LAPAK STERIL 2

35
LAPORAN PRAKTIKUM II FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL Disusun oleh : Suci Hati 260110080071 ( kerja ) Rina Nuriyah 260110080072 ( Pembahasan, kesimpulan ) Vani Nur Pratami 260110080073 ( Pembahasan, kesimpulan ) Dana Nasrullah 260110080074 ( Alat, bahan, prosedur ) Rida Rufaidah 260110080075 ( Alat, bahan, prosedur ) Aulia Assari 260110080077 ( Kerja ) Rimadani Pratiwi 260110080078 (Teori, dapus ) Furqan Ridha 260110080079 ( Data pengamatan, perhitungan ) Hesti Amalia 260110080080 (Teori, dapus ) Valdis R.A 260110080081 ( Data pengamatan, perhitungan )

Transcript of LAPAK STERIL 2

Page 1: LAPAK STERIL 2

LAPORAN PRAKTIKUM II

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

Disusun oleh :

Suci Hati 260110080071 ( kerja )

Rina Nuriyah 260110080072 ( Pembahasan, kesimpulan )

Vani Nur Pratami 260110080073 ( Pembahasan, kesimpulan )

Dana Nasrullah 260110080074 ( Alat, bahan, prosedur )

Rida Rufaidah 260110080075 ( Alat, bahan, prosedur )

Aulia Assari 260110080077 ( Kerja )

Rimadani Pratiwi 260110080078 (Teori, dapus )

Furqan Ridha 260110080079 ( Data pengamatan, perhitungan )

Hesti Amalia 260110080080 (Teori, dapus )

Valdis R.A 260110080081 ( Data pengamatan, perhitungan )

Rizky D.W 260110080083 ( Kemasan )

R.R Audhea B 260110080084 ( Editor )

Lina Adeliana 260110080085 ( Cover, tujuan, prinsip )

Dodi Munandar 260110080086 ( Kemasan )

M. Hilmi F 260110090024 ( Kerja )

Okky Sri Purwanti 260110090025 ( Kerja )

Valen 260110090027 ( Kerja )

Josi Meika M 260110090028 ( Kerja )

Universitas PadjadjaranFakultas Farmasi

Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan SterilJatinangor

Page 2: LAPAK STERIL 2

2011MODUL PRAKTIKUM II

PEMBUATAN INJEKSI KERING

I. TUJUAN

Untuk mengetahui adanya jasad renik hidup atau yang mempunyai

daya hidup di dalam suatu ruangan aseptis.

II. PRINSIP

1. Sterilisasi

Suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada dengan cara

fisik (pemanasan, radiasi, penyaringan).

2. Aseptik

Bebas dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi atau

kontaminasi.

III. TEORI

Sterilisasi didefinisikan sebagai perusakan atau penghilangan

pertumbuhan mikroba. Mikroorganisme dapat dikendalikan, yaitu dibasmi,

dihambat, atau ditiadakan dari suatu lingkungan dengan menggunakan

berbagai proses atau sarana fisik. Proses atau sarana mana yang digunakan

bergantung kepada banyak faktor dan hanya dapat ditentukan setelah diadakan

evaluasi terhadap keadaan khusus yang bersangkutan (Pelczar, 2005).

Produksi obat steril membutuhkan penyiapan ruangan produksi steril

yang mempunyai syarat khusus. Ruangan produksi steril adalah tempat yang

disiapkan secara khusus dari bahan-bahan dan tata bentuk yang harus sesuai

dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Obat atau bahan obat yang

akan diproduksi harus mempunyai kepastian bahwa obat tidak terkontaminasi

(pure) (BPOM, 2006).

Page 3: LAPAK STERIL 2

Metode Thermal

1. Suhu tinggi

Penggunaan suhu tinggi digabung dengan kelembapan tinggi

merupakan salah satu metode paling efektif untuk mematikan

mikroorganisme. Prosedur yang memanfaatkan panas untuk

mematikan mikroorganisme dibagi ke dalam dua kategori:

a. Panas lembab

Uap bertekanan. Panas dalam bentuk uap jenuh bertekanan adalah

sarana yang paling praktis serta dapat diandalkan untuk sterilisasi.

