TUGAS FIQIH
-
Upload
achmadarymivetah -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of TUGAS FIQIH
MAKALAH
“UMROH”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah Pada Mata Kuliah Fiqih Yang Diampu Oleh Dosen Drs. H. M.
Saidin Msi
Disusun Oleh:
1. M. ALI SODIKIN2. AKH. ARI MIFTAHUNNAIM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA TEGAL
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AKADEMIK
2014/2015
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan nikmat
serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan,
sehingga penulis dapat membuat makalah mata kuliah Fiqih
dengan materi Umroh. Kemudian sholawat beserta salam kita
sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah
memberikan pedoman hidup yakni Al-qur’an dan sunnah untuk
keselamatan umat di dunia. Makalah ini merupakan tugas salah
satu mata kuliah Fiqih di program studi tarbiyah pendidikan
agama islam pada Sekolah Tinggi Agama Islam Bhakti Negara
Tegal. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada bapak selaku dosen pembimbing
matakuliah Fiqih
Akhirnya dari penulis menyadari bahwa terdapat banyak
kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Tegal, April 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER................................................................1
KATA PENGANTAR…............................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................2
1.1 Latar Belakang ...................................................4
1.2 Rumusan Masalah ..............................................4
1.3 Tujuan Penulisan.................................................4
BAB II PEMBAHASAN .........................................................5
2.1 Pengertian Umroh...............................................5
2.2 Dalil Diisyaratkan Umroh....................................5
2.3 Hukum umroh.....................................................6
2.4 Syarat umroh.......................................................7
2.5 Rukun umroh.......................................................9
BAB III PENUTUP.................................................................14
3.1 Kesimpulan..........................................................14
3.2 Saran...................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya orang-orang Arab pada zaman jahiliah
telah mengenal ibadah haji dan umroh. Ibadah ini mereka
warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan
perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum
pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, wukuf, dan
melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak
sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam
datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap
menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara'
(syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah
rasul.
Sebenarnya antara umroh dan haji itu hampir sama,
namun ada sedikit hal yang membedakan antara keduanya.
Mengapa demikian? oleh karena itu kami akan menjelaskan
bagaimana pengertian dari umroh, syarat-syarat, dan rukun-
rukun yang berkenaan dengan pelaksanaan ibadah umroh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian Umroh?
2. Bagaimanakah dalil tentang disyariatkannya Umroh?
3. Bagaimanakah hukumnya melaksanakan Umroh?
4. Apa saja syarat-syarat untuk orang yang melakukan
Umroh?
5. Apa saja rukun-rukun yang harus dilakukan ketika Umroh?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Umroh.
2. Untuk mengetahui dalil tentang disyariatkannya Umroh.
4
3. Untuk mengetahui Bagaimana hukumnya melaksanakan
Umroh.
4. Untuk mengetahui Apa saja syarat-syarat untuk orang yang
melakukan Umroh.
5. Untuk mengetahui Apa saja rukun-rukun yang harus
dilakukan ketika Umroh.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Umroh secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu
yang االعتم���ار bermakna 1[1].(berpergian) الزي���ارة
Sedangkan pengertian umroh dalam terminologi ilmu fiqih
adalah berpergian menuju ke baitullah untuk melaksanakan
serangkaian ibadah umroh, yakni tawaf dan sa’i.2[2] Atau
dengan kata lain datang ke baitullah untuk melaksanakan
umroh dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.3[3]
Dengan demikian, dalam definisi ibadah umroh ada 4
unsur penting. Yaitu berpergian, baitullah, rukun umroh
(serangkaian ibadah umroh), dan syarat umroh.
2.2 Dalil Disyariatkannya Umroh
Dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 196 Allah SWT.
menyebutkan,
(#q�JÏ?r&ur ¢kptø:$# not�÷Kãèø9$#ur ¬! 4
1[1] Sayyid Sabiq juz 1, Fiqh al-Sunnah, (Beirut; Dar al-Fikr, 2008), 436.
