Tugas Individu - Fenomena Keris

download Tugas Individu - Fenomena Keris

of 17

Transcript of Tugas Individu - Fenomena Keris

FENOMENA KERISPergeseran Makna dan Nilai KulturalDisusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Desain dan Kebudayaan

Oleh Dinda Anindita 27108004

Institut Teknologi Bandung Fakultas Seni Rupa dan Desain Program Magister Desain

Desain dan Kebudayaan 2008 Definisi Keris Keris atau dhuwung dan disebut juga curiga, yang juga dinamakan tosan aji (tosan--besi, aji--dihormati karena dianggap bertuah). Keris atau tosan aji adalah jenis senjata yang dianggap bertuah atau keramat. Keris disamping diyakini sebagai benda bertuah atau keramat, juga sering dikaitkan dengan adanya kekuatan gaib Oleh karena itu dalam kehidupan masyarakat dipandang sebagai pusaka.

Keris ialah sejenis senjata pendek kebangsaan Melayu yang digunakan sejak melebihi 600 tahun dahulu. Keris digunakan untuk mempertahankan diri (misalnya sewaktu bersilat) dan sebagai alat kebesaran diraja. Senjata ini juga merupakan lambang kedaulatan orang Melayu. Keris merupakan senjata penusuk yang dimuliakan , dihormati bahkan dianggap keramat, tidak hanya suku bangsa di Indonesia , juga bangsa lain di sebagian Asia Tenggara juga mengenal dan memakainya. Asal Usul Keris Keris berasal dari Kepulauan Jawa dan keris purba telah digunakan antara abad ke-9 dan abad ke-14. Senjata ini terbahagi kepada lima bagian, yaitu hulu, cincin di bawah hulu, mata / wilah ,sarung , pedok. Keris sering dikaitkan dengan kuasa mistik oleh orang Melayu pada zaman dahulu. Antara lain, terdapat tersendiri. kepercayaan bahawa keris mempunyai semangatnya yang

Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 2

Desain dan Kebudayaan

hulu

warangka ( sarung )

wilah / mata keris

Keris dan tosan aji serta senjata tradisional lainnya menjadi khasanah budaya Indonesia, tentunya setelah nenek moyang kita mengenal besi. Berbagai bangunan candi batu yang dibangun pada zaman sebelum abad ke-10 membuktikan bahwa bangsa Indonesia pada waktu itu telah mengenal peralatan besi yang cukup bagus, sehingga mereka dapat menciptakan karya seni pahat yang bernilai tinggi. Namun apakah ketika itu bangsa Indonesia mengenal budaya keris sebagaimana yang kita kenal sekarang, para ahli baru dapat meraba-raba.

Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 3

Desain dan Kebudayaan Gambar timbul (relief) paling kuno yang memperlihatkan peralatan besi terdapat pada prasasti batu yang ditemukan di Desa Dakuwu, di daerah Grabag, Magelang, Jawa Tengah. Melihat bentuk tulisannya, diperkirakan prasasti tersebut dibuat pada sekitar tahun 500 Masehi. Huruf yang digunakan, huruf Pallawa. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Sanskerta. Prasasti itu menyebutkan tentang adanya sebuah mata air yang bersih dan jernih. Di atas tulisan prasasti itu ada beberapa gambar, di antaranya: trisula, kapak, sabit kudi, dan belati atau pisau yang bentuknya amat mirip dengan keris buatan Nyi Sombro, seorang empu wanita dari zaman Pajajaran. Ada pula terlukis kendi, kalasangka, dan bunga teratai.Kendi, dalam filosofi Jawa Kuno adalah lambang ilmu pengetahuan, kalasangka melambangkan keabadian, sedangkan bunga teratai lambang harmoni dengan alam. Keris yang paling masyhur ialah keris Taming Sari yang merupakan senjata Hang Tuah, seorang pahlawan Melayu yang terkenal. Keris juga merupakan salah satu senjata adat suku suku bangsa di Nusantara.

