TUGAS BIOREP

14
 IKTERUS NEONATUS KRN KETIDAKCOCOKAN GOLONGAN DARAH SISTEM ABO DISUSUN OLEH : APRILIANA WULANSARI STIKES ABDI NUSANTARA BEKASI IKTERUS NEONATUS KRN KETIDAKCOCOKAN

Transcript of TUGAS BIOREP

IKTERUS NEONATUS KRN KETIDAKCOCOKAN GOLONGAN DARAH SISTEM ABO

DISUSUN OLEH :APRILIANA WULANSARI

STIKES ABDI NUSANTARABEKASIIKTERUS NEONATUS KRN KETIDAKCOCOKAN GOLONGAN DARAH SISTEM ABO

I. PENGERTIAN Ikterus neonatorum (bayi baru lahir berwarna kuning) adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya akumulasi bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia). Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal).

II. PENYEBAB Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor.Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :1. Proses hemolisis / produksi bilirubin meningkat Golongan darah ibu-bayi tidak serasi (Rhesus, A B 0) Hematoma, memor Spherositosis kongenital Enzim Gg PD rendah

12. Gangguan Transportasi Albumin rendah (Prematur, kurang gizi) Ikatan kometitif dengan albumin rendah (obat-obat atau bahan lain) Kemampuan mengikat albumin rendah (asidosis)3. Gangguan Konjugasi Belum adekuatnya enzim glukoronil transferase (prematur, konginetal).4. Gangguan Ekskresi Obstruksi saluran empedu (cholestasis) Obstruksi usus (sirkulasi enterohepatik meningkat)Dan pada tulisan ini akan dibahas lebih lanjut pada masalah ikterus neonatus karena ketidakcocokan golongan darah sistem ABO.

III. PATOFISIOLOGI Bilirubin itu merupakan hasil pemecahan hemoglobin yang terkandung di dalam sel darah merah, dengan nilai normal tidak lebih dari 10 mg%. Pada keadaan normal sel darah merah (eritrosit) memiliki umur tertentu dan yang telah tua akan mengalami pemecahan atau destruksi sehingga hemoglobin yang terkandung di dalamnya keluar dan pecah menjadi zat yang disebut heme dan globin. Selanjutnya heme akan diubah menjadi biliverdin dan melalui proses selanjutnya diubah menjadi bilirubin bebas atau biasa disebut bilirubin indirek. Bilirubin indirek ini dalam keadan normal sebagai antioxidan, kadar tinggi bersifat racun, sukar larut dalam air tetapi larut dalam lemak, sulit diekskresi (dibuang) serta mudah melewati plasenta maupun membran pelindung otak. Oleh karena itu oleh organ hati (hepar/liver) bilirubin indirek ini diproses menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan melalui saluran empedu selanjutnya dibuang melalui usus ke dalam feses. Sewaktu bayi masih dalam kandungan, bilirubin indirek dikeluarkan

2

melalui plasenta, selanjutnya oleh hati ibu diproses menjadi bilirubin direk dan dibuang melalui feses. Meningkatnya kadar bilirubin sering ditemui pada bayi baru lahir (neonatus) karena pada neonatus, pembuangan melalui plasenta terputus dan bayi harus memproses di dalam hatinya sendiri untuk dapat membuangnya melalui feses. Setidaknya ada 4 golongan darah A, B, AB dan O yang dikenal secara universal. Keempat golongan ini memiliki kandungan dan karakteristik yang berbeda. Golongan darah A dikatakan memiliki kandungan antigen A, golongan darah B memiliki kandungan antigen B, golongan darah AB memiliki antigen B dan antigen A, sedangkan golongan darah O memiliki anti A dan anti B. Kandungan ini yang menyebabkan tubuh membentuk antibodi dan menyerang sel darah merah yang mengandung zat antigen (dianggap sebagai benda asing, red).

Pada proses persalinan, darah ibu yang bergolongan darah O akan berkontak lebih banyak dengan golongan darah anak. Banyaknya darah janin yang memiliki antigen masuk sirkulasi darah ibu, membuat sistem imun ibu membentuk kekebalan (antibodi) terhadap antigen A ataupun antigen B. Kekebalan ini kemudian menyerang darah anak yang memiliki antigen tersebut sehingga sel darah merah pecah dan menjadi bilirubin (indirect). Ini dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning.

