Tuga5-Paper Lengkap Semnasitn-Amos Setiadi

download Tuga5-Paper Lengkap Semnasitn-Amos Setiadi

of 8

Transcript of Tuga5-Paper Lengkap Semnasitn-Amos Setiadi

  • PERILAKU PRO-LINGKUNGAN PADA PERMUKIMAN PERKOTAAN STUDI KASUS PENGELOLAAN SAMPAH DI KAMPUNG SUKUNAN - YOGYAKARTA1

    Amos Setiadi2

    ABSTRAK

    Kajian psikologi arsitektur suatu permukiman perkotaan dapat memberikan gambaran perilaku warga permukiman dan baik buruknya keadaan sosial, ekonomi dan budaya yang bermukim. Keberadaan lingkungan permukiman perkotaan yang sarat dengan permasalahan sampah banyak dijumpai di Indonesia sebagai negara berkembang, demikian pula di Yogyakarta. Faktor ekonomi, sosial dan budaya diduga menjadi penyebab timbulnya pemukiman kumuh yang berhubungan dengan persoalan sampah di kawasan perkotaan. Penelitian ini mempunyai tujuan mendapatkan gambaran perilaku pro-lingkungan pada warga permukiman perkotaan dalam kondisi permukiman tidak teratur (kampung kota) namun memiliki sistem pembuangan sampah yang teratur. Faktor-faktor yang terkait dengan perilaku yaitu pengetahuan penduduk tentang sampah, pengetahuan tentang strategi tindakan, locus of control, sikap, komitmen verbal dan rasa tanggung jawab. Intensi untuk bertindak ditentukan oleh faktor-faktor internal pelaku. Perilaku yang pro-lingkungan selain ditentukan oleh faktor-faktor internal, juga tidak terlepas dari faktor eksternal, dengan dugaan bahwa perilaku tidak terbentuk dengan sendirinya tapi terbentuk melalui proses pembelajaran. Gambaran pola perilaku ini bermanfaat dalam memberikan sumbangan model yang dapat menjelaskan tentang pola perilaku pro-lingkungan di suatu permukiman yang tidak tertata (kampung kota) namun memiliki keteraturan dalam tata kelola sampah. Faktor psikologi yang berasal dari individu dan lingkungan digunakan sebagai dasar dalam melakukan penelitian untuk menciptakan lingkungan permukiman perkotaan yang pro-lingkungan. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan menggunakan peneliti sebagai instrumen utama dalam pengamatan, serta wawancara terhadap warga yang dijadikan sample penelitian. Pengamatan dilakukan di seluruh bagian kawasan permukiman di kampung Sukunan. Data yang diperoleh di bahas mulai dari fase pembelajaran pemilihan sistem kelola sampah, fase produksi dan pemilahan sampah, fase pembuangan dan pengolahan sampah. Diperoleh temuan, bahwa; perilaku pengelolaan sampah di kampung sukunan dipengaruhi oleh nilai ekonomis sampah. Faktor nilai ekonomis sampah mendorong transaksi terus menerus antara faktor internal individu dan faktor eksternal (fisik-spasial) yang pro-lingkungan. Kata kunci: Psikologi arsitektur, Perilaku, Permukiman

    PENDAHULUAN

    Permasalahan sampah merupakan fakta yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan permukiman perkotaan. Perkembangan kota Yogyakarta yang cukup pesat ditandai oleh semakin bertambahnya jumlah penduduk yang tinggal di kawasan permukiman kota Yogyakarta. Pertambahan jumlah penduduk membawa implikasi terhadap volume sampah yang diproduksi oleh masyarakat. Produksi sampah berbanding lurus dengan perkembangan dan pertambahan jumlah penduduk.