Beberapa Teori Asal Usul Keris Sudah banyak ahli kebudayaan yang membahas tentang sejarah keberadaan dan perkembangan keris dan tosan aji lainnya. G.B. GARDNER pada tahun 1936 pernah berteori bahwa keris adalah perkembangan bentuk dari senjata tikam zaman prasejarah, yaitu tulang ekor atau sengat ikan pari dihilangkan pangkalnya, kemudian dibalut dengan kain pada tangkainya. Dengan begitu senjata itu dapat digenggam dan dibawa-bawa. Maka jadilah sebuah senjata tikam yang berbahaya, menurut ukuran kala itu. Sementara itu GRIFFITH WILKENS pada tahun 1937 berpendapat bahwa Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 4

Desain dan Kebudayaan budaya keris baru timbul pada abad ke-14 dan 15. Katanya, bentuk keris merupakan pertumbuhan dari bentuk tombak yang banyak digunakan oleh bangsa-bangsa yang mendiami kepulauan antara Asia dan Australia. Dari mata lembing itulah kelak timbul jenis senjata pendek atau senjata tikam, yang kemudian dikenal dengan nama keris. Alasan lainnya, lembing atau tombak yang tangkainya panjang, tidak mudah dibawa kemana-mana. Sukar dibawa menyusup masuk hutan. Karena pada waktu itu tidak mudah orang mendapatkan bahan besi, maka mata tombak dilepas dari tangkainya sehingga menjadi senjata genggam. Berbeda dengan pendapat A.J. BARNET KEMPERS, pada tahun 1954 ahli purbakala itu menduga bentuk prototipe keris merupakan perkembangan bentuk dari senjata penusuk pada zaman perunggu. Keris yang hulunya berbentuk patung kecil yang menggambarkan manusia dan menyatu dengan bilahnya, oleh Barnet Kempers bukan dianggap sebagai barang yang luar biasa.Katanya, senjata tikam dari kebudayaan perunggu Dong-son juga berbentuk mirip itu. Hulunya merupakan patung kecil yang menggambarkan manusia sedang berdiri sambil berkacak pinggang (malang-kerik, bahasa Jawa). Sedangkan senjata tikam kuno yang pernah ditemukan di Kalimantan, pada bagian hulunya juga distilir dari bentuk orang berkacak pinggang. Perkembangan bentuk dasar senjata tikam itu dapat dibandingkan dengan perkembangan bentuk senjata di Eropa. Di benua itu, dulu, pedang juga distilir dari bentuk menusia dengan kedua tangan terentang lurus ke samping. Bentuk hulu pedang itu, setelah menyebarnya agama Kristen, kemudian dikembangkan menjadi bentuk yang serupa salib.Dalam kaitannya dengan bentuk keris di Indonesia, hulu keris yang berbentuk manusia (yang distilir), ada yang berdiri, ada yang membungkuk, dan ada pula yang berjongkok, Bentuk ini serupa dengan patung megalitik yang ditemukan di Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta. Ada sebagian ahli bangsa Barat yang tidak yakin bahwa keris sudah dibuat di Indonesia sebelum abad ke-14 atau 15. Mereka mendasarkan teorinya pada kenyataan bahwa tidak ada gambar yang jelas pada relief candi-candi yang dibangun sebelum abad ke-10. SIR THOMAS STAMFORD RAFFLES dalam bukunya History of Java (1817) Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 5

