tugas amoy

download tugas amoy

of 10

Transcript of tugas amoy

TUGAS ARTIKEL HUKUM AGRARIA

Di susun oleh

Silvyana dwi anggraini NIM : ERB 109029 Kelas A

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JAMBITAHUN 2011

Analisis Hukum Terhadap Kasus Sengketa Tanah Proyek Pemukiman TNI-AL Di Pasuruan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok AgrariaKASUS POSISI Sengketa tanah Prokimal (proyek pemukiman TNI AL) meletus tahun 1998. Warga di sekitar Prokimal sering menggelar unjuk rasa dengan cara memblokade jalur pantura (pantai utara) untuk menuntut pembebasan lahan yang dianggap miliknya. Di lain pihak, menurut keterangan TNI AL, lahan yang diinginkan warga itu merupakan milik TNI AL yang diperoleh dengan pembelian yang sah tahun 1960 seluas 3.569,205 hektare yang tersebar di dua kecamatan, yakni Nguling dan Lekok, serta di 11 desa, yakni Desa Sumberanyar, Sumberagung, Semedusari, Wates, Jatirejo, Pasinan, Balunganyar, Brang, Gejugjati, Tamping, dan Alas Telogo. Saat itu tanah tersebut dibeli seharga Rp 77,66 juta dan rencananya digunakan untuk pusat pendidikan dan latihan TNI AL yang terlengkap dan terbesar. Karena belum memiliki dana, agar tidak telantar, tanah tersebut dijadikan area perkebunan dengan menempatkan 185 keluarga prajurit. Kemudian pada 1984 keluar Surat Keputusan KSAL No Skep/675/1984 tanggal 28 Maret 1984 yang menunjuk Puskopal dalam hal ini Yasbhum (Yayasan Sosial Bhumyamca) untuk memanfaatkan lahan tersebut sebagai lahan perkebunan produktif, dengan memanfaatkan penduduk setempat sebagai pekerja. Upaya-upaya penyelesaian sertifikasi tanah yang dilaksanakan Lantamal III Surabaya sejak 20 Januari 1986 dapat terealisir BPN pada 1993 dengan terbitnya sertifikat sebanyak 14 bidang dengan luas 3.676 hektare. Meski demikian masih ada penduduk yang belum melaksanakan pindah dari tanah yang telah dibebaskan TNI AL. Pada 20 November 1993 Bupati Pasuruan mengirimkan surat kepada Komandan Lantamal III Surabaya perihal usulan pemukiman kembali nonpemukim TNI AL di daerah Prokimal Grati. Kemudian Bupati Pasuruan mengajukan surat kepada KSAL pada 3 Januari 1998 untuk mengusulkan bahwa tanah relokasi untuk penduduk nonpemukim TNI AL agar diberikan seluas 500 meter persegi per KK. Dari catatan media Surya, dalam setahun terakhir terjadi dua kali pemblokiran jalan pantura oleh warga, yakni 14 Desember 2006 dan 10 Januari 2007. Selain itu, warga Desa Alas Telogo, Kecamatan Lekok, memilih menempuh jalur hukum dan menggugat kepemilikan tanah itu ke Pengadilan Negeri (PN) Bangil, 18 Juli 2006 lalu. Gugatan itu ditempuh 256 warga, namun mereka dinyatakan kalah oleh PN Bangil dalam sidang 12 Maret lalu. Munculnya keputusan tersebut membuat warga marah hingga berujung pada bentrokan dengan polisi seusai sidang putusan. Sebelum persidangan itu, yakni pada 15 Februari, Pangarmatim Laksda Moekhlas Sidik meresmikan Prokimal sebagai pusat

latihan tempur (Puslatpur) dan warga 11 desa yang berjumlah sekitar 5.700 keluarga rencananya direlokasi ke bagian yang aman. Sesuai pesan Panglima TNI, 2007 ini lahan akan di-set up ulang sebagai pusat latihan tempur untuk meningkatkan profesionalitas prajurit TNI AL. Untuk relokasi warga, karena ada niatan baik dari kami, tidak akan terjadi masalah seperti saya utarakan di hadapan warga, kata Laksda Moekhlas Sidik saat meresmikan Prokimal sebagai Puslatpur. Janji untuk merelokasi warga kemudian diwujudkan, dan 360 hektare tanah diberikan kepada warga di 11 desa yang ditempatkan di luar sabuk batas tempat latihan tempur. Sesuai Keputusan KSAL, lahan Prokimal dijadikan pusat latihan tempur dan 5.702 rumah direlokasi di luar garis latihan. Setiap rumah diberi tanah 500 meter persegi sekaligus bentuk pelepasan dari inventarisasi kekayaan negara (IKN) AL. Untuk biaya relokasi, TNI AL dan Bupati akan mengusulkan kepada pimpinan masing-masing, tandas Moekhlas Sidik didampingi Bupati Pasuruan Jusbakir Aldjufri kepada wartawan seusai bertemu dengan 11 kepala desa mewakili warga di lahan Prokimal Grati, 22 Maret lalu. Selain itu, TNI AL juga memberikan tambahan lahan sebesar 20 persen untuk pemenuhan fasilitas umum. Dengan adanya keputusan ini, diharapkan masyarakat tidak resah karena jaminan keamanan tidak terkena peluru nyasar serta adanya keputusan hukum atas tanah yang dimilikinya. Upaya relokasi warga 11 desa ini disambut positif Pemkab Pasuruan, bahkan Pemkab mengusulkan anggaran untuk relokasi itu ke pemerintah pusat ditambah dengan anggaran dari APBD Kabupaten Pasuruan. Meski TNI AL memberikan tanah seluas 360 hektare kepada warga 11 desa, namun para kepala desa saat itu tidak berani menerimanya dan hanya akan menyampaikan lebih dulu kepada warga. Alasannya, lahan 500 meter persegi dianggap kurang untuk memenuhi kebutuhan warga. Di tengah upaya penyelesaian sengketa kasus tanah dengan jalan damai itulah, tiba-tiba terjadi insiden antara Marinir dengan warga Rabu (30/5), yang menyebabkan empat warga tewas dan enam lainnya luka-luka. Sengketa masalah tanah antara warga dengan TNI di Kabupaten Pasuruan bukan hanya terjadi di lahan Prokimal, Grati. Di Raci, Kecamatan Bangil, juga terjadi kasus sengketa tanah serupa antara warga dengan TNI Angkatan Udara (AU). Namun dalam kasus Raci ini, pihak TNI AU telah memberikan lampu hijau untuk pengelolaan lahan dengan porsi 60:40 untuk TNI AU dan warga Desa Raci. Sumber : http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/analisis-hukum-terhadap-kasussengketa-tanah-proyek-pemukiman-tni-al-di-pasuruan-dihubungkan-denganundang-undang-nomor-5-tahun-1960-tentang-pokok-agraria/

Komentar : Sengketa tanah dan sumber-sumber agraria pada umumnya sepertinya merupakan konflik laten dan pihak-pihak yang bersengketa pun sebagian besar kalaupun tidak bisa disebut, hampir seluruhnya bukan hanya individual, namun melibatkan tataran komunal maka boleh dibayangkan bagaimana hebatnya bom waktu yang akan meledak jika kasus-kasus sengketa tanah tersebut tidak segera mendapatkan penanganan dan penyelesaian yang layak dan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Ada 3 (tiga) faktor penyebab sering munculnya masalah sengketa tanah, diantaranya yaitu sistem administrasi pertanahan terutama dalam hal sertifikasi tanah yang tidak beres, distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata dan legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti formal (sertifikat) tanpa memperhatikan produktivitas tanah. Berdasarkan Ketetapan MPR No. IX/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Keppres No.34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, pada dasarnya memberi kewenangan untuk menjalankan reforma agraria yang besar kepada pemerintah daerah untuk menuntaskan masalah-masalah agraria secara serius.

Bentrok TNI - Warga Kebumen

Tanah Sengketa Kebumen Milik NegaraBelum ada pihak yang punya hak kepemilikan dan pengelolaan atas tanah tanah di Desa Setrojenar, Kebumen, yang menjadi sengketa TNI dengan warga.

Kurniawan Tri / Arwani 24 April 2011 - 12:27 WIB

VHRmedia, Jakarta Badan Pertanahan Nasional menyatakan tanah di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, berstatus tanah negara bebas. Belum ada pihak yang mempunyai hak kepemilikan dan pengelolaan secara sah atas tanah yang menjadi sengketa antara warga dan TNI tersebut. Kepastian itu dikatakan Ridwan Darmawan, Kepala Divisi Kajian dan Kampanye Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), menanggapi konflik tanah antara TNI dan warga di Kebumen. Dalam pertemuan dengan warga Setrojenar, BPN Pusat menyatakan tanah tersebut tanah negara bebas. Itu masih milik negara. Belum ada hak pengelolaan, kata Ridwan, yang juga mendampingi pertemuan dengan BPN, Minggu (24/4). Hasil investigasi IHCS, memang tidak semua warga mempunyai hak kepemilikan atas tanah konflik tersebut. Namun, ada beberapa titik yang dimiliki warga secara sah. Salah satunya tanah dengan gedung tiga lantai yang dijadikan gudang, yaitu milik warga bernama Mihad. Menurut Ridwan, meski merasa memiliki tanah itu, TNI belum mengurus inventarisasi kekayaan milik negara (IMKN). Hal ini penting untuk dimasukkan dalam administrasi negara melalui Menteri Keuangan. Warga juga belum mengurus administrasi. Makanya BPN mengusulkan pihak terkait mengurus peruntukan tanah itu ke pemerintah daerah atau bupati. Karena, BPN hanyalah lembaga stempel. Hasil penyelidikan sementara Komnas HAM yang meninjau lokasi, penembakan TNI terhadap warga Kebumen dipicu ketidakjelasan hak atas tanah. Pemilik dan pengelola tidak jelas. Hal itu diketahui setelah Komisi berdiskusi dengan Badan Pertanahan setempat. Hingga saat ini Komnas HAM belum menyatakan hasil akhir penyelidikan. Pada Sabtu (16/4) terjadi bentrokan antara TNI dan warga Kebumen. Tentara mengeluarkan tembakan untuk menakuti warga. Sejumlah petani mengalami luka tembak peluru karet dan pukulan. Beberapa di antaranya dirawat di RSUD Kebumen dan RS

Petanahan. Kasus ini bermula dari sengketa tanah warga Kecamatan Ambal, Mirit, dan Buluspesantren, dengan TNI. Warga merasa punya bukti kepemilikan tanah. Warga juga menolak lahan itu dijadikan latihan militer. TNI berargumen pernah mendapatkan izin dari Bupati Kebumen pada tahun 1989. (E4) Sumber : http://www.vhrmedia.com/2010/d Komentar : Kasus ini harusdiselesai kan dengan secara musyawarah terlebih dahulu, sebab dalam cerita kasus di atas tni belum mendaftarkan tanah tersebut sebagai tanah Negara ke badan pertanahan, menurut saya di balik semua kasus ini tni bertindak semena mena kepada rakyat dalam masalh pertanahan tni tidak bias mengambil keputusa sendiri sebab sudah ada yng mengatur tentang tanah Negara.

Sengketa Tanah Pesisir Berbuntut BentrokSenin, 18 Apr 2011 05:22:38 WIB ANTARA - Kawasan Urut Sewu di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, selama ini menjadi lokasi andalan bagi latihan militer prajurit TNI Angkatan Darat Kodam IV/Diponegoro. Wilayah Urut Sewu yang membentang di tiga kecamatan, yakni Bulus Pesantren, Ambal, dan Mirit ini merupakan satu-satunya tempat latihan militer di Jawa Tengah untuk uji coba senjata jarak jauh seperti meriam kaliber 105 dengan jangkauan tembakan mencapai 17 kilometer. Selama ini pihak TNI Angkatan Darat tidak mendapat kendala dalam memanfaatkan tanah negara tersebut untuk latihan militer. Masyarakat sekitar juga menyambut baik keberadaan tempat latihan militer tersebut. Namun, dalam dua tahun terakhir keberadaan tempat latihan militer yang dikelola Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI Angkatan Darat tersebut terusik oleh klaim lahan warga Setrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kebumen. Masyarakat yang tergabung dalam Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) beberapa kali melakukan protes terhadap keberadaan kawasan latihan militer itu. Mereka menuntut sebagian lahan yang digunakan untuk latihan militer itu dikembalikan kepada warga karena mereka merasa memiliki tanah tersebut. Pada Senin (11/4) warga Setrojenar melakukan unjuk rasa di sekitar Markas Dislitbang

TNI AD di utara Pantai Bocor Kebumen tersebut, namun suasana tegang saat itu tidak menimbulkan gejolak yang cukup besar. Namun, pada Sabtu (16/4) siang kesabaran personel TNI AD tidak bisa terkendali. Mereka melepaskan tembakan dengan peluru karet kepada kerumunan massa di Jalan Diponegoro yang menjadi akses masuk menuju Markas Balitbang TNI AD sehingga menimbulkan sejumlah korban terluka. Tindakan personel TNI AD tersebut dilakukan setelah mengetahui massa merusak gapura, memblokir Jalan Diponegoro dengan membentangkan sejumlah batang kayu, merusak palang pintu pengaman Dislitbang dan membakar gudang amunisi. Bentrok antara personel TNI AD dengan warga tersebut mengakibatkan 13 orang terluka. Sembilan korban terpaksa harus menjalani perawatan di Rumah sakit Umum Daerah Kebumen karena mengalami luka cukup serius, empat korban di antaranya luka tembak peluru karet. Sembilan korban yang kini dirawat di RSUD Kebumen, yakni Aris Wahyudi (49) luka pelipis bagian kanan, Mustofa (65) hidung bengkak, Syamsudin (26) robek bagian kepala sebelah kanan. Lalu, Mulyanto (21) luka tembak bagian punggung sebelah kanan, Sarwadi luka tembak paha kanan, Kusriyanto (29) luka tembak pantat kanan, dan Surip Supangat luka tembak lengan kanan dan pantat kanan, Kasantri (19) patah tulang kaki kiri, dan Martijo luka robek lengan kanan. Selain warga, bentrok tersebut juga mengakibatkan seorang prajurit TNI, Praka Ridwan luka terkena sabetan benda tajam di bagian kaki, namun dia tidak perlu menjalani perawatan intensif di rumah sakit. "Semula rumah sakit menerima 13 korban, tetapi empat korban di antaranya diperbolehkan pulang karena tidak perlu perawatan intensif di rumah sakit," kata Kepala RSUD Kebumen Suprayitno. Secara umum, katanya, kondisi sembilan pasien tersebut cukup bagus. Mereka dalam perawatan dokter bedah. Menurut dia, empat dari sembilan pasien itu menderita luka tembus bulat tidak teratur berukuran satu kali satu cm. Seorang korban, Aris Wahyudi menuturkan, kejadian bermula saat warga usai melakukan ziarah di tempat makam anak yang menjadi korban bom bekas latihan militer pada 22 Maret 1997. Kemudian warga membenahi barikade di Jalan Diponegoro yang sebagain telah dibongkar. Setelah itu warga merobohkan gapura di ujung Jalan Diponegoro.

Warga kemudian berkumpul di dekat Kantor Kecamatan Bulus Pesantren, tiba-tiba sekitar 50-an prajurit TNI dengan bersenjata laras panjang menyerang warga. "Kami tidak mengira kalau TNI akan melepaskan tembakan," katanya. Kepala Desa Setrojenar, Surip Jenar yang juga menjadi korban luka tembak, mengatakan, saat kejadian dirinya sedang menanam padi di sawah di sebelah selatan Markas Dislitbang TNI AD. "Waktu menanam padi tiba-tiba terdengar suara tembakan berkali-kali dari arah utara, beberapa waktu kemudian datang puluhan prajurit TNI mengeluarkan tembakan ke arah kami. Waktu itu ada seorang prajurit yang mengatakan bahwa saya provokator," katanya. Padahal, katanya, selama ini pihaknya selalu mengimbau masyarakat untuk tidak berbuat anarkis. "Selain menembak, mereka juga memukul dan menginjak saya. Kami sangat menyayangkan tindakan aparat TNI, mereka telah menginjak-injak tanaman padi kami dan melakukan tembakan di depan ibu-ibu yang sedang menanam padi," katanya. Sengketa Selama ini TNI AD menggunakan kawasan Urut Sewu untuk latihan militer, termasuk di daerah Pantai Bocor sepanjang 500 meter dari garis air laut. Namun, warga mengklaim berdasarkan aturan tanah negara itu sepanjang 220 meter dari garis air laut. Upaya penyelesaian sengketa tanah tersebut telah dilakukan beberapa kali pertemuan antara warga dengan Dislitbang, namun selalu tidak membuahkan hasil. Kepala Perwakilan Lapang Dislitbang TNI AD, Mayor Inf Kusmayadi mengaku sering melakukan musyawarah untuk menyelesaikan kasus tanah tersebut dengan warga, namun tidak ada titik temu. Kusmayadi yang menjabat Kepala Perwakilan lapang Dislitbang sejak Juli 2008 tersebut pada awalnya akrab dengan masyarakat sekitar, namun mulai Juni 2009 merasa selalu ditekan warga. "Kami merasa diisolir, tidak pernah mendapat undangan dalam kegiatan masyarakat. Kami juga ditekan secara psikologis, masyarakat yang semula akrab dengan saya kemudian menjauh. Kelihatannya memang ada yang menggiring hal tersebut," katanya. Menyinggung latihan militer yang dipersoalkan, katanya, selama ini juga tidak ada masalah. Ia mengatakan, kawasan Urut Sewu jika digunakan untuk latihan militer selalu steril dari

kegiatan masyarakat. "Usai latihan kami selalu melakukan penyisiran terhadap amunisi yang mungkin tertanam di tanah. "Kami juga telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, jika menemukan amunisi di kawasan Urut Sewu supaya melapor agar kami bisa mengambilnya sehingga tidak membahayakan masyarakat," katanya. Menurut dia, selama ini TNI cukup sabar menghadapi masyarakat karena TNI juga berasal dari rakyat. "Selama ini masyarakat bebas menanami berbagai tanaman hortikultura bahkan membangun tempat parkir dan gapura di kawasan Pantai Bocor yang masuk kawasan latihan militer, kami juga tidak mempermasalahkannya setelah mendapat izin dari pimpinan," katanya. Namun, katanya, pihaknya sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan masyarakat dengan merusak gapura, menutup akses masuk ke Markas Dislitbang. Kondisi Pulih Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Irjen Pol Edward Aritonang menyatakan, kondisi Desa Setrojenar kembali normal setelah terjadi bentrok antara personel TNI AD dengan warga. "Situasi kembali membaik dan untuk menjaga keamanan dilakukan patroli gabungan antara Polri dan TNI," katanya. Aktivitas warga di sekitar Pantai Bocor juga berjalan seperti biasa, masyarakat bebas berkunjung untuk menikmati keindahan pantai, sejumlah masyarakat terlihat mencari rumput di kawasan latihan militer. Kapolda mengimbau kepada masyarakat agar tidak terpengaruh informasi yang tidak jelas sumbernya. Ia mengatakan, dalam kasus bentrok tersebut polisi telah memeriksa delapan saksi warga sipil sedangkan dari pihak TNI dilakukan oleh Denpom. "Dari sejumlah saksi yang diperiksa bisa saja menjadi tersangka, namun sekarang masih dilakukan penyidikan dan nanti tergantung hasil pemeriksaan," katanya. Kapolda mengimbau masyarakat untuk menyerahkan proses hukum kasus tersebut baik kepada Denpom maupun Polres. "Kalau masyarakat mempunyai 'uneg-uneg' tolong disampaikan, masyarakat jangan bertindak sepihak. Jangan melakukan tindakan yang memperkeruh suasana," katanya. Ia mengatakan, kepolisian siap memfasilitasi jika mau dilakukan perundingan untuk

menyelesaikan kasus antara warga dengan Dislitbang TNI AD. "Kalau masyarakat mempunyai SPPT, sertifikat silakan dibawa sebagai bukti. Percepat saja proses penyelesaian kasus tanah ini, baik ke tingkat provinsi maupun nasional, agar tanah negara ini cepat tercatat," katanya. Wakil Gubernur Jateng Rustriningsih mengatakan, kasus bentrok tersebut menjadi keprihatinan semua pihak. Bentrok antara TNI dengan warga merupakan permasalahan yang tidak sederhana. Ke depan, katanya, penegakan hukum harus dilakukan, tetapi tidak kalah penting dengan pendekatan sosial dan budaya. Sumber : http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=42861 Komentar : dalam kasus ini di perlukan bukti bukti yang pasti sebab tidak bias di selesaikan dengan musyawarah lagi, karena dalam cerita kasus ini tidak adayang mau mengalah antara rakyat dengan anggota tni. Tidak perlu ada korban dalm masalah ini karena dengan cara kekerasan tidak bakal menyelesaikan masalh, yang ada menambah masalah, jadi di perlukan bukti2 yang konkrit agar kasus ini bias di bawa ke pengadilan biar orang yang memutuskan perkara tersebut, bukan dengan cara kekerasan.