    Seiring dengan perkembangan kota Yogyakarta, pertumbuhan pembangunan juga meningkat dan memberi dampak pertumbuhan volume sampah baik padat maupun cair. Pola ini

    1 Bagian dari penelitian lingkungan (studi banding sektor persampahan) untuk penyusunan dokumen

    perencanaan spasial di kecamatan Pundong Kabupaten Bantul, Yogyakarta. TA 2010 2 Staff Pengajar di Program Studi Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta

  • terus berlanjut karena sampah selalu diproduksi. Jika tidak ada tindakan yang tepat untuk menangani masalah ini, maka akan menyebabkan masalah serius. Semakin padat suatu kawasan, maka masalah sampah akan semakin kompleks. Pencemaran paling utama antara lain dari limbah domestik rumah tangga. Dalam dekade terakhir ada kecenderungan pemakaian karakter barang konsumsi yang tidak akrab lingkungan, misalnya plastik.

    Di kawasan permukiman padat penduduk, sampah menjadi masalah utama. Demikian pula dengan kampung Sukunan di Yogyakarta. Kampung Sukunan memiliki keunikan karena merupakan kawasan padat penduduk yang memiliki ciri wilayah permukiman tidak teratur namun telah memiliki sistem pengelolaan sampah teratur. Semula, kampung Sukunan merupakan kampung yang menghadapi masalah sampah rumah tangga yang ditandai oleh sampah yang menumpuk setiap hari. Kualitas lingkungan kampung Sukunan pada saat itu menurun, ditandai oleh bau sampah pada setiap bagian kampung. Bertolak dari masalah ini, masyarakat kampung Sukunan belajar mengembangkan sistem kelola sampah mandiri yang dimulai dari tingkat rumah tangga hingga kelompok. Tujuannya yaitu untuk mengurangi permasalahan lingkungan di kampung tersebut.

    Penelitian ini akan mengungkap perilaku masyarakat dan menemukenali faktor pendorong perilaku tersebut. TINJAUAN LITERATUR Psikologi Arsitektur dimunculkan oleh Harold Proshansky dan William Ittelson sejak 4 dekade lalu dengan istilah Lingkungan dan Perilaku. Psikologi Arsitektur terkait dengan Psikologi Lingkungan karena menyangkut Lingkungan Binaan. Menurut Heimstra dan Mc Farling, Psikologi Lingkungan merupakan ilmu yang memperhatikan serta mempelajari hubungan antara perilaku manusia dan lingkungan fisik.3 Sedangkan Gifford mendefinisikan Psikologi Lingkungan sebagai studi dari transaksi antara individu-individu dengan setting fisik. Dalam transaksi tersebut individu mengubah lingkungan dan sebaliknya, perilaku dan pengalaman individu diubah oleh lingkungan.4 Prohansky menekankan pada hubungan antara manusia dan setting fisik, dimana lingkungan fisik tidak sekedar berbagai bentuk rangsangan fisik namun juga setting fisik dimana manusia itu berada.5

    Anggapan bahwa setiap fenomena psikologis pada manusia selalu berhubungan dengan fenomena lain merupakan salah satu konsep berpikir di dalam psikologi tentang perilaku. Anggapan ini menghubungkan antara satu fenomena dengan keseluruhan yang bermakna. Anggapan tersebut mencakup, antara lain:6

    1. Setiap individu berada di dalam dunia pengalaman yang selalu berubah, dimana dia menjadi pusatnya

    2. Sebagai organisme, individu bereaksi terhadap lingkungan sebagaimana lingkungan itu diamati dan dialaminya. Bagi individu, dunia yang diamati ini adalah kenyataan

    3. Sebagai organisme, individu bereaksi terhadap lingkungan fenomenal itu sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi (organized whole)

    4. Organisasi mempunyai kecenderungan dan dorongan besar, yaitu untuk mempertahankan diri, mengembangkan diri dan juga mengaktualisasikan diri

    3 Heimstra. M.W., & Mc Farling, L.H., 1982, Environmental Psychology, California Brooks/ Cole Publishing

    Company 4 Gifford, R., 1987, Environmental Psychology: Principle and Practice, Boston: Allyn and Bacon. Inc 5 Ittleson, Proshansky ; Rivlin, Winkel., 1974, An Introduction to Environmental Psychology, New York 6 Nimpoeno, John., 2004, Psikologi Lingkungan, Bandung, Andira, hlm 157

  • 5. Pada dasarnya, tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan, yaitu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan seperti dialaminya, yakni dalam lingkungan sebagaimana dialaminya.

