Dasar dasar perilaku individu
-
Upload
riama-desy-sibuea -
Category
Documents
-
view
1.308 -
download
1
description
Transcript of Dasar dasar perilaku individu
DASAR-DASAR PERILAKU
INDIVIDU
Kelompok 1
1. Johan Salimukdin (1201120072)
2. Moina Elfrida Butar-butar (1201134964)
3. Riama D H Sibuea (1201112523)
4. Risfan Pratama (120 )
5. Royen Aller Sianipar (1201134856)
ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada
waktunya. Semoga tugas ini dapat digunakan sebagai acuan, petunjuk maupun bahan bacaan
bagi para pembaca.
Adapun judul dari tugas ini adalah “Dasar-dasar Perilaku Individu”. Tugas ini berisikan
mengenai perilaku individu, perbedaan perilaku individual, factor yang mempengaruhi perilaku
individual, dan sebagainya.
Kami mengucapkan terima kasih, khususnya kepada Bapak pembimbing kami Bapak
Drs. Kasmiruddin, M.si yang telah membimbing kami, dan kami tidak lupa mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang mendukung dalam penyelesaikan tugas ini. Harapan kami dalam
membuat tuas ini semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkahi tugas ini dan dapat benar-benar
bermanfaat bagi kami dan pembaca.
kami sebagai manusia sadar akan ketidaksempurnaan kami dalam pembuatan tugas ini,
tugas ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, baik dari isi, gaya bahasa, maupun
ketidaksesuaian dalam penggunaan kalimat . Untuk itu kami mohon maaf atas kekurangan dan
kesalahan dalam pembuatan tugas ini.
Pekanbaru, April 2014
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perilaku Individu ......................................................................................... 3
2.2 Perbedaan Individual ................................................................................ 3
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Individu ........................................ 5
2.3.1 Karakteristik Biografis ........................................................................ 5
2.3.2 Kemampuan ......................................................................................... 7
2.3.3 Proses Belajar ..................................................................................... 9
2.3.4 Persepsi ............................................................................................... 10
2.4 Pendekatan – Pendekatan Untuk Memahami Perilaku Individu ............... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 14
3.2 Saran ......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya setiap individu memiliki suatu kebutuhan hidup, mulai dari yang
sederhana (primer) sampai kebutuhan yang lebih atau luas (tersier). Karena untuk memenuhi
kebutuhannya, setiap individu memerlukan suatu tempat untuk memenuhi kebutuhannya.
Maka dari itu, manusia memerlukan organisasi untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Baik
itu organisasi di bidang pendidikan, hobi, pekerjaan, dan lain – lain. Dalam perilaku
organisasi dijelaskan bagaimana perbedaan kebutuhan antar individu, karakter – karakter
setiap individu, dan komunikasi antar individu yang berpengaruh dalam pencapain tujuan
itu.
Organisasi di sebut sebagai sistem sosial karena di dalamnya terdapat sekelompok
orang yang mempunyai hubungan keterkaitan antara satu dengan lainnya sehingga
bersosialisasi dengan para pelaku organisasi. Dalam perilaku organisasi, individu – individu
harus mampu menyesuaikan dirinya dengan bersosialisasi dengan yang lain. Ini akan
membuat tugas yang telah diberikan akan terasa mudah karena tugas tersebut bisa dilakukan
secara bersama – sama. Karena setiap orang mempunyai kebutuhan, maka sebaiknya dalam
berperilaku organisasi seseorang mampu bereksistensi dengan orang lain agar mampu
melaksanakan tujuan yang ingin dicapai.
Organisasi merupakan suatu perkumpulan orang yang memilki tujuan bersama untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Perilaku organisasi merupakan pembelajaran tentang suatu
sifat/karakteristik individu yang tercipta di lingkungan suatu organisasi. Karena manusia
berbeda – beda karakteristik, maka perilaku organisasi berguna untuk mengetahui sifat –
sifat individu dalam berkinerja suatu organisasi. Pembelajaran perilaku organisasi akan
mengetahui tentang cara – cara mengatasi masalah – masalah yang ada di lingkungan
organisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa sebenarnya perilaku individu ?
