Tugas Kelompok Kontak -Kontak Personal Dalam Inovasi Pendidikan
-
Upload
diandra-lele -
Category
Documents
-
view
157 -
download
3
Transcript of Tugas Kelompok Kontak -Kontak Personal Dalam Inovasi Pendidikan
TUGAS KELOMPOK
KEUTAMAAN KONTAK-KONTAK PERSONAL DALAM
INOVASI PENDIDIKAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Inovasi Pendidikan
Dosen : 1. Prof. Dr. Azis Wahab, , M.A. (Ed).2. Dr. S. Marten Yogaswara, M.M.
Disusun oleh,
Depi Ardian Nugraha128612025
Keuis Letti128612026
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAPASCA SARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
TAHUN AKADEMIK 2012-2013Jalan Wartawan IV No.22 Kliningan III Bandung
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat kemurahan-Nya, karunia-Nya dan kemudahan yang diberikan oleh-
Nya Laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta
salam semoga juga terlimpah pada Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam perkuliahan
Inovasi Pendidikan. Dalam laporan ini diuraikan keutamaan kontak-kontak
personal dalam inovasi pendidikan. Keutamaan kontak-kontak personal ini
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menyebarkan atau
mensosialisasikan suatu inovasi, khususnya di bidang pendidikan. Kontak-
kontak personal ini juga yang mempengaruhi cepat atau lambatnya suatu
inovasi dapat diterima atau ditolak oleh masyarakat sosial.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai salah satu
tugas kelompok mata kuliah Inovasi Pendidikan Program Magister
Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Pasundan Bandung
Tahun Akademik 2012-2013, dan agar kita mengetahui kontak-kontak
personal dalam inovasi pendidikan.
Dengan penuh hormat yang sebesar-besarnya saya ucapkan
kepada:
1. Prof. Dr. Azis Wahab, , M.A. (Ed). dan Dr. S. Marten Yogaswara, M.M.
selaku Dosen mata kuliah Inovasi Pendidikan.
2. Kedua Orang tua yang telah memberi dukungan yang luar biasa.
3. Kepada Rekan Rekan Kuliah Program Magister Pendidikan
Matematika Pasca Sarjana Universitas Pasundan Bandung Tahun
Akademik 2012-2013 yang telah banyak memberikan masukan dalam
pembuatan makalah kelompok ini.
4. Dan untuk semua orang yang telah mendukung saya yang tidak dapat
saya sebutkan satu-persatu.
ii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak
kekurangannya, oleh karena itu penulis mengharapkan saran serta kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini dan
untuk perbaikan saya dimasa yang akan datang. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya.
Bandung, September 2012 Penulis,
Depi Ardian Nugraha danKeuis Letti
iii
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah........................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................4
C. Tujuan Makalah.....................................................................4
D. Kegunaan Makalah................................................................5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................6
A. Hambatan-Hambatan dalam Inovasi Pendidikan...................6
B. Kontak-Kontak Personal dalam Inovasi Pendidikan............10
C. Peranan Agen Pembaharu (agent of change) dalam inovasi pendidikan...........................................................................19
BAB III SIMPULAN DAN SARAN.............................................................57
A. SIMPULAN..........................................................................57
B. SARAN................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................52
iv
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan pendidikan secara teknis berlangsung secara
sederhana walaupun dalam konteks sosial sangat kompleks. Ada
empat faktor yang mempengaruhi implementasi inovasi. Pertama
karakteristik dari perubahan, perlu dilihat masalah kebutuhan dan
relevansi dari perubahan, kejelasan, kompleksitas, dan kualitas serta
kepraktisan dari program. Kedua karakteristik dari tingkat wilayah
sekolah, terdiri atas: sejarah dari upaya-uapaya inovasi, proses adopsi,
dukungan dan keterlibatan administratur pusat, pengembangan dan
partisipasi staf, sistem ketepatan waktu dan informasi, dan karakteristik
dewan dan komunitas. Ketiga karakteristik pada tingkat sekolah, yang
terdiri atas kepala sekolah, hubungan antara guru, dan karakteristik
dan orientasi guru. Keempat karakteristik eksternal terhadap sistem
lokal, yang terdiri atas peran pemerintah dan bantuan eksternal.
Kemajuan dan perubahan kehidupan sosial yang serba cepat,
merupakan tantangan atau masalah baru dalam duania pendidikan.
Bagaimana kita harus menyiapkan anak didik kita agar mereka mampu
menghadapai kehidupan modern ini serta bagaimana agar mereka
mampu mengembangkannya. Untuk menjawab semua persoalan itu
haruslah di dukung oleh berbagai pihak tidak hanya masyarakat
sekolah tetapi masyarakat umum juga harus mendukung. Karena
pendidikan merupakan sub sistem dari sistem sosial. Pemerintah
dalam hal ini sebagai pembuat kebijakan haruslah bisa menyusun
kebijakan-kebijakan khsusnya dalam bidang pendidikan, Karakteristik
suatu bangsa dapat dilihat dari kurikulum pendidikan yang ada pada
suatu bangsa tersebut. Oleh karena itu hendaknya kurikulum dibuat
dan dirancang relevan dengan tantangan kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan. Guru sebagai fasilitator harus bisa mendayagunakan
fasilitas peralatan elektronik untuk mengefektifkan proses belajar,
Depi Ardian Nugraha 2
kemudian guru juga harus bisa memilih metode, strategi dan model
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mengajar, dan masih
banyak lagi permasalahan dalam pendidikan yang tidak akan pernah
habis karena tantangan kehidupan juga akan selalu berubah dan
berkembang. Untuk menjawab semua tantangan atau permasalahan
tersebut maka perlu adanya suatu inovasi pendidikan.
Inovasi pendidikan di sini mengandung makna suatu perubahan
yang bersifat pembaharu dan kualitatif yang berbeda dari hal yang ada
sebelumnya serta sengaja diselenggarakan untuk menibngkatkan
kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan Pendidikan Nasional.
Dengan kata lain, suatu perubahan yang baru yang menunjukkan ke
arah perbaikan atau berbeda dari yang telah ada sebelumnya.
Inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan
atau inovasi untuk memecahkan maslah pendidikan. ( Ibrahim : 1988 ).
Jadi sebuah inovasi pendidikan adalah suatu ide , barang, metode,
yang dapat dirasakan atau diamati berbagai hal yang baru bagi hasil
seseorang atau kelompok orang ( masyarakat ), baik berupa hasil
inversi atau discovery yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan atau untuk memecahkan masalah kependidikan. Inovasi
menurut Roger Miller ( 1971 ) dalam Suherli Kusmana ( 2010 )
menerangkan bahwa “innovation is an idea, practice, or object
perceived as new by the relevan unti of adoption, weather it is an
individual or an organization”. Artinya,” inovasi adalah ide, kegiatan,
atau obyek yang diterima sebagai sesuatu yang baru sesuai dengan
bagian yang diadopsi, baik oleh individu maupun kelompok”. Secara
umum dapat dinyatakan bahwa inovasi merupakan sebuah pemikiran,
praktek, atau object yang dianggap sesuatu yang baru yang dianggap
mampu mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi.( Suherli
Kusmana: 2010 : 1 )
Kemampuan inovasi suatu gagasan baru biasanya dibatasi oleh
waktu dan sistem sosial yang ada. Dengan kata lain, di kemudian hari
barang atau gagasan baru bisa jadi tidak lagi memiliki nilai inovatif,
Depi Ardian Nugraha 3
karena sudah tergantikan oleh barang atau gagasan baru yang lebih
inovatif. Juga dimungkinkan, suatu barang atau gagasan baru tetap
tidak inovatif pada waktu kapan saja, selama sistem sosial yang ada
tidak mau dan tidak mampu menerima barang atau gagasan baru
tersebut.
Sistem sosial (masyarakat) adalah variabel yang cukup penting
dalam menyebarkan, menerapkan dan mensosialisasikan suatu produk
inovatif. Anggota sistem sosial dapat individu, kelompok-kelompok
informal, dan sub sistem yang lainnya. Sistem sosial ini bisa
mempengaruhi diterima atau ditolaknya suatu produk inovatif. Diterima
atau tidaknya suatu produk inovatif tergantung dari daya respon dan
adopsi dari sistem sosial yang ada.
Suatu inovasi akan benar-benar bermanfaat untuk
menyelesaikan atau memecahkan masalah dalam dunia pendidikan,
jika inovasi itu dapat diterima dan diterapkan oleh pelaksana kegiatan
pendidikan (pendidik). Tetapi dalam kenyataannya banyak sekali
hambatan-hambatan dalam proses inovasi itu sendiri terutama dalam
hal komunikasi inovasi pendidikan. Oleh karena iti haruslah ada
dukunnga dari berbagai pihak terutama dengan lembaga-lembaga
pendidikan lainnya. Hubungan antara lembaga pendidikan dan system
social sangat erat dan saling mempengaruhi. Misalnya suatu sekolah
telah dapat sukses menyiapkan tenaga yang terdidik sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, maka dengan tenaga terdidik berarti tingkat
kehidupannya meningkat, dan cara bekerjanya juga lebih baik. Tenaga
terdidik akan merasa tidak puas jika bekerja yang tidak menggunakan
kemampuan inteleknya, sehingga perlu adanya penyesuaian dengan
lapangan pekerjaan. Dengan demikian akan selalu terjadi perubahan
yang bersifat dinamis, yang disebabkan adanya hubungan interaktif
antara lembaga pendidikan dan masyarakat sebagai kontak personal
dalam inovasi pendidikan. Yang menjadi kunci keberhasilan dalam
pengelolaan kegiatan belajar mengajar ialah kemampuan guru sebagai
tenaga professional.
Depi Ardian Nugraha 4
Oleh karena itu pendidik perlu memahami tentang inovasi
pendidikan yang baik, pengertian, penyebaran, proses keputusan
penerima atau penolakan, serta peran wahana pembaharu atau yang
lebih akrab disebut dengan agen perubahan.
Berbicara tentang agen perubahan (agent of change) dalam
dunia pendidikan, siapa saja agen perubahan dalam dunia
pendidikan?, kemudian apa fungsi atau peranan dari agen perubahan
tersebut?, dan siapa saja kontak-kontak personal dalam dunia
pendidikan tersebut?. Berdasarkan alasan tersebut di atas, pada
kesempatan ini kami akan mencoba membahas tentang keutamaan
kontak-kontak personal dalam inovasi pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah yang telah dikemukakan,
maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa hambatan-hambatan yang mempengaruhi inovasi pendidikan?
2. Siapa saja kontak-kontak personal dalam inovasi pendidikan?
3. Bagaimana peranan agen pembaharu (agent of change) dalam
inovasi pendidikan?
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas
maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Hambatan-hambatan yang mempengaruhi inovasi pendidikan.
2. Siapa saja kontak-kontak personal dalam inovasi pendidikan.
3. Bagaimana peranan agen pembaharu (agent of change) dalam
inovasi pendidikan.
Depi Ardian Nugraha 5
D. Kegunaan Makalah
Adapun kegunaan dan harapan dari pembuatan makalah ini
yaitu agar kita mengetahui Hambatan-hambatan yang mempengaruhi
inovasi pendidikan, kontak-kontak personal dalam inovasi pendidikan,
dan bagaimana peranan agen pembaharu (agent of change) dalam
inovasi pendidikan. Selain itu mudah-mudahan pembuatan makalah ini
dapat dijadikan bahan sumber untuk diskusi-diskusi yang akan datang,
khususnya tentang inovasi pendidikan.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Hambatan-Hambatan dalam Inovasi Pendidikan
Lembaga pendidikan formal atau sekolah merupakan suatu
subsistem dari sistem sosial yang saling mempengaruhi. Apabila
terjadi perubahan dalam sistem sosial maka terjadi pula perubahan
dalam lembaga pendidikan. Sebagai contoh bila dalam masyarakat
dibutuhkan seorang ahli atau orang yang mempunyai keterampilan
dalam bidang komputer, maka lembaga pendidikan akan mengadakan
program pendidikan dalam bidang komputer. Jadi jelaslah bahwa
hubungan antara lembaga pendidikan sangat erat dengan sistem
sosial.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam lembaga
pendidikan formal seperti sekolah dapat diciptakan inovasi-inovasi
baru dalam setiap komponennya. Inovasi ini harus disebarkan agar
terjadi perubahan sosial. Usaha penyebaran inovasi ini bukan hal
yang mudah untuk dilaksanakan. Ada kalanya inovasi cepat diterima
oleh masyarakat, terkadang sulit untuk diterima. Oleh karena itu
keberhasilan suatu inovasi ditentukan oleh banyak faktor. Di bawah
ini merupakan enam faktor utama penghambat inovasi yang
dikemukakan oleh Ibrahim, antara lain :
1. Estimasi Tidak Tepat terhadap Inovasi
Hambatan yang disebabkan oleh tidak tepatnya
perencanaan atau estimasi dalam proses difusi inovasi antara lain,
tidak tepat dalam mempertimbangkan implementasi inovasi,
kurang adanya kerja sama antarpelaksana inovasi, tidak adanya
persamaan pendapat tentang tujuan yang akan dicapai, tidak jelas
struktur pengambilan keputusan, komunikasi yang tidak lancar,
adanya tekanan dari pemerintah untuk mempercepat hasil inovasi
dalam waktu yang sangat singkat. Oleh karena itu para pelaksana
inovasi agar benar-benar merencanakan dan mempertimbangkan
Depi Ardian Nugraha 7
segala kemungkinan yang akan terjadi pada tempat yang menjadi
sasaran inovasi.