Uap bertekanan menyediakan suhu jauh di atas titik didih. Disamping

itu juga mempunyai keuntungan seperti pemanasan dapat berlangsung

cepat, mempunyai daya tembus, dan menghasilkan kelembapan yang

tinggi. Kesemuanya ini mempermudah koagulasi protein sel-sel

mikroba. Alat sterilisasi yang mempergunakan uap dengan tekanan

yang diatur dinamakan autoklaf. Alat tersebut pada hakikatnya

merupakan ruang uap berdinding rangkap yang diisi dengan uap jenuh

bebas udara dan dipertahankan pada suhu serta tekanan yang

ditentukan selama periode waktu yang dikehendaki. Dalam

penggunaan autoklaf, mutlak perlu diusahakan agar seluruh udara di

dalam ruangan autoklaf tergantikan dengan uap jenuh. Apabila masih

ada udara, maka suhu di dalam ruang tersebut akan turun di bawah

suhu yang dicapai oleh uap jenuh murni pada tekanan yang sama.

Sterilisasi bertahap. Beberapa media bakteriologis dan zat kimia tidak

dapat dipanaskan pada suhu di atas 100oC tanpa menjadi rusak.

Tetapi, bila bahan-bahan tersebut dapat menahan suhu uap bebas

(100oC) , maka akan dapat disterilkan dengan sterilisasi bertahap.

Dalam proses ini, bahan itu dipanaskan pada suhu 100oC selama tiga

hari berturut-turut diseling dengan periode inkubasi diantaranya.

Spora-spora resisten, apabila ada, akan berkecambah selama masa

Page 4: LAPAK STERIL 2

inkubasi tersebut sehingga pada pemanasan berikutnya sel-sel

vegetatif tersebut dapat dihancurkan.

Air mendidih. Sel-sel vegetatif mikroorganisme akan terbunuh dalam

waktu 10 menit dalam air mendidih. Namun, beberapa spora bakteri

dapat bertahan dalam kondisi seperti ini selama berjam-jam.

b. Panas kering

Sterilisasi dengan udara panas. Sterilisasi dengan panas kering atau

udara panas dianjurkan apabila penggunaan uap bertekanan tidak

dikehendaki atau bila tidak dapat terjadi kontak antara uap bertekanan

dengan benda yang akan disterilkan.

Pembakaran. Pembakaran bahan yang mengandung mikroorganisme

berarti juga membasmi mikroorganisme tersebut. Pembakaran

digunakan untuk memusnahkan bangkai, hewan-hewan penelitian

yang terinfeksi dan bahan terinfeksi lainnya yang perlu dibuang.

2. Suhu rendah

Suhu di bawah suhu optimum untuk pertumbuhan dapat menekan laju

metabolisme; dan bila suhu itu cukup rendah, maka metabolisme dan

pertumbuhan akan terhenti. Suhu rendah sangat bermanfaat untuk

mengawetkan biakan karena mikroorganisme mempunyai

kemampuan untuk dapat bertahan hidup pada keadaan yang sangat

dingin.

3. Pengeringan

Pengeringan sel mikroba serta lingkungannya sangat mengurangi atau

menghentikan aktivitas metabolik; diikuti dengan matinya sejumlah

sel. Pada umunya, lamanya mikroorganisme bertahan hidup setelah

pengeringan bervariasi tergantung dari faktor-faktor berikut :

1. Macam mikroorganisme.

2. Bahan pembawa yang dipakai untuk mengeringkan mikroorganisme.

3. Kesempurnaan proses pengeringan.

4. Kondisi fisik (cahaya, suhu, kelembapan) yang dikenakan pada

organisme yang dikeringkan.

Page 5: LAPAK STERIL 2

4. Tekanan osmotik

Osmosis adalah difusi melalui membran semipermeabel yang

memisahkan dua macam larutan dengan konsentrasi solut yang berbeda.

Proses ini cenderung untuk menyamakan konsentrasi solut pada kedua sisi

membran tersebut. Sebagai gambaran, andaikan bahwa sejumlah bakteri

disuspensikan dalam larutan yang mengandung natrium klorida

berkonsentrasi tinggi (20%). Air akan mengalir dari daerah berisikan

substansi terlarut dengan konsentrasi lebih rendah (bagian sel sebelah

dalam mempunyai konsentrasi garam yang rendah) melintasi membran

sitoplasma yang bersifat semipermeabel, masuk ke dalam larutan di

sekeliling sel. Jadi sel itu akan terhidrasi; efeknya serupa dengan

mengeringkan sel. Proses ini dikenal dengan nama plasmolisis. Pada sel

hewan yang tidak mempunyai dinding yang kaku, dapat teramati

penyusutan sel yang sesungguhnya sebagai akibat plasmolisis. Bila bakteri

ditempatkan di dalam larutan berisikan natrium klorida jauh di bawah 1%,

katakanlah 0,01% maka arah aliran air akan terbalik, yaitu air akan

mengalir dari larutan masuk ke dalam sel. Proses demikian disebut

plasmoptisis.

