TUGAS AKK.docx
-
Upload
muhamad-ibnu-sina -
Category
Documents
-
view
7 -
download
0
Transcript of TUGAS AKK.docx
TUGAS ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN (AKK)
(DOSEN: SAMINO, SH, M.kES)
Oleh:
Muhamad Ibnu Sina
NPM 14420158
SEMESTER 1 KELAS D
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2014
TUGAS PERORANGAN KELOMPOK_AKK_LANJUT
PETUNJUK UNTUK MENGERJAKAN TUGAS-TUGAS
1. Saudara diwajibkan untuk membaca semua materi yang sudah diberikan.
2. Jawablah soal-soal dibawah ini berdasarkan materi yang tersedia dan materi penunjang lainnya,
3. Setiap kutipan harus diberikan sumber rujuakan,
4. Semua rujukan harus ditulis secara lengkap dibagian akhir jawaban Saudara.
5. Hasil kerja dikirim ke alamat e-mail : [email protected] pada tgl 30 November 2014.
Soal:
1. Kabupaten X memiliki sebuah RS tipe B dan dua RS tipe C dan D. Selain itu memiliki 15 puskemas
induk dan 3 rawat inap. Semua RS memiliki BOR yang cukup baik, namun pada puskemas rawat inap
pemanfaatanya sangat rendah (tidak sesuai perencanaan yang ditentukan). Sementara puskesmas
induk lainnya rata-rata memiliki tingkat kunjungan relatif baik.
Pertanyaan :
a. Tentukan pelayanan mana yang Saudara anggap bermasalah?
b. Susunlah analisis SWOT untuk mengetahui kondisi lembaga tersebut.
c. Tentukan masalah utama dan uraikan sumber masalah utama tersebut.
d. Tentukan urutan masalah yang memungkinkan untuk diselesaikan.
e. Susun sebuah perencanaan sederhana untuk menyelesaikan masalah tersebut berdasarkan kaidah-
kaidah yang ada.
2. Secara makro bahwa derajat kesehatan bangsa Indonesia masih rendah. Berikan contoh fakta-fakta
mengenai hal itu, dan bagaimana agar hal itu segera meningkat (gunakan pendekatan dengan teori HL
Bloom atau yang sejenisnya).
3. Berbagai kebijakan untuk menggulangi masalahkesehatan telah diluncurkan. Misalnya UU No. 24 tahun
2011. Sebagai tindak lanjut UU tersebut telah diluncurkan program Kartu Indonesia Sehat. Apakah
program tersebut mampu memberikan jaminan masyarakat Indonesia menjadi sehat? Coba jelaskan
bagaimana strateginya agar masyarakat mampu meningkatkan derajat kesehatannya dengan
pendekatan teori Lawrence Green. Kaitkan peranan kebijakan dengan perubahan perilaku
individu/masyarakat.
4. Tatanan pelayanan kesehatan sangat erat kaitannya dengan berbagai kebijakan kesehatan masa kini.
Ada UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, UU Praktik Kedokteran, UU Praktik Keperawatan,
dan UU Rumah Sakit. Bagaimana keterkaitannya antara UU kesehatan dengan UU Perlindungan
Konsumen, UU kesehatan dengan UU Praktik Kedeokteran, UU Kesehatan dengan UU Keperawatan,
UU Kesehatan dengan UU Rumah Sakit, dan UU Perlindungan Konsumen dengan UU Praktik
Kedokteran maupun UU Keperawatan.
5. Banyak UU yang mengatur masalah kesehatan masyarakat. Secara lebih khusus UU yang mengatur
hubungan tenaga kesehatan dengan pasien, sekali waktu akan menimbulkan perselisihan diantara
kedua belah pihak. Jika benar-benar terjadi perselisihan, jalur mana yang utama akan ditempuh oleh
kedua belah pihak? Jelaskan pendapat Saudara sehingga memperoleh informasi yang memadahi.
