Tugas Customer Value
description
Transcript of Tugas Customer Value
MAKALAHCREATING CUSTOMER VALUE
DOSEN PEMBIMBINGDr. RATIH TRESNATI, SE., M.P.
DISUSUN OLEH : ASRI ARUMSARI (20090315001)
JULIA FAMOR PRATAMI (20090315002)
MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKITUNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2015
PENDAHULUAN
Pelanggan, dapat kita katakan sebagai suatu asset yang berharga di
dalam perusahaan karena dengan adanya pelanggan, perusahaan
memperoleh pasar, memperoleh profit. Untuk itu, kini banyak perusahaan
yang mulai beramai-ramai, meningkatkan kinerja mereka, memperkuat
interaksi mereka dengan pelanggan dengan tujuan, memberikan kepuasan
kepada pelanggan, sehingga memberikan penilaian yang positif bagi
pelanggan terhadap perusahaan kita. Perusahaan juga tentu akan terus
mempertahankan pelanggan setia mereka, sebagai sumber pendapatan
mereka.
Peter Drucker mengamati bahwa tugas pertama perusahaan adalah
“menciptakan pelanggan”. Walaupun pada kenyataannya pelanggan
menghadapi begitu banyak pilihan produk dan merek, harga, dan pemasok.
Pelanggan memperkirakan tawaran mana yang akan memberikan nilai paling
besar. Pelanggan berusaha mendapatkan nilai maksimal, yang dibatasi oleh
biaya pencarian, pengetahuan, mobilitas, dan pendapatan. Mereka
membentuk harapan mengenai nilai dan melakukan tindakan atasnya.
Kemampuan atau kegagalan suatu tawaran memenuhi harapan nilai akan
mempengaruhi kepuasan dan pembelian kembali. Pada posisi ini, maka yang
terpenting adalah upaya untuk mempertahankan produk sebagaimana
keinginan dan minat dari konsumen itu sendiri. Nilai pelanggan ini dapatlah
diartikan sebagai dampak atas apa yang dikeluarkan oleh konsumen
terhadap produk.
KAJIAN TEORITIS
Customer value merupakan taksiran konsumen secara keseluruhan
terhadap manfaat suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap apa yang
diterima oleh konsumen dan apa yang diberikan oleh produsen. Dengan
demikian nilai (value) merupakan faktor-faktor yang dipertimbangkan
konsumen dalam pembelian.
Lovelock (2005: 21) mengatakan bahwa value adalah suatu nilai yang
diperoleh dari benda atau jasa tergantung dari keperluan seseorang pada
suatu waktu tertentu. Sedangkan Schiffman dan Kanuk (2004:14)
mendefinisikan customer value sebagai rasio antara manfaat yang didapat
oleh konsumen baik secara ekonomi, fungsional maupun psikologis terhadap
sumber sumber (uang, waktu, tenaga, maupun psikologis) yang digunakan
untuk memperoleh manfaat-manfaat tersebut. Hal ini sejalan dengan definisi
yang dikemukakan oleh Kotler yang merumuskan cara penghitungan value
sebagai berikut:
Value = Functional Benefits + Emotional Benefits
Monetary Cost + Time Cost + Energy Cost + Phsycocost
Manfaat produk berhubungan dengan keandalan, daya tahan, kinerja
dan nilai jual kembali dari produk atau jasa yang ditawarkan. Manfaat
pelayanan adalah sejauh mana produk atau jasa tertentu yang ditawarkan
berhubungan dengan hal penyampaian, pelatihan, serta daya tangkap dalam
melayani pelanggan termasuk ke dalam menfaat karyawan, sedangkan
manfaat citra berhubungan dengan kesan atau opini yang selama ini
konsumen dapat mengenai perusahaan yang menghasillkan produk atau jasa
tersebut.
Di samping manfaat yang dirasakan, terdapat juga pengorbanan yang
harus dikeluarkan oleh pelanggan yang turut menentukan nilai pelanggan.
Adapun pengorbanan tersebut adalah pengorbanan moneter, yaitu
pengorbanan yang harus dikeluarkan pelanggan dalam bentuk unit moneter,
yang dalam hal ini adalah harga dari produk atau jasa tertentu serta
pengorbanan non moneter seperti waktu, energy dan psikologis.
