Tugas Individu Dasar Pancasilla
-
Upload
muhammad-rae-febrian -
Category
Documents
-
view
3 -
download
1
description
Transcript of Tugas Individu Dasar Pancasilla
PENDIDIKAN
PANCASILA
Nama : Muhammad Rae FebrianNIM : 1510713001Program Studi : Kesehatan Masyarakat
UPN “VETERAN” JAKARTATahun Akademik 2015/16
Pancasila Era Pra Kemerdekaan
Ahli geologi menyatakan bahwa kepulauan Indonesia terjadi dalam pertengahan zaman
tersier, kira-kira 60 juta tahun silam. Baru pada zaman quarter yang dimulai sekitar 600.000
tahun yang silam Indonesia didiami oleh manusia berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan.
Berdasarkan artefak yang mereka tinggalkan, mereka mengalami hidup tiga zaman yaitu:
Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum. Pada masa prasejarah tersebut, sebenarnya inti dari
kehidupan mereka adalah nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Yaitu:
1. Nilai Religious, Adanya sistem penguburan mayat diketahui dari ditemukannya
kuburan serta kerangka di dalamnya. Selain itu juga ditemukan alat-alat yang digunakan untuk
aktivitas religi seperti upacara mendatangkan hujan, dll. Adanya keyakinan terhadap pemujaan
roh leluhur juga dan penempatan menhir (kubur batu) di tempat-tempat yang tinggi yang
dianggap sebagai tempat roh leluhur, tempat yang penuh keajaiban dan sebagai batas antara
dunia manusia dan roh leluhur.
2. Nilai Perikemanusiaan, Tampak dalam perilaku kehidupan saat itu misalnya
penghargaan terhadap hakikat kemanusiaan yang ditandai dengan penghargaan yang tinggi
terhadap manusia meskipun sudah meninggal. Hal ini menggambarkan perilaku berbuat baik
terhadap sesama manusia, yang pada hakekatnya merupakan wujud kesadaran akan nilai
kemanusiaan. Mereka juga sudah mengenal sistem barter antara kelompok pedalaman dengan
pantai dan persebaran kapak. Selain itu mereka juga menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa
lain. Hal ini menandakan bahwa mereka sudah bisa menjalin hubungan sosial.
3. Nilai Kesatuan, Adanya kesamaan bahasa Indonesia sebagai rumpun bahasa
Austronesia, sehingga muncul kesamaan dalam kosa kata dan kebudayaan. Hal ini sesuai dengan
teori perbandingan bahasa menurut H.Kern dan benda- benda kebudayaan Pra Sejarah Von
Heine Gildern. Kecakapan berlayar karena menguasai pengetahuan tentang laut, musim, perahu,
dan astronomi, menyebabkan adanya kesamaan karakteristik kebudayaan Indonesia. Oleh karena
itu tidak mengherankan jika lautan juga merupakan tempat tinggal selain daratan. Itulah
sebabnya mereka menyebut negerinya dengan istilah Tanah Air.
4. Nilai Musyawarah, Kehidupan bercocok tanam dilakukan secara bersama-sama.
Mereka sudah memiliki aturan untuk kepentingan bercocok tanam, sehingga memungkinkan
tumbuh kembangnya adat sosial. Kehidupan mereka berkelompok dalam desa-desa, klan, marga
atau suku yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih secara musyawarah berdasarkan
Primus Inter Pares (yang pertama diantara yang sama).
5. Nilai Keadilan Sosial, Dikenalnya pola kehidupan bercocok tanam secara gotong-
royong berarti masyarakat pada saat itu telah berhasil meninggalkan pola hidup foodgathering
menuju ke pola hidup foodproducing. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu upaya kearah
perwujudan kesejahteraan dan kemakmuran bersama sudah ada.
Pancasila Era Kemerdekaan
Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima oleh Amerika
Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang. Sehari kemudian BPUPKI
berganti nama menjadi PPKI menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan
Indonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki yang membuat Jepang menyerah kepada
Amerika dan sekutunya. Peristiwa ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya. Untuk merealisasikan tekad tersebut, maka pada tanggal
16 Agustus 1945 terjadi perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan
teks proklamasi yang berlangsung singkat, mulai pukul 02.00-04.00 dini hari. Teks proklamasi
sendiri disusun oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Soebardjo di ruang makan
Laksamana Tadashi Maeda tepatnya di jalan Imam Bonjol No 1. Konsepnya sendiri ditulis oleh
Ir. Soekarno. Sukarni (dari golongan muda) mengusulkan agar yang menandatangani teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Isi Proklamasi
Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang tertuang dalam Piagam
Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan melawan
imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar pembentukan Negara Republik
Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam Perjanjian San Francisco (26 Juni 1945)
dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu ialah sumber berdaulat yang memancarkan
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (Yamin, 1954: 16). Piagam Jakarta ini kemudian
disahkan oleh sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi pembentukan UUD 1945,
setelah terlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) kata dari kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya”, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak melakukan
interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yang dikelompokkan
dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh berusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekedar
kompromi politik atau kontrak sosial.