Desain dan Kebudayaan mengatakan, tidak kurang dari 30 jenis senjata yang dimiliki dan digunakan prajurit Jawa waktu itu, termasuk juga senjata api. Tetapi dari aneka ragam senjata itu, keris menempati kedudukan yang istimewa.Disebutkan dalam bukunya itu, prajurit Jawa pada umumnya menyandang tiga buah keris sekaligus. Keris yang dikenakan di pinggang sebelah kiri, berasal dari pemberian mertua waktu pernikahan (dalam budaya Jawa disebut kancing gelung). Keris yang dikenakan di pinggang kanan, berasal dari pemberian orang tuanya sendiri. Anatomi Keris Anatorni keris dikenal juga dengan istilah ricikan keris. Berikut ini akan diuraikan anatorni keris satu persatu : 1. Ron Dha, yaitu ornamen pada huruf Jawa Dha. 2. Sraweyan, yaitu dataran yang merendah di belakang sogogwi, di atas ganja. 3. Bungkul, bentuknya seperti bawang, terletak di tengah-tengah dasar bilah dan di atas ga~qa. 4. Pejetan, bentuknya seperti bekas pijatan ibu jari yang terletak di belakang gandik. 5. Lambe Gajah, bentuknya menyerupai bibir gajah. Ada yang rangkap dan Ietaknya menempel pada gandik. 6. Gandik, berbentuk penebalan agak bulat yang memanjang dan terletak di atas sirah cecak atau ujung ganja. 7. Kembang Kacang, menyerupai belalai gajah dan terletak di gandik bagian atas. 8. Jalen, menyerupai taji ayam jago yang menempel di gandik. 9. Greneng, yaitu ornamen berbentuk huruf Jawa Dha ( ) yang berderet. 10. Tikel Alis, terletak di atas pejetan dan bentuknya rnirip alis mata. 11. Janur, bentuk lingir di antara dua sogokan. 12. Sogokan depan, bentuk alur dan merupakan kepanjangan dari pejetan. 13. Sogokan belakang, bentuk alur yang terletak pada bagian belakang. 14. Pudhak sategal, yaitu sepasang bentuk menajam yang keluar dari bilah bagian kiri dan kanan. 15. Poyuhan, bentuk yang menebal di ujung sogokan. Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 6

Desain dan Kebudayaan 16. Landep, yaitu bagian yang tajam pada bilah keris. 17. Gusen, terletak di be!akang landep, bentuknya memanjang dari sor-soran sampai pucuk. 18. Gula Milir, bentuk yang meninggi di antara gusen dan kruwingan. 19. Kruwingan, dataran yang terietak di kiri dan kanan adha-adha. 20. Adha-adha, penebalan pada pertengahan bilah dari bawah sampal ke atas.

Fungsi Keris Fungsi utama dari senjata tajam pusaka dulu adalah alat untuk membela diri dari serangan musuh, dan binatang atau untuk membunuh musuh. Namun kemudian fungsi dari senjata tajam seperti keris pusaka atau tombak pusaka itu berubah. Di masa damai, kadang orang menggunakan keris hanya sebagai kelengkapan busana upacara kebesaran saat temu pengantin. Maka keris pun dihias dengan intan atau berlian pada pangkal hulu keris. Bahkan sarungnya yang terbuat dari logam diukir sedemikian indah, berlapis emas berkilauan sebagaikebanggaan pemakainya. Lalu, tak urung keris itu menjadi komoditi bisnis yang tinggi nilainya. Selain senjata penusuk , keris merupakan benda yang berfungsi sebagai senjata yang dianggap mempunai daya magis , benda Pusaka , sebagai benda kehormatan, sebagai benda sejarah , sebagai benda komoditi perdagangan , sebagai symbol , sebagai tanda kehormatan , sebagai benda pelengkap upacara , dan sebagai benda pelengkap busana . ( Garret 7 Bronwen Solyom , 1987 . 12. ). Baik secara fisik maupun secara spiritual, keris juga merupakan salah satu kelengkapan pakaian adat -- baik di Pulau Jawa, maupun di pulau-pulau lain di luar Jawa. Selin itu masih ada beberapa fungsi keris lainnya, dalam budaya Indonesia, dan juga budaya Malaysia, Brunai, serta Thailand Selatan.

Pada masa silam keris dapat berfungsi sebagai benda upacara, sebagai Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 7