2. Bagaimana perbedaan individual ?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individual ?
4. Apa dan bagaimana melakukan pendekatan untuk memahami perilaku individu ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui perilaku individu.
2. Untuk memahami perbedaan individual.
3. Untuk memahami factor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu.
4. Untuk mengetahui cara pendekatan terhadap pemahaman perilaku individu.
5. Sebagai salah satu pemenuhan tugas mata kuliah perilaku organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perilaku Individu
Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja organisasi sangat
tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam
perusahaan itu, para karyawanlah yang menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai
upaya meningkatkan produktivitas perusahaan harus dimulai dari perbaikan produktivitas
karyawan. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting
dalam rangka meningkatkan kinerjanya.
Karyawan sebagai individu ketika memasuki perusahaan akan membawa kemampuan,
kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan pengalaman masa lalunya
sebagai karakteristik individualnya. Oleh karena itu, maaf-maaf kalau kita mengamati
karyawan baru di kantor. Ada yang terlampau aktif, maupun yang terlampau pasif.
Hal ini dapat dimengerti karena karyawan baru biasanya masih membawa sifat-sifat
karakteristik individualnya. Selanjutnya karakteristik ini menurut Thoha (1983), akan
berinteraksi dengan tatanan organisasi seperti: peraturan dan hirarki, tugas-tugas, wewenang
dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem pengendalian. Hasil interaksi tersebut
akan membentuk perilaku-perilaku tertentu individu dalam organisasi.
Gibson Cs. (1996) menyatakan perilaku individu adalah segala sesuatu yang dilakukan
seseorang, seperti : berbicara, berjalan,berfikir atau tindakan dari suatu sikap. Sedangkan
menurut Kurt Levin, perilaku ( Behavior = B ) individu pada dasarnya merupakan fungsi
dari interakasi antara Person/individu (P) yang bersangkutan dengan lingkungan
(Enviroment = E).
Dari pengertian tersebut perilaku individu dapat diartikan sebagai suatu sikap atau
tindakan serta segala sesuatu yang dilakukan manusia atau individu itu sendiri baik yang
dilakukan dalam bekerja maupun diluar pekerjaan seperti menulis, bertukar pendapat,
berfikir dan sebagainya. Setiap individu mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga
setiap manusia mempunyai keunikan-keunikan tersendiri.
Perilaku individu dalam organisasi adalah bentuk interaksi antara karakteristik individu
dengan karakteristik organisasi. Setiap individu dalam organisasi, semuanya akan
berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya akan dipengaruhi oleh masing-masing
lingkungannya yang memang berbeda. Individu membawa sifat / ciri khas sikap ke dalam
tatanan organisasi seperti kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan
pengalaman masa lalunya. Karakteristik yang dipunyai individu ini akan dibawanya
manakala memasuki lingkungan baru yaitu oraganisasi atau yang lainnya. Organisasi juga
merupakan suatu lingkungan yang mempunyai karakteristik seperti keteraturan yang
diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan, tugas, wewenang, tanggung jawab, sistem
penggajian, sistem pengendalian, dan sebagainya.
2.2 Perbedaan Individual
Setiap individu pun memiliki kemampuan yang berbeda, kemampuan secara langsung
mempengaruhi tingkat kinerja dan kepuasan karyawan melalui kesesuaian kemampuan –
pekerjaan. Dari sisi pembentukan perilaku dan sifat manusia, perilaku individu akan
berbeda di karenakan oleh kemampuan yang dimilikinya juga berbeda. Pembelajaran
merupakan bukti dari perubahan perilaku individu. Pembelajaran terjadi setiap saat dan
relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman.