2[2] Wahbah Zuhailiy, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Beirut; Dar al-Fikr, 1985), 9.
3[3] M. Abdurachman Rachimi, Segala Hal Tentang Haji dan Umroh, (Jakarta; Erlangga, 2012), 26.
5
“ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena
Allah.”
Di dalam Hadits nabi menyebutkan dalam beberapa hadits
mengenai umroh itu sendiri. Diantara hadits-hadits terebut
adalah
ماجه ) ابن رواه ًة& َّج) ِح* َت1ْع/ِد*ُل, اَن1 م1َض1 ر1 ِف*ى ة7 َر1 [4]4(ع,م/
“ Umroh pada bulan Ramadlan itu setara dengan Haji”
الْعمَرة إلى الْعمَرة كفارة لما بينهما والحج المبَرور
ليس له جزاء إال الَّجنًة
[5]5(رواه البخاري)
“ Antara umroh 1 dan yang selanjutnya itu menjadi pelebur
dosa antara kedua umroh tersebut. Dan balasan untuk haji yang
mabrur adalah surga.”
2.3 Hukum Umroh
Kalangan ahli fiqh menyepakati legalitas umroh dari segi
syara’ dan ia wajib bagi orang yang disyariatkan untuk
menyempurnakannya. Namun mereka berbeda pendapat
mengenai hukumnya dari segi wajib dan tidaknya ke dalam dua
arus pendapat berikut.6[6]
Pertama, sunnah mu’akkadah. Ini adalah pendapat Ibnu
Mas’ud, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i,
Imam Ahmad menurut salah satu versi pendapat, juga Abu
Tsaur dan kalangan mazhab Zaidiyah. Pendapat mereka
didasarkan atas sabda Nabi SAW tatkala ditanya tentang umroh,
apakah ia wajib atau tidak? Beliau menjawab,” Tidak. Namun
4[4] Maktabah al-Syamilah, Sunan Ibnu Majjah, hadits no 3106.
5[5] Maktabah al-Syamilah, Shohih al-Bukhoriy, hadits no 1683.
6[6] Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah. (Jakarta; Amzah, 2010), 604.
6
jika kalian umroh, maka itu lebih baik,” Juga berdasarkan sabda
Nabi SAW:
الحج جهاد والْعمَرة َتطوع
Haji adalah jihad, sementara umroh hanya tathawwu’
.
Alasan lain, umroh adalah nask (ibadah) yang
pelaksanannya tidak ditentukan waktu, maka ia pun tidak wajib
sebagaimana halnya thawaf mujarrad.
Kedua, wajib, terutama bagi orang-orang yang diajibkan
haji. pendapat ini dianut oleh Imam Asy-Syafi’i menurut versi
yang paling sahih di antara kedua pendapatnya, Imam Ahmad
menurut vers lain, Ibnu Hazm, sebagian ulama mazhab Maliki,
kalangan mazhab Imamiyyah, Asy-Sya’bi, dan Ats-Tsauri.
pendapat ini juga merupakan pendapat mayoritas ulama dari
kalangan sahabat dan lainnya, dan mereka bersepakat bahwa
pelaksanannya hanya sekali seumur hidup sebagaimana halnya
haji.7[7]
2.4 Syarat umroh
Secara umum, syarat-syarat haji dan umrah adalah sama,
yaitu:
1. Islam
Orang non muslim tidak sah dalam melaksanakan haji
atau umrah. Jika dia berkunjung ke tanah suci bahkan mengikuti
ibadah haji atau umrah seperti thawaf dan sa'i maka perjalanan
haji atau umrahnya hanya sebatas melancong saja.
2. Baligh
7[7] Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah. (Jakarta; Amzah, 2010), 604.
