tugas dr. agung

download tugas dr. agung

of 13

Transcript of tugas dr. agung

Tugas Laporan Pagi

Oleh: Kelompok C Najwa Wulandari NIM. I1A006039 Nurul Hidayah NIM I1A006015 Desmi Rina ardhani NIM I1A006043 Eka Febrianty NIM I1A005041

Pembimbing dr.Agung Ary Wibowo, Sp.B (K)BD

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM RSUD ULIN BANJARMASIN BANJARMASIN November, 2011

1. Indikasi dan Kontra Indikasi Kateterisasi Indikasi Kateterisasi dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa, khususnya bila saluran kemih tersumbat atau pasien tidak mampu melakukan urinasi karena adanya gangguan pada otot sfingter. Kateterisasi juga dapat digunakan dengan indikasi lain yaitu: penderita kehilangan kesadaran; persiapan operasi atau pasca operasi besar; pada kondisi terjadinya retensi atau inkontinensia urine; penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medula spinalis, gangguan neuromuskular, atau inkompeten kandung kemih; atau jika dilakukan pencucian kandung kemih. Kontraindikasi Kateterisasi kandung kemih khususnya kateterisasi uretra tidak boleh dilakukan pada penderita yang mengalami cedera uretra dan/atau pasien yang mampu untuk berkemih spontan. Sumber: Wulandari S. Chapter II. 2010. Available from:

www.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16993/4/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 23 November 2011.

2. Panduan Skrining Penderita dengan Dugaan Cedera Servical 1. Adanya paraplegia atau quadriplegia adalah bukti pendahuluan adanya instabilitas servikal 2. Penderita sadar, tidak mabuk, neurologis normal dan tanpa nyeri leher, atau nyeri tekan di bagian tengah leher: Penderita seperti ini sangat jarang menderita cedera servikal akut atau instabilitas. Dengan penderita dalam posisi terlentang, lepaskan kolar dan lakukan palpasi tulang leher. Bila tidak ada nyeri tekan, mintalah penderita uuntuk melakukan latero-fleksi.

Jangan memaksa menggerakkan leher penderita. Gerakan ini aman bila dilakukan oleh penderita sendiri. Bila gerakan ini tanpa nyeri, mintalah kembali agar penderita melakukan fleksi dan ekstensi lehernya. Bila inipun tanpa nyeri, tidak perlu dilakukan foto servikal. 3. Penderita sadar, neurologis normal, koperatif, namun ada nyeri leher atau nyeri tekan di bagian tengah leher. Tugas dokter adalah untuk menyingkirkan adanya cedera servikal. Semua penderita seperti ini memerlukan foto servikal AP, Lateral dan Open mouth dengan aksial CT scan pada daerah yang dicurigai atau tulang leher bawah yang tidak dapat terlihat dengan baik hanya dengan foto polos saja. Yang dinilai pada foto cervical : (a). deformitas tulang, (b). fraktur korpus vertebra atau prosesus, (c). hilangnya kesegarisan (alignment ) aspek posterior korpus vertebra ( bagian anterior kanalis vertebralis), (d). meningkatnya jarak antar prosesus spinosus pada 1 level vertebra, (e). menyempitnya kanalis vertebralis dan (f). meningkatnya ruangan jaringan lunak prevertebral. Bila foto ini normal, lepaskan kolar, dan dibawah pengawasan seorang dokter yang menguasai masalah, lakukan fleksi dan ekstensi pada leher dan kemudian dilakukan foto fleksi lateral dari leher. Bila pada foto ini tidak ditemukan subluksasi, dianggap tidak ada cedera servikal dan kolar dapat dilepaskan. Bila salah satu dari foto di atas mencurigakan akan adanya cedera servikal, pasanglah kolar kembali, dan konsultasikan dengan seorang spesialis orthoped spine. 4. Penderita dengan gangguan kesadaran atau anak kecil yang tidak dapat menerangkan dengan jelas. Semua penderita di atas memerlukan foto servikal lateral, AP dan open mouth disertai tambahan pemeriksaan CT scan pada daerah yang dicurigai (C1 dan C2, dan didaerah cervical bawah yang tidak dapat dinilai dengan tepat dengan foto polos) .

Pemeriksaan CT pada anak adalah pemeriksaan tambahan. Bila seluruh vertebra servikal dapat terlihat, dan tanpa kelainan, maka setelah dilakukan pemeriksaan oleh ahli bedah syaraf atau ortopedi, kolar dapat dilepas. 5. Bila ragu-ragu pertahankan kolar. 6. Konsul: Bila curiga atau menemukan cedera servikal selalu konsultasikan dengan dokter yang mempunyai keahlian dalam mengevaluasi serta melakukan tindakan terhadap penderita yang mengalami cedera vertebra. 7. Backboard Penderita dengan deficit neurologis (kuadriplegia atau paraplegia) harus dievaluasi secara cepat dan dilepaskan dari backboard secepat mungkin. Penderita seperti ini bila tidur di atas backboard lebih dari 2 jam ber-resiko tinggi untuk dekubitus. 8. Keadaan gawat-darurat Penderita cedera yang membutuhkan Bedah darurat sebelum pemeriksaan tulang belakang secara lengkap dikerjakan, harus ditranspor dan digerakkan secara hati-hati dengan asumsi terdapat cedera vertebra yang tidak stabil. Dalam keadaan ini kolar harus dipertahankan, penderita dipindahkan ke meja operasi dengan cara logroll. Team Bedah harus berhati-hati dalam memproteksi leher sewaktu melakukan tindakan operasi. Ahli Anestesi harus diberitahukan sejauh mana pemeriksaan untuk adanya cedera servikal sudah dilakukan. Sumber: Anonymous. Available from: www. Diakses

http://bedahurologi.wordpress.com/2008/06/26/rangkuman-catatan-atls/. tanggal 23 November 2011

