Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

48
TUGAS METODE PENELITIAN DI SD 162 Disusun oleh : LAS AMALIA Nim. 56081006056 Nama Dosen : Drs. Iyakrus, M. Kes

Transcript of Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

Page 1: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

TUGAS

METODE PENELITIAN DI SD 162

Disusun oleh :

LAS AMALIANim. 56081006056

Nama Dosen : Drs. Iyakrus, M. Kes

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2010

Page 2: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

Masalah Yang Dihadapi Di Kelas Atau Di Luar Kelas (Sekolah)

1. Anak yang takut dengan olahraga.

2. Anak yang tidak mau diam (aktif).

3. Anak yang lambat menerima pelajaran.

4. Kurangnya fasilitas olahraga.

5. Minimnya minat anak perempuan dalam cabang sepak takraw.

Usaha Pemecahan Masah

1. Seorang guru olahraga harus memulai mengatur anak didiknya, anak yang

takut harus diberi pengertian tentang olahraga dan dibimbing.

2. Seorang guru harus memberikan pengertian atau perhatian terhadap anak

tersebut dan seorang guru harus mengerti latar belakang anak tersebut.

3. Kita sebagai seorang pendidik harus tahu kepribadian anak didik dan kita

harus memberi pengertian dan hukuman yang mendidik terhadap anak yang

jail tersebut.

4. Guru harus melaporkan dengan kepala sekolah bahwa alat olahraga harus

dibelikan dan fasilitas olahraga.

5. Guru harus mulai bimbing anak perempuan untuk senang berolahraga dan

senang coba sepak takraw.

Page 3: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

TUGAS

HUKUM DAN HAKWARGA NEGARA INDONESIA

Disusun oleh :

LAS AMALIANim. 56081006056

Nama Dosen : Drs. Iyakrus, M. Kes

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2010

Page 4: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat

serta hidayah-Nya, sehingga penulisan Laporan Akhir ini dapat penulis selesaikan.

Judul makalah ini adalah “HUKUM DAN HAK WARGA NEGARA

INDONESIA “.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa baik

isi materi maupun cara pembahasannya masih terdapat kekurangan yang

disebabkan keterbatasan kemampuan dan ilmu yang dimiliki. Untuk itu dengan

sepenuh hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun

untuk kesempurnaan Laporan ini.

Akhir kata, penulis juga mengharapkan semoga penulisan makalah ini dapat

bermanfaat bagi pembaca, amin.

Palembang, September 2010

Penulis

Page 5: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

HUKUM DAN HAKWARGA NEGARA INDONESIA

Dalam aspek hukum dan politis akibat amandemen UUD 1945 persoalan

HAM telah diatur dalam konstitusi kita, tepatnya pada BAB X A pasal 28 A-J. hal

ini mengindikasikan bahwa Indonesia meratifikasi tentang DUHAM ini melalui

konstitusinya. Hal ini menarik kita kaji lebih jauh karena akibat adanya

amandemen ini kehidupan demokrasi kita lebih terjamin dengan prinsip otonomi

daerah dengan desentralisasi, dekonsentrasi, dan medebewind. Sebagai akibatnya

munculah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan-

peraturan lainnya yang berhubungan. Secara umum maka ada beberapa hal yang

perlu kita catat sehubungan dengan hal-hal yang mana jadi kewenangan

Pemerintah Daerah dan mana yang jadi kewenangan Pemerintah Pusat. Yang jelas

kewenangan Pemerintah Daerah lebih luas untuk mengurusi kepentingannya

sendiri dengan menyeimbangkan antara kebutuhan riil masyarakat daerah tersebut

terhadap segala aspek hukum dan politisnya.

Akan tetapi bukan berarti kewenangan atau kebebasan ini mutlak dimiliki

oleh daerah, karena ada 5 hal yang secara mutlak tidak boleh diatur sendiri oleh

Pemerintah Daerah. 5 hal yang diatur langsung oleh Pemerintah Pusat Adalah

persoalan pertahanan keamanan, fiskal moneter, urusan luar negeri, peradilan, dan

Agama. 3 dari yang pertama sudah jelas menjadi kewenangan Pemerintah Pusat

dengan pertimbangan kepentiangan dan stabilitas nasional.

Pada masalah peradilan, baik pada lembaga-lembaga strukturalnya dan

regulasi-regulasinya masih banyak hal-hal yang perlu banyak kaji ulang dengan

mempertimbangkan adanya hierarkhi peraturan perundang-undangan UU No. 10

Tahun 2004. Hal pokok yang harus kita ketahui bersama bahwa aturan-aturan

yang posisinya lebih rendah tidak boleh menyalahi dari aturan-aturan yang

diatasnya. Hal ini yang memberikan tidak adanya kepastian hukum seperti yang

diatur dalam pasal 28 D ayat (1) UUD 1945. Hal ini disebabkan adanya

mekanisme dari lembaga Peradilan dengan berbenturan kepentingan umum di

Page 6: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

masyarakat dengan mengajukan juidicial review atas suatu perundangan atau

peraturan dengan mengajukan ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung.

Kita lihat saja rame-ramenya para pejabat Kepala Desa ke Mahkamah Agung di

Jakarta untuk demo merevisi hak-hak politis mereka dalam berserikat dan

mengembangkan aspirasi mereka. Atau kita lihat tentang UU Komisi Yudisial dan

Pengadilan Tipikor yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Yang terbaru

adalah tentang UU kesehatan yang sekarang ini dalam proses persidangan

Mahkamah Konstitusi.

Masalah agama, dalam hal pengaturan agama yang masih menjadi

kewenangan pemerintah pusat untuk mengaturnya sudah jelas menyalahi hak

dasar dari manusia. Hal ini menyalahi dari pasal 28 E ayat (1) dan (2). Dalam

pasal ini disebutkan garis besarnya bahwa setiap orang bebas untuk menyakini

dan menjalankan kepercayaan sesuai dengan hati nuraninya. Persoalan ini menjadi

suatu dilematis sekali karena pada satu sisi tidak ada peraturan pelengkap dari

pasal ini. Hal ini menyebabkan sering terjadi kekacuan persoalan SARA terutama

yang disebabkan persoalan keyakinan suatu golongan terhadap haknya untuk

menjalankan keyakinan dan kepercayaannya secara bebas yang mana harus

dilindungi hukum.

Dengan duduknya Indonesia dalam anggota DK PBB, maka otomatis

Indonesia akan pula menjadi perhatian bagi seluruh negara negara di dunia.

PBB.SekaligusIndonesia diharapkan menjadi penengah dalam menciptakan

perdamaian dunia dalam masa 2 (dua) tahun keanggotaanya. Sebab selain

merupakan salah satu anggota GNB, Indonesia sebagai negara dengan jumlah

muslim terbesar di dunia, akan juga dianggap sebagai wakil negara-negara ketiga

yang tergabung di dalam OKI (Organisasi Konferensi Islam), di mana beberapa

diantaranya sedang mengalami konflik senjata yang tak kunjung selesai, misalnya

konflik ditimur tengah dan konflik masalah nuklir korea utara.

Namun demikian, yang masih tetap akan menjadi persoalan besar sampai

saat ini ialah, apakah ide dan konsep segala kebijakan dan upaya penegakan hak

hak asasi manusia didalam kehidupan yang berskalah telah global itu harus

bersifat universalistik , dalam artian yang mutlak ataukah sekalipun deklarasi itu

Page 7: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

telah diterimah oleh wakil negara bangsa di dunia ini, masikah ada juga tafsir

tafsir yang bersifat partikularistik, artinya adakah hak-hak asasi manusia itu harus

ditegakkan, kapan saja dimana saja dalam pengertian yang sama sebagaimana

modelnya yang klasikdari barat itu? Ataukah hak asasi manusia itu hanya bisa

dipandang sebagai sesuatu yang universal.dalam hal prinsip-prinsipnya saja?

