Tugas Inspirasi Ekonomi Herna Rizkia a X.1 17

12

Click here to load reader

Transcript of Tugas Inspirasi Ekonomi Herna Rizkia a X.1 17

Page 1: Tugas Inspirasi Ekonomi Herna Rizkia a X.1 17

TUGAS INSPIRASI BUDIONO DARSONO (PENDIRI DETIK.COM )

Disusun Oleh :

Herna Rizkia ArmatussolikhaX.117

Page 2: Tugas Inspirasi Ekonomi Herna Rizkia a X.1 17

Sejarah Berdirinya Detik.com

Detikcom awalnya adalah proyek pribadi sebuah perusahaan penyedia jasa konsultasi, pengembangan, dan pengelolaan web, Agranet Multicitra Siberkom. Di singkat menjadi Agrakom. Untuk mensiasati kondisi perusahaan saat krisis ekonomi 1997. Agrakom saat itu seperti banyak perusahaan lain juga menghadapi persoalan. Order jasa web site terhenti, sementara proyek-proyek e-commerce yang sudah ditangan ditunda oleh klien. Padahal Agrakom yang berdiri pada bulan Oktober 1995 berdiri dengan investasi yang besar. Agrakom termasuk salah satu pelopor Industri konten IT yang menyasar pasar Internet yang mulai di kenal di Indonesia pada tahun 1993.

Agrakom sempat beberapa kali mengecap manisnya kue bisnis dari beberapa klien besar seperti Kompas Gramedia yang meluncurkan Kompas Cyber Media untuk berita koran versi Internet atau PT. Tambang Timah Tbk. Agrakom didirikan oleh Budiono Darsono dan teman teman yang sebagian besar berlatar belakang Jurnalis, pada masa awal Agrakom berkantor di perkantoran Stadion Lebak Bulus, namun berhasil menggaet sekitar 10 klien raksasa dari luar negeri. Antara lain Philips (elektronik), Hair Builder (properti), Anderson (News), Radio Extreme (Konsultan Sekuritas), Intel dan AIM Service.

Umumnya klien tersebut perusahaan Amerika dan tidak memiliki kantor di Indonesia. Kepada Agrakom sebagian besar perusahaan tersebut mempercayakan penggarapan dan pengembangan situs Web mereka. Sedangkan sebagian lainnya mengorder jasa pengembangan aplikasi.

Semua kontak bisnis dilakukan melalui email dan telepon. Preview pekerjaan juga dilakukan melalui Internet. Adapun diskusi pekerjaan dipresentasikan melalui Chat yang secara khusus dibuat oleh Agrakom. Nilai proyek yang ditangani terus meningkat, awalnya hanya Rp. 300 juta, lalu meningkat Rp. 425 juta bahkan sempat sampai mencapai Rp. 1 Miliar.

Tapi kue manis tersebut tak berlangsung lama, Krisis Moneter 1997 membuyarkan semuanya. Mensikapi kondisi tersebut , kemudian Budiono Darsono (eks Wartawan DeTik), Yayan Sofyan (eks Wartawan DeTik), Abdul Rahman (eks Wartawan Tempo) dan Didi Nugrahadi (tetangga rumah Budiono yang tinggal di Pamulan Tangerang). Empat sekawan ini berpikir keras mencari konsep jasa web baru yang tetap laku dalam situasi krisis. Ada cerita lain bahwa ide ini lahir akibat paket layanan baru dan pernah ditawarkan kepada salah satu penerbit koran besar, namun ditolak. Klien itu justru menyarankan agar Budiono dan kawan kawannya menggarapnya sendiri.

Dari serangkaian pertemuan, nongkrong di berbagai tempat, akhirnya konsep itu ditemukan. Yaitu sebuah media yang 100% berbasis Internet dan memanfaatkan semaksimal mungkin keunggulannya – tersedia setiap saat dan interaktif. Namun gagasan ini masih mentah karena Budiono dan kawan kawan masih bingung seperti apa wujudnya. Terdapat beberapa alternatif matang dan tinggal menjiplak saja. Misalnya waktu itu lagi populer sekali Yahoo, dimana orang yang mau browsing pasti ke Yahoo dulu, buat cari informasi, jadi ada rencana buat portal seperti Yahoo, atau bikin Web Mail Gratis macam Hotmail. Tetapi pilihan akhirnya jatuh

Page 3: Tugas Inspirasi Ekonomi Herna Rizkia a X.1 17

pada membuat situs berita yang cepat terupdate dalam hitungan menit, bukan lagi harian seperti koran.

