Bab i, II, III Amos Lase

108
Telaah Atas Kelembagaan SMK Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan (Studi Korelasional Antara Tujuan Akhir, Target Pasar dan Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kreatifitas Guru SMK ) Draft Usulan Penelitian Magister bidang kajian ....... Oleh: Amos Lase NIM: SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA INJILI ARASTAMAR (SETIA)

description

ya

Transcript of Bab i, II, III Amos Lase

Telaah Atas Kelembagaan SMK Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan

(Studi Korelasional Antara Tujuan Akhir, Target Pasar dan Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kreatifitas

Guru SMK )

Draft Usulan Penelitian

Magister bidang kajian .......

Oleh:

Amos Lase

NIM:

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA INJILI ARASTAMAR

(SETIA)

NIAS SELATAN

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang Masalah

Lembaga pendidikan merupakan instrumen strategis

bagi pengembangan kehidupan peserta didik menuju masa

depan yang penuh harapan. Mita Noveria, dkk mengatakan,

pembangunan bidang pendidikan merupakan bagian yang

strategis dari keseluruhan program peningkatan sumber daya

manusia.1 Seyogianya visi kelembagaan sebagai dasar meraih

tujuan akhirnya dapat menjadi landasan otentik untuk

membawa proses pendidikan bermuara kepada keutamaan

yang berorientasi kepada peningkatan kemampuan peserta

didik.

Berkenaan dengan visi lembaga, visi adalah penopang

strategis dan pilar kesuksesan dalam bisnis pendidikan.

Adalah visi yang membumi dan mengena kepada konteks oleh

karena lembaga telah menyiapkan peta jalan dan filosofi

manajemen/manajerial secara konsisten. Dalam kaitannya

lembaga yang dihadirkan pada suatu konteks daerah, Mark

Hurd dan Lars Nyberg mengatakan,

1 Mita Noveria, dkk, Pertumbuhan Penduduk dan Kesejahteraan (Jakarta: LIPI Press, 2011), 77.

“sebuah perusahaan yang mengglobal adalah perusahaan

yang yang dapat berkolaborasi secara efektif di dalam seluruh

organisasi.”2

Dalam menjalankan proses pendidikan semisal pada

institusi SMK/ Sekolah Menengah Kejuruan di suatu

daerah/region, lembaga yang diharapkan oleh para

stakeholder (pemangku kepentingan) akan berperan penting

terutama kepada “isi” pendidikan itu bagi mereka. Terutama

bagaimana keterkaitannya dengan pusat-pusat produksi

manufaktur misalnya. Seperti terjadi di belahan dunia Barat,

Anthony Giddens menyiratkan telah terjadi pergeseran pusat-

pusat produksi manufaktur yang sebelumnya ada di belahan

Timur kini berganti ke dunia Barat disebabkan oleh

keunggulan sementara Barat3 karena berbagai penemuan-

penemuan yang bermanfaat bagi peradaban manusia.

Isi pendidikan bersentuhan dengan tata kelolanya.

Lembaga pendidikan yang memiliki prinsip manajemen

berdasarkan tujuan akhir diharapkan dapat merumuskan

tujuannya dengan tepat sesuai dengan arah kebijakan

organisasi, nilai-nilai yang berlaku dan perkembangan

kemajuan zaman. Dalam kaitan denga tujuan akhir lembaga,

2 Mark Hurd dan Lars Nyberg, The Value Factor (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2005), 26-27. Konsistensi kelembagaan dapat dilihat dari kemantapan dalam bertindak.

3 Anthony Giddens, Teori Strukturasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 202.

prinsip yang mencakup kepada esensi organisasi, oleh Tim

Universitas Pendidikan Indonesia menyebutkan ada dua tolok

ukur baginya, yaitu efisien dan efektif.4 Efisien berkenaan

dengan pembiayaan lembaga dan efektif karena lembaga

mampu menunjukkan dimensi perubahan pada peserta didik

terutama pada terujudnya peningkatan kemampuan mereka

sebagai subjek/pelaku utama dalam proses yang digeluti.