Dewan Keamanan (DK) PBB, Mengingat resolusi-resolusi DK PBB dengan

pernyataan-pernyataan Presiden DK PBB mengenai situasi di Timor Timur,

khususnya pernyataannya pada tanggal 3 Agustus 2000 yang memuat pernyataan

keprihatinan mendalam dalam atas keberadaan pengungsi yang berkepanjangan

dalam jumlah besar di kamp-kamp pengungsi di Timor Barat dan atas kehadiran

secara berkelanjutan para milisi di kamp-kamp pengungsi serta atas tindakan

intimidasi oleh para milisi kepada para pengungsi dan para staf Komisi Tinggi

PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), mengutuk tindakan kejam dan keji

terhadap staf internasional yang tidak bersenjata yang berada di Timor Barat

membantu para pengungsi dan menegaskan kembali pernyataan kutukan DK PBB

atas pembunuhan dua anggota Pemelihara Perdamaian Pemerintahan Transisi

PBB di Timtim (UNTAET) dan berbagai serangan terhadap keberadaan PBB di

Timor Timur.

Perlu diketahui bahwa di negara Indonesia ada sejumlah kemajuan penting

mengenai upaya bangsa ini untuk melindungi HAM seperti diketahui ada

sejumlah produk politik yang penting tentang HAM. Tercatat mulai

dikeluarkannya TAP MPR N0.XVII/ 1998, kemudian amandemen UUD 1945

yang secara implisit sudah memasukkan pasal-pasal yang cukup mendasar

mengenai hak-hak asasi manusia, UU NO, 39/1999 tentang hak-hak asasi

manusia, dan UU 26/2000 tentang pengadilan HAM. Setelah dilakukan

amandemen dengan sendirinya UU 1945 sebenarnya sudah dapat dijadikan dasar

konstitusional untuk memperkokoh upaya-upaya perlindungan HAM. Adanya

undang-undang tentang HAM dan peradilan HAM, merupakan perangkat organik

untuk menegakkan hukum dalam kerangka perlindungan HAM dan peradilan

HAM.Semua ini melengkapi sejumlah konvenan PBB tentang HAM seperti

Page 8: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

tentang hak-hak perempuan hak anak atau kovenan tentang anti diskriminasi serta

kovenan tentang anti tindakan kekejaman yang sudah diratifikasi.

Peran-peran kalangan diluar negara tetap dan akan tetap penting dalam

penegakan HAM, termasuk dalam penegakan supremasi hukum, sekalipun negara

mulai menjalankan fungsi dan kewajibannya untuk menjamin dan melindungi

HAM. Dalam perspektif konstitualisme, penegakan HAM dan supremasi hukum

yang menjadi yang menjadi kewajiban imperatif negara tidak akan dengan

sendirinya direalisasikan manakala tidak didukung dan tidak memperoleh desakan

efektif masyarakat. Oleh sebab itu peran masyarakat menjadi penting, dan akan

terus penting mengingat masyarakat juga berkepentingan dengan penegakan

supremasi hukum dan HAM.

Sejarah menunjukkan bahwa penyalah gunaan kekuasaan negara (abuse of

power) merupakan ancaman paling efektif terhadap hak-hak asasi yang

merendahkan martabat manusia oleh penguasa kurang lebih 30 tahun terakhir.

Adanya perlakuan terhadap hak-hak asasi manusia oleh penguasa dalam 30 tahun

terakhir, baik apa dalam masa orde lama maupun orde baru, sudah menyimpang

dari cita-cita bangsa untuk mengangkat martabat manusia. Contoh-contoh

pelanggaran oleh penguasa yang menyalah gunakan haknya sebagai penguasa

namun ia dapat diadili dan ada pula yang lolos dikarenakan adanya HAM. HAM

kasus tanjung priok yang melibatkan MAYJEND TNI Pranowo, Mayjen

SRIYANTO yang yang mana mereka pada tanggal 10 dan 12 agustus 2004 telah

bebas. selanjutnya dalam kasus pelanggran kasus Abepura yang melibatkan

Brigjen johny wainal Usman dkk. yang pada tanggal 8/9/2005 bebas. pelanggaran

kasus jajak pendapat di TIM-TIM yang melibatkan Abilio jose suares mantan

gubernur TIM-TIM pada tgl 4/11/2004 telah bebas selain itu dalam kasus ini juga

melibatkan pra petinggi TNI- POLRI misal Mayjen Adam Damiri, MAYJEN

Timbul Silaen yang mana mereka pada tanggal 29/9/2004 dan pada bulan

desember 2003 mereka telah bebas.dari petinngi POLRI melibatkan AKBP. Adios

salova bebas 19/5/2005.

Dari kasus kasus pelanggran Ham tersebut notabenenya dilakukan oleh

Para petinggi TNI dan POLRI yang mana mereka asdalah para aparat penegak

Page 9: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

hukum yang seharusnya harus bisa menegakkan hukum di negeri ini kususnya

dalam masalah HAM. dan sebetulnya masih banyak lagi pelanggran- pelanggran

HAM yang dilakukan oleh pejabat tinggi TNI maupaun POLRI yang sampai saat

ini belum bisa di seret kepengadialn HAM sebut saja mantan KSAD JENDRAL

WIRANTO, dan yang mampu diseret kepengadilan hanya staf-stafnya saja.

Mendeklarasikan dirinya sebagai negara yg melindungi hak asasi manusia

yakni melalui deklarasi universal hak asasi manusia atau dikenal dengan DUHAM

pd tgl 10 desember 1948. Indonesiapun tidak mau kalah dan Indonesiapun telah

meratifikasi berbagai konvensi berkenaan dengan HAM sehingga saat ini di

Indonesia sudah ada aturan hukum yakni UU HAM no.39 tahun 1999 dan UU

PENGADILAN HAM no.26 thn 2000. seperti yg saya peroleh dari perkuliahan

hukum internasional fak hukkum Universitas muhammadiyah malang yg di ajar

oleh ibu.cekli maka semua perangkat hukum yg berkenaan dengan HAM di

Indonesia telah sesuai dengan prinsip2 yakni universal karena dalam setiap

peraturan negara melindungi HAM warga negaranya maupun warga negara lain

yg sedang berada disuatu negara hal ini dapat dilihat dari berbagai bunyi pasal yg

biasanya menggunakan kata “SETIAP ORANG” ini menunjukkan prinsip

universal namun dalam pasal24 ayat 2 UU HAM no.39 thn 1999 baru

menggunakan kata “SETIAP WARGA NEGARA atau kelompok masyarakat

berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi

lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan

negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi

manusia dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” jika melihat pasal ini

maka dpt ditafsirkan yg bisa mendirikan partai politik atau yg bisa berperan sbg

aparatur negara hanyalah yg mempunyai status WARGA NEGARA jelas sekali

disini pemerintah sangat jeli dalam membentuk segala peraturan yg mengatur

HAM di Indonesia dan sperangkat aturan hukum Indonesia inipun secara

kontekstual (bahasa) sangat sesuai dengan prinsip2 lainnya yakni prinsip setiap

orang memiliki hak yang sama (equality) dan tanpa diskriminasi non-

discrimination dan Prinsip Pengakuan indivisibility and interdependence of

different rights.

Page 10: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

UU No 39 th 1999 tentang HAM UU ini juga telah menerapkan prinsip

universalitas yang dapat dilihat dalam pasal 3,4,5,7,98,10,11,12,13,14,dll yang

menggunakan kata “setiap orang..”. Prinsip equality dan tanpa diskriminasi juga

dapat dilihat dalam pasal 48 yang memberikan hak yang sama bagi wanita utk

mendapat pendidikan dan pengajaran,49 dan 54 Perlindungan terhadap HAM ini

dibuktikan dengan adanya Pengadilan HAM dalam UU No 26 th 2000, dalam ps

34 dapat dilihat bahwa UU ini memberikan perlindungan bagi ” setiap orang..”

yang menjadi korban dan saksi dalam pelanggaran HAM berat.

Pasal 27 ayat 1 “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya”

Pasal 28, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran

dengan lisan dan tulisan dan sebagainya di tetapkan dengan undang-undang”

Pasal 29 ayat 2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu”

Pasal 30 ayat 1 “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam

usaha pertahanan dan keamanan”

Pasal 31 ayat 1 “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”

Dan untuk prinsip-prinsip HAM yang ada di negara kita, saya rasa sudah

memenuhi. Meskipun perlu adanya penambahan-penambahan untuk memberikan

yang jauh lebih baik lagi bagi warga negara kita.

Dari ‘Prinsip - Prinsip Perlindungan HAM’ yang sudah di paparkan, jelas

terlihat bahwa negara manapun telah berusaha untuk melindungi setiap hak asasi

manusia yang telah di miliki seseorang sejak ia lahir. Hendardi TIGA tahun seusai

Perang Dunia II, komunitas internasional menyuarakan “pencerahan nurani”

dengan memproklamasikan hak asasi manusia universal 10 Desember 1948.

