Tugas Diskusi BK Kel 1

19
TUGAS KELOMPOK BIMBINGAN DAN KONSELING “STANDAR KUALIFIKASI & KOMPETENSI PELAKSANAAN BK SEBAGAI PROFESI DAN PENDIDIKAN GURU PEMBIMBING & INSERVICE TRAINING” Oleh Milcham Chairun Syah (107070001571) Alifia Meirani (108070000048) Maryati (108070000049) Dina Haya Sufya (108070000051) Fitranto Muhammad (108070000079) Iffah Rufaidah (108070000060) FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Transcript of Tugas Diskusi BK Kel 1

TUGAS KELOMPOK BIMBINGAN DAN KONSELING STANDAR KUALIFIKASI & KOMPETENSI PELAKSANAAN BK SEBAGAI PROFESI DAN PENDIDIKAN GURU PEMBIMBING & INSERVICE TRAINING

Oleh Milcham Chairun Syah (107070001571) Alifia Meirani (108070000048) Maryati (108070000049) Dina Haya Sufya (108070000051) Fitranto Muhammad (108070000079) Iffah Rufaidah (108070000060)

FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

I. PENDAHULUAN Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor, memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan mengembangkan potensi dan memandirikan individu dalam pengambilan keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan umum. Pelayanan dimaksud adalah pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor adalah pengampu layanan ahli bimbingan dan konseling, terutama dalam jalur pendidikan formal dan nonformal. Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan layanan ahli bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistik, sikap empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan pengguna layanan (konseli), dengan selalu mencermati dampak jangka panjang dari layanan yang diberikan. Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi: (a) memahami secara mendalam konseli yang dilayani, (b) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling, (c) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan (d) mengembangkan profesionalitas profesi secara berkelanjutan, (e) yang dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung. Kompetensi akademik dan profesional konselor secara terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Pembentukan kompetensi akademik calon konselor ini merupakan proses pendidikan formal jenjang S-1 bimbingan dan konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan bidang bimbingan dan konseling. Sedangkan kompetensi2

profesional merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik Pendidikan Profesi Konselor (PPK) yang berorientasi pada pengalaman dan kemampuan praktik lapangan, dan tamatannya memperoleh sertifikat profesi bimbingan dan konseling dengan gelar profesi Konselor. II. STANDAR KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI PROFESI

Pembimbing atau konselor yang profesional akan berperan positif terhadap tuntutan pekerjaannya, untuk menjadi profesional seorang pembimbing harus dapat mengembangkan kepribadian dan citra diri yang positif pula. Menurut pandangan Belkin dalam bukunya Practical Counseling In The Schools (1981), yang dikutip kembali oleh W.S. Winkel menyajikan sejumlah kualitas kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang konselor, sebagai berikut:a) Mengenal diri sendiri. Konselor harus menyadari keunikannya sendiri, kelemahan dan

kelebihannya, serta harus tau dalam usaha-usaha apa dia kiranya akan lebih berhasil. Untuk membantu konselor dalam mengenal diri sendiri mengenai derajat efektivitas yang boleh diharapkan dalam pekerjaannya, ditunjukkan tiga kualitas, yaitu merasa aman dengan diri sendiri (security), percaya pada orang lain (trust), dan memiliki keteguhan hati (courage). Merasa aman dengan diri sendiri mengandaikan mempunyai rasa percaya diri, rasa harga diri, dan tidak merasa cemas serta gelisah tentang diri sendiri. Konselor yang tidak merasa aman, cenderung untuk menjadi takut jangan-jangan tidak diterima oleh siswa, dan cenderung menempuh cara-cara yang tidak wajar untuk mendapatkan pengakuan dari siswa. Percaya pada orang lain berarti mampu untuk memberikan sesuatu dari diri sendiri dan menerima sesuatu dari kepribadian orang lain. b) Memahami orang lain. Kualitas ini menuntut keterbukaan hati dan kebebasan dari cara berpikir yang kaku menurut keyakinan / pandangan pribadi saja. Konselor ini akan