Pengorbanan waktu adalah pengorbanan yang harus dikeluarkan oleh
pelanggan sehubungan dengan lamanya waktu yang harus ditempuh
pelanggan dalam mengkonsumsi produk atau jasa tertentu. Pengorbanan
energy berhubungan dengan tingkat kemudahan pelanggan dalam
mengkonsumsi produk atau jasa tertentu, sedangkan pengorbanan psikologis
adalah tingkat kekecewaan yang muncul dan harus dihadapi oleh pelanggan
pada waktu mengkonsumsi produk atau jasa tertentu.
Hirarki customer value terdiri dari 3 tingkatan, yaitu : atribut produk dan
jasa, konsekuensi produk dan jasa, tujuan pelanggan. Definisi masing-masing
tingkatan pada hirarki tersebut menurut Woodaff (1997 : 142) adalah :
1. Atribut produk dan jasa menjadi dasar hirarki, yaitu
pelanggan belajar berpikir mengenai produk atau jasa
sebagai rangkaian dari atribut dan kinerja atribut
2. Konsekuensi produk atau jasa merupakan konsekuensi yang
diinginkan oleh pelanggan ketika informan membeli dan
menggunakan produk
3. Maksud dan tujuan pelanggan yang dicapai melalui
konsekuensi tertentu dari penggunaan produk dan jasa
tersebut.
Konsumen memiliki tingkat pengetahuan berbeda. Pengetahuan
tentang abstract attribute menyatakan karakteristik yang tidak tampak,
sedangkan concrete attribute lebih menunjukkan pada karakteristik produk
yang tampak. Consequence adalah hasil yang spesifik yang terjadi ketika
produk dibeli dan digunakan atau dikonsumsi. Hasil yang Nampak dan
langsung dialami oleh konsumen ditunjukan oleh functional consequences
sedangkan konsekuensi yang merupakan perasaan dan hasil yang dialami
konsumen dan bersifat pribadi adalah phsycological consequences.
Instrumental dan terminal value adalah perwujudan mental yang merupakan
tujuan mendasar, kebutuhan dan keadaan akhir yang ingin diraih dalam
kehidupan.
Menurut Naumann (1995:17) “the customer value triad consists of only
three things: product quality, service quality and value-based prices”.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa customer value terdiri dari 3 hal
yaitu: 1) Mutu produk 2) Mutu layanan 3) Harga “good costumer value can be
achieved only when product quality, service quality, and valuebased prices
are in harmony”. Customer value yang baik dapat tercapai apabila mutu
produk, mutu layanan dan harga yang berjalan secara harmoni.
3 Mutu Produk
Mutu produk adalah persepesi konsumen atas keseluruhan ciri atau
sifat produk yang berpengaruh pada kemampuannya dalam memenuhi
kepuasan konsumen tersebut (Lockwood, 1996:4). West, Wood dan
Harger (1965:54) menyatakan bahwa standar kualitas makanan,
meskipun sulit untuk didefinisikan dan tidak dapat diukur secara
mekanik, masih dapat dievaluasi lewat nilai nutrisinya, tingkat bahan
yang digunakan, rasa, dan penampilan dari produk. Meskipun
demikian, terdapat perbedaan pendapat mengenai pengaplikasian
kriteria-kriteria tersebut pada setiap makanan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi pendapat masing-masing orang tentang kriteria-kriteria
tersebut antara lain: usia, latarbelakang dan social ekonomi,
pengalaman masa lalu yang berkaitan dengan makanan, pendidikan
dan pengetahuan ilmiah serta emosi.
2. Mutu Pelayanan
Menurut Parasuraman dan Berry (1991) “mutu/kualitas pelayanan
didefinisikan sebagai persepsi konsumen terhadap keunggulan dari
suatu pelayanan, maka untuk mengevaluasi kualitas pelayanan salah
satu kriterianya adalah apakah kualitas pelayanan yang diberikan oleh
perusahaan sesuai dengan persepsi konsumen maka dapat dikatakan
bahwa pelayanan tersebut berkualitas, demikian pula sebaliknya”.