Sementara Stewart berpendapat, tujuan-tujuan yang

spesifik, jelas dan dipahami bersama merupakan peta yang

digunakan setiap orang dalam organisasi untuk mengarahkan

diri dan sebagai dasar untuk menilai semua pencapaian.5

Tujuan menjadi faktor penentu bagi keberhasilan sebuah

organisasi.

Konteks peserta didik di era perubahan global

mempengaruhi lembaga untuk mampu memberikan peluang

dan kontribusi bagi mereka untuk meresapi makna lembaga

mengusung knowledge industry sesungguhnya karena

ekspansi dan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan

teknologi.Sehingga lembaga yang kelak mampu eksis salah

satu faktornya adalah karena lembaga itu mampu

menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan pasar melalui produk

4 Tim Dosen, Manajemen Pendidikan (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2008), 92.

5 Aillen Mitchell Stewart, Empowering People(Yogyakarta: Kanisius, 1998), 130.

pendidikan unggulan. Sebuah target pasar yang disasar

melalui kemampuan organisasi

untuk menjembatani potensi anak didik dengan teknologi

yang tersedia. Pada segmen inilah kreatifitas guru menjadi

sebuah daya ledak bagi kemajuan lembaga itu sendiri.

Hal itu telah ditunjukkan oleh Richard I Arends mengutip

hasil riset John Zahorik, guru-guru dengan perilaku verbal

yang lebih tinggi, yang bersifat menstimulus dan

mengembangkan ide-ide siswa ternyata lebih peka kepada

para siswa-siswinya.6 Ini berbuahkan bahwa pendidikan itu

sendiri kondusif dan menjadikan tujuan pendidikan itu adalah

proses menjadi. Yang sepenuhnya merupakan dambaan para

anak didik tersebut. Bagaimana kelak ia mampu menguasai

bidang keilmuannya secara teknis dan profesional.

Sehingga lembaga SMK Negeri yang mampu

menghasilkan lulusannya dengan kemampuan kepakarannya

secara teknikal dan profesional, Winardi menyebutkan hal ini,

jasa-jasa mereka diminta oleh pasar di dalam lingkungan di

mana lembaga itu berada.7 Mutu pendidikan unggul dilihat

nyata melalui alumni dan persentase kelulusan yang bekerja

di area pasar industri.

6 Richard I Arends, Learning To Teach (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 100.

7 J. Winardi, Manajemen Perubahan (Jakarta: Kencana, 2006), 53-54.

SMK Negeri 1 Maniamolo yang berada di Kabupaten Nias

Selatan, memiliki peran dan posisi strategis dalam

meningkatan

Human Development Index (Indeks Pembangunan

Manusia)

khususnya di Nias Selatan. Hal ini sekaligus menjadi harapan

besar

masyarakat atas kehadiran lembaga edukasi kejuruan ini.

Sebab ke depan proses perubahan dari kabupaten yang

bercorak agraris menuju industri adalah sebuah perjalanan

panjang yang perlu ditopang oleh SDM/Sumber Daya Manusia-

nya yang kapabel.

Itu sebabnya sebuah terobosan penting yang mesti

diimplementasikan secara kelembagaan adalah dengan

meningkatan kualitas pendidikan itu sendiri. Terjadinya

peningkatan kualitas pendidikan mampu membawa

perubahan konkrit berupa bergesernya domain masyarakat

dari periferal menuju ke domain yang lebih dalam menuju ke

wilayah yang lebih dalam (nucleus). Ini artinya, masyarakat

di bawa ke dalam circumstances dirinya sebagai orang yang

berkepentingan untuk memajukan daerahnya. Inilah yang

disebutkan oleh Agustinus Johny Tenau mengutip Cooper, tata

kelola/ pemerintahan yang efisien dibuktikan oleh adanya

maksimalisasi kepentingan publik (stake holder) untuk semua

input yang ada.8 Ini bermakna lembaga mesti memiliki

kemampuan pengaturan dan pengendalian agar masa depan

lembaga dapat berumur panjang.

