tugas-AMK-alat-steril-1

16
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Alat kesehatan yang diproduksi dan beredar diharapkan dapat terjamin keamanan, mutu dan manfaat. Untuk memenuhi persyaratan tersebut dalam produksinya harus memenuhi pedoman Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB). Pedoman tersebut telah disusun oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan tahun 2006 berdasarkan acuan ISO 13485 : Medical Device – Quality Managemen System - Requirements for Regulatory Purposes dengan melibatkan semua stake holder yang terkait sehingga diharapkan pedoman CPAKB dapat digunakan sebagai acuan bagi semua pihak. Untuk melaksanakan pedoman CPAKB disusun Petunjuk Teknis Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik yang berisi petunjuk rinci bagi produsen dan stake holder yang terkait dalam rangka menjamin keamanan, mutu dan manfaat dalam seluruh aspek produksi.

description

analisis makanan, minuman, dan kosmetik

Transcript of tugas-AMK-alat-steril-1

Page 1: tugas-AMK-alat-steril-1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Alat kesehatan yang diproduksi dan beredar diharapkan dapat terjamin

keamanan, mutu dan manfaat. Untuk memenuhi persyaratan tersebut dalam

produksinya harus memenuhi pedoman Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik

(CPAKB).

Pedoman tersebut telah disusun oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Alat Kesehatan tahun 2006 berdasarkan acuan ISO 13485 : Medical Device –

Quality Managemen System - Requirements for Regulatory Purposes dengan

melibatkan semua stake holder yang terkait sehingga diharapkan pedoman CPAKB

dapat digunakan sebagai acuan bagi semua pihak. Untuk melaksanakan pedoman

CPAKB disusun Petunjuk Teknis Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik yang

berisi petunjuk rinci bagi produsen dan stake holder yang terkait dalam rangka

menjamin keamanan, mutu dan manfaat dalam seluruh aspek produksi.

Page 2: tugas-AMK-alat-steril-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DETERGENT

Deterjen adalah campuran senyawa kimia yang digunakan sebagai bahan

pembersih. Limbah cair deterjen banyak berasal dari air buangan domestik,

misalnya air bekas mandi, bekas cuci pakaian, perabotan rumah tangga serta jasa

pencucian komersial, buangan industri tekstil, pewarnaan industri komestik, dll.

Kandungan dari deterjen adalah materi organik yang dapat menurunkan tegangan

permukaan dan membentuk jembatan antara kotoran dengan senyawa pelarut

Deterjen terdiri dari surfaktan, builder yang berfungsi meningkatkan daya cuci

dan bahan aditif lainnya. Deterjen memiliki struktur kimia yang terdiri dari ujung

karbon hidrofobik dan ujung sulfat sehingga dapat mengemulsi lemak. Istilah

deterjen biasanya digunakan untuk berbagai macam bahan pembersih atau bahan

yang memiliki kemampuan membersihkan. (Sawyer, 1994).

JENIS-JENIS DETERGENT

Berdasarkan senyawa organik yang dikandungnya, detergen dikelompokkan

menjadi :

a. Detergen anionik (DAI)

Merupakan detergen yang mengandung surfaktan anionik dan dinetralkan

dengan alkali. Detergen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif apabila

dilarutkan dalam air. Biasanya digunakan untuk pencuci kain. Kelompok utama dari

detergen anionik adalah rantai panjang (berlemak) alkohol sulfat, alkil aril sulfonat

, Olefin sulfat dan sulfonat

Page 3: tugas-AMK-alat-steril-1

b. Detergen kationik

Merupakan detergen yang mengandung surfaktan kationik. Detergen ini akan

berubah menjadi partikel bermuatan positif ketika terlarut dalam air, biasanya

digunakan pada pelembut (softener). Selama proses pembuatannya tidak ada

netralisasi tetapi bahan-bahan yang mengganggu dihilangkan dengan asam kuat

untuk netralisasi. Agen aktif permukaan kationik mengandung kation rantai panjang

yang memiliki sifat aktif pada permukaannya. Kelompok utama dari detergen kationik

adalah :

Amina asetat (RNH3)OOCCH3 (R=8 sampai 12 atom C)

Alkil trimetil amonium klorida (RN(CH3))3+ (R=8 sampai 18 atom karbon)

Dialkil dimetil amonium klorida (R2N(CH3)2)+Cl- (R=8 sampai 18 atom karbon)

Lauril dimetil benzil amonium klorida (R2N(CH3)2CH2C2H6)Cl

c. Detergen nonionik

Senyawa yang tidak mengandung molekul ion sementara, kedua asam dan

basanya merupakan molekul yang sama. Detergen ini tidak akan berubah menjadi

partikel bermuatan apabila dilarutkan dalam air tetapi dapat bekerja di dalam air

sadah dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran. Kelompok

utama dari detergen nonionik adalah :

Etilen oksida atau propilen oksida

Polimer polioksistilen

Alkil amida

d. Detergen Amfoterik

Detergen jenis ini mengandung kedua kelompok kationik dan anionik.