7
Anak kecil tiak diwajibkan berhaji atau pun umroh, baik
yang sudah mumayyiz maupun yang belum. Kalau sudah
mumayyiz ia naik haji atau umroh maka sah, tetapi pelaksanaan
haji atau pun umroh yang sebelum mumayyiz itu merupakan
sunnah dan kewajiban melaksanakan haji atau pun umroh tidak
gugur. Setelah baligh dan bisa atau mampu, ia wajib
melaksanakan haji atau pun umroh lagi, menurut kesepakatan
ulama mazhab.8[8]
3. Berakal sehat
Orang gila sebenarnya tidak mempunyai beban atau
bukan seorang mukallaf. Kalau dia naik haji atau umroh dan
dapat melaksanakan kewaiban yang dilakukan oleh orang yang
berakal, maka haji atau umrohnya itu tidak diberi pahala dari
kewajiban ittu, sekalipun pada waktu itu akal sehatnya sedang
datang kepadanya. Tapi kalau gilanya itu musiman dan bisa
sadar (sembuh) sekitar pelaksanaan haji atau umroh, sampai
melaksanakan kewajiban dan syarat-syaratnya dengan
sempurna, maka dia wajib melaksanakannya. Tapi kalau
diperkirakan waktu sadarnya itu tidak cukup untuk
melaksanakan semua kegiatan-kegiatan haji atau umroh, maka
kewajiban itu gugur.9[9]
4. Merdeka
Maksud dari merdeka ini adalah tidak berstatus sebagai
budak (hamba sahaya di masa Rasulullah Saw yang di masa
modern ini hampir tidak ditemukan di dunia). Istilah merdeka
8[8] Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie Press, 1994), 261.
9[9] Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie Press, 1994), 262.
8
juga bisa diartikan bebas dari tanggungan hutang dan
tanggungan nafkah keluarga yang ditinggalkan
5. Istitha'ah (mampu)
Secara sepakat para ulama mazhab menetapkan bisa atau
mampu itu merupakan syarat kewajiban haji atau pun umroh,
berdasarkan firman Alloh SWT dari surat Ali ‘Imron ayat 97
yang berbunyi:
ÏmÏù 7M»t�#uä ×M»uZÉi�t/ ãP$s)¨B zOÏdºt�ö/Î) ( `tBur
¼ã&s#yzy� tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur �n?tã Ĩ$¨ 9Z $# �kÏm
ÏMø�t7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó�$# Ïmø�s9Î) WxÎ6y� 4 `tBur t�xÿx.
¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$#
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di
antaranya) maqam Ibrahim, barangsiapa memasukinya
(Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang
sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha
Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S. Ali
‘Imron 97)
2.5 Rukun Umroh
Rukun dalam ibadah umroh di bagi menjadi empat bagian
yang mana tidak sah suatu ibadah umroh jika tidak mengerjakan
rukun-rukun tersebut, rukun umroh antara lain :
1. Ihram.
2. Tawaf.
3. Sa`i.
4. Tahallul.10[10]
10[10] Thohir Luth, Syariat Islam Tentang Haji dan Umroh, (Jakarta;Rineka Cipta, 2004), 17.
9
1. Ihram
Bagi orang yang hendak beribadah umrah, maka ia wajib
melakukan ihram krena hal tersebut bagian dari rukun umrah.
Kewajiban-kewajiban ihram.
Dalam ihram ada tiga hal yang wajib dilakukan yaitu:
1. Niat.
Tidak ada perbuatan yang dilakukan dengan sadar tanpa
adanya niat. Niat sebagai motivasi dari perbuatan, dan niat
merupakan hakikat dari perbuatan tersebut. Dengan kata lain
jika berihram dalam keadaan lupa atau main-main tanpa niat
maka ihramnya batal.
2. Talbiyah.
Lafadz talbiyah adalah:
“labbaikallahumma labbaika, la syarika laka labbaika, innal
hamda wan ni`mata laka wal mulka la syarika laka”.
Waktu membaca talbiyah bagi orang yang berihram, dimulai
dari waktu ihram dan disunnahkan untuk membaca terus
sampai melempar jumrah `aqobah.
3. Memakai pakaian ihram.
Para ulama madzhab sepakat bahwa lelaki yang ihram
tidak boleh memakai pakaian yang terjahit, dan tidak pula kain
sarung, juga tidak boleh memakai baju dan celana, dan tidak
boleh pula yang menutupi kepala dan wajahnya.