2. Konflik dan Motivasi
Hambatan ini diakibatkan karena adanya masalah-masalah
pribadi, seperti adanya pertentangan antaranggota tim, adanya
rasa iri antara anggota yang satu dengan yang lain, ada anggota
tim yang tidak semangat kerja, pimpinan yang terlalu kaku dan
berpandangan sempit, kurang adanya penguatan atau hadiah
terhadap anggota yang melaksanakan tugas dengan baik.
3. Inovasi Tidak Berkembang
Inovasi tidak berkembang karena hal-hal seperti, lambatnya
material yang diterima, alokasi dana yang tidak tepat, terjadi
inflasi, pergantian pengurus yang terlalu cepat sehingga
mengganggu kontinuitas tugas.
4. Masalah Keuangan
Yang termasuk dalam hambatan keuangan yaitu tidak
memadainya dana dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat,
kondisi perekonomian secara nasional dan penundaan
penyampaian dana. Oleh karena itu dituntut kemampuan untuk
mencari sumber-sumber dana lain yang akan digunakan untuk
pembiayaan pelaksanaan inovasi.
5. Penolakan Inovasi dari Kelompok Tertentu
Penolakan inovasi yang dimaksud bukan penolakan karena
kurang dana atau masalah personalia, tetapi penolakan masuknya
inovasi karena beberapa faktor berikut, yaitu adanya
pertentangan dalam memandang inovasi, adanya kecurigaan
masyarakat akan masuknya inovasi tersebut.
6. Kurang Adanya Hubungan Sosial
Faktor terakhir ini terdiri dari dua hal, yaitu hubungan
antaranggota kelompok pelaksana inovasi dan hubungan dengan
masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya ketidakharmonisan
antaranggota proyek inovasi.
Depi Ardian Nugraha 8
Selain hambatan-hambatan yang telah dijelaskan di atas, dari
penelitian dari beberapa ahli ditemukan beberapa hambatan dalam
penyebaran inovasi antara lain:
1. Hambatan Geografi
Indonesia sebagai negara kepulauan tentu saja merupakan
tantangan dalam penyebaran inovasi. Hambatan geografis
mencakup jarak yang jauh, transportasi yang kurang lancar,
daerah yang terisolir, keadaan iklim yang tidak mendukung. Oleh
karena itu dalam perencanaan inovasi perlu dipertimbangkan
kondisi geografis dan sarana transportasi.
2. Hambatan Sejarah
Hambatan sejarah, meliputi hal-hal peraturan-peraturan
yang diwariskan oleh kolonial, tradisi yang bertentangan dengan
inovasi.
3. Hambatan Ekonomi
Hambatan ekonomi meliputi ketersediaannya dana dari
pemerintah dan pengaruh adanya inflasi. Dari data hasil
penelitian, pelaksanaan inovasi kurang memperhitungkan
perencanaan penggunaan dana dan kurang memperhitungkan
adanya inflasi.
4. Hambatan Prosedur
Termasuk dalam hambatan prosedur ialah kurang
terampilnya tenaga pelaksana inovasi, kurang koordinasi
antarbagian pelaksana inovasi, tidak cukup persediaan material
yang digunakan.
5. Hambatan Personal
Hal-hal yang menjadi hambatan personal yaitu kurang
adanya penguatan (hadiah) bagi penerima dan pemakai inovasi,
orang yang memegang peranan penting dalam penyebaran
inovasi tidak terbuka, sikap kaku dan pengetahuan yang sempit
dari orang-orang yang melaksanakan inovasi serta adanya
pertentangan pribadi antarpelaksana proyek inovasi.
Depi Ardian Nugraha 9
6. Hambatan Sosial Budaya
Hambatan sosial budaya yang dianggap penting adalah
adanya pertentangan ideologi tentang proyek inovasi. Hal lain
yang termasuk dalam hambatan sosial budaya yaitu kurang
adanya tukar pikiran, perbedaan budaya dan kurang harmonisnya
hubungan antara pelaksana proyek inovasi dengan penerima
inovasi.
7. Hambatan Politik
Hambatan politik merupakan peringkat terendah dari
berbagai aspek penghambat inovasi. Adapun yang termasuk
dalam hambatan politik ialah kurangnya hubungan baik dengan
pimpinan politik, adanya pergantian pemerintah sehingga
berpengaruh pada kontinuitas inovasi, adanya keberatan dari
pemerintah terhadap pelaksanaan inovasi dan kurangnya
pengertian dan perhatian dari pemerintah akan pelaksanaan
inovasi.
Fullan (1996) mengkategorikan 3 faktor kunci yang
mempengaruhi proses penerapan inovasi dalam bidang pendidikan
yakni, karakteristik perubahan, karakteristik lokal dan faktor eksternal.
1. Karakteristik Perubahan:
Kebutuhan
Kejelasan
Kompleksitas
Kualitas
2. Karakteristik Lokal:
Wilayah
Komunitas
Kepala Sekolah
Guru
3. Faktor Eksternal:
Pemerintah dan
Agen Lain
Depi Ardian Nugraha 10
B. Kontak-Kontak Personal dalam Inovasi Pendidikan
Dalam proses inovasi pendidikan banyak sekali hambatan-
hambatan yang ada dalam pelaksanaannya, seperti yang telah
diuraikan sebelumnya, baik hambatan yang dilihat dari karakteristik
perubahan, karakteristik lokal dan faktor eksternal lainnya. Oleh
karena itu perlu adanya suatu solusi agar suatu inovasi dalam
pendidikan dapat diterima. Berdasarkan dari berbagai macam
hambatan dalam inovasi pendidikan maka perlu ada kontak-kontak
personal dalam inovasi pendidikan agar proses inovasi khususnya di
bidang pendidikan itu dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Berbicara tentang kontak personal, apa yang dimaksud dengan
kontak personal itu?. Kontak personal adalah orang atau kelompok
orang yang melakukan proses komunikasi yang menetapkan titik-titik
tertentu dalam penyebaran informasi melalui ruang dan waktu dari
suatu agen ke agen lainnya.
Suatu sistem pendidikan tidak dapat berdiri sendiri, termasuk
sistem pendidikan di negara kita tercinta ini. Sistem pendidikan perlu
dukungan dan dorangan dari berbagai pihak, baik itu dari pemerintah,
masyarakat, kepala sekolah, guru, orang tua siswa atau lembaga-
lembaga pendidikan lainnya yang mendukung sistem pendidikan kita.
Begitu juga apabila terjadi suatu inovasi dalam bidang
pendidikan maka semua elemen sosial akan terlibat. Berdasarkan
hasil diskusi yang telah kami lakukan maka menurut kami ada dua
macam kontak personal dalam inovasi pendidikan, yaitu :
1. Kontak personal internal dalam inovasi pendidikan;
a. Guru
Guru sebagai agen pembaharu dalam bidang
penididikan, mengapa demikian? Karena menurut Rogers et.
al (1983 : 312), menjelaskan pengertian agen pembaharuan
sebagai berikut : "A change agent is an individual who
Depi Ardian Nugraha 11
influencies clients, innovation decisions in a direction deemed
desirable by a change agency". Seorang agen pembaharuan
adalah seseorang yang mempengaruhi keputusan inovasi
para klien (sasaran) ke arah yang diharapkan oleh lembaga
pembaharuan. Dengan demikian, seorang agen pembaharu
(guru) berperan sebagai penghubung antara lembaga
pembaharu dengan sasarannya.
Guru harus menjadi agen perubahan yang paling siap
dalam implementasi inovasi pendidikan. Guru harus
mengambil langkah dan inisiatif untuk mendesain proses
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Guru memiliki peluang yang sangat besar
untuk menerapkan berbagai gaya dan kreativitasnya dalam
kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan pembelajaran yang
inovatif, atmosfer kelas akan menjadi lebih nyaman tidak kaku
dan monoton. Peserta didik pun memilki kesempatan untuk
lebih banyak diskusi, berinteraksi dan berdialog sehingga
mereka mampu mengkonstruksi konsep dan kaidah-kaidah
keilmuan sendiri. Mereka menjadi terbiasa untuk berbeda
pendapat dan menghargai perbedaan sehingga mereka
menjadi sosok manusia yang cerdas dan kritis serta selalu
siap dengan segala bentuk perubahan. Dengan demikian
masyarakat maju yang dinamis dan terbuka dengan
perubahan akan terbentuk dalam konteks kepribadian bangsa.
b. Peserta Didik,
Faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan
sistem inovasi pendidikan adalah peserta didik. Peserta didik
sangat besar pengaruhnya terhadap pencapaian inovasi
pendidikan. Hal ini menjadi sangat penting karena tujuan
pendidikan adalah pencapaian perubahan intelektual, spritual
Depi Ardian Nugraha 12
dan tingkah laku peserta didik, dimana peserta didik
mempunyai peranan sebagai subjek dan objek dari proses
inovasi itu sendiri. Proses perubahan dalam inovasi
pendidikan, pada umunya ditujukan untuk meningkatkan
prestasi peserta didik. Tetapi seringkali, inovator jarang
memikirkan peserta didik sebagai partisipan dalam suatu
proses perubahan dan kehidupan organisasi. Mereka
dianggap sebagai objek perubahan bukan sebagai subjek .
Padahal jika peserta didik berpikir bahwa guru tidak
memahami mereka, maka biasanya akan timbul kesenjangan
komunikasi diantara mereka, dan hanya sejumlah kecil siswa
ikut berpartisipasi dalam perubahan tersebut
c. Kepala sekolah,
Kepala Sekolah merupakan tempat ujung tombak untuk
terjadinya perubahan dalam pendidikan. Dan kepala sekolah
sebagai manajer sekolah memiliki peran yang sangat penting
sebagai agen perubahan. Kepala sekolah berada ditengah-
tengah hubungan antara guru dengan ide dari masyarakat luar
harus berperan aktif sebagai inisiator atau fasilitator dari
perubahan program. Kepala sekolah harus terlibat secara
langsung dalam perubahan. Kepala sekolah merupakan
pimpinan tertinggi di tingkat sekloah, yang mana tugas dan
fungsi utama dari kepala sekolah itu adalah memimpin,
mengawasi, dan pengambil kebijakan yang dianggap perlu
bagi kemajuan sekolah yang beliau pimpin. Begitu juga
terhadap proses inovasi pendidikan, peranan kepala sekolah
dalam inovasi pendidikan sangatlah penting.
d. Komite Sekolah,
Peran dan fungsi komite sekolah diantaranya pertama
sebagai advisor. Pada tahap ini komite sekolah mempunyai
Depi Ardian Nugraha 13
tugas memberikan masukan atau saran dalam kegiatan
pembelajaran maupun kegiatan ekstrakurikuler serta dalam
hal sarana dan prasarana sekolah. Yang kedua, peran komite
sekolah yakni supporting. Tindakan nyata dari persatuan
orang tua dan guru ini berupa memberikan dukungan
terhadap program-program sekolah, selama program tersebut
baik bagi siswa, guru maupun orang tua. Dukungan dapat
berupa dana, dan non dana (ide, pemikiran, dll).
Yang ketiga adalah controlling. Komite sekolah
berperan dalam mengawasi sejauh mana pelaksanaan
program, kurikulum, proses belajar-mengajar dan kegiatan-
kegiatan lainnya apakah sudah dilaksanakan optimal atau
belum juga dapat mengawasi apakah sarana dan prasarana
yang sudah ditetapkan atau dijanjikan dapat direalisasikan
atau tidak. Dan yang terakhir, komite sekolah berperan
sebagai mediator yakni antara orang tua dengan guru, orang
tua/ guru dengan perguruan/ yayasan. Semua saran, usualan
atau masukan yang diterima oleh komite sekolah disampaikan
kembali kepada sekolah/ perguruan/ yayasan. Komite sekolah
berfungsi sebagai mediator bukan sebagai pengambil
keputusan atau decision make.
e. Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP)
KKG
Kelompok Kerja Guru, adalah suatu organisasi
profesi guru non yang bersifat struktural yang dibentuk
oleh guru-guru di Sekolah Dasar, di suatu wilayah atau
gugus sekolah sebagai wahana untuk saling bertukaran
pengalaman guna meningkatkan kemampuan guru dan
memperbaiki kualitas pembelajaran. Oleh karena itu
Depi Ardian Nugraha 14
sangatlah tepat tempat ini saebagai wadah untuk
mensosialisasikan inovasi pendidikan khususnya di
Sekolah Dasar.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam
meningkatkan professional guru dalam pelaksanaan
pembelajaran di sekolah adalah Kelompok Kerja Guru
(KKG). Menurut Dirjen Dikdasmen tahun 1996/1997
Kelompok kerja guru (KKG) adalah kelompok kerja yang
berorientasi kepada peningkatan kualitas pengetahuan,
penguasaan materi, teknik mengajar, interaksi guru murid,
metode mengajar, dan lain lain yang berfokus pada
penciptaan kegiatan belajar mengajar yang aktif.