Secara budaya organisasi bila dilihat dari sisi pelaku

kelembagaan dan lembaga itu sendiri, maka pendekatan

terhadap kelembagaan yang memperhatikan ekologi internal

dan eksternal

dikatakan lebih utuh dan memenuhi syarat metodologis

menurut Kaplan dan Manners, dapat dilihat dari pencirian

jenis-jenis unit yang hubungan-hubungannya sedang

dipelajari.9 Yaitu, peserta didik, para orangtua sebagai

pemangku kepentingan bersama pemerintah dalam hal ini

Lembaga Kedinasan dan pasar ekonomi-industri sebagai

pembeli produk kelembagaan. Hal senada disebutkan oleh A.

Prasetyantoko,ia melihat entitas lembaga yang unggul dapat

dicermati dari kemampuannya menciptakan pengetahuan,

mampu mensinergikan sumber dayanya serta

mengembangkan kompetensi yang dimiliki organisasi itu

8 Agustinus Johny Tenau “membangun papua dari daerah” dalam Membangun Indonesia dari Daerah (Jakarta: CSIS/Center for Strategic and International Studies, 2006),147.

9 David Kaplan dan Robert A. Manners, Teori Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 116.

dalam sebuah proses yang koheren.10 Lembaga ini mampu

eksis di tengah perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun.

Dalam kaitan dengan UU Pendidikan Nasional, terutama

pada butiran “mencerdaskan” anak bangsa sehingga mampu

bersaing di pentas global, SMK Negeri 1 Maniamolo

membawa isu perubahan dari sisi periferal (pinggiran) ke

nucleus (inti) dengan sebuah keyakinan

bahwa lembaga ini merupakan salah satu pionir di tengah

masyarakat untuk membawa daerah Nias Selatan menuju

tingkat kesejahteraan yang tinggi oleh karena unggul dalam

domain ekonomi, teknologi dan

informasi. Ini artinya, SMK Negeri 1 Maniamolo mampu

menjembatani kebutuhan-kebutuhan di pasar dengan

ekspetasi para orangtua siswa melalui apa yang disebut di

depan tujuan akhir lembaga, target pasar dan peningkatan

kualitas pendidikan melalui kreatifitas guru-guru SMK Negeri 1

Maniamolo. Skematika atas diskursus terhadap problema

tulisan ini diturunkan sebagai berikut:

Gambar 1.1. Aspek_aspek utama Pokok Masalah

10 A. Prasetyantoko, Corporate Governance. Pendekatan Institusional (Jakarta: Penerbit Gramedia, 2008), 48.

Skematika diskursus awal ini telah membawa penulis

berbeban mendalami dan meneliti secara komprehensif

kehadiran lembaga SMK Negeri 1 Maniamolo di Kabupaten

Nias Selatan dilihat dari ketiga esensi kelembagaan itu sendiri

dan pengaruhnya bagi kreatifitas pendidik. Relevansinya bagi

keperluan ilmu manajemen kelembagaan yang bergerak

dalam pendidikan kejuruan di level menengah di Kabupaten

Nias Selatan memungkinkan untuk diteliti secara sistematis,

objektif dan otentik sesuai dengan konteks riset ini. Yaitu ada

tidaknya sifat-sifat unggul pada kelembagaan ini bila dilihat

dari sektor efisiensi, efektifitas, serta pemenuhan celah dari

Aspek

Kelembagaan

Aspek

Kelembagaan

Aspek

Kreatifitas Pendidik

Aspek

Kreatifitas Pendidik

Aspek Anak Didik &

Isi Pendidikan

Aspek Anak Didik &

Isi Pendidikan

ekspetasi pemangku kepentingan terhadap isi pendidikan bagi

anak didik. Inilah yang menjadikan penulis terbeban untuk

mengkajinya secara ilmiah, dan objektif atas keberadaan SMK

Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan.