5. Radiasi

Beberapa macam radiasi dapat bersifat letal (mematikan) terhadap

sel-sel mikroba dan juga sel-sel organisme lain. Radiasi macam ini

meliputi bagian dari spektrum elektromagnetik (radiasi ultraviolet,

gamma, sinar-X) dan sinar-sinar katode (elektron berkecepatan

tinggi).

a. Cahaya ultraviolet

Bagian ultraviolet pada spektrum meliputi semua radiasi dari

15 nm sampai 390 nm. Panjang gelombang sekitar 265 nm

memiliki efisiensi bakterisidal tertinggi. Meskipun energi

pancaran sinar matahari sebagian terdiri dari cahaya ultraviolet,

sebagian besar panjang gelombang sinar ultraviolet yang

pendek itu tersaring oleh atmosfer bumi (ozon, awan) dan

Page 6: LAPAK STERIL 2

polutan atmosfer (asap). Dengan demikian maka radiasi

ultraviolet pada permukaan bumi menjadi terbatas kisarannya

antara sekitar 280 nm sampai 390 nm.

b. Sinar X

Sinar X bersifat letal bagi mikroorganisme, juga bagi

bentuk-bentuk kehidupan yang lebih tinggi. Tidak seperti

radiasi ultraviolet, sinar X memiliki energi dan daya tembus

yang tinggi. Namun sinar X tidaklah praktis untuk

digunakab sebagai metode rutin dalam pengendalian

populasi mikroba, karena daya tembus yang besar itu

sangat menyulitkan usaha perlindungan terhadap si

pemakai, lagipula sukar untuk menggunakannya secara

efisien.

c. Sinar gamma

Karena daya tembus serta efek mikrobisidalnya yang tinggi

serta efisiensinya lebih tinggi dibandingkan dengan sinar X,

maka sinar gamma lebih disukai untuk digunakan dalam

sterilisasi bahan-bahan yang tebal serta besar seperti

kemasan peralatan medis atau bahan makanan.

d. Sinar katode

Telah dibuat tipe-tipe peralatan khusus yang menghasilkan

elektron, yang disebut sebagai sinar katode atau berkas

elektron. Elektron-elektron ini yang berintensitas tinggi dipacu

sehingga mencapai kecepatan yang teramat tinggi. Berkas

elektro yang kuat lagi berkecepatan tinggi itu bersifat

mikrobisidal serta mempunyai pengaruh lain terhadap bahan-

bahan biologis maupun nonbiologis.

6. Filtrasi (penyaringan)

Beberapa bahan, khususnya fluida biologis seperti serum hewan,

larutan substansi seperti enzim, serta beberapa vitamin atau antibiotik,

bersifat termolabil, artinya mudah rusak oleh panas. Demikian pula,

Page 7: LAPAK STERIL 2

sarana fisik seperti radiasi dapat merusak bahan-bahan tersebut atau

pada kasus lain tidaklah praktis untuk mensterilkan bahan-bahan

tersebut. Sejalan dengan hal tersebut maka pilihan yang ada untuk

mensterilkannya ialah dengan cara filtrasi.

a. Filtrasi biologis

Bahan filter tersebut merupakan suatu lapisan yang relatif tebal

terbuat dari asbes, tanah diatomea, porselen atau kaca berpori

(sintered glass). Ditahannya mikroorganisme pada lapisan filter

bukan hanya disebabkan oleh ukuran pori filter, melainkan hal

tersebut disebabkan oleh kombinasi ukuran pori, sifat jaringan

bahan berserat atau partikulat penyusun lapisan saringan, dan

muatan listrik bahan-bahan tersebut.

b. Filter udara

Dikembangkannya filter berefisiensi tinggi untuk menyaring udara

berisikan partikel (high efficiency air filter atau HEPA) telah

memungkinkan dialirkannya udara bersih (bebas debu) ke dalam

ruang tertutup. Tipe filtrasi udara semacam ini bersama dengan

sistem aliran udara laminar (laminar air flow) kini banyak

digunakan untuk menyediakan udara yang bebas dari debu dan

bakteri. Filter udara digunakan di dalam ruang transfer

mikrobiologis untuk mencegah timbulnya kontaminasi pada area-

area isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi, dan di dalam

ruang-ruang yang digunakan untuk merakit peralatan elektronik

miniatur karena kontaminasi oleh partikel-partikel bahkan sekecil

bakteri dapat merusak dayaguna komponen peralatan tersebut.

c. Pelindung muka

Pelindung terbuat dari kain kasa yang dilengkapi dengan pita

perekat atau tali pengikat untuk menutup mulut dan hidung.