Detergen ini dapat berubah menjadi partikel positif, netral, atau negatif bergantung

kepada pH air yang digunakan. Biasanya digunakan untuk pencuci alat-alat rumah

Page 4: tugas-AMK-alat-steril-1

tangga. Kelompok utama dari detergen ini adalah : Natrium lauril sarkosilat

( CH3(CH2)10CH2NHCH2CH2CH2COONa) dan natrium mirazol.

PEMBUATAN DETERJEN

Bahan dasarnya adalah dodekil benzena. Reaksi dilakukan dalam reaktor

bersisi kaca yang dipasang dengan mixer efisien. Dodekil benzena dimasukkan ke

dalam reaktor kaca dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu antara 32-46°C.

Kemudian dicampurkan pada suhu 46°C selama kurang lebih 2 jam sampai reaksi

selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan NaOH yang memberikan 60% alkil

aril sulfonat dan 40% diluet (natrium sulfat). Adapun pembuatan deterjen dengan

berbagai jenis deterjen dilakukan sebagai berikut :

a. Detergen Anionik

Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena

mengandung inti dengan satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil benzena

bisa benzena, toluene, xylena, atau fenol. Alkil benzena yang biasa digunakan

adalah jenis DDB (deodecil benzena). Pembuatan deodecil benzena (C6H6C12H25)

dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena (C12H24) dibantu dengan katalis

asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi Fiedel-Craft. Detergen alkil

benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft memliki sifat degradasi biologis

yang buruk karena terdapat 300 isomer dari propilen tetramer. Olefin sulfat dan

sulfonat diproses dengan tiga cara, yaitu :

a) Proses Oxo Olefin direaksikan dengan karbon monoksida dan hidrogen pada

suhu 160°C sampai 175°C dengan tekanan 100-250 atm, menghasilkan

aldehida. Aldehida kemudian dihidrogenasi dengan bantuan nikel sebagai

katalis sehingga menghasilkan suatu senyawa alkohol. Aldehida berkurang

pada saat terbentuknya alkohol. Alkohol yang dihasilkan dari proses oxo

Page 5: tugas-AMK-alat-steril-1

sebagian besar memiliki berat molekul kecil dibandingkan berat molekul

alkohol alami. Oxo-alkohol yang memiliki berat molekul tinggi mengalami

sulfonasi. Alkohol ini banyak digunakan untuk kosmetik dan produk cairan

rumah tangga (tidak digunakan untuk bahan dasar pembuatan detergen).

b) Proses Alfol ( Proses Ziegar) Pada proses ini aluminium trietil dihilangkan

dengan logam aluminium dan hidrogen untuk menghasilkan dietilaluminium

hidrida. Hidrida dihilangkan dengan etena untuk menghasilkan 3 mol

aluminium trietil. Dua pertiganya didaur ulang, sementara sisa trietil

direaksikan dengan etena untuk menghasilkan campuran berat molekul tinggi

pada aluminium alkil. Kemudian alkil aluminium dioksidasi dan dihidrolisis

dengan air untuk menghasilkan alkohol dan aluminium hidroksida.

c) Proses WI. Welsh Pada proses ini alfa olefin direaksikan dengan hidrogen

bromida dengan bantuan peroksida atau cahaya ultraviolet. Alkil bromida

diubah menjadi ester melalui logam halida yang katalisasi dengan asam

organik. Ester kemudian dihidrolisis menghasilkan alkohol.

b. Detergen kationik

Amina asetat (RNH3)OOCCH3 Dihasilkan dengan menetralisasi amina lemak

dengan asam asetat dan dapat larut dalam air. Alkil trimetil ammonium klorida

(RN(CH3))3+Cl- Dihasilkan dari alkilasi lengkap amina lemak atau tetriari amina

dengan alkil halida lemak

c. Detergen nonionik

Proses pembuatannya dengan mereaksikan senyawa yang mengandung

kelompok hidrofobik dengan etilen oksida atau propilen oksida, dilakukan pada suhu

150-220°C. Hasil yang diperoleh dinetralkan dengan 30% asam sulfur dan asam

asetat glasial.

Page 6: tugas-AMK-alat-steril-1

e. Detergen amfoterik Proses pembuatannya yaitu amina lemak dasar (lauril

amina) direksikan dengan metil akrilat untuk menghasilkan ester N-lemak--

amino propionik. Kemudian disaponifikasi dengan NaOH membentuk garam

natrium.

RANCANGAN PRODUKSI

Pembuatan deterjen cair

Langkah 1 - pembuatan premix Sabun

Deterjen cair mengandung sabun serta surfaktan sintetik. Hal yang pertama

dibuat adalah premixnya, bahan kemudian lain dicampur ke dalamnya. Langkah ini

hanya terdiri dari penetralan lemak dengan soda kaustik (NaOH) atau kalium

hidroksida.

Langkah 2 – Pencampuran bahan

Semua bahan kecuali enzim ditambahkan dan dicampur pada suhu tinggi.

bahan-bahan digunakan dalam pembuatan deterjen cair biasanya natrium

tripolifosfat, soda kaustik, asam sulfonat, parfum dan air. Fungsi bahan-bahan ini

telah diuraikan pada tabel di atas.