Selain itu, Parasuraman dan Berry menemukan bahwa tingkat kualitas
layanan yang baik, tercapai bila penyedia jasa mampu memenuhi
bahkan melebihi apa yang menjadi harapan dari konsumen. Maka
Parasuraman dan Berry juga mendefinisikan mutu/kualitas pelayanan
sebagaimana yang dirasakan oleh konsumen adalah seberapa besar
perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen dengan persepsi
atau kenyataan yang dialami. Definisi mutu/kualitas layanan berpusat
pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan serta ketepatan
penyampaian untuk mengimbangi harapan konsumen. Menurut
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Lovelock, 2002:218-219)
mutu/kualitas layanan adalah tingkat keunggulan yan diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan konsumen. Ada dua factor utama yang mempengaruhi
mutu/kualitas layanan yaitu expected service dan perceived service.
3 Harga
Menurut Swastha (2002:211) harga adalah sejumlah uang (ditambah
beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan
sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya”. Penentuan
harga ini merupakan salah satu keputusan yang penting bagi
menajamen. Harga yang ditetapkan harus dapat menutup semua
ongkos, atau bahkan lebih dari itu yaitu untuk mendapatkan jasa.
Tetapi jika harga ditentukan terlalu tinggi akan berakibat kurang
menguntungkan. Dalam hal ini pembeli akan berkurang, volume
penjualan berkurang, semua biaya mungkin tidak dapat ditutup dan
akhirnya perusahaan bisa menderita rugi. Salah satu prinsip bagi
manajemen dalam penentuan harga ini adalah menitikberatkan pada
kemauan pembeli untuk harga yang telah ditentukan dengan jumlah
yang cukup untuk menutup ongkos-ongkos dan menghasilkan laba.
Dalam kenyataan menurut Swastha dan Sukotjo (2002:211-215),
tingkat harga yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti:
1. Keadaan perekonomian
Keadaan perekonomian akan sangat berpengaruh pada tingkat harga
yang berlaku, terutama bila dilihat pada saat Negara mengalami resesi.
2. Penawaran dan permintaan
Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli oleh pembeli pada
tingkat harga tertentu. Penawaran adalah kebalikan dari permintaan,
yaitu suatu jumlah yang ditawarkan oleh penjual pada suatu tingkat
harga tertentu.
3. Elastisitas permintaan
Besar kecilnya permintaan mempengaruhi tingkat harga. Semakin
besar permintaan, maka harga barang akan mengalami perningkatan.
Sebaliknya semakin kecil permintaan, maka harga barang akan
menurun atau tidak berubah.
4. Persaingan
Semakin ketatnya persaingan mendorong penjual untuk
mempertahankan harga yang telah ditetapkan. Selain itu, untuk
beberapa kasus, penjual dapat menaikan atau menurunkan harga agar
tetap mampu bersaing.
5. Biaya
Besarnya biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi suatu barang
akan mempengaruhi harga jual barang tersebut dipasaran.
6. Tujuan perusahaan
Penetapan harga suatu barang sering dikaitkan dengan tujuan-tujuan
yang akan dicapai. Setiap perusahaan tidak selalu mempunyai tujuan
yang sama dengan perusahaan lainnya. Tujuan-tujuan yang hendak
dicapai tersebut antara lain: - Laba maksimum - Volume penjualan
tertentu - Penguasaan pasar - Kembalinya modal yang tertanam dalam
jangka waktu tertentu.