    6. Emosi pada umumnya diikutsertakan, dan menjadi penguat perilaku yang terarah dan bertujuan

    7. Guna memahami tingkah laku manusia, adalah paling baik untuk memahami kerangka acuan pribadinya (internal frame of reference)

    Sedangkan Barker memandang lingkungan fisik sebagai konteks yang mendasari perilaku moral atau perilaku yang tidak bersifat individual, melainkan umum (behavior setting).7 Pentingnya arti lingkungan dalam hubungannya dengan perilaku sebenarnya telah diungkap oleh Lewin yang menyatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi dari faktor pribadi (P) dan faktor lingkungan (E). Bila dirumuskan menjadi : B = f (P,E).8 METODOLOGI Penelitian ini memerlukan data :

    1. tindakan-tindakan yang diambil manusia terhadap lingkungannya 2. akibat kondisi lingkungan terhadap perilaku manusia, seperti dipersepsi sendiri oleh

    manusia yang bersangkutan, sehingga jenis data ini dilandasi oleh pengalaman pribadi manusia yang berkepentingan

    3. akibat kondisi lingkungan terhadap perilaku manusia, tetapi yang diasumsikan oleh peneliti dan bukan pengalaman sendiri pada subyek yang ditanyai

    4. pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan pada subyek yang bersangkutan 5. evaluasi terhadap lingkungan oleh subyek, yang bisa mencakup berbagai kualitas

    lingkungan yang dipandang penting untuk diketahui 6. sikap terhadap lingkungan, yang mengetengahkan harapan dan kebutuhan subyek

    perihal lingkungan hidupnya Data dikumpulkan dengan metode; a) observasi data primer dan sekunder, serta informasi lain mengenai permukiman yang menjadi lokasi penelitian; b) pengamatan terhadap perilaku manusia di lokasi penelitian yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan; c) tanya jawab. Selanjutnya dirangkum dalam sebuah bagan (tidak dilampirkan dalam paper ini) dan dideskripsikan. HASIL DAN DISKUSI Profil Kampung Sukunan

    Kampung Sukunan terletak di daerah Gamping, Yogyakarta yang ditetapkan menjadi Kampung Wisata Lingkungan. Kampung Sukunan mendapat penghargaan dari Pemerintah atas keberhasilanya dalam mengolah sampah yang ada menjadi barang yang memiliki nilai dan daya guna. Desa ini termasuk desa yang padat penduduk dengan tata fisik spasial yang teratur.

    Hingga pertengahan tahun 2010, jumlah kepala keluarga (KK) yang menempati kawasan kampung Sukunan sebanyak 100 KK, yang terbagi dalam 10 kelompok Dasawisma. Pembagian kepala keluarga kedalam kelompok Dasawisma bertujuan untuk memudahkan pembagian tugas dan pengorganisasian warga kampong Sukunan. Setiap kelompok dasawisma bertanggungjawab terhadap masalah lingkungan, kependudukan dan sosial di masing-masing wilayahnya.

    7 Barker, Roger G, 1968., Ecological Psychology, Stanford UP

    8 Lewin, K., 1951, Field theory in social science; selected theoretical papers. D. Cartwright (ed.). New York: Harper & Row

  • Gambar 1. Peta Kampung Sukunan (sumber: survey, 2010)

    Perilaku I: Pemilihan sistem pengelolaan sampah mandiri Warga kampung Sukunan mengembangkan sistem pengelolaan sampah mandiri yang

    dimulai dari tingkat rumah tangga hingga kelompok. Tujuan dari Pengelolaan Sampah Mandiri ini semula untuk mengurangi permasalahan sampah. Pengelolaan sampah mandiri di Desa Sukunan ini secara garis besar yaitu; semua sampah yang dihasilkan akan dikelola secara mandiri oleh masyarakat sehingga pemulung tidak diperbolehkan masuk dan memulung sampah di kawasan kampung Sukunan. Pengelolaan sampah berbasis pada kesadaran masyarakat membuat kampung ini terlihat bersih, serta membuat kampung ini menjadi kampung wisata lingkungan.