Meski manusia dapat belajar dan dapat dipengaruhi oleh lingkungan mereka, terlalu
sedikit perhatian yang diberikan dalam peran yang di mainkan pada evolusi pembentukan
perilaku manusia. Para psikologi evolusioner memberitahu kita bahwa manusia pada
dasarnya sudah terbentuk ketika dilahirkan. Kita lahir di dunia ini dengan sifat-sifat yang
sudah mendarah daging, diasah, dan diadaptasikan terus selama jutaan tahun, yang
membentuk dan membatasi perilaku kita. Psikologi evolusioner menentang pemahaman
yang menyatakan bahwa manusia bebas untuk mengubah perilaku jika dilatih atau
dimotivasi. Akibatnya, kita menemukan bahwa orang dalam tataran organisasi sering
berperilaku dengan cara yang tampaknya tidak bermanfaat bagi diri mereka sendiri atau
majikan mereka.
Namun B.F. Skinner, dengan bangga menyatakan keyakinannya dalam membentuk
perilaku individu dalam lingkungan, “Berikan saya seorang anak pada saat kelahirannya dan
saya dapat berbuat seperti apa yang Anda inginkan”.
karena itu penting bagi manajer untuk mengenalkan aturan-aturan perusahaan kepada
karyawan baru. Misalnya dengan memberikan masa orientasi.
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Individu
2.3.1 Karakteristik Biografis
Karakteristik biografis adalah karakteristik pribadi, yang tercakup banyak dan
berisi sejumlah konsep yang kompleks. Data-data karakteristik biografis lebih mudah
diperoleh melalui responden sendiri atau melalui dokumen pribadi di bagian personalia.
Karakteristik-karakteristik yang nyata adalah usia, gender atau jenis kelamin, ras, status
kawin, dan masa kerja.
1. Usia
Hubungan antara usia dan kinerja pekerjaan merupakan suatu masalah yang penting.
Ada sedikitnya tiga alasan untuk ini. Pertama, adanya kepercayaan yang luas bahwa
kinerja pekerjaan menurun seiring bertambahnya usia. Kedua, suatu kenyataan bahwa
angkatan kerja semakin menua. Dan alasan ketiga adalah perundang-undangan Amerika
Serikat, yang dengan segala alas an, melarang perintah pensiun. Sekarang, sebagian besar
pekerja Amerika Serikat tidak harus pensiun pada usia 70.
hubungan Umur – Turnover = umur meningkat maka tingkat turnover menurun.
Alasannya karena alternatif pekerjaan (option) yang semakin sedikit, penghasilan lebih
tinggi yang telah diperoleh, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik.
Hubungan Umur – Absensi = Umur meningkat, maka ketidakhadiran yang disengaja
menurun, dan ketidakhadiran yang tidak disengaja meningkat pula. Mengingat umur yang
bertambah berarti adanya keluarga yang harus dibina. ketidakhadiran yang disengaja
jarang sekali dilakukan, karena melihat pada nilai gaji yang terpotong bila tidak masuk
kerja. Dan ketidakhadiran yang tidak disengaja meningkat pula, contoh : bila ada salah
satu anaknya yang sakit.
Hubungan Umur – Produktivitas = umur meningkat, maka produktifitas menurun.
Alasan : menurunnya kecepatan, kecekatan, dan kekuatan. Juga meningkatnya kejenuhan
atau kebosanan, dan kurangnya rangsangan intelektual. Namun ada juga study yang
mengemukakan bahwa hubungan umur dengan produktifitas ternyata tidak ada
hubungannya sama sekali. Dengan alasan : menurunnya ketrampilan jasmani tidak cukup
ekstrem bagi menurunnya produktifitas. Dan meningkatnya umur biasanya diimbangi
dengan meningkatnya pengalaman.