3

mampu mengikuti beraneka pandangan dan perasaan di pihak klien dengan berpedoman pada kerangka acuan internal siswa.c) Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Kemampuan untuk berkomunikasi

dengan orang lain pada taraf pertemuan antarpribadi mendapat dukungan dari beberapa kualitas yang lain, yaitu sejati, tulen atau ikhlas (genuine), bebas dari kecenderungan untuk menguasai orang (nondominance), mampu mendengarkan dengan baik (listening), mampu menghargai orang lain (positive regard), dan mampu mengungkapkan perasaan serta pikiran secara memadai dalam kata-kata (verbal communication) dan isyarat-isyarat (nonverbal communication). Kualifikasi Akademik Konselor Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Sedangkan bagi individu yang menerima pelayanan profesi bimbingan dan konseling disebut konseli, dan pelayanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal dan nonformal diselenggarakan oleh konselor. Kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal adalah: 1. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling. 2. Berpendidikan profesi konselor. Kompetensi Konselor Layanan bimbingan dan konseling merupakan layanan profesional konsekwensinya harus dilakukan secara profesional oleh personil yang memiliki kewenangan dan kemampuan profesional untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling. Kekuatan dan eksistensi suatu profesi muncul dari kepercayaan publik. Masyarakat percaya layanan yang diperlukan dapat diperoleh dari orang yang sebagai orang yang berkompeten untuk memberikan layanan. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagai organisasi profesi pada bidang bimbingan dan konseling pada kongres ke X di semarang menetapkan Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Tuntutan dan arah standardisasi profesi konseling di Indonesia mengacu kepada perkembangan ilmu dan teknologi serta perkembangan kebutuhan masyarakat berkenaan dengan4

pelayanan konseling. Standar kompetensi, merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai,diketahui, dan mahir dilakukan oleh tenaga konselor. Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di samping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi dan kredensi yang ditetapkan dalam prosedur dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Kompetensi bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process). Kompetensi profesi konselor merupakan keterpaduan kemampuan personal, keilmuan dan teknologi, serta sosial yang secara menyeluruh membentuk kemampuan standar profesi konselor. Profil kompetensi Konselor meliputi komponen berikut.1.

Kompetensi pengembangan kepribadian (KPK), yaitu kompetensi berkenaan dengan

pengembangan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, mandiri dan mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. a. Menampilkan kepribadian beriman dan bertakwa, bermoral, terintegritas, mandiri. b. Menghargai dan meninggikan hakikat, harkat dan kehidupan kemanusiaan. 2. Kompetensi landasan keilmuan dan keterampilan (KKK), yaitu kompetensi berkenaan dengan bidang keilmuan sebagai landasan keterampilan yang hendak dibangun. Kompetensi ini meliputi substansi dalam bidang pendidikan, psikologi, dan budaya. 3. Kompetensi keahlian berkarya (KKB), yaitu kompetensi berkenaan dengan a. Hakikat pelayanan konseling. b. Paradigma,visi dan misi konseling. c. Dasar keilmuan konseling d. Bentuk/format pelayanan konseling5

kemampuan keahlian berkarya dengan penguasaan keterampilan yang tinggi.

e. Pendekatan pelayanan konseling. f. Teknik konseling. g. Instrumentasi konseling. h. Sumber dan media dalam konseling. i. Jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling. j. Pengelolaan pelayanan konseling. 4. Kompetensi perilaku berkarya (KPB), yaitu kompetensi berkenaan dengan perilaku berkarya berlandaskan dasar-dasar keilmuan dan profesi sesuai dengan pilihan karir dan profesi. a. Etika profesional konseling b. Riset dalam konseling c. Organisasi profesi konseling 5. Kompetensi berkehidupan bermasyarakat (KBB), yaitu kompetensi berkenaan dengan pemahaman kaidah berkehidupan dalam masyarakat profesi sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. a. Hubungan antar-individu dan berhubungan dengan lingkungan. b. Hubungan kolaboratif dengan tenaga profesi lain: pembentukan tim kerjasama, pelaksanaan kerjasama, dan tanggung jawab bersama.

Pengawas perlu mengetahui kompetensi konselor untuk dapat melakukan pembinaan dan pengawasaan sehingga layanan bimbingan dan konseling dilaksanakan secara profesional Sebagai suatu keutuhan kompetensi konselor merujuk pada pengusaan konsep, penghayatan dan perwujudan nilai, penampilan pribadi yangbersifat membantu dan ujuk kerja profesional yang akuntabel. Konselor adalah pendidik (UU RI no. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 6) karena itu konselor harus berkompetensi sebagai pendidik. Konselor adalah seorang profesional karenanya layanan bimbingan dan konseling diatur dan didasarkan dalam kode etik. Konselor bekerja dalam berbagai seting. Keragaman pekerjaan konselor mengandung maknanya adanya pengetahuan, sikap dan keterampilan bersama yang harus dikuasasi oleh konselor dalam seting manapun. Pada kapasitas sebagai pendidik, konselor berperan dan berfungsi sebagai pendidik

