TUGAS FIQIH

20
MAKALAH “UMROH” Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah Pada Mata Kuliah Fiqih Yang Diampu Oleh Dosen Drs. H. M. Saidin Msi Disusun Oleh: 1. M. ALI SODIKIN 2. AKH. ARI MIFTAHUNNAIM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA TEGAL JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TAHUN AKADEMIK 2014/2015 1

description

tugas fiqih

Transcript of TUGAS FIQIH

Page 1: TUGAS FIQIH

MAKALAH

“UMROH”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah Pada Mata Kuliah Fiqih Yang Diampu Oleh Dosen Drs. H. M.

Saidin Msi

Disusun Oleh:

1. M. ALI SODIKIN2. AKH. ARI MIFTAHUNNAIM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA TEGAL

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN AKADEMIK

2014/2015

1

Page 2: TUGAS FIQIH

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan nikmat

serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan,

sehingga penulis dapat membuat makalah mata kuliah Fiqih

dengan materi Umroh. Kemudian sholawat beserta salam kita

sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah

memberikan pedoman hidup yakni Al-qur’an dan sunnah untuk

keselamatan umat di dunia. Makalah ini merupakan tugas salah

satu mata kuliah Fiqih di program studi tarbiyah pendidikan

agama islam pada Sekolah Tinggi Agama Islam Bhakti Negara

Tegal. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada bapak selaku dosen pembimbing

matakuliah Fiqih

Akhirnya dari penulis menyadari bahwa terdapat banyak

kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka

dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif

dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Tegal, April 2015

Penulis

2

Page 3: TUGAS FIQIH

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER................................................................1

KATA PENGANTAR…............................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................2

1.1 Latar Belakang ...................................................4

1.2 Rumusan Masalah ..............................................4

1.3 Tujuan Penulisan.................................................4

BAB II PEMBAHASAN .........................................................5

2.1 Pengertian Umroh...............................................5

2.2 Dalil Diisyaratkan Umroh....................................5

2.3 Hukum umroh.....................................................6

2.4 Syarat umroh.......................................................7

2.5 Rukun umroh.......................................................9

BAB III PENUTUP.................................................................14

3.1 Kesimpulan..........................................................14

3.2 Saran...................................................................14

3

Page 4: TUGAS FIQIH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya orang-orang Arab pada zaman jahiliah

telah mengenal ibadah haji dan umroh. Ibadah ini mereka

warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan

perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum

pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, wukuf, dan

melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak

sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam

datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap

menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara'

(syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah

rasul.

Sebenarnya antara umroh dan haji itu hampir sama,

namun ada sedikit hal yang membedakan antara keduanya.

Mengapa demikian? oleh karena itu kami akan menjelaskan

bagaimana pengertian dari umroh, syarat-syarat, dan rukun-

rukun yang berkenaan dengan pelaksanaan ibadah umroh.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah pengertian Umroh?

2.      Bagaimanakah dalil tentang disyariatkannya Umroh?

3.      Bagaimanakah hukumnya melaksanakan Umroh?

4.      Apa saja syarat-syarat untuk orang yang melakukan

Umroh?

5.      Apa saja rukun-rukun yang harus dilakukan ketika Umroh?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Umroh.

2. Untuk mengetahui dalil tentang disyariatkannya Umroh.

4

Page 5: TUGAS FIQIH

3. Untuk mengetahui Bagaimana hukumnya melaksanakan

Umroh.

4. Untuk mengetahui Apa saja syarat-syarat untuk orang yang

melakukan Umroh.

5. Untuk mengetahui Apa saja rukun-rukun yang harus

dilakukan ketika Umroh.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Umroh secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu

yang االعتم���ار bermakna 1[1].(berpergian) الزي���ارة

Sedangkan pengertian umroh dalam terminologi ilmu fiqih

adalah berpergian menuju ke baitullah untuk melaksanakan

serangkaian ibadah umroh, yakni tawaf dan sa’i.2[2] Atau

dengan kata lain datang ke baitullah untuk melaksanakan

umroh dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.3[3]

Dengan demikian, dalam definisi ibadah umroh ada 4

unsur penting. Yaitu berpergian, baitullah, rukun umroh

(serangkaian ibadah umroh), dan syarat umroh.