Hubungan umur – kepuasan kerja = bagi karyawan profesional : umur meningkat,
kepuasan kerja juga meningkat. Bagi karyawan non-profesional : kepuasan merosot
selama usia tengah baya dan kemudian naik lagi dalam tahun-tahun selanjutnya. Bila
digambarkan dalam bentuk kurva, akan berbentuk kurva U.
2. Jenis kelamin (Gender)
Hanya terdapat sedikit perbedaan antara pria dan wanita yang mempengaruhi kinerja
mereka misalnya tidak terdapat perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam
hal kemampuan memecahkan masalah, menganalisis, dorongan kompetitif, motivasi,
sosiabilitas atau kemampuan belajar. Berbagai penelitian psikologis menyatakan bahwa
para wanita lebih bersedia menyesuaikan diri terhadap otoritas dan pria lebih agresif serta
lebih mungkin untuk memiliki pengharapan sukses dibandingkan para wanita, tapi
perbedaan-perbedaan tersebut kecil. Satu permasalahan yang tampak memang berbeda
dalam hal gender. Khususnya saat karyawan memilki anak usia prasekolah, adalah
preferensi terhadap jadwal kerja. Seorang ibu yang bekerja kemungkinan lebih memilih
jadwal kerja paruh waktu yang fleksibel sebagai cara untuk mengakomodasi tanggung
jawab keluarga.
Tidak ada beda yang signifikan / bermakna dalam produktifitas kerja antara pria
dengan wanita.
Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa jenis kelamin karyawan memperngaruhi
kepuasan kerja.
Hubungan gender – turnover = beberapa studi menjumpai bahwa wanita mempunyai
tingkat keluar yang lebih tinggi, dan studi lain menjumpai tidak ada perbedaan antara
hubungan keduanya.
Hubungan gender – absensi = wanita mempunyai tingkat absensi yang lebih tinggi
(lebih sering mangkir). dengan alasan : wanita memikul tanggung jawab rumah tangga dan
keluarga yang lebih besar, juga jangan lupa dengan masalah kewanitaan.
3. Ras
Ras telah dipelajari sedikit banyak dalam perilaku organisasi, khususnya dalam
hubungannya terhadap hasil-hasil pekerjaan seperti keputusan pemilihan personel,
evaluasi kinerja, dan diskriminasi di tempat kerja.
Dalam situasi pekerjaan, terdapat sebuah kecenderungan bagi individu untuk lebih
menyukai rekan-rekan kerja dari ras mereka sendiri dalam evaluasi kinerja, keputusan
promosi, dan kenaikan gaji.
4. Status kawin
Mengenai dampak status perkawinan dengan produktivitas tidak cukup penelitian
untuk menarik kesimpulan. Namun penelitian yang konsisten menjelaskan bahwa
karyawan yang menikah lebih sedikit absensinya, mengalami pergantian lebih rendah, dan
lebih puas dengan pekerjaan daripada rekan sekerjanya yang masih lajang.
5. Masa kerja atau masa jabatan
Tinjauan ektensif mengenai hubunga senioritas dan produktivitas kerja telah
dilakukan. Dimana adanya hubungan positif antara senioritas dan produktivitas kerja,
dimana masa kerja diekspresikan sebagai pengalaman kerja, yang menjadi dasar untuk
perkiraan yang baik atas produktivitas karyawan. Secara konsisten menunjukkan bahwa
senioritas berhubungan negative dengan tingkat ketidakhadiran. Bahkan dalam
hubungannya baik dengan frekuensi absensi dan total hari kerja yang hilang, masa jabatan
merupakan variable penting yang berpengaruh.
2.3.2 Kemampuan
1. Kemampuan fisik
Kemampuan fisik yaitu kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas
yang menuntut stamina, kekuatan, kecekatan, dan keterampilan. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan bahwa kemampuan dasar yang dilibatkan karyawan dalam
melakukan pekerjaan jasmani, dan masing-masing individu berbeda kemampuan dasar
yang dimiliki.