1.2. Identifikasi Masalah

Berkenaan dengan diskursus terdahulu, maka pada

bagian ini akan diidentifikasi masalah dalam penelitian ini

untuk menjadi acuan bagi perumusan masalah yang

sesungguhnya. Adapun upaya itu mencakup kepada:

a. Apakah tujuan akhir organisasi dari SMK Negeri 1

Maniamolo telah dirumuskan secara spesifik dan

menjadi peta bagi semua yang terlibat di lembaga

ini?

b. Bagaimanakah peran lembaga SMK Negeri

sesungguhnya dalam menyasar target pasar di Nias

Selatan melalui keunggulan pendidikan SMK Negeri 1

ini?

c. Dimanakah fungsi manajemen dan budaya organisasi

SMK Negeri 1 Maniamolo ini terutama pada

pengendalian proses pendidikan yang sedang

berjalan agar tetap mampu menjaga kualitas

pendidikan itu?

d. Kapankah dikatakan SMK Negeri 1 Maniamolo Nias

Selatan menjadi lembaga yang diminati terutama

para orangtua anak? Apakah kriteria lembaga ini

menjadi lembaga yang unggul?

e. Dalam hal apakah lembaga SMK Negeri 1 Maniamolo

ini mampu meningkatkan kualitas pendidikan itu?

f. Apakah dengan adanya tujuan akhir dari SMK Negeri

1 Maniamolo Nias Selatan dapat mempengaruhi

kreatifitas para gurunya?

g. Bagaimanakah proses peningkatan kualitas

pendidikan di SMK Negeri 1 Maniamolo di Nias

Selatan?

h. Siapakah yang menjadi sasaran dari lembaga SMK

Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan ini? Dan apa yang

menjadi katalisator bagi pengembangan organisasi

ini?

i. Adakah target pasar yang direncanakan SMK Negeri

1 Maniamolo ini sesuai dengan harapan pengguna di

Nias Selatan?

j. Akankah keberadaan SMK Negeri 1 Maniamolo ini

menjadi dambaan dari anak didik yang bercita-cita

menjadi ahli secara teknikal dan profesional?

k. Apakah kreatifitas guru SMK Negeri 1 Maniamolo ini

akan meningkat karena adanya tujuan lembaga,

target pasar yang terpenuhi dan karena peningkatan

kualitas pendidikan SMK Negeri 1 Maniamolo

l. Akankah peserta didik puas dengan isi pendidikan di

SMK Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan?

1.3. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan tindakan identifikasi atas masalah yang

diperkirakan ada dalam penelitian ini maka ada baiknya

masalah dalam riset dibatasi sehingga terfokus dan

mendalam (tidak melebar). Pendalaman itu nantinya akan

menghasilkan masalah paling utama saja dari berbagai

kemungkinan yang ada. Untuk itu, diusulkan membatasi

masalahnya sebagai berikut:

a. Apakah terdapat hubungan antara tujuan akhir

institusi SMK Negeri 1 dengan kreatifitas Guru SMK

Negeri 1

b. Apakah terdapat hubungan antara target pasar

institusi SMK neger 1 dengan kreatifitas Guru SMK

Negeri 1

c. Apakah terdapat hubungan antara peningkatan

kualitas pendidikan SMK Negeri 1 dengan kreatifitas

Guru SMK Negeri 1.

1.4. Perumusan Masalah

Setelah masalah dibatasi hanya kepada tiga pokok

masalah utama, maka selanjutnya dirumuskan masalah

sesungguhnya dalam penelitian ini, yaitu:

“ Lembaga SMK Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan

mampu mempengaruhi kreatifitas guru-guru di SMK

Negeri 1 Maniamolo oleh karena tujuan lembaga yang

spesifik, target pasar yang dapat dicapai serta karena

adanya peningkatan kualitas pendidikan di SMK Negeri

1 Maniamolo”.

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini ialah:

a. Mendalami secara komprehensif akan keberadaan

SMK Negeri 1 Maniamolo dilihat dari budaya

organisasi dan proses pendidikan pada lembaga ini?

b. Menggali secara mendalam fungsi kelembagaan ini

dilihat dari kebutuhan pasar di Nias Selatan.

c. Merumuskan sebuah gambaran yang lebih

menyeluruh tentang ada tidaknya kreatifitas guru-

guru di SMK Negeri 1 Maniamolo dilihat dari tujuan

akhir lembaga ini.

d. Mencoba