Upaya untuk menghormati, melindungi, memenuhi hak

asasi manusia, dan meninggikan martabat telah dimulai secara universal.

Penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM dimajukan setelah terjadi

transformasi dari komitmen moral menjadi komitmen hukum internasional.

Page 11: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

Transformasi ini menemukan wujudnya melalui penerimaan atas dua

perjanjian internasional pada 16 Desember 1966. Kedua perjanjian itu adalah

Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, yakni

CESCR(Covenant on Economic, Social and Cultural Rights ) serta Kovenan

Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yakni CCPR (COVENANT ON

CIVIL AND POLITICAL RIGHTS) . Sebagian besar inspirasi kedua perjanjian

ini bersumber dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Dari

pemikiran yang di peroleh atas DUHAM yang telah memunculkan CCPR dan

CESCR, Undang-Undang di Indonesia yang mengatur tentang hak asasi manusia

juga tertuang dalam UU No.39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2006 tentang

Pengadilan HAM, serta tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti

pada pasal 27, 28, 29, 30 dan 31.

Bagi sebagian orang atau masyarakat, masih sering ada keragu-raguan atau

tanda tanya besar mengenai suatu konsep yang mengatakan bahwa standar umum

tentang HAM yang dimuat dalam Deklarasi HAM 1948 tidak dapat diberlakukan

oleh semua masyarakat atau semua negara. Beberapa alasan dari keragu-raguan

menyangkut keabsahan dan kekuatan mengikat dari DUHAM. Pertama, bahwa

belum tentu negara-negara tersebut ikut merumuskan asas-asas yang dimuat

dalam DUHAM pada saat ditetapkan. (Dimana pada saat itu belum semua negara

menjadi anggota PBB atau bahkan masih belum merdeka). Misalnya saja, negara

Indonesia, merupakan salah satu contoh negara yang tidak ikut andil sebagai

perserta yang merumuskan substansi DUHAM. Alasan yang kedua adalah bahwa

deklarasi tersebut hanya merupakan suatu pernyataan umum yang tidak mengikat

kepada negara-negara sebagai hukum, dan adanya Kovenan SIPOL dan

EKOSOSBUD hanya akan mengingkat jika negara tersebut menerimanya melalui

ratifikasi atau aksesi. Keraguan di atas didukung oleh fakta dimana masih banyak

negara-negara yang dinilai melanggar prinsip-prinsip HAM namun tidak ada

penyelesaian secara kongkrit.

Namun demikian, sesungguhnya alasan diatas sudah tidak relevan

dikemukakan dalam konteks kekinian karena beberapa alasan. Pertama, bahwa

sejak diadakannya Konferensi Internasional tentang HAM di Teheran tertanggal

Page 12: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

22 April sampai 13 Mei 1968 (20 Tahun sejak DUHAMdideklarasikan) yang

dihadiri oleh hampir seluruh anggota PBB telah disepakati bahwa DUHAM diakui

dan diterima sebagai prinsip-prinsip universal dalam penghormatan harkat,

martabat dan nilai-nilai manusia oleh seluruh negara meskipun adakalanya

terdapat suatu pemerintahan tidak menerimanya. Kedua, efektifitas DUHAM

bersama 2 Kovenannya sebagai hukum yang mengikat tidak diragukan lagi karena

secara nyata telah dijadikan dasar dan pembenar sejumlah besar keputusan-

keputusan yang diambil oleh badan PBB, resolusi Majelis Umum/ Dewan

Keamanan atau bahkan Keputusan Pengadilan di tingkat Nasional. Ketiga,

DUHAM secara nyata juga menjadi dasar bagi pembuatan instrument-instrumen

Internasional, perjanjian-perjanjian multilateral, bilateral bahkan pemrumusan

konstitusi suatu negara.

Dengan demikian, keragu-raguan kekuatan mengikat DUHAM secara

universal sesungguhnya menurut penulis tidak dapat dijadikan dasar untuk

menyimpulkan bahwa DUHAM beserta 2 Kovenannya sebagai ketentuan tidak

memiliki kekuatan sebagai hukum yang mengikat setiap negara karena baik aspek

keabsahan serta sifatnya sebagai hukum telah nyata dan terbukti. Namun, jika

dalam prakteknya masih ada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi hanya

menunjukkan bahwa ada sesuatu yang menggangu efektifitas perlindungan dan

penegakan HAM.

Memang harus diakui, bahwasannya terkait dengan pengesahan DUHAM

pada tanggal 10 desember 1948 di U.S/PBB tidak semua negara ikut dalam

pengesahan (rumusan asas-asas DUHAM) tersebut. akan tetapi hal ini bukan

berarti negara-negara yang tidak ikut dalam perumusan enggan memberikan saran

dan masukannya, tapi bisa saja negara tersebut sedang mengalami stabilitas yang

ada di negara tersebut tidak aman.misalnya saja Indonesia dimana pada saat

DUHAM tersebut di buat atau disahkan kondisi atau stabilitas keamanan di

Indonesia tidak memungkinkan, yaitu di Indonesia pada saat itu terjadi penjajahan

oleh belanda dll.Akan tetapi setelah Indonesia stabilitas keamanannya sudah

mulai membaik Indonesia ikut meratifikasi terhadap isi dari DUHAM tersebut

meskipun Indonesia pada saat DUHAM tersebut dirancang Indonesia tidak ikut

Page 13: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

andil didalamnya.DUHAM tersebut keberadaannya di bawah bendera PBB

sehingga negara yang mau meratifikasi DUHAM (declaration of human rights)

tersebut stabilitas keamanannya harus terjamin dalam artian aman dari segala

konflik atau peperangan baik antar negara maupun antar suku. diman akaibat hal

tersebut bisa mengganggu stabilitas keamanan negara iu sendiri.Kembali lagi

kepermasalahan masalan DUHAM meskipun pada saat DUHAM tersebut dibuat

dan disahkan ada negara yang tidak ikut dalam pembuatannya dan hanya

meratifikasi saja, tidaklah mengapa asalkan negara tersebut mampu dan mau

mematuhi serta melaksanakan isi dari DUHAM tersebut guna penegakan HAM

bagi negara itu sendiri.

Selain itu pula alasan mengapa? Indonesia juga Ikut meratifikasi DUHAM

tersebut tidak lain diakarenakan, Indonesia adalah negara HUKUM(rechtstaats).

Hal itu sebagaiman telah di jelaskan didalam pembukaan kontitusi UUD 1945

negara republik Indonesia. Dari situ dapatlah diketahui bahwasannya ciri dari

negara hukum adalah “Adanya penagakuan HAK Asasi Manusia(HAM).Dengan

diratifiaksinya DUHAM tersebut oleh Indonesia diharapkan pengekkan HAM di

Indonesia bisa ditegakkan dan dapat dijadikan acuan dalam membuat peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan HAM.masalah Penegakan HAM

merupakan hal yang sangat urgen, mengingat HAM merupakan HAK dasar atau

pokok yang merupakan yang dimiliki oleh setiap manusia yang merupakan

pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa sejak manusia itu lahir.jadi apabila sudah

berhadapan dengan masalah HAM jangan coba-coba main-main kareana sudah

ada aturan yang mengatur dan menjaminnya yaiu DUHAM dan kalau di Indonesia

sejak psca reformasi telah mempunyai UU no.39 tahun 1999 tentang pengadialn

HAM yang salah satu fungsinya menegakan HAM sebagai mana yang telah

diamanatkan didalam DUHAM yang telah diratifikasi oleh Indonesia yang

keberadaanya mengikat secara universal. Apalagi di idonesia meskipun telah

meratifikasi DUHAM dari PBB dan juga telah mempunyai UU no. 39 tahun 1999

tentang pengadilan HAM akan tetapi fakta yang ada masih banyak pelanggaran

HAM di Indonesia. baik pada masa lalu maupuan sekarang misal pelanggaran

HAM kasus tanjung priok yang melibatkan MAYJEND TNI Pranowo, Mayjen

Page 14: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

SRIYANTO yang yang mana mereka pada tanggal 10 dan 12 agustus 2004 telah

bebas. selanjutnya dalam kasus pelanggran kasus Abepura yang melibatkan

Brigjen johny wainal Usman dkk. yang pada tanggal 8/9/2005 bebas. pelanggaran

kasus jajak pendapat di TIM-TIM yang melibatkan Abilio jose suares mantan

gubernur TIM-TIM pada tgl 4/11/2004 telah bebas selain itu dalam kasus ini juga

melibatkan pra petinggi TNI- POLRI misal Mayjen Adam Damiri, MAYJEN

Timbul Silaen yang mana mereka pada tanggal 29/9/2004 dan pada bulan

desember 2003 mereka telah bebas.dari ptinngi POLRI melibatkan AKBP. Adios

salova bebas 19/5/2005. dari kasus kasus pelanggran Ham tersebut notabenenya

dilakukan oleh Para petinggi TNI dan POLRI yang mana mereka asdalah para

aparat penegak hukum yang seharusnya harus bisa menegakkan hukum di bumi

nusantara ini kususnya dalam masalah HAM. dan sebetulnya masih banyak lagi

pelanggran- pelanggran HAM yang dilakukan oleh pejabat tinggi TNI maupaun

POLRI yang samapai saat ini belum bisa di seret kepengadialn HAM sebut saja

mantan KSAD JENDRAL WIRANTO, dan yang mampu diseret kepengadilan

hanya staf-stafnya saja.