Budiono sangat yakin orang-orang sedang membutuhkan berita macam begini. Gagasan itu sepertinya mencontek gaya breaking news televisi CNN tetapi ala internet. Sama juga seperti Yahoo! yang sebetulnya sudah memakai konsep itu dengan berita update langganan dari pelbagai kantor berita. Sayangnya, mesin pencari ini masih berbahasa Inggris. Padahal di Indonesia hanya sedikit orang yang mau baca Web Site berbahasa Inggris. Detik.com waktu itu memang unik. Jangankan Di Indonesia, di seluruh dunia pun waktu itu tidak ada Portal Berita macam Detik.com.

Pada awal operasionalnya Budiono menjabat sebagai pemimpin redaksi sekaligus reporter dengan satu tape recorder. Lalu merekrut beberapa reporter, sembari rajin menelepon bekas teman-teman wartawan di media lain untuk menyumbang berita. Beritanya singkat, orang yang sering di telpon Budiono adalah Sapto Anggoro, redaktur di harian Republika, yang kerap memberi info baru di lapangan kepadanya.

Tidak lama Sapto justru keluar dari koran itu dan bergabung, bahkan sekarang tercantum sebagai dewan redaksi Detikcom. Delapan hari setelah Soeharto lengser, 30 Mei 1998, server Detikcom sudah siap di akses, namun baru mulai on line dengan sajian lengkap pada 9 Juli 1998. Berita-beritanya segar, anyar, dan terus menerus diperbaharui dalam hitungan detik. Desain website berbalut warna khas yang agak norak, hijau, biru, dan kuning. Warna ini sampai sekarang dipertahankan sebagai trademark. Baru sebulan Detikcom on line telah ada sekitar 15.000 hits alias yang mengklik situs baru itu. Perkiraan itu akhirnya terbukti karena dalam waktu singkat Detikcom menjadi sangat dicari.Satu tahun kemudian, jumlah pengunjung melesat menjadi 50.000 orang perhari, sebuah pencapaian luar biasa mengingat pengguna Internet yang baru sedikit saat itu.

Banyak cerita tentang sulitnya para reporter Detikcom menyajikan berita – berita secara tepat waktu. Saat itu belum ada BlackBerry atau semacam SmartPhone yang bisa mengirimkan email berita dengan sekali pencet. Telepon genggam (Handphone) apalagi PDA di tahun 1998 – 1999 amat mahal, dan terbatas. Satu satunya jalan adalah memanfaatkan telepon umum dan setiap pagi para reporter Detikcom terlebih dahulu diwajibkan untuk masuk ke kantor mengambil beberapa kantung uang recehan. Yang terjadi adalah antrean panjang telepon umum dan para wartawan itu sering kena omel para pengguna telepon. Dengan begitu berita yang dikirimkan disiasati lebih singkat dan pendek. detik

Keberhasilan Detikcom pun turut menjadi pemicu munculnya demam Internet di Indonesia pada pertengahan 1999. Ini menyadarkan banyak konglomerat media yang merasa kecolongan tidak memanfaatkan kesempatan emas di waktu yang sulit itu. Lagi pula, membangun sebuah situs tidak perlu modal yang banyak, seperti mendirikan pabrik. Mulailah bermunculan perusahaan Internet serius didirikan seperti Satunet, Astaga!com. James Riyadi pemilik Lippo Life membuat Lippo e-Net dan Lippostar. Adapula Mweb, Kopitime, dan BolehNet. Bedanya portal-portal tersebut banyak yang didirikan hanya untuk mendapatkan keuntungan sesaat. Investasi awal jor-joran dengan menawarkan pelbagai fasilitas canggih berbiaya besar yang di gratiskan seperti email, chatting, kirim SMS dan bahkan webfax gratis,

Page 4: Tugas Inspirasi Ekonomi Herna Rizkia a X.1 17

untuk mengundang pengunjung. Setelah mencatat banyak hits, mereka melepas kepemilikan di bursa saham untuk mendapatkan dana.

