Tugas BST Rhinosinusitis

14
Tugas BST RHINOSINUSITITS OLEH : Ardi Gustian 06923081 Afifah Amatullah 07120074 Erine Martiningsih 07120140 Feni Fardila 07120130 Ferli Sabtiani Ahdinur 07120083 Friska Handayani 07120100 Sari Almira Taria 07120057 Stefilla Febri Nellya 07120096 Try Genta Utama 07120112 Preseptor: Dr. Bestari Jaka Budiman, SpTHT-KL

description

tugas

Transcript of Tugas BST Rhinosinusitis

Tugas BST

RHINOSINUSITITS

OLEH :

Ardi Gustian 06923081Afifah Amatullah 07120074Erine Martiningsih 07120140Feni Fardila 07120130Ferli Sabtiani Ahdinur 07120083Friska Handayani 07120100Sari Almira Taria 07120057Stefilla Febri Nellya 07120096Try Genta Utama 07120112

Preseptor:Dr. Bestari Jaka Budiman, SpTHT-KL

BAGIAN ILMU KESEHATANTELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALASRSUP. DR. M. DJAMIL PADANG

2011

TUGAS

1. Penyebab Hidung Tersumbat

Kongesti nasal adalah blokade aliran nasal yang biasanya disebabkan oleh pembengkakan

yang terjadi pada mukosa hidung akibat inflamasi pada daerah konka sehingga permeabilitas

pembuluh-pembuluh darah hidung meningkat. Ini juga disebut sebagai blokade hidung, obstruksi

nasal, hidung tersumbat, hidung mampet, dan lain sebagainya.

Kongesti nasal mempunyai banyak penyebab dan gejala dapat berawal dari gangguan

ringan sampai kepada kondisi yang mengancam nyawa. Bayi baru lahir lebih suka bernafas

melalui hidung (normalnya memang wajib pernapasan lewat hidung). Kongesti nasal pada bayi

pada lima bulan pertama kehidupannya mungkin menghalangi pemberian ASI dan bisa

menyebabkan distress pernapasan yang mengancam jiwa. Kongesti nasal pada anak yang lebih

tua dan orang dewasa adalah sering dan mengganggu tetapi bisa menyebabkan kesulitan yang

lain.

Kongesti nasal dapat mengganggu telinga, pendengaran, perkembangan berbicara.

Kongesti yang signifikan bias mengganggu tidur, menyebabkan mengorok, dan bisa juga

dihubungkan dengan sleep apnea. Pada anak-anak, kongesti nasal berasal dari pembesaran

kelenjar adenoid yang telah menyebabkan sleep apnea kronis dengan oksigen insufisiensi dan

hipoksia, sebaik gagal jantung kanan. Permasalahan biasanya cair setelah operasi pengangkatan

kelenjar tonsil dan adenoid.

Kongesti nasal bisa juga menyebabkan nyeri yang ringan pada wajah dan kepala, dan

sebuah tingkat ketidaknyamanan. 

Penyebab :

Hidung tersumbat biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri, meliputi:

Common cold

Flu

Infeksi sinus

Khususnya karena kongesti akan hilang dengan sendirinya dalam satu minggu.

Kongesti juga bisa disebabkan oleh:

Hay fever atau beberapa alergi lainnya

Penggunaan semprot atau tetes hidung (bisa memperparah sumbatan hidung)

Polip nasi

Kehamilan

Rinitis vasomotor

Penyebab hidung tersumbat

Reaksi alergi.

Common cold atau influenza.

Deviasi septum .

Hay fever , reaksi alergi terhadap serbuk sari atau rumput.

Reaksi alergi terhadap obat (sebagai contoh: Flomax)

Rinitis medikamentosa suatu kondisi muncul kembali kongesti nasal yang dihasilkan oleh

penggunaan secara luas dekongestan topical (sebagai contoh: semprotan hidung

oksimetazolin, fenileprin, xylometazolin dan nafazolin).

Sinusitis atau infeksi sinus.

Jika tubuh dalam posisi dimana banyak darah yang memasuki kepala (sebagai contoh:

jungkir), aliran pembuluh darah hidung bisa menyebabkan peradangan.

Banyak wanita yang menderita karena kongesti nasal selama hamil karena meningkatnya

jumlah darah yang ikut melalui tubuh.

Refluks lambung.