3. KETOROLAC

Ketorolac 10 mg injeksi (1 box berisi 6 ampul @ 1 mL) Ketorolac 30 mg injeksi (1 box berisi 6 ampul @ 1 mL) FARMAKOLOGI Farmakodinamik Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat. Farmakokinetik Ketorolac tromethamine diserap dengan cepat dan lengkap setelah pemberian intramuskular dengan konsentrasi puncak rata-rata dalam plasma sebesar 2,2 mcg/ml setelah 50 menit pemberian dosis tunggal 30 mg. Waktu paruh terminal plasma 5,3 jam pada dewasa muda dan 7 jam pada orang lanjut usia (usia rata-rata 72 tahun). Lebih dari 99% Ketorolac terikat pada konsentrasi yang beragam. Farmakokinetik Ketorolac pada manusia setelah pemberian secara intramuskular dosis tunggal atau multipel adalah linear. Kadar steady state plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari. Pada dosis jangka panjang tidak dijumpai perubahan bersihan. Setelah pemberian dosis tunggal intravena, volume distribusinya rata-rata 0,25 L/kg. Ketorolac dan metabolitnya (konjugat dan metabolit para-hidroksi) ditemukan dalam urin (rata-rata 91,4%) dan sisanya (rata-rata 6,1%) diekskresi dalam feses. Pemberian Ketorolac secara parenteral tidak mengubah hemodinamik pasien.

INDIKASI Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus. KONTRA INDIKASI

Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada kemungkinan sensitivitas silang.

Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau obat anti-inflamasi nonsteroid lain.

Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif. Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti. Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi. Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme. Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain. Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain. Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L). Riwayat asma. Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.5005.000 unit setiap 12 jam).

Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium. Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi. Anak < 16 tahun. Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa. Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal). Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benarbenar dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan. DOSIS Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus intravena. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi : Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular dan intravena tidak boleh lebih dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan jangka panjang. Dewasa Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 1030 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul,

dosis harian total kombinasi tidak boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg). Instruksi dosis khusus Pasien lanjut usia Ampul : Untuk pasien yang usianya lebih dari 65 tahun, dianjurkan memakai kisaran dosis terendah: total dosis harian 60 mg tidak boleh dilampaui (lihat Perhatian). Anak-anak : Keamanan dan efektivitasnya pada anak-anak belum ditetapkan. Oleh karena itu, Ketorolac tidak boleh diberikan pada anak di bawah 16 tahun. Gangguan ginjal : Karena Ketorolac tromethamine dan metabolitnya terutama diekskresi di ginjal, Ketorolac dikontraindikasikan pada gangguan ginjal sedang sampai berat (kreatinin serum > 160 mmol/l); pasien dengan gangguan ginjal ringan dapat menerima dosis yang lebih rendah (tidak lebih dari 60 mg/hari IV atau IM), dan harus dipantau ketat. Analgesik opioid (mis. Morfin, Phetidine) dapat digunakan bersamaan, dan mungkin diperlukan untuk mendapatkan efek analgesik optimal pada periode pasca bedah awal bilamana nyeri bertambah berat. Ketorolac tromethamine tidak mengganggu ikatan opioid dan tidak mencetuskan depresi napas atau sedasi yang berkaitan dengan opioid. Jika digunakan bersama dengan Ketorolac ampul, dosis harian opioid biasanya kurang dari yang dibutuhkan secara normal. Namun efek samping opioid masih harus dipertimbangkan, terutama pada kasus bedah dalam sehari. EFEK SAMPING Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20 dosis dalam 5 hari.

Insiden antara 1 hingga 9% :Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea. Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat. INTERAKSI OBAT

Pemberian Ketorolac bersama dengan Methotrexate harus hati-hati karena beberapa obat yang menghambat sintesis prostaglandin dilaporkan mengurangi bersihan Methotrexate, sehingga memungkinkan peningkatan toksisitas Methotrexate.

Penggunaan bersama NSAID dengan Warfarin dihubungkan dengan perdarahan berat yang kadang-kadang fatal. Mekanisme interaksi pastinya belum diketahui, namun mungkin meliputi peningkatan perdarahan dari ulserasi gastrointestinal yang diinduksi NSAID, atau efek tambahan antikoagulan oleh Warfarin dan penghambatan fungsi trombosit oleh NSAID. Ketorolac harus digunakan secara kombinasi hanya jika benar-benar perlu dan pasien tersebut harus dimonitor secara ketat.