Di kepung oleh pemodal besar membuat Agrakom pun menjual 15% saham Detikcom kepada Investor asal Hongkong, Pasific Tech seharga USD2 juta. Uang sebanyak itu berpuluh kali lipat dari investasi awal DetikCom yang hanya Rp. 40 juta. Dana sebesar itu membuat Detikcom nervous harus seberapa besar pendapatan yang diperoleh kalau investasinya saja sudah hampir menginjak belasan juta dollar Pak Budiono Darsono Akhirnya di putuskan belanja teknologi dikeluarkan seperlunya. Tenaga penjual iklan di rekrut. Bahkan, iklan dari dotcom lain di terima, termasuk dari kompetitor.

Awal Januari 2000, Detikcom merilis email gratis, chating, ruang diskusi, dan menambah sejumlah kanal baru. Ciri khas jurnalistik lebih di pertajam dengan serangkaian kerja sama organisasi kampanye untuk memasok berita di daerah. Fasilitas SMS dan WebFax gratis yang biaya operasinya mahal ditiadakan. Tidak ada biaya promosi miliaran rupiah. Tidak ada content management system seharga ratu san ribu dolar, tetapi mengembangkan sendiri. Langkah meniru nan hati-hati itu akhirnya bisa menyelamatkan. Di awal milenium, krisis dotcom meledak di Amerika Serikat. Saham saham perusahaan berbasis teknologi bertumbangan. Kekecewaan investor bahwa jaringan internet ternyata tidak mendatangkan keuntungan seperti yang dijanjikan terbukti sudah oleh kiamat dotcom yang datang lebih cepat. Dari sisi pendapatan krisis dotcom tahun 2000 telah menyebabkan banyak pemasang iklan tidak lagi mau percaya pada media Internet. Satu persatu portal yang pada tahun 1999 tumbuh pesat, kini mulai gulung tikar.

Maka awal 2001 situs situs milik para Konglomerat Media itu kehabisan modal. Budiono dan kawan kawan bertahan dengan modal pas-pasan setelah menutup kembali fasilitas yang di anggap tak menguntungkan. Detikcom masih memiliki napas hasil menyisakan modal dan sedikit dari penghasilan iklan – Oktober 2000 pendapatan iklan Detikcom mencapai lebih dari Rp. 500 juta. Berita yang tak banyak pembacanya dan tak menarik pemasang iklan dihentikan. Serangkaian bidang usaha baru dirilis, tahun 2003 terlihat bahwa dari beberapa bidang usaha baru, mobile data (layanan kirim berita lewat SMS) adalah yang paling cepat memberi hasil.

Selanjutnya, Detikcom melenggang sendirian tanpa lawan yang berarti. Banyak pujian datang karena Detikcom salah satu dari sedikit media yang bisa bertahan pada era industri media yang mulai bergerak ke arah konglomerasi. Ada Kompas Gramedia, Media Group, Para Group, MNC, Jawa Pos Group, dan Visi Media Asia. Dan yang terjadi belakangan pada akhirnya adalah raksasa-raksasa ini justru mengekor kepada semut. Kompas mereborn Kompas.com, MNC mendirikan okezone.com, Visi Media milik Grup Bakrie melahirkan VivaNews. Tempo Inti Media mengaktifkan tempointeraktif.co.id, belum lagi Inilah.com dan Wartaone.com. Menanggapi banyaknya portal Berita yang muncul, Budiono Darsono bilang “Dulu pun kami menghadapi pemain modal besar, tapi Detik bisa menghadapinya, Bisnis ini dibangun dengan semangat jurnalistik, bukan dengan dan Modal”.

Page 5: Tugas Inspirasi Ekonomi Herna Rizkia a X.1 17

Pendiri Detik.com

Detik.com, adalah media online terbesar di Indonesia. Hampir semua orang Indonesia yang melek internet kenal dengan Detik.com. Detik.com merupakan portal berita pertama di Indonesia yang didirikan oleh :