Langkah 3

Page 7: tugas-AMK-alat-steril-1

Campuran didinginkan dan digiling, dan enzim ditambahkan dalam bentuk

bubuk.

Analisis Deterjen

Penentuan Sulfat (SNI 06-6989.20-2004)

Penentuan Sulfat ini diambil dari deterjen yang telah dibuat menjadi limbah.

Penentuan sulfat dilakukan dengan metode turbidimetri. Pada metode ini

digunakan reagen kondisi dan kristal barium klorida. Prinsipnya yaitu terbentuknya

koloid BaSO4 berupa larutan keruh karena anion sulfat akan bereaksi dengan barium

klorida dalam suasana asam. Larutan ini kemudian diukur dengan menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm (Aprianti, 2008).

Batas kadar sulfat terlarut yang terdapat dalam air yang dapat diukur adalah

1-40 mg/L pada panjang gelombang 420 nm (SNI 06-2426-1991). Ion sulfat

diendapkan dalam suatu medium HCl dengan BaCl2 sehingga terbentuk koloid

barium sulfat.

                                    SO42- + BaCl2 → ↓ putih BaSO4 + 2Cl-

Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar sulfat dalam sampel air

limbah laundry yang diambil masih berada di bawah ambang batas menurut

Permenkes No.416/MENKES/PER/IX/1990, yaitu 400 ppm untuk kualitas air bersih

dan Permenkes No.429/MENKES/PER/IV/2010, yaitu 250 ppm untuk kualitas air

minum. 

Analisis Penguraian Limbah Deterjen (Biodegradbilitas)Konsesntrasi deterjen anionic diukur menggunakan metode Metilen Blue

Active Substances (MBAS). Menggunaka alat spektrofotometer UV-Vis untuk

mengukur absorbansinya.

Untuk menganalisis kemampuan biodegradibilitasnya, digunakan lumpur

biologis yang telah mengandung beberapa mikroorganisme untuk melihat

kemampuannya dalam menguraikan deterjen tersebut.

Page 8: tugas-AMK-alat-steril-1

Analisis Iritasi Kulit secara In-Vitro

Page 9: tugas-AMK-alat-steril-1

Analisis ini menggunakan Reconstructed human epidermis (RhE) yang

mengandung keratinosit.Uji dilakukan dengan deterjen dioleskan secara topical pada

model RhE 3 dimensi, terdiri atas keratinosit epidermal derivate manusia yang

ditransformasi, telah dikulturisasi untuk membentuk multilayer yang tersusun atas

lapisan basal, spinosus, dan granular, serta multilayer stratum corneum

mengandung lapisan lipid lamelar interselular. Bahan kimia yang menginduksi iritasi

akan tampak dengan adanya eritema atau oedema sebagai hasil bahan kimia yang

terpenetrasi masuk ke bagian bawah keratinosit dan sel kulit lain.

Analisis BusaDilakukan dengan pengocokan selama beberapa menit deterjen yang telah

dicampurkan ke dalam air untuk melihat kemampuannya menghasilkan busa secara

maksimal.

Analisis pHMenggunakan pH meter untuk mengetahui tingkat kebasaan sabun.

Analisis MICMengetahui kadar hambat minimal deterjen terhadap mikroorganisme umum

seperti Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeroginosa, dan

sebagainya.

Syarat mutu sabun mandi menurut Standar Nasional Indonesia 06-3235-1994

dapat dilihat pada Tabel 1.

1. Kadar Air

Page 10: tugas-AMK-alat-steril-1

Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu.

Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang

dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak

mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti,

2009).

2. Jumlah Asam Lemak

Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada sabun

yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun yang berkualitas baik

mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70%, hal ini berarti bahan-bahan

yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan sabun kurang dari 30%.

Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak

atau lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan

adalah madu, gliserol, waterglass, protein susu dan lain sebagainya. Tujuan

penambahan bahan pengisi untuk memberikan bentuk yang kompak dan padat,

melembabkan, menambahkan zat gizi yang diperlukan oleh kulit (Qisti, 2009).

3. Alkali Bebas

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai

senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk

sabun Na, dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras

dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat

disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses

penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk

sabun cuci (Qisti, 2009).

4. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat

sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya

asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan sabun,

karena asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam

proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam

lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung

mengurangi kemampuannya untuk membesihkan minyak dari bahan yang

berminyak (Qisti, 2009).

5. Minyak Mineral

Page 11: tugas-AMK-alat-steril-1

Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun saat

penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai dengan

kekeruhan. Minyak mineral adalah minyak hasil penguraian bahan organik oleh

jasad renik yang terjadi berjuta-juta tahun. Minyak mineral sama dengan minyak

bumi beserta turunannya. Contoh minyak mineral adalah: bensin, minyak tanah,

solar, oli, dan sebagainya. Kekeruhan pada pengujian minyak mineral dapat

disebabkan juga oleh molekul hidrokarbon dalam bahan (Qisti, 2009).