Tugas Individu Tutorial 24 Oktober 2014

7
TUGAS INDIVIDU TUTORIAL 24 oktober 2014 Ada Apa Dengan Kakekku Disusun oleh: NAMA : Devy Damayanti NO. STAMBUK : 101 12 014 KELOMPOK : V (Lima) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 1. Perbedaan hemoptisis dan hemetemisis? 2. Anamnesis sampai prognosis dari penyakit a. Pneumonia b. Bronkhitis kronis c. TB d. Broncheotaksis 3. Keterkaitan heptisis dengan sesak napas? 4. Golongan obat pada penanganan awal? 5. Kompetensi dokter umum sesuai dengan SKDI? 6. Cara dan interpretasi pada pemeriksaan sputum? Jawab : 1. Perbedaan keduanya yaitu, batuk darah ( hemoptisis) atau dahak bercampur darah harus dibedakan dari muntah darah (hematemesis), hematemesis disebabkan oleh lesi pada saluran cerna (tukak peptik, gastritis, varieses esofagus) sedngkan hemotisis terjadi akibat adanya lesi diparu atau bronkus. Perbedaan hemptisis dan hematemesis hemoptisis hematemesis Darah yang dibatukkan Darah biasanya merah muda Darah bersifat basa Darah dapat berbusa Didahului dengan perasaan ingin batuk Darah yang dimuntahkan Darah biasanya hitam Darah bersifat asam Darah tidak pernah berbusa Didahului dengan keinginan mual dan muntah Referensi : buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ke 5, tahun 2009

description

tutorial

Transcript of Tugas Individu Tutorial 24 Oktober 2014

Page 1: Tugas Individu Tutorial 24 Oktober 2014

TUGAS INDIVIDU TUTORIAL

24

oktober 2014

Ada Apa Dengan Kakekku

Disusun oleh:

NAMA : Devy Damayanti

NO. STAMBUK : 101 12 014

KELOMPOK : V (Lima)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

1. Perbedaan hemoptisis dan hemetemisis?2. Anamnesis sampai prognosis dari penyakit

a. Pneumoniab. Bronkhitis kronisc. TBd. Broncheotaksis

3. Keterkaitan heptisis dengan sesak napas?4. Golongan obat pada penanganan awal?5. Kompetensi dokter umum sesuai dengan SKDI?6. Cara dan interpretasi pada pemeriksaan sputum?

Jawab :1. Perbedaan keduanya yaitu, batuk darah ( hemoptisis) atau dahak bercampur

darah harus dibedakan dari muntah darah (hematemesis), hematemesis disebabkan oleh lesi pada saluran cerna (tukak peptik, gastritis, varieses esofagus) sedngkan hemotisis terjadi akibat adanya lesi diparu atau bronkus.

Perbedaan hemptisis dan hematemesishemoptisis hematemesisDarah yang dibatukkanDarah biasanya merah mudaDarah bersifat basaDarah dapat berbusaDidahului dengan perasaan ingin batuk

Darah yang dimuntahkanDarah biasanya hitamDarah bersifat asamDarah tidak pernah berbusaDidahului dengan keinginan mual dan muntah

Referensi : buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ke 5, tahun 2009

2. Anamnesis sampai prognosis dari penyakit.

3. TB (tuberkulosis)No ICPC II: A70 Tuberculosis No ICD X: A15 Respiratory tuberculosis, bacteriologiccaly and histologically confirmed Tingkat Kemampuan: 4A1.5 Etiology

Droplet Mycobacterium tuberculosis masuk melalui saluran napas dan akan menimbulkan fokus infeksi di jaringan paru. Fokus infeksi ini disebut fokus primer (fokus Ghon). Kuman kemudian akan menyebar secara limfogen dan menyebabkan terjadinya limfangitis lokal dan limfadenitis regional. Gabungan dari fokus primer, limfangitis lokal dan limfadenitis regional disebut sebagai

Page 2: Tugas Individu Tutorial 24 Oktober 2014

kompleks primer. Jika sistem imun penderita tidak cukup kompeten infeksi akan menyebar secara hematogen/ limfogen dan bersarang di seluruh tubuh mulai dari otak, gastrointestinal, ginjal, genital, kulit, getah bening, osteoartikular, hingga endometrial

1.6 Patogenesis

Tuberkulosis primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara ekitr kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam idara bebas selama 1- 2 jam, tergantung pada adatidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dankelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari – hari samapai berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan nemempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolus bila ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama oleh neutrofil,kemudian baru makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial brsama dengan gerakan silia dengan sekretnya. ( amin dan bahar, 2009)

Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lain. Kuman yang ersarang di jaringan paru akan berbentuk-bentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap jaringan paru ( amin dan bahar, 2009).

Dari sarang primer dapat timbul peradangan saluran getah benng menuju hilus dan juga diikuti perbesaran kelenjar getah bening hilus ( fimfadenitis regional). Sarang primer limfangtis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer.semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Komplek primer ini selnjutnya dapat menjadi :

• semuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini banyak yang terjadi.