Kalau perempuan harus memakai penutup kepalanya, dan
membuka wajahnya kecuali kalau takut dilihat lelaki dengan
ragu-ragu. Perempuan tidakboleh memakai sarung tangan,
tetapi boleh memakaisutera dan sepatu.11[11]
11[11] Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie Press, 1994), 290-292.
10
Hal-hal yang disunnahkan pada waktu hendak ihram:
1. Membersihkan badan.
2. Memotong kuku.
3. Mencukur.
4. Melakukan shalat ihram.
5. Melebatkan rambut.
6. Memakai wangi-wangian.12[12]
Hal-hal yang dilarang dalam ihram.
1. Kawin.
2. Bersetubuh.
3. Memakai wangi-wangian.
4. Bercelak.
5. Memotong kuku
6. Memotong rambut
7. Menebang pohon.
8. Melihat dirinya di dalam cermin.
9. Memakai pacar.
10. Memakai payung dan penutup kepala.
11. Memakai pakaian yang terjahit dan memakai cincin.
12. Berbuat kefasikan dan bertengkar.
13. Berbekam.
14. Membunuh hewan.
15. Memburu binatang
2. Tawaf
Tawaf merupakan salah satu dari rukun umrah yang wajib
di laksanakan, adapun mengenai pembagiannya, ulama
membagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Tawaf qudum.
12[12]i Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie Press, 1994), 285.
11
Tawaf ini dilakukan oleh orang-orang yang jauh(bukan
orang mekkah dan sekitarnya) ketika memasuki mekkah.tawaf
ini menyerupai sholat dua rakaat tahiyatul masjid. Tawaf ini
hukumnya sunnah, dan yang meninggalkannya tidak dikenakan
apa-apa.
b. Tawaf ziarah.
Tawaf ini juga dinamakan tawaf ifadhah. Tawaf ini
dilakukan oleh orang yang haji(bukan orang yang umrah)setelah
melaksanakan manasik di mina, dinamakan tawaf ziarah karena
meninggalkan mina dan menziarahi baitullah. Tapi juga
dinamakan tawaf ifadhah karenaia telah kembali dari mina ke
mekkah.
c. Tawaf wada`
Tawaf ini merupakan perbuatan yang terakhir yang
dilakukan oleh orang yang haji ketika hendak melakukan
perjalanan meninggalkan mekkah.
3. Sa`i
Ulama` sepakat bahwa sa`i dilakukan setelah tawaf.
Orang yang melakukan sa`i sebelum towaf maka ia harus
mengulangi lagi(ia harus bertawaf kemudian melakukan sa`i).
Terdapat hal-hal yang disunnahkan bagi orang yang
sedang melakukan sa`i diantaranya :
a. Disunnahkan menaiki bukit shafa dan marwah serta
berdo`a diatas kedua bukit tersebut sekehendak hatinya,
baik masalah agama maupun dalam masalah dunia sambil
menghadap ke baitullah.
b. Melambaikan tangan ke hajar aswad,.
c. minum air zam-zam.
d. menuangkan sebagian air ke tubuh.
e. keluar dari pintu yang tidak berhadapan dengan hajar
aswad
12
f. Naik ke bukit shafa, menghadap ruknul iraqi, berhenti lama
di shafa, dan bertakbir kepada Allah sebanyak tujuh kali.
Barang siapa yang tidak mampu melakukan sa`i walau
dengan mengendarai kendaraan, maka hendaklah meminta
orang untuk mewakilinya, dan hajinya tetap sah. Boleh menoleh
ke kanan, ke kiri, ke belakang ketika pergi dan pulang(kembali).
Orang yang menambah lebih tujuh kali dengan sengaja,
maka sa`i-nya dianggap batal, tetapi tidak batal kalau lupa.
Apabila ragu-ragu dalam jumlah maka sa`inya tetap dianggap
sah, dan tidak diwajibkan sesuatu apa-apa baginya.