1) Faktor Kekuatan
a.Kekuatan Dinamis adalah kekuatan yang menggunakan otot secara terus
menerus atau berulang-ulang.
b. Kekuatan Tubuh adalah kemampuan memanfaatkan kekuatan otot
menggunakan otot tubuh (khususnya otot perut).
c.Kekuatan Statis adalah kemampuan menggunakan kekuatan terhadap objek
eksternal..
d. Kekuatan Eksplosif adalah kemampuan mengeluarkan energi maksimum
dalam satu atau serangkaian tindakan eksplosif
2) Faktor Fleksibilitas
a.Fleksibikitas Luas adalah kemampuan menggerakan tubuh dan otot punggung
sejauh mungkin.
b. Fleksibilitas Dinamis adalah kemampuan membuat gerakan-gerakan lentur
yang cepat dan berulang-ulang.
3) Faktor Lainnya
a.Koordinasi Tubuh adalah Kemampuan mengoordinasikan tindakan secara
bersamaan dari bagian-bagian tubuh yang berbeda.
b. keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan keseimbangan
meskipun tedapat gaya yang mengganggu keseimbangan.
c.Stamina adalah kemampuan menggerakan upaya maksimum yang
membutuhkan usaha berkelanjutan.
Ketika kemampuan-pekerjaan tidak sesuai karena karyawan memiliki keterampilan
yang jauh melebihi persyaratan untuk pekerjaan tersebut, kinerja pekerjaan kemungkinan
akan memadahi tetapi akan terdapat ketidakefesienan dan penuruna tingkat kepuasan
karyawan. Kemampuan Intelektual atau Fisik tertentu yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan dengan memadai bergantung pada persyaratan kemampuan dari pekerjaan
tersebut. Sebagai contoh seorang pilot membutuhkan kemampuan visualisasi spasial yang
kuat dan koordinasi tubuh yang baik. Mengarahkan perhatian hanya pada kemampuan
karyawan atau pada persyaratan kemampuan dari pekerjaan akan mengabaikan fakta
bahwa kinerja karyawan bergantung pada interaksi keduannya.
2. Kemampuan intelektual
Kemampuan intelektual yaitu kemampuan yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan mental. Untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang dapat menggunakan
test IQ dan test-test lain untuk masuk ke sebuah perguruan tinggi. Ada tujuh dimensi yang
membentuk kemampuan intelektual yakni : kemahiran berhitung (numeric), pemahaman
verbal, kecepatan perceptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang dan
daya ingat. Test-test yang menilai semua kemampuan tersebut merupakan suatu perkiraan
yang valid terhadap kemampuan pekerjaan pada semua tingkat pekerjaan. Segala test yang
mengukur kemampuan atau kecerdasan khusus merupakan perkiraan yang kuat dari
kinerja.
2.3.3 Proses belajar
Pembelajaran (learning) terjadi setiap waktu. Pembelajaran secara umum adalah
setiap perubahan perilaku yang relative permanent, terjadi sebagai hasil pengalaman.
Perubahan perilaku menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi dan pembelajaran
adalah perubahan perilaku.
Menurut Stephen P. Robbins defenisi yang dikemukakannya memiliki komponen
yang perlu diklarifikasi, yakni :
Belajar itu sendiri melibatkan perubahan. Perubahan itu dapat baik atau buruk,
tergantung dari perilaku yang dipelajari.
Pelajaran itu harus relative permanen. Perubahan sementara bersifat reflektif
dan gagal mewakili pembelajaran apapun.
Melibatkan perilaku, artinya proses belajar dianggap sudah terjadi dapat dilihat
adanya perubahan perilaku.
Beberapa bentuk pengalaman hidup penting artinya belajar. Pengalaman-
pengalaman inui dapat diperoleg secara langsung maupun secara tidak
langsung.
Teori pembelajaran terdiri dari 3, yakni :
Pengkondisian Klasik (Clasiccal conditional)
Dikemukakan oleh Paplov. Hasil percobaanya terhadap anjing mengenai
keterkaitan antara stimulus dan respon menunjukkan bahwa stimulus yang
tidak dikondisikan akan menghasilkan respons yang tidak dikondisikan pula,
dan melalui proses belajar maka stimulus yang dikondisikan itu akan
menghasilkan respons yang dikondisikan.
Pengkondisian Operant (Operant conditional)
Menurut teori ini, perilaku merupakan fungsi dan akibat dari perilaku itu
sendiri.kecenderungan mengulangi sebuah perilaku tertentu dipengaruhi
penguatan yang disebabkan oleh adanya akibat daro perilaku itu. Misalnya bila
seorang karyawan berprestasi di atas standar kemudian diberi insentif oelh
pimpinan, maka akan berdampak positif / kesenangan sehingga pada bulan
berikutnya karyawan itu akan melakukan hal yang sama untuk memperoleh
imbalan
Pembelajaran Sosial (Social Learning)
Teori sosial tentang belajar adalah suatu proses belajar yang dilakukan
melalui suatu pengamatan dan pengalaman secara langsung. Agar memperoleh
hasil yang maksimal, ada empat hal yang harus diperhatikan oleh seorang
pengajar dalam melakukan proses belajar-mengajar yaitu :
a) Proses perhatian, dimana pengajar harus menyampaikan materi pelajaran
dengan menarik, dan suasana belajar yang kondusif.
b) Proses ingatan, dimana hasil belajar juga tergantung pada seberapa bbesar
daya ingat si subjek belajar.
c) Proses reproduksi, dimana subjek ajar setelah belajar harus mengalami
perubahan sikap, berpikir dan berperilaku.
d) Proses penguatan, dimana apabila subjek belajar telah belajar dengan baik
maka harus diberikan penguatan. Misalnya, karyawan yang mengikuti
pelatihan, setelah selesai pelatihan dan kinerjanya menjadi lebih baik maka
ia harus mendapatkan imabalan yang sesuai.
2.3.4 Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan
mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain persepsi adalah
cara kita mengubah energi – energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang
bermakna. Persepsi adalah juga inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak
mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih
pesan dan mengabaikan pesan yang lain.
Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi individu,semakin mudah dan semakin
sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk
kelompok budaya atau kelompok identitas.
Komunikasi adalah penyampaian suatu informasi dari seseorang kepada orang lain
dan memberikan suatu pemahaman terhadap si penerima informasi tersebut. Komunikasi
memiliki fungsi utama, yakni sebagai fungsi kendaali, motivasi, pernyataan emosi, dan
informasi
2.4 Pendekatan – Pendekatan Untuk Memahami Perilaku Individu
Pendekatan yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia adalah;
pendekatan kognitif, reinforcement, dan psikoanalitis. Berikut penjelasan ketiga pendekatan
tersebut dilihat dari; penekanannya, penyebab timbulnya perilaku, prosesnya, kepentingan
masa lalu di dalam menentukan perilaku, tingkat kesadaran, dan data yang dipergunakan.
1. Penekanan.
Pendekatan kognitif menekankan mental internal seperti berpikir dan menimbang.
Penafsiran individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting dari lingkungan itu
sendiri.
Pendekatan penguatan (reinforcement) menekankan pada peranan lingkungan dalam
perilaku manusia. Lingkungan dipandang sebagai suatu sumber stimuli yang dapat
menghasilkan dan memperkuat respon perilaku.
Pendekatan psikoanalitis menekankan peranan sistem personalitas di dalam
menentukan sesuatu perilaku. Lingkungan dipertimbangkan sepanjang hanya sebagai ego
yang berinteraksi dengannya untuk memuaskan keinginan.
2. Penyebab Timbulnya Perilaku
Pendekatan kognitif, perilaku dikatakan timbul dari ketidakseimbangan atau
ketidaksesuaian pada struktur kognitif, yang dapat dihasilkan dari persepsi tentang
lingkungan.