Jawab
1. a. Pelayanan yang dianggap bermasalah menurut saya adalah pemanfaatan puskesmas rawat inap
yang sangat rendah (tidak sesuai perencanaan yang ditentukan). Rendahnya pemanfaatan fasilitas
kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta antara lain karena inefisiensi dan buruknya kualitas
dalam sektor kesehatan, buruknya kualitas infrastruktur dan banyaknya pusat kesehatan yang tidak
memiliki perlengkapan yang memadai, jumlah dokter yang tidak memadai di daerah terpencil dan
tingginya ketidakhadiran dokter di puskesmas, serta kurangnya pendidikan tenaga kerja kesehatan.
Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah pendapatan yang meningkat, pengetahuan yang lebih
baik akan pilihan pelayanan kesehatan dan meningkatnya ekspektasi terhadap standar pelayanan
(Azwar, Azrul 2004).
Dalam kasus ini rendahnya pemanfaatan dari puskesmas rawat inap menurut saya karena tingkat
pendapatan yang meningkat, pengetahuan yang lebih baik akan pilihan pelayanan kesehatan dan
meningkatnya ekspektasi terhadap standar pelayanan. Disamping itu letak Puskesmas Rawat Inap
yang tidak strategis (terlalu dekat dengan Kota Kabupaten) Sehingga masyarakat lebih memilih untuk
memanfaatkan rumah sakit yang ada yang menurut mereka letaknya bisa dijangkau dan sudah
memadai karena sudah memiliki BOR (Bed Occupancy Ratio=angka penggunaan tempat tidur) yang
cukup baik.
b. Analisis SWOT rendahnya pemanfaatan Puskesmas Rawat Inap
Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui faktor internal (kekatan dan kelemahan) dan
eksternal (peluang dan tantangan). Berikut ini rendahnya pemanfaatan Puskesmas Rawat Inap akan
disajikan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan.
b.1. Kekuatan
· Adanya SDM medis yang memadai baik untuk medis, paramedis dan tenaga yang lainnya
· Mempunyai pemimpin yang memiliki kemajuan dibidang manajemen administrasi
pelayanan Puskesmas
· Adanya sarana prasarana yang memadai (gedung, peralatan kesehatan)
b.2. Kelemahan
· Kekurangan SDM dokter spesialis,
· Dokter gigi.
· Belum tersedianya fasilitas penunjang medis terutama untuk pelayanan canggih (Misal:
Belum ada laboratorium yang memadai
. Letaknya tidak strategis (terlalu dekat dengan pusat kota/ terlalu jauh sehingga susah
dijangkau masyarakat)
. Jumlah ahli dibidang menajemen sumber daya manusia yang terbatas
. Ada yang belum menerapkan system BLUD
b.3. Peluang
· Adanya jumlah penduduk besar (lebih dari 30.000)
· Wilayah kerja puskesmas luas (105,64 km)
· Terdapat 3 sarana pelayanan Puskesmas rawat inap
· Adanya kebijakan otonomi daerah
. Semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa sebagai dampak
dari pemberdayaan masyarakat selama ini.
b.4. Tantangan
· Adanya praktek dokter umum
· Adanya Balai Pengobatan
· Adanya pelayanan kesehatan baru
· Pelayanan di luar wilayah
c. Masalah utama dalam rendahnya pemanfaatan Puskesmas Rawat inap adalah masyarakat lebih
memilih untuk memanfaatkan rumah sakit yang ada yang menurut mereka letaknya bisa dijangkau
dan sudah memadai dengan BOR (Bed Occupancy Ratio=angka penggunaan tempat tidur) yang
cukup baik dibanding dengan memanfaatkan puskesmas Rawat inap yang menurut mereka mungkin
dengan tenaga medis dan peralatan medis yang kurang memadai.