    Gambar 2. Tata Tanda (Signage) tentang Persampahan di Kampung Sukunan (sumber: survey, 2010)

    Prinsip 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) merupakan prinsip yang berlaku dalam

    membentuk perilaku masyarakat terhadap sampah. Di kampung Sukunan, prinsip ini diterapkan oleh hampir semua keluarga. Setiap keluarga mempunyai perilaku sadar dan tanggap akan sampah. Sebelum adanya program pengelolaan sampah mandiri, masyarakat menganggap sampah sebagai limbah yang tidak perlu diolah ataupun di daya-gunakan. Prinsip 3R meliputi: Reduce (mengurangi timbulnya sampah)

    Dalam menerapkan prinsip Reduce, yang dilakukan warga antara lain: belanja membawa tas sendiri, membeli pulsa tronik, membeli barang yang bisa digunakan berulang-ulang, mengurangi penggunaan kantong plastik, dll.

    Reuse (menggunakan kembali)

  • Reuse atau penggunaan kembali barang-barang yang masih bisa digunakan. Yang dilakukan warga antara lain: pembibitan dengan gelas air mineral, pot dari ember cat, menggunakan kembali kantong plastik yang masih bagus

    Recycle (mendaur ulang) Recycle merupakan prinsip mendaur ulang sampah menjadi barang yang berguna. Hal ini dimaksudkan supaya sampah bisa diolah menjadi suatu hal mempunyai nilai lain dan tidak hanya sekedar sampah. Yang dilakukan warga antara lain: membuat kerajinan dari sedotan & plastik, membuat kertas daur ulang, membuat kompos dari sampah organik dan juga membuat tas/produk daur ulang dari sampah plastik.

    Perilaku II: Pemilahan kategori sampah

    Setelah dikenalkan pada prinsip 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) warga kampung Sukunan terbiasa memilah sampah yang dihasilkan menjadi 4 kategori, yaitu : Sampah Plastik Sampah Kertas Sampah Logam dan Kaca Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan beracun).

    Gambar 3. Pemilahan tempah pembuangan sampah berdasarkan 4 kategori sampah (sumber: survey, 2010)

    Setelah sampah dipisah menjadi 4 kategori, selanjutnya dibawa ke tempat penampungan sementara yang dikelola oleh tiap Dasawisma. Di kampung Sukunan terdapat 10 Dasawisma dan tiap Dasawisma terdiri dari 10 kepala keluarga sehingga di Desa Sukunan terdapat 10 tempat penampungan sementara sampah. Tempat penampungan sementara sampah ini juga sudah dikelompokan dalam tiap kepala keluarga menjadi 4 kategori sampah sehingga mempermudah warga ketika membuang sampah. Terdapat 4 tong sampah sesuai 4 kategori sampah. Untuk memperindah dan agar lebih menarik (estetis), tong sampah dilukis dan dberi label dengan tema ajakan untuk berperilaku menjaga kebersihan lingkungan.

    Perilaku III: Perubahan perilaku penggunaan komposter ke biopori

    Warga kampung Sukunan mengembangkan pengelolaan sampah yang terkait dengan pengelolaan lingkungan, yaitu dalam bentuk pengolahan sampah organik rumah tangga dan pekarangan. Semula, warga kampung Sukunan membuat tempat pembuatan kompos (komposter) yang dirancang khusus untuk mengatasi sampah organik rumah tangga (sisa makanan, nasi, sayur, kulit buah, batang sayur). Komposter adalah sebuah alat untuk membuat kompos berukuran kecil yang bisa digunakan untuk sampah rumah tangga. Sampah organik, seperti; sayuran, buah-buahan, kertas bekas, dan bahan-bahan organik lainnya yang sudah tidak digunakan dijadikan kompos dengan bantuan dari bakteri dekomposer dari cairan EM4.