Hak asasi manusia adalah hak dasar atau pokok sebagai pemberian Tuhan

Yang Maha Esa sejak manusia lahir. Berdasarkan pengertian HAM diatas dapat

dikatakan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada setiap individu, hak

yang harus ada dan harus mendapatkan penghormatan dari individu lainnya.

Menanggapi tentang masih adanya keragua-raguan atau tanda Tanya besar

mengenai konsep universalitas berlakunya standart umum tentang HAM yang

dimuat dalam deklarasi HAM 1948, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masih

adanya keragu-raguan dari pihak tersebut diatas tentang adanya HAM itu sendiri.

Seharusnya kita harus mensyukuri adanya dua convenant yang mengatur tentang

standart tentang HAM tersebut karena dengan adanya convenant itu menunjukkan

keseriusan dari masyarakat dunia tentang urgennya pengakuan tentang HAM serta

diharapkan dapat menghapus berbagai macam bentuk penindasan yang sering

dilakukan oleh Negara-negara super power terhadap Negara-negara miskin

sebagai upaya perluasan kekuasaan, baik dalam bentuk politik, ekonomi maupun

budaya.

Page 15: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

Alasan tentang tidak ikut sertanya suatu Negara dalam perumusan azas-

azas yang dimuat dalam DUHAM pada saat ditetapkan tidak dapat dijadikan alas

an pembenar untuk tidak mengakui berlakunya azas universalitas dari DUHAM

itu sendiri. Logikanya jika tidak mengakui DUHAM maka dapat dikatakan tidak

mengakui HAM itu sendiri, karena konsep HAM yang terdapat dalam DUHAM

tidak satupun terdapat perumusan yang merugikan suatu bangsa, Negara ataupun

suatu golongan. Bahwa DUHAM tersebut hanya merupakan suatu pernyataan

umum yang tidak mengikat kepada Negara-negara sebagai hukum, dan adanya

convenant SIPOL dan EKOSOSBUD hanya akan mengikat jika Negara-negara

tersebut meratifikasi adalah sebuah pernyataan atau alasan yang salah untuk tidak

mengakui DUHAM. Harus kita ingat bahwa DUHAM itu merupakan pernyataan

sejagal ( Universal Declaration) hal ini dibuktikan dengan hamper semua Negara

dalam konstitusinya memuat rumusan HAM sejak 1948 yang didasrkan pada

DUHAM itu sendiri, dan kepastian praktek tersebut dapat dinyatakan

mendapatkan Opinion Yuris pada pihak Negara-negara, yaitu keyakinan akan

adanya kewajiban hukum.

Hal utama yang perlu ditanyakan bukanlah mengenai keberlakuan konsep

universalitas dari DUHAM tersebut, tetapi mengapa isi dari DUHAM sering

dilanggar oleh beberapa Negara. Namun Comision on Human Rights tidak

memberikan sanski yang tegas, dan disadari atau tidak hal tersebut dapat

mengakibatkan DUHAM hanya dianggap sebagai bualan belaka.

Sebelum membahas mengenai kekuatan mengikat yang dimiliki oleh

DUHAM, sebelumnya kita harus mengerti bagaimana sejarah pembentukannya

dan keberlakuan dari salah satu The International Bill of Human Rights tersebut.

Menindak lanjuti berakhirnya perang dunia kedua dimana hak-hak azasi diinjak-

injak, timbul keinginan untuk merumuskan hak-hak azasi manusia dalam suatu

naskah Internasional. Usha ini pada tahun 1948 berhasil dengan diterimanya

Universal Declaration of Human Rights (DUHAM) secara aklamasi oleh Negara-

negara yang tergabung dalam PBB.

Dalam kenyataannnya, memang tidak ditemukan kesukaran untuk

mencapai suatu kesepakatan mengenai pernyataan HAM. Namun terjadi

Page 16: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

kesukaran untuk melaksanakan tindak lanjutnya, yaitu menyusun perjanjian

(convenant) yang mengikat secara yuridis. Dan akhirnya pada tahun 1966

tepatnya 18 tahun setelah disetujuinya DUHAM, PBB baru menyetujui aklamasi

perjanjian tentang hak ekonomi, sosoal dan budaya (Covenant on Economic,

Social, and Cultural Rights) serta perjanjian tentang hak-hak sipil dan politik

(Covenant on Cipil and Political Rights). Perjanjian-perjanjian tersebut baru

berlaku setelah diratifikasi oleh Negara-negara anggota PBB.

Diperlukannya waktu begitu lama untuk menyusun 2 covenant tersebut,

disebabkan karena dalam tubuh Comition on Human Rights timbul perselisihan

apakah naskah yang disusun akan mempunyai kedudukan sebagai hukum positif

yang wajib dilaksanakan oleh Negara yang mengikatkan diri dengan PBB,

ataukah hanya berfungsi sebagai pedoman.

Dengan demikian DUHAM yang hanya merupakan pernyataan, pada

umumnya dianggap tidak mengikat secara yuridis dank arena itu sering

dinamakan suatu pernyataan keinginan-keinginan manusia (Declaration of Human

Desires) akan tetapi walaupu tidak mengikat secara yuridis, namun DUHAM

memiliki pengaruh moril, politik, dan edukatif secara universal. Pengaruh tersebut

dapat kita lihat dari sering disebutkannnya unsure-unsur DUHAM dalam

keputusan hakim, Undang-undang, ataupun UUD beberapa Negara.

Kesepakatan mengenai dua covenant yang adapun juga mengalami kesulitan,

sebab implementasi HAM menyangkut hukum Internasional yang sangat rumit

sifatnya, seperti maslaah kedaulatan suatu Negara, kedudukan individu sebagai

subyek hukum Internasional dari soal “Domestic Yurisdiction”. Kesukaran lain

ialah bahwa pelaksanaan HAM harus disesuaikan dengan keadaan Negara

masing-masing.

Walaupun kekuatan mengikat secara yuridis tidak dimiliki oleh DUHAM

disbanding dengan kekuatan yuridis yang dimiliki oleh The International Bill of

Human Rights lainnya, namun pengaruhnya secara global dapat kita rasakan

seperti munculnya covensi-convensi dibeberapa Negara yang ditujukan untuk

menindak lanjuti perjuangan HAM didunia, antara lain dibentuknya Convention

Page 17: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

for The Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms di Roma tahun

1950.

Sedangkan di Indonesia sendiri yang merupakan Negara baru pada waktu

itu telah mencantumkan beberapa konsepsi HAM di UUD-nya, walaupun dimuat

secara terbatas jumlahnya dan dirumuskan secara singkat. Hal tersebut

dikarenakan bahwa naskah ini disusun pada akhir masa kedudukan jepang dalam

suasana mendesak. Selain itu, karena UUD 1945 dibuat beberapa tahun sebelum

DUHAM diterima oleh PBB. Namun, dalam amandemen UUD berikutnya

konsepsi HAM telah disiratkan dengan lengkap, hal tersebut tidak lain juga

diilhami dari adanya DUHAM.

Di Indonesia sendiri sejak era reformasi, HAM merupakan hal yang sangat

penting dikarenakan pada saat itu banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM

terutama pada saat jatuhnya kepemimpinan Suharto. Mulainya terbunuhnya

mahasiswa Trisakti, kasus Semangi dan lainya yang semuanya didalamnya

terdapat adanya pelanggaran HAM.

