Tugas Bloting.pdf

17
BIOTEKNOLOGI “TEKNIK BLOTING DAN RT-PCR” DISUSUN OLEH : NAMA : WAHYUL MUTTAQIN NIM : E1A012058 SEMESTER/KELAS : V/A PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM JANUARI 2015

Transcript of Tugas Bloting.pdf

Page 1: Tugas Bloting.pdf

BIOTEKNOLOGI

“TEKNIK BLOTING DAN RT-PCR”

DISUSUN OLEH :

NAMA : WAHYUL MUTTAQIN

NIM : E1A012058

SEMESTER/KELAS : V/A

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

JANUARI 2015

Page 2: Tugas Bloting.pdf

BLOTING

Blot adalah suatu teknik memindahkan bagian protein yang telah

dipisahkan, RNA atau DNA dari gel ke lembaran tipis atau matriks membran agar

bagian protein tersebut mengalami imobilisasi.

Keuntungan teknik adalah ;

a. Akses yang lebih besar kepada molekul yang telah terikat ke permukaan

lembaran dibandingkan kepada molekul yang masih berada di dalam gel atau

matriks

b. Lebih sedikit reagen yang dibutuhkan

c. Waktu untuk melakukan staining dna destaining, inkubasi, mencuci, dll dapat

lebih singkat

d. Pola yang terbentuk dapat dikeringkan dan disimpan berbulan-bulan sebelum

dianalisis

e. Dapat dibuat banyak replika pola tersebut untuk memungkinkan banyak

metode analisis yang dipakai

f. Matriks

Matriks yang biasa dipakai dapat berupa nitroselulosa (NC). Namun NC juga

memiliki kekurangan, yaitu beberapa komponen yang memiliki afinitas lemah

dapat hilang selama pemrosesan. Matriks lain yang dapat digunakan untuk

menutupi kekurangannya yaitu kertas diazobenzyloxymethyl (DBM). Ada

pula kertas lain, yaitu diazophenylthioeter (DPT)

Page 3: Tugas Bloting.pdf

Beberapa Metode Blot yang Ada

1. Southern BLot

Southern blot pertama kali dikemukakan oleh Southern (1975). Teknik

ini mentransfer DNA ke kertas NC dengan menggunakan prosedur aliran

pelarut. Caranya yaitu dengan menempatkan gel elektroforesis ke kertas

matriks yang direndam buffer dan berada di atas sesuatu seperti spons yang

telah dibasahi dengan buffer. Membran tersebut diletakkan di atas gel dan

ditumpuk pula beberapa kertas peresap di atasnya. Buffer kemudian akan

mengalir pelan-pelan ke membran, demikian pula dengan gel yang membawa

molekul ke kertas membran, sementara gelnya diserap oleh kertas peresap.

Fragmen DNA yang spesifik dideteksi dengan menggunakan pelacak. Pelacak

biasanya merupakan DNA yang dimurnikan dan bisa ditandai dengan aktifitas

spesifik radionukletida. Lokasi sinyal yang terlihat setelah autradiografi

membuat kita dapat menentukan ukuran dari fragmen DNA tersebut.

Step

• Digestion of genomic DNA (w/ ≥ one RE) DNA fragments

• Size-separation of the fragments (standard agarose gel electrophoresis)

Step

• In situ denaturation of the DNA fragments (by incubation @ ↑temp)

• Transfer of denatured DNA fragments into a solid support (nylon or nitrocellulose).

Step

• Hybridization of the immobilized DNA to a labeled probe (DNA, RNA)

• Detection of the bands complementary to the probe (e.g. by autoradiography)

• Estimation of the size & number of the bands generated after digestion of the genomic DNA w/ different RE placing the target DNA within a context of restriction sites)

Page 4: Tugas Bloting.pdf

Southern blotting adalah teknik yang memungkinkan deteksi sekuens

DNA tertentu (gen atau lainnya) dalam besar, kompleks sampel DNA

(misalnya DNA seluler). “Sebelum PCR dan sequencing murah cepat berubah

pandangan kita tentang alam semesta yang genetika, Southern Blot adalah

pekerja keras yang universal. Tidak ada eksperimen dalam genetika molekular

yang tidak pada tahap tertentu menggunakan Southern Blot. Hal ini masih

merupakan alat yang berguna dan Anda perlu tahu tentang hal itu sehingga

Anda dapat menafsirkan data historis.

Southern Blotting Procedure

Diagram of the Southern blot technique. Figure is Copyright. If you would like to

use it for a lecture or science project, please contact us for permission.

