Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

24
Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI Disusun oleh : Achmad Paisin G 301 08 034 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TADULAKO

description

FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Transcript of Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Page 1: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Tugas analisis instrumen

FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Disusun oleh :

Achmad PaisinG 301 08 034

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2012

Page 2: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

FOSFORESENSI

Fosfor ialah zat yang dapat berpendar karena mengalami fosforesens

(pendaran yang terjadi walaupun sumber pengeksitasinya telah disingkirkan).

Fosfor berupa berbagai jenis senyawa logam transisi atau senyawa tanah

langka seperti zink sulfida (ZnS) yang ditambah tembaga atau perak, dan zink

silikat (Zn2SiO4)yang dicampur dengan mangan. Kegunaan fosfor yang paling

umum ialah pada ragaan tabung sinar katoda (CRT) dan lampu pendar, sementara

fosfor dapat ditemukan pula pada berbagai jenis mainan yang dapat berpendar

dalam gelap (glow in the dark). Fosfor pada tabung sinar katoda mulai dibakukan

pada sekitar Perang Dunia II dan diberi lambang huruf "P" yang diikuti dengan

sebuah angka.

Sebenarnya zat fosfor / fluoresens itu berpendar sepanjang terkena

terhadap gelombang cahaya (misalnya: cahaya matahari). Namun, cahaya yang

dihasikan dari hasil eksitasi elektron dari zat fosfor kalah terang dari cahaya

(matahari), sehingga zat tersebut tidak terlihat sedang berpendar/memancarkan

cahaya. Hal inilah yang menyebabkan fosfor terlihat berpendar pada ruang gelap

atau pada malam hari.

Page 3: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Penyerapan energi oleh molekul memungkinkan terjadinya eksitasi,

fluoresensi, dan Fosforesensi. Banyak senyawa kimia memiliki sifat fotoluminensi

yaitu dapat dieksitasikan oleh cahaya dan memancarkan kembali sinar dengan

panjang gelombang sma atau berbeda dengan semula. Ada dua peristiwa

fotoluminensi yaitu Fluorosensi dan Fosforesensi.

Pada luminescen, sebagian molekul dalam keadaan ground state berada

dalam keadaan singlet. Pada molekul singlet, spin electron berpasangan

sedangkan dalam keadaan triplet spin electron tidak berpasangan. Oleh karena itu

energy pada keadaan triplet sedikit lebih rendah disbanding energy pada keadaan

singlet.

Fosforesensi adalah jenis spesifik dari fotoluminesen yang terkait dengan

fluoresensi . Tidak seperti fluoresensi, bahan pendar tidak segera memancarkan

kembali radiasi yang telah diserap. Skala waktu lebih lambat dari emisi-ulang

berkaitan dengan transisi energi bagian yang dilarang dalam mekanika kuantum.

Page 4: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Berikut diagram fotoluminosensi :

Fosforesensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah

menyerap energi sinar dalam waktu yang relatif lebih lama (10-4 detik). Jika

penyinaran kemudian dihentikan, pemancaran kembali masih dapat berlangsung.

Fosforesensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke

singlet dalam suatu molekul.

Fosforesens dapat menyimpan energi lebih lama, sehingga akan

memancarkan cahaya (berpendar) lebih lama dari pada fluorosens. Pada

fluorosens, setelah energi yang digunakan untuk mengeksitasi elektron

dihilangkan (biasanya berupa sinar UV) maka zat fluorosens tidak akan dapat

menyala dalam gelap. Dengan kata lain zat berfluororesensi hanya dapat terlihat

menyala apabila dikenai dengan sinar ultraviolet di dalam gelap, dan tidak dapat

berpendar ketika sinar ultravioletnya dimatikan. Hal ini berkaitan dengan cepat

dan lambatnya elektron kembali ke orbital energi tingkat dasar, semakin cepat

elektron kembali ke orbital maka semakin cepat pula hilang berpendarnya.

Page 5: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Ditinjau dari ilmu kimia, suatu zat bisa menyala dalam gelap diawali dari

akibat adanya eksitasi elektron yang terjadi di dalam zat tersebut karena menerima

energi dari luar (seperti terkena gelombang cahaya), kemudian saat elektronnya

kembali ke orbital dasarnya, terjadi pelepasan energinya kembali (emisi) dalam

bentuk gelombang yang tampak berupa cahaya/pendar.