Mereka memandang Pancasila tidak hanya kompromi politik melainkan sebuah filsafat
sosial atau weltanschauung bangsa. Kedua, mereka yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah
kompromi politik. Dasar argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang
BPUPKI dan PPKI. Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik di antara
golongan nasionalis netral agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan takdir Alisyahbana dkk) dan
nasionalis Islam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk) mengenai dasar
negara.
Pancasila Era Orde Lama
Kedudukan pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa yang pernah
dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar untuk pertama kalinya pada akhir
dua dasa warsa setelah proklamasi kemerdekaan.meredupnya sinar api pancasila sebagai
tuntunan hidup berbangsa dan bernegara bagi jutaan orang diawali oleh kehendak seorang kepala
pemerintahan yang terlalu gandrung pada persatuan dan kesatuan. Kegandrungan tersebut
diwujudkan dalam bentuk membangun kekuasaan yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin
bangsa yang dapat menyelesaikan sebuah revolusi perjuanagan bangsa atas bansa dan
penghisapan manusia dengan manusia.
Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku demokrasi
terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, presiden soekarno meletakkan
dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi
terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan bahkan
terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan kepentingan tertentu.
Pada masa pemerintahan orde lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi
penyimpangan yang dilakukan presiden dan juga mprs yang bertentangan dengan pancasila dan
uud 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang
presiden dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan dpr terhadap kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan
sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi
tersebut adalah munculnya pemberontakan G30S/pKI yang sangat membahayakan keselamatan
bangsa dan Negara. Mengingat keadaan makin membahayakan Ir.soekarno selaku presiden RI
memberikan perintah kepada Letjen soeharto melalui surat perintah 11 maret 1969 (supersemar)
untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban dan
ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya supersemar tersebut dianggap sebagai
awal masa orde baru.
PANCASILA ORDE BARU
Era Orde Baru dalam sejarah republic ini merupakan masa pemerintahan yang terlama,
dan bias juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam artian tidak
banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan
maraknya pembangunan di segala bidang. Era pembangunan, era penug kestabilan,
menumbulkan romantisme dari banyak kalangan.
Di era Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari
keberadaan pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan
kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan
nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu
yang mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di Era Orde Baru sendiri terrkesan
“menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar Negara sebagai alat politik
untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal tersebut, penanaman nilai nilai Pancasila di Era
Orde Baru juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan social rakyat Indonesia. Kepedulian
antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-
royong sangat dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai nilai tersebut dapat dilihat dari
penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang menyatakan
bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas,
perkumpulan, dan sebagainya haruslah menggunakan Pancasila sebagai asas utamanya.
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan pemerintah terkait penanaman nilai nilai Pancasila,
yaitu P4 atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Materi penataran P4 bukan
hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti UUD1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN), Wawasan Nusantaram dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan nasionalisme
dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisasikan pada seluruh komponen bangsa sampai level
bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru SD, sampai dengan SMA, yang lalu dilanjutkan
di perguruan tinggi hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh
melalui Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(BP7) dengan metode indoktrinasi.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan Negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen,
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan Negara, nasib Pancasila dan UUD 1945
menjadi semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku
masyarakat. Seakan-akan ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai
dengan keinginan penguasa, sebaliknya dianggap salah kalu bertentangn dengan kehendaknya.
Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan Negara dalam prakteknya
malah dengan mudahnya dikriminalisasi.
Penanaman nilai nilai Pancasila pada saat iru dilakukan tanpa sejalan dengan fakta yang
terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah. Akibatnya, bukan nilai nilai Pancasila
yang meresap ke dalam kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam
masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai nilai kehidupan tidak disertai
dengan keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakat pun tidak menerima
adalanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang benar benar pro-
rakyat.
Pancasila Era Reformasi
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar
Negara dan ideology nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga Negara Indonesia
memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa
orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan
jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional
yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi
Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus
diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-
dimensi yang melekat padanya.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan
dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk
memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa
kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai
penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan
menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan
masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan
dan elan vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan
Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya bangsa ini,
yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih
konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.