Page 5: Tugas Bloting.pdf

a. Pada Langkah 1, DNA dicerna dengan pembatasan endonuklease. Tinggi berat

molekul DNA dicerna menjadi fragmen – fragmen yang lebih kecil.

b. Pada Langkah 2, DNA ini kemudian dipisahkan oleh ukuran dengan

elektroforesis pada gel agarosa.

Page 6: Tugas Bloting.pdf

c. Pada Langkah 3, selembar membran nilon atau nitroselulosa (ungu)

ditempatkan di atas gel agarosa dalam larutan buffer. Ini dianggap sebagai

blotting atau mentransfer panggung. Tekanan diberikan secara merata ke gel

baik menggunakan sedotan atau dengan menempatkan tumpukan kertas

handuk dan berat di atas membran dan gel untuk memastikan bahkan kontak

antara gel dan membran. Buffer transfer oleh kapiler dari wilayah potensi air

yang tinggi kepada daerah potensial air rendah (biasanya kertas filter dan

kertas tisu) yang kemudian digunakan untuk memindahkan DNA dari gel ke

membran. Membran bermuatan positif (ungu) biasanya digunakan yang

memungkinkan DNA untuk mengikat dengan afinitas tinggi untuk ion

membran melalui interaksi antara bermuatan negatif DNA dan membrane

bermuatan positif.

d. Pada Langkah 4, nitroselulosa membran dipanggang oleh paparan suhu tinggi

(60-100 ° C). Membran nilon terpapar radiasi UV. Langkah-langkah ini

digunakan untuk memastikan permanen dan kovalen crosslink DNA hadir

dalam band ke membran.

e. Pada Langkah 5, membran dihadapkan pada radiolabeled probe. Probe ini

beruntai tunggal fragmen DNA yang memiliki urutan minat Anda yang ingin

Anda mendeteksi. Probe ini diinkubasi dengan membran dan diperbolehkan

berhibridisasi dengan DNA pada membran. Probe biasanya radiolabeled

Page 7: Tugas Bloting.pdf

sehingga mereka dapat dideteksi pada film, namun baru juga digunakan probe

yang non-radioaktif seperti neon atau chromogenic pewarna. Setelah

hibridisasi, kelebihan terikat probe dicuci jauh dari membran,meninggalkan

probe terikat secara khusus.

f. Pada Langkah 6, pola hibridisasi dideteksi oleh visualisasi pada film sinar-X

oleh autoradiografi dalam kasus radioaktif atau fluorescent probe, atau

perkembangan warna pada membran jika metode deteksi chromogenic

dimanfaatkan.

Catatan untuk Langkah 3: Jika besar fragmen-fragmen DNA yang hadir

lebih besar dari 15 kb dalam ukuran dapat depurinated oleh maka asam HCl

encer sebelum blotting yang akan memecah DNA menjadi potongan-potongan

yang lebih kecil, lebih efisien sehingga memungkinkan transfer dari gel ke

membran. Jika Metode transfer basa digunakan, DNA gel dimasukkan ke dalam

larutan alkali (biasanya mengandung natrium hidroksida) untuk mengubah

sifat sesuatu benda untai ganda DNA. The denaturasi dalam situasi alkaline

menyediakan untuk peningkatan pengikatan DNA yang bermuatan negatif ke

membran bermuatan positif, memisahkannya ke dalam untai DNA tunggal

untuk kemudian hibridisasi dengan probe (lihat di bawah), dan

menghancurkan setiap residu yang mungkin masih RNA hadir dalam DNA.

2. Northern Blot

Tekniknya sama dengan Southern Blot, namun menggunakan kertas

DBM dan biasanya mendeteksi RNA. Northern Blot digunakan untuk

mempelajari pola ekspresi dari jenis tertentu molekul RNA sebagai

perbandingan relatif antara set sampel yang berbeda dari RNA. Ini pada

dasarnya adalah kombinasi dari denaturasi RNA elektroforesis gel, dan sebuah

noda. Dalam proses ini RNA dipisahkan berdasarkan ukuran dan kemudian

ditransfer ke membran yang kemudian diperiksa dengan pelengkap berlabel

urutan kepentingan. Hasilnya dapat digambarkan melalui berbagai cara

tergantung pada label yang digunakan, namun hasil yang paling dalam

penyataan band yang mewakili ukuran RNA terdeteksi dalam sampel.

Intensitas band-band ini berkaitan dengan jumlah RNA target dalam sampel

Page 8: Tugas Bloting.pdf

yang dianalisis. Prosedur ini umumnya digunakan untuk mempelajari kapan

dan berapa banyak ekspresi gen yang terjadi dengan mengukur berapa banyak

bahwa RNA hadir dalam sampel yang berbeda. Ini adalah salah satu alat yang

paling dasar untuk menentukan pada waktu apa, dan dalam kondisi apa, gen-

gen tertentu yang dinyatakan dalam jaringan hidup.