Proses yang terjadi pada zat yang dapat menyala dalam gelap dimulai

eksitasi elektron yang melibatkan dua orbital dengan tingkat energi berbeda. Pada

saat elektron tereksitasi, elektron berpindah dari orbital berenergi lebih rendah ke

orbital yang berenergi lebih tinggi, yang merupakan reaksi yang non-spontan

(dibutuhkan sejumlah energi aktivasi untuk menyebabkan sebuah elektron

tereksitasi, misalnya terkenanya gelombang cahaya/elektromagnetik dengan

energi sejumlah x kJ). Tereksitasinya elektron ini menyebabkan keadaan tidak

stabil, sehingga menyebabkan elektron cenderung kembali ke keadaan orbital

dasar elektron tersebut. Pada saat elektron yang tereksitasi kembali ke orbital

asalnya (yang memiliki energi lebih rendah), energi sejumlah x kJ dilepaskan

kembali. Energi yang dilepaskan ini berada dalam bentuk gelombang, yang

panjang gelombangnya berada di range visible/tampak (10 nm – 103 nm),

sehingga terlihat menyala di dalam gelap.

Page 6: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Fosforesensi (P) adalah proses suatu molekul melangsungkan suatu

transisi (emisi) dari tingkat triplet ke tingkat dasar.

Pada peristiwa fosforesensi, pancaran cahayanya berakhir beberapa saat

setelah proses eksitasi pada bahan berakhir. Bahan yang mampu memperlihatkan

gejala ini disebut fosfor. Ada kalanya proses fosforesensi baru terjadi jika suatu

bahan mendapatkan pemanasan dari luar. Peristiwa luminesensi dengan bantuan

panas dari luar ini disebut termoluminesensi. Pancaran cahaya termoluminesensi

(TL) didefinisikan sebagai pancaran cahaya dari benda padat dengan struktur

kristal sebagai akibat proses eksitasi yang disebabkan oleh radiasi pengion.

Fenomena TL dapat terjadi karena adanya kerusakan kisi-kisi pada kristal. Zat

padat dengan struktur kristal memiliki berbagai macam kerusakan kisi-kisi di

dalamnya. Beberapa kerusakan kisi-kisi itu disebabkan antara lain oleh hilangnya

atom-atom atau ion-ion dari bahan, struktur bidang kristal yang terputus atau

adanya bahan-bahan asing (pengotor) yang terdapat dalam kristal [5]. Pada pita di

sekitar terjadinya kerusakan kisi-kisi tersebut sering kali terbentuk pusat-pusat

muatan listrik yang dapat menarik muatan listrik tak sejenis lainnya. Oleh sebab

itu, jika elektron bergerak memasuki daerah kerusakan dimana terdapat pusat

muatan positif, maka elektron akan tertarik oleh pusat muatan tersebut.

Sebaliknya, ion positif dapat tertarik memasuki daerah kerusakan kisi-kisi dimana

Page 7: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

terdapat pusat muatan negatif. Jika pusat-pusat muatan yang terbentuk cukup kuat,

maka pusat muatan itu mampu mengikat ion yang tertarik padanya [5]. Pusat-

pusat muatan yang cukup kuat ini disebut sebagai perangkap, sedang kemampuan

perangkap dalam mengikat ion disebut kedalaman perangkap. Tingkat kedalaman

perangkap tersebut bergantung pada jenis kerusakan kisi-kisi yang terjadi. Setiap

jenis zat padat dapat memiliki berbagai macam perangkap, masing-masing dengan

kedalaman yang berbeda. Jika suatu kristal dicangkoki (doping) dengan bahan

pengotor yang sesuai, maka dapat diperoleh kristal dengan satu jenis perangkap.

Fenomena termoluminesensi saat ini banyak diterapkan dalam berbagai

bidang ilmu pengetahuan, antara lain untuk mendapatkan informasi mengenai

dosis radiasi yang sebelumnya diterima oleh bahan. Dalam hal ini bahan itu

berperan sebagai dosimeter radiasi. Prinsip dasar dalam pemanfaatan fenomena

TL untuk dosimeter radiasi ini adalah bahwa akumulasi dosis radiasi yang

diterima bahan akan sebanding dengan intensitas pancaran TL dari bahan tersebut.

Bahan yang mampu memperlihatkan fenomena TL mencapai lebih dari

2000 jenis mineral alam, mulai dari bahan Kristal dan gelas anorganik, barang

tembikar dan batu api yang digunakan untuk penanggalan arkheologi, sampai

dengan bahan-bahan organik yang berpendar pada temperatur rendah. Namun

hanya ada delapan senyawa organik yang umumnya dimanfaatkan fenomena TL -

nya karena memiliki karakteristik sesuai dengan yang dibutuhkan dalam dosimetri

radiasi.