Pendekatan reinforcement menyatakan bahwa perilaku itu ditentukan oleh stimuli
lingkungan baik sebelum terjadinya perilaku maupun sebagai hasil dari perilaku. Menurut
pendekatan psikoanalitis, perilaku itu ditimbulkan oleh tegangan (tensions) yang dihasilkan
oleh tidak tercapainya keinginan.
3. Proses.
Pendekatan kognitif menyatakan bahwa kognisi (pengetahuan dan pengalaman) adalah
proses mental, yang saling menyempurnakan dengan struktur kognisi yang ada. Dan akibat
ketidak sesuaian (inconsistency) dalam struktur menghasilkan perilaku yang dapat
mengurangi ketidak sesuaian tersebut.
Pendekatan reinforcement, lingkungan yang beraksi dalam diri individu mengundang
respon yang ditentukan oleh sejarah. Sifat dari reaksi lingkungan pada respon tersebut
menentukan kecenderungan perilaku masa mendatang. Dalam pendekatan psikoanalitis,
keinginan dan harapan dihasilkan dalam Id kemudian diproses oleh Ego dibawah
pengamatan Superego.
4. Kepentingan Masa lalu dalam menentukan Perilaku.
Pendekatan kognitif tidak memperhitungkan masa lalu (ahistoric). Pengalaman masa
lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu fungsi dari
pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang, tanpa memperhatikan proses
masuknya dalam sistem.
Teori reinforcement bersifat historic. Suatu respon seseorang pada suatu stimulus
tertentu adalah menjadi suatu fungsi dari sejarah lingkungannya. Menurut pendekatan
psikoanalitis, masa lalu seseorang dapat menjadikan suatu penentu yang relatif penting bagi
perilakunya. Kekuatan yang relatif dari Id, Ego dan Superego ditentukan oleh interaksi dan
pengembangannya dimasa lalu.
5. Tingkat dari Kesadaran.
Dalam pendekatan kognitif memang ada aneka ragam tingkatan kesadaran, tetapi dalam
kegiatan mental yang sadar seperti mengetahui, berpikir dan memahami, dipertimbangkan
sangat penting.
Dalam teori reinforcement, tidak ada perbedaan antara sadar dan tidak. Biasanya
aktifitas mental dipertimbangkan menjadi bentuk lain dari perilaku dan tidak dihubungkan
dengan kasus kekuasaan apapun. Aktifitas mental seperti berpikir dan berperasaan dapat
saja diikuti dengan perilaku yang terbuka, tetapi bukan berarti bahwa berpikir dan
berperasaan dapat menyebabkan terjadinya perilaku terbuka.
Pendekatan psikoanalitis hampir sebagian besar aktifitas mental adalah tidak sadar.
Aktifitas tidak sadar dari Id dan Superego secara luas menentukan perilaku.
6. Data.
Dalam pendekatan kognitif, data atas sikap, nilai, pengertian dan pengharapan pada
dasarnya dikumpulkan lewat survey dan kuestioner.
Pendekatan reinforcement mengukur stimuli lingkungan dan respon materi atau fisik
yang dapat diamati, lewat observasi langsung atau dengan pertolongan sarana teknologi.
Pendekatan psikoanalitis menggunakan data ekspresi dari keinginan, harapan, dan bukti
penekanan dan bloking dari keinginan tersebut lewat analisa mimpi, asosiasi bebas, teknik
proyektif, dan hipnotis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap Individu adalah pribadi yang unik. Manusia pada hakekatnya adalah kertas kosong
yang di bentuk oleh lingkungan mereka. Perilaku manusia merupakan fungsi dari interaksi antara
person atau individu dengan lingkungannya. Mereka berperilaku berbeda satu sama lain karena
ditentukan oleh masing – masing lingkungan yang memang berbeda.