ACE inhibitor karena Ketorolac dapat meningkatkan risiko gangguan ginjal yang dihubungkan dengan penggunaan ACE inhibitor, terutama pada pasien yang telah mengalami deplesi volume.

Ketorolac mengurangi respon diuretik terhadap Furosemide kira-kira 20% pada orang sehat normovolemik.

Penggunaan obat dengan aktivitas nefrotoksik harus dihindari bila sedang memakai Ketorolac misalnya antibiotik aminoglikosida.

Pernah dilaporkan adanya kasus kejang sporadik selama penggunaan Ketorolac bersama dengan obat-obat anti-epilepsi.

Pernah dilaporkan adanya halusinasi bila Ketorolac diberikan pada pasien yang sedang menggunakan obat psikoaktif.

Anak-anak Keamanan dan efektivitas pada anak belum ditetapkan. Lanjut usia Pasien di atas 65 tahun dapat mengalami efek samping yang lebih besar daripada pasien muda. Risiko yang berkaitan dengan usia ini umum terdapat pada obat yang menghambat sintesis prostaglandin. Seperti halnya dengan semua obat, pada pasien lanjut usia harus dipakai dosis efektif yang terendah. Penyalahgunaan dan ketergantungan fisik Ketorolac tromethamine bukan merupakan agonis atau antagonis narkotik. Subjek tidak memperlihatkan adanya gejala subjektif atau tanda objektif putus obat bila dosis intravena atau intramuskular dihentikan tiba-tiba. Anonymous. Available from: http://www.hexpharmjaya.com/page/ketorolac.aspx.

Diakses tanggal 23 November 2011

4. Kalbamin [infus ]

Isi Indikasi

Asam amino (esensial & non-essential) Pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral karena malnutrisi, trauma atau cedera, hypoproteinemia.

Dosis

Dosis didasarkan pada kebutuhan metabolik, pengeluaran energi dan status klinis pasien. Biasa Dosis harian: 1 asam amino g / kg berat badan / IV lambat hari.

Kontra indikasi

Metabolisme asam amino abnormal, koma hati atau risiko koma hati, gangguan ginjal berat atau azotemia dalam ketiadaan hemodialisis.

Peringatan

Hiponatremia, asidosis berat, CHF. Bayi & anak.

Khusus Reaksi Obat Reaksi hipersensitivitas, mual, muntah, dada tidak nyaman, jantung berdebar, peningkatan kadar enzim hati, peningkatan BUN, asidosis, demam, sakit kepala.

Sumber

:

Anonymous.

Available Diakses

from: tanggal 23

http://ahmadalfikri.blogspot.com/2010/12/kalbamin-infus.html. November 2011.

5. Tutofusin

Tutofusin per Liter berisi 100 meq Natrium, Kalium 18 meq, Mg 6 meq, Cl 90 meq asetat 38 meq, sorbitol 50 gr. Indikasi Tutofusin memenuhi kebutuhan air dan elektrolit pada fase sebelum, saat maupun sesudah operasi. Dehidrasi cairan isotonik, kehilangan cairan intraseluler. Untuk menutupi sebagian kebutuhan akan karbohidrat. Sumber:6. Fimafusin

7. Pemberian Gastridin/Ranitidine

Pada pasien stupor atau koma, terapi umum yang diberikan yaitu salah satunya adalah untuk perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses (docusate sodium 100 mg 31 ) pemberian ranitidin 50 mg iv tiap 8 jam untuk menghindari stress ulcer akibat pemberian steroid dan intubasi

Sumber:

Anonymous. Penanganan pasien stupor dan koma. Available from:

http://duniakedokteranakmal.blogspot.com/2011/03/manajemen-pasien-stupor-dankoma.html. Diakses tanggal 23 November 2011.8. Faktor predisposisi Ca Buli

Penyebab yang pasti dari kanker kandung kemih tidak diketahui. Tetapi penelitian telah menunjukkan bahwa kanker ini memiliki beberapa faktor resiko: Usia, resiko terjadinya kanker kandung kemih meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Merokok, merupakan faktor resiko yang utama. Lingkungan pekerjaan, beberapa pekerja memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita kanker ini karena di tempatnya bekerja ditemukan bahan-bahan karsinogenik (penyebab kanker). Misalnya pekerja industri karet, kimia, kulit. Infeksi, terutama infeksi parasit (skistosomiasis). Pemakaian siklofosfamid atau arsenik untuk mengobati kanker dan penyakit lainnya. Ras, orang kulit putih memiliki resiko 2 kali lebih besar, resiko terkecil terdapat pada orang Asia. Pria, memiliki resiko 2-3 kali lebih besar. Riwayat keluarga, orang-orang yang keluarganya ada yang menderita kanker kandung kemih memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker ini. Peneliti sedang mempelajari adanya perubahan gen tertentu yang mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker ini. Sumber: Zen Akatsuki. Available from: http://akatsuki-

ners.blogspot.com/2011/01/askep-klien-dengan-ca-buli-buli.html. Diakses tanggal 23 November 2011.

9. Kontraindikasi RT