang

telah diberikan oleh Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat

(2) UUD 1945 telah dilanggar dengan berlakunya Pasal 29 angka 4 dan angka 5 UU KPK;

Menimbang bahwa dari ketentuan hukum mengenai syarat kedudukan hukum ( legal

standing) sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK junctis Putusan Mahkamah

Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 serta dihubungkan

dengan fakta-fakta hukum atas diri Pemohon, Mahkamah berpendapat para Pemohon

memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan pengujian

Pasal 29 angka 4 dan angka 5 UU KPK;

Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang memeriksa, mengadili, dan

memutus permohonan a quo, serta para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 7

standing), oleh karena itu Mahkamah selanjutnya akan mempertimbangkan pokok

permohonan;

Pendapat Mahkamah

Dalam Provisi

Menimbang bahwa para Pemohon dalam permohonannya mengajukan permohonan

provisi sebagai berikut:

1. Memerintahkan Panitia Seleksi calon Pengganti Pimpinan Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi untuk menerima berkas pendaftaran Pemohon dan

menyatakan Pemohon lolos dalam proses seleksi administratif.

2. Memerintahkan Panitia Seleksi Calon Pengganti Pimpinan Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi untuk mengikutsertakan Pemohon pada semua tahapan

pelaksanaan seleksi calon pengganti Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi;

3. Memutuskan menunda batasan waktu seleksi pendaftaran calon Ketua KPK sampai

dengan diputuskannya Putusan Akhir atas Permohonan Uji Materiil Pasal 29 angka 5

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137.

Terhadap permohonan provisi para Pemohon a quo, Mahkamah mempertimbangkan

dengan beberapa alasan sebagai berikut:

bahwa permohonan provisi tersebut bukanlah merupakan kewenangan Mahkamah

Konstitusi, karena kewenangan Mahkamah Konstitusi sudah diatur secara tegas

dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang kemudian diulang kembali dalam Pasal 10

ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang

mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk 1)

Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945; 2) Memutus

sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3) Memutus

pembubaran partai politik, dan; 4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan

umum”;

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 8

bahwa selain itu, permohonan provisi yang diajukan Pemohon tidak tepat menurut

hukum karena tidak terkait langsung dengan pokok permohonan a quo dengan

beberapa alasan:

i) dalam Pengujian Undang-Undang (judicial review), putusan Mahkamah hanya

menguji norma abstrak, tidak mengadili kasus konkret. Oleh karena permohonan

provisi Pemohon sudah masuk ke kasus konkret maka Mahkamah tidak dapat

mengabulkannya;

ii) sejalan dengan alasan yang pertama maka Mahkamah harus menolak permohonan

putusan provisi terkait perintah penerimaan berkas pendaftaran dari Pemohon dan

mengikutsertakan Pemohon pada semua tahapan pelaksanaan seleksi calon

pengganti Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena putusan

Mahkamah tentang norma dalam kasus Pengujian Undang-Undang (judicial review)

bersifat erga omnes. Artinya, berlaku umum dan mengikat untuk semua kasus di

seluruh Indonesia. Oleh sebab itu, Mahkamah tidak dapat memutus kasus konkret

yang tertuju hanya terhadap satu kasus seperti dalam permohonan a quo karena

kalau itu dilakukan berarti bertentangan dengan sifat erga omnes tersebut;

iii) putusan Mahkamah bersifat prospektif sesuai dengan ketentuan Pasal 58 UU MK

serta Pasal 38 dan Pasal 39 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005

tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, sehingga apa

pun amar putusan Mahkamah dalam perkara a quo tidak berlaku surut terhadap

perkara konkret yang sudah berlangsung;

Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, permohonan provisi a quo tidak tepat

menurut hukum karena tidak terkait langsung dengan pokok permohonan a quo, sehingga

Mahkamah berpendapat menolak permohonan provisi yang dimohonkan Pemohon;

Dalam Pokok Permohonan

Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan mengenai pokok permohonan,

Mahkamah perlu mempertimbangkan bahwa terhadap permohonan a quo, Mahkamah

memandang permohonan dan keterangan Pemohon yang telah diberikan pada sidang

pendahuluan sudah mencukupi, sehingga Mahkamah tidak perlu mendengar

keterangan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah. Hal tersebut sejalan dengan

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 9

ketentuan Pasal 54 UU MK yang menyatakan “Mahkamah Konstitusi dapat meminta

keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang

diperiksa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan Perwakilan Daerah,

dan/atau Presiden.”

Menimbang bahwa para Pemohon pada pokoknya mempersoalkan konstitusionalitas

frasa “pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun” sebagai termuat dalam

Pasal 29 angka 4 UU KPK, dan batas umur minimal sekurang-kurangnya 40 tahun dan

batas umur maksimal setinggi-tingginya 65 tahun sebagai syarat bagi seseorang untuk

menjadi Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 29 angka 5 UU KPK. Menurut para Pemohon ketentuan tersebut

bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D

ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2);

Menimbang bahwa untuk mendukung dalil-dalilnya para Pemohon mengajukan bukti

yang diberi tanda Bukti PI-1 sampai dengan Bukti PI-15 dan Bukti PII-1 sampai dengan

Bukti PII-4;

Menimbang bahwa terhadap persoalan hukum tersebut Mahkamah

mempertimbangkan sebagai berikut: · Bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah

lembaga negara yang bersifat independen yang dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun, yang Pimpinannya terdiri dari 5 (lima)

orang yang merangkap sebagai anggota yang terdiri atas unsur pemerintah dan unsur

masyarakat dengan tujuan agar sistem pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat

terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi tetap melekat pada Komisi

Pemberantasan Korupsi. Di dalam UU KPK khususnya Pasal 29 telah ditentukan syarat-

syarat untuk menjadi Pimpinan KPK, yaitu:

“Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1. …..;

2. .....;

3. ….;

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 10

4. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman

sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan,

atau perbankan;

5. berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggitingginya 65 (enam

puluh lima) tahun pada proses pemilihan;

6. ...... dst.;

· Bahwa persyaratan “pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun”, harus dibaca

secara keseluruhan yaitu, berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki

keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum,

ekonomi, keuangan, atau perbankan. Hal tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi

untuk

menduduki jabatan publik (public office) in casu persyaratan untuk menjadi Pimpinan Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalam Penjelasan Umum UU KPK dinyatakan,

“Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri dari 5 (lima) orang yang merangkap

sebagai anggota yang semuanya adalah pejabat negara. Pimpinan tersebut terdiri atas

unsur pemerintah dan unsur masyarakat sehingga sistem pengawasan yang dilakukan oleh

masyarakat terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam

melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi tetap

melekat pada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.

Pengalaman tersebut penting mengingat lembaga yang akan dipimpin merupakan lembaga

negara yang bersifat independen yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas

dari kekuasaan manapun. Oleh karena itu, syarat pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima

belas) tahun merupakan syarat yang harus dipenuhi seseorang jika ingin menjadi Pimpinan

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Walaupun UUD 1945 memberikan jaminan

hak bersamaan dalam hukum dan pemerintahan serta hak atas pekerjaan bagi setiap orang

tetapi hak-hak tersebut juga dapat dibatasi oleh ketentuan Undang-Undang menurut

ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Dalam ketentuan a quo pembatasan ini diperlukan

dalam rangka menjamin berjalannya fungsi lembaga KPK yang independen untuk

kepentingan publik. Dengan demikian, menurut Mahkamah Pasal 29 angka 4 UU KPK tidak

bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945;

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 11

· Bahwa Pasal 29 angka 5 UU KPK merupakan persyaratan untuk menduduki jabatan publik

(public office) in casu persyaratan untuk menjadi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pemenuhan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan bukan

berarti negara tidak boleh mengatur dan menentukan syarat-syaratnya, sepanjang syarat-

syarat demikian secara objektif memang merupakan kebutuhan yang dituntut oleh jabatan

atau aktivitas pemerintahan yang bersangkutan dan tidak mengandung unsur diskriminasi.

Jabatan maupun aktivitas pemerintahan banyak macamragamnya, sehingga kebutuhan dan

ukuran yang menjadi tuntutannya pun berbeda-beda di antara bermacam-macam jabatan

atau aktivitas pemerintahan tersebut. Dalam kaitannya dengan kriteria usia, UUD 1945 tidak

menentukan batasan usia minimal atau maksimal tertentu sebagai kriteria yang berlaku

umum untuk semua jabatan atau aktivitas pemerintahan. Hal itu berarti, UUD 1945

menyerahkan penentuan batasan usia tersebut kepada pembentuk Undang-Undang untuk

mengaturnya. Dengan kata lain, oleh UUD 1945 hal itu dianggap sebagai bagian dari

kebijakan hukum (legal policy) pembentuk Undang-Undang. Oleh sebab itulah, persyaratan

usia minimal untuk masingmasing jabatan atau aktivitas pemerintahan diatur secara

berbeda-beda dalam berbagai peraturan perundang-undangan sesuai dengan karakteristik

kebutuhan jabatan masing-masing;

· Persyaratan tersebut tidak hanya berlaku untuk Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi,

tetapi juga untuk jabatan publik lainnya yang telah diatur dalam Undang-Undang, seperti

persyaratan untuk menjadi Hakim Konstitusi, “berusia sekurang-kurangnya 40 (empat

puluh) tahun pada saat pengangkatan”, [vide Pasal 16 ayat (1) huruf c UU MK], persyaratan

untuk menjadi Hakim Agung, berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun”,

(vide Pasal 7 huruf a angka 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung), batas usia

minimal untuk berhak memilih dalam pemilihan umum ditentukan 17 tahun atau sudah

kawin atau sudah pernah kawin (vide Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor

42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden). Dapat saja batas

usia minimal ataupun maksimal bagi keikutsertaan warga negara dalam jabatan atau

kegiatan pemerintahan itu diubah sewaktu-waktu oleh pembentuk Undang-Undang sesuai

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 12

dengan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada. Hal itu sepenuhnya merupakan

kewenangan pembentuk Undang-Undang yang tidak dilarang. Bahkan, seandainya pun

suatu Undang-Undang tidak mencantumkan syarat usia minimal (maupun maksimal)

tertentu bagi warga negara untuk dapat mengisi suatu jabatan atau turut serta dalam

kegiatan pemerintahan tertentu, melainkan menyerahkan pengaturannya kepada peraturan

perundang-undangan di bawahnya, hal demikian pun merupakan kewenangan pembentuk

Undang-Undang dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Bahwa ketetapan pembentuk

Undang-Undang mengenai syarat usia seseorang pejabat adalah suatu kebijakan hukum

terbuka (opened legal policy) yang berapa pun usia minimal dan

maksimal yang ditetapkan tidak dapat dikategorikan sebagai ketentuan yang tidak

konstitusional;

· bahwa persyaratan untuk menduduki jabatan publik (public office) in casu persyaratan

untuk menjadi Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan bagian

dari hak-hak sipil dan politik (civil and political rights) sehingga tidak dapat dicampur aduk

dengan persyaratan untuk mendapatkan pekerjaan (beroep), karena hak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak adalah bagian dari hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (economic,

social, and cultural rights). Oleh karena itu, dalil para Pemohon a quo adalah tidak tepat;

Menimbang bahwa syarat pengalaman maupun syarat pembatasan usia bukanlah

sesuatu yang bersifat diskriminasi,

Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum yang diuraikan di atas,

Mahkamah berpendapat, kendatipun Mahkamah berwenang memeriksa, mengadili,

dan memutus perkara a quo dan para Pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum

(legal standing) berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK untuk mengajukan permohonan

Pengujian Undang-Undang a quo terhadap UUD 1945, namun pokok permohonan tidak

beralasan hukum;

KONKLUSI

Menimbang bahwa berdasarkan penilaian hukum dan fakta tersebut di atas,

Mahkamah berkesimpulan:

1. Mahkamah berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo;

2. Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing);

3. Permohonan provisi para Pemohon tidak beralasan hukum;

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 13

4. Dalil-dalil para Pemohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 56

ayat (5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98,Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4316), Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan

Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5076);

AMAR PUTUSAN

Mengadili,

Menyatakan:

Dalam Provisi

· Menolak provisi para Pemohon;

Dalam Pokok Permohonan

· Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.

Dalam hal ini pada pokoknya hakim berpendapat bahwa batasan usia dan pengalaman

dalam prasayarat sleksi Pimpinan KPK bukan merupakan perbuatan yang diskriminatif dan

tidak bertentangan dengan UUD 1945.

BAB 4

ANALISIS PUTUSAN

Jika dicermati lebih dalam terkait rasa diskriminatif dalam hak warga negara dalam mencari

pekerjaan yang layak dengan adanya batasan usia dan lamanya pengalaman terdapat

bentuk atau pola piker hakim. Pola pikir terhadap Undang-Undang yang berlaku (UUD 1945)

dengan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Krupsi (KPK) dapat

dikategorikan dalam beberapa bentuk interpretasi.

Dalam pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan : “Hakim sebagai penegak hukum dan

keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 14

masyarakat”. Artinya seorang Hakim harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk

menemukan hukum (Recht vinding). Yang dimaksud dengan Recht vinding adalah proses

pembentukan hukum oleh hakim/aparat penegak hukum lainnya dalam penerapan

peraturan umum terhadap peristiwa hukum yang konkrit. Dan hasil penemuan hukum

menjadi dasar baginya untuk mengambil keputusan.1

Berdasarkan hal tersebut, putusan Hakim MK (Mahfud MD) dapat di kategorikan dalam 3

(tiga) klasifikasi.

1. Metode Interprestasi secara historis yaitu menafsirkan Undang-undang dengan cara

melihat sejarah terjadinya suatu Undang-undang. Penafsran historis ini ada 2 yaitu :

a. Penafsiran menurut sejarah hukum (Rechts historische interpretatie) adalah suatu

cara penafsiran dengan jalan menyelidiki dan mempelajari sejarah perkembangan

segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum seluruhnya.

Contoh : KUHPerdata (BW) yang dikodifikasikan pada tahun 1848 di Hindia Belanda.

Menurut sejarahnya mengikuti code civil Perancis dan di Belanda (Nederland) di

kodifikasikan pada tahuan 1838.

b. Penafsiran menurut sejarah penetapan suatu undang-undang (Wethistoirsche

interpretatie) yaitu penafsiran Undang-undang dengan menyelidiki perkembangan

suatu undang-undang sejak dibuat, perdebatan-perdebatan yang terjadi dilegislatif,

maksud ditetapkannya atau penjelasan dari pembentuk Undang-undang pada waktu

pembentukannya.2

Jika di tinjau dari segi historis lahirnya UUD 1945 merupakan bentuk induk dari

peraturan di bawahnya, sehingga bersifat umum. Peratuaran UU no. 30 tahun 2002

(KPK) merupakan bentuk khusus dari kodifikasi Negara Indonesia.

2. Metode interpretasi secara sistematis yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal

yang satu dengan pasal yang lain dalam suatu per Undang-undangan yang

bersangkutan, atau dengan Undang-undang lain, serta membaca penjelasan Undang-

undang tersebut sehingga kita memahami maksudnya.3

1 Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, 1993.

2 LIZA ERWINA, SH.M.HUM, Makalah PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM (RECHT VINDING), Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara, 2002. Hlm. 3

3 Ibid. 4PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 15

Dalam hal ini dapat dikaitkan dengan persamaan UU KPK dengan MK yang memiliki

prasyarat untuk menjadi ketua KPK / MK terkait batasan umur dan pengalaman kerja di

bidang khusus selama waktu-waktu tertentu.

3. Metode Interpretasi Restriktif yaitu penafsiran yang membatasi/mempersempit

maksud suatu pasal dalam Undang-undang seperti : Putusan Hoge Road Belanda

tentang kasus Per Kereta Api “Linden baum” bahwa kerugian yang dimaksud pasal 1365

KUHPerdata juga termasuk kerugian immateril yaitu pejalan kaki harus bersikap hati-

hati sehingga pejalan kaki juga harus menanggung tuntutan ganti rugi separuhnya

(orang yang dirugikan juga ada kesalahannya)4

Dalam hal ini hakim memberikan batasan terhadap perluasan beberapa pasal yang

mengatur HAM dan diskriminatif. …UUD 1945 memberikan jaminan hak bersamaan

dalam hukum dan pemerintahan serta hak atas pekerjaan bagi setiap orang tetapi hak-

hak tersebut juga dapat dibatasi oleh ketentuan Undang-Undang menurut ketentuan

Pasal 28J ayat (2) UUD 1945…5

Sehingga kurang baik bentuk permohonan yang diajukan oleh Para Pemohon karena hal

tersebut tidak dilandasi oleh suatu pertentangan dengan pasal-pasal terkait judicial

review yang akan diajukan.

BAB 4

KESIMPULAN

Hakim bersikap baik dan bersifat campuran antara hetronom dan otonom seperti yang

dianut dalam asas hukum di Indonesia. Dalam pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan

: “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami

nilai-nilai hukum yang hidup didalam masyarakat”.6 Dalam intepretasi hakim telah

4 C. Asser, Mr/Paul Scholtes, Mr., Penuntun Dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda, Gajah Mada

University Press, 1986. Hlm. 84-85

5 Pertimbangan hakim MK UJI MAERIILL (JUDICIAL REVIEW) TERHADAP UNDANG-UNDANG NO.30 TAHUN 2002 (Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) Nomor perkara : Nomor 37-39/PUU-VIII/2010

6 LIZA ERWINA, SH.M.HUM, Makalah PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM (RECHT VINDING), Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara, 2002. Hlm. 1

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 16

melakukan recht vinding dengan baik tanpa melanggar asas-asas dan nilai yang berlaku

dalam fungsi, tugas dan wewenang hakim.

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 17

DAFTAR PUSTAKA

C. Asser, Mr/Paul Scholtes, Mr., Penuntun Dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda,

Gajah Mada University Press, 1986.

Sudikno Merto Kusumo, Prof, Dr, SH, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya

Bakti, 1993.

LIZA ERWINA, SH.M.HUM, Makalah PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM (RECHT VINDING),

Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara, 2002.

C.S.T. Kansil, Drs., SH, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka

Jakarta, 1986

PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 18