Northern blotting.

Pemisahan gel dan hibridisasi asam nukleat dapat juga untuk analisis

RNA menggunakan prosedur Northern blotting.

Page 9: Tugas Bloting.pdf

Beberapa hal yang membedakan dengan Southern blotting adalah:

1. RNA jauh lebih rentan terhadap degradasi dibanding DNA, oleh karena

itu elektroforesis dilakukan dalam bufer yang mengandung zat kimia

yang bersifat melindungi (biasanya formaldehid),

2. RNA sudah berupa untai tunggal dan membutuhkan kondisi denaturasi

yang lebih ringan,

3. RNA biasanya berukuran tertentu sehingga tidak memelukan digesti

enzim untuk memperoleh pola pita. Kedua prosedur sangat mirip karena

setelah elektroforesis RNA juga ditransfer ke membran melalui difusi

kapilaritas. Biasanya sinar UVdigunakan untuk mengikat (crosslink) RNA

pada membran sehingga tidak bergerak (imobilisasi).

3. Western Blot

Teknik ini pertama kali dibuat oleh W. Neal Burnette dan dinamai

western blot sebagai olok-olokan terhadap tekini southern blot yang pertama

kali ditemukan. Western blot merupakan teknik untuk mendeteksi protein

spesifik pada sampel jaringan yang homogenat ataupun dari suatu ekstraksi

berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. Teknik

ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan

panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut

kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF,

dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang

spesifik kepada protein target. Western blot dapat mendeteksi suatu protein

dalam kombinasinya dengan sangat banyak protein lain, dapat memberikan

informasi mengenai ukuran dan ekspresi protein tersebut.

Page 10: Tugas Bloting.pdf

A. POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu teknik perbanyakan

(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi

oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai

pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya

komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses

replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.

PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer,

hanya di dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in

vivo). Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai

cetakan (templat) yang mengandung DNA-target (yang akan di amplifikasi)

untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase,

deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada

kondisi tertentu, kedua primer akan mengenali dan berikatan dengan untaian

DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target,

sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan gugus hidroksil bebas

pada karbon 3’. Setelah kedua primer menempel pada DNA templat, DNA

polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan

menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida

templat. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester

antara OH pada karbon 3’ dengan gugus 5’ fosfat dNTP yang ditambahkan.

Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim DNA

Page 11: Tugas Bloting.pdf

polimerase ini berlangsung dengan arah 5’→3’ dan disebut reaksi polimerisasi.

Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen

dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.

PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga

tahap berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat,

penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan

(extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikatalisis oleh DNA

polimerase.

PCR merupakan suatu teknik perbanyakan molekul DNA dengan

ukuran tertentu secara enzimatik melalui mekanisme perubahan suhu. Secara

ringkas, prinsip PCR dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada suhu 94-95oC,

DNA mengalami denaturasi (pembelahan untai ganda menjadi untai tunggal).

Waktu yang diperlukan untuk proses ini sekitar 30 detik pada suhu 95oC atau

15 detik pada suhu 97oC. Apabila DNA target mengandung banyak nukleotida

G/C, suhu denaturasi dapat ditingkatkan. Denaturasi yang tidak lengkap akan

menyebabkan renaturasi secara cepat, sedangkan waktu denaturasi yang

terlalu lama dapat mempengaruhi enzim taq polymerase. Hal ini sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan proses PCR. Umumnya sebelum proses

siklus PCR dimulai sering kali dilakukan pre denaturasi selama 3-5 menit,

untuk menyakinkan bahwa molekul DNA target yang ingin dilipatgandakan

jumlahnya benar-benar terdenaturasi.

Tahapan PCR

1. Denaturasi

Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka

menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi

yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa

yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan,

misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi

biasanya dilakukan antara suhu 90 oC – 95 oC.

2. Penempelan primer (Annealing)

Page 12: Tugas Bloting.pdf

Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan

menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer.

Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara

primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya

dilakukan pada suhu 50oC – 60oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan

berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat

dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi

selanjutnya, misalnya pada 72 oC.

3. Reaksi polimerisasi (extension)

Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini,

terjadi pada suhu 72oC. Primer yang telah menempel tadi akan

mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP

yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.

Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh

dua primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang

berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan

dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal

molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung,

setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4,

sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini

akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq

DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan

satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga

nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang

ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan

menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.

Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr)

RT-PCR merupakan singkatan Reverse Transcription Polymerase Chain

Reaction. Seperti namanya, proses RT-PCR merupakan bagian dari proses PCR

biasa. Perbedaanya dengan PCR yang biasa, pada proses ini berlangsung satu

Page 13: Tugas Bloting.pdf

siklus tambahan yaitu adanya perubahan RNA menjadi cDNA

(complementary DNA) dengan menggunakan enzim Reverse Transkriptase.

Reverse Transcriptase adalah suatu enzim yang dapat mensintesa molekul

DNA secara in vitro menggunakan template RNA.

Seperti halnya PCR biasa, pada pengerjaan RT-PCR ini juga diperlukan

DNA Polimerase, primer, buffer, dan dNTP. Namun berbeda dengan PCR,

templat yang digunakan pada RT-PCR adalah RNA murni. Oleh karena primer

juga dapat menempel pada DNA selain pada RNA, maka DNA yang

mengkontaminasi proses ini harus dibuang. Untuk proses amplifikasi mRNA

yang mempunyai poly(A) tail pada ujung 3′, maka oligo dT, random heksamer,

maupun primer spesifik untuk gen tertentu dapat dimanfaatkan untuk

memulai sintesa cDNA.

Real-Time PCR Series

Real-Time PCR adalah teknik yang digunakan untuk menggandakan

DNA target dari suatu organisme yang dilakukan untuk tujuan mengetahui

kuantitas DNA target, melihat kuantitasnya secara relatif, ekspresi gen

(kuantifikasi mRNA), deteksi keberadaan DNA target, menentukan jenis SNP

(Single Nucleotide Polymorphism), menentukan kurva Tm (Melting Curve), dan

melakukan skrining High Resolution Melting (HRM).

Instrumen Real-Time PCR bekerja berdasarkan prinsip PCR

(Polymerase Chain Reaction), namun berbeda dengan instrumen PCR

konvensional, dengan Real-Time PCR, kita dapat mengamati proses

penggandaan DNA target secara real-time dari satu siklus PCR ke siklus

selanjutnya tanpa perlu melakukan elektroforesis (agarose) untuk melihat

hasilnya.

Oleh karenanya, untuk running Real-Time PCR, kita membutuhkan:

DNA target atau cDNA hasil isolasi, primer sesuai target, probe atau non-probe

Page 14: Tugas Bloting.pdf

yang membawa pewarna fluoresen yang nantinya akan dideteksi oleh

instrumen, enzim DNA Polymerase dan buffer reaksi.

Biasanya kita perlu menggunakan teknik ini apabila menginginkan

deteksi yang jauh lebih sensitif dengan limit deteksi dan limit kuantifikasi yang

lebih rendah, melakukan analisa kuantitatif, dan menghemat waktu dari

running hingga mendapatkan data.

Penentuan urutan nukleotida merupakan analisis DNA yang paling

detil. Ada beberapa teknik untuk sekuensing DNA, tetapi metode

penghentian rantai dengan dideoksi (dideoxy chain termination) yang

dikembangkan oleh Sanger adalah metode yang paling banyak digunakan

(Gambar 1-10). DNA mula-mula harus didenaturasi dan dipisahkan menjadi

untai tunggal dengan cara pemanasan. Satu primer oligonukleotida yang

dilabel radioaktif kemudian ditambahkan ke dalam reaksi dan akan

menempel pada sekuens pasangannya pada DNA target. DNA polimerase

digunakan untuk menyalin DNA untai tunggal. dNTP dalam jumlah banyak

(sampai jenuh) hanya akan menghasilkan produk ekstensi dengan ujung

terlabel radioaktif, tapi tidak menghasilkan informasi urutan basa.

Penambahan sedikit ddNTP ke dalam campuran dNTP akan dapat

memberikan informasi urutan basa DNA. Dideoksinukleotida akan

terinkorporasi pada ujung 3’ untai DNA yang baru disintesis. DNA

polimerase tidak dapat menambahkan basa baru pada ddNTP. Dengan

demikian, inkorporasi ddNTP mengakibatkan penghentian sintesis rantai

DNA. Penambahan dNTP dan ddNTP dengan rasio yang tepat

memungkinkan untuk menghentikan sintesis rantai DNA pada tiap posisi

nukleotida. Sebagai contoh, jika ektensi primer dilakukan menggunakan

dATP, dTTP, dGTP dann ddCTP, polimerase akan mensintesis untai DNA

baru sampai dia harus menggunakan ddCTP (misalnya ketika basa

komplemennya G). ddCTP akan terinkorporasi, dan pada titik ini DNA

polimerase tidak akan dapat melanjutkan ekstensi.