d. Urutan masalah
1. Kurangnya tenaga medis
2. Sarana Kesehatan yang kurang memadai
3. Letak Puskesmas Rawat Inap yang tidak Strategis
4. Adanya praktek dokter umum/Balai Pengobatan
e. Perencanaan yang sederhana
No Pendekatan Pemecahan Masalah Inventarisasi rencana Kegiatan
Rencana Kegiatan
1 Kurangnya tenaga medis - Pengusulan tenaga ke dinas
- Perekrutan tenaga Honorer
- Diusulkan dalam permintaan tenaga kesehatan
2 Sarana Kesehatan yang kurang memadai (Alat-alat Kesehatan)
- Pengusulan sarana kedinas
- Diusulkan untuk dianggarkan
3 Letak Puskesmas Rawat Inap yang tidak Strategis
- Tenaga home care melakukan kunjungan rumah ketempat masyarakat yang beresiko
- Sosialisasi tentang rawat inap ke masyarakat
- Setiap bulan
4 Adanya praktek dokter umum/Balai Pengobatan
Kerjasama dengan praktek dokter/BP agar cakupan kunjungan meningkat
- Rujukan kerawat inap bagi pasien yang memiliki kartu BPJS
2. Fakta tentang rendahnya derajat kesehatan di Indonesia yaitu status gizi yang masih rendah. Sampai
saat ini derajat kesehatan dan status gizi yang masih rendahmerupakan masalah nasional setiap
tahun. Sekitar 4 juta ibu hamil dan ibu menyusui menderita gangguan anemia yang sebagian besar
disebabkan oleh kekurangan zat besi (Denia Afrianto, FK UI ,2009)
Pada pendekatan H.L Blum ini status kesehatan dapat di pengaruhi oleh tempat faktor, yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik. Dalam masalah gizi kurang ini tidak menggunakan faktor genetik karena tidak mempengaruhi gizi kurang.
a. Perilaku
Menambah pengetahuan masyarakat tentang KADARZI dengan cara meningkatkan penyuluhan
mengenai KADARZI dengan penyebarluasan informasi melalui media penyuluhan tradisional (wirit
yasin, kegiatan PKK dan lain - lain) yang ada diwilayah Puskesmas secara berkala dan
berkesinambungan. Masih perlu dilakukan sosialisasi secara merata tentang KADARZI serta indikator
perilakunya kepada masyarakat untuk mencegah dan mengurangi terjadinya masalah gizi pada balita
(Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk . Kemenkes RI, Jakarta.)
b. Lingkungan
Dari sisi lingkungan terdapat 3 lingkungan yaitu lingkungan fisik, ekonomi dan sosial.
b.1 lingkungan fisik terdiri dari keadaan rumah, air dan lingkungan bermain anak (keadaan rumah,
apakah bersih atau tidak. Kebersihan rumah sangat berhubungan dengan kebersihan pribadi.
Rumah yang kotor mencerminkan kebersihan pribadi yang buruk pula. Kedua, mengukur
keadaaan sanitasi rumah apakah bersih atau tidak. Sanitasi lingkungan bermain anak apakah
bersih atau tidak. Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan dan status gizi anaknya)
b.2 lingkungan sosial terdiri dari keaktifan anak bermain dengan teman sebaya.
b.3 lingkungan ekonomi terdiri status ekonomi keluarga (mengukur status ekonomi keluarga dalam
menentukan daya beli makanan masyarakat. Hasil pengukuran keadaan sehari konsumsi
makanan 4 sehat 5 sempurna)
c. Pelayanan Kesehatan
Dari sisi pelayanan kesehatan ada 5 hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan
kesehatan dan pemanfaatannya.
c.1. Tempat rujukan yang dituju responden jika mengalami sakit, apakah ke puskesmas, bidan /
dokter, rumah sakit, PKD, non NaKes yaitu dukun.
c.2. Pelayanan tenaga kesehatan dalam hal keramahan,ketrampilan dan kemampuannya.
c.3. Pernah ada tidaknya penyuluhan tenang gizi kurang kepada masyarakat.
c.4. Fasilitas pelayanan kesehatan apakah lengkap, cukup atau kurang.
c.5 Mengukur fasilitas pelayanan kesehatan apakah jauh atau dekat. Hal ini untuk mengetahui jarak
dan waktu menuju ketempat rujukan. (Teori H. L Blum. tersedia dalam
http://wimee.wordpress.com/2011/06/20/teori-h-l-blum/ [diakses 19 Desember 2014]
Safira.
d. Keturunan (Genetika)
Dalam kasus gizi kurang, Genetika tidak mempengaruhi akan tetapi Genetik menjadi salah satu
faktor dari status gizi karena pada anak dengan status gizi lebih atau obesitas besar kemungkinan
dipengaruhi oleh orang tuanya/herediter (Soekirman, 2000).