KKG merupakan organisasi guru yang dibentuk
untuk menjadi forum komunikasi yang bertujuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi guru dalam
pelaksanaan tugasnya sehari-hari di lapangan
MGMP
Musyawah Guru Mata Pelajaran, awalnya disebut
Musyawarah Guru Bidang Studi, adalah suatu organisasi
profesi guru yang bersifat non struktural yang dibentuk
oleh guru-guru di Sekolah Menengah (SLTP atau SLTA) di
suatu wilayah sebagai wahana untuk saling bertukaran
pengalaman guna meningkatkan kemampuan guru dan
memperbaiki kualitas pembelajaran. Musyawarah Guru
Mata Pelajaran sama halnya dengan KKG, merupakan
suatu organisasi guru yang dibentuk untuk menjadi forum
komunikasi yang bertujuan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi guru dalam pelaksanaan tugasnya sehari-
hari di lapangan. MGMP berada di tingkat sekolah lanjutan,
baik SMP maupun SMA. Oleh karena itu sangatlah tepat
Depi Ardian Nugraha 15
tempat ini saebagai wadah untuk mensosialisasikan
inovasi pendidikan khususnya di SMP dan SMA.
2. Kontak personal eksternal dalam inovasi pendidikan
a. Lembaga Pendidikan
Lembaga Pendidikan (baik formal, non formal atau
informal) adalah tempat transfer ilmu pengetahuan dan
budaya (peradaban). Melalui praktik pendidikan, peserta didik
diajak untuk memahami bagaimana sejarah atau pengalaman
budaya dapat ditransformasi dalam zaman kehidupan yang
akan mereka alami serta mempersiapkan mereka dalam
menghadapi tantangan dan tuntutan yang ada di dalamnya.
Dengan demikian, makna pengetahuan dan kebudayaan
sering kali dipaksakan untuk dikombinasikan karena adanya
pengaruh zaman terhadap pengetahuan jika
ditransformasikan. Dalam proses sebuah inovasi pendidikan
ada beberapa lembaga informal yang sangat besar
pengaruhnya dalam pelaksanaan proses pembelajaran dan
sosialisasi inovasi pendidikan, diantaranya :
KEMENDIKBUD (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan);
KEMENAG (Kementerian Agama);
BPSDMPPMP (Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Pendidikan dan Penjamin Mutu Pendidikan);
LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan);
BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan);
Dewan Pendidikan
Dewan Pendidikan merupakan badan yang bersifat
mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan
Dinas Pendidikan Kabupaten maupun dengan lembaga-
Depi Ardian Nugraha 16
lembaga pemerintah lainnya. Posisi Dewan Pendidikan
maupun Dinas Pendidikan Kabupaten maupun lembaga-
lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan
(otonomi) masing-masing berdasarkan ketentuan yang
berlaku. Dewan Pendidikan dibentuk berdasarkan
kesepakatan dan tumbuh dari bawah berdasarkan
sosiomasyarakat dan budaya serta sosiodemografis dan
nilainilai daerah setempat) sehingga lembaga tersebut
bersifat otonom yang menganut asas kebersamaan
menuju ke arah peningkatan kualitas pengelolaan
pendidikan di daerah yang diatur oleh Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga. Kondisi mi hendaknya
dijadikan dasar pertimbangan oleh masing-masing pihak
atau stakeholder pendidikan di daerah agar tidak terjadi
adanya pelanggaran hukum administrasi negara yang
mengakibatkan adanya konsekuensi hukum baik perdata
maupun pidana di kemudian hari. Dewan Pendidikan
memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu.
2) Melakukan kerjasama dengan masyarakat
(perorangan/organisasi), pemerintah dan DPRD
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu.
3) Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan,
dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan
oleh masyarakat.
4) Memberikan masukan, pertimbangan, dan
rekomendasi kepada pemerintah daerah/DPRD
Depi Ardian Nugraha 17
mengenai: a). kebijakan dan program pendidikan; b).
kriteria kinerja daerah dalam bidang pendidikan, c).
kriteria tenaga kependidikan, khususnya guru/tutor dan
kepala satuan pendidikan; d). kriteria fasilitas
pendidikan; dan e). hal-hal lain yang terkait dengan
pendidikan.
5) Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi
dalam pendidikan.
6) Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap
kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran
pendidikan
Dinas Pendidikan Setempat
Dinas Pendidikan merupakan unsur pelaksana
pemerintahan daerah, dipimpin oleh seorang Kepala
Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas
Pendidikan mempunyai tugas melaksanakan urusan
pemerintahan Daerah di bidang pendidikan dan
perpustakaan. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut
Dinas Pendidikan mempunyai fungsi : Perumusan
kebijakan teknis di bidang pendidikan; Penyelenggaraan
urusan pemerintahan dan pelaksanaan pelayanan umum
di bidang pendidikan ; Pembinaan terhadap Unit
Pelaksana Teknis Dinas di bidang pendidikan; Sosialisasi
kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Oleh karena itu peran Dinas pendidikan dalam
meyebarluaskan inovasi di bidang pendidikan sangatlah
strategis.
Depi Ardian Nugraha 18
Tugas Dinas Pendidikan setempat adalah untuk
mengarahkan pengembangan dan pelaksanaan suatu
rencana, menunjukkan dan memasukan seluruh
perubahan pada tingkat wilayah, sekolah, dan kelas.
Dinas Pendidikan setempat merupakan individu penting
untuk melaksanakan harapan dari pola perubahan dalam
wilayahnya. Mereka berperan pada tiga tahap utama dari
perubahan, yaitu keputusan inisial atau mobilisasi,
implementasi, dan institusionalisasi
b. Masyarakat Umum
Peran masyarakat umum dalam proses inovasi
pendidikan sangatlah penting karena masyarakat merupakan
kelompok sosial terbesar yang di dalamnya banyak terdapat
perbedaan, khususnya dalam bidang pendidikan. Oleh karena
itu peran masyarakat umum dalam pendidikan adalah
Masyarakat/orang tua bisa menyampaikan keganjalan yang
dirasakan mengenai pendidikan kepada pihak sekolah untuk
menjadi evalusai tersendiri bagi sekolah itu, bahkan akan
menjadi sebuah solusi atau inovasi dalam proses pendidikan
yang akan datang.
c. Orang tua.
Orang tua peserta didik mempunyai peranan yang
penting dalam menunjang keberhasilan proses inovasi
pendidikan, karena ia telah menjadi pejuang moral yang
memberi dukungan kepada peserta didik yang dalam hal ini
adalah anaknya sendiri, agar merka menjadi orang yang
berguna bagi bangsa dan akhirat kelak. Kebanyakan orang
tua memperhatikan dan tertarik dalam program dan
perubahan yang bersangkutan dengan siswa. Namun dalam
pelaksanaanya sering terdapat beberapa rintangan yang
Depi Ardian Nugraha 19
dihadapi keterlibatan orang tua. Rintangan ini dikategorikan
dalam rintangan fenomenologis dan logistis. Rintangan
fenomenologis berhubungan dengan kurang pengetahuan dan
pemahaman bahwa administratur dan orang tua memiliki
dunia yang berbeda. Sedangkan rintangan logistis atau teknis
berkaitan dengan kurangnya waktu, kesempatan. Aktivitas
atau bentuk keterlibatan orang tua akan lebih efektif untuk
tercapainya perubahan sebagai implementasi inovasi di
sekolah
C. Peranan Agen Pembaharu (agent of change) dalam inovasi pendidikan
Dalam suatu proses komunikasi inovasi, apabila sekiranya tidak
ada jurang sosial dan teknis antara lembaga pembaharu dan sistem
klien maka agen pembeharu tidaklah dibutuhkan tetapi sebaliknya
apabila ada jurang sosial dan teknis antara lembaga pembaharu dan
sistem klien maka agen pembeharu sangatlah diperlukan. Oleh
karena itu pada kesempatan ini kami akan mencoba memaparkan
mengenai peranan agen pembaharu, hubungan komunikasinya
dengan para klien
Lembaga pendidikan membutuhkan agen-agen perubahan
yang dapat mendorong perubahan (drive to change), bukannya
dipimpin oleh perubahan (lead by change), atau menolak perubahan
(resist to change). Agen perubahan yang dibutuhkan adalah agen
perubahan yang memiliki pengetahuan tentang perubahan serta
pengetahuan terhadap aspek dasar perubahan sebagai sesuatu yang
kritis bagi proses perencanaan, kepemimpinan, pengelolaan, dan
evaluasi perubahan terutama dalam bidang pendidikan.
Untuk suatu usaha perubahan yang berhasil, tindakan, dan
peristiwa perlu didasari pada pemahaman tentang bagaimana transisi
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh proses organisasi. Evaluasi
Depi Ardian Nugraha 20
perubahan item-item dalam dimensi ini menggambarkan pentingnya
mempertahankan momentum perubahan dan energy positif terarah
menuju sasaran perubahan, memonitor perkembangan. Untuk
menggali potensi yang dimiliki seseorang sebagai agen perubahan
dipergunakan instrument Change Agent Questionnaire (CAQ).
Semakin tinggi potensi sebagai agen perubahan yang dimiliki
seseorang diharapkan akan semakin tinggi kemampuan orang
tersebut melakukan perubahan organisasi secara efektif.
Seorang agen pembaharu adalah individu yang mempengaruhi
keputusan inovasi pada klien kearah yang diharapkan oleh lembaga
pembaharu. Dalam kebanyakan kasus seorang agen pembaharu
mencoba untuk memastikan adopsi dari ide-ide baru, tetapi ia dapat
juga mencoba untuk memperlambat proses difusi dan mencegah
pengadopsian inovasi-inovasi tertentu.
Sebagian besar dari bab ini kelihatannya berkenaan dengan
komunikasi satu arah yang bertujuan merubah tingkah laku inovasi
seorang klien. Tetapi meskipun dalam usaha mempengaruhi yang
dilakukan para agen pembaharu, hubungan komunikasi antara agen
dank lien merupakan hal yang penting, dan kenyataannya dalam
situasi seperti ini banyak terjadi pertukaran informasi timbale-balik
(dua arah). Terutama pada sistem difusi yang di desentralisasi,
adopter potensial dapat mengontrol agen pembaharunya; dalam
beberapa kasus, klien-klien tertentu bertindak sebagai agen
pembaharu bagi dirinya sendiri. Bahkah pada sistem difusi yang di
desentralisasi secara relatif, tujuan jangka panjang dari kebanyakan
agen pembaharu adalah untuk menciptakan suasana dimana para
klien dapat menolong dirinya sendiri sehingga nantinya agen
pembaharu bebas dari tugasnya. Jadi definisi kita tentang komunikasi
sebagai proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi informasi
satu sama lainnya untuk mencapai saling pengertian adalah sesuai
Depi Ardian Nugraha 21
untuk menggambarkan kontak antara para agen pembaharu dengan
klien-kliennya.
Sampai dengan tahun 1970-an diasumsikan bahwa agen-agen
pembaharu yang professional merupakan suatu unsur yang
diperlukan dalam suatu program difusi yang efektif. Dewasa ini kita
lihat bahwa mereka tidak selalu penting; dalam beberapa kegiatan
difusi, para aide (pembantu agen pembaharu yang kurang
professional) menggantikan peranan para agen pembaharu.
Keuntungan-keuntungan khusus dari para aide dalam menjembatani
jurang heterofili antara kaum agen pembaharu yang professional
dengan kliennya, pertama kali disadari pada program-program
Keluarga berencana (KB) di Asia, dan pada program-program yang
berorientasi kemiskinan di AS. Alternatif lain untuk mempekerjakan
agen-agen pembaharu professional diselenggarakan oleh sisitem
difusi yang di desentralisasi, yang akan didiskusikan juga dalam bab
ini.
Pada bab-bab sebelumnya sudah dinyatakan bahwa inovasi
bukan hanya diperlukan pada bidang-bidang social dan kesehatan,
tetapi juga pada bidang pendidikan. Oleh sebab itu maka diperlukan
juga sosok agen pembaharu dalam dunia pendidikan. Stephen, J.C. et
al. (2008) menyatakan bahwa universitas sebagai institusi pendidkan
yang lebih tinggi dapat menjadi agen pembaharu untuk kemampuan
yang lebih tahan (sustainability). Sementara pada penelitian lain yang
dilakukan oleh Lane et al. (2009) menggambarkan bagaimana guru-
guru pemula dari Fakultas Pendidikan UCLA (University of California,
Los Angeles) dapat menjadi agen pembaharu dan mempunyai
pengaruh pada praktek memandu guru-guru di sekolah-sekolah di
kota.
Depi Ardian Nugraha 22
1. AGEN-AGEN PEMBAHARU SEBAGAI PENGHUBUNG
Banyak sekali ragam pekerjaan yang sesuai dengan definisi kita
tentang agen pembaharu. Misalnya: guru-guru, konsultan-konsultan,
karyawan kesehatan umum, agen perluasan pertanian,
Gambar 2-1 Agen pembaharu mengadakan hubungan antara lembaga pembaharu dengan sistem klien.