(Lukas, 2006)

Menurut CPOB, ruangan steril dikategorikan ruang kelas I dan II atau

sering disebut white area, yang harus memenuhi syarat jumlah pertikel dan

Page 8: LAPAK STERIL 2

mikroba. Kelas I sebenarnya berada dalam ruangan kelas II, tetapi ruang kelas

I memiliki alat LAF (Laminar Air Flow), yaitu alat yang menjamin ruangan

dalam kondisi steril dan bisa dipakai untuk pembuatan secara aseptik (BPOM,

2006).

Ruangan produksi steril harus memenuhi syarat sebagai berikut:

Bebas mikroorganisme aktif.

Untuk mendapatkannya, udara

yang ada dalam ruangan disaring dengan HEPA (High Efficiency Particulate

Air) filter agar mendapatkan udara yang bebas mikroorganisme dan partikel.

Ada batasan kontaminasi dengan

partikel.

Tekanan positif, yaknitekanan

udara di dalm ruangan lebih besar daripada udara di luar, sehingga

udara di dalam mengalir ke luar (udara di luar yang lebih kotor tidak dapat

masuk ke dalam ruangan yang lebih bersih).

Minimal terbagi atas tiga area,

yaitu area kotor (black area), intermediate area (grey area), dan area bersih

(white area).

Ruangan produksi didesain sedemikian rupa sehingga mengurangi

resiko kontaminasi mikroorganisme, partikel, atau kotoran.

Tahapan untuk mendapatkan Ruangan Produksi Steril bisa dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

1. Bersihkan lantai, dinding, dan langit-langit dari debu dan kotoran.

Hamper seluruh benda-benda yang disterilkan harus sacara fisik bersih

terlebih dahulu sebelum proses standard sterilisasi dilakukan. Kontaminasi

mikroba pada dasarnya dapat dihilangkan melalui pembersihan dengan

menggunakan deterjen dan air atau dihancurkan dengan cara sterilisasi

atau desinfektisasi. Pembersihan yan dilanjutkan dengan pengeringan

Page 9: LAPAK STERIL 2

terhadap permukaan hampir dapat dinyatakan efektif sebagaimana jika

halnya menggunakan desinfektan.

2. Bersihkan lantai, dinding, dan langit-langit dengan cairan

desinfektanhingga bebas mikroorganisme.

Bebrapa desinfektan yang banyak digunakan:

a. Alkohol: Etil atau isopropil alkohol (60-90%)

Mekanisme kerjanya denaturasi protein.

Keuntungannya: daya bunuh cepat dengan sifat bakterisidal,

tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal.

Kerugian:

Perlu waktu kontak minimum 5 menit untuk mencapai tingkat

desinfeksi.

Tidak memiliki aktivitas residual.

Mudah menguap dan terbakar.

Terinaktivasi oleh materi organik.

Tidak bersifat sporisidal.

b. Halogen: Chlorine (Na-hipoklorit)

Mekanisme kerjanya kemungkinan menginhibisi reaksi enzimatik

dalam sel, denaturasi protein, dan inaktivasi asam nukleat.

Keuntungannya: efektif terhadap mikroorganisme Gram positif dan

Gram negatif, tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal dengan daya

kerja yang cepat.

Dosis:

50 ppm dapat membunuh vegetatif bakteri dan virus HIV

200 ppm dapat membunuh virus-virus lain

500 ppm dapat membunuh virus Hepatitis B

1000 ppm dapat membunuh bakteri Mycrobacterium tuberculosis.

Kerugian:

Terinaktvasi oleh materi organik.

Page 10: LAPAK STERIL 2

Korosif terhadap alat dan wadah

Tidak bersifat sporisidal.

c. Glutaraldehid

Pada konsentrasi 2%, pH 7,5-8,5 bertindak sebagai High Level

Desinfectant (HLD) yang berarti dapat menghancurkan semua

mikroorganisme vegetatif, basil TBC, fungi, virus ukuran kecil, dan

non-lipid, serta virus berukuran sedang kecuali sejumlah tertentu spora

bakteri.

Mekanisme kerjanya adalah membunuh mikroorganisme melalui

proses alkali protein.

Keuntungan:

Dapat membunuh vegetatif bakteri dalam waktu 2 menit.

Bakterisidal, tuberkulosidal, fungisidal, virusidal, dan sporisidal.

Waktu yang dibutuhkan antara 10-30 menit, sedangkan proses

sterilisasi perendaman butuh waktu sampai dengan 10 jam.

Kerugian:

Bau yang menyengat.

Dapat menyebabkan muntah-muntah bila ventilasi ruangan buruk.