Secara biografis individu memiliki karakteristik yang jelas bisa terbaca, seperti usia, jenis
kelamin, status perkawinan, yang semua itu memiliki hubungan signifikan dengan produktivitas
atau kinerja dalam suatu organisasi dan merupakan isu penting dalam dekade mendatang. Dari
kajian beberapa bukti riset, memunculkan kesimpulan bahwa usia tampaknya tidak memiliki
hubungan dengan produktivitas. Dan para pekerja tua yang masa kerjanya panjang akan lebih
kecil kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Demikian pula dengan karyawan yang sudah
menikah, angka keabsenan menurun, angka pengunduran diri lebih rendah serta menunjukkan
kepuasan kerja yang lebih tinggi daripada karyawan yang bujangan.
Setiap individu pun memiliki kemampuan yang berbeda, kemampuan secara langsung
mempengaruhi tingkat kinerja dan kepuasan karyawan melalui kesesuaian kemampuan –
pekerjaan. Dari sisi pembentukan perilaku dan sifat manusia, perilaku individu akan berbeda di
karenakan oleh kemampuan yang dimilikinya juga berbeda. Pembelajaran merupakan bukti dari
perubahan perilaku individu. Pembelajaran terjadi setiap saat dan relatif permanen yang terjadi
sebagai hasil dari pengalaman.
Setiap individu mempunyai karakteristik yang berbeda – beda. Di dalam organisasi setiap
orang mempunyai tujuan yang sama. Seluruh pekerjaan di dalam organisasi dilakukan para
anggota yang akan menentukan keberhasilannya. Jika seorang ikut dalam organisasi, dia akan
memperoleh suatu tujuan yang membuat ia dapat kepuasan dalam melakukan pekerjaannya.
Organisasi sangat berpengaruh terhadap individu, karena setiap individu mempunyai kebutuhan -
kebutuhan tertentu dalam dirinya demi mempertahankan kelangsungan hidupnya di masa depan.
Karena kebutuhan, setiap individual berorganisasi. Misalnya, dalam perusahaan setiap individu
mempunyai karakteristik yang berbeda, karena mereka mempunyai kebutuhan yang berbeda
pula. Kebutuhan – kebutuhan tersebut yang membuat mereka termotivasi untuk melakukan
pekerjaan tersebut lebih baik, baik dari dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam diri individu,
terdapat perilaku – perilaku yang betentangan yang disebut dengan konflik. Jika seseorang
mempunyai konflik atau masalah, mungkin mereka mengalami kesulitan untuk mengambil
keputusan yang tepat. Disinilah peran seorang pemimpin dalam organisasi dibutuhkan. Setiap
individu mempunyai masalah yang berbeda – beda dalam pekerjaannya dan karakter sifat yang
berbeda – beda. Ada yang menanggapi masalah tersebut dengan akal sehatnya dan ada pula yang
dengan sifat emosionalnya. Jadi seorang pemimpin harus bisa berkomunikasi dengan baik
terhadap bawahannya, perbedaan karakter setiap individu dalam menghadapi masalah harus
melalui pendekatan – pendektan yang berbeda pula. Di butuhkan kemampuan dan kecerdikan
seorang pemimpin, agar bawahannya tersebut dapat bekerja dengan baik kembali.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini. Kami banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi kesempurnaan dalam penulisan dan penyusunan makalah kedepannya.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
P.Robbins, Stephen, Timothy A. Judge.2008.Perilaku Organisasi buku 1: jakarta, salemba
empat.
Thoha, Miftah. 1983. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali
Pers.
Winardi,j.2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Bandung: Prenada Media.
http://agungpia.multiply.com/journal/item/23/Dasar-dasar_Perilaku_Individu
http://candupendidikan.wordpress.com/2012/06/03/dasar-dasar-perilaku-individual/
http://www.slideshare.net/DharaniKassapa/dasardasar-perilaku-individu-perilaku-organisasi
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1847754-perilaku-organisasi-konsep-dasar-dan/