Sejak adanya Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang pengadilan

HAM yang diharapkan untuk mengurangi terjadinya pelanggaran HAM atau

dapat mengusut tuntas kasus yang terjadi sebelum lahirnya Undang-Undang

tersebut tetapi masih saja belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya atau

seharusnya. Namun demikian sejak lahirnya Undang-Undang tersebut masih tetap

saja terjadinya pelanggaran HAM. Dimana yang masih teringat dialam pikiran

kita tentang terbunuhnya Munir. Dimana masih belum ada kejelasan siapa otak

dibalik pembunuhan terhadap Murnir yang diman masah hidupnya

memperjuangkan tentang HAM.

Pemerintahan SBY menghadapi masalah serius dalam hal reformasi

kelembagaan. Lembaga-lembaga HAM menjadi mesin birokrasi baru tanpa bisa

mendorong secepat mungkin promosi dan perlindungan HAM. Pemerintah juga

kurang mendukung fungsi lembaga HAM dan tidak tercatat telah menjalankan

kebijakan yang berperspektif HAM.

Belum tertanganinya berbagai bentuk pelanggaran di tahun 2006 bukan

karena ketiadaan norma hukum, melainkan karena masing-masing institusi

Page 18: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

kenegaraan dan pemerintah tidak mampu untuk mengimplementasikan norma

yang telah ada. Atau tidak ada koherensi pemahaman antar institusi kenegaraan

dalam mengimplementasikan kebijakan di bidang HAM. Akibatnya persoalan

HAM ditangai secara parsial dan serampangan. Ketidakmampuan

mengimplementasikan kebijakan yang berdimensi HAM disebabkan oleh faktor

ketiadaan blueprint atau agenda yang visioner dalam menyikapi persoalan HAM

karena masalah HAM masih dilihat secara sektoral dan business as usual . Artinya

sampai tahun 2006 berakhir belum ada cara kerja yang menunjukan saling

keterkaitan antar instansi kenegaraan dalam menangani masalah pelangaran

HAM.

Mahkamah Agung, seperti ditahun-tahun sebelumnya, masih saja

membebaskan para terdakwa dengan dalih para pelaku tidak terbukti melakukan

kejahatan yang disangkakan kepadanya. Sulitnya menghukum para pelaku

kejahatan hak asasi manusia di masa lalu semakin lengkap ketika mekanisme

penyelesaian kasus-kasus pelanggaran di masa lalu melalui Komisi Kebenaran

dan Rekonsiliasi (KKR) urung dibentuk karena Undang Undangnya dinyatakan

oleh MK bertentangan dengan Konstitusi dan Hukum Internasional. Secara

terang-terangan pemerintah Indonesia dengan dukungan penuh dari DPR menolak

desakan dunia internasional tentang penggelaran pengadilan internasional atas

kasus kejahatan terhadap kemanusiaan para pejabat militer Indonesia di Timor

Leste pada tahun 1999. Dengan berkilah bahwa Pemerintah RI dan Timor Leste

telah sepakat memilih penyelesaian melalui pembentukan Komisi Perdamaian dan

Persahabatan (KKP) pemerintah Indonesia meminta dunia internasional untuk

mengurungkan niatnya.

Masih berlanjutnya penggunaan aturan-aturan hukum pidana, dalam hal

ini KUHP, untuk membuat pembatasan-pembatasan hak sipil dan politik warga

negara. Penggunaan hukum pidana dalam kasus-kasus pembatasan kebebasan

tersebut ialah: penggunaan pasal-pasal penghinaan martabat presiden dan wakil

presiden, penggunaan pasal-pasal penjaga moral seperti: pasal-pasal pornografi,

pasal-pasal antikumpul kebo (samenloven) untuk memberangus kebebasan dan

Page 19: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

privasi individu, dan pasal-pasal mengganggu ketertiban umum dan perbuatan

tidak menyenangkan.

Perusahaan-perusahan skala besar hingga saat ini masih menikmati

impunitas. Gagalnya reformasi hukum untuk mendorong terciptanya kontrol yang

semakin kuat bagi korporasi serta kebutuhan akan investasi dan devisa yang

mendorong pemerintah untuk lebih mengutamakan terciptanya ‘market friendly’

policy, menjadi penyebab sulitnya meminta pertanggungjawaban perusahaan-

perusahaan swasta/negara yang terlibat dalam berbagai tindak pelanggaran hak

asasi manusia.

Proses demokratisasi di tingkat daerah berlangsung melalui serangkaian

reformasi hukum dan institusi sosial politik, seperti pemilihan kepala daerah

(gubernur, bupati, maupun walikota) secara langsung (Pilkada) dan penguatan

kebijakan desentralisasi, yang diiringi dengan promosi good governance. Namun

desentralisasi yang dimaksudkan untuk mendekatkan rakyat kepada pengambil

keputusan di daerahnya, tampaknya secara empirik tidak berlangsung seperti

idealnya. Selain telah menjadi arena baru yang memungkinkan sejumlah

kelompok yang siap untuk menguasai jabatan-jabatan strategis dalam politik

lokal, sistem demokrasi di tingkat lokal juga mengembalikan, mempertahankan,

dan mengakumulasi modal (modal ekonomi, sosial, kultural, dan simbolik).

Akibatnya penduduk kembali menjadi korban tindak pelanggaran hak asasi

manusia baik yang dilakukan oleh aparatus negara, perusahaan, maupun

kelompok-kelompok sipil lain.

Memasuki tahun 2007 kendala besar dalam menangani pelanggaran HAM

di Aceh dan Papua adalah ketiadaan kepastian hukum. Pengadilan HAM di Aceh

dan Papua belum dibentuk sementara Makamah Konstitusi telah menganulir UU

KKR yang ditujukan sebagai instrumen dan mekanisme penanganan pelanggaran

HAM di masa lalu. Padahal UU Pemerintahan Aceh dan UU Otsus Papua

memandatkan pemerintah membentuk KKR sesuai dengan konteks persoalan

HAM di Aceh dan Papua.

Seluruh pengalaman dalam menangani masalah hak asasi manusia di tahun

2006 semestinya menjadi pelajaran bagi semua instansi yang berwenang di bidang

Page 20: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

hak asasi manusia di tahun 2007 ini, khususnya untuk memperbaiki kekeliruan di

tahun lalu atau mengerjakan hal-hal yang belum sempat dikerjakan. Dalam

kesempatan ini Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) ingin

memberikan masukan dan berbagi perspektif kepada berbagai instansi yang

berwenang di bidang hak asasi manusia dalam memperbaiki penanganan

persoalan hak asasi manusia baik dalam sisi normatif mau pun dalam sisi

pengimplementasian norma-norma yang ada.

Banyak yang berpendapat bahwa konsep hak asasi manusia tidak dapat

diberlakukan secara universal dikarenakan perbedaan budaya dan adat istiadat

pada wilayah yang memberlakukan ketentuan Hak Asasi manusia tersebut. Hal ini

mungkin nampak jelas pada pasal 4 UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia yang merupakan hasil ratifikasi dari Declaration of Human Rights,

dimana hak manusia yang mendasar dikatakan adalah hak untuk hidup dan hak

untuk memeluk agama, akan tetapi bila mengacu pada peraturan perundangan

yang berlaku di Indonesia, tampak adanya pembatasan dalam hal agama yang

diakui pemerintah, sehingga kebebasan yang dimaksud sifatnya masih terbatas.

Kemudian hak untuk hidup juga bersifat relatif, karena dalam undang-undang

yang lain, masih terlihat adanya praktek hukuman mati, yang mana merupakan

indikasi bahwa hak untuk hidup juga bersifat relatif. Pemikiran demikain

merupakan bagian dari pemikiran filsafat komunal yang menganggap bahwa tidak

ada kebenaran yang sifatnya universal. Hal ini merupakan suatu kesalahan karena

sebenarnya yang perlu ditetapkan terlebih dahulu adalah ‘kebenaran’ tersebut,

baru menapak pada pembetulan peraturan lainnya. Jadi jelaslah bahwa mengenai

kebebasan beragama, yang harus diperjuangkan adalah penyadaran bagi bangsa

ini tentang mutlak perlunya HAM dan bahwa Hak Asasi Manusia adalah memang

Haq (Benar). Filsafat komunalisme yang menolak samasekali kebenaran universal

itu jelas mengalami kekeliruan mendasar. Karena bagaimana mereka bisa

mengatakan bahwa sesuatu itu benar untuk komunitas tertentu jika tak ada

parameter untuk menentukan mana yang benar dan salah? Parameter yang bisa

menilai mana yang benar dan salah itu harus sudah ada lebih dahulu, maka tentu

harus bersifat universal.