3 Padahal dalam kondisi normal saja, bayi memiliki potensi peningkatan bilirubin yang lebih tinggi ketimbang orang dewasa karena sifat sel darah merah bayi lebih mudah pecah. Namun biasanya, tubuh bayi akan berusaha menstabilkan kadar bilirubin dengan mekanisme konjugasi oleh hati. Yaitu, upaya mengubah menjadi bilirubin indirect menjadi bilirubin direct yang lebih larut air dan mudah dikeluarkan alias mengubah bilirubin menjadi cairan empedu serta dikeluarkan melalui pencernaan dan memberi warna pada feses. Umumnya setelah lewat 10 hari, kuning pada bayi akan hilang seiring kualitas dinding sel darah merah yang semakin baik dan fungsi hati yang optimal mengkonjugasi bilirubin.

IV. MANIFESTASI Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.

V. DIAGNOSIS Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan

4tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain. Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulit dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna kulit. Penilaian akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang. Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar, perdarahan tertutup, gangguan nafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan tadi biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah (ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksi intra uterin seperti rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada hari kedua dan ketiga ikterus yang terjadi biasanya merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan penyebab lain seperti inkompatibilitas golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis karena perdarahan tertutup, kelainan morfologi eritrosit (misalnya sferositosis), sindrom gawat nafas, toksositosis obat, defisiensi G-6-PD, dan lain-lain. Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5 mungkin merupakan kuning karena ASI atau

5

terjadi pada bayi yang menderita Gilbert, bayi dari ibu penderita diabetes melitus, dan lain-lain.

VI. PEMERIKSAAN KLINISPenentuan derajat ikterus menurut pembagian zona tubuh (menurut KRAMER)- Kramer I. Daerah kepala(Bilirubin total 5 7 mg)- Kramer II daerah dada pusat(Bilirubin total 7 10 mg%)- Kramer III Perut dibawah pusat s/d lutut(Bilimbin total 10 13 mg)- Kramer IV lengan s/d pergelangan tangan tungkai bawah s/d pergelangan kaki(Bilirubin total 13 17 mg%)- Kramer V s/d telapak tangan dan telapak kaki(Bilirubin total >17 mg%). Normalnya bayi usia 3 hari, kuning dapat terjadi dari wajah hingga pusar. Bila belum berusia 3 hari sudah menunjukkan kuning hingga pusar, maka patut diwaspadai. penilaian kuning pada bayi ini seringkali tersamar oleh warna kulit bayi baru lahir yang kemerahan. Inilah sebabnya penilaian kuning bayi baru lahir, sebaiknya dipercayakan pada petugas medis dan dokter anak yang lebih berpengalaman. Padahal bila kuning sudah mencapai pusar, bisa diprediksi bilirubin berjumlah sekitar 12 mg/dl. Bila peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam bisa berlangsung sampai sekitar hari kelima hingga ketujuh, maka bilirubin mencapai angka di kisaran 20 hingga 25 mg/dl. Di sinilah orang tua harus waspada. Bila melewati jumlah 25 mg/dl bisa terjadi ensefalopati bilirubin akut. Yakni resiko masuknya bilirubin indirect (dalam darah) melewati blood brain barrier dan merusak sel-sel dalam otak.

6 Selain kerusakan sel otak, peningkatan bilirubin juga dapat diiringi dengan resiko penurunan hemoglobin (Hb) sebagai akibat banyaknya sel darah merah yang pecah.

VII. AKIBAT DAN THERAPI Untuk bilirubin yang berasal dari pemecahan yang berlebihan, asalkan cepat ditangani biasanya dapat cepat sembuh. "Jika terlambat ditangani, bisa menjadi kern ikterus atau meninggal." Bayi pengidap kern ikterus akan mengalami kelainan perkembangan. Yakni berupa gangguan susunan saraf pusat atau panca indra. Entah itu berupa kelainan motorik, gangguan perkembangan mental, tuli, lambat bicara, ataupun susah belajar. "Tergantung berapa luas dan berapa banyak timbunannya. Serta di bagian otak sebelah mana ia tertimbun." Hal tersebut karena bilirubin indirect yang tinggi dan larut dalam lemak akan menembus saluran darah otak dan bisa menempel di sel-sel otak." Sebelum sampai pada dampak demikian, bayi akan mengalami kejang-kejang kemudian kekakuan pada anggota geraknya, kesulitan menyusu atau minum dan sebagainya. Tindakan dilakukan dengan penggantian darah bayi yang banyak mengandung zat kuning tadi dengan darah donor sedikit demi sedikit (transfusi tukar). Untuk menghindari dehidrasi, bayi akan diberi cairan lewat infus, bila oral tak memungkinkan. "Karena dehidrasi akan mengakibatkan kadar kuning semakin tinggi." Bila kadar bilirubinnya masih ringan , salah satu tindakan yang dilakukan adalah memberinya cukup cairan, agar cairan tubuh tidak berkurang. Tiga atau empat jam sekali, bayi harus diberi susu." Terapi lain adalah yang disebut sinar biru (blue light therapy). "Bisa juga dengan bantuan sinar matahari. Tapi jangan dijemur secara langsung di bawah matahari. Cukup asal terkena sinarnya saja." Sedangkan untuk bayi yang dilahirkan kuning karena ketidakselarasan