3. Kartu Indonesia sehat menurut saya mampu/bisa memberikan jaminan masyarakat Indonesia
menjadi sehat, apalagi cakupan pelayanannya hingga satuan kesehatan tingkat desa(posyandu),
manfaatnya juga selain untuk pencegahan juga untuk pengobatan, hanya saja hal tersebut bisa
memberikan jaminan kalau saja kepemilikannya yang tepat sasaran, artinya memang benar-benar
dimiliki oleh masyarakat miskin yang selama ini sulit/tidak mendapatkan akses dari pelayanan
kesehatan.
Strategi agar masyarakat mampu meningkatkan derajat kesehatannya dengan pendekatan teori
Lawrence Green dalam kaitannya antara peranan kebijakan dengan perubahan perilaku
individu/masyarakat.
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan,
kepercayaan, nila-nilai, dan tradisi.
Misalnya, pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam pembinaan Posyandu berkaitan dengan
perilaku seorang ibu yang mau membawa anaknya ke posyandu karena tahu bahwa di posyandu
akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya. Anaknya akan
memperoleh imunisasai untuk pencegahan penyakit, dan sebagainya. Tanpa adanya pengetahuan-
pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke posyandu.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi perilaku serta tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin dalah saran dan
prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu,
rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan
bergizi, uang dan sebagainya. Misalnya, sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan,
mengupayakan keluarganya untuk menggunakan iar bersih, buang air besar di WC, makan
makanan yang bergizi, dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu untuk
mengadakan fasilitas itu semua maka dengan terpaksa buang air besar di kali atau kebun,
menggunakan air kali untuk keperluan sehari-hari, makan seadany, dan sebagainya.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) yaitu faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk
berperlaku sehat, tetapi tidak melakukannya, seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil, dan di
dekat rumahnya ada polindes, dekat dengan bidan, tetapi dia tidak mau melakukan periksa hamil
karena ibu lurah dan ibu-ibu tokoh lain tidak pernah periksa hamil namun anaknya tetap sehat. Hal
ini berarti, bahwa untuk berperilaku sehhat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.
4. a. Keterkaitan UU Kesehatan dengan UU perlindungan konsumen
Kaitan antara UU Kesehatan dengan UU perlindungan konsumen bahwa Pelayanan kesehatan
berawal dari hubungan kepercayaan antara dokter dan pasien yang dalam perkembangannya sering
disebut dengan transaksi terapeutik atau perjanjian terapeutik yang artinya adalah suatu transaksi
atau perjanjian untuk menentukan terapi atau memberikan jasa penyembuhan yang paling tepat
bagi pasien oleh seorang dokter. Hubungan antara dokter dengan seorang pasien yang tertuang
dalam perjanjian terapeutik menimbulkan adanya hak dan kewajiban bagi keduanya. Dimana bila
berbicara hak dan kewajiban pasti tidak akan lepas dari upaya perlindungan hukum. Seperti yang
diatur dalam Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pelaksanaan Hak dan kewajiban bagi pasien dan tenaga kesehatan dilindungi oleh hukum
seperti yang terdapat dalam Pasal 4 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maupun
Pasal 58 Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, meskipun pelaksanaannya sampai
sekarang belum maksimal karena masih banyak terjadi dimasyarakat pengabaian terhadap hak - hak
pasien. Oleh karena pemahaman terhadap hak -hak serta kewajiban pasien sebagai konsumen
pelayanan jasa kesehatan sampai saat ini belum maksimal, maka diperlukan adanya sosialisasi
secara terus menerus agar supaya perlindungan terhadap pasien sebagai konsumen pelayanan
kesehatan melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU
Nomer 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan maupun Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran segera terwujud. (Shanti Dwi Kartika*, dimuat dalam Jurnal Negara Hukum Vol.