Desain dan Kebudayaan tanda ikatan keluarga atau dinasti, sebagai atribut suatu jabatan tertentu, sebagai lambang kekuasaan tertentu, dan sebagai wakil atau utusan pribadi pemiliknya. Pada zaman dulu, seorang utusan raja baru dipandang sah bilamana ia membawa serta salah satu keris milik raja yang mengutusnya. Bilamana seorang pegawai kerajaan (abdidalem) menduduki jabatan tertentu, pada upacara wisuda ia akan mendapat sebilah keris jabatan dari atasannya. Sampai kini, di kerajaan Brunei Darussalam, tradisi semacam itu masih tetap dilestarikan. Kekuatan Simbolik Keris Kekuatan simbolik keris dipercayai masyarakat Jawa terletak pada pamor, yaitu bahan campuran pembuatan keris berupa besi meteor. Jenis bahan ini mengandung unsur besi dan nikel. "Pamor adalah benda berasal dari angkasa. Di antara besi pamor terkenal adalah 'pamor Prambanan'. Disebut demikian karena meteor ini jatuh di daerah Prambanan sekitar tahun 1784 di masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwana III di Surakarta," demikian kata Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Timbul Haryono MSc. pamor tersebut sampai sekarang masih disimpan di Keraton Surakarta dan diberi nama Kiai Pamor. Penelitian laboratoris terhadap meteor itu menunjukkan kandungan unsurnya adalah 94,5 persen besi dan 5 persen nikel.

Hubungan keris dengan sarungnya secara khusus oleh masyarakat Jawa diartikan secara filosofi sebagai hubungan akrab, menyatu untuk mencapai keharmonisan hidup di dunia. Maka lahirlah filosofi "manunggaling kawula Gusti", bersatunya abdi dengan rajanya, bersatunya insan kamil dengan Penciptanya, bersatunya rakyat dengan pemimpinnya, sehingga kehidupan selalu aman damai, tentram, bahagia, sehat sejahtera. Selain saling menghormati satu dengan yang lain masing-masing juga harus tahu diri untuk berkarya sesuai dengan porsi dan fungsinya masing-masing secara benar. Namun demikian, makna yang dalam dari tosan aji sebagai karya seni budaya nasional yang mengandung pelbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya,kini terancam perkembangannya karena Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 8

Desain dan Kebudayaan aspek teknologi sebagai sahabat budayanya kurang diminati ketimbang aspek legenda dan magisnya.

Pandangan masyarakat Pandangan sebagian masyarakat (Jawa) terhadap keris akan selalu berkaitkan dengan soal gaib dan berhubungan erat dengan keyakinan (kepercayaan) mereka. Namun kemampuan untuk menafsirkan kegaiban pada setiap keris sangat beragam. Berdasarkan cerita mithos; keris berasal dari pemberian Dewa tanpa diketahui pembuatnya; misalnya keris Pasupati dalam pewayangan diberikan oleh dewa kepada Harjuna karena membunuh raksasa Newatakawaca yang menyerang khayangan (lihat kitab Arjunavivaha) Ada keris yang terjadi dari taring Batara Kala dan bernama Keris Kaladete, keris yang kemudian dimiliki oleh Adipati Karna. Cerita semacam itu banyak diambil dari situs Mahabarata. Keris dalam cerita Arjunavivaha tersebut digambarkan sebagai hadiah Dewa kerena mampu mengalahkan raksasa Newatakawaca dan membawa ketenangan khayangan Demikian juga dengan keris Kaladete diberikan oleh Batara Kala, karena ingin membalas dendam terhadap Gatotkaca. Pada cerita sejarah, ada keris yang berhubungan dengan berdirinya suatu kerajaan, misalnya Keris Empu Gandring yang dipesan oleh Ken Arok akhirnya untuk membunuh Akuwu Tunggul Ametung dar Tumapel; setelah berhasil Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari. Cerita ini terdapat dalam Kitab Pararaton. Diceritakan juga pada jaman Mataram, Ki Ageng Wanabaya (Ki Ageng Mangir) mendapat keris kyai baru. Kyai Baru adalah penjelmaan seekor naga yang sedang bertapa dan membelit Gunung Merapi, sebagai syarat untuk mendapatkan separo kerajaan Pajang. Cerita ini berhubungan dengan terjadinya Rawapening Ambarawa. Dan cerita ini sangat populer dalam masyarakat dan bersifat cerita rakyat

Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 9

Desain dan Kebudayaan

Fenomena keris di atas dalam cerita mitos, cerita sejarah dan cerita rakyat dan bahkan mungkin cerita-cerita yang lain seolah mempunyai kekuatan diluar kemampuan manusia (kekuatan gaib). Bahkan ada cerita tentang keris yang mampu menghilang dan datang dan kembali ke asalnya (Dewa), dan atau pindah ke lain pemilik sesuai kehendaknya. Ini kemudian diyakini oleh sebagian masyarakat karena fenomena gaib atau mempunyai kekuatan diluar kekuatan manusia. Keyakinan masyarakat itu lahir dan berkembang di semua individu masyarakat Jawa . Keyakinan-keyakinan itu menghatarkan keris sebagai artefak yang mampu bertahan sebagai pusaka budaya. Fenomena ini yang disebut dengan metode rekayasa cultural yang mereka terapkan melalui munculnya cerita mitos, cerita sejarah dan cerita rakyat. Keris kemudian bukan lagi sekedar sebagai senjata tetapi merupakan fenomena dalam rangka membangun pilar-pilar kebudayaan. Keris yang konon sebagai senjata tikam, kemudian keris digunakan para prajurit dan pengageng keraton sebagai senjata sekaligus sebagai lambang status dalam tata busana di dalam keraton. Bahkan keris juga dipakai sebagai pelengkap upacara dilingkungan Istana dan keris secara syah menjadi lambang pengagungan dan status kebangsawanan. Keris sebagai Ekspresi Kebudayaan Keris sebagai artefak budaya merupakan hasil dari sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat. Hasil kebudayaan berkaitan dengan sistem simbol, yaitu merupakan acuan dan pedoman bagi kehidupan masyarakat dan sebagai sistem simbol, pemberian makna, model yang ditransmisikan melalui kode-kode simbolik. Pengertian kebudayaan tersebut memberikan konotasi bahwa kebudayaan sebagai ekspresi masyarakat berupa hasil gagasan dan tingkah laku manusia dalam komunitasnya (dalam hal ini adalah masyarakat Jawa).

Keris sebagai hasil budaya merupakan karya manusia yang akrab dengan Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 10

Desain dan Kebudayaan masyarakatnya. Bahkan keris mampu memberikan nilai dan citra simbolik yang diyakini oleh masyarakat sebagai satu bentuk kebudayaan yang adiluhung (klasik). Kini menjadi warisan budaya yang perlu dilestarikan karena dianggap mempunyai nilai dan simbol dalam kehidupan masyarakat Jawa. Berkaitan nilai dan simbol Ida Bagus Gede Yudha Triguna (1997:65), memberi penjelasan tentang nilai dan simbol secara estimologi. Secara estimologis kata simbol berasal dari bahasa Yunani yaitu sumballo (sumballien) yang berarti berwawancara, merenungkan, memperbandingkan, menyatukan. Simbol merupakan pernyataan dua hal yang disatukan dan berdasarkan dimensinya. Nilai berkaitan dengan sesuatu yang dianggap berharga, sedangkan simbol selain memiliki fungsi tertentu juga dapat dimanfaatkan sebagai identitas komunitasnya. Suatu simbol menerangkan fungsi ganda yaitu transenden-vertikal (berhubungan dengan acuan, ukuran, pola masyarakat dalam berprilaku), dan imanen horisontal (Sebagai wahana komunikasi berdasarkan konteknya dan perekat hubungan solidaritas masyarakat pendukungnya). Keris sebagai artefak budaya merupakan ekspresi kebudayaan, dinyatakan oleh RM. Susanto; hasil kebudayaan yang direpresentasikan sebagai artefak dalam bentuk pusaka budaya ataupun guratan dalam bentuk gambargambar pada relief atau kain secara simbolis. Dimensi pelukisan pohon dalam kehidupan manusia banyak memegang peranan penting, baik dalam kehidupan sosial maupun kehidupan beragama. Suatu proses perubahan dari sebuah perilaku budaya, maka pada fase tertentu masih mengacu pada budaya sumber atau induknya. Apabila konsep tersebut dikaitkan dengan keris sebagai ekspresi budaya Jawa, maka bentuk tersebut merupakan hasil proses perubahan (pelestarian dan perkembangan) budaya, yang secara tradisi mengacu pada budaya induk. Orang Jawa sangat menghormati masalah tersebut, sehingga segala perilaku kehidupan selalu dikaitkan dengan budaya induknya (dalam hal ini adalah warisan budaya). Itulah mengapa keris selalu mengacu kepada budaya induk (budaya sumber), sehingga pada gilirannya keris mempunyai pola dan gaya kedaerahan, atau gaya dalam periode tertentu. Keris dalam Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 11