1. Budiono Darsono2. Yayan Sopyan (eks wartawan DeTik) 3. Abdul Rahman (mantan wartawan Tempo)4. Didi Nugrahadi

Beliau berempat mempunyai ide untuk mendirikan Detik.com ketika terjadi krisis politik di tahun 1998. Kala itu, kantor tabloid Detik, tempat mereka bekerja, diberangus bersama-sama majalah Tempo dan Editor. Dengan bermodalkan semangat, tape recorder, dan HT (Handy Talky), mereka meliput peristiwa-peristiwa seputar unjuk rasa mahasiswa dan pergolakan politik yang memang sedang marak saat itu. Liputan pertama Detik.com adalah tragedi Semanggi 1998. Pemilihan nama Detik.com terinspirasi karena Budiono memimpikan setiap detik selalu ada berita baru yang harus dipublikasikan. “Mengapa menunggu besok? Detik ini juga,” begitulah slogan yang terpampang di blog resmi Budiono. Masa-masa awal perjalanan Detik.com banyak menyita waktu dan tenaga mereka. Setiap waktu harus mencari informasi, wawancara, menulis, dan posting. Sampai-sampai istri dan keluarga terlupakan. Kerja keras dan pengorbanan mereka berbuah manis, Detik.com tetap eksis hingga saat ini, tidak seperti situs-situs berita lain seperti Satunet, Astaga, Koridor, Mandiri, yang tidak mampu bertahan. Bahkan sekarang Detik.com menjadi situs berita terbesar di Tanah Air.

Page 6: Tugas Inspirasi Ekonomi Herna Rizkia a X.1 17

Budiono Darsono, Sang Pemula untuk Jurnalisme Elektronika

BUDIONO DARSONO adalah sebuah ikon bagi lahirnya suatu medium dan jurnalisme baru pers Indonesia di masyarakat baru. Ketika pengakses internet masih sangat terbatas di kalangan priyayi yang hidup di kota-kota besar, Budiono justru membaca sesuatu yang lain. Internet adalah peluang besar yang menandai lahirnya sebuah generasi elektronika dengan satu kepal sikap: merayakan demokratisasi informasi.

DETIK DOT COM adalah tonggak kelahiran jurnalisme baru itu–sebulan usai penguasa Orde Baru dijungkalkan di tahun 1998. Di sana, nama Budiono terpacak.

Sosok ini lahir 1 Oktober 1960 di Semarang, tapi besar di Bojonegoro. Lantas itu nama pena yang selalu berada di belakang namanya adalah “Budiono Bojonegoro”. Itu usulan teman-temannya sewaktu kuliah di Yogyakarta. Untuk pembeda, katanya. Oleh karena nama “Budiono” adalah nama yang sungguh sangat “pasaran”.

Bukan kebetulan belaka bila Budiono pernah memilih nama belakangnya dengan “Bojonegoro”. Sebab kita tahu bahwa salah satu pemula pers Indonesia, Tirto Adhi Soerjo, juga besar di Bojonegoro. Dan kita tahu kedua tokoh pers Bojonegoro ini punya andil dalam memperkenalkan pers–tak hanya sebagai instrumen komunikasi, tapi juga menangkap situasi dan semangat zaman.

Kepeloporan Tirto di awal abad 20 adalah bagaimana mengelola pers dengan cara baru, baik manajemen, tampilan isi, dan sikapnya di tengah kekuasaan Hindia yang kukuh.

Sementara Budiono di akhir abad 20 dan jelang alaf ketiga, lewat DETIK DOT COM, bukan saja memperkenalkan internet sebagai kebutuhan baru bagi masyarakat baru, tapi juga memperkenalkan tradisi baru dalam dunia jurnalistik bahwa peristiwa adalah juga waktu. Dan kecepatan mengikuti ritme waktu adalah jantung informasi bagi masyarakat baru ini.

Inilah medium pers terbaru kita yang hadir dengan cara baru dan revolusioner. Kehadirannya tepat sebagai penanda hadirnya alaf baru di dunia pers Indonesia setelah seabad lebih masyarakat Indonesia mengenal pers cetak.

Jauh sebelum DETIK DOT COM, Budiono sudah melalangbuana di dunia pers. Namun tak selalu berjalan mulus. Semasa SMP di Santa Paulus Bojonegoro, ia sudah menyimpan rapi cita-cita menjadi jurnalis dengan membuat mading sekolah.

Page 7: Tugas Inspirasi Ekonomi Herna Rizkia a X.1 17

Agar bisa belajar jadi jurnalis “beneran”, masuklah Budiono ke Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) UGM. Sayang sungguh sayang, ia hanya meraih predikat “jebolan” UGM (jebol=lulus tanpa toga alias tidak lulus beneran).

