Tugas Hukum Dan Ham Tentang Kebebasan Beragama

14
i TUGAS HUKUM DAN HAM Kebebasan antar Umat Beragama OLEH: WAYAN NUGRAHA ADI SANJAYA (1303005250) RUTH JULIANA SIHOMBING (1303005253) REDITIYA ABHI PAWITRAM (1303005297) I WAYAN WARDIMAN DINATA (1303005298) INDRA BAYU MULYADI (1303005303) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

description

bbbbbbbbbbbbbbbbhbh

Transcript of Tugas Hukum Dan Ham Tentang Kebebasan Beragama

  • i

    TUGAS

    HUKUM DAN HAM

    Kebebasan antar Umat Beragama

    OLEH:

    WAYAN NUGRAHA ADI SANJAYA (1303005250)

    RUTH JULIANA SIHOMBING (1303005253)

    REDITIYA ABHI PAWITRAM (1303005297)

    I WAYAN WARDIMAN DINATA (1303005298)

    INDRA BAYU MULYADI (1303005303)

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2014

  • ii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN DEPAN ................................................................................................. i

    DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang 1

    1.2 Rumusan masalah..3

    1.3 Tujuan penulisan3

    1.4 Manfaat penulisan.3

    BAB II ISI

    2.1 Pengertian hak kebebasan beragama.......5

    2.2 Dasar Hukum kebebasan beragama....7

    2.3 Upaya penyelesaian kasus tentang kebebasan beragama..8

    BAB III PENUTUP

    3.1 Kesimpulan.10

    3.2 Saran...10

    DAFTAR PUSTAKA11

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.

    Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang

    bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh

    manusia semata mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian

    negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat

    lain, atau Negara lain. HAM juga merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

    keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya

    yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan

    setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1

    UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

    Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak

    dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan

    martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau

    berhubungan dengan sesama manusia.

    JAKARTA, KOMPAS.com - Ketidaktegasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam

    menyelesaikan kasus GKI Yasmin dipertanyakan. Para jemaat gereja tersebut tidak dapat

    beribadah di gereja mereka sendiri selama tiga tahun. Hal ini tentu saja dapat menjadi preseden

    buruk bagi Presiden dalam menyelesaikan persoalan konflik antarumat beragama di Indonesia.

    "Jika presiden tidak mengambil alih kasus ini, jangan kaget jika kasus serupa akan terulang di

    daerah lain," kata Juru Bicara GKI Yasmi Bona Sigalingging kepada wartawan saat menggelar

    ibadat di depan Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (1/9/2013).

  • 2

    Sementara proses hukum berlangsung, Satpol PP Kota Bogor menyegel GKI Yasmin pada

    tanggal 10 April 2010 sebagai pelaksanaan perintah Wali Kota.[3]

    Walikota Bogor menyediakan

    Gedung Harmoni sebagai pengganti gedung gereja jemaat GKI Yasmin yang disegel. Namun,

    semenjak keputusan MA keluar, mereka mengadakan peribadatan di trotoar hingga badan jalan

    K.H. Abdullah bin Nuh sehingga mengganggu pengguna jalan serta melanggar Peraturan Daerah

    Kota Bogor No. 8 Tahun 2006 tentang Ketertiban Umum.

    Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga

    kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau

    tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk

    memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.

    Kesadaran akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali

    sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak hak kemanusiaan yang sudah

    ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia.

    Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan

    hak asasi manusia.

    Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights,

    United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak

    yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai

    manusia.

    John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan

    Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).

    Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa Hak

    Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia

    sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,

    dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi

    kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia

    UU No 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan

    keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang

  • 3

    wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hokum, pemerintah dan setiap

    orang demi kerhormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

    Sehingga dapat kita simpulkan bahwa Hak Asasi Manusia itu merupakan suatu hak dasar

    yang dimiliki oleh setiap manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat

    dipisahkan dari diri manusia kemudian hak tersebut juga harus dijunjung tinggi dan dilindungi

    oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan dan harkat martabat.

    B.Rumusan Masalah

    Adapun rumusan masalah yang kami cari permasalahannya:

    1. Apakah yang dimaksud dari Hak kebebasan beragama tersebut ?

    2. Apa yang menjadi dasar hukum setiap manusia bebas memeluk agama masing-masing?

    3. Bagaimana upaya penyelesaian kasus antara pihak-pihak yang terkait?

    C. Tujuan penulisan

    1. Untuk mengetahui hak-hak dalam kebebasan beragama

    2. Untuk mengetahui dasar hukum yang memikat tentang kebebasan beragama

    3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian dalam kasus kebebasan beragama

    D. Manfaat Penulisan

    1. Melalui makalah ini, diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dan

    merupakan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dibangku kuliah

    dengan kenyataan yang ada dimasyarakat

  • 4

    BAB II

    ISI

    Negara Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai jumlah penduduk

    terbanyak di dunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk tersebut, tidak menutup kemungkinan

    jika Indonesia merupakan negara dengan tingkat kemajemukkan yang sangat besar, terlebih lagi

    dalam urusan memilih kepercayaan. Selain itu, warga negara Indonesia juga dikenalkan dengan

    sikap saling toleransi yang sudah dipelajari dari sejak kecil hingga dewasa.

    Namun akhir-akhir ini, sikap toleransi yang selama ini menjadi kebanggaan Indonesia kini

    telah mulai menghilang sedikit demi sedikit. Hal tersebut dapat terlihat ketika banyak sekali aksi-

    aksi yang mengintimidasi kelompok-kelompok yang mereka sebut sebagai aliran sesat.

    Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu atau masyarakat,

    untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi atau umum. Kebebasan

    beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan tidak menurut setiap agama.

    Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain bebas dilakukan

    dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang berbeda dari agama

    resmi. Kebebasan memeluk agama di indonesia sudah dijamin dalam konstitusi yang tercantum

    dalam Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 :

    Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan

    dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di

    wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

    Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan

    meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak

    untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga

    menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk

    agama.

  • 5

    Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD

    1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD

    1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-

    pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap

    patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.

    1.1 Apakah yang dimaksud dari Hak kebebasan beragama tersebut ?

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948 menyatakan setiap orang berhak atas

    kebebasan agama (Pasal 18). Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik mengakui hak

    kebebasan beragama dan berkeyakinan (Pasal 18). Definisi hak kebebasan beragama secara

    formal terdapat dalam DUHAM, tepatnya dalam Pasal 18 yang berbunyi:

    Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsafan batin dan agama, dalam hak ini

    termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan

    agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan

    menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat

    umum maupun yang tersendiri.

    Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang terdiri dari hak untuk

    beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan agama dengan cara

    mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun kelompok dan di tempat umum atau

    tempat pribadi.

    Pada tahun 1993 Komite HAM PBB dan sebuah badan independen yang terdiri dari 18 orang

    ahli menjelaskan agama atau keyakinan sebagai : Theistic, non-theistic and atheistic belief, as

    well as the right not to profess any religion or belief. Definisi tersebut telah menjelaskan bahwa

    agama atau keyakinan dapat berbentuk ketuhanan, non ketuhanan, tidak bertuhan dan tidak

    mengakui sama sekali agama atau keyakinan tertentu

    Di AS pemahaman mengenai freedom of religion, baik dalam arti positif maupun negatif

    seperti diungkapkan Sir Alfred Denning bahwa kebebasan beragama berarti bebas untuk

    beribadah atau tidak beribadah, meyakini adanya Tuhan atau mengabaikannya, beragama Kristen

    atau agama lain atau bahkan tidak beragama (Azhary, 2004, dalam Triyanto, 2008).

  • 6

    Pengertian kebebasan beragama seperti yang ada dalam deklarasi umum PBB tentu saja bersifat

    sangat liberal, dan nampak didominasi budaya Barat. Ini berbeda dengan konsep kebebasan

    beragama dan berkeyakinan di Indonesia mengandung konotasi positif. Artinya, tidak ada tempat

    bagi ateisme atau propaganda antiagama di Indonesia. Itu juga yang menjadi penyebab, mengapa

    dalam pengambilan keputusan mengenai DUHAM, khususnya pasal mengenai kebebasan

    beragama, utusan Arab Saudi di PBB bersikap abstain. Karena menurut hukum Islam, orang

    yang keluar dari agama Islam, atau tidak bertuhan berarti murtad atau kafir.

    Sebagai reaksi terhadap Deklarasi Umum HAM yang dianggap tidak sesuai dengan

    ajaran Islam, maka Organisasi Konferensi Islam (OKI), pada akhirnya,tahun 1990, membuat

    sebuah deklarasi HAM yang berlandaskan hukum Islam. Deklarasi tersebut dikenal dengan nama

    Cairo Declaration ( Deklarasi Kairo/DK). DK bejumlah 30 pasal yang mengatur HAM, baik

    dalam bidang hak sipil dan politik juga hak ekonomi, sosial dan budaya. Salah satu hak yang

    diatur dalam DK adalah hak kebebasan beragama.

    Pembukaan Deklarasi Kairo berbunyi demikian:

    Berkeinginan untuk memberikan sumbangan terhadap usaha-usaha umat manusia

    dalam rangka menegakkan hak-hak asasi manusia, melindungi manusia dari pemerasan

    dan penindasan, serta menyatakan kemerdekaan dan haknya untuk mendapatkan

    kehidupan yang layak sesuai dengan syariat Islam. Bahwa hak-hak asasi dan

    kemerdekaan universal dalam Islam merupakan bagian integral agama Islam dan bahwa

    tak seorang pun pada dasarnya berhak untuk menggoyahkan baik keseluruhan maupun

    sebagian atau melanggar atau mengabaikanya karena hak-hak asasi dan kemerdekaan

    itu merupakan perintah suci mengikat yang termaktub dalam wahyu Allah SWT. yang

    diturunkan melalui nabi-Nya yang terakhir.

    Pasal 10 Deklarasi Kairo mengatur sebagai berikut:

    Islam adalah agama yang murni ciptaan alam (Allah SWT). Islam melarang melakukan

    paksaan dalam bentuk apapun atau untuk mengeksploitasi kemiskinan atau

    ketidaktahuan seseorang untuk mengubah agamanya atau menjadi atheis.(lihat Eka A.

    Aqimuddin, 2009).

    Di Indonesia, kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin oleh Undang-Undang

    Dasar (UUD) 1945, yang menyatakan bahwa negara menjamin kebebasan beragama dan

  • 7

    berkepercayaan (Pasal 28E jo Pasal 29 ayat 1). Bahkan, dalam Pasal 28I UUD 1945 dinyatakan

    bahwa kebebasan beragama tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Ketentuan itu masih

    diperkuat lagi dalam Pasal 22 UU No 39/1999 tentang HAM. Setiap orang mempunyai

    kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama.

    Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas

    pilihannya sendiri. Setiap orang memiliki kebebasan, apakah secara individu atau di dalam

    masyarakat, secara publik atau pribadi untuk memanifestasikan agama atau keyakinan di dalam

    pengajaran dan peribadatannya.

    Dalam serangkaian kasus kekerasan berbasis agama di Indonesia akhir-akhir ini, kita dapat

    melakukan analisis berdasarkan pada ketentuan normatif yang berlaku, baik yang ada dalam

    DUHAM, DK, UUD45, UU HAM maupun KUHP. Kasus-kasus tersebut di atas tadi

    memperlihatkan bahwa berbagai ketentuan HAM maupun perundangan-undangan telah

    dilanggar.

    1.2 Apa yang menjadi dasar hukum setiap manusia bebas memeluk agama masing-

    masing?

    Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita,

    yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945):

    Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih

    pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat

    tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

    Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan

    meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak

    untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga

    menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk

    agama.

    Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD

    1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD

    1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-

  • 8

    pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap

    patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.

    1.3 bagaimana upaya penyelesaian kasus antara pihak-pihak terkait?

    dalam kasus GKI yasmin ini belum ditemukan cara penyelesaian atau belum ada

    solusinya.Jadi menurut kelompok kami ada beberapa pilihan alternatif untuk menyelesaikan

    sengketa ini seperti yang dijelaskan berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (10) UU No.30 tahun

    1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa,yakni :

    (1) konslutasi

    konsultasi adalah pertemuan dua pihak atau lebih untuk membahasa atau meminta

    pertimbangan atas masalah sengketa yang sedang dihadapi untuk dapat dicarikan

    penyelesiannya secara bersama-sama.1 akan tetapi konsultasi tidak langsung

    menyelesaikan sengketa, melainkan baru pada tahap mepelajari posisi masingg-masing

    sehingga dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing pihak akan mudah

    untuk memasang target kedudukan dalam perundingan nantinya2, didalam konsultasi

    orang yang berpendapat bukan lah dari pihak yang sedang bersengkta melainkan kepada

    orang yang dianggap tahu atau ahli dalam bidang yang sedang disengketakan.

    1 Hadimulyono,1997,mempertimbangkan ADR kajian alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan,Lembaga

    study dan advokasi masyarakat(LSAM),Jakarta,h.36.

    2 I ketut Hartadi dan I Dewa Nyoman Rai asmara putra,op.cit, h.12

  • 9

    (2) negosiasi

    negosiasi adalah perundingan sebagai upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa

    melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja

    sama yang lebih haromonis dan kreatif .3

    (3) penilaian ahli

    penilaian ahli hampir sama dengan konsultasi namun dalam pendapat ahli pihak

    konsultan memberikan pendapatnya secara rinci terhadap sengketa yang dimintakan

    konsultasi,yangb dapat dipakai menyelesaiakan sengketa setidaknya dapat dijadikan

    sebagai pegangan kekuatan untuk menentukan posisi tawar dalam melakukan

    perundingan. penilian ahli hanya sebagai langkah awal untuk mempelajari kasus posisi

    untuk mengarahkan kepada satu cara atau bentuk penyelesaian sengketa diluar

    pengadilan;

    (4) mediasi

    menurut Joni Emirzone adalah upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan

    kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral dan membuat keputusan atau

    kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya dialog antar

    pihak dengan suasana keterbukaan,kejujuran dan tukar pendapat untuk tercapainya

    mufakat.berdasarkan pengertian diatas peran pihak ketiga atau mediator sangat

    memegang peranan penting dan menetukan dalam upaya menyelesaikan suatu

    sengeta.dalam PERMA No.1 tahun 2008 ketentuan pasal 1 angka 6 menyatakan mediator

    adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan dalam guna

    mencari berbagai kemunkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus

    atau memaksaan sebuah penyelesaian.seorang mediator harus tidak memiliki kepentingan

    dengan perselisihan yang sedang terjadi , secara tidak diuntungkan atau dirugikan jika

    sengketa dapat diselesaikan atau mediasi menemui jalan buntu (deadlock).

    3 joni emirzon,2012,hukum penyelesain sengketa arbitrase nasional indonesia dan internasional,edisi ke 2 ,sinar

    grafika offset,Jakarta, h.24

  • 10

    BAB III

    PENUTUP

    kesimpulan:

    1. Definisi hak kebebasan beragama secara formal terdapat dalam DUHAM, tepatnya dalam

    Pasal 18.Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang terdiri dari hak

    untuk beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan agama dengan cara

    mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun kelompok dan di tempat umum atau

    tempat pribadi.

    2. Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu

    Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 UUD 1945.Pasal 28E ayat (2) UUD 1945

    juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu

    dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi

    manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin

    kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.

    3.keuntungan penyelesaian sengketa melalui mediasi adakah penyelesaian cepat terwujud

    (quick),biaya murah (inexpensive),bersifat rahasia (confidential),bersifat fair dengan metode

    kompromi,hubungan kedua belah pihak kooperatif dengn mediasi,hasil yang diacapai win-win

    solution, tidak Emosioanal.

    Saran:

    seharusnya antar umat beragama meningkatkan sikap toleransi,sehingga dapat

    membangun suatu pondasi yang kuat antar umat beragama agar terciptanya ketentraman bagi

    umat beragama, disamping itu kita setiap umat umat beragama harus bisa menerima agama lain

    dalam memeluk agamanya masing-masing sesuai keyakinan yang telah diatur dalam UU , dan

    seharusnya dari pihak pemerintah juga memiliki sikap tegas dalam melindungi hak setiap umat

    untuk memeluk agama sesuai kepercayaan dan keyakinannya masing-masing, Jadi dari itu semua

    setiap umat beragama wajib menghormati antar umat beragama.

  • 11

    DAFTAR PUSTAKA

    Buku

    J.G.Merrills,1986,penyelesain sengketa internasional,terjemahan achmad

    fauzan,tarsito,bandung.h.54

    Widnyana,I Made,2007,alternatif penyelesaian sengketa,indonesia business law center

    (IBLC),Jakarta.h.67

    Daftar peraturan perundang-undangan

    Undang-Undang Republik Indonesia No.30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif

    penyelesaian sengketa

    Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

  • 12