Desain dan Kebudayaan masa tertentu dibandingkan dengan masa tertentu mempunyai pola yang khas masing-masing; keris gaya Majapahit, Pajang, Mataram dan sebagainya dan sebagainya. Fenomena keris dalam pergeseran makna dan nilai budaya Perkembangan teknologi dan informasi dalam era globalisasi dewasa ini. secara tidak langsung akan mempengarui gerak dinamika kehidupan seni budaya. Kemapanan seni budaya terutama kehidupan budaya etnis, akan mengalami perubahan secara kultural. Seni budaya tradisi yang tidak lepas dari ikatan nilai sosio-kultural (hubungan antara seni dan masyarakat), mulai terkoyak oleh perkembangan zaman lewat arus teknologi informasi. Kekentalan ikatan nilai kebersamaan yang membuahkan satu bentuk budaya yang memiliki dan diyakini, akhirnya sedikit demi sedikit bergeser. Ikatan nilai sosio-kultural beralih ke dalam ikatan individu-kultural. Orientasi terhadap kepentingan sosial masyarakat beralih atas kepentingan individu yang fungsional. Keris (tosan Aji) yang dulu merupakan karya tradisi yang punya ikatan sosio-kultural kini bergeser oleh kepentingan individu cultural. Perubahan pranata sosial masyarakat, mengakibatkan perubahan fungsi keris. Keris sebagai senjata tikam dan sekaligus sebagai lambang status kebangsawanan dilingkungan keraton mulai bergeser. Namun perlu dicatat bahwa pergeseran keris tersebut di atas tetap mengacu pada fenomena keraton sebagai sumber budaya pengagungan. Sehingga berbicara keris tidak akan lepas dari keraton sebagai pusat kebudayaan. Itulah mengapa pemakaian keris pada uapacara-upacara hajatan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap mengacu ke dalam Keraton sebagai sumber budaya pengagungan. Bagaimana kedudukan keris keris dalam sejarah bangsa , tidak dapat dipungkiri lagi , dalam cerita maupun sejarah modern , keris banyak berfungsi sebagai obyek sejarah , bahkan keris kadang- kadang dapat menjadi benda penentu sejarah . ( Surono , 1979, 2 . ) Keris sebagai artefak budaya, dalam perkembangan selanjutnya akan

Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 12

Desain dan Kebudayaan dihadapkan oleh dua kekuatan; kekuatan konservasi dan kekuatan progresi, kekuatan dimana satu pihak untuk melestarikan satu pihak ingin maju. Pandangan Konservasi menghendaki segala kekuatan budaya selalu berorientasi kepada masa lalu, sehingga ada benang emas yang menghubungkan budaya kini dan budaya masa lalu tak terpisahkan oleh arus globalisasi. Pandangan progresif menghendaki adanya sebuah perubahan yang mengarah pada modernisasi budaya. Perkembangan seni budaya dari dunia ketiga termasuk Indonesia, dewasa ini dihadapkan dalam dua pilihan tersebut di atas. Kebudayaan nasional yang bertitik tolak dari kebhinekaan dari puncak budaya daerah, mencoba memberi alternatif kemajuan yang secara progresif mengarah perkembangan dunia. Bahkan dapat dikatakan bahwa aset budaya nasional mengarah pada kekuatan konservasiprogresif. Kekuatan tersebut akan membawa konsekuensi logis adanya dua alternatif pelestarian; pelestarian preservatif dan konservatif. Keris secara preservasi di simpan dan dirawat sebagai salah satu budaya kelanggengan sebagai pusaka budaya. Pelestarian konservasi merupakan pelestarian dengan mencoba mengembangkan nilai sesuai dengan pranata sosial masyarakat. Pengaruh teknologi dan informasi dalam era globalisasi ini akan