7. Pengawasan pemerintah
Pengawasan pemerintah juga merupakan factor penting dalam
penentuan harga. Pengawasan pemerintah tersebut dapat diwujudkan
dalam bentuk penentuan harga maksimum dan minimum, diskriminasi
harga, serta praktek-praktek lain yang mendorong atau mencegah
usaha-usaha ke arah monopoli
Michael Porter mengajukan rantai nilai sebagai alat untuk
mengidentifikasi cara-cara untuk menciptakan nilai pelanggan yang lebih
besar. Rantai nilai mengidentifikasi Sembilan aktivitas yang relevan secara
strategis yang menciptakan nilai ini terdiri dari lima aktivitas utama dan empat
aktivitas pendukung. Aktivitas utama mencakup urutan dari membawa
material kedalam bisnis (logistic masuk), mengubah menjadi produk jadi
(produksi), mengirimkan produk jadi (logistic keluar), memasarkan
(pemasaran dan penjualan), dan melayani hal itu (pelayanan), aktivitas
pendukung – pengadaan, pengembangan teknologi, manajemen sumber
daya manusia, dan infrastruktur perusahaan – ditangani oleh departemen
khusus. Setiap departemen telah memasang tembok yang memperlambat
penyerahan layanan pelanggan yang berkualitas. Solusi terhadap masalah ini
adalah memberikan penekanan yang lebih besar terhadap kelancaran
pengelolaan proses bisnis inti. Proses bisnis inti ini termasuk, sbb:
1. Proses meraba pasar. Aktivitas yang mencakup antara lain mengumpulkan
intelejen pasar, menyerahkan pengetahuan dalam organisasi, dan bertindak
berdasarinformasi
2. Proses realitas tawaran baru. Aktivitas yang mencakup antara lain meneliti,
mengembangkan dan meluncurkan tawaran-tawaran baru berkualitas tinggi
dengan cepat dan dalam batas-batas anggaran
3.Proses mendapatkan pelanggan. Aktivitas yang mencakup antara lain
mendefinisikan pasar-pasar sasaran dan melakukan pencarian pelanggan
baru
4.Proses manajemen hubungan pelanggan. Aktivitas yang mencakup antara
lain membangun pemahaman, hubungan, dan tawaran yang lebih mendalam
bagi masing-masing pelanggan.
5.Proses manajemen pelaksanaan. Aktivitas yang mencakup antara lain
menerima dan menyetujui pesanan, mengirimkan barang tepat waktu, dan
mengumpulkan pembayaran.
Agar berhasil, sebuah perusahaan juga perlu untuk mencari
keunggulan kompetitif diluar perusahaannya sendiri, yakni ke rantai-rantai
nilai pemasok, distributor, dan pelanggan. Beberapa perusahaan bermitra
dengan pemasok dan distributor tertentu untuk membentuk jarring
penyerahan nilai (disebut juga rantai pasokan)Jaring penyerahan nilai
menghubungkan perusahaan dengan pemasok dan distributor. Dengan sitem
ini, barang-barang diproduksi berdasarkan permintaan dan bukan diadakan
karena suplai produksi.
Selain bekerja dengan para mitra – disebut manajemen hubungan
kemitraan – banyak perusahaan yang juga bermaksud untuk membangun
ikatan lebih kuat dengan para pelanggan – yang disebut manajemen
hubungan pelanggan (customer relationship management/CRM). Ini
merupakan proses untuk mengelola informasi yang terperinci mengenai
masing-masing pelanggan dan dengan hati-hati mengelola semua “titik
sentuh” (touchpoint) dengan pelanggan, dengan tujuan untuk memaksimalkan
loyalitas pelanggan.
Tujuan dari CRM adalah menghasilkan ekuitas pelanggan yang tinggi. Ekuitas pelanggan adalah total nilai masa hidup pelanggan terdiskonto dari seluruh pelanggan perusahaan. Sudah jelas, semakin setia para pelanggan, semakin tinggi ekuitas pelanggan. Rust, Zeithaml, dann Lemon menunjukan tiga pendorong ekuitas pelanggan: ekuitas nilai, ekutas merek, dan ekuitas hubungan.Berikut merupakan lima tingkatan investasi untuk membangun hubungan dengan pelanggan :
a. Pemasaran dasar. Tenaga penjual menjual produkb. Pemasaran reaktif. Tenaga penjual menjual produk dan
mendorong pelanggan untuk menghubungi jika dia memiliki pertanyaan, komentar, atau keluhan.
c. Pemasaran bertanggung jawab. Tenaga penjual menghubungi pelanggan untuk memeriksa apakah produk memenuhi harapan. Penjual juga meminta saran perbaikan produk atau layanan dari pelanggan jika ada kekecewaan yang timbul.
d. Pemasaran proaktif. Tenaga penjual menghubungi pelanggan dari waktu ke waktu dengan saran mengenai penggunaan tambahan produk atau produk baru
e. Pemasaran kemitraan. Perusahaan bekerja secara terus-menerus dengan pelnggan besar untuk membantu menngkatkan kinerja
Menurut Marc J Epstein, Michael Friedl, Kristi Yuthas (2008) menuliskan
daur pengelolaan customer value yang disebut The customer value
management cycle. Menurut mereka lima tahapan dalam customer value
management cycle, yaitu:
STEP 1 : MANAGE CUSTOMER SEGMENTATION
Customer segmentation menunjukan proses pembagian pelanggan dalam
kelompok-kelompok untuk tujuan pembuatan keputusan. Segmentasi
memberikan perusahaan kemampuan untuk membagi atau membuat iklan
yang berbeda pada setiap segmen atau proposisi-proposisi (usulan-
usulan) nilai untuk kelompok-kelompok customer yag berbeda.