Refluks Lambung

Penelitian memperlihatkan hubungan yang signifikan antara penderitaan individu karena

sinusitis kronis dengan penderitaan dari refluks asam. Buktinya telah ditemukan bahwa refluks

asam bisa menjadi cukup berat pada beberapa kasus yang mencakup daerah nasal atau

nasofaring, yang menyebabkan iritasi. Sebagai tambahannya, ini telah memperlihatkan bahwa

terapi GERD efektif pada pengobatan sinusitis kronis. Medikasi dengan proton pump inhibitor

diperkenalkan untuk meningkatkan setidaknya beberapa gejala sinusitis untuk banyak orang, dan

secara dramatis juga pada beberapa. 

Treatment

Pengobatan kongesti nasal seringkali tergantung kepada penyebab yang mendasari.

Keduanya influenza dan common cold merupakan kondisi yang sembuh sendiri seiring

dengan waktu. Namun demikian, obat-obatan seperti asetaminofen (parasetamol) dan ibuprofen

dapat membantu ketidaknyamanan.

Salah satu penyebab kongesti nasal juga karena reaksi alergi yang disebabkan oleh hay

fever, oleh karena itu menghindari alergi adalah pencegahan utama jika ini menjadi diagnosis

pasti. Antihistamin dan dekongestan bisa menghilangkan gejala secara signifikan walaupun tidak

menyembuhkan hay fever. Antihistamin dapat diberikan secara terus-menerus selama musim

serbuk sari untuk mengontrol gejala secara optimal. Dekongestan topical seharusnya hanya

digunakan oleh pasien selama maksimal 3 hari berturut-turut, Karena berulangnya kembali

kongesti bisa muncul dalam bentuk rinitis medikamentosa.

Jika seorang bayi tidak dapat bernafas karena ada sumbatan pada hidung oleh lendir,

sebuah aspirator nasal bisa berguna untuk menghilangkan mukus. Mukus mungkin tebal dan

lengket, sehingga sulit untuk mengeluarkannya dari lubang hidung.  

Pengobatan lain

Penggunaan irigasi nasal bisa membantu mengurangi kongesti nasal. Ini termasuk

membilas rongga hidung dengan air garam hangat untuk menghilangkan partikel mikoskopik

alergi penyebab seperti debu dan serbuk sari yang menempel pada membran hidung bagian

dalam.

2. Beda sinusitis akut dan sinusitis kronis

Klasifikasi Sinusitis Bakteri (American Rhinology Society)

• Sinusitis bakteri akut. Infeksi kurang dari 4 minggu, gejala hilang sempurna. (anak 30

hari)

• Sinusitis bakteri sub-akut. Infeksi antara 4 sampai 12 minggu, gejala hilang sempurna

(anak 30-90 hari)

• Sinusitis khronis. Gejala lebih dari 12 minggu (anak >90 hari)

Klasifikasi Sinusitis (Konsensus Internasional 1993)

• Sinusitis Akut :

- Lama penyakit < 8 minggu

- Jumlah episode serangan akut < 4x/ tahun

- Reversibilitas mukosa sesudah terapi normal

• Rinosinusitis Kronis :

- Lama penyakit >8 minngu.

- Jumlah episode serangan akut > 4 kali /tahun

- Perubahan mukosa irreversible

- Jar.granulasi

- Polipoid

Gejala Mayor

-Nyeri / berat / tertekan pada wajah

-Hidung buntu

-Lendir / ingus kekuningan / kehijauan

-Gangguan membau

-Panas

Gejala Minor

-Nyeri kepala

-Napas bau

-Nyeri gigi

-Batuk

-Nyeri / berat / tertekan pada telinga

Sangkaan sinusitis apabila terdapat:

-minimal 2 gejala mayor atau

-1 gejala mayor disertai dengan minimal 2 gejala minor

3. Klasifikasi sinusitis

Berdasarkan kronologi penyakit American Academy of Otolaryngology (AAOA) dan American

Rhinologic Society (ARS) membuat klasifikasi rinosinusitis yaitu:

1. Rinosinusitis akut (RSA) bila gejala berlangsung sampai dengan 4 minggu, 

2. rinosinusitis akut berulang (rekuren) bila gejala sama dengan yang akut tetapi akan

memburuk pada hari ke 5 atau kambuh setelah mereda.  

3. Rinosinusitis subakut bila gejala berlangsung lebih dari 4 minggu, merupakan

kelanjutan RSA yang tidak membaik tetapi gejala yang tampak lebih ringan.