3 No. 1 Juni 2012]
b. Keterkaitan UU Kesehatan dengan UU praktek kedokteran
Kaitan UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan UU no 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen yaitu bahwa Upaya pemenuhan kesehatan pasien tidak bisa lepas
hubungannya dengan dokter selaku pihak yang meyembuhkan kesehatan pasien, hubungan tersebut
dinamakan dengan “hubungan terapeutik”.Hubungan antara pasien dan dokter dalam pelayanan
kesehatan oleh beberapa akademisi dan praktisi hukum juga berpendapat sama, bahwa pasien dapat
digolongkan sebagai konsumen sedangkan dokter dan rumah sakit digolongkan sebagai pelaku
usaha dalam bidang kesehatan. Hal ini membawa dampak bahwa aturan-aturan yang ada dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga berlaku dalam
hubungan transaksi terapeutik dokter dan pasien tersebut. Pengertian perlindungan konsumen
terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa
“Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen”. (Shanti Dwi Kartika*, dimuat dalam Jurnal Negara
Hukum Vol. 3 No. 1 Juni 2012]
c. Keterkaitan UU Kesehatan dengan UU Praktek Keperawatan
Penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian
yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu
pengetahuan dan tuntutan globalisasi sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Kesehatan no 23
tahun1992. Praktik keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui registrasi, seritifikasi,
akreditasi, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta pemantauan terhadap tenaga keperawatan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. (Rachmadsyah Santi, 2014)
d. Keterkaitan UU Kesehatan dengan UU Rumah Sakit
Pasal 46 Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU RS) menentukan
"Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit. ” kaitannya dengan UU No. 36 tahun
2009 tentang kesehatan bahwa Tanggung jawab hukum rumah sakit dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan terhadap pasien dapat dilihat dari aspek etika profesi, hukum adminstrasi, hukum
perdata dan hukum pidana. Dasar hukum pertanggung jawaban rumah sakit dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan terhadap pasien yaitu adanya hubungan hukum antara rumah sakit sebagai
penyelenggara pelayanan kesehatan dan pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan. Hubungan
hukum tersebut lahir dari sebuah perikatan atau perjanjian tentang pelayanan kesehatan , sehingga
lazim disebut perjanjian terapeutik. (Shanti Dwi Kartika*, dimuat dalam Jurnal Negara Hukum Vol. 3
No. 1 Juni 2012]
e. Keterkaitan UU Perlindungan Konsumen dengan UU Praktek Kedokteran dan keperawatan
Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien dilindungi dengan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang No. 29 Tahun
2004 tentang Praktek Kedokteran juga merupakan Undang-Undang yang bertujuan untuk
memberikan perlindungan bagi pasien. (Rachmadsyah Santi, 2014)
5. Jalur yang ditempuh jika terjadi perselisihan antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah
a. Avoidance (Menghindar)
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting
atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya.
Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk
menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan
mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan
tanggal untuk melakukan diskusi”
b. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya
apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan
memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam
konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat
yang pertama.
c.Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian
yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda.
Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk
alasan-alasan keamanan.
d.Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi
dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua
pihak.
e.Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.
Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling
memperhatikan satu sama lainnya. (Samsuri, Selly 2009)
Daftar Pustaka
Deni Afrianto,2009. Thesis , Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi kurang pada balita . FK-UI, Jakarta.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk . Kemenkes RI, Jakarta.
Rachmadsyah, Santi, 2014. Etika dan Hukum Kesehatan. Gajah Mada University Press
Samsuri, Selly,2009 Menejemen konflik dalam pelayanan kesehatan, Jakarta: Usaha Nasional
Soekirman, 2000, Status Gizi Masyarakat, Pustaka Sinar Harapan; Jakarta
Shanti Dwi Kartika*, dimuat dalam Jurnal Negara Hukum Vol. 3 No. 1 Juni 2012
Teori H. L Blum. tersedia dalam http://wimee.wordpress.com/2011/06/20/teori-h-l-blum/ [diakses 20 Desember 2014] Safira.
Undang-Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran
Undang-Undang No 08 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang-Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit