TUGAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Analisa atas perkara … · Analisa atas perkara HAM yang...
Transcript of TUGAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Analisa atas perkara … · Analisa atas perkara HAM yang...
TUGAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
Analisa atas perkara HAM yang melibatkan PT Holcim Indonesia
Dosen: Dr. Niken Savitri, S.H., MCL.
Disusun Oleh:
Monika Livia // 2016200119
Ghina S Pribadi // 2016200153
Reza Wida S. // 2016200212
Nadya Putri O. // 2016200243
Kelas B
Fakultas Hukum
Universitas Katolik Parahyangan
2019
Pengantar
Hak Asasi Manusia atau yang dikenal dengan HAM merupakan hak yang mendasar
dan melekat terhadap setiap individu, dari seorang bayi yang baru lahir sampai dengan seorang
lansia dalam suatu negara. Pengaturan mengenai HAM di Indonesia diatur dengan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dimana dalam pengaturan tersebut
dijelaskan mengenai hak-hak yang harus diterima oleh setiap individu, kewajiban-kewajiban
yang harus dilakukan oleh negara sebagai suatu subyek HAM, serta penyelesaian dari
permasalahan terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi. Selain itu, terdapat
instrumen-instrumen hukum HAM secara internasional, seperti Kovenan Hak Sipil dan Politik,
Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kovenan Hak Anak dan sebagainya. Sehingga
terdapat organisasi-organisasi internasional yang mendukung serta berusaha melindungi HAM.
Seperti PBB, yang membuat Dewan Hak Asasi Manusia, sehingga berwenang untuk mengadili
permasalahan pelanggaran HAM baik pelanggaran yang ringan maupun berat dari berbagai
negara-negara anggotanya serta beberapa organisasi-organisasi Internasional lainnya yang juga
mendukung HAM.
Dalam penulisan ini, penulis akan membahas mengenai PT. Holcim yang dilaporkan
kepada National Contact Point Switzerland, karena telah melanggar HAM dari warga di Desa
Ringinrejo, Blitar. Dibuatnya penulisan ini sebagai salah satu media pembelajaran mengenai
apakah yang dimaksud dengan pelanggaran HAM sendiri serta penyelesaiannya dan apakah
tepat jika PT. Holcim dianggap telah melakukan pelanggaran HAM. Penulisan ini juga sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Program
Studi Ilmu Hukum Universitas Katolik Parahyangan.
Kasus Permasalahan
PT Holcim Dilaporkan ke Lembaga Internasional karena Melanggar HAM
BLITAR - Konsorsium NGO yang konsen pada permasalahan agraria dan HAM
mengadukan PT Holcim Indonesia kepada National Contact Point Switzerland (NCPS).
Produsen Semen ternama itu dilaporkan atas pengambilalihan lahan 724 hektare di Desa
Ringinrejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar. Langkah PT Holcim dinilai telah melanggar
Hak Asasi Manusia masyarakat setempat. “Secara resmi kita bawa permasalahan ini ke tingkat
yang lebih tinggi (Internasional)“ ujar juru bicara NGO Solidaritas Masyarakat Desa (Sitas
Desa) Farhan Mahfudzi kepada wartawan.
Melapor ke NCPS merupakan prosedur yang disediakan Organisation for Economic
Cooperation and Development Guidelines for Multinational Enterprises (OECD-Guidelines)
atau Organisasi Internasional Untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi.
Dalam rilis pernyataan yang disusun di Jakarta-Geneva 19 Maret 2015, ELSAM, Fransiscans
International, Sitas Desa, Paguyuban Petani Aryo Blitar, TuK Indonesia, Konsorsium
Pembaruan Agraria dan AURIGA menuding PT Holcim telah melakukan proses pengambil
alihan lahan secara manipulatif. Pertama, PT Holcim telah menyalahi Peraturan Menteri
Kehutanan No P.18/Permenhut-II/2011 dan Permenhut No P.14/Menhut-II/2013 Tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Inti dari aturan yuridis itu adalah lahan yang
disediakan pemegang persetujuan prinsip (PT Holcim) wajib terbebas dari permasalahan. Baik
itu secara de jure (hukum) maupun de facto (lapangan). “Sementara disana faktanya bertempat
tinggal sebanyak kurang lebih 826 kepala keluarga. Otomatis hak hidup warga disana akan
tergusur, “ timpal Farhan. Detil luas lahan ruislag mencapai 724,23 hektare.
PT Holcim menukar lahan di Desa Ringinrejo dengan lokasi pabrik semen dan
pertambangan di wilayah Kabupaten Tuban. Perhutani selaku penerima tukar guling berencana
mengubah lahan menjadi kawasan hutan lindung. Sementara selain permukiman penduduk,
sudah 19 tahun lamanya warga menjadikan lahan sebagai sumber mata pencaharian.
Sebagian besar tanah telah diolah menjadi petak petak ladang tanaman jagung, ketela
dan semangka. Manipulasi yang kedua, PT Holcim melakukan musyawarah atau negosiasi
dengan warga yang tidak representatif. Memang ada proses musyawarah mufakat untuk
memenuhi persyaratan clear and clean kawasan hutan sebagaimana diatur Kementerian
Kehutanan.
Namun, kata Farhan, musyawarah dilakukan dengan penggarap lahan yang bukan berasal dari
warga Desa Ringinrejo. “Musyawarah dilakukan dengan warga yang tidak berkepentingan
langsung. Tawaran kompensasi ganti rugi justru diberikan kepada para pendatang, bukan
warga asli desa.“ jelasnya. Yang ketiga, persetujuan atau kesepakatan bersama yang dibuat PT
Holcim dengan warga tidak transparan. Ada lahan 40 hektare yang dijanjikan sebagai
kompensasi ruislag. Termasuk pembentukan Panitia Permohonan Tanah. Namun surat
Pernyataan Bersama yang menyatakan masyarakat Desa Ringinrejo menerima kompensasi 40
hektare dari PT Holcim pada tahun 2008 ternyata hanya tanda tangan panitia. Menurut Farhan
tindakan PT Holcim di Blitar bertentangan dengan semua kewajiban seperti yang digariskan
OECD pada bab Hak Asasi Manusia. “Bahwa perusahaan, dalam hal ini Holcim harus
melibatkan pemangku kepentingan yang relevan. Agar ada pertimbangan terhadap keputusan
proyek atau kegiatan yang berdampak besar bagi masyarakat lokal.” jelasnya.
Atas nama warga Desa Ringinrejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar, konsorsium
NGO, dalam rilis pernyataan yang dibuat dua bahasa (Indonesia dan Inggris), mendesak NCPS
yang berkantor di Switzerland untuk memperhatikan masalah yang terjadi antara masyarakat
Desa Ringinrejo dengan PT Holcim. Diharapkan PT Holcim mencari lahan pengganti yang
tidak mengganggu hak masyarakat Desa Ringinrejo.
“Termasuk juga dampak kerugian yang dialami warga hendaknya bisa dipulihkan sepenuhnya,
“ pungkas Farhan. Sementara itu Pemerintah Kabupaten Blitar melalui Kepala Kesbangpol
Mujianto secara normatif mengatakan akan berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan
persoalan yang ada. Sepengetahuan Mujianto, di dalam kasus sengketa agraria di Desa
Ringinrejo ada masalah pidana. “Karena itu masalah pidananya harus tuntas dulu. Bersamaan
dengan itu kita akan melakukan verifikasi ulang, termasuk validasi data siapa siapa yang
berkepentingan langsung dalam masalah ini, “ ujarnya.1
1 Solichan Arif, “PT.Holcim Dilaporkan ke Lembaga Internasional karena Melanggar HAM”, 20 Maret 2015,
https://daerah.sindonews.com/read/979252/23/pt-holcim-dilaporkan-ke-lembaga-internasional-karena-
melanggar-ham-1426836623
Analisa Kasus
1.1. Dasar Hukum Terkait
a. Undang-Undang Dasar 1945
i. Pasal 28D ayat (2):
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja”
ii. Pasal 28H:
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.”