7

darah harus menjalani terapi sinar. Ini bisa efektif jika kadar kuningnya masih tergolong ringan. Umumnya bayi bisa membaik. Namun, kalau keadaannya sudah dalam taraf sedang dan berat, tidak cukup dengan terapi sinar. Dokter akan melakukan terapi lain yaitu blood exchange (penggantian darah) bayi. Bila karena ketidakcocokan darah golongan Rhesus maka menggunakan golongan darah 0 rhesus negatif. Bila karena ketidakcocokan golongan darah A B 0 (biasanya ibu 0 anak A atau B) maka menggunakan gol darah 0 dengan low titer golongan darah anak dengan rhesus positif. Dan bila bukan karena ketidakcocokan golongan darah menggunakan golongan darah yang sama dengan gol darah bayi. Hal ini dilakukan agar bayi mempunyai darah yang diharapkan sama dengan ibunya. Transfusi ini bisa dilakukan pada hari pertama sampai 40 hari sesudah kelahiran. Bahkan transfusi darah ini bisa dilakukan sejak janin dalam kandungan. Caranya melalui intrauterine (intraperitoneal) saat analisis cairan amnion menunjukkan janin telah terkena gangguan parah. Jadi, ada semacam alat yang dimasukkan melalui perut ibu untuk mencapai rongga peritoneal janin. Infus ini dapat diulang setiap 2 minggu sampai janin cukup matang untuk dilahirkan. Jika kasus beda darah ini terdeteksi sejak awal, kelahiran bisa direncanakan antara 2 sampai 4 minggu sebelum tanggal kelahiran seharusnya. Selama saat kelahiran, janin harus terus dimonitor secara elektris. Bila terjadi indikasi gangguan pada janin, dokter akan segera melakukan persalinan bedah caesar. Derajat paling berat yang ditemui adalah kematian. Bahkan kadang bayi sudah meninggal dalam kandungan. Ini terjadi karena proses ketidakcocokan darahnya cukup hebat.

8TATA CARA/PERAWATAN BAYI DENGAN TERAPI SINARDalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi.2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.8. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan. Bila dievaluasi ternyata tidak banyak perubahan pada kadar bilirubin, perlu diperhatikan kemungkinan lampu yang kurang efektif, atau ada komplikasi pada bayi seperti dehidrasi, hipoksia (kekurangan oksigen), infeksi, gangguan metabolisme, dan lain-lain.

9

KOMPLIKASI YANG DITIMBULKAN OLEH TERAPI SINAR

Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin berikan ASI.2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang meningkat).3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak.4. Kenaikan suhu tubuh.5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat sementara. Komplikasi biasanya bersifat ringan dan tidak sebanding dengan manfaat penggunaannya. Karena itu terapi sinar masih merupakan pilihan dalam mengatasi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

VIII. PROGNOSIS Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental dihari kemudian. Dengan memperhatikan hal diatas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisik dan motorik ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengerannya.

10

11

DAFTAR ISI

I. PENGERTIAN ........................................................................ 1II. PENYEBAB ............................................................................ 1III. PATOFISIOLOGI ................................................................... 2IV. MANIFESTASI ....................................................................... 4V. DIAGNOSIS ............................................................................ 4VI. PEMERIKSAAN KLINIS .......................................................... 6VII. AKIBAT DAN THERAPI .......................................................... 7 VIII. PROGNOSIS .......................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, MacDonald PC, et al. Williams Obstetrics. 18th edition 1995 Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995: 706-721.

Markum AH, Ismail S, Alatas H. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian IKA FKUI, 1991: 332-334

Tudehope DI, Thearle MJ. A primer of neonatal medicine. Queensland: William Brooks Queensland, 1985: 144-149

Wagle S. Hemolytic disease of the newborn. www. Neonatolog