6

psikologis dengan perangkat pengetahuan dan keterampilan psikologis yang dimilikinya untuk membantu individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi. Pengawas melakukan pembinaan dan pengawasan apakah konselor yang ada disekolah memiliki kompetensi sebagai konselor. Perlu dukungan sehingga layanan bimbingan dan konseling dilakukan oleh seorang konselor (berlatar pendidikan bimbingan dan konseling yang idealnya memiliki sertifikasi konselor). Paling tidak layanan diberikan oleh guru pembimbing yang telah memperoleh pelatihan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan oleh ABKIN maupun Depdiknas yang ditugaskan oleh kepala sekolah untuk melakukan layanan bimbingan dan konseling dengan dukungan penuh wali kelas, guru dan pimpinan sekolah yang melaksanakan fungsi dan peran bimbingan dalam kapasitas dan kewenangannya masing-masing. Pada kondisi paling darurat para tenaga pendidik di sekolah yaitu guru, wali kelas dan pimpinan sekolah dalam peran dan tugasnya maing-masing melaksanakan layanan bimbingan sesuai dengan kapasitas. Para konselor perlu dukungan agar termotivasi mengembangkan diri sebagai tenaga yang profesional dengan melanjutkan pendidikan untuk memperoleh sertifikasi konselor dan melengkapi dengan berbagai aktivitas profesi. Para guru pembimbing yang tidak berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling, pimpinan sekolah, wali kelas dan guru perlu dukungan agar termotivasi untuk belajar melakukan layanan bimbingan dan konseling secara benar. Upaya pengembangan diri dapat dilakukan melalui kegiatan pengembangan staf secara internal di sekolah, pertemuan pada MGBK di sanggar BK, mengikuti seminar, workshop maupun pelatihan BK, terlibat dalam organisasi profesi dan melanjutkan pendidikan. Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Namun bila ditata ke dalam empat kompetensi pendidik sebagaimana tertuang dalam PP 19/2005, maka rumusan kompetensi akademik dan profesional konselor dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional sebagai berikut.

7

KOMPETENSI INTI A. KOMPETENSI PEDAGOGIK 1. Menguasai teori dan praksis pendidikan

KOMPETENSI

1.1 Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya 1.2 Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran 1.3 Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan

2. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis 2.1 Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku manusia, dan psikologis serta perilaku konseli perkembangan fisik dan psikologis individu terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan 2.2 Mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian, individualitas dan perbedaan konseli terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan 2.3 Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan 2.4 Mengaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan 2.5. Mengaplikasikan kaidah-kaidah kesehatan mental terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan

3. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan

3.1 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jalur pendidikan formal, nonformal dan informal

3.2 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus 3.3 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah, serta tinggi. B. KOMPETENSI KEPRIBADIAN

8

4.

Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

4.1 Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 4.2 Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain 4.3 Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur

5.

Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih

5.1 Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi 5.2 Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya 5.3 Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya 5.4 Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya. 5.5 Toleran terhadap permasalahan konseli 5.6 Bersikap demokratis.

6. Menunjukkan integritasdan stabilitas kepribadian yang kuat

6.1 Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten ) 6.2 Menampilkan emosi yang stabil. 6.3 Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan 6.4 Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stres dan frustasi

7.

Menampilkan tinggi

kinerja

berkualitas

7.1 Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif 7.2 Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri 7.3 Berpenampilan menarik dan menyenangkan 7.4 Berkomunikasi secara efektif

C. KOMPETENSI SOSIAL

9

8.

Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja

8.1 Memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran pihakpihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah) di tempat bekerja 8.2 Mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihakpihak lain di tempat bekerja 8.3 Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga administrasi) 9.1 Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi 9.2 Menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling 9.3 Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi 10.1 Mengkomunikasikan aspek-aspek profesional bimbingan dan konseling kepada organisasi profesi lain 10.2 Memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling 10.3 Bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan profesional profesi lain. 10.4 Melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai dengan keperluan

9.

Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling

10. Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi

D. KOMPETENSI PROFESIONAL 11. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli 11.1 Menguasai hakikat asesmen 11.2 Memilih teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling 11.3 Menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen untuk keperluan bimbingan dan konseling 11.4 Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan masalah-masalah konseli. 11.5 Memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi konseli.