4. Rinosinusitis kronik bila gejala telah berlangsung lebih dari 12 minggu. 

5. Rinosinusitis kronik eksaserbasi akut adalah keadaan dimana terjadi serangan/infeksi

akut pada infeksi kronik.

Kriteria gejala Rinosinusitis Akut menurut American Academy of Otolaryngology (AAOA) dan

American Rhinologic Society (ARS) :

1. Gejala mayor 

sakit daerah muka (sinus paranasal)

hidung buntu

ingus purulen/post nasal drip

gangguan penciuman

demam.

2. Gejala minor 

batuk-batuk

lendir ditenggorok

nyeri kepala

nyeri geraham

halitosis.

RSA dicurigai bila didapatkan 2 gejala mayor atau lebih, atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor.

4. Pathogenesis bersin dan gatal

Mekanisme Terjadinya Bersin

Bersin : ekspulsi involunter dari udara yang mengandung iritan dari hidung

Penyebab bersin :

1. Iritasi mukosa hidung

2. Adanya secret pada saluran napas

Komponen dari reflex bersin:

• Reseptor bersin

• Saraf Aferen

• Pusat bersin

• Saraf Eferen

• Otot motorik

Mekanisme bersin :

1. Inspirasi dalam

2. Glotis terbuka

3. Ekspulsi iritan dari hidung dan mulut

Jalur reflek bersin:

1. Iritasi mukosa nasal

2. Reseptor olfaktorius atau ujung saraf cranial V

3. Stimulus melewati saraf cranial I dan V

4. Pusat bersin di medullayaitu nucleus solitarious dan formation retikularis

5. Saraf Eferen dari nervusV, VII, IX, X dan otot interkostal. Aktivasi otot faring, laring dan

trakea

5. Pathogenesis hidung berair dan blocking

Mekanisme terjadinya rinore dan bloking hidung:

Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :

1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang

berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera

dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari

bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini

berhubungan dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.

2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung

2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat

berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa

pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil,

neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen yang

menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang

berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung.

Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan

sitokin seperti IL1 yang akan mengaktifkan Th0 ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2.

Th2 menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh

reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di

permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses

ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah

tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen

spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat

terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin.

Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen

ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik. Pada

individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang

ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan protein-protein tersebut. IgE khusus

ini menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul pada mukosa hidung. Ketika protein

spesifik (misal biji serbuksari khusus) terhirup ke dalam hidung, protein dapat berikatan dengan

IgE pada sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan lambat dari sejumlah mediator.

Mediator-mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin, triptase, kimase, kinin dan

heparin. Sel mast dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk leukotrien dan

prostaglandin D2. Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan

gejala rinore (termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis,

pembengkakan, tekanan telinga dan post nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang, menyebabkan

peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi

vasodilatasi yang menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang

menyebabkan bersin dan gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan menit;

karenanya reaksi ini dikenal dengan fase reaksi awal atau segera.

Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks,

menyebabkan pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil,

eosinofil, limfosit dan makrofag. Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase

lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat mirip dengan gejala pada respon fase awal,

namun bersin dan gatal berkurang, rasa tersumbat bertambah dan produksi mukus mulai

muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama beberapa jam sampai beberapa

hari.

6. Rhinomanometri dan aliran udara konka

Rhinomanometry adalah tes fungsi hidung yang mengukur tekanan udara dan laju

aliran udara di saluran napas hidung selama respirasi. Temuan-temuan ini digunakan

untuk menghitung hidung hambatan udara. Rhinomanometry dimaksudkan untuk

menjadi kuantifikasi tujuan patensi jalan napas hidung. Rhinometry akustik teknik

dimaksudkan untuk penilaian geometri dari rongga hidung dan nasofaring dan untuk

mengevaluasi obstruksi hidung. Teknik ini berdasarkan analisis gelombang suara yang

dipantulkan dari rongga hidung. Optik rhinometry menggunakan emitor dan sebuah

detektor ditempatkan di sisi berlawanan dari hidung dan dapat mendeteksi perubahan

relatif dalam hidung tersumbat oleh perubahan cahaya yang ditransmisikan. Teknik ini

didasarkan pada penyerapan cahaya merah / dekat-inframerah oleh hemoglobin dan

endonasal pembengkakan terkait peningkatan volume darah lokal. Teknik-teknik yang

diusulkan untuk digunakan dalam pengujian alergi, membandingkan tindakan

decongestive antihistamin dan kortikosteroid, untuk evaluasi apnea tidur obstruktif, dan

untuk penilaian pasien sebelum operasi hidung.