Peranan konvensional agen pembaharu adalah
mendifusikan inovasi-inovasi kepada klien, di sini kelihatan
sebagai suatu proses persuasi satu arah. Tetapi untuk
mengefektifkan perubahan ini, agen pembaharu harus pula
membuat hubungan dengan klien guna mengetahui kebutuhan
klien dan masalah-masalahnya untuk disalurkan ke lembaga
pembaharu, sehingga hal itu dapat dipertimbangkan dalam
menetapkan inovasi mana yang paling baik untuk didifusikan pada
para klien. Peranan agen pembaharu juga mencakup usaha
memperoleh umpan balik dari klien tentang program
pembaharuan itu. Posisi agen pembaharu sebagai penghubung
antara lembaga pembaharu dan sistem klien menimbulkan dua
masalah yaitu: marginalitas sosial dan kelebihan informasi.
Arus inovasi dari lembaga pembaharu ke klien
Arus kebutuhan dan umpan-balik dari klien ke lembaga pembaharu
SISTEM KLIEN(CLIENT SISTEM)
AGEN PEMBAHARUSEBAGAI
PENGHUBUNG
LEMBAGAPEMBAHARU
(CHANGE AGENCY)
Depi Ardian Nugraha 23
karyawan pembangunan, para pedagang dan lain-lainnya.
Semua agen pembaharu ini mengadakan hubungan komunikasi
antara sejenis sistem sumber (biasanya disebut lembaga
pembaharu) dan sistem klien (gambar 2-1). Salah satu peran
utama seorang agen pembaharu adalah memfasilitasi aliran bagi
arus komunikasi dari lembaga pembaharu kepada para klien.
Tetapi agar komunikasi ini efektif, inovasi harus diseleksi
agar sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien.
Dan agar keterhubungannya menjadi sangat efektif, maka
umpan balik dari sistem klien harus dialirkan melalui agen
pembaharu ke lembaga pembaharu sehingga para agen
pembaharu dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian yang baik
berdasarkan keberhasilan-keberhasilan dan kegagalan-kegagalan
sebelumnya.
Agen-agen pembaharu tidak akan diperlukan dalam proses
difusi inovasi sekiranya tidak ada jurang sosial dan teknis antara
lembaga pembaharu dan sistem klien. Biasanya, sistem lembaga
pembaharu terdiri dari individu-individu yang memiliki derajat
keahlian yang tinggi berkenaan dengan inovasi yang didifusikan;
personil-personil lembaga pembaharu mungkin para doctor (Ph.
D) dalam bidang pertanian, obat-obatan dan bidang-bidang teknis
lainnya. Keterampilan-keterampilan personil lembaga pembaharu
yang superior menimbulkan kesulitan bagi mereka dalam
melakukan komunikasi secara langsung dengan sistem klien. Di
samping heterofili karena kemampuan teknis, ada lagi heterofili
karena perbedaan-perbedaan bahasa sub- kultural (walaupun
agen pembaharu dan klien, keduanya mungkin menggunakan
bahasa sehari-hari yang sama), status sosio-ekonomi,
kepercayaan dan sikap. Sungguhpun agen pembaharu
menghubungkan kedua sistem sosial, mungkin mereka juga
sangat heterofili dalam hubungan dengan klien-klien mereka dan
dengan atasan mereka di lembaga pembaharu. Jurang heterofili
pada kedua sisi agen pembaharu ini menciptakan konflik dan
Depi Ardian Nugraha 24
problema-problema komunikasi. Sebagai jembatan antara kedua
sistem yang berbeda, agen pembaharu sesungguhnya merupakan
tokoh marginal dengan satu kaki berada pada masing-masing
kedua sistem itu. Keberhasilannya menghubungkan lembaga
pembaharu dengan sistem kliennya sering merupakan inti dari
proses difusi.
Disamping menghadapi masalah marginalitas sosial
ini, agen pembaharu juga harus menghadapi masalah informasi
yang berlebihan, yang didefinisikan sebagai keadaan individu atau
sistem dimana masukkan komunikasi yang terlalu banyak tidak
dapat diproses dan digunakan sehingga menimbulkan kekacauan.
Volume informasi yang besar tentang inovasi-inovasi yang
mengalir atau berasal dari lembaga pembaharu seringkali
mengancam karena melampaui kemampuan agen-agen
pembaharu untuk menyaring dan memilih pesan-pesan yang
paling relevan bagi sistem klien. Dengan memahami kebutuhan
dan masalah kliennya, seorang agen pembaharu dapat secara
selektif menyampaikan hanya informasi yang relevan pada
mereka.
2. URUTAN PERANAN-PERANAN AGEN PEMBAHARU
Jika seseorang mengikuti proses memoerkenalkan suatu
inovasi tunggal dalam suatu sisitem klien, ada 7 peranan agen
pembaharu yang dapat di identifikasi:
a. Mengembangkan Kebutuhan Untuk Perubahan
Seorang agen pembaharu sering diharuskan membantu
kliennya agar mereka menyadari akan kebutuhan untuk
merubah tingkah lakunya. Agar dapat memulai proses
perubahan, maka agen pembaharu itu menunjukkan alternatif-
alternatif baru bagi masalah-masalah yang ada, menjelaskan
(secara dramatis) pentingnya masalah-masalah tersebut, dan
dapat meyakinkan klien bahwa mereka mampu menghadapi
masalah-masalah tersebut. Pada tahap ini agen-agen
Depi Ardian Nugraha 25
pembaharu menilai kebutuhan klien dan membantu membuat
kebutuhan-kebutuhan sebagai hal yang dapat di
konsultasikan.
b. Menetapkan Hubungan Pertukaran Informasi.
Bila kebutuhan untuk perubahan telah ditimbulkan,
seorang agen pembaharu harus mengembangkan hubungan
dengan kliennya itu. Agen pembaharu dapat meningkatkan
hubungannya dengan para klien dengan menciptakan
kredibilitas kompetensinya, dapat dipercaya, empatinya
terhadap kebutuhan-kebutuhan dan masalah para klien. Para
klien harus menerima agen pembaharu dahulu sebelum
mereka menerima inovasi-inovasi yang dipromosikannya,
karena inovasi itu sering dinilai berdasarkan bagaimana
penerimaan mereka terhadap agen pembaharu.
c. Mendiagnosa Masalah-masalah Mereka
Agen pembaharu harus bertanggung-jawab untuk
menganalisa situasi problema kliennya untuk menetukan
mengapa alternative-alternatif yang ada tidak memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka. Setelah adanya kesimpulan
berdasarkan diagnosa itu, agen pembaharu harus melihat
situasi dengan empati dari perspektif klien, dan bukan dari
perspektif dirinya sendiri. Agen pembaharu secara psikologis
harus secara cepat menempatkan dirinya sendiri ke dalam
keadaan klien, dan melihat situasi mereka melalui sudut
pandang mereka.
d. Menciptakan Niat untuk Berubah pada Klien
Setelah agen pembaharu menyelidiki berbagai jalan
atau cara bertindak yang mungkin ditempuh kliennya guna
mencapai tujuan-tujuannya, agen pembaharu berusaha untuk
memotivasi minat akan inovasi. Tetapi agen pembaharu harus
berpusat pada klien, bukan beroriantasi pada inovasi, dan
berfokus pada masalah klien.
Depi Ardian Nugraha 26
e. Mewujudkan Niat Kedalam Tindakan
Seorang agen pembaharu berusaha untuk
mempengaruhi tingkah laku para kliennya sesuai dengan
rekomendasi yang didasarkan pada kebutuhan klien. Seperti
yang telah kita ketahui dari bab-bab sebelumnya dari buku
ini, pengaruh jaringan kerja interpersonal Melalui teman-
teman dekat merupakan hal yang terpenting pada tingkat
persuasi dan tingkat keputusan dalam proses inovasi. Dengan
demikian agen pembaharu hanya dapat bekerja secara tidak
langsung di sini, yaitu dengan bekerja sama dengan para
pemimpin opini untuk menggiatkan jaringan kerja sama
teman.
f. Memantapkan Adopsi dan mencegah Terputusnya
(Ketaksinambungan) Adopsi
Agen-agen pembaharu dapat secara efektif
memantapkan tingkah laku baru dengan secara langsung
memberikan pesan penguatan kepada klien-klien yang telah
mengadopsi, jadi “memantapkan” tingkah laku yang baru.
Bantuan ini harus sering diberikan bila klien itu telah berada
pada tahap implementasi atau konfirmasi dalam proses
keputusan inovasi.
g. Mencapai Suatu Hubungan Terminal
Tujuan akhir bagi seorang agen pembaharu adalah
mengembangkan tingkah laku membaharui diri sendiri di pihak
sistem klien. Agen pembaharu harus berusaha untuk
menempatkan dirinya di luar urusan ini dengan jalan
mengembangkan kemampuan klien-kliennya untuk menjadi
agen pembaharu bagi dirinya sendiri. Dengan perkataan lain,
agen pembaharu harus berusaha untuk merubah para klien
dari posisi bergantung pada agen pembaharu menjadi
bergantung pada diri sendiri (mandiri).
Depi Ardian Nugraha 27
3. FAKTOR-FAKTOR DALAM KEBERHASILAN AGEN
PEMBAHARU
Mengapa beberapa agen pembaharu jauh lebih berhasil
dalam memperkenalkan inovasi? Kelihatannya jawaban terletak
pada sejumlah alasan yang diikhtisarkan pada sisa bab ini.
a. Usaha Agen Pembaharu
Salah satu factor keberhasilan agen pembaharu
terletak pada tingkat usaha yang dicurahkannya dalam
kegiatan berkomunikasi dengan para klien. Banyak bukti
menunjukkan Generalisasi 9-1: Keberhasilan agen pembaharu
secara positif berhubungan dengan tingkat usaha agen
pembaharu dalam menghubungi para klien. Derajat
keberhasilan agen pembaharu biasanya diukur (dalam studi-
sudi yang disintesakan dalam bab ini) dalam hal laju adopsi
inovasi oleh anggota-anggota sistem klien. Ukuran ini sama
dengan laju dimensi adopsi yang dipakai sebagai variabel
dependen pada bab 6. Ukuran keberhasilan ini sering
digunakan oleh karena tujuan pokok kebanyakan lembaga
pembaharu adalah memantapkan adopsi ide baru oleh para
klien. Sebagaimana yang akan didiskusikan dalam bab 11,
suatu ukuran yang dipakai tentang keberhasilan agen
pembaharu adalah derajat di mana akibat adopsi inovasi yang
dikehendaki terwujud diantara para klien. Akibat-akibat seperti
tingkat kehidupan yang bertambah baik, pendapatan yang
meningkat, dan sejenisnya.
Beberapa dukungan yang paling kuat bagi proposisi
ini berasal dari suatu penyelidikan komparatif tiga bangsa
berkenaan dengan keberhasilan relatif program difusi di 69
komunitas di Brasilia, 71 desa di Nigeria, dan 108 desa di
India. Konsep yang sama dan prosedur riset yang ekivalen
dipakai di setiap Negara, sehingga suatu gambaran umum
berkenaan dengan variabel yang berhubungan dengan
keberhasilan agen pembaharu dapat diperoleh. Prediktor yang
Depi Ardian Nugraha 28
terpenting dari keberhasilan program-program desa
berkenaan dengan perubahan pertanian merupakan tingkatan
usaha agen pembaharu (Withing dkk, 1968; Hurs dkk, 1969;
Fliegel dkk, 1967; Rogers dkk, 1970).
Desa-desa “yang berhasil”, sebagaimana dikontraskan
dengan desa “yang gagal”, dikelompokkan/dikarakteristikkan
oleh agen pembaharu yang menghubungi lebih banyak klien,
menggunakan sedikit saja hari-hari mereka di kantor dan lebih
banyak di desa-desa, dan pada umumnya memainkan
peranan lebih aktif dalam proses difusi. Ternyata bahwa
komunikasi interpersonal yang ditingkatkan dengan klien,
merupakan hal yang penting sekali bagi keberhasilan agen
pembaharu.
Penyelidikan berukuran besar lainnya yang
berkenaan dengan keberhasilan agen pembaharu yang
menggunakan pendekatan penelitian lain, memberikan
kesimpulan yang sama: Agen pembaharu membawa kepada
keberhasilan dalam memperkenalkan inovasi-inovasi kepada
klien. Huhoff (1964, 1966), dari analisisnya terhadap beratus-
ratus studi kasus, masing-masing berkenaan dengan usaha
agen pembaharu untuk mentransfer suatu inovasi secara
“cross cultural”, menyimpulkan bahwa salah satu dari faktor-
faktor fundamental dalam keberhasilan adalah tingkat
hubungan agen pembaharu dengan para klien. Komunikasi
tatap muka ini merupakan inti dari proses difusi.
Akan tetapi banyaknya hubungan dengan para klien
saja sama sekali bukan satu-satunya penjelasan tentang
keberhasilan para agen pembaharu. Sebagai contoh,
penentuan waktu kontak dengan klien yang berhubungan
dengan tahap difusi inovasi merupakan salah satu faktor
keberhasilan. Stone (1952) menganalisis banyaknya usaha
yang dicurahkan oleh agen-agen perluasan pertanian dalam
mempromosikan ide-ide baru kepada petani-petani Michigan.