10

11.6 Memilih dan mengadministrasikan instrumen untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan dengan lingkungan 11.7 Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling 11.8 Menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan tepat 11.9 Menampilkan tanggung jawab profesional dalam praktik asesmen 12. Menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling 12.1 Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling. 12.2 Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling. 12.3 Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling. 12.4 Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja. 12.5 Mengaplikasikan pendekatan /model/jenis pelayanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. 12.6 Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling.

13. Merancang program Bimbingan dan Konseling

13.1 Menganalisis kebutuhan konseli 13.2 Menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan 13.3 Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling 13.4 Merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling

14.

Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif

14.1 Melaksanakan program bimbingan dan konseling. 14.2 Melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam pelayanan bimbingan dan konseling. 14.3 Memfasilitasi perkembangan akademik, karier, personal, dan sosial konseli 14.4 Mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling

15. Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.

15.1 Melakukan evaluasi hasil, proses, dan program bimbingan dan konseling 15.2 Melakukan penyesuaian proses pelayanan bimbingan dan konseling.

11

15.3 Menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait 15.4 Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling 16. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional 16.1 Memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan profesional. 16.2 Menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor 16.3 Mempertahankan objektivitas dan menjaga agar tidak larut dengan masalah konseli. 16.4 Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan 16.5 Peduli terhadap identitas profesional dan pengembangan profesi 16.6 Mendahulukan kepentingan konseli daripada kepentingan pribadi konselor 16.7 Menjaga kerahasiaan konseli

17. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling

17.1 Memahami berbagai jenis dan metode penelitian 17.2 Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling 17.3 Melaksaanakan penelitian bimbingan dan konseling 17.4 Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses

III. PENDIDIKAN GURU PEMBIMBING DAN INSERVICE TRAINING 1. Pendidikan Guru Pembimbing Standarisasi pendidikan konselor: Jenjang pendidikan: S1 : Kemampuan umum dan dasar, akademik professional, sebagai konselor setting sekolah. S2 : Akademisi BK, menguasai keilmuan BK, kemampuan professional, dasar-dasar pengembangan keilmuan BK. S3 : Ahli BK, menguasai filosofi dan keilmuan BK, kemampuan profesional, riset PDDK Profesi : konselor profesional yang memiliki kompetensi sesuai dengan standar pengembangan keilmuan. kompetensi.12

Spektrum ketenagakerjaan bimbingan dan konseling: Sertifikasi Kulaifikasi Doktor (S1, S2 BK) Konselor profesional Master (S1 BK) Konselor profesional S1Pendidikan Profesi Konselor Konselor profesional Sarjana BK (S1) Konselor Doktor (S1 non BK, S2 BK) Lisensi prosedur khusus Master (S1 non BK) Guru pembimbing SI Non BK + Pelatihan BK Guru pembimbing muda ) Melalui prosedur dan persyaratan yang ditetapkan BAKKN pendidikan lulusan BK dan non BK. Seorang konselor sekolah serendah-rendahnya memiliki ijazah sarjana muda dari suatu pendidikan yang sah serta memenuhi syarat untuk menjadi guru dalam jenjang pendidikan dimana ia ditugaskan. Secara professional seorang konselor hendaknya memiliki pendidikan profesi yaitu, jurusan bimbingan konseling Strata satu(S1), S2 atau S3. Atau sekurangkurangnya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling. Secara umum untuk Indonesia lulusan bimbingan dan konseling tingkat D3 dan S1 masih diperbolehkan untuk menjadi pembimbing. Hanya kualifikasi professional tersebut belum begitu jelas. Mungkin S1 bisa dianggap professional jika: a. Bobot latihan professional ditingkatkan, baik selama pendidikan maupun dalam bentuk in-service training. b. Harus sudah ada tim penilai khusus dari ikatan pembimbing. Sebagai pendidik, konselor dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimum S1, sebagaimana halnya pengampu layanan ahli di bidang lain seperti dokter. Konselor juga dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik S1, yang mencerminkan penguasaan kemampuan akademik di bidang bimbingan dan konseling. Untuk keperluan ini diselenggarakan program S1 Bimbingan dan Konseling dengan tujuan memfasilitasi pembentukan kompetensi akademik calon konselor, yang direpresentasikan dengan Ijazah sarjana pendidikan dengan kekhususan dalam bidang bimbingan dan konseling. Lisensi Ya ) Ya ) Ya ) Tidak ? Tidak Tidak profesi bagi S1