b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya
(Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya)
i. Pasal 6 ayat (1) :
“Negara Pihak dari Kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan, termasuk hak
semua orang atas kesempatan untuk mencari nafkah melalui pekerjaan yang
dipilih atau diterimanya secara bebas, dan akan mengambil langkah-langkah
yang memadai guna melindungi hak ini.”
ii.Pasal 11 ayat (1):
“Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar
kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang
dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus menerus. Negara Pihak
akan mengambil langkah-langkah yang memadai untuk menjamin perwujudan
hak ini dengan mengakui arti penting kerjasama internasional yang
berdasarkan kesepakatan sukarela.”
c. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
i. Pasal 17:
“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara
pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan
yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh
putusan yang adil dan benar.”
ii. Pasal 27 ayat (1):
“Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak,
berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia.”
iii. Pasal 31 ayat (1):
“Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu."
iv. Pasal 36:
1. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-
sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga,
bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.
2. Tidak seorang pun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang
dan secara melawan hukum.
3. Hak milik mempunyai fungsi sosial.
v. Pasal 37 ayat (1):
“Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya
diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta
pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
vi. Pasal 40:
“Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.”
d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
i. Pasal 129:
“Dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, setiap orang
berhak:
a. Menempati, menikmati, dan/atau memiliki/memperoleh rumah yang layak
dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
b. Melakukan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
c. Memperoleh informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman;
d. Memperoleh manfaat dari penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman;
e. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara
langsung sebagai akibat penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman; dan
f. Mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman yang merugikan masyarakat.”
e. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia
i. Pasal 25 ayat (1):
“Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian,
perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan,
dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat,
menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang
mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.”
f. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
i. Pasal 1:
“Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
ii. Pasal 3:
“Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan
berkembang secara layak”
g. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
i. Pasal 60:
“Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang
izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang menimbulkan kerugian.”
h. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.14/Menhut-II/2013
Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Pasal 16 ayat (3) huruf a:
“Dalam hal persetujuan prinsip dengan kewajiban menyediakan
lahan kompensasi, selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a , huruf b, huruf c, dan ayat (2), pemegang persetujuan prinsip wajib :
a. Menyediakan lahan kompensasi yang tidak bermasalah di lapangan (de
facto) dan hukum (de jure) untuk ditunjuk menjadi kawasan hutan dengan
ratio sesuai ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a.
1.2 Analisa dan Komentar
Hak atas tempat tinggal adalah hak yang melekat pada diri setiap orang untuk
mendapatkan tempat tinggal dan hidup di suatu tempat dengan aman, damai dan bermartabat.
Hak atas tempat tinggal merupakan hak utama untuk memenuhi hak ekonomi, sosial dan
budaya. Hal tersebut disebabkan karena di dalam hak atas tempat tinggal tersebut juga
menyangkut hak-hak lainnya, seperti hak untuk hidup dengan tentram, aman, damai, bahagia,
dan sejahtera. Hak atas tempat tinggal juga berhubungan dengan hak atas lingkungan hidup
yang baik, hak atas identitas yang berkaitan dengan hak atas pelayanan kesehatan, dan juga
hak atas jaminan sosial serta hak-hak lainnya. Jika hak atas tempat tinggal dilanggar, maka
terdapat indikasi bahwa hak asasi lain juga dilanggar. Pelaksanaan dan perlindungan hak atas
tempat tinggal ini tetap mengacu pada konsep dasar perlindungan yang melarang adanya
diskriminasi. Selain itu, hak untuk menentukan pekerjaan sendiri dan mendapatkan nafkah dari
penghasilan juga merupakan hak yang melekat pada setiap orang, karena mempengaruhi
kesejahteraan orang itu sendiri. Dengan dicapainya kesejahteraan, seseorang dapat
menjalankan kehidupan dengan layak karena kebutuhan primer telah terpenuhi secara
langsung.