Depi Ardian Nugraha 29
Pada tahun-tahun pertama kampanye difusi, laju adopsi
inovasi secara kasar sejajar dengan jumlah usaha para agen
pembaharu, sebagaimana diukur dengan jumlah hari-hari
dalam setahun yang dibaktikan oleh agen pembaharu untuk
inovasi itu. Akan tetapi setelah kira-kira 30% adopsi dicapai,
usaha-usaha agen pembaharu menurun, sedangkan para
petani terus mengadopsi ide baru pada suatu laju yang hampir
konstan. Segera setelah pemimpin opini melakukan adopsi,
maka kurva adopsi akan naik dalam satu cara yang
berkembang sendiri dan seorang agen pembaharu dapat
mulai bebas dari tugasnya. Kurva adopsi kemudian akan terus
menaik, bebas dari usaha agen pembaharu, dengan dorongan
lebih lanjut dari pemimpin opini.
b. Orientasi pada Lembaga Pembaharu versus Orientasi pada
Klien
Oleh karena posisi seorang agen pembaharu terletak di
pertengahan antara birokrasi pada tempat mana ia harus
bertanggung jawab dan pada sistem klien di mana ia bekerja,
maka agen pembaharu akan menghadapi konflik peranan.
Agen pembaharu sering diharapkan untuk melakukan tingkah
laku tertentu oleh lembaga pembaharu, dan pada saat yang
sama ia diharapkan juga oleh sistem kliennya untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang sangat berbeda.
Secara khas, seseorang menemukan perubahan
orientasi dari individual-individual yang dipekerjakan dalam
suatu lembaga pembaharu, yakni sewaktu ia turun ke bawah
dari puncak hirarki organisasi ke tingkat lapangan. Di puncak,
pegawai-pegawai lembaga pembaharu setia pada pemimpin-
pemimpin politik nasional dan kepada tujuan-tujuan Negara.
Tetapi di lapangan, agen pembaharu tingkat lokal
mengutamakan klien mereka dan memberikan prioritas pada
problema-problema klien. Kenyataannya, agen-agen
pembaharu sering secara pribadi sangat disukai oleh kliennya
Depi Ardian Nugraha 30
karena mereka berusaha untuk menghindari aturan-aturan
birokrasi. Situasi begini biasanya menimbulkan masalah
marginalisme bagi agen pembaharu lokal yang menjadi
penengah antara petinggi-petinggi dalam hirarki dan para
kliennya.
Sering terdapat ketidaksesuaian antara tujuan nasional
untuk program difusi versus tujuan individual dari mayoritas
klien. Sebagai contoh: Perhatikan bangsa Afrika yang 40%
makanan pokoknya diproduksi oleh beberapa ratus petani
komersial yang mengolah tanah pertanian berukuran luas
dengan mekanisme tinggi (Rogers, 1981). Kira-kira 600.000
petani tradisional bertanggung jawab terhadap 60% produksi
jagung lainnya; pada umumnya mereka tidak memakai pupuk
kimia, varitas jagung hibrida, atau mesin-mesin baru. Bangsa
itu sekarang mengimpor sejumlah besar jagung, dan
pemerintah nasional memberi prioritas tinggi untuk
meningkatkan produksi jagung dalam negerinya. Disana
hanya terdapat sejumlah kecil karyawan perluasan pertanian.
Tentu saja mereka ditugaskan untuk membantu petani,
terutama beberapa ratus petani komersial. Tetapi hasilnya
akan memperluas jurang sosio-ekonomik antara petani-petani
elit ini versus petani-petani pencari nafkah .
Keberhasilan agen pembaharu secara positif
berhubungan dengan orientasi klien, bukan dengan orientasi
pada lembaga pembaharu. Agen-agen pembaharu yang
berorientasi klien lebih mengutamakan umpan-balik untuk
memperoleh hubungan dekat dan kredibilitas yang tinggi
dimata para kliennya, dan mendasarkan kegiatan difusinya
pada kebutuhan klien.
c. Kesesuaian dengan Kebutuhan Klien.
Salah satu peranan terpenting dan tersulit bagi agen
pembaharu adalah mendiagnosa kebutuhan-kebutuhan klien.
Kampanye difusi sering gagal oleh karena agen pembaharu
Depi Ardian Nugraha 31
lebih “innovation minded” dari pada berorientasi pada klien.
Mereka “ menggaruk di tempat mana klien tidak merasa
gatal”.Keberhasilan agen pembaharu secara positif
berhubungan dengan derajat kesesuaian program difusi
dengan kebutuhan klien.
Proyek-proyek pembaharuan yang tidak didasarkan
pada kebutuhan yang dirasakan klien sering berjalan ngawur
atau menghasilkan akibat-akibat yang tidak diharapkan.
Sebagai contoh: Sebuah desa di India diberi dana-dana
pengembangan untuk membuat sumur-sumur irigasi yang
dapat meningkatkan hasil pertaniannya dua kali lipat. Tetapi
orang-orang desa menghendaki sumur-sumur untuk minum,
oleh karena mereka harus mengambil dan membawa air
minum sejauh lebih kurang 2 mil dari sebuah sungai. Para
petani membuat sumur di pusat desa, dan bukan di ladang
mereka, mereka meminum air itu, dan bukan memakainya
untuk mengairi ladang mereka. Jika agen pembaharu
mendasarkan programnya pada kebutuhan orang-orang desa,
ia tentu telah menyetujui untuk memberikan sekurang-
kurangnya satu sumur untuk keperluan minum, atau ia dapat
mencoba membangun suatu rasa kebutuhan untuk irigasi
dengan menunjukkan keuntungan-keuntungan finansial
dengan adanya inovasi ini.
Banyak program agen pembaharu gagal oleh karena
mereka berusaha untuk berenang melawan arus nilai kultural
klien tanpa pengendalian terhadap kebutuhan yang dirasakan
klien. Agen-agen pembaharu harus memiliki pengetahuan
tentang kebutuhan para klien, sikap-sikap, kepercayaan-
kepercayaan, norma-norma sosial dan struktur
kepemimpinan, jika program pembaharuan akan dibuat sesuai
untuk klien (tailored to fit the clients). Adalah mungkin untuk
membiarkan klien mengejar pemenuhan kebutuhan mereka
secara tuntas sehingga mereka melakukan kesalahan-
Depi Ardian Nugraha 32
kesalahan atau salah mengarahkan prioritas. Niehoff (1964b)
menceritakan sebuah kasus program berdikari yang tidak
disupervisi di Asia Tenggara yang menimbulkan hasil-hasil
yang tidak diharapkan. Pemimpin setiap desa diperkenankan
untuk memutuskan sendiri proyek pembangunan mereka;
kemudian suatu lembaga pembaharu menyediakan bahan
konstruksi seperti semen, perangkat keras, dan bahan-bahan
atap. Beratus-ratus proyek desa direncanakan, termasuk
membangun sekolah-sekolah, jalan-jalan, pasar-pasar,
saluran-saluran irigasi, dan bendungan-bendungan. Tetapi tak
lama kemudian, ternyata bahwa separuh dari proyek
pembangunan adalah kuil-kuil Budha, suatu hasil yang tidak
diharapkan oleh lembaga pembaharu pemerintah.
Pada kasus ini, prioritas nasional tidak sesuai dengan
kebutuhan orang-orang desa. Hal yang sama terjadi di Kenya.
Pada tahun 1970 pemerintah Kenya menekankan difusi dari
inovasi pertanian untuk meningkatkan produksi makanan.
Tetapi kebanyakan proyek swadaya masyarakat desa
membangun sekolah dasar atau klinik kesehatan. Selanjutnya,
pemerintah seringkali diyakinkan untuk mengirimkan seorang
guru atau seorang perawat untuk mengelola fasilitas yang
baru itu. Hasilnya menyimpang dari rencana pembangunan
pemerintah sehingga pertanian terlantar.
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, terjadi juga
penyimpangan-penyimpangan. Contohnya: dana BOS. Dana
ini diperuntukkan untuk membantu anak-anak yang kurang
mampu dalam membiayai sekolah mereka, memperbaiki
sarana dan prasarana sekolah seperti, meningkatkan
kesehjahteraan guru honorer (20-40%), pengadaan buku teks
dan referensi, pendanaan kegiatan ekskul., dan lain
sebagainya. Akan tetapi pada kenyataannya dana tersebut
tidak digunakan untuk hal-hal tersebut diatas.
Depi Ardian Nugraha 33
Agen pembaharu harus sadar akan rasa kebutuhan
klien dan menyesuaikan program difusi mereka pada klien.
Bagaimanapun mereka tidak boleh melepaskan peran mereka
dalam membangun dan membentuk kebutuhan-kebutuhan ini,
sehingga dalam jangka panjang akan mensejahterakan para
klien.
d. Empati Agen Pembaharu
Empati agen pembaharu terhadap kliennya terutama
sulit bilamana para klien sangat berbeda dari para agen
pembaharu; kami harapkan para agen pembaharu akan lebih
berhasil jika mereka dapat ber-empati dengan kliennya. Walau
hanya sedikit dukungan empiris untuk pengharapan ini, secara
sementara kami menyarankan Generalisasi 9-4: Keberhasilan
agen pembaharu secara positif berhubungan dengan empati
pada para klien.
Jika empati adalah penting dalam ke-efektifan agen
pembaharu, bagaimana hal tersebut dapat ditingkatkan?
Salah satu cara adalah pada pemilihan para agen pembaharu;
mereka yang sudah pernah berperan sebagai klien mungkin
akan lebih mampu untuk ber-empati. Sebagai contoh,
lembaga pembaharu pertanian sering mempekerjakan agen-
agen pembaharu yang berlatar-belakang pertanian.
Hal-hal tersebut diatas diperlukan juga oleh seorang
pendidik sebagai agen pembaharu pendidikan. Tetapi hal-hal
tersebut belumlah cukup untuk reformasi pendidikan, pendidik
perlu menjadi agen pembaharu yang terampil. Fullan (Stetson,
2008) mengariskan empat kapasitas yang diperlukan seorang
pendidik untuk menjadi agen pembaharu yang terampil:
a. Membangun visi personal, memerlukan bukan hanya
pengujian terhadap tujuan seseorang untuk menjadi pendidik
dan kemampuan untuk melafalkan program untuk aksi masa
depan. Pendidik harus berpindah melewati suatu tempat yang
Depi Ardian Nugraha 34
biasa dan berdiri untuk masa depan yang diharapkan (Blog,
1987:102).
b. Sikap inkuiri, dalam arti pendidik harus menjadi pembelajar
secara berkesinambungan untuk dapat menanggapi secara
proaktif perubahan dunia yang semakin kompleks.
c. Penguasaan adalah perlu untuk membentuk agen
pembaharuan yang efektif. Penguasaan berpindah melewati
praktek pedagogi yang terampil dalam hubungannya dengan
materi subjek. Hal ini memerlukan pendidik untuk memelihara
sikap keahlian personal untuk mencapai pemahaman yang
lebih mendalam tentang kondisi yang ada, inovasi-inovasi
yang ditawarkan, dan masa depan yang potensial.
d. Kerja-sama juga diperlukan untuk membantu perkembangan
kapasitas seseorang sebagai agen pembaharu. Melalui kerja
sama, para pendidik memperluas secara eksponen kuasa dari
penguasaan personal mereka melalui pengusahaan dari
kelompok yang unggul.
Selain hal-hal tersebut diatas, masih ada satu hal lagi
yang oleh Penington (2008) diperlukan oleh seorang agen
pembaharu pendidikan yang mau berhasil, yaitu keberanian. Agen
pembaharu harus dikendalikan oleh nilai-nilai, artinya: (1)
melakukan apa yang benar, mengikuti kata hati, menolak untuk
mengkompromikan diri sendiri, prinsip-prinsip, meskipun memberi
tekanan dan godaan pada yang menentang; dan (2) berdiri
melawan yang salah, mengatakan dan bertindak, walaupun kita
melihat orang lain melakukan hal-hal yang tidak benar dan tidak
pantas. Tidak dapat disangkal bahwa kedua hal diatas
memerlukan ketekunan, kegelisahan, dan ketabahan …. Itu
memerlukan keberanian.
Depi Ardian Nugraha 35
4. HOMOFILI DAN KONTAK AGEN PEMBAHARU
Homofili adalah derajat dimana pasangan-pasangan
individu berinteraksi sama dengan atribut-atribut tertentu, dan
heterofili adalah derajat dimana mereka berbeda. Agen-agen
pembaharu biasanya berbeda dari klien-klien mereka dalam
banyak hal dan mereka cenderung melakukan kontak paling
banyak dengan klien-klien yang umumnya sama seperti mereka.
Pernyataan umum ini mengarah kepada sekumpulan generalisasi,
dimana terdapat dukungan empiris yang kuat.
Kontak agen pembaharu secara positif berhubungan
dengan para klien yang status sosialnya lebih tinggi. Kontak agen
pembaharu secara positif berhubungan dengan partisipasi sosial
yang lebih besar diantara para klien. Kontak agen pembaharu
secara positif berhubungan dengan pendidikan yang lebih tinggi
diantara para klien. Kontak agen pembaharu secara positif
berhubungan dengan kekosmopolitan diantara para klien.