  • Komposter yang dikembangkan oleh warga kampung Sukunan dikenal dengan sebutan Komposter Model Tungku. Bahan yang digunakan dari plastik, tanah liat, seng dan batako, sesuai dengan keinginan pemakai. Menurut warga kampung Sukunan, komposter ini sangat mudah pemakaiannya. Semua jenis sampah organik rumah tangga bisa masuk dalam komposter tersebut, dengan memperkecil ukuran sampah. Sebelum digunakan, komposter diisi dulu dengan penahan awal yang bisa hancur dan starter untuk pemacu penguraian sampahnya. Dalam proses pengomposan, pengolahan sampah cara tersebut tidak mengeluarkan air lindi, bau tidak menyengat, namun cepat jadi dan mudah menggunakannya. Namun pada dua tahun terakhir penggunaan komposter pada skala rumah tangga sudah jarang digunakan. Warga kampung Sukunan beralih ke cara pengelolaan sampah dengan lobang biopori karena dianggap lebih efisien dan praktis.

    Gambar 4. Komposter yang dipakai oleh rumah tangga dalam membuat kompos

    (sumber: survey, 2010)

    Perubahan perilaku mengelola sampah dengan lobang biopori didorong oleh adanya fenomena genangan air waktu musim hujan. Peningkatan daya resap air pada tanah dilakukan dengan membuat lobang pada tanah dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan kompos. Sampah organik yang ditimbunkan pada lobang ini kemudian dapat menghidupi fauna tanah yang mampu menciptakan pori-pori di dalam tanah. Oleh warga kampung Sukunan, fungsi lobang biopori ini selain untuk peresapan air hujan juga digunakan sebagai komposter. Di sepanjang jalan di kampung Sukunan terdapat lobang biopori yang dibuat dengan selisih jarak masing-masing lobang antara 5-10 meter, menyesuaikan kondisi lahan setempat. Penggunaan lobang biopori saat ini lebih diminati oleh masyarakat kampung Sukunan karena lebih mudah penggunaan dan perawatannya dibandingkan dengan komposter semula.

    Perilaku IV: Mendaur ulang sampah

    Dalam sistem Pengolahan Sampah Mandiri, semua warga kampung Sukunan terlibat karena proses ini dilakukan mulai dari lingkup rumah tangga hingga lingkup kampung. Setiap rumah tangga kampung Sukunan menghasilkan sampah. Fase produksi sampah tiap rumah tangga di kampung Sukunan dilakukan sekitar pukul 06.00-09.00, pukul 11.00-13.30 dan pukul 17.30-19.00. Sampah rumah tangga dihasilkan dari kegiatan memasak dan juga aktifitas lain di dalam rumah. Setiap kali sampah dihasilkan maka langsung dilakukan pemisahan dan pengumpulan sampah. Fase Pengumpulan sampah dilakukan sesaat setelah dilakukan produksi sampah. Hal ini terjadi karena di kampung Sukunan telah dibiasakan membuang sampah sesuai jenis sampah. Setiap rumah tangga memiliki tempat pembuangan sampah terpusat yang telah dipisahkan berdasarkan kategori sampah.

    Setiap sampah yang terkumpul di rumah tangga akan dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Sementara yang dikelola Dasawisma. Fase pembuangan sampah ini dilakukan

  • pukul 06.00-09.00 dan pukul 15.00-17.00. Fase pengangkutan sampah dilakukan oleh petugas sampah desa setiap 1-2 minggu sekali. Tidak ada waktu resmi untuk pengangkutan sampah ini. Fase Pengangkutan sampah bergantung kepada volume sampah. Jika volume sampah di TPS Sementara tersebut sudah penuh maka langsung diangkut ke TPS Kampung Sukunan. Tempat Pembuangan Sampah (TPS) kampung Sukunan dikelola oleh desa dan petugas sampah kampung berasal dari warga kampung Sukunan yang digaji dengan hasil penjualan kerajinan daur ulang sampah warga.