• Sembu dengan menginggalkan sedikit bekas berpa garis – garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi neumonia yang halusnya >5 mm dan ± 10% diantar dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman dormant.

• Berkomplikasi dan meyebar secara : a). Perkontinuitatum, yakni menyebar disekitarnya, b) secara bronkogen pada paru yangbersangkutan maupun paru disebelahnya. C). Secara limfogen, keorgan tubuh lain-lainnya d). Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya ( amin dan bahar, 2009)

Tuberkulosis pasca primer ( Tuberkulosis sekuder)

Kuman dengan dormant pada tuberkulosis primer akan muncul berahun – tahun kemudian sebagian infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini mulai dengan sarangan dini yang berlokasi di regio atas paru. Investasinya adalah ke daerah parenkim paru – paru dan tidak ke nodus hiler paru ( amin dan bahar, 2009).

1.7 Tanda & Gejala

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermcam – macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :

Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang – kadang panas badan dapat mencapai 40 – 410. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak penah erhindar dari serangan demam influenza ini. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kumn tuberkulosis yang masuk ( amin dan bahar, 2009).

Batuk/ batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ii diperlukan untuk membuang produk – produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu – minggu atau berbulan – bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non-produktif ) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif ( menghasilkan sputum) keadaan yang lanjut adalah berupa batuk arah karena terdapat pembuluh darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetai dapat juga terjadi padaulkus dinding bronkus.

Sesak napas. Pada penyakit yang ringan ( baru tumbuh ) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah berlanjut, yang intrafilternya sudah meliputi setengah bagian paru – paru.

Nyeri dada.Gejala ini agak jarang ditemui. Nyeri dada timbul bila infilrasi radang sudah sampai pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan sewaktu pasien menarik/melepaskan napas.

Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksi tidak adanafsu makan,badan makin kurus ( berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara beratur.

1.8 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Fisik Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali), respirasi meningkat, berat badan menurun (BMI pada umumnya <18,5).

Pada auskultasi terdengar suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apex paru, tergantung luas lesi dan kondisi pasien.

Pemeriksaan Penunjang

Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA) ataukultur kuman dari specimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu. Untuk TB non

Page 3: Tugas Individu Tutorial 24 Oktober 2014

paru, specimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan. Tes tuberkulin (Mantoux test). Pemeriksaan ini merupakan penunjang utama untuk membantu menegakkan Diagnosis TB pada anak. Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur diameter transversal. Uji tuberkulin dinyatakan positif yaitu: 1. Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk anak dengan riwayat imunisasi BCG diameter indurasinya > 10 mm. 2. Pada kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi buruk, keganasan dan lainnya) diameter indurasinya > 5mm. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik. Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucatkarena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun ( amin dan bahar, 2009).

Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus – kasus dini atau yang sudah terinfitrasi seara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak didalam, akan sulit ditemukan pada pemeriksaan fisis,karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4 cm kedalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa ( amin dan bahar, 2009).

Pemeriksaan Radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dadamerupakan secara praktis untuk menentukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memeang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan spetum, tetapi dalam beberapa ia memberikan keberuntungan seperti pada tuberkulosis anak – anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal ini diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan spetum hampir selalu negatif ( amin dan bahar, 2009).

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya didaerah apeks paru(sekmen apikal lobus atas atau sekmen apikal lobus bawah), tetapi juga mengenai lobus bawah ( bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobrokial) ( amin dan bahar, 2009).

1.9 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan

Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien.

Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan. Mencegah kekambuhan TB. Mengurangi penularan TB kepada orang lain. Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat.

Prinsip-prinsip terapi

1. Praktisi harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan sampai terapi selesai.

2. Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah diterapi sebelumnya harus mendapat terapi Obat Anti TB (OAT) lini pertama sesuai ISTC.

a. Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol.

b. Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan Rifampisin

c. Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi rekomendasi internasional, sangat dianjurkan untuk penggunaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT/fixed-dose combination/ FDC) yang terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF), 3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA, EMB).

3. Untuk membantu dan mengevaluasi kepatuhan, harus dilakukan prinsip pengobatan dengan:

Sistem Patient-centred strategy, yaitu memilih bentuk obat, cara pemberian cara mendapatkan obat serta kontrol pasien sesuai dengan cara yang paling mampu laksana bagi pasien.

Pengawasan Langsung menelan obat (DOT/direct observed therapy)

4. Semua pasien dimonitor respon terapi, penilaian terbaik adalah follow-up mikroskopis dahak (2 spesimen) pada saat:

a. Akhir fase awal (setelah 2 bulan terapi),

b. 1 bulan sebelum akhir terapi, dan pada akhir terapi.

c. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada 1 bulan sebelum akhir terapi dianggap gagal (failure) dan harus meneruskan terapi modifikasi yang sesuai.

d. Evaluasi dengan foto toraks bukan merupakan pemeriksaan prioritas dalam follow up TB paru.