mempengarui pertumbuhan dan perkembangan budaya daerah, otomatis akan mempengarui kebudayaan nasional yang mengacu pada puncak budaya daerah. Kebudayaan yang merupakan kekayaan budaya nasional mulai terancan eksitensi dan essensinya. Keris sebagai kekuatan transenden dan sebagai budaya keyakinan lokal pada masyarakat mulai tergeser pada kekuatan ontologis yang mengarah pada kekuatan untuk menguasai dan mengolah budaya lokal sebagai budaya alternatif , dan keris dihadapkan pada pasar. Keris yang konon sebagai lambang status kebangsawanan, kini dihadapkan oleh budaya alternatif (budaya massa) sebagai salah satu alternatif pelesatarian. Keris yang konon sebagai benda bertuah dan dikeramatkan, dirumat dan diyakini sebagai pusaka. Kini keris merupakan benda alternatif Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 13

Desain dan Kebudayaan seolah barang dagangan siap jual dan menunggu pembelinya. Dinamika budaya yang muncul pada dekade terakhir, apa bila dikaitkan dengan perkembangan kesenian nampak adanya pergeseran secara kultural. Pergeseran itu akibat munculnya menejemen global dalam era globalisasi yang merambat masuk pada belahan dunia ketiga. Permasalah seperti ini mengingatkan kita pada pergeseran budaya secara politik akibat adanya pendidikan populer di Amerika kurang lebih satu abad yang lalu. Di Amerika Serikat pada akhir abad XIX, muncul dua kebudayaan yang disebut sebagai High culture yang merupakan seni tradisional dan Mass Culture yang pada awalnya merupakan pemasaran hasil produksi pabrik pada waktu itu (Macdonald,tth). Mass culture kemudian dikembangkan dalam bentuk kesenian lewat; novel, cerpen, komik, cerita detektif dan seni yang dikemas dalam mass-media; majalah, radio, televisi dan media seni rupa yang kemudian mereka sebut dengan istilah populer art. Alasan historis tumbuhnya kebudayaan massa tersebut, karena adanya demokrasi politik dan pendidikan populer mulai membabat dan menggeser monopoli kebudayaan tua klas atas (kebudayaan tradisi klasik) saat itu. Usaha menemukan bisnis pasar yang menguntungkan dalam kebutuhan kebudayaan, lewat kesadaran massa yang baru. Pemanfaatan kemajuan teknologi memungkinkan terjadinya hasil produksi yang murah dari bukubuku, majalah, gambar, musik dan perabotan lain, dalam jumlah yang dapat mencukupi untuk memuaskan pasaran. Teknologi modern juga menciptakan media baru seperti bioskop dan televisi yang secara khusus menyesuaikan dengan produksi massa dengan kekuatan distribusinya. Kekuatan tersebut membawa hubungan antara high culture dan mass culture tidak seperti daun dan rantingnya tetapi lebih merupakan daun dengan ulat. Secara essensial seni budaya massa yang berkembang di barat tersebut kini merembes ke seluruh dunia, terutama pada saat munculnya urbanisasi akibat perkembangan industri di kota-kota besar termasuk di Indonesia.

Seni budaya masa yang sering disebut seni populer, merupakan rekayasa Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 14

