Daftar kie kit kkb & brosur kie kpendidikan kependudukan kit 2015
Tugas KIE
-
Upload
embun-hati -
Category
Documents
-
view
51 -
download
1
Transcript of Tugas KIE
“Peran Apoteker Dalam Pelayanan Kefarmasian”
BAB I
PENDAHULUAN
Visi Departemen Kesehatan adalah : masyarakat yang mandiri untuk
hidup. Sedangkan misinya adalah : membuat rakyat sehat. Strategi yang
diterapkan untuk mencapai visi misi tersebut adalah :
1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat
2. Meningkatkan Pembiayaan kesehatan
3. Meningkatkan sistem sureveilans, monitoring dan informasi
kesehatan
4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas.
Untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas,
maka semua komponen yang mendukungnya harus bekerjasama Pelayanan
kefarmasian merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Untuk
tenaga apoteker yang bekerja dipelayanan kefarmasian harus
mengutamakan orientasi kepada pasien tidak lagi orientasi pada produk.
Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, maka apoteker
harus merubah paradigma yang tadinya berorientasi kepada komoditi
menjadi berorientasi kepada pasien atu yang dikenal dengan konsep
pharmaceutical care. Dengan adanya perubahan paradigma ini diharapkan
mutu hidup pasien akan menjadi lebih baik
BAB II
Kebijakan dan Strategi pelayanan kefarmasian
Empat pilar yang disyaratkan WHO untuk pelaksanaan Good
Pharmaceutical Practises (GPP) adalah :
1. Apoteker harus mempunyai kepedulian terhadap kesejahteraan
pasien dalam segala situasi dan kondisi.
2. Kegiatan utama Apoteker adalah menyediakan obat, produk
peelayanan keshatan lain, menjamin kualitas , informasi dan saran
yang memadai kepada pasien dan memonitor obat yang
digunakan pasien.
3. apoteker harus memberikan kontribusi dalam peningkatan
peresepan yang rasioanl dan ekonomis.
4. Pelayanan farmasi yang dilakukan harus sesuai untuk setiap
individu, didefinisikan dengan jelas dan dikomunikasikan secara
efektif kepada semua pihak yang terkait.
Untuk mendukung konsep WHO tersebut, maka Kemkes telah
mengeluarkan kebijakan berkaitan dengan pelayanan kefarmasian yang
meliputi :
1. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang baik di rumah sakit
dan farmasi komunitas.
2. Membuat jejaring dengan lintas sektor, masyarakat dan
perusahaan swasta
3. Meningkatkan peran Dinas Kesehatan Propinsi
4. Peningkatan kualitas sumber daya manusia
5. Melaksanakan bimbingan teknis, advokasi dan informasi.
Strategi yang dijalankan untuk dapat menerapkan kebijakan di atas
adalah :
1. Pemeliharaan dan peningkatan mutu sarana farmasi rumah sakit
dan komunitas
2. Peningkatan profesionalisme tenaga farmasi melalui
pengembangan ilmu pengetahuan, tehnologi , ketrampilan dan
etika
3. Peningkatan peran farmasi rumah sakit dan komunitas yang
optimal dengan mendorong kemandirian, kemitraan lintas sektor,
profesi pendidikan, masyarakat and lembaga swadaya masyarakat
4. Pelaksanaan dan pengembangan farmasi rumah sakit dan
komunitas disesuaikan desentralisasi
5. Regulasi di bidang faramasi rumah sakit dan komunitas
Kegiatan atau program utama yang dijalankan :
1. Peningkatan Kualitas sumber daya manusia
2. Peningkatan pelayanan kefarmasian
3. Penyusunan standar, pedoman dan modul
4. Peningkatan kerjasama lintas sektor, asosiasi profesi, dan
lemabaga swadaya masyarakat
5. Peningkatan peran dinas kesehatan provinsi
6. Monitoring dan Evaluasi
BAB III
Manfaat Pelayanan Kefarmasian
Seperti diketahui bersama komoditi farmasi di rumah sakit menyerap
anggaran kurang lebih 60 % dari total pengeluaran pasien maupun rumah
sakit sendiri. Adanya pelayanan kefarmasian akan dapat memberikan
keuntungan baik bagi pasien maupun intistusi rumah sakit. Keuntungan yang
dapat diperoleh oleh pasien secara langsung adalah :
1. Pasien mendapat informasi yang lengkap mengenai obat yang
digunakan
2. Pasien akan terhindar dari pemberian obat yang salah
3. Pasien mendapatkan value for money dari biaya yang dikeluarkan
Sedangkan keuntungan untuk institusi pelyanan kesehatan antara lain:
1. Citra instistusi akan akan meningkat
2. Dari sisi financial akan dapat dilakukan efisiensi dan effektivitas
penggunaan dana
3. Kemungkinan terjadinya slah pemebrian obat dapat dicegah dari
awal.
Adanya pelayanan kefaramasian ini diharapkan akan dapat
memberikan sumbangan nyata bagi peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan yang bermutu.