5. Catatan tertulis harus ada mengenai:

a. Semua pengobatan yang telah diberikan,

b. Respon hasil mikrobiologi

c. Kondisi fisik pasien d. Efek samping obat

Page 4: Tugas Individu Tutorial 24 Oktober 2014

6. Di daerah prevalensi infeksi HIV tinggi, infeksi Tuberkulosis – HIV sering bersamaan, konsultasi dan tes HIV diindikasikan sebagai bagian dari tatalaksana rutin.

7. Semua pasien dengan infeksi Tuberkulosis-HIV harus dievaluasi untuk:

Menentukan indikasi ARV pada tuberkulosis. Inisasi terapi tuberkulosis tidak boleh ditunda.

Pasien infeksi tuberkulosis-HIV harus diterapi Kotrimoksazol apabila CD 4 < 200. Selama terapi : evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.

1.10 Prognosis

Prognosis pasien spondilitis TB dipengaruhi oleh: 1) usia 2) deformitas kifotik, 3) letak lesi, 4) defi sit neurologis, 5) diagnosis dini, 6) kemoterapi, 7) fusi spinal, 8) komorbid, 9) tingkat edukasi dan sosioekonomi.

Usia muda dikaitkan dengan prognosis yang lebih baik.12 Namun, pasien usia dibawah 15 tahun dan dengan kifosis lebih dari 30ocenderung tidak responsif terhadap pengobatan. Kifosis berat, selain memperburuk estetika, dapat mengurangi kemampuan bernafas. Diagnosis dini sebelum terjadi destruksi badan vertebra yang nyata dikombinasi dengan kemoterapi yang adekuat menjanjikan pemulihan yang sempurna pada semua kasus. Adanyaresistensi terhadap OAT memperburuk prognosis spondilitis TB. Komorbid lain seperti AIDS berkaitan dengan prognosis yang buruk. Penelitian lain di Nigeria. Mengatakan bahwa tingkat edukasi pasien mempengaruhi motivasi pasien untuk datang berobat. Pasien dengan tingkat edukasi yang rendah cenderung malas datang berobat sebelum muncul gejala yang lebih berat seperti paraplegia.d.bronkheotaksisreferensi : buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ke 5, tahun 20094. Nyeri dada yang diserta dengan sesak nafas kemungkinan disebabkan oleh

emboli paru, infark miokard atau penyakit pleura. Batuk yang yang diserta dengan sesak, khususnya purulen yang mungkin disebabkan oleh infeksi napas atau proses radang kronik dan adanya radang saluran napas.

Referensi : buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ke 5, tahun 20095. Golongan obat yang tidak bisa diberikan pada penanganan awal

Golongan xatinDalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :- Lini I : amoksisilin

makrolid- Lini II: amoksisilin dan asam klavulanat

sefalosporinkuinolonmakrolid baru

MukolitikHanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

Referensi : jurnal PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK ( PPOK ), 2008.6. SistematikaPenyakit di dalam daftar ini dikelompokkan menurut sistem tubuh manusia disertai tingkat kemampuan yang harus dicapai pada akhir masa pendidikan.Tingkat kemampuan yang harus dicapai:

Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskanLulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujukLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, danMerujuk3A. Bukan gawat daruratLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapipendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan doktermampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasienselanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

3B. Gawat daruratLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu

Page 5: Tugas Individu Tutorial 24 Oktober 2014

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secaramandiri dan tuntasLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)Dengan demikian didalam Daftar Penyakit ini level kompetensi tertinggi adalah 4A

referensi : KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA Indonesian Medical Council Jakarta 2012

6. pemeriksaan sputum

Sampel dahak terbaik adalah yang mengandung sangat sedikit saliva atau air liur, karena air liur dapat mengontaminasi sampel dengan bakteri oral.

Sampel kemudian diteliti oleh mikrobiologi klinis dengan pewarnaan gram pada dahak. Lebih dari 25 sel epitelia skuamosa menunjukkan kontaminasi saliva.

Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan berasal dari sinus, atau rongga hidung, bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.

Sputum banyak dan purulen kemungkinan  proses supuratif (eg. Abses paru)

Sputum yang terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan tanda bronkhitis/ bronkhiektasis.

Sputum kekuning-kuningan kemungkinan proses infeksi.

Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dalam sputum. Ditemukan pada Bronkhiektasis

Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut.

KOMPOSISI LAR. DEKONTAMINASI

N ASETIL L SYSTEIN, NaOH 4%, Trinatrium sitrat 3H2O 2.94%, PBS (Ph 6.8), dibuat fresh (tdk boleh lewat 24 jam)

Cara pembuatan

a. Larutan dekontaminasi + sputumb. Vorteks 10 detik (diamkan selama 15 menit)c. Encerkan dengan PBS atau aquades sterild. Sentrifus 3000 rpm selama 15 menite. Buang supernatan kemudian endapan ditambah 1 ml PBS, vorteks

selama 30 detikf. Buat sediaan preparat objek gelas, keringkan dan fiksasig. Endapan yang tersisa dapat dikultur

Referensi : DR. Dr. M.Sabir