2.2 Dalil Disyariatkannya Umroh

Dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 196 Allah SWT.

menyebutkan,

(#q�JÏ?r&ur ¢kptø:$# not�÷Kãèø9$#ur ¬! 4

1[1] Sayyid Sabiq juz 1, Fiqh al-Sunnah, (Beirut; Dar al-Fikr, 2008), 436.

2[2] Wahbah Zuhailiy, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Beirut; Dar al-Fikr, 1985), 9.

3[3] M. Abdurachman Rachimi, Segala Hal Tentang Haji dan Umroh, (Jakarta; Erlangga, 2012), 26.

5

Page 6: TUGAS FIQIH

“ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena

Allah.”

Di dalam Hadits nabi menyebutkan dalam beberapa hadits

mengenai umroh itu sendiri. Diantara hadits-hadits terebut

adalah

ماجه ) ابن رواه ًة& َّج) ِح* َت1ْع/ِد*ُل, اَن1 م1َض1 ر1 ِف*ى ة7 َر1 [4]4(ع,م/

“ Umroh pada bulan Ramadlan itu setara dengan Haji”

الْعمَرة إلى الْعمَرة كفارة لما بينهما والحج المبَرور

ليس له جزاء إال الَّجنًة

[5]5(رواه البخاري)

“ Antara umroh 1 dan yang selanjutnya itu menjadi pelebur

dosa antara kedua umroh tersebut. Dan balasan untuk haji yang

mabrur adalah surga.”

2.3 Hukum Umroh

Kalangan ahli fiqh menyepakati legalitas umroh dari segi

syara’ dan ia wajib bagi orang yang disyariatkan untuk

menyempurnakannya. Namun mereka berbeda pendapat

mengenai hukumnya dari segi wajib dan tidaknya ke dalam dua

arus pendapat berikut.6[6]

Pertama, sunnah mu’akkadah. Ini adalah pendapat Ibnu

Mas’ud, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i,

Imam Ahmad menurut salah satu versi pendapat, juga Abu

Tsaur dan kalangan mazhab Zaidiyah. Pendapat mereka

didasarkan atas sabda Nabi SAW tatkala ditanya tentang umroh,

apakah ia wajib atau tidak? Beliau menjawab,” Tidak. Namun

4[4] Maktabah al-Syamilah, Sunan Ibnu Majjah, hadits no 3106.

5[5] Maktabah al-Syamilah, Shohih al-Bukhoriy, hadits no 1683.

6[6] Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah. (Jakarta; Amzah, 2010), 604.

6

Page 7: TUGAS FIQIH

jika kalian umroh, maka itu lebih baik,” Juga berdasarkan sabda

Nabi SAW:

الحج جهاد والْعمَرة َتطوع

Haji adalah jihad, sementara umroh hanya tathawwu’

.

Alasan lain, umroh adalah nask (ibadah) yang

pelaksanannya tidak ditentukan waktu, maka ia pun tidak wajib

sebagaimana halnya thawaf mujarrad.

Kedua, wajib, terutama bagi orang-orang yang diajibkan

haji. pendapat ini dianut oleh Imam Asy-Syafi’i menurut versi

yang paling sahih di antara kedua pendapatnya, Imam Ahmad

menurut vers lain, Ibnu Hazm, sebagian ulama mazhab Maliki,

kalangan mazhab Imamiyyah, Asy-Sya’bi, dan Ats-Tsauri.

pendapat ini juga merupakan pendapat mayoritas ulama dari

kalangan sahabat dan lainnya, dan mereka bersepakat bahwa

pelaksanannya hanya sekali seumur hidup sebagaimana halnya

haji.7[7]

2.4 Syarat umroh

Secara umum, syarat-syarat haji dan umrah adalah sama,

yaitu:

1. Islam

Orang non muslim tidak sah dalam melaksanakan haji

atau umrah. Jika dia berkunjung ke tanah suci bahkan mengikuti

ibadah haji atau umrah seperti thawaf dan sa'i maka perjalanan

haji atau umrahnya hanya sebatas melancong saja.

2. Baligh

7[7] Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah. (Jakarta; Amzah, 2010), 604.