Kalau ia ragu apakah ia memulai dari shafa, yang berarti
sa`i-nya sah, atau mulai dari yang lainyang menjadikan sa`i-nya
batal, maka hal ini perlu diperhatikan: kalau orang yang ragu
tersebut dalam hal jumlah dan bilangan, tidak mengetahui
berapa kali ia melakukannya maka-sa`inya batal. Tapi kalau ia
benar-benar mengetahui berapa kali ia telah berjalan dan hanya
ragu darimana ia memulai, maka kalau jumlah yang
dilakukannya itu genap apakah dua kali, empat kali, atau enam
kali dan ia sedang berada di shafa atau sedang menghadap ke
shafa, maka sa`i-nya sahkarena ia mengetahui bahwa ia telah
memulai dari shafa.13[13]
4. Tahallul
Menurut pendapat imamiyah kalau orang yang melakukan
umroh tamattu` telah selesai bersa`i, ia harus menggunting
rambutnya, namun tidak boleh mencukurnya. Bila ia telah
memotongnya, maka apa yang diharamkan baginya telah
menjadi halal. Tapi kalau telah mencukurnya, maka ia harus
membayar kifarah berupa seekor kambing. Tapi kalau berumroh
13[13] Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie Press, 1994), 322.
13
mufrodah, maka ia boleh memilih antara menggunting atau
mencukur, baik ia mengeluarkan kurban atau tidak.
Tetapi kalau meninggalkan menggunting rambut itu
dengan sengaja sedangkan ia bertujuan untuk melakukan haji
tamattu` dan berihranm sebelum menggunting rambut, maka
umrahnya batal. Ia wajib melakukan haji ifrad. Maksudnya
melakukan amalan-amalan haji, kemudian melakukan umrah
mufradah setelah amalan-amalan haji itu. Dan lebih utama
adalah mengulangi haji lagi pada tahun yang akan datang.
BAB III
14
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Umroh adalah berpergian menuju ke baitullah untuk
melaksanakan serangkaian ibadah umroh, yakni tawaf dan sa’i.
Atau dengan kata lain datang ke baitullah untuk melaksanakan
umroh dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
2. Dalil tentang disyariatkannya umroh adalah:
#q�JÏ?r&ur ¢kptø:$# not�÷Kãèø9$#ur ¬! 4
“ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.”
3. Hukum mengenai disyariatkannya umroh ada dua
pendapat, yaitu ada sebagian ulama yang menghukuminya
dengan sunnah mu’akkad dan sebagian ulama yang lain
mewajibkannya.
4. Syarat-syarat umroh di antaranya adalah Islam, baligh,
berakal sehat, merdeka, istitha'ah (mampu).
5. Rukun-rukun umroh di antaranya adalah ihram, tawaf,
sa`i, tahallul
3.2 Saran
1. Dalam karya tulis ini tentunya masih terdapat banyak
kekurangan, maka penulis banyak mengharapkan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnnya
makalah ini dan juga dalam penulisan makalah agar tidak
terjadi kesalahan-kesalahan yang sama pada kesempatan-
kesempatan berikutnya
2. Semoga makalah ini dapat berman&aat khususnya untuk
penulis danumumnya untuk kita semua
15
DAFTAR PUSTAKA
Azzam, Abdul Aziz Muhammad & Hawwas, Abdul Wahhab
Sayyed. 2010.Fiqh Ibadah. Jakarta: Amzah.
Maktabah al-Syamilah. Shohih al-Bukhoriy.
Maktabah al-Syamilah. Sunan Ibnu Majjah.
Mughniyah, Muhammad Jawwad. 1994. Fiqh Lima Mazhab.
Jakarta: Basrie Press.
Rachimi, M. Abdurachman. 2012. Segala Hal Tentang Haji dan
Umroh. Jakarta: Erlangga.
Sabiq, Sayyid. 2008. Juz 1 Fiqh al-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr.
Luth, Thohir.2004. Syariat Islam Tentang Haji dan Umroh.
Jakarta: Rineka Cipta.
Zuhailiy, Wahbah. 1985. Fiqh al-Islam wa Adillatuhu. Beirut: Dar
al-Fikr.
16