    Setelah fase pengangkutan, maka sampah yang sudah dipisahkan tersebut akan dikelola di TPS kampung oleh para pengepul sampah. Para pengepul ini datang pada waktu siang hari dan mulai mengelola sampah tersebut sampai sore hari. Pengepul sampah yang datang ke kampung Sukunan mengambil semua sampah yang ada. Pengelolaan oleh para pengepul meliputi pemilahan dan pengepakan sampah. Di TPS kampung Sukunan juga terdapat panduan tentang pemisahan sampah bagi para pengepul, serta bangunannya diberi hiasan lukisan bertema ajakan pemisahan sampah.

    Gambar 5. Contoh kategori pemisahan sampah di TPS kampung Sukunan (sumber: survey, 2010)

    Di TPS kampung Sukunan selain sebagai tempat pembuangan sampah desa

    tetapi juga sebagai pusat budidaya tanaman. Di TPS kampung Sukunan ini terdapat bak khusus untuk pembuatan kompos, hal ini bertujuan untuk mensuplay kebutuhan kompos kampung Sukunan, serta untuk dijual kepada umum yang hasilnya untuk menambah keuangan desa. Perkumpulan pengrajin kampung Sukunan mengambil sampah plastik ke setiap rumah tangga untuk dibuat produk kerajinan. Hasil penjualan produk kerajinan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan warga kampung Sukunan, serta untuk membayar upah pengelola sampah. Produk kerajinan hasil daur ulang sampah plastik di kampong Sukunan meliputi tas, dompet, tempat koran, topi, dll.

    Gambar 5. Produk kerajinan daur ulang sampah plastik (sumber: survey, 2010)

  • KESIMPULAN Dari hasil pengamatan perilaku warga kampung Sukunan dalam pengelolaan sampah

    rumah tangga, dapat disimpulkan adanya perilaku pro-lingkungan dari warga kampung melalui pengelolaan sampah secara mandiri, sbb :

    1. Pengelolaan sampah mandiri telah menjadi bagian dari perilaku warga kampung Sukunan, walaupun tidak seluruh warga sadar akan pentingnya pegelolaan sampah yang teratur.

    2. Perubahan perilaku pemilihan pengelolaan sampah dari komposter ke biopori tidak ditentukan oleh dimensi spasial, namun oleh kemudahan perawatan.

    3. Sampah rumah tangga yang didaur ulang mempunyai nilai ekonomis bagi warga kampung Sukunan, menjadi faktor pendorong (stimulasi) warga dalam berperilaku pro-lingkungan.

    Perilaku warga kampung Sukunan perlu dijaga secara berkelanjutan agar permasalahan lingkungan, khususnya sampah rumah tangga pada kawasan permukiman perkotaan padat penduduk dapat berkurang.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Barker, Roger G, 1968., Ecological Psychology, Stanford UP 2. Gifford, R., 1987, Environmental Psychology: Principle and Practice, Boston: Allyn and

    Bacon. Inc 3. Heimstra. M.W., & Mc Farling, L.H., 1982, Environmental Psychology, California Brooks/

    Cole Publishing Company 4. Ittleson, Proshansky ; Rivlin, Winkel., 1974, An Introduction to Environmental

    Psychology, New York 5. Lewin, K., 1951, Field theory in social science; selected theoretical papers. D. Cartwright

    (ed.). New York: Harper & Row 6. Nimpoeno, John., 2004, Psikologi Lingkungan, Bandung, Andira 7. Proshansky, et.al., 1974. An introduction to environmental psychology. New York: Holt

    Rinehart and Wiston. 8. Setiawan, Haryadi B. 1995. Arsitektur Lingkungan dan Perilaku. Jakarta, Proyek

    Pengembangan Pusat Studi Lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud RI.

    (Keterangan: Bagan, rekaman titik-titik pengamatan, dan dimensi spasial tidak dilampirkan dalam paper ini).