Lalu Budiono banting stir kuliah di Akademi Keuangan dan Perbankan Yogyakarta. Lulus. Tapi ilmu akademinya untuk sementara terbenam di pabrik tembakau di Bojonegoro. Hingga muncul sepotong iklan lowongan kerja jadi jurnalis di Surabaya Post untuk daerah Bojonegoro.

Di masa inilah ia berkenalan dengan Tempo yang kerap meminta bantuan liputan untuk kota-kota kecil. Dari Tempo ia pindah ke Berita Buana. Berita Buana dibreidel, Budiono bergabung ke Tabloid DeTIK. Bahkan pernah tabloid ini dikerjakannya sendiri lantaran ditinggal Eros Djarot ke luar negeri. Karena dikerjakan tim penulis yang minim, jadilah berita yang ditampilkan dalam bentuk tanya-jawab yang kemudian melahirkan gaya baru dalam penulisan jurnalistik.

Lama-lama Budiono capek juga. Bahkan, “kutukan” bapaknya, yakni Darsono, yang meragukan profesinya sebagai jurnalis, pelan-pelan bangkit lagi. Ia pun membuka toko kelontong di Parung, Bogor. Ketika putus asa mulai menggerogotinya, ia pun berkenalan dengan dunia internet. Awalnya bukan membuat situs berita, melainkan menerima order pembuatan situs perusahaan. Dan klien pertama adalah Kompas.

Peluang baru jurnalisme pun ia tangkap dan disesapinya dalam-dalam setelah capek dan kapok bikin media pers yang dicetak. Ia ingin ada dunia jurnalistik yang tak dibebani hantu deadline. Bersama Yayan Sopyan ia pun merintis berita online yang realtime: berita dari detik ke detik. Situs berita itu bernama DETIK DOT COM dengan perusahaan processor terkemuka di dunia, yakni Intel, menjadi pengiklan pertama yang berani bayar Rp 6 juta.

Awal yang tak mudah. Tapi dengan kemampuan menangkap peluang, keberanian memilih keyakinan jurnalisme terbarukan, dan etos kerja yang tak pernah padam, DETIK DOT COM kini menjadi situs berita online terbesar di Indonesia mendampingi tumbuhnya generasi baru di alaf ketiga.

Page 8: Tugas Inspirasi Ekonomi Herna Rizkia a X.1 17

Biographi Budiono Darsono

Nama : Budiono Darsono

Pekerjaan : salah satu founder Detik.com

TTL : Semarang, 1 Oktober 1961

Nama Istri : Hana Budiono

Nama Anak : Fajar Putra Suprabana (Utha) dan Bening Putri Wardani

Keluarga Budiyono Darsono tergolong keluarga yang bahagia. Karier pendidikan anak-anaknya pun tak kalah gemilang dari ayahnya. Setelah menyelesaikan S1 di ITB Bandung, Utha kini mengambil S2 di sebuah universitas di Australia. Sedangkan Bening yang baru saja menyelesaikan O Level di Singapura, bergabung dengan kakaknya di Australia juga. Keluarga Budiyono Darsono tinggal di Pamulang, di rumah yang uang mukanya diperoleh dari majalah Tempo. Budiono bertetanggaan dengan V Elisawati, salah satu bos di XL yang kini sudah punya usaha sendiri. Juga tidak jauh dengan rumah mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Thoriq Hadad. Toriq kini menjadi salah satu direktur di Tempo.

Berikut ini adalah karier yang berhasil diraih oleh Budiono Darsono :

1. Karier Kerja Wartawan Surabaya (1984)2. Karier Kerja Wartawan Majalah Tempo untuk wilayah Jawa Timur (1987)3. Karier Kerja Wartawan Biro Tempo Jakarta (1988)4. Karier Kerja Wartawan Berita Buana (1992)5. Karier Kerja Redaktur Pelaksana tabloid Detik pimpinan Eros Djarot 6. Karier Kerja Editor Eksekutif PT Surya Citra Televisi (SCTV) 7. Karier Kerja Redaktur Eksekutif Simponi 8. Karier Kerja Pendiri dan Direktur Utama PT Agranet Multicitra Siberkom (Agrakom) (1998)9. Karier Kerja Redaktur Pelaksana detikcom