Empat komponen penting yang disarankan dikerjakan oleh Apoteker
dlam Good Pharmaceutical Practises (GPP) menurut WHO adalah :
1. Kegiatan yang berhubungan dengan promosi kesehatan
2. Penyediaan dan penggunan obat resep dokter dan produk pelayanan
kesehatan lainnya
3. Pengobatan mandiri
4. Mempengaruhi peresepan dan penggunaan obat
Selain itu WHO juga menyarankan agar Apoteker :
1. Bekerja sama dengan tenaga kesehatan masyarakat dalam rangka
upaya pencegahan penyalahgunaan obat dan penggunaan obat
yang slah di masyarakat
2. Menilai produk obat dan produk pelayanan kesehatan secara
professional
3. Menyebarluaskan informasi obat dan dan berbagai pelayanan
kesehatan yang telah dievaluasi
Pada tataran global WHO mengenalkan konsep “ Seven Star
Pharmacist” dengan cirinya :
1. Care-giver : Menyediakan dan memberikan pelayanan yg baik kepada
pasien maupun profesional kesehatan lainnya. Untuk itu apoteker
harus berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Decision-maker : Pengambil keputusan yg tepat. Apoteker harus
mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan, efikasi, biaya yang cost
efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan sumber daya.
Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan ketrampilan
apoteker perlu diukur secara periodik untuk kemudian hasilnya
dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang
diperlukan.
3. Communicator : Mempunyai kemampuan berkomunikasi. Apoteker
dalam pelayanan kesehatan mempunyai posisi penting dalam
hubungan pasien tenaga medis, maupun pasien- apoteker dan tenaga
medis-apoteker. Oleh karena itu Apoteker harus mempunyai
kemampuan berkomunasi yang baik. Kemampuan komunikasi yang
harus dimiliki antara verbal, non verbal, dengan menggunakan
bahasa sesuai kebutuhan.
4. Leader : Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi
multidisipliner. Apoteker diharapkan mempunyai kemampuan untuk
menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi
keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta
kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan
5. Manager : Mampu mengelola sumber daya secara efektif dan effsien.
Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya dan informasi.
Selain itu juga harus dapat dipimpin dan mampu memimpin orang lain
dalam tim kesehatan. Selain itu Apoteker harus tanggap terhadap
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi
mengenai obat dan hal lain yang berhubungan dengan obat.
6. Life-long learner: Selalu belajar sepanjang karier. Apoteker harus
mempunyai jiwa dan semangat belajar secara terus menerus. Hal ini
dibutuhkan mengingat bidang kesehatan mempunyai sifat yang padat
technology, dinamis serta berkembang secara pesat. Karakter
pembelajar sepanjang hayat sangat dibutuhkan agar apoteker
mempunyai pengetahuan yang terbaru (up to date). Untuk itu Apoteker
harus juga memiliki kemampuan belajar efektif.
7. Teacher : Membantu memberikan pendidikan dan memberikan
peluang utk meningkatkan pengetahuan. Apoteker mempunyai
kewajiban untuk mendidik dan melatih apoteker generasi mendatang.
Partisipasinya tidak hanya dalam berbagi ilmu pengetahuan baru.
Tetapi juga kesempatan memperoleh pengalaman peningkatan
ketrampilan.
Konsep Seven Star Pharmacy di atas merupakan gambaran ideal
seorang Apoteker dalam pelayanan kesehatan. Untuk itu WHO melengkapi
dengan filosofi farmasis yaitu pharamecutical care yang secara luas di
identikkan dengan good pharmacy practices.
Kenyataan saat ini
Pada saat ini pelayanan kefarmasian belum dapat berjalan secara
maksimal. Kondisi tersebut ditemui baik di pelayanan farmasi di rawat inap,
rawat jalan, maupun swamedikasi. Adapun penyebabnya antara lain :
lemahnya kemampuan komunikasi dan teknis dari apoteker,
belum disadari oleh apoteker bahwa ada UU tentang konsumen yang
mewajibkan pemberi jasa berkewajiban menyampaikan informasi yang
sebenarnya
pasien belum menyadari pentingnya informasi obat.
Kurangnya informasi maupun terbatasnya pendidiakn berkelanjutan untuk
apoteker
BAB IV
Upaya Yang Dilakukan
Untuk memperbaiki kondisi di atas pemerintah selaku regulator
bekerja sama denga pihak stake holder melakukan berbagai upaya agar
pelayan kefarmasian dapat berjalan seusai dengan kaidah-kaidah
profesional.
Pemerintah selaku regulator melakukan berbagai kegiatan agar
pelayanan kefarmasian dapat berjalan sebgaimana mestinya. Kegiatan
dimaksud antara :
1. Pembentukan Direktorat jenderal yang khusus menangani masalah
kefarmasian.
2. Pembuatan networking dengan Universitas dalam rangka
menyiapkan tenaga apoteker yang siap pakai dan professional
3. Kerjasama dengan asosiasi profesi apoteker untuk implementasi
program pelayanan kefaramasian yang professional
4. Penyusunan regulasi tentang pelayanan kefarmasian
5. Pemberian insentif dalam bentuk tunjangan fungsional bagi tenaga
apoteker yang bekerja di pelayanan kesehatan
Daftar Pustaka
WHO, Seven Star Pharmacist, Geneva
Charles Siregar, Farmasi Klinik, Bandung 2005