Desain dan Kebudayaan budaya yang berorientasi dari perluasan kontinuitas pada seni rakyat atau seni yang berkembang dari masyarakat. Seni rakyat berkembang dari arus bawah, sedang populer art atau mass culture (budaya massa) berkembang sesuai dengan rekayasa klas atas. dikatakan demikian karena produk budaya massa dibuat oleh teknisi-teknisi yang disewa oleh para pengusaha; audiennya merupakan konsumen yang pasif, partisipasinya bukan karena adanya ikatan nilai sosio-cultural seperti pada seni rakyat tetapi partisipan dihadapkan pada alternatif membeli atau tidak. Fenomena Keris sebagai budaya massa atau seni populer di Indonesia, mulai terasa dan bahkan sudah menjadi trend di dalam perkembangan bisnis kesenian. Kesenian yang konon merupakan satu kebudayaan yang punya kekuatan spirutuil, nilai magis, sebagai satu hiburan dan sekaligus sebagai tuntunan hidup yang diyakini kini mulai terkoyak eksistensinya. Seni rakyat mulai direkayasa sebagai satu bentuk kesenian yang mengarah pada seni komuditas, sebagai satu alternatif pemenuhan paket-paket pariwisata dengan satu atribut Identitas budaya daerah. Seni rakyat dengan berbagai ragam bentuk dan ragam budaya daerah yang merupakan kekayaan bumi nusantara diancam eksistensinya oleh rekayasa kultural yang berkembang akibat perkembangan teknologi dan informasi yang semakin global. Peningkatan sumber daya manusia yang menitik beratkan pada kekayaan daerah, mau tidak mau akan menoleh terhadap ragam seni rakyat di daerah sebagai alternatif garap yang mengarah pada seni komoditas, itu tak mungkin dapat dielakkan. Kesenian sebagai identitas budaya daerah, kesenian rakyat sebagai aset budaya daerah, kesenian sebagai aset budaya pariwisata yang diharapkan akan menambah inkam perkapita diharapkan mampu menambah devisa negara akan menjadikan prospek seni yang mengarah pada seni komoditas dan mengacu pada seni budaya massa. Rekayasa arus atas akan mengancam eksestensi dan essensi seni yang sudah lama berkembang di masyarakat. Ikatan nilai sosio-cultural dari arus bawah akan digeser oleh rekayasa kultural dalam berbagai alasan. Seni dijual sebagai satu rekayasa Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 15

Desain dan Kebudayaan kultural komunitasnya. Kekokohan kekentalan ikatan nilai sosio-cultural pada kesenian tradisi sebagai high culture terancam oleh kerakusan mass culture yang semakin menjanjikan segala impian. Dan itulah fenomena yang hadir di Indonesia ini. Kesimpulan Dalam dunia keris terdapat beberapa kelompok pandangan yang berbeda. Pandangan pertama yang berkembang bahwa : 1. Keris adalah hasil kebudayaan, kesenian. 2. Kemudian pandangan kedua yang telah sejak lama berkembang di kalangan masyrakat (Jawa), secara umum lebih meyakini bahwa keris merupakan senjata pusaka dikarenakan daya gaib atau tuah yang dimilikinya. 3. Sedangkan menurut pandangan ketiga yang berkembang di kalangan yang sangat terbatas, keris merupakan pusaka dengan berbagai variasi pemaknaannya dan fungsinya. 4. Pandangan keempat mengungkapkan bahwa keris dapat dikatakan sebagai bagian dari fetishisme antropologi karena apabila kita berbicara mengenai keris , tentu saja itu kental sekali dengan adanya mitos yang berbicara soal keyakinan, kekuatan tertentu yang disembah sebagai sesuatu yang bersifat magis. Dari keempat pandangan diatas dapat kita ketahui bahwa keris merupakan karya agung yang harus dilestarikan. Karena jika dilihat dari kacamata desain, sebuah keris memiliki berbagai keunikan yang sangat spesifik. Terbukti dari nilai spiritual dan fenomena dari masa ke masa perjalanan keris. Jika ditilik dari makna yang terkandung pada sebilah keris, disitu tercermin kearifan lokal terutama masyarakat jawa yang menjadikan keris sebagai simbol kekuatan sekaligus mewakili karakter yang memilikinya. Fenomena dan desain keris mempunyai kekuatan tersendiri dalam membentuk kearifan lokal yang selanjutnya bisa menjadi indikator kebudayaan di suatu tempat. Transformasi budaya yang terjadi pada awalnya terlalu didominasi oleh Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 16

Desain dan Kebudayaan kebudayaan superior dengan demikian terjadi proses pemaksaan dari kebudayaan progresif kepada kebudayaan yang lebih lemah. Perkembangan di era globalisasi yang semakin mengarah ke dunia Barat diharapkan agar dapat terus melestarikan nilai tradisi walaupun teknologi semakin maju dan canggih, .supaya nilai esensi dari sebilah keris tetap pada porsinya. Kita sebagai bangsa Indonesia mempunyai tanggung jawab penuh dalam usaha preservasi dari sebuah keris yang sudah menjadi salah satu identitas bangsa.

Fenomena Keris Pergeseran Makna dan Nilai Kultural 17