Page 21: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

Meskipun masih banyak keraguan atas kekuatan yang mengikat DUHAM

dan juga masih banyak yang melakukan pelanggaran yang membuat efektifitas

perlindungan dan penegakkan HAM terganggu, ini bukan berarti HAM tidak

diakui oleh seluruh negara. karena, tidak ada negara yang menginginkan

masyarakatnya kehilangan Hak Asasinya.

Meskipun suatu negara tidak ikut merumuskan asas dalam DUHAM

bukan berarti negara itu boleh melakukan sesuatu seenakanya saja tanpa

menghiraukan keinginan masyarakatnya dan tidak menghormati harkat dan

martabat.

Dalam sila ke-2 Pancasila yang berbunyi ”kemanusian adil yang beradab“.

Dalam sila ke-2 ini terkandung nilai-nilai :

1. mengakui dan memberlakukan manusia sesuai dengan harkat dan

martabat.

2. mengakui persamaan derajat hak dan kewajiban asasi setiap manusia,

tanpa membedakan ras dll.

3. mengembangakan sikap tenggangrasa dan saling menyayangi, saling

menghormati.

Indonesia juga membuat serta menhesahkan UU no.39 th 1999 pasal 2 ”Di

Indonesia telah mengakui dan menjujung tinggi HAM dan kebebasan dasar

manusia sebagai hak yang secara kodarati melekat padadan tidak terpisahkan dari

manusia, yang harus di lindungi, di hormati, dan di tegakkan…

Dan UU no.26 th 2000 Pengadilan HAM demi melindungi,

mempertahankan, menjaga HAM dari sebuah perampasan HAM. HAM

merupakan hak-hak yang seharusnya diakui secara universal sebagai hak2 yang

melekat pada manusia, karena hakekat dan kodratnya sebagai manusia, bersifat

universalitas atau tanpa melihat ras, suku, agama, jenis kelamin,dll.

Selain itu berdasarkan prinsip-prinsip HAM yakni, prinsip universalitas

yang menyatakan setiap orang dilahirkan secara bebas (bukan karena diberi

kekuasaan apapun)dan tidak memandang perbedaan. Kemudian dalam DUHAM

juga menganut prinsip setiap orang memiliki hak yang sama dan tanpa

Page 22: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

diskriminasi, maka jelas bahwa HAM ini sifatnya universal dan patut dilindungi,

di hormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, maupun

dirampas oleh siapapun.

Sehingga jika dilihat dalam seperangkat hukum Indonesia yang mengatur

mengenai HAM , maka prinsip-prinsip tersebut telah dianut pemerintah Indonesia

sejak tahun 1945 yang terdapat pada pembukaan UUD’45 amandemen alenia ke

empat, yang dalam isinya terdapat visi pemerintah Indonesia untuk melindungi

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, maka jelas pemerintah

Indonesia ingin melindungi, menghormati, mempertahankan HAM yang ada di

Indonesia tanpa mendiskriminasikan.

Dan karena Indonesia merupakan anggota PBB dan meretifikasi ICCR &

CESR maka Indonesia mengemban tanggung jawab moral dan hukum, serta

melaksanakan DUHAM. Oleh karenanya pemerintah Indonesiaberkewajiban baik

secara hukum maupun secara politik, ekonomi, sosial dan moral, untuk

melindungi dan memajukan serta mengambil langkah2 konkret demi tegaknya

HAM, maka di berlakukan prinsip2 DUHAM yang telah diwujudkan dalam UU

NO.39 TAHUN 1999, tentang HAM yang salah satunya terdapat dalam ps.5,

yakni:

Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan

memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan

martabat kemanusiaannya didepan hukum. Setiap orang ini artinya tidak

hanya ditujukan pada WNI saja namun juga WNA yang ada di Indonesia.

pd ps. 3 ayat 2 dan 3 yang intinya NRI memberi hak pengekuan,

jaminan ,perlindungan dan perlakuan hukum yang adil dalam kepastian

hukum dan diberi perlakuan yang sama didepan hukum. Dan juga diberi

hak atas perlindungan HAM dan kebebasan dasar manusia tanpa

diskriminasi baik WNI maupun WNA yang ada di wilayah NRI.

Sedang dalam UU no. 26 tahun 2000 terdapat dalam pasal 1 ayat 1 yang

menjelaskan HAM tersebut. Ps.34 ayt 1 setiap korban dan saksi dalam

pelanggaran HAM berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman,

Page 23: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun. ayat 2 perlindungan

sebagaimana ayat satu wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat

keamanan secara cuma-cuma.

A. UUD RI 1945

1. Menganut prinsip universal.terdapat dalam pasal 28G bag ke (2)

2.menganut prinsip orang memiliki hak sama (equality) dan tampak

diskriminasi karena hal ini adalah menyangkut hak pokok yang melekat

pada manusia karna hakeket dan kodratnya sebagai manusia terdapat

dalam pasal 28A, 28B bag ke 2 dll. Namun menyangkut undang undang

dasar ini pada intinya semua menganut universal tetapi berlaku mengikat

bangsa Indonesia saja.

B. UU NO 39 tahun 1999 Tentang

HAM

1. Menganut asas universal terdapat dalam pasal 2,3 dll

2. Menganut prinsip orang memiliki hak yang sama (equality) tanpa

diskriminasi terdapat dalam pasal 3 Bag 2 dan 3.

C. UU NO 26 tahun 2000 tentang

peradilan Ham

1. Menganut prinsip universal

2. Menganut prinsiporang memiliki hak yang sama

(equality) tanpa diskriminasi karna hak asasi manusia adalah sprangkat

hak yang melekat pada hakekatnya keberadaan manusia sebagai mahkluk

tuhan yang maha esa dan merupakan anugrah yang harus dihormati di

jujnjung tinggi dan di lindungi oleh negara,hukum ,pemerintah,dan setiap

orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia

maka 3 buah prodak aturan hukum semua menganut apa yang trcantum

dalam deklarasi human raights

Page 24: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

Di Indonesia sendiri juga keberadaan HAM juga menjadi sesuatu yang

sangat penting. Ini jelas seperti yang tercantum di dalam Undang - undang No.39

tahun 1999 pasal 1, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat

pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa

dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan

serta perlindungan harkat dan martabat manusia, dan juga yang terdapat pada

pasal 3, bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan

kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.

Demikian pula pada Undang - undang No.26 tahun 2000 pada pasal 1,

dikatakan bahwa hak asasi menusia merupakan hak dasar secara kodrati melekat

pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng , oleh karena itu harus

dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau

dirampas oleh sipapun.

Jadi, mengingat tentang Hak Asasi Manusia menjadi sesuatu hal yang

penting, maka seluruh dunia wajib dan harus melindungi dari adanya HAM

tersebut. Secara tidak langsung memang benar bahwa negara yang menganggap

dirinya sbagai negara hukum mengutamakan hak asasi manusia yaitu dengan

melindungi, menghormati, serta menjaga hak dasar yang dimiliki oleh manusia.

Indonesia telah melakukan ratifikasi deklarasi DUHAM tersebut ke dalam

peraturan perundang-undangan UU RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia dan Undang-undang lain. Tetapi jika kita membahas masalah asas

universalitas daripada HAM tersebut, kita juga harus melihat bangsa dan negara

kita yang bersifat kepalauan dan terdiri dari berbagai macam suku bangsa. Jika

kita pelajari tentang kesukubangsaan yang ada akan kita temui adanya suatu

pluralisme hukum yang ada, dimana hukum disini berfungsi sebagai pembatas hak

asasi manusia seseorang agar tidak melanggar hak asasi orang lain. Pluralisme

hukum ada di setiap komunitas, yang akan memberikan hak untuk menentukan

pilihan hukum mana yang akan seseorang pilih dalam menyelesaikan sengketanya

dengan orang lain. terdapat sebuah teori yang berlaku di Asia yaitu cultural

relativity theory, dimana pakar nya Donnelly. yang menekankan bahwa

Page 25: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

universalitas HAM tergatung pula kepada budaya dimana Ham itu ditegakkan.