Dengan demikian, panjang produk hasil ekstensi yang terlabel

radioaktif menentukan osisi G pertama yang disalin. Untuk menentukan

Page 15: Tugas Bloting.pdf

posisi G yang lain, bukan hanya G yang pertama, reaksi sekuensing yang

sebenarnya dilakukan dengan menggunakan campuran dCTP dan ddCTP

dengan perbandingan ~200:1. Pada kondisi ini kemungkinan terjadi

penghentian rantai DNA adalah ~1:200 yang terjadi ketika terdapat G pada

DNA yang disekuensing. Akan diperoleh produk ekstensi dengan berbagai

panjang, yang dapat divisualisasi setelah elktroforesis pada gel

poliakrilamid. Berdasarkan pada panjang produk, maka tiap fragmen akan

menentukan posisi satu G. Untuk menentukan posisi keempat basa, empat

reaksi sekuensing dilakukan untuk tiap sampel. Pada tiap reaksi

dicampurkan dNTP dan ddNTP yang sesuai dikombinasi dengan 3 dNTP

lainnya dalam konsentrasi jenuh.

Keempat reaksi kemudian dielektroforesis bersebelahan pada gel

(poliakrilamiddenaturasi) sekuensing sehingga hasil sekuens DNA dapat

langsung dibaca. Secara teoritis sekuensing DNA nampaknya cukup rumit,

tapi sebenarnya pada kenyataannya relatif sangat mudah. Teknologi

modern telah memungkinkan untukmelakukan otomasisasi sekuensing

DNA. Untuk skala besar, robot dapat digunakan untuk menyiapkan reaksi

sekuensing. Yang lebih penting adalah peralatan yang ada saat ini telah

memungkinkan kita untuk dapat membaca hasil sekuensing secara

langsung dan sekaligus dapat menyimpan data ke dalam database

komputer. Selain mengurangi kerja manusia, otomasisasi demikian juga

mengurangi faktor kesalahan yang sering terjadi dalam pembacaan dan

pemulisan urutan DNA secara manual.

Kebanyakan mesin sekuensing sekarang menggunakan fluorescent

(cat yang berfluoresensi) sebagai pengganti radioaktif. Cat ini dapat

diinkorporasikan ke dalam primer sekuensing atau ke dalam nukleotida.

Seperti pada sekuensing manual, elektroforesis gel (atau elektroforesis

kapiler) digunakan untuk memisahkan fragmen DNA berdasrkan

ukurannya. Hanya saja pada sekuensing otomatis deteksi fragmen DNA

yang berfluoresensi dilakukan dengan bantuan sinar laser dan sinyal

diproses oleh komputer.

Page 16: Tugas Bloting.pdf

Gambar Sekuensing DNA

Cetakan, primer dan polimerase ditambahkan pada suatu reaksi yang

berisi dideoksi dan deoksinukleotida. Empat reaksi yang terpisah yang

masing-masing menggunakan ddATP, ddTTP, ddCTP dan ddGTP. Tiap reaksi

kemudian dirun (dielektroforesis) pada gel poliakrilamid. Atau sebagai

alternatif, reaksi sekuensing dilakukan menggunakan nukleotida (atau

primer) yang dilabel fluorescent agar dapat dideteksi dengan laser.

Sekuens/urutan DNA kemudian didownload ke komputer.

Metode sekuensing otomatis lainnya sedang dikembangkan,

termasuk penggunaan chips DNA. Pada strategi ini sejumlah besar

nukleotida yang diatur dan dilekatkan pada chips DNA. Hibridisasi fragmen

DNA pada chips memungkinkan deteksi sekuens yang overlap yang dapat

diubah menjadi sekuens DNA yang terhubung (nyambung). Teknologi ini

terutama akan sangat berguna untuk mendeteksi polimorfisme dan mutasi,

karena sekuens yang telah diketahui dapat dilekatkan pada chips dengan

variasi tertentu pada tiap nukleotida.

Page 17: Tugas Bloting.pdf

Sumber :

http://radenbondan.wordpress.com/2013/08/31/semester-3-teknik-southern-blot-

dalam-rekayasa-genetika-bakteri/

http://blogs.uajy.ac.id/reditatonapa/2013/05/28/blotting-apa-itu/

https://mahmuddin.wordpress.com/2010/08/31/polymerase-chain-reaction-pcr/

http://wanenoor.blogspot.com/2011/06/mengenal-pcr-polymerase-chain-

reaction.html#.VKlB2iuUfaU