Segmentasi sering ditentukan pada basis kesamaan pada pelanggan,
seperti karakteristik pelanggan, kesukaan atau kebiasaan. Secara ideal,
segmentasi berkorelasi dengan kebiasaan-kebiasaan customer yang
mendrive ke customer prifitability
STEP 2: MEASURE CUSTOMER SEGMENT MARGINS
Pada tingkatan yang paling minim, perusahaan-perusahaan harus
mengukur pendapatan dan gross profit untuk setiap kelompok customer.
Mengalokasikan biaya penjualan, marketing, dan pelayanan membawa
analisis ini pada level berikutnya. Biaya penjualan di beberapa
perusahaan sangat signifikan antara customer dan customer yang telah
tersegmentasi
STEP 3: MEASURE CUSTOMER LIFETIME VALUE (CLV)
CRV memperkenalkan sebuah dimensi baru untuk memahami nilai dari
pemeliharaan pelanggan. Margin berdasarkan kalkulasi fokus pada profit
yang dihasilkan pada periode sekarang sama hasilnya dengan pembelian-
pembelian oleh customer pada periode berikutnya. CRV memiliki
pendekatan yang berbeda. CRV memperlakukan customer sebagai aset
perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan CRV mengakui
bahwa biaya-biaya untuk menarik customer saat ini dianggap sebagai
investasi untuk jangka panjang. Perusahaan-perusahaan tersebut juga
mengakui bahwa investasi tersebut bisa diekspektasikan untuk
menghasilkan pendapatan tambahan di masa depan dalam jangka
panjang. Lifetime value of the customer merefleksikan net present value
dari semua ekpektasi cash flow perusahaan yang diasosiasikan dengan
customer.
STEP 4: MEASURE CUSTOMER IMPACT
Komponen terakhir dari nilai yang diperoleh dari customer adalah
customer impact (dampak atau pengaruh). Activity-based costing dan
customer lifetime value memungkinkan perusahaan-perusahaan mampu
membuat kemajuan-kemajuan besar dalam memahami profit yang
diharapkan dari customer-customer yang mereka miliki. Perusahan-
perusahan tersebut dapat melengkapi estimasi-estimasi yang baik dari
nilai yang ada pada masing-masing customer dan segmen untuk
perusahaan melalui pemakaian dan pembelian normal.
Tetapi mendekatan ini sering gagal untuk menangkap beberapa
sumberdaya yang potensial. Jadi, profit dihasilkan dari penjualan sekarang
maupun di masa depan untuk customer-customer yang memiliki nilai
sumber daya yang sangat besar untuk beberapa kelompok customer.
Tetapi nilai dapat diciptakan (atau dihancurkan) oleh customer dan
kelompok pelanggan dalam banyak cara diluar jangkauan CLV
STEP 5: MANAGE CUSTOMER PROBABILITY
Semua informasi berasal dari ukuran customer value yang dianalisa, dan
bisa dilakukan. Hal ini berjalan jauh diluar laporan yang sederhana dari
masing-masing kelompok pelanggan yang mempunyai profit yang lebih
besar atau tidak mempunyai sama sekali. Pengelompokan yang inovativ
dan penjabaran dari hasil analisa customer bisa tidak melingkupi wilayah
dimana perbaikan-perbaikan kecil bisa menghasilkan perbaikan-perbaikan
besar pada nilai itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
A.Parasuraman, Reflections on Gaining Competitive Advantage Through Customer Value, Journal of the Academy of Marketing Science, Volume 25 No.2, hal 154-161, Spring, 1997.
Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Edisi Millenium, Jakarta Prehalindo, 2002.
Kotler, Philip dan Amstrong Gary, Dasar-Dasar Pemasaran, Jakarta : Prehalindo, 1996.
Peter F Drucker (diterjemahkan oleh Rujdi Naib, M.B.A), Inovasi dan Kewirausahaan : Praktek dan Dasar Dasar, Penerbit Erlangga, 1996.