Logika di balik semua generalisasi ini adalah bahwa lebih
banyak kontak komunikasi yang efektif antara agen-agen
pembaharu dan klien-kliennya terjadi apabila mereka homofilis.
Komunikasi efektif serupa itu patut dihargai dan mendorong agen-
agen pembaharu untuk melakukan kontak dengan para klien yang
kebanyakan sama dengan mereka.
Dalam bab terdahulu telah disajikan jumlah kontak agen
pembaharu pada tahun sebelumnya untuk sebuah sampel dari
1.307 tentang petani Brasil (Tabel 2.1).
Tabel 2.1Jumlah Kontak Agen Pembaharu
Inovator 20
Adopter Awal 15
Mayoritas Awal 12
Mayoritas Akhir 5
Adopter terbelakang 3
Depi Ardian Nugraha 36
Data ini menunjukkan kekhasan dari sejumlah studi-studi
lain. Kontak agen pembaharu adalah satu dari variabel-variabel
yang sangat berhubungan dengan keinovasian. Rogers dkk
(1970, p. 6-12) menyimpulkan, berdasarkan penyelidikan terhadap
15 buah variabel yang berhubungan dengan keinovasian diantara
hampir 4000 petani di 3 negara berkembang: “Variabel tunggal
yang timbul dan erat hubungannya dengan kontak agen
pembaharu, walaupun efek dari variabel lain dikontrol, adalah
keinovasian pertanian”. Dan setelah itu baru status sosial ekonomi
erat hubungannya dengan keinovasian. Jadi, dalam satu bentuk
diagram, variabel-variabel ini timbul sebagai:
Bentuk hubungan yang baik ini merupakan masalah bagi
beberapa agen pembaharu yang khawatir kalau-kalau mereka
terlalu sedikit membantu klien-klien yang paling banyak
memerlukan bantuan mereka. Selama tahun 1970-an,
sebagaimana kebanyakan lembaga pembaharu sangat
memperhatikan issue tentang kesamaan, maka dicari berbagai
alternatif terhadap hubungan status kontak keinovatifan yang
biasa.
a. Kontak Agen Pembaharu Dengan Klien Yang Berstatus Lebih Rendah
Mungkin ada sedikit kesangsian bahwa klien-klien yang
berpenghasilan rendah dan berpendidikan kurang
membutuhkan bantuan agen-agen pembaharu lebih banyak
dari klien-klien yang tergolong elit. Kalau demikian mengapa
agen-agen pembaharu tidak memusatkan usaha mereka pada
klien mereka yang paling beruntung?. Salah satu sebabnya
adalah prinsip homofili yang telah disebutkan. Lebih banyak
klien elit yang homofilis dengan agen-agen pembaharu, dan
Kontak agen pembaharu
[[
KeinovatifanStatus sosial ekonomi
Depi Ardian Nugraha 37
oleh karenanya komunikasi di antara keduanya menjadi lebih
mudah dan lebih efektif. Klien-klien berstatus lebih rendah
berbeda secara sosioekonominya dengan agen-agen
pembaharu, dan jurang heterofil ini menghambat komunikasi
yang efektif. Jika agen pembaharu adalah seorang pegawai
lembaga pemerintahan atau lembaga-lembaga lain yang
sudah mantap, maka klien berstatus lebih rendah mungkin
mencurigai agen pembaharu itu.
Selanjutnya klien-klien yang tergolong tingkat bawah
sering kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk
mengadopsi inovasi-inovasi yang sedang dipromosikan oleh
agen pembaharu. Sebenarnya inovasi yang sedang
didifusikan oleh agen pembaharu mungkin hanya cocok
dengan keadaan klien yang lebih elit. Dalam kasus begini,
seseorang hampir tak dapat menyalahkan klien karena tidak
mengadopsi, tetapi agen-agen pembaharu cenderung untuk
menghindari kontak lebih lanjut dengan mereka sebab agen
pembaharu tak dapat melihat banyak keuntungan yang dapat
diperoleh dari kontak-kontak yang mereka lakukan
sebelumnya.
Akhirnya, banyak agen pembaharu tidak dengan
sungguh-sungguh mencoba melakukan kontak dengan klien-
klien yang sangat membutuhkan dan berstatus lebih rendah
karena ramalan yang mereka kembangkan sendiri dari
pengalamannya yang lalu, dan barangkali dari latihan yang
mereka peroleh tentang teori difusi (roling, 1981; Roling
dkk,1976). Agen pembaharu mengira bahwa kliennya yang
berstatus rendah tidak responsif terhadap uasaha difusi yang
mereka lakukan, pemikiran klise para agen-agen pembaharu
inilah yang kemudian menyebabkan mereka tidak berani untuk
memulai kontak dengan klien-klien berstatus rendah itu.
Mereka merasionalisasikan kekurangan kontak ini dengan
interpretasi mereka tentang teori difusi, yang mereka gunakan
Depi Ardian Nugraha 38
untuk membenarkan kontak yang dipusatkan pada klien-klien
elit (inovator-inovator dan adopter-adopter awal) yang pada
mereka diharapkan inovasi-inovasi merembes pada klien-
klien yang berstatus rendah. Jadi teori difusi seperti yang
mereka pahami itu, dipakai sebagai alasan bagi mereka untuk
tidak melakukan kontak dengan klien yang kurang elit.
Seharusnya tidak demikian.
Apakah yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa
klien yang berstatus terendah dan klien-klien yang paling tidak
inovatif mempunyai lebih banyak kontak dengan agen
pembaharu? Sebuah jawaban adalah menyeleksi agen-agen
pembaharu yang sedapat/sebanyak mungkin sama dengan
klien mereka. Jika kebanyakan klien hanya berpendidikan
formal beberapa tahun, seorang agen pembaharu terlatih
yang berpendidikan universitas kemungkinan akan lebih
banyak mengalami kesulitan komunikasi dibandingkan dengan
apabila dia berpendidikan lebih rendah. Bukti-bukti yang
mendukung pernyataan-pernyataan ini berasal dari penelitian
yang dilakukan oleh Institut Pertanian Allahabad (1957) di
India. Agen pembaharu tingkat desa yang berpendidikan
dasar saja, lebih efektif dalam mencapai orang-orang desa
India yang buta huruf dibandingkan dengan agen-agen
pembaharu yang berpendidikan Sekolah Lanjutan atau
Universitas. Penemuan yang sama dilaporkan pula oleh ahli-
ahli lain, yang membawa kepada Keberhasilan agen
pembaharu secara positif berhubungan dengan homofili
dengan para klien.
Meningkatkan latihan teknis para agen pembaharu
tidak selamanya meningkatkan performa mereka diukur dari
adopsi inovasi-inovasi oleh para klien. Kenyataannya, sering
dihasilkan performa yang lebih rendah dan bertentangan
dengan kebijaksanaan yang lazim, sebab profesionalisme
yang ditingkatkan di pihak agen-agen pembaharu
Depi Ardian Nugraha 39
menciptakan suatu jurang heterofili yang lebih lebar dengan
para klien.
Masalah heterofili antara agen pembaharu dengan klien
digambarkan oleh Placek (1975) dalam analisisnya tentang
difusi ide-ide KB yang tidak efektif yang dilakukan oleh
pegawai kesejahteraan sosial terhadap para kliennya di
sebuah kota di Tannesse. Peraturan-peraturan federal
menghendaki bahwa ibu-ibu yang sejahtera harus di beri
informasi oleh pegawai kesejahteraan sosial berkenaan
dengan masalah kontrasepsi. Walaupun profesional-
profesional kesejahteraan itu mencoba bertindak sebagai
agen pembaharu untuk mendifusikan KB kepada ibu-ibu
sejahtera, hampir tidak ada adopsi yang dihasilkan. Kenapa?
Bukan disebabkan ibu-ibu sejahtera menghendaki jumlah
anak yang lebih banyak; Placek menemukan bahwa 51% dari
1.141 kehamilan yang terjadi pada 300 orang respondennya
tidak diinginkan pada waktu terjadinya konsepsi.
Placek (1975) menyimpulkan bahwa alasan utama
kurangnya difusi KB disebabkan oleh heterofili yang ekstrim
antara agen-agen pembaharu yang profesional dan para
kliennya. Pegawai kesejahteraan sosial terutama lulusan
perguruan tinggi golongan menengah dan berkulit putih,
sementara 80% ibu-ibu sejahtera berkulit hitam dan
kebanyakan tidak tamat sekolah lanjutan. Mereka semua
wanita, para profesional sudah menikah namun tanpa anak.
Sedangkan para ibu-ibu yang menjadi klien tidak menikah
tetapi mempunyai tiga anak atau lebih. Selanjutnya para klien
tidak mempercayai para pekerja sosial oleh karena aturan
kedisiplinan mereka. Para pekerja sosial kadang-kadang
melakukan razia ditengah malam untuk mengetahui apakah
terjadi hubungan seksual terlarang yang akan menyebabkan
seorang ibu sejahtera dikeluarkan dari daftar program,
dibawah hukum “man in the house”. Para klien ini tidak
Depi Ardian Nugraha 40
mempercayai pekerja-pekerja sosial mereka yang merusak
kredibilitas rasa aman, karena ibu-ibu sejahtera tidak merasa
bahwa para profesional memperhatikan hal-hal yang
bermanfaat bagi para klien.
Apakah yang dapat dilakukan untuk menutup jurang
heterofili antara pekerja-pekerja sosial dan ibu-ibu sejahtera
ini? Placek merekomendasikan untuk mempekerjakan ibu-ibu
sejahtera tertentu sebagai pembantu agen pembaharu (aide)
untuk mendiseminasikan informasi KB.
b. Pembantu-pembantu (Aides) Semi Profesional
Seorang pembantu (Aide) adalah seorang yang kurang
profesional dibandingkan agen pembaharu resmi yang secara
intensif melakukan kontak dengan para klien untuk
mempengaruhi keputusan-keputusan inovasi mereka.
Terdapat banyak variasi dari para Aide semi profesional yang
berfungsi sebagai agen pembaharu, mulai dari “barefoot
doctors” (dokter-dokter tak bersepatu) di Cina, pembantu
penasehat hukum pada program kemiskinan di AS, sampai
para guru bantu. Salah satu keuntungan penting dari
pembantu-pembantu (aide) adalah biaya kontak per klien yang
jauh lebih rendah; suatu”rule of thumb” (petunjuk praktis) pada
program KB Negara Asia ialah 30 orang pembantu (aide)
dapat dipekerjakan dengan upah yang sama dengan seorang
dokter medis. Biaya mereka yang lebih rendah adalah suatu
alasan yang memaksakan untuk mempekerjakan aide, karena
dengan mempekerjakan mereka diperoleh rasio antara agen
pembaharu dengan klien yang lebih layak. Misalnya ada +
10.000 petani bagi setiap agen perluasan pertanian dibanyak
negara-negara berkembang (Rice, 1974, p.121.). Bagaimana
cara seorang pekerja perluasan menghubungi 10.000 klien?
Hal itu tidaklah mungkin dilakukan.
Sayangnya biaya dari kebanyakan lembaga-lembaga
pembaharu tidak dapat ditambah untuk mendapatkan suatu
Depi Ardian Nugraha 41
rasio agen pembaharu klien yang lebih layak, jika hanya agen
pembaharu yang profesional saja yang dipekerjakan.
Bagaimanapun juga tidak cukup profesional yang ada dalam
berbagai bidang pada bangsa-bangsa yang sedang
berkembang, dan akan memerlukan waktu bertahun-tahun
untuk melatih mereka dengan pendidikan universitas,
meskipun biaya untuk menyewa mereka tersedia. Dengan
demikian tidak banyak alternatif selain mempekerjakan aides
(pembantu-pembantu), terutama jika rasio 1:400 atau 1:500
hendak dicapai, sebagaimana yang direkomendasikan
sebagai suatu tingkatan yang ideal. Dengan jumlah agen
pembaharu dan klien yang intensif itu, maka agen pembaharu
dapat secara pribadi menghubungi masing-masing kliennya
yang berstatus rendah.
Tetapi keuntungan utama dari pekerja lapangan semi
profesional dibandingkan yang profesional adalah bahwa para
aide secara sosial lebih dekat kepada anggota-anggota yang
berstatus lebih rendah dalam sistem pemakai yang mereka
layani. Misalnya “barefoot doctors” di Cina menggunakan kira-
kira sepertiga waktu mereka untuk melakukan pekerjaan
bertani, mereka direkrut dari desa tempat yang sama dimana
mereka akan menyelenggarakan perawatan kesehatan, dan
mereka hanya diberi latihan preservice minimum (sebagian
saja, untuk menjaga supaya mereka tidak merasa asing
terhadap klien-kliennya). Sebagai hasilnya kebanyakan
penduduk desa di Cina dan para pendatang yang miskin
menerima “barefoot doctors” mereka sebagai teman,
walaupun seorang teman yang telah menerima beberapa
latihan khusus kesehatan /KB.