Selain digunakan sebagai dosimeter radiasi, fenomena fosforesensi

digunakan pada lampu pendar. Lampu pendar adalah salah satu jenis lampu

lucutan gas yang menggunakan daya listrik untuk mengeksitasi uap raksa. Uap

raksa yang tereksitasi itu menghasilkan gelombang cahaya ultraungu yang pada

gilirannya menyebabkan lapisan fosfor berpendar dan menghasilkan cahaya

kasatmata. Lampu pendar mampu menghasilkan cahaya secara lebih efisien

daripada lampu pijar.

Page 8: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Lampu pendar dikenal dalam dua bentuk utama. Yang pertama berbentuk

tabung panjang atau yang umum dikenal dengan lampu TL (tubular lamp) atau

lampu neon dan yang kedua berukuran lebih kecil dengan tabung ditekuk

menyerupai spiral, umum disebut dengan sebutan lampu hemat energi (LHE).

Metode fluoresensi dan fosforesensi melibatkan penyerapan radiasi dan

pengemisian radiasi yang umumnya lebih panjang gelombangnya atau lebih

rendah energinya. Energi radiasi yang tidak teremisikan dalam bentuk radiasi

kemudian diubah menjadi energi termal. Fluorosensi maupun fosforesensi

berkaitan dengan perubahan energi vibrasi. Perbedaan antara kedua fenomena

tersebut ialah dalam selang waktu antara penyerapan dan emisi. Pada fosforesensi,

emisi terjadi pada waktu sekitar 10-3 detik setelah penyerapan sementara

fluorosensi lebih cepat terjadi yaitu dalam waktu 10-6 – 10-9 detik setelah

penyerapan.

FLUORESENSI

Fluor adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki

lambang F dan nomor atom 9. Namanya berasal dari bahasa Latin fluere, berarti

"mengalir". Dia merupakan gas halogen univalen beracun berwarna kuning-hijau

yang paling reaktif secara kimia dan elektronegatif dari seluruh unsur. Dalam

bentuk murninya, dia sangat berbahaya, dapat menyebabkan pembakaran kimia

parah begitu berhubungan dengan kulit.

Fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal

ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya

akan langsung memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika

rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat,

dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti juga kelihatan bersinar

bila kena sinar. Definisi fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat

dikenai cahaya. Hal ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat

rangsangan berupa cahaya akan langsung memancarkan cahayanya sendiri dan

berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu

Page 9: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti

juga kelihatan bersinar bila kena sinar.

Fluoresensi dapat juga dikatakan sebagai emisi cahaya oleh suatuzat yang

telah menyerap cahaya atau radiasi elektromagnetik denganperbedaan panjang

gelombang.

Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi

setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi

karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom

tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan

melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi merupakan

proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2)

menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang

lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1

sampai dengan 1000 mili detik.

Fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal

ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya

akan langsung memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika

rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat,

dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti juga kelihatan bersinar

bila kena sinar. Definisi fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat

dikenai cahaya. Hal ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat

rangsangan berupa cahaya akan langsung memancarkan cahayanya sendiri dan

berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu

lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti

juga kelihatan bersinar bila kena sinar.

Fluoresensi dapat juga dikatakan sebagai emisi cahaya oleh suatuzat yang

telah menyerap cahaya atau radiasi elektromagnetik dengan perbedaan panjang

gelombang.

Page 10: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Efisiensi fluoresensi adalah Bilangan yang menyatakan perbandingan mol

yang berfluoresensi dan jumlah total mol yang tereksitasi (min = 0 dan max = 1)

EF=K F

K F+K IC+K EC+K IX+K PD+K D

Catatan Indeks :

K = Tetapan Laju

F = Fluoresensi

IC = Konversi didalam

EC = Konversi keluar

IX = Lintasan antar system

PD = Pradisosiasi

D = Dissosiasi

Faktor Lingkungan = KIC, KEC dan KIX

Faktor Struktur Kimia= KF, KPD dan KD

Factor-faktor yang mempengaruhi fluoresensi adalah :

1. Temperatur (Suhu)

EF berkurang pada suhu yang dinaikkan

Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar mol atau dengan mol pelarut

Energi akan dipancarkan sebagai sinar fluoresensi diubah menjadi bentuk

lain misal : EC

2. Pelarut

Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah,

Jika pelarut yang digunakan mengandung atom-atom yang berat (CBr4,

C2H5I) maka intensitas fluoresensi berkurang, sebab ada interaksi gerakan

spin dengan gerakan orbital elektron ikatan mempercepat LAS maka

intensitas menjadi berkurang

EF= Jumlahmol yangberfluoresensiJumlah total mol yang tereksitasi

Page 11: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

3. pH mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ionic

4. Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan menyebabkan intensitas

fluoresensi berkurang sebab oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat

mengoksidasi senyawa yang diperiksa dan oksigen mempermudah LAS

5. Kekakuan struktur (structural rigidity) Struktur yang rigid (kaku) mempunyai

intensitas yang tinggi.

Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1

dalam waktu yang sangat singkat sekitar 10-1ns, kemudian atom tersebut akan

melepaskan sejumlah energi sebesar hνf yang berupa cahaya. Karenanya energy

atom semakin lama semakin berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat

energi dasar S0 untuk mencapai keadaan suhu yang setimbang (thermally

equilibrium). Emisi fluoresensi dalam bentuk spektrum yang lebar terjadi akibat

perpindahan tingkat energi S1 menuju ke sub-tingkat energi S0 yang berbeda-beda

yang menunjukan tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2

berdasarkan prinsip Frank-Condon. Apabila intersystem crossing terjadi sebelum

transisi dari S1 ke S0 yaitu saat di S1 terjadi konversi spin ke triplet state yang

pertama (T1), maka transisi dari T1 ke S0 akan mengakibatkan fosforesensi

dengan energi emisi cahaya sebesar hνP dalam selang waktu kurang lebih 1μs

sampai dengan 1s. Proses ini menghasilkan energi emisi cahaya yang relatif lebih

rendah dengan panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan

fluoresensi (Gambar 2.2.ab).

Page 12: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada molekul

antara lain polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman

(pH), jenis ikatan hidrogen, viskositas dan quencher (penghambat de-eksitasi).

Kondisi-kondisi fisis tersebut mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya

eksitasi. Hal ini berpengaruh pada proses de-eksitasi molekul sehingga

menghasilkan karakteristik intensitas dan spektrum emisi fluoresensi yang

berbeda-beda.

Intensitas fluoresensi adalah jumlah foton yang diemisikan per unit waktu

(s) per unit volume larutan (l) dalam mol atau ekivalensinya dalam Einstein,

dimana 1 Einstein = 1 foton mol. Intensitas fluoresensi dalam unit volume larutan

(medium) yang tereksitasi terjadi dalam selang waktu transisi (lifetime). Intensitas

fluoresensi tersebut merupakan hasil emisi de-eksitasi sehingga lifetime pada S1

akan berpengaruh terhadap besarnya intensitas fluoresensi. Pada gambar 2.3, kSr

adalah konstanta kecepatan radiasi S1 → S0 (transisi dari S1 ke S0) , kTnr adalah

konstanta kecepatan non radiasi T1 → S0 (transisi dari T1 ke S0) yang terjadi

setelah proses internal crossing system S1 → T1, kSic adalah konstanta kecepatan

proses internal conversion (bersifat non radiatif) dari S1 → S0 yang terjadi setelah

transisi S2 → S1, dan kTr adalah konstanta kecepatan radiatif transisi T1 → S0 yang

terjadi setelah proses internal crossing system S1 → T1.

Page 13: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Eksitasi hingga ke tingkat energi S1 terjadi apabila sejumlah molekul A

menyerap energi cahaya, dan ketika kembali ke tingkat energi S0 molekul tersebut

akan mengemisikan radisi atau melepaskan energi non radiasi (foton atau energi

panas) dengan laju eksitasi sebagai berikut:

Dengan A* adalah molekul A yang tereksitasi. Jumlah konsentrasi molekul

yang tereksitasi dalam waktu t detik diperoleh dengan mengintegrasikan

persamaan 2.1 terhadap waktu t sebagai berikut:

Laju konstanta radiasi dan non-radiasi berpengaruh terhadap intensitas

fluoresensi sehingga hubungan antara kedua konstanta tersebut dapat dinyatakan

sebagai efisiensi kuantum fluoresensi ΦF (lihat persamaan 2.3 dan 2.4). Dengan

Page 14: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

kata lain, rasio antara jumlah foton yang diemisikan dan jumlah foton yang

diserap dapat dituliskan sebagai berikut:

Dimana KN0 adalah jumlah foton yang diserap per unit volume (L) per

satuan detik (s). karena jumlaah molekul adalah konstan, sehingga intensitas

fluoresensi dalam kondisi tunak adalah

Intensitas fluoresensi dalam kondisi tunak per jumlah foton yang diserap

sebagai fungsi panjang gelombang foton yang diemisikan dinyatakan dalam

persamaan berikut:

atau

Dengan :

IF(F) = intensitas fluoresensi yang diukur pada rentang spectrum panjang

gelombang fluoresensi F

Page 15: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

IA(E) = selisih intensitas cahaya yang dating dengan intensitas yang

ditransmisikan pada gelombang E

IT(E) = intensitas eksitasi ditransmisikan

I0(E) = intensitas cahaya yang dating

k = konstanta fluoresensi, yang besarnya tergantung pada set up opris

antara detector dengan berkas fluoresensi

Proses fluoresensi dapat terjadi pada partikel dalam suatu medium. Hal

tersebut terjadi akibat respon terhadap cahaya eksitasi dari elemen-elemen

penyusunnya (kumpulan-kumpulan molekul atau atom yang relatif homogen)

dengan mengasumsikan bahwa dimensi partikel sangat tipis sehingga proses

absorbsi terhadap cahaya eksitasi tidak mengalami hambatan atau gangguan [14-

16]. Pada saat cahaya eksitasi I0 datang menuju medium (dimensi lxl) yang berisi

partikel-partikel, cahaya tersebut akan diabsorbsi oleh partikel-partikel sebesar IA

dan sebagian diteruskan (tanpa absorbsi) sebesar IT (persamaan 2.13). Cahaya

yang diabsorbsi selanjutnya dikonversi menjadi emisi cahaya fluoresensi (IF) oleh

faktor efisiensi kuantum ΦF (persamaan 2.12).

Hubungan antara intensitas fluoresensi dan absorbansi suatu partikel

akibat eksitasi dari suatu sumber cahaya dinyatakan dengan menggunakan hukum

Beer-Lambert. Intensitas cahaya eksitasi yang ditransmisikan oleh sejumlah

konsentrasi partikel N sebesar IT(λE) pada luasan medium a dan sepanjang arah

rambat cahaya eksitasi l dituliskan sebagai berikut:

Page 16: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Tanda minus dalam exponensial pada persamaan 2.1.4 menunjukkan

bahwa intensitas cahaya eksitasi yang ditransmisikan oleh konsentrasi partikel

menurun secara eksponensial akibat luasan berkas sinar eksitasi a dan absorbs

sepanjang lintasan l. Dengan mensubstitusikan persamaan 2.14 ke 2.13 didapatkan

persamaan intensitas absorbsi cahaya eksitasi pada konsentrasi partikel, sebesar:

Intensitas cahaya fluoresensi yang diemisikan oleh suatu konsentrasi

partikel pada suatu volume, adalah sebanding dengan jumlah intensitas cahaya

absorbsi yang terkonversi menjadi cahaya fluoresensi (persamaan 12). Selanjutnya

dengan mensubtitusikan persamaan 2.15 ke 2.12 diperoleh intensitas cahaya

fluoresensi sebagai fungsi ΦF yaitu:

Persamaan 2.16 merupakan fungsi IF yang membentuk hubungan

eksponensial sebagai fungsi dari IA dan IT. ΦF merupakan faktor konversi

intensitas cahaya yang diabsorbsi oleh konsentrasi partikel menjadi energi cahaya

fluoresensi dan diperoleh melalui pendekatan empirik (eksperimen) dan analitik

mengacu pada persamaan 2.7 dan 2.10. Faktor ΦF tergantung dari karakteristik

absorbsi dan fluoresensi partikel dalam medium.

Persamaan 2.16 dapat disederhanakan dengan menggunakan deret Mc Laurin

menjadi sebagai berikut:

Page 17: Tugas analisis instrumen FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

Hubungan Struktur Molekul dan Fluoresensi

Struktur molekul yang mempunyai ikatan rangkap mempunyai sifat

fluoresensi karena strukturnya kaku dan planar

EDG (OH-, -NH2, OCH3) yang terikat pada sistem p dapat menaikkan

intensitas fluoresensi

EWG (NO2, Br, I, CN, COOH) dapat menurunkan bahkan menghilangkan

sifat fluoresensi

Penambahan ikatan rangkap (aromatik polisiklik) dapat menaikkan

fluoresensi

Fenomena fluorosensi dapat dimanfaatkan sebagai dasar analisis fluorometer.

Keuntungan dari analisis fluoresensi adalah kepekaan yang baik karena :

Intensitas dapat diperbesar dengan menggunakan sumber eksitasi yang

tepat

Detektor yang digunakan seperti tabung pergandaan foto sangat peka

Pengukuran energi emisi lebih tepat daripada energi terabsorbsi

Dapat mengukur sampai kadar 10-4 – 10-9 M