Salah satu paribahasa kita “Dimana bumi dipijak disitu Langit dijunjung”

Pada tahun 1965 melalui Undang-undang Nomor 29 Tahun 1999

Indonesia. Konsekwensi logisnya adalah bahwa Indonesia sebagai negara pihak

akan mematuhi perintah-perintah konvensi baik dalam tataran pelembagaan

hukumdomestiknya maupun pada aspek-aspek administrasi pelaksanaannya.

Bahwa Konvensi Penghapusan Semua Bentuk Praktik Diskriminasi Rasial

memuat lima perbuatan inti yang seharusnya dimuat dalam hukum pidana

nasional, negara pihak: penyebaran pemikiran yang berdasarkan atas supremasi

ras atau kebencian; hasutan untuk melakukan diskriminasi rasial; hasutan

melakukan kekerasan terhadap ras kelompok perorangan dari warna kulit atau asal

usul etnik yang lain; pemberian bantuan terhadap kegiatan-kegiatan rasis; dan

partisipasi dalam organisasi-organisasi atau kegiatan-kegiatan yang rasis.

Sedangkan KUHP yang saat ini berlaku dan Rancangan KUHP hanya mengatur

perbuatan mengenai pernyataan dan penyebarluasan perasaan permusuhan,

kebencian, dan penghinaan. Bahwa perumusan ulang terhadap pasal 156 dan 157

KUHP melalui Pasal 286 dan 287 Rancangan KUHP secara umum kurang

memadai jika dilihat dari konteks perkembangan norma-norma hukum

internasional, perkembangan KUHP-KUHP dinegara lain yang memiliki akar

kesejarahan yang sama dengan KUHP Indonesia.

Menyimak rumusan pada Pasal 286 dan 287 Rancangan KUHP,

disimpulkan bahwa: Pertama, adanya kecenderungan tidak berubahnya konstruksi

perbuatan dalam Pasal 286 dan Pasal 287 Rancangan KUHP, artinya dalam hal ini

tim perumus Rancangan KUHP kurang merespon perkembangan diluar garis

berpikir KUHP yang saat ini berlaku.

Kedua, beberapa perubahan yang dilakukan pada Pasal 286 dan Pasal 287

Rancangan KUHP khususnya mengenai perluasan perbuatan tidak signifikan

sebagai sebuah perkembangan yang lebih maju dari KUHP yang saat ini berlaku.

Ketiga, bahwa Pasal 286 dan Pasal 287 Rancangan KUHP yang

dikonstruksikan sebagai delik materiil adalah kurang tepat jika dipahami sebagai

salah satu langkah pendemokrasian pasal yang dikategorikan sebagai delik

Page 26: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

hatzaaiartikelen. Bahwa pertimbangan demokratisasi pasal-pasal hatzaai artikelen

tidak serta merta harus berbanding lurus dengan cara perumusannya menjadi delik

materiil sebagaimana Pasal 286 dan 287 dirumuskan. Dalam hal ini argumen yang

dibangun para perumus Rancangan KUHP tidak tepat, tim perumus dalam hal ini

tidak melihat konteks permasalahan kepentingan yang akan dilindungi oleh

sebuah tindak pidana, sebagai salah satu bobot pertimbangan yang cukup krusial

untuk menentukan cakupan perbuatan apa saja yang akan diatur berikut sanksinya

serta bagaimana merumuskannya agar sarana pidana berdayaguna dalam

memerangi perbuatan-perbuatan diskriminasi rasial.

Keempat, Konstruksi delik materiil tidak tepat pula diletakkan dalam

kerangka bobot kejahatan tindak pidana diskriminasi rasial, di mana tingkat

ancamannya bagi tertib sosial kemasyarakatan, sebagai salah satu perbuatan yang

merupakan musuh semua umat manusia adalah termasuk kategori berat. Kelima,

karakter khusus seperti bobot ancaman dari perbuatan-perbuatan yang termasuk

sebagai praktik diskriminasi rasial yang memiliki karakter sebagai norma

internasional jus cogens sepertinya tidak cukup kuat diperhitungkan dalam

pertimbangan untuk merumuskan tindak pidana dalam Rancangan KUHP.

Bangsa Indonesia yakin bahwa kemerdekaan yang dikumandangkan pada

tanggal 17 Agustus 1945 bukan semata-mata perjuangan rakyat, namun semua itu

tidak akan pernah terwujud jika Tuham Yang Maha Kuasa tidak menghendakinya

dan Kemudian dalam batang tubuh UUD 1945 Pasal 29 diperkuat lagi pengakuan

negara atas kekuatan Tuhan Dengan melihat ketentuan tersebut bukan berarti

Indonesia adalah negara agama atau negara yang didasarkan pada agama tertentu

UUD 1945 berlaku dan setelah diamandemen 4 kali, dalam Penjelasan UUD 1945

tetap dinyatakan secara tegas bahwa: ”Indonesia adalah negara hukum (rerchstaat)

bukan negara kekuasaan (maachstaat).

Jadi jelas bahwa Indonesia bukan negara agama melainkkan negara hukum

bahwa Undang-Undang dibuat oleh lembaga legislatif yaitu Dewan Perwakilan

Rakyat, dan Anggota DPR terdiri dari berbagai suku, etnis, agama, jenis kelamin

dan sebagainya. Hukum di Indonesia tidak dibuat oleh kelompok agama. Jadi

Page 27: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

agama tidak pernah mengatur negara, begitu juga sebaliknya negara tidak

semestinya mengatur kehidupan beragama seseorang.

Indonesia. Pertama, pandangan universal absolut yang menganggap bahwa

nilai-nilai HAM bersifat universal sehingga implementasinya tanpa harus

memperhitungkan kondisi-kondisi sosial budaya lokal setempat.

Kedua, pandangan universal relatif yang melihat HAM selain sebagai

persoalan universal namun demikian masih harus memperhitungkan aturan-aturan

internasional yang sudah berlaku sebelumnya.

Ketiga, pandangan partikularistik absolut yang memaknai HAM sebagai

persoalan masing-masing bangsa yang tidak dapat dicampuri oleh negara-negara

lain. Pandangan ini sering menimbulkan kesan antara lain chauvinistik dan

egoistik.

Keempat, pandangan partikularistik relatif, yang melihat HAM selain

sebagai nilai-nilai universal juga merupakan masalah masyarakat setempat dalam

arti dalam penerapannya masih harus memperhatikan kondisi sosial budaya lokal.

Terlepas dari keempat pandangan tersebut, implementasi nilai-nilai HAM

yang universalitistik dalam realitanya pasti akan mengalami proses persentuhan

dengan nilai-nilai budaya lokal yang masih bercorak tradisional. Agar dalam

proses persentuhan tersebut tidak menimbulkan konflik-konflik peradaban maka

sudah seharusnya nilai-nilai HAM bertumpu pula pada konsep pluralisme budaya.

Sebab, dalam konsep pluralisme budaya terdapat makna pengakuan dan apresiasi

yang sama terhadap eskistensi setiap nilai-nilai budaya dari masyarakat mana pun.

Meskipun demikian, secara empirik faham pluralisme akan menghapadi

paling tidak tiga bentuk reaksi, yaitu (1) etnosentrisme adalah bentuk reaksi yang

tidak mau tahu tentang nilai budaya lain dan kebenaran hanya ada pada nilai-nilai

budaya sendiri, pandangan ini bisa disebut juga sebagai fundamentalisme budaya;

(2) relativisme budaya adalah bentuk reaksi yang menganggap bahwa setiap nilai-

nilai budaya pada dasarnya baik dan cocok bagi pendukungnya. Namun sekiranya

nilai-nilai budaya lain dianggap baik dan cocok dengan nilai budaya sendiri tidak

ada salahnya jika nilai-nilai budaya tersebut dicerap dan begitu pula sebaliknya;

(3) sinkretisme budaya merupakan reaksi yang mencampur adukkan semua nilai-

Page 28: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

nilai budaya yang ada sebagai satu-satunya referensi. Hal ini berbeda dengan

relativisme budaya, disini seakan telah terjadi proses dialektis karena sosok

masing-masing nilai-nilai budaya tidak tampak lagi tapi berubah menjadi sosok

“budaya baru”.