7

Page 8: TUGAS FIQIH

Anak kecil tiak diwajibkan berhaji atau pun umroh, baik

yang sudah mumayyiz maupun yang belum. Kalau sudah

mumayyiz ia naik haji atau umroh maka sah, tetapi pelaksanaan

haji atau pun umroh yang sebelum mumayyiz itu merupakan

sunnah dan kewajiban melaksanakan haji atau pun umroh tidak

gugur. Setelah baligh dan bisa atau mampu, ia wajib

melaksanakan haji atau pun umroh lagi, menurut kesepakatan

ulama mazhab.8[8]

3. Berakal sehat

Orang gila sebenarnya tidak mempunyai beban atau

bukan seorang mukallaf. Kalau dia naik haji atau umroh dan

dapat melaksanakan kewaiban yang dilakukan oleh orang yang

berakal, maka haji atau umrohnya itu tidak diberi pahala dari

kewajiban ittu, sekalipun pada waktu itu akal sehatnya sedang

datang kepadanya. Tapi kalau gilanya itu musiman dan bisa

sadar (sembuh) sekitar pelaksanaan haji atau umroh, sampai

melaksanakan kewajiban dan syarat-syaratnya dengan

sempurna, maka dia wajib melaksanakannya. Tapi kalau

diperkirakan waktu sadarnya itu tidak cukup untuk

melaksanakan semua kegiatan-kegiatan haji atau umroh, maka

kewajiban itu gugur.9[9]

4. Merdeka

Maksud dari merdeka ini adalah tidak berstatus sebagai

budak (hamba sahaya di masa Rasulullah Saw yang di masa

modern ini hampir tidak ditemukan di dunia). Istilah merdeka

8[8] Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie Press, 1994), 261.

9[9] Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie Press, 1994), 262.

8

Page 9: TUGAS FIQIH

juga bisa diartikan bebas dari tanggungan hutang dan

tanggungan nafkah keluarga yang ditinggalkan

5. Istitha'ah (mampu)

Secara sepakat para ulama mazhab menetapkan bisa atau

mampu itu merupakan syarat kewajiban haji atau pun umroh,

berdasarkan firman Alloh SWT dari surat Ali ‘Imron ayat 97

yang berbunyi:

ÏmÏù 7M»t�#uä ×M»uZÉi�t/ ãP$s)¨B zOÏdºt�ö/Î) ( `tBur

¼ã&s#yzy� tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur �n?tã Ĩ$¨ 9Z $# �kÏm

ÏMø�t7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó�$# Ïmø�s9Î) WxÎ6y� 4 `tBur t�xÿx.

¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$#

Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di

antaranya) maqam Ibrahim, barangsiapa memasukinya

(Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah

kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang

sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa

mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha

Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S. Ali

‘Imron 97)

2.5 Rukun Umroh

Rukun dalam ibadah umroh di bagi menjadi empat bagian

yang mana tidak sah suatu ibadah umroh jika tidak mengerjakan

rukun-rukun tersebut, rukun umroh antara lain :

1. Ihram.

2. Tawaf.

3. Sa`i.

4. Tahallul.10[10]

10[10] Thohir Luth, Syariat Islam Tentang Haji dan Umroh, (Jakarta;Rineka Cipta, 2004), 17.

9

Page 10: TUGAS FIQIH

1. Ihram

Bagi orang yang hendak beribadah umrah, maka ia wajib

melakukan ihram krena hal tersebut bagian dari rukun umrah.

Kewajiban-kewajiban ihram.

Dalam ihram ada tiga hal yang wajib dilakukan yaitu:

1. Niat.

Tidak ada perbuatan yang dilakukan dengan sadar tanpa

adanya niat. Niat sebagai motivasi dari perbuatan, dan niat

merupakan hakikat dari perbuatan tersebut. Dengan kata lain

jika berihram dalam keadaan lupa atau main-main tanpa niat

maka ihramnya batal.

2. Talbiyah.

Lafadz talbiyah adalah:

“labbaikallahumma labbaika, la syarika laka labbaika, innal

hamda wan ni`mata laka wal mulka la syarika laka”.

Waktu membaca talbiyah bagi orang yang berihram, dimulai

dari waktu ihram dan disunnahkan untuk membaca terus

sampai melempar jumrah `aqobah.

3. Memakai pakaian ihram.

Para ulama madzhab sepakat bahwa lelaki yang ihram

tidak boleh memakai pakaian yang terjahit, dan tidak pula kain

sarung, juga tidak boleh memakai baju dan celana, dan tidak

boleh pula yang menutupi kepala dan wajahnya.

Kalau perempuan harus memakai penutup kepalanya, dan

membuka wajahnya kecuali kalau takut dilihat lelaki dengan

ragu-ragu. Perempuan tidakboleh memakai sarung tangan,

tetapi boleh memakaisutera dan sepatu.11[11]

11[11] Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie Press, 1994), 290-292.

10

Page 11: TUGAS FIQIH

Hal-hal yang disunnahkan pada waktu hendak ihram:

1. Membersihkan badan.

2. Memotong kuku.

3. Mencukur.

4. Melakukan shalat ihram.

5. Melebatkan rambut.

6. Memakai wangi-wangian.12[12]

Hal-hal yang dilarang dalam ihram.

1. Kawin.

2. Bersetubuh.

3. Memakai wangi-wangian.

4. Bercelak.

5. Memotong kuku

6. Memotong rambut

7. Menebang pohon.

8. Melihat dirinya di dalam cermin.

9. Memakai pacar.

10. Memakai payung dan penutup kepala.

11. Memakai pakaian yang terjahit dan memakai cincin.

12. Berbuat kefasikan dan bertengkar.

13. Berbekam.

14. Membunuh hewan.

15. Memburu binatang

2. Tawaf

Tawaf merupakan salah satu dari rukun umrah yang wajib

di laksanakan, adapun mengenai pembagiannya, ulama

membagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Tawaf qudum.

12[12]i Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie Press, 1994), 285.

11

Page 12: TUGAS FIQIH

Tawaf ini dilakukan oleh orang-orang yang jauh(bukan

orang mekkah dan sekitarnya) ketika memasuki mekkah.tawaf

ini menyerupai sholat dua rakaat tahiyatul masjid. Tawaf ini

hukumnya sunnah, dan yang meninggalkannya tidak dikenakan

apa-apa.

b. Tawaf ziarah.

Tawaf ini juga dinamakan tawaf ifadhah. Tawaf ini

dilakukan oleh orang yang haji(bukan orang yang umrah)setelah

melaksanakan manasik di mina, dinamakan tawaf ziarah karena

meninggalkan mina dan menziarahi baitullah. Tapi juga

dinamakan tawaf ifadhah karenaia telah kembali dari mina ke

mekkah.

c. Tawaf wada`

Tawaf ini merupakan perbuatan yang terakhir yang

dilakukan oleh orang yang haji ketika hendak melakukan

perjalanan meninggalkan mekkah.

3. Sa`i

Ulama` sepakat bahwa sa`i dilakukan setelah tawaf.

Orang yang melakukan sa`i sebelum towaf maka ia harus

mengulangi lagi(ia harus bertawaf kemudian melakukan sa`i).

Terdapat hal-hal yang disunnahkan bagi orang yang

sedang melakukan sa`i diantaranya :

a. Disunnahkan menaiki bukit shafa dan marwah serta

berdo`a diatas kedua bukit tersebut sekehendak hatinya,

baik masalah agama maupun dalam masalah dunia sambil

menghadap ke baitullah.

b. Melambaikan tangan ke hajar aswad,.

c. minum air zam-zam.

d. menuangkan sebagian air ke tubuh.

e. keluar dari pintu yang tidak berhadapan dengan hajar

aswad

12

Page 13: TUGAS FIQIH

f. Naik ke bukit shafa, menghadap ruknul iraqi, berhenti lama

di shafa, dan bertakbir kepada Allah sebanyak tujuh kali.

Barang siapa yang tidak mampu melakukan sa`i walau

dengan mengendarai kendaraan, maka hendaklah meminta

orang untuk mewakilinya, dan hajinya tetap sah. Boleh menoleh

ke kanan, ke kiri, ke belakang ketika pergi dan pulang(kembali).

Orang yang menambah lebih tujuh kali dengan sengaja,

maka sa`i-nya dianggap batal, tetapi tidak batal kalau lupa.

Apabila ragu-ragu dalam jumlah maka sa`inya tetap dianggap

sah, dan tidak diwajibkan sesuatu apa-apa baginya.

Kalau ia ragu apakah ia memulai dari shafa, yang berarti

sa`i-nya sah, atau mulai dari yang lainyang menjadikan sa`i-nya

batal, maka hal ini perlu diperhatikan: kalau orang yang ragu

tersebut dalam hal jumlah dan bilangan, tidak mengetahui

berapa kali ia melakukannya maka-sa`inya batal. Tapi kalau ia

benar-benar mengetahui berapa kali ia telah berjalan dan hanya

ragu darimana ia memulai, maka kalau jumlah yang

dilakukannya itu genap apakah dua kali, empat kali, atau enam

kali dan ia sedang berada di shafa atau sedang menghadap ke

shafa, maka sa`i-nya sahkarena ia mengetahui bahwa ia telah

memulai dari shafa.13[13]

4. Tahallul

Menurut pendapat imamiyah kalau orang yang melakukan

umroh tamattu` telah selesai bersa`i, ia harus menggunting

rambutnya, namun tidak boleh mencukurnya. Bila ia telah

memotongnya, maka apa yang diharamkan baginya telah

menjadi halal. Tapi kalau telah mencukurnya, maka ia harus

membayar kifarah berupa seekor kambing. Tapi kalau berumroh

13[13] Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie Press, 1994), 322.

13

Page 14: TUGAS FIQIH

mufrodah, maka ia boleh memilih antara menggunting atau

mencukur, baik ia mengeluarkan kurban atau tidak.

Tetapi kalau meninggalkan menggunting rambut itu

dengan sengaja sedangkan ia bertujuan untuk melakukan haji

tamattu` dan berihranm sebelum menggunting rambut, maka

umrahnya batal. Ia wajib melakukan haji ifrad. Maksudnya

melakukan amalan-amalan haji, kemudian melakukan umrah

mufradah setelah amalan-amalan haji itu. Dan lebih utama

adalah mengulangi haji lagi pada tahun yang akan datang.

BAB III

14

Page 15: TUGAS FIQIH

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.      Umroh adalah berpergian menuju ke baitullah untuk

melaksanakan serangkaian ibadah umroh, yakni tawaf dan sa’i.

Atau dengan kata lain datang ke baitullah untuk melaksanakan

umroh dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

2.      Dalil tentang disyariatkannya umroh adalah:

#q�JÏ?r&ur ¢kptø:$# not�÷Kãèø9$#ur ¬! 4

“ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.”

3.      Hukum mengenai disyariatkannya umroh ada dua

pendapat, yaitu ada sebagian ulama yang menghukuminya

dengan sunnah mu’akkad dan sebagian ulama yang lain

mewajibkannya.

4.      Syarat-syarat umroh di antaranya adalah Islam, baligh,

berakal sehat, merdeka, istitha'ah (mampu).

5.      Rukun-rukun umroh di antaranya adalah ihram, tawaf,

sa`i, tahallul

3.2 Saran

1. Dalam karya tulis ini tentunya masih terdapat banyak

kekurangan, maka penulis banyak mengharapkan kritik dan

saran yang membangun kepada penulis demi sempurnnya

makalah ini dan juga dalam penulisan makalah agar tidak

terjadi kesalahan-kesalahan yang sama pada kesempatan-

kesempatan berikutnya

2. Semoga makalah ini dapat berman&aat khususnya untuk

penulis danumumnya untuk kita semua

15

Page 16: TUGAS FIQIH

DAFTAR PUSTAKA

Azzam, Abdul Aziz Muhammad & Hawwas, Abdul Wahhab

Sayyed. 2010.Fiqh Ibadah. Jakarta: Amzah.

Maktabah al-Syamilah. Shohih al-Bukhoriy.

Maktabah al-Syamilah. Sunan Ibnu Majjah.

Mughniyah, Muhammad Jawwad. 1994. Fiqh Lima Mazhab.

Jakarta: Basrie Press.

Rachimi, M. Abdurachman. 2012. Segala Hal Tentang Haji dan

Umroh. Jakarta: Erlangga.

Sabiq, Sayyid. 2008. Juz 1 Fiqh al-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr.

Luth, Thohir.2004. Syariat Islam Tentang Haji dan Umroh.

Jakarta: Rineka Cipta.

Zuhailiy, Wahbah. 1985. Fiqh al-Islam wa Adillatuhu. Beirut: Dar

al-Fikr.

16