Keahlian teknis bisa tidak merupakan kualitas
terpenting dari seorang agen pembaharu dimata sistem
pemakai. Dapat diterimanya seorang pekerja secara pribadi
mungkin sama penting atau bahkan lebih penting
Depi Ardian Nugraha 42
dibandingkan dengan keahlian teknis. Jelaslah bahwa para
aide secara teknis kurang ahli dibandingkan dengan pekerja-
pekerja pengembangan yang profesional tetapi mereka
seringkali dapat mengimbangi derajat keahlian teknis mereka
melalui keahlian sosial mereka yang lebih besar. Sebagai
contoh pembantu-pembantu (aide) KB dibanyak bangsa-
bangsa Asia dan Amerika Latin umumnya terdiri dari semi
profesional wanita yang lebih mampu dalam hal
membicarakan topik-topik yang sensitif tentang kontrasepsi
dengan para klien wanita dibandingkan dengan para dokter
laki-laki (Rogers, 1973).
Jadi seleksi yang sesuai dengan faktor-faktor seperti
seks, pendidikan dan perkenalan secara pribadi dengan
sistem pemakai dapat membantu memperkecil jarak sosial
antara agen pembaharu dan sistem klien. Terutama dalam
program difusi yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan
dan memperoleh persamaan sosioekonomi yang lebih besar
dalam suatu sistem. Para aide dapat membagi dua jarak
sosial antara profesional dan klien-klien yang berstatus lebih
rendah.
Konsep “barefoot doctors” sesungguhnya merupakan
sebuah inovasi yang radikal, “barefoot doctors” bukanlah para
medis atau dokter pembantu, yang bekerja dibawah
pengawasan yang ketat. Mereka itu sesungguhnya dokter-
dokter paruh waktu yang dilatih untuk mendiagnosa dan
mengobati penyakit-penyakit yang umum/biasa tanpa bantuan
profesional. Dapat diharapkan bahwa ide yang radikal seperti
itu akan mengalami tantangan keras dari profesi kedokteran,
tetapi di Cina Mao sebenarnya telah menghapuskan Dep. Kes
pada tahun 1966 selama revolusi kebudayaan. Dengan
demikian profesi kedokteran pada hakekatnya telah dilewati
(bypassed) dalam memantapkan sistem kesehatan yang baru.
Depi Ardian Nugraha 43
Kami mewawancarai kira-kira 50 barefoot doctors
selama kunjungan kami ke Cina pada tahun 1978 sebagai
anggota delegasi kesehatan desa. Kami memeriksa isi kotak
perlengkapan kesehatan para barefoot doctors, dan secara
umum mencoba untuk menentukan ruang lingkup tugas para
aide itu dibidang medis dan kesehatan.
Salah satu tugas penting barefoot doctors ini adalah
merujuk kasus-kasus yang sulit ke rumah sakit komune
dimana tersedia alat-alat operasi, suplai darah dan mesin
sinar X. Kami menemukan hanya sedikit pasien yang dirujuk
ke rumah sakit, barefoot doctors hampir dapat menangani
semua penyakit pasien yang ada. Dengan demikian barefoot
doctors memberikan vaksinasi, menjahit luka, memasang IUD,
melakukan abortus dan membantu kelahiran bayi. Kami
menemukan juga beberapa barefoot doctors yang
membetulkan tulang-tulang patah yang melakukan
pembedahan usus buntu dalam keadaan darurat.
Sebagai tambahan terhadap pekerjaan kesehatan
mereka, barefoot doctors menggunakan sebagian waktunya
untuk menyelenggarakan taman obat (apotik hidup) dan
melakukan pekerjaan bertani. Sebuah apotik hidup biasanya
berdekatan dengan klinik barefoot doctors di desa. Obat-
obatan dari tanaman itu dapat mengurangi biaya perawatan
kesehatan. Barefoot doctors juga memberikan pelayanan
akupuntur dan menyediakan berbagai macam jenis perawatan
dengan pengobatan tradisional Cina.
Pekerjaan bertani yang dilakukan oleh barefoot doctors
kelihatannya secara simbolis dan secara sosial penting dalam
memfasilitasi homofili antara barefoot doctors dengan para
klien petani. Pekerjaan dengan tangan dipuji pada semua
tingkatan di Cina sebagai suatu alat yang menentukan tingkat
sosial. Keuntungan selanjutnya dari pekerjaan bertani yang
mereka lakukan ialah pekerjaan itu memberi jaminan kerja
Depi Ardian Nugraha 44
purna waktu bagi mereka, bahkan pada waktu pekerjaan
kesehatan mungkin lagi sepi. Homofili klien agen pembaharu
juga difasilitasi oleh prosedur seleksi bagi barefoot doctors,
yakni mereka harus belajar formal sedikitnya 6 tahun. Para
barefoot doctors berasal dari orang tua kelas rendah dan
menengah atau miskin, tetapi mempunya suatu tanggung
jawab alturistik untuk melayani orang. Calon dipilih oleh
teman-temannya di desa. Barefoot doctors yang baru
kemudian pergi ke rumah sakit komune selama 3-6 bulan
untuk “preservice training” (pelatihan sebelum melayani) baik
dalam pengobatan barat maupun pengobatan tradisional Cina.
Latihan jangka pendek serupa itu untuk menjaga supaya
mereka tidak merasa asing terhadap kliennya. Setelah
berpenglaman beberapa tahun seorang barefoot doctors
dapat kembali ke rumah sakit untuk beberapa latihan lanjutan,
barangkali dalam bidang spesialisasi seperti KB.
Dengan latihan singkat seperti itu, bagaimanakah
caranya barefoot doctors itu menyelenggarakan pelayanan
medis yang primer? Kebanyakan pasiennya menderita pilek,
luka atau masalah-masalah kecil lainnya; problema medis
yang serius jarang terjadi. Dan barefoot doctors itu bukan
manusia super para medis sehingga ia mampu membuat
perkiraan berdasarkan catatan-catatan yang diperolehnya
dalam training. Mereka juga melakukan beberapa kesalahan
dalam diagnosisnya, dalam keputusan=keputusan perujukan,
dan dalam pengobatan.
Dengan latihan yang terbatas dan kurangnya supervisi
medis, maka kesalahan sesekali berupa itu tidak dapat
dihindari. Tetapi Cina tidak mempunyai pilihan lain antara
pelayanan medis bermutu tinggi vs mutu rendah, sistem
kesehatan desa berbiaya rendah tentunya jauh lebih superior
dari pada tidak sama sekali bagi kebanyakan orang-orang
desa sebelum tahun 1965.
Depi Ardian Nugraha 45
Konsep barefoot doctors telah ditiru, sering dalam
bentuk yang dimodifikasi oleh sejumlah bangsa-bangsa
berkembang lainnya sejak 1970 an. Salah satu pelajaran
penting yang dipelajari dari barefoot doctors di Cina adalah
sangat pentingnya homofili klien-agen pembaharu dalam
menumbuhkan kredibilitas rasa aman yang digunakan para
klien untuk dapat menerima agen-agen pembaharu.
c. Kredibilitas Agen Pembaharu
Meskipun para aide kurang mempunyai kredibilitas
kemampuan, yang didefinisikan sebagai derajat di mana
sumber atau saluran komunikasi dipandang sebagai yang
berpengetahuan dan ahli, namun mereka mempunyai
keuntungan dari segi kredibilitas rasa aman, derajat di mana
suatu sumber atau saluran komunikasi dipandang sebagai
yang dapat dipercaya. Oleh karena itu seorang aide adalah
teman bagi klien-kliennya, maka mereka tidak akan
mencurigai para aide kalau-kalau mempunyai motif-motif yang
mementingkan diri sendiri atau niat-niat berbuat curang. Aide
itu serupa dengan klien yang melayani sebagai model
peranan yang dapat dibandingkan. Jika aide sudah
mengadopsi suatu inovasi yang sedang dipromosikannya,
maka pengalaman pribadinya dengan ide baru itu membantu
mengurangi ketidak pastian klien dalam mengevaluasi ide
baru tersebut.
Umumnya, sumber-sumber/saluran-saluran yang
heterofilis (seperti agen-agen pembaharu profesional)
dipandang sebagai orang yang mempunyai kredibilitas
kemampuan dan sumber-sumber/saluran-saluran homofilis,
(seperti aides) dipandang sebagai orang yang mempunyai
kredibilitas rasa aman. Barangkali agen pembaharu yang ideal
akan mempresentasikan/menyatakan kredibilitas kemampuan
dan kredibilitas rasa aman yang seimbang. Suatu kombinasi
adalah seorang agen pembaharu yang homofilis dengan klien-
Depi Ardian Nugraha 46
kliennya dalam karakteristik sosial (seperti status
sosioekonomi, kesukuan, dan yang serupa) tetapi heterofilis
berkenaan dengan kompetensi teknis inovasi yang sedang
didifusikan. Tentunya kombinasi yang ideal seperti itu sangat
tidak serupa sebab kompetensi teknis biasanya berasal dari
pendidikan di universitas, yang sebaliknya berarti bahwa agen
pembaharu secara sosial berbeda dari kebanyakan klien-
kliennya.
Aide yang telah menerima suatu inovasi yang sedang
dipromosikannya, bagaimanapun mencapai kombinasi
homofili/heterofili yang ideal ini. Sebuah ilustrasi yang menarik
diberikan oleh calo-calo (canvassers) vasektomi di India, yang
dibayar sedikit untuk setiap adopter sterilisasi pria yang
mereka bawa ke klinik kesehatan (Ropetto, 1969). Calo-calo
ini miskin, tidak berpendidikan dan rendah status
sosioekonominya. Sama seperti sistem klien, para aide ini
juga memiliki kredibilitas kemampuan, karena mereka telah
lebih dulu melakukan vasektomi. Dengan demikian para calo
vasektomi India ini memiliki kredibilitas rasa aman
berdasarkan homifili sosialnya maupun kredibilitas
kemampuan yang diperlihatkan dari heterofili teknisnya karena
telah mengadopsi inovasi itu sebelumnya.
Pegawai-pegawai negeri seperti pendidik kesehatan,
juga mempromosikan vasektomi di India. Tetapi mereka
kurang efektif dibandingkan para calo dalam meyakinkan klien
untuk melakukan adopsi. Para calo merupakan salesman
vasektomi yang super, yang bergerak melebihi radius 100 mil
dalam mencari adopter. Mereka bekerja 6 atau 7 jam dalam
seminggu. Satu hal yang penting pada proses keputusan
adopter terjadi bila para calo memperlihatkan perut bekas
operasinya, sebagai bukti bahwa ia tahu tentang apa yang
dibicarakannya. Tindakan ini membantu memantapkan
kredibilitas kemampuan para aide dengan para kliennya.
Depi Ardian Nugraha 47
Sebuah tes yang menarik tentang pentingnya persepsi
klien tentang kredibilitas agen pembaharu diselenggarakan
oleh dua lembaga perluasan pertanian di Taiwan. Satu
lembaga perluasan dilaksanakan oleh Departemen Pertanian
dan sebagai lazimnya di banyak negara, dipekerjakan tamatan
universitas di bidang pertanian sebagai agen perluasan lokal.
Dalam sistem lainnya para agen perluasan bekerja untuk
persatuan petani perkotaan. Pekerja perluasan ini kurang
latihan teknis dan kurang profesional. Kedua jenis pekerja
perluasan ini berusaha untuk mendifusikan inovasi pertanian
yang sama dengan sasaran para petani yang sama.
Tetapi agen-agen perluasan yang terdiri dari pegawai
pemerintahan kurang berhasil dibandingkan pekerja-pekerja
perluasan yang dipekerjakan oleh persatuan petani-petani
lokal (Lionberger and Chang, 1970). Mengapa demikian? Satu
alasan utama adalah persatuan petani perkotaan berperan
banyak dalam hal mempengaruhi langsung pekerja-pekerja
perluasan pertanian mereka (yang bekerja bagi para petani);
sebagai hasilnya hampir seluruh petani dapat secara reguler
dihubungi oleh para aide perluasan, dan kebutuhan-
kebutuhan pada masalah-masalah petani lebih diprioritaskan
dibandingkan dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan
pemerintah. Selanjutnya para pekerja perluasan pertanian
yang kurang profesional adalah petani paruh waktu (part
time), dan tidak merekomendasikan suatu inovasi pertanian
kepada tetangganya/kliennya sebelum mereka sendiri
mengadopsi inovasi itu. Tife pekerja perluasan pertanian
pemerintah yang lebih profesional secara sosial kurang
homofili dengan para petani, dan tidak dapat memberikan
kesaksian secara personil untuk inovasi yang mereka
promosikan; sesungguhnya peraturan pemerintah melarang
agen-agen perluasan pertanian untuk ikut melaksanakan
usaha pertanian.
Depi Ardian Nugraha 48
Bukti yang baru saja direview menyarankan
keberhasilan agen pembaharu mempunyai hubungan positif
dengan kredibilitas dari sudut pandang para klien.
Satu tife agen pembaharu yang umumnya mendapat
kredibilitas yang rendah adalah sales people yang komersial.
Adopsi dari ide baru hampir selalu berujung penjualan produk
baru. Bagi beberapa inovasi dan kondisi tertentu, agen
pembaharu komersial memainkan peranan penting dalam
difusi inovasi. Tetapi agen pembaharu komersial sering
dianggap mempunyai kredibilitas yang rendah oleh klien-
kliennya. Sebagai contoh penulis menemukan bahwa 97%
dari responden yang terdiri dari petani Ohio menyatakan
bahwa mereka akan lebih bisa diyakinkan terhadap suatu
inovasi jika mereka membicarakannya dengan tetangga bukan
dengn seorang salesman.