Pemerintahan SBY menghadapi masalah serius dalam hal reformasi

kelembagaan. Lembaga-lembaga HAM menjadi mesin birokrasi baru tanpa bisa

mendorong secepat mungkin promosi dan perlindungan HAM. Pemerintah juga

kurang mendukung fungsi lembaga HAM dan tidak tercatat telah menjalankan

kebijakan yang berperspektif HAM.

Belum tertanganinya berbagai bentuk pelanggaran di tahun 2006 bukan

karena ketiadaan norma hukum, melainkan karena masing-masing institusi

kenegaraan dan pemerintah tidak mampu untuk mengimplementasikan norma

yang telah ada. Atau tidak ada koherensi pemahaman antar institusi kenegaraan

dalam mengimplementasikan kebijakan di bidang HAM. Akibatnya persoalan

HAM ditangai secara parsial dan serampangan. Ketidakmampuan

mengimplementasikan kebijakan yang berdimensi HAM disebabkan oleh faktor

ketiadaan blueprint atau agenda yang visioner dalam menyikapi persoalan HAM

karena masalah HAM masih dilihat secara sektoral dan business as usual . Artinya

sampai tahun 2006 berakhir belum ada cara kerja yang menunjukan saling

keterkaitan antar instansi kenegaraan dalam menangani masalah pelangaran

HAM.

Makamah Agung, seperti ditahun-tahun sebelumnya, masih saja

membebaskan para terdakwa dengan dalih para pelaku tidak terbukti melakukan

kejahatan yang disangkakan kepadanya. Sulitnya menghukum para pelaku

kejahatan hak asasi manusia di masa lalu semakin lengkap ketika mekanisme

penyelesaian kasus-kasus pelanggaran di masa lalu melalui Komisi Kebenaran

dan Rekonsiliasi (KKR) urung dibentuk karena Undang Undangnya dinyatakan

oleh MK bertentangan dengan Konstitusi dan Hukum Internasional. Secara

terang-terangan pemerintah Indonesia dengan dukungan penuh dari DPR menolak

desakan dunia internasional tentang penggelaran pengadilan internasional atas

kasus kejahatan terhadap kemanusiaan para pejabat militer Indonesia di Timor

Page 29: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

Leste pada tahun 1999. Dengan berkilah bahwa Pemerintah RI dan Timor Leste

telah sepakat memilih penyelesaian melalui pembentukan Komisi Perdamaian dan

Persahabatan (KKP) pemerintah Indonesia meminta dunia internasional untuk

mengurungkan niatnya.

Masih berlanjutnya penggunaan aturan-aturan hukum pidana, dalam hal

ini KUHP, untuk membuat pembatasan-pembatasan hak sipil dan politik warga

negara. Penggunaan hukum pidana dalam kasus-kasus pembatasan kebebasan

tersebut ialah: penggunaan pasal-pasal penghinaan martabat presiden dan wakil

presiden, penggunaan pasal-pasal penjaga moral seperti: pasal-pasal pornografi,

pasal-pasal antikumpul kebo (samenloven) untuk memberangus kebebasan dan

privasi individu, dan pasal-pasal mengganggu ketertiban umum dan perbuatan

tidak menyenangkan.

Perusahaan-perusahan skala besar hingga saat ini masih menikmati

impunitas. Gagalnya reformasi hukum untuk mendorong terciptanya kontrol yang

semakin kuat bagi korporasi serta kebutuhan akan investasi dan devisa yang

mendorong pemerintah untuk lebih mengutamakan terciptanya ‘market friendly’

policy, menjadi penyebab sulitnya meminta pertanggungjawaban perusahaan-

perusahaan swasta/negara yang terlibat dalam berbagai tindak pelanggaran hak

asasi manusia.

Proses demokratisasi di tingkat daerah berlangsung melalui serangkaian

reformasi hukum dan institusi sosial politik, seperti pemilihan kepala daerah

(gubernur, bupati, maupun walikota) secara langsung (Pilkada) dan penguatan

kebijakan desentralisasi, yang diiringi dengan promosi good governance. Namun

desentralisasi yang dimaksudkan untuk mendekatkan rakyat kepada pengambil

keputusan di daerahnya, tampaknya secara empirik tidak berlangsung seperti

idealnya. Selain telah menjadi arena baru yang memungkinkan sejumlah

kelompok yang siap untuk menguasai jabatan-jabatan strategis dalam politik

lokal, sistem demokrasi di tingkat lokal juga mengembalikan, mempertahankan,

dan mengakumulasi modal (modal ekonomi, sosial, kultural, dan simbolik).

Akibatnya penduduk kembali menjadi korban tindak pelanggaran hak asasi

Page 30: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

manusia baik yang dilakukan oleh aparatus negara, perusahaan, maupun

kelompok-kelompok sipil lain.

Memasuki tahun 2007 kendala besar dalam menangani pelanggaran HAM

di Aceh dan Papua adalah ketiadaan kepastian hukum. Pengadilan HAM di Aceh

dan Papua belum dibentuk sementara Makamah Konstitusi telah menganulir UU

KKR yang ditujukan sebagai instrumen dan mekanisme penanganan pelanggaran

HAM di masa lalu. Padahal UU Pemerintahan Aceh dan UU Otsus Papua

memandatkan pemerintah membentuk KKR sesuai dengan konteks persoalan

HAM di Aceh dan Papua.

Page 31: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

KESIMPULAN

Perlunya pembenahan tentang HAM untuk kedepanya. Dimana menurut

Demos menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu dilakukan ke depan untuk

membuat perlindungan dan pemajuan HAM semakin baik, khususnya pada

perbaikan representasi. Bagaimana masyarakat, khususnya yang paling

dipinggirkan, terepresentasi dalam proses pengambilan keputusan politik, baik di

tingkat lokal maupun nasional. Penelitian kita kan menunjukkan ada defisit di

sini. Representasi sangat buruk. Ini prioritas yang harus diperbaiki. Secara umum

kita katakan perlunya repolitisasi rakyat karena sudah dipolitisasi selama ini

DUHAM memang memiliki kekuatan mengikat yuridis secara universal

tetapi memiliki kekuatan mengikat moril, politik, dan edukatif secara universal

yang terlihat dari banyak munculnya covenant maupun UU dibeberapa Negara

yang lahirnya serta isinya diilhami oleh DUHAM.

HAM disuatu negara harus dilihat dari cita-cita bangsa untuk harkat dan

martabat manusia. Prinsip-prinsip HAM yang ada di negara kita sudah memenuhi.

Meskipun perlu adanya penambahan-penambahan untuk memberikan yang jauh

lebih baik lagi bagi warga negara kita.

Undang-Undang di Indonesia yang mengatur tentang hak asasi manusia

tertuang dalam UU No.39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2006 tentang

Pengadilan HAM, serta tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti

pada pasal 27, 28, 29, 30 dan 31.

Page 32: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

DAFTAR PUSTAKA

1. C. de Rover “To Serve and To Protect “ Acuan

Universal Penegakan HAM, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2000

2. Scott Davidson “HAK ASASI MANUSIA “PT

Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1994

3. Litbang Kompas, kasus-kasus pelanggaran HAM.

4. Berita mingguan Pikiran Rakyat, minggu 12

Desember 2004, Tentang Antara Universalitas HAM dan “Asian Values”, di

Internet

5. Maria hartiningsih dan Subur tjahjono tentang

“HAM dan Demokrasi Saling Memperkuat”, di internet

6. Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang

Pengadilan HAM

7. Dirdjosisworo, Soedjono. 2002. Pengadilan HAM

Di Indonesia. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. Efendi

8. Masyur. 1980. Tempat HAM Dalam hukum

Internasional/Nasional. Bandung:Alumni. Rover. 1998.To Serve and To

Protect Acuan Universal Penegakan HAM.Jakarta:Gravindo.

9. Berita mingguan Pikiran Rakyat, minggu 12

Desember 2004, Tentang Antara Universalitas HAM dan “Asian Values”, di

Internet

10. Maria hartiningsih dan Subur tjahjono tentang

“HAM dan Demokrasi Saling Memperkuat”, di internet

11. Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang

Pengadilan HAM

12. Rover. 1998.To Serve and To Protect Acuan

Universal Penegakan HAM. Jakarta: Gravindo.

http://www.hukum_dan_hak_di_Indonesia.com

Page 33: Tugas Metode Penelitian Di Sd 162

http://www.hak_universal_Indonesia.com