Pada kasus diatas, warga desa Ringinrejo merasa bahwa beberapa hak asasi mereka
telah dikesampingkan. Hak-hak tersebut antara lain adalah hak untuk memiliki tempat tinggal,
hak untuk bekerja, dan hak untuk berpendapat.
Lahan seluas 724,23 hektare yang hendak dijadikan sebagai pabrik semen oleh PT
Holcim tersebut merupakan lahan yang dijadikan tempat tinggal oleh warga desa Ringinrejo.
Dengan dibangunnya pabrik semen diatas lahan tersebut, berarti warga desa Ringinrejo akan
kehilangan tempat tinggalnya, sehingga hak nya untuk memiliki tempat tinggal telah
dikesampingkan. Selain itu, lahan tersebut juga merupakan lahan yang digunakan oleh
mayoritas warga desa Ringinrejo sebagai mata pencaharian, sebagaimana pekerjaan yang
mereka tekuni adalah sebagai petani. Sehingga dengan adanya pengambilalihan lahan tersebut
tentu akan membuat warga kehilangan sumber mata pencahariannya dan dapat menyebabkan
warga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta menciptakan kesejahteraan
dalam lingkungan hidup mereka. Dengan demikian, hak untuk bekerja juga dikesampingkan.
Hak terakhir yang dikesampingkan atas perbuatan PT Holcim adalah hak untuk berpendapat
yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk warga desa Ringinrejo. Hal ini disebabkan karena
PT Holcim tidak mengikutsertakan warga desa Ringinrejo dalam rencana pembangunan pabrik
semen yang hendak dilakukan oleh PT Holcim dengan lahan kompensasi seluas 40 hektar.
Walaupun PT Holcim mengakui bahwa pihaknya telah melakukan kesepakatan dengan petani
setempat, namun warga desa Ringinrejo mengatakan bahwa petani yang dilibatkan dalam
kesepakatan tersebut bukanlah petani asal desa Ringinrejo yang sebenarnya, yang tidak
mengalami dampak langsung dari penunjukan kawasan tersebut. Bahkan para warga menuduh
PT Holcim telah mendatangkan sendiri petani-petani tersebut. Secara objektif, terlihat bahwa
kurang adanya komunikasi serta koordinasi antara PT Holcim dengan warga setempat.
Walaupun demikian, perbuatan yang dilakukan oleh PT Holcim menurut Keputusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 181/G/2013/PTUN.JKT bukanlah merupakan
perbuatan yang melawan hukum. Hal ini disebabkan karena sudah didapatkannya persetujuan
untuk menggunakan lahan yang berada dalam Desa Ringinrejo yang didapatkan dari Menteri
yang berwenang. Namun sangat disayangkan tindakan yang dilakukan oleh PT Holcim telah
mengenyampingkan hak-hak dari warga di Desa Ringinrejo.
Dalam kasus ini, sebaiknya PT Holcim melakukan pemberitahuan kepada seluruh
warga Desa Ringinrejo, baik warga asli maupun warga pendatang, mengenai rencana
pembangunan pabrik semen di Desa Ringinrejo, karena para warga memiliki hak untuk
mempertimbangkan keputusan yang dapat berdampak besar bagi kehidupan mereka. Atau
dapat dilakukan musyawarah secara bersama-sama. Hal ini dilakukan agar dapat terhindarnya
kesalah pahaman antara PT Holcim dengan para warga desa.
Daftar Pustaka
Paraturan Perundangan
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya
(Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.14/Menhut-II/2013
Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia
Situs Web
Solichan Arif, “PT.Holcim Dilaporkan ke Lembaga Internasional karena Melanggar
HAM”, https://daerah.sindonews.com/read/979252/23/pt-holcim-dilaporkan-ke-
lembaga-internasional-karena-melanggar-ham-1426836623 (Diakses pada tanggal 20
Maret 2015)