13

Secara umum untuk Indonesia lulusan bimbingan dan konseling tingkat D3 dan S1 masih diperbolehkan untuk menjadi pembimbing. Hanya kualifikasi profesional tersebut belum begitu jelas. Mungkin S1 bisa diorbitkan menjadi tenaga profesional asalkan bobot latihan profesional ditingkatkan, baik selama pendidikan maupun dalam bentuk in-service training dan harus sudah ada tim penilai khusus dari ikatan pembimbing seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia). Kriteria utama tetap bahwa konselor harus lulusan S2 dengan berpengalaman mengajar (sertifikat) dan pengalaman praktik (sertifikat). Untuk menghadapi perubahan-perubahan yang cepat tadi, bentuk pelatihan konselor untuk menjadi profesional, disesuaikan dengan keadaan.

2. Pengertian dan Tujuan In-Service Training Yang dimaksud dengan In-Service Training ialah semua usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan keahlian guru dan pegawai guna menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan bidangnya masing-masing. In-Service Training merupakan suatu tuntunan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Adapun tujuannya ialah: a) Mempertinggi mutu para petugas dalam bidang profesinya masing-masing. b) Meningkatkan efisiensi kerja menuju kearah tercapainya hasil yang optimum. c) Mengembangkan kegairahan kerja dan meningkatkan kesejahteraan.

3. Tempat Penyelenggaraan In-Service Training

Bisa di selenggarakan di dalam negeri atau bisa juga di luar negeri. Adapun In-Service Training di dalam negeri dapat dilaksanakan: a) Pada lembaga-lembaga pendidikan guru. b) Pada kursus-kursus penataran dan kursus-kursus lain.

14

c) Pada tempat yang ditentukan sesuai dengan taraf lingkungan : Nasional, Propinsi dan daerah. d) Di sekolah masing-masing. Penyelenggaraan di luar Negeri ditentukan tempatnya oleh pemerintah melalui prosedur yang berlaku. 4. Penyelenggaraan In-Service Training di Sekolah Kepala Sekolah merupakan pimpinan dan penanggung jawabnya. Dalam pelaksanaannya dibentuk suatu seksi yang diberi nama: seksi In-Service Training. Sehubungan dengan program ini, berikut dikemukakan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian: a. Program In-Service Training dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan, sesuai dengan program sekolah (jadwal tahunan). Program ini diadakan dengan persiapan yang matang serta memperhatikan: 1) Taraf kegiatan sekolah masing-masing. 2) Disesuaikan dengan urgensi persoalan. b. Dalam pelaksanaannya dipergunakan tenaga (SDM) dari dalam sekolah.

c. Seluruh hasil kegiatan In-Service Training harus diabadikan dalam sebuah dokumentasi pendidikan dan harus dilengkapi dengan catatan hasil pelaksanaannya. d. Evaluasi diadakan pada akhir tahun pelajaran yang di dalamnya dapat diikut sertakan staf guru, murid dan masyarakat. e. Supaya program In-Service Training itu berhasil dengan baik, diperlukan dana khusus yang didapat baik dari pemerintah setempat maupun dari usaha-usaha lain yang sah. 5. Penyelenggaraan di Sekolah bagi Petugas-petugas Bimbingan Seperti telah dikemukakan di atas maka untuk kelancaran kerja, pertama sekali perlu dibentuk seksi In-Service Training. Tugas seksi inilah yang harus mencari kontak dengan sumber-sumber dari luar sekolah, untuk mendapatkan manusia-manusia sumber yang benar-benar ahli dan mampu memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dikehendaki para peserta. Seksi ini pula yang harus merencanakan dan menetapkan isi15

program In-Service Training tersebut. Sangat berguna apabila dalam seksi itu terdapat sekurang-kurangnya seorang anggota staf yang mempunyai pengetahuan mengenai fungsi utama program bimbingan dan teknik-teknik konseling yang berguna. 6. Peranan Seksi In-Service Training Seksi ini bertanggungjawab dalam merencanakan dan menetapkan: a. Peserta In-Service Training. b. Waktu dan tempat penyelenggaraan. c. Fase-fase penting program bimbingan yang akan dijadikan isi program In-Service Training.d. Tenaga-tenaga pengajar yang perlu diambil, baik dari dalam maupun dari luar. e. Metode dan teknik yang akan dipergunakan, umpamanya : ceramah-ceramah,

diskusi, observasi, seminar, workshop, karyawisata dan lain-lain. f. Pembiayaan.7. Fase-fase penting dalam program bimbingan yang akan dijadikan isi program In-Service