Konsentrasi 0,2 ppm dapat menyebabkan iritasi mata dan saluran

pernafasan.

Dapat menguap.

Tidak mempunyai kemampuan membersihkan.

d. Hidrogen peroksida

Pada konsentrasi 6% berfungsi sebagai High Level Desinfectant

(HLD).

Mekanisme kerjanya menyerang membran lipid mikroorganisme.

Keuntungan:

Bakterisidal, virusidal, tuberkulosidal, fungisidal, dan sporisidal.

Kerugian:

Terpengaruh oleh perubahan pH.

Page 11: LAPAK STERIL 2

e. Formaldehid

Konsentrasi 8% formaldehid + 70% alkohol berfungsi sebagai HLD.

Sebaliknya konsentrasi kurang dari 4% berfungsi sebagai Low Level

Desinfectant (LLD), yaitu: desinfektan tidak memeliki daya bunuh

terhadap spora bakteri, mikrobakterium, semua fungi, sertasemua virus

ukuran kecil dan sedang.

Mekanisme kerjanya menginaktivasi mikroorganisme melalui reaksi

alkilasi terhadap gugus amino dan gugus sulfhidril pada protein.

Keuntungan:

Bakterisidal, tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal.

Sporisidl (8% formaldehid dalam 70% alkohol).

Kekurangan

Terinaktivasi oleh materi organik

Potensial karsinogen.

Menimbulkan uap yang mengiritasi.

Korosif.

f. Fenol

Mekanisme kerjanya penetrasi terhadap dinding sel dan mengendapkan

protein sel. Fenol biasa digunakan untuk melakukan desinfeksi

dinding, lantai, dan permukaan meja (permukaan keras).

Keuntungan:

Spektrum luas, bakterisidal Gram positif dan negatif, fungisidal,

tuberkulosidal, dan virus lipofilik..

Toleransi cukup baik terhadap beban organik dan air sadah.

Mempunyai aktivitas residual.

Kekurangan

Tidak bersifat sporisidal.

Terinaktivasi oleh materi organik...

Page 12: LAPAK STERIL 2

Korosif.terhadap karet dan sebagian plastik.

g. Campuran Chlorhexidine dan Cetrimide

Pemakaian: satu bagian dalam 100 bagian air; 10 ml + air hingga

menjadi genap 1000 ml. Fungsinya sebagai pembersih dan antiseptik.

3. Bersihkan udara dengan alat pengasapan (fogging) yang mengandung

cairan air borne desinfectant of surfaces.

Contoh: Anios Special DJP, Laboratoires Anios

Komposisi: Formicaldehyde, Didecyldimethylammoniumchloride,

Dimethicone.

Dapat membunuh mikroba: Escherichia coli, Staphylococcus aureus,

Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus faecalis dalam 4 ml/m3.

4. Sinari ruangan dengan sinar UV minimum selama 24 jam.

5. Setelah itu, ruangan ditutup dan dialiri udara yang telah bebas

mikroorganisme, sehingga didapatkan ruangan clean areauntuk produksi

steril.

(Lukas, 2006)

Clean area memiliki klasifikasi atau grade A, B, C, D. klasifikasi

dibagi berdasarkan jumlah maksimum partikel dan jumlah mikroba yang

mengkontaminasinya per meter kubik udara (BPOM, 2006).

GradeJumlah maksimum pertikel dan jumlah mikrobakteri /m3

0,5 m 5 m Jumlah mikroorganisme

A 3500 0 <1

B 3500 0 10

C 350000 2000 100

D 3500000 20000 200

Petugas yang akan bekerja di dalam ruangan produksi steril harus

mengganti baju dan membersihkan diri menggunakan cairan antiseptik di

Page 13: LAPAK STERIL 2

dalam ruangan clean changing area dan dibilas dengan udara steril, sehingga

diharapkan petugas bebas dari kotoran dan mikroorganisme. Petugas yang

akan bekerja di dalam ruangan produksi sterilsaat masuk ke dalam changing

area, harus mengganti baju dan sepatu, serta memakai topi dan kaca mata

steril yang telah tersedia. Setelah itu, dia baru masuk ke ruangan clean filling

room atau ruangan preparation area (BPOM, 2006).

Laminar air flow merupakan tempat bekerja secara aseptik, untuk tes

sterilitas, aseptic dispensing, dan i.v. mixture(pencampuran obat suntik).

Tekanan yang ada dalam ruangan laminar air flow dibuat menjadi tekanan

negatif. Artinya aliran udar yang ada dibuatt mengalir kembali ke dalam

ruangan laminar air flow.