Motif-motif agen pembaharu komersial, seperti
diperkirakan klien-kliennya mungkin merupakan satu alasan
bagi rendahnya kredibilitas mereka dalam rekomendasi-
rekomendasinya. Mereka merasa bahwa sales people
mungkin berusaha untuk mempromosikan adopsi yang
berlebihn untuk ide-ide baru mungkin dalam usaha untuk
meningkatkan penjualan. Agen pembaharu komersial adalah
orang yang terpenting pada tahap implementasi percobaan
dalam proses keputusan inovasi (Ryan + Gross, 1943; Beal
dan Rogers, 1957; dan Copp dkk. 1958). Klien mungkin
membeli sedikit dari produk baru itu untuk percobaan. Pada
saat itu ia sangat bergantung pada agen pembaharu
komersial untuk memperoleh informasi tentang cara memakai
inovasi itu. Kredibilitas mereka terbatas kepada informasi.
“Bagaimana caranya” dan biasanya tidak meningkat/meluas
sampai pada suatu kemampuan yang mengajak individu untuk
membentuk suatu sikap suka terhadap inovasi.. Kredibilitas
persuasif serupa itu sebaiknya dari teman-teman yang bukan
Depi Ardian Nugraha 49
agen pembaharu komersial dan sumber-sumber lain yang
tidak mempunyai tujuan apapun atau minimal tidak sejauh apa
yang dipikirkan oleh agen pembaharu komersial itu.
Dalam beberapa kasus, sumber atau saluran
komunikasi komersial juga penting untuk menciptakan
kesadaran pengetahuan tentang suatu inovasi. Misalnya
penelitian Coleman, dkk. (1966) tentang obat-obatan
menemukan bahwa pengecer dan publikasi komersial
dilaporkan oleh 80% dokter medis sebagai sumber
pengetahuan merek tentang ........Pengecer adalah pegawai
perusahaan farmasi yang mengunjungi dokter-dokter untuk
memberi mereka keterangan yang mendetail tentang inovasi
medis, dan sampel-sampel gratis untuk obat-obat baru.
Dewasa ini kira-kira 25.000 pengecer obat dipekerjakan di AS
untuk menghubungi dokter-dokter, ahli farmasi dan agen-agen
pembeli di rumah sakit (Banta, 1981,p.367). Nilai dari kontak
agen pembaharu serupa itu pada perusahaan obat-obatan
ditunjukkan dengan fakta bahwa pengecer itu dibayar kira-kira
$ 150, untuk setiap dokter medis yang dihubunginya. Tetapi
pengecer obat itu tidak dapat dipercaya pada tahap-tahap
persuasi dan keputusan inovasi., yakni pada saat seorang
dokter memutuskan untuk melakukan adopsi atau tidak
(Coleman, dkk. 1966). Agen-agen pembaharu komersial tidak
dipandang sebagai yang dapat dipercaya untuk informasi
yang bersifat penilaian berkenaan dengan suatu inovasi;
ketidakpastian tentang nilai suatu inovasi paling baik diatasi
melalui komunikasi interpersonal dengan teman-teman.
d. Profesionalisasi Yang Tidak Autentik dari Para Aide
Telah kita tunjukkan bahwa para aide mempunyai
kelebihan dalam hal biaya kontak per klien yang lebih rendah
dan kemampan yang lebih besar dalam menjembatani jurang
heterofili bila dibandingkan dengan agen-agen pembaharu
yang profesional. Akan tetapi kelebihan-kelebihan ini tidak
Depi Ardian Nugraha 50
berarti bahwa para profesional sudah tidak diperlukan lagi
dalam program-program difusi. Mereka itu tetap penting untuk
melatih serta mengawasi para aide dan berfungsi sebagai
pendukung teknis untuk problem-problem tertentu yang tidak
dapat diatasi oleh para aide. Tetapi peranan profesional
sebagai seorang supervisor bagi para aide agak berbeda dari
pada peranannya untuk menghubungi klien secara langsung.
Satu dari problem-problem khusus yang sering
ditemukan pada para aide adalah profesionalisasi yang tidak
autentik, yakni proses bagaimana para aide berpakaian,
berbicara atau tanda-tanda identifikasi lainnya dari seorang
profesional dalam bidangnya. Misalnya para calo vasektomi di
India menuntut pakaian seragam, lencana pengenal dan
simbol-simbol lain dari agen pembaharu prpfesional (Repetto,
1969). Para aide KB di indonesia mendesak agar mereka
dilengkapi dengan sepeda dan motor. Kendaraan ini tidak
hanya sebagai alat transportasi ke rumah-rumah klien, tetapi
juga sebagai tanda status profesional. Para aide umumnya
mengagumi gen-agen pembaharu profesional yang
mengawasinya dan dengan demikian wajarlah jika mereka
ingin menjadi serupa dengan mereka. Mereka tidak dapat
memperoleh gelar universitas yang dimiliki para profesional
dan oleh karenanya mereka berusaha untuk tampil dan
kelihatan seperti profesional. Tetapi profesionalisasi yang
tidak autentik seperti itu merusak fungsi menjembatani
heterofili, karena untuk tujuan itulah mereka dipekerjakan
(Rogers, 1973, p.130). Biasanya jika para aide diberitahu
tentang masalah profesionalisme yang tidak autentik, maka
mereka akan bertindak dengan berbagai cara untuk
mengoreksi hal-hal yang merupakan ancaman terhadap
kefektifan mereka.
Depi Ardian Nugraha 51
5. Pemimpin Opini
Kepemimpinan opini adalah derajat dimana seseorang
individu secara informal mampu mempengaruhi sikap atau tingkah
laku yang nyata dari individu lain dalam suatu cara yang
diharapkan dalam frekuensi relatif. Kampanye difusi tampaknya
akan lebih berhasil jika agen-agen pembaharu mengidentifikasi
dan memanfaatkan pemimpin opini.
Keberhasilan agen pembaharu berhubungan secara positif
dengan keluasan usahanya melalui pemimpin opini. Waktu dan
energi dari agen pembaharu merupakan sumber-sumber yang
langka. Dengan memusatkan kegiatan komunikasi pada pemimpin
opini dalam sebuah sistem sosial, agen pembaharu dapat
mempercepat laju difusi. Penghematan usaha diperoleh karena
menghubungi pemimpin opini menggunakan jauh lebih sedikit
sumber-sumber agen pembaharu (waktu dan energi) dari pada
jika harus menghubungi tiap anggota dari sistem klien.
Secara esensial pendekatan pemimpin memperbesar
usaha-usaha dari agen pembaharu. Dengan mendaftarkan
bantuan pemimpin opini, agen pembaharu memberikan
perlindungan bagi keseponsoran lokal dan sanksi bagi ide-ide
baru. Seperti telah ditunjukkan pada bagian lain dari buku ini.
Pesan-pesan jaringan kerja dari teman-teman dekat seperti
pemimpin-pemimpin opini, dianggap kredibel dalam meyakinkan
individu untuk mengadopsi suatu inovasi. Kenyataannya, setelah
pemimpin opini dalam suatu sistem sosial mengadopsi suatu
inovasi, maka tidak mungkin menghentikan penyebaran
selanjutnya.
Agen-agen pembaharu kadang-kadang salah menganggap
inovator-inovator sebagai pemimpin opini. Mereka mungkin
merupakan individu yang sama, terutama dalam sistem dengan
norma-norma yang sangat modern, namun sering tidak demikian
halnya.
Depi Ardian Nugraha 52
Pemimpin opini mempunyai pengikut-pengikut, sedangkan
inovator hanya merupakan orang pertama yang mengadopsi ide
baru. Bila agen pembaharu memusatkan usaha-usaha komunikasi
pada para inovator, dan bukan pada para pemimpin opini,
hasilnya dapat meningkatkan pengetahuan tentang inovasi-
inovasi, tetapi hanya sedikit klien yang akan terbujuk untuk
mengadopsi.
Tingkah laku inovator tidak perlu meyakinkan rata-rata klien
untuk mengikutinya. Kesulitan lain terjadi bila seorang agen
pembaharu secara tepat mengidentifikasi pemimpin opini dalam
suatu sistem tetapi kemudian terlalu memusatkan perhatiannya
pada beberapa pemimpin opini, sehingga mereka mungkin terlalu
inovatif di mata para pengikutnya, atau dirasakan terlalu
bersahabat dan diidentifikasi secara berlebihan oleh agen
pembaharu.Jadi seorang agen pembaharu dapat menghapuskan
(wear out) kredibilitas pemimpin opini dengan membuatnya terlalu
inovatif. Problema semacam ini telah terjadi dalam berbagai
program difusi; hal tersebut agaknya analog dengan masalah
profesionalisasi yang tidak autentik dari para pembantu (aides).
6. Kemampuan Para Klien untuk Mengevaluasi
Salah satu kontribusi agen pembaharu yang unik pada
proses difusi adalah kompetensi teknis, yang memungkinkannya
memberi keahlian ini kepada para klien untuk membuat
keputusan-keputusan inovasi, tetapi apabila agen pembaharu
mengambil satu pendekatan jangka panjang untuk
perubahan,maka ia harus berusaha untuk meningkatkan
kompetensi teknis dari para klien dan kemampuan untuk
mengevaluasi inovasi potensial itu sendiri. Selanjutnya para klien
dapat menjadi agen pembaharu sendiri. Hal ini menyarankan
keberhasilan agen pembaharu berhubungan secara positif dengan
peningkatan kemampuan klien untuk mengevaluasi inovasi.
Depi Ardian Nugraha 53
Dukungan empiris yang terbatas untuk pernyataan ini
sebagian besar berasal dari berbagai studi kasus deskriptif.
Sayangnya, agen-agen pembaharu sering lebih terpaku pada
tujuan jangka pendek seperti mempercepat laju adopsi inovasi.
Sebaliknya kepercayaan pada diri sendiri seharusnya menjadi
tujuan dari lembaga-lembaga pembaharu, mengarah pada
penghentian ketergantungan klien pada agen pembaharu, tetapi
tujuan ini jarang dicapai oleh kebanyakan lembaga pembaharu.
Mereka biasanya mempromosikan adopsi dari inovasi-inovasi, dan
bukannya berusaha mendidik para klien untuk memperoleh
kemampuan dasar tentang cara mengevaluasi inovasi itu sendiri
BAB IIISIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dalam proses suatu inovasi pendidikan banyak sekali
hambatan-hambatan yang harus dilalui, diantaranya karakteristik dari
perubahan itu sendiri, karakteristik lokal yang meliputi wilayah,
lembaga pendidikan, Kepala Sekolah dan guru. Serta faktor eksternal
yaitu kebijakan pemerintah dan peran agen pembaharu.
Agar hambatan-hambatan tersebut tidak menjadi kendala dalam
proses inovasi pendidikan maka diperlukan kontak-kontak personal
dalam inovasi pendidikan. Kontak-kontak personal menurut sifatnya
dibagi menjadi 2, yaitu kontak-kontak personal internal yang meliputi
guru, peserta didik, kepala sekolah, komite sekolah, staf tata
administrasi sekolah. Dan kontak-kontak personal eksternal yang
meliputi lembaga-lemabaga pendidikan informal, masyarakat dan
orang tua.
Apabila dalam proses inovasi terdapat jurang sosial dalam
proses sosialisai inovasi pendidikan maka diperlukan agen perubahan
atau agen pembaharu (agen of change). Untuk tercapainya perubahan
dalam implementasi pendidikan diperlukan adanya agen-agen
perubahan yang memahami makna perubahan itu sendiri. Dalam
tataran mikro, guru, kepala sekolah, siswa, dinas pendidikan dan orang
tua siswa harus menjadi agen perubahan yang handal yang selalu siap
untuk mendorong perubahan (drive to change), bukan dipimpin oleh
perubahan (lead by change) atau menolak perubahan (resist to
change).
Depi Ardian Nugraha 55
B. SARAN
Berdasarkan hasil studi literatur yang telah kami lakukan, saya
menghimbau kepada seluruh elemen pendidikan, mulai dari tingkat
keluarga sampai pemerintah sebagai penentu kebijakan mari kita terus
bekerja sama dalam melakukan inovasi pendidikan baik secara
pandangan kritis kita sebagai guru atau masukan dari berbagai pihak
lainnya, agar proses inovasi pendidikan dapat berjalan secara efektif
dan efisian sehingga tujuan pendidikan kita dapat tercapai.
A. DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Apa dan Bagaimana Difusi dan Implementasi Inovasi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Rogers, E.M. 1983. Diffusion Of Innovations. London : Collier Macmillan Publisher.
Tersedia [Online] di http://enewsletterdisdik.wordpress.com/2009/05/30/ fungsi-dewan-pendidikan/. Download 07 Oktober 2012
Tersedia [Online] di http://ariswahyu.blogspot.com/2011/07/ peranan-kelompok-kerja-kkg-mgmp-kkks.html. Download 26 September 2012