Training Ada dua kelompok guru yang harus diperhatikan dalam penyusunan program InService Training, yakni: guru-guru penyuluh dan guru-guru biasa. Guru-guru biasa ini, yang merupakan kelompok yang terbesar, tidak memerlukan training dalam bimbingan dan penyuluhan yang mendalam dan eksistensi. Kepada kelompok ini cukuplah bila diberikan pelajaran mengenai prosedur umum dalam mempelajari dan memahami anak didik, ditambah dengan pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar, fungsi-fungsi bimbingan dan teknik-teknik yang dipergunakan dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Di antara fase-fase penting dalam pelayanan bimbingan yang perlu mendapat perhatian untuk dimasukkan sebagai isi program In-Service Training adalah:

16

a) Tujuan dan prinsip-prinsip dasar pelayanan bimbingan. b) Peranan guru dalam bimbingan. c) Penggunaan berbagai jenis pencatatan, termasuk catatan kumulatif, catatan anekdot, catatan test dsb. d) Prosedur yang harus di tempuh dalam melaksanakan studi kasus dan case history. e) Teknik-teknik yang dipergunakan dalam mempelajari sifat-sifat dan sikap anakanak dan bagaimana menafsirkan tingkah laku mereka. f) Metode melaksanakan wawancara dengan murid dan dengan orang tua. g) Penggunaan sumber-sumber informasi pra-kejuruan dan pekerjaan/mata

pencaharian secara efektif, termasuk kurikulum sendiri dan sumber-sumber luar. h) Penggunaan berbagai alat evaluasi dan diagnostik secara baik, termasuk test-test kepribadian, kecerdasan, sikap, minat, pembawaan, hasil belajar dan test sosiometrik. i) Latihan khusus dan mendalam bagi guru-guru penyuluh dan petugas-petugas bimbingan lainnya. 8. Beberapa bentuk pelaksanaan program In-Service Training dalam Bimbingan dan Penyuluhan Mengingat urgensi pelayanan bimbingan di sekolah, maka perlu diselenggarakan berbagai bentuk pelaksanaan program In-Service Training. Di antara rencana-rencana yang paling efektif untuk membantu para petugas sekolah dan guru-guru adalah: a. Kursus-kursus ekstension dan profesionil. Bentuk ini diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli atau prakarsa pengawas counselor atau kepala sekolah. Dilaksanakan pada liburan-liburan panjang atau pada malam hari.b. Belajar melalui observasi, konperensi-konperensi dan konsultasi. Observasi

terhadap program bimbingan dan penyuluhan pada sekolah-sekolah lain, dilengkapi dengan konsultasi dan konperensi dengan para ahli, akan sangat menguntungkan bagi para petugas, apabila hal itu dilaksanakan selama waktu In17

Service Training. Usaha ini menunjukan pada para peserta bagaimana orang lain mempraktekkan program bimbingan itu, sehingga dapat disusun rencana untuk melaksanakan program serupa di sekolah sendiri.c. Lokakarya (Workshop), rapat-rapat kerja dan seminar. Usaha-usaha ini sebaiknya

diadakan secara teratur pada hari-hari libur panjang atau pada waktu lain yang baik. Ini pun sebaiknya diprakarsai oleh pengawas counselor. Suatu hal yang menggembirakan ialah bahwa dalam rangka pelaksanaan pelita telah dimasukkan suatu kegiatan yang dinamakan Upgrading Guru-guru SD. Alangkah baiknya apabila Bimbingan dan Penyuluhan dapat dimasukkan sebagai salah satu subyek yang tetap dan diberikan secara kontinyu tiap-tiap tahun pada para peserta upgrading.

18

DAFTAR PUSTAKA Djumhur & Surya. 1975. Bimbingan penyuluhan di sekolah: Bandung CV.Ilmu. Mukhlis, Peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor 27 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, Jakarta, 2008. Syahril & Ahmad Riska. 1986 Pengertian bimbingan dan konseling : Angkasa Raya. Tohirin, Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009 Wibowo, Mungin Edy, Standardisasi profesi konseling, konvensi nasional XIV dan kongres nasional X ABKIN Semarang, 2005. WS. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, Jakarta, Gramedia, 1984.

19