Penyebab kontaminasinya adalah (BPOM, 2006):

Udara yang masuk ke ruangan, baik udara dari dalam maupun dari luar.

Hasil-hasil produksi yang ada di ruangan.

Oleh karena itu, kontrol kualitas diperlukan untuk:

1. Kontrol udara

Dengan menggunakan HEPA filter, bila berasap menggunakan smoke

detector.

2. Temperatur dan humidity

Target temperatur 200C dan relatif humidity 35-45% dengan tekanan

positif.

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau

serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan,

yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit

atau selaput lendir (Fornas , 1978).

Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara

intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena bahaya hambatan pembuluh

kapiler. Suspensi air, minyak dan larutan minyak biasanya tidak dapat diberikan

secara subkutan, karena akan timbul rasa sakit dan iritasi (Fornas , 1978).

Page 14: LAPAK STERIL 2

Suspensi kering adalah sediaan khusus dengan preparat berbentuk serbuk

kering yang baru dirubah menjadi suspensi dengan penambahan airr sesaat

sebelum digunakan. Kebanyakan dari obat-obat yang dibuat dari campuran kering

untuk suspensi oral adalah obat-obat anatibiotik karena obat-obat seperti

antibiotik tidak stabil untuk disimpan dalam periode tertentu dengan adanya

cairan pembawa air maka lebih sering diberikan sebagai campuran serbuk

keringuntuk dibuat suspensi pada waktu pada waktu akan diberikan. Alasan

pembuatan suspensi kering salah satunya adalah karena obat-obat tertentu tidak

stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi stabil bila disuspensi (Ansel, 2005)

Sterptomisin Sulfat Sterili mempunyai potensi setaradengan tidak kurang

dari 650 µg dan tidak lebih dari 850 µg C21H39N7O12 yang tertera pada etiket.

Sebagai tambahan bila dikemas dalam suatu kemasan, mengandung tidak kurang

dari 90% dan tidak lebih dari 115% potensi C21H39N7O12 yang tertera pada

etiket. Pemeriannya berupa serbuk putih atau hampir putih, tidak berbau dan

hampir tidak berbau, higroskopis, dalam larutan bersifat asam sampai netral

terhadap lakmus. Kelarutannya mudah dalam air (Depkes RI, 1995)

IV. ALAT BAHAN

Alat :

a. Batang pengaduk

b. Beaker glass

c. Botol vial

d. Erlenmeyer 250 mL

e. Erlenmeyer 500 mL

f. Gelas ukur 100 mL

g. Kaca arloji

h. Ottoklaf

i. Oven dan incubator

j. Spatel logam

k. Tabung Reaksi

l. Timbangan

Page 15: LAPAK STERIL 2

Bahan :

a. Aquadest steril

b. Alkohol 70%

c. Disinfektan

d. FTM

e. Streptomisin sulfat

f. TBG

V. PROSEDUR

A. Alat-alat

1. Semua alat yang ada di laci meja praktikum disiapkan dan di

keluarkan.

2. Di data apa saja alat-alat praktikum yang tersedia.

3. Kemudian di Acc pada Asisten dosen.

B. Penimbangan

1. Sebanyak 0,5 g Streptomycin Sulfat ditimbang.

2. Masukan streptomycin hasil penimbangan tadi ke dalam botol vial

secara aseptis.

3. Tutup rapat botol vial.

C. Uji sterilitas

1. Sebanyak 0,8 g Streptomycin Sulfat ditimbang.

2. Pembuatan media agar:

a) Fluid Thioglycolate Medium (FTM)

Sebanyak 2,98 gram FTM ditimbang, kemudian dilarutkan

dalam 100 ml akuades, lalu dididihkan hingga semua

serbuk terlarut dan warna berubah menjadi kuning.

b) Tryptone Soya Broth (TSB)

Timbang 3 gram TSB, larutkan dalam 100 ml akuades, lalu

didihkan sampai semua larut.

Page 16: LAPAK STERIL 2

3. Bungkus alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum dengan

kertas, kemudian sterilkan dengan autoklaf bersamaan dengan ke dua

media agar tersebut. Suhu autoklaf 1210C selama 15 menit.

4. Pengujian sampel:

a) Semua perlatan untuk uji sterilitas disiapkan

b) Semua reagen untuk uji sterilitas disiapkan yaitu: akuades.

c) Pengerjaan dilakukan di LAF, sebelumnya tangan dan kaki terlebih

dahulu disterilkan dengan cara menyemprotkan alkohol 70% ke

tangan dan kaki. Alat-alat yang digunakan di dalam LAF juga

disterilkan dengan cara yang sama. Ketika mengerjakan LAF

dibuka seperlunya saja.

d) 0,8 gram streptomycin tersebut di Larutkan dalam 8 ml akuades

pada beakerglass.

e) Media agar FTM dan TSB di tempatkan dalam 8 tabung reaksi

yang berbeda.

f) Dimasukan ke dalam 3 media FTM dan TSB masing-masing 1 ml

Streptomycin Sulfat dan tabung reaksi ditutup dengan segera. Sisa

ke dua media TSB dan FTM digunakan sebagai kontrol.

g) Semua tabung media di Inkubasikan pada inkubator dengan suhu

30-350C untuk media FTM dan 20-250C untuk TSB selama 5 hari.

h) Dicatat hasil pengamatannya. Semua alat yang digunakan untuk uji

sterilisasi di destruksi dengan desinfektan.

VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Data Pengamatan

FTM hari rabu

Page 17: LAPAK STERIL 2

TSB hari rabu

Pengamatan hari kamis:

FTM

Page 18: LAPAK STERIL 2

TSB

Pengamatan

hari jumat:

Page 19: LAPAK STERIL 2

Pengamatan hari senin :

Page 20: LAPAK STERIL 2

PERHITUNGAN

1. PENIMBANGAN FTM

29,8 gram 1000 ml aquades

Jika yang diperlukan adalah 50 ml maka:

29,8 gram 1,49 gram

2. PENIMBANGAN TSB

30 gram 1000 ml aquades

Jika yang diperlukan adalah 50 ml maka:

30 gram 1,5 gram

3. PERHITUNGAN TONISITAS

W = (0,52 – ΔtbC)/0.576

= (0,52 – 0.038.10)/0.576

= 0,24

Bahan satuan volume produksi1 ml 5 ml

streptomisin Sulfat 100 mg 500 mg

Page 21: LAPAK STERIL 2

VII. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan injeksi kering dan uji

sterilitasnya. Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke

dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Suspensi kering adalah sediaan

khusus dengan preparat berbentuk serbuk kering yang baru diubah menjadi suspensi dengan

penambahan air sesaat sebelum digunakan. Penggunakan sediaan injeksi kering ini

dikhususkan untuk sediaan yang tidak stabil atau mudah terdegradasi dalam larutan. Sediaan

injeksi kering tidak perlu isotonis sehingga penggunaannya tidak melalui intravena, tetapi

intramuskular. Jaringan otot mentolerasi minyak dan partikel-partikel yang tersuspensi cukup

baik di dalam minyak sehingga jaringan tersebut merupakan satu-satunya rute yang biasanya

cocok untuk minyak dan suspensi dalam minyak. Perbedaan tekanan osmosis sediaan dengan

cairan tubuh akan menyebabkan rasa sakit pada pasien. Pada sediaan injeksi intravena,

tekanan osmosis yang besar pada sediaan akan menyebabkan sel darah merah membesar dan

lisis. Sedangkan tekanan osmosis yang kecil pada sediaan akan menyebabkan sel darah

merah mengerut.

Zat aktif yang dibuat dalam sediaan injeksi kering ini adalah streptomisin sulfat.

Sterptomisin sulfat digunakan sebagai antibiotik penyakit TB (tuberkulosis). Streptomisin

sulfat mudah larut dalam air dan bersifat kurang stabil (higroskopis). Dikarenakan tidak stabil

dan digunakan langsung ke peredaran darah melalui otot (IM), maka sediaan dibuat dengan

cara aseptis. Wadah yang digunakan pada sediaan injeksi adalah vial 5 ml. Vial 5 ml adalah

wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu

kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi.

Prosedur pertama yang harus dilakukan adalah mensterilkan alat-alat yang akan

digunakan. Sterilisasi adalah salah satu prosedur yang digunakan untuk menghilangkan

mikroorganisme. Pemiliharaan suci hama dan penyakit (keaseptikan) atau kondisi steril

sangat penting dalam pengerjaan produk-produk steril. Sterilisasi alat dilakukan dengan

menggunakan autoklaf. Autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai berbagai macam

alat dan bahan yang menggunakan tekanan 15 Psi (2 atm) dan suhu 121ºC. Suhu dan tekanan

tinggi yang diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan yang

lebih besar untuk membunuh sel dibanding udara panas.

Setelah alat disterilisasi dilakukan pengolahan produk dan uji sterilitas di

ruangan Laminar Air Flow (LAF). LAF merupakan kabinet kerja yang steril untuk kerja

Page 22: LAPAK STERIL 2

mikrobiologi LAF memiliki suatu pengatur aliran udara yang menciptakan aliran udara kotor

(kemungkinan ada kontaminan) untuk disaring dan diresirkulasi melalui filter. Sebelum

masuk ke ruang Laminar Air Flow, tangan dan kaki harus dibersihkan dahulu dengan alkohol

70% agar tidak membawa masuk kontaminan ke dalam ruang LAF. Alkohol 70% digunakan

karena dapat mendenaturasi protein bakteri sehingga mengakibatkan bakteri lisis. Tangan

merupakan bagian tubuh yang paling sering kontak dengan bahan uji selama percobaan

dilakukan, sehingga sangat berpotensial memindahkan mikroorganisme dan menyebabkan

kontaminasi.

Setelah memasuki ruangan LAF, lampu neon dinyalakan dan lampu UV di dalam

kabinet LAF dimatikan, serta aliran udara dinyalakan. Semua perlakuan dilakukan di dalam

kabinet LAF yang tidak terbuka lebar.

Pembuatan produk dilakukan dengan menimbang serbuk Streptomisin Sulfat

sebanyak 500mg dalam botol vial dan dengan segera diisolasi. Uji sterilitas dilakukan dengan

menggunakan media FTM dan TSM. Media FTM (Fluid Thyoglicolat Medium) dibuat

dengan melarutkan 29,8g FTM dalam 1 liter aquadest dan dididihkan sampai semuanya larut.

Larutan disterilkan dalam autoklaf selama 20 menit. Media TSB (Tryotone Soya Broth)

dibuat dengan melarutkan 30 g TSB dalam 1 liter aquadest dan dididihkan sampai semuanya

larut. Larutan disterilkan dalam autoklaf selama 20 menit.

Larutan FTM masing-masing 10 mL dimasukkan ke dalam 3 buah tabung reaksi dan

Larutan TSB masing-masing 10 mL dimasukkan ke dalam 3 buah tabung reaksi. Masing-

masing tabung dari tiap media diberi label kontrol negatif, aseptis, dan nonaseptis. Tabung

reaksi yang berlabel kontrol negatif tidak diberi perlakukan. Kontrol negatif berperan sebagai

validasi perlakuan. Tabung reaksi yang berlabel aseptis digunakan sebagai uji sterilitas

dengan pengerjaan aseptis. Tabung reaksi yang berlabel aseptis digunakan sebagai uji

sterilitas dengan pengerjaan nonaseptis Kemudian sebanyak 100 mg sampel dilarutkan

dengan akuades steril dan dimasukkan pada tabung media FTM berlabel nonaseptis. Prosedur

tersebut juga dilakukan pada tabung media TSB berlabel nonaseptis. Pada tabung berlabel

aseptis dimasukkan sampel yang telah dilarutkan dengan akuades steril secara aseptis

(dilakukan di ruangan LAF).

Semua tabung kemudian diinkubasi pada suhu 35ºC untuk media FTM dan 250C

untuk media TSB, selama 7 hari. Setelah itu, diamati kekeruhan dari tiap medium di dalam

tabung.

Hasil pengamatan uji sterilisitas yang telah dilakukan selama 7 hari ternyata

menunjukkan bahwa tabung hasil inkubasi pada hari pertama telah memberikan kekeruhan di

Page 23: LAPAK STERIL 2

semua tabung, baik pada media TFM maupun TSB. Termasuk juga media control (media cair

tanpa zat uji) memberikan kekeruhan pada tabung setelah diinkubasi di hari pertama. Namun,

tabung yang berisi streptomisin sulfat lebih keruh dibandingkan dengan tabung yang berisi

media kontrol. Kekeruhan semakin meningkat saat diinkubasi pada hari berikutnya. Hal ini

dapat terjadi kemungkinan karena adanya kontaminasi saat pengerjaan uji sterilitas dan juga

ruang LAF yang masih belum steril. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sediaan

injeksi kering streptomisin sulfat tidak steril.

VIII. KESIMPULAN

Streptomisin sulfat dapat dibuat dalam bentuk sediaan injeksi kering dan hasil uji

sterilitas menunjukkan bahwa sediaan tersebut tidak steril karena masih mengandung

kontaminan yang ditunjukkan dengan kekeruhan pada tabung yang telah diinkubasi

selama 7 hari.

Page 24: LAPAK STERIL 2

DAFTAR PUSTAKA

1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

1978, Formularium Nasional, edisi kedua, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Ansel, 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, UI-PRESS, Jakarta

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2006. Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta:

Badan POM

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: ANDI.

Pelczar, Michael J dan E.C.S. Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh

Ratna Siri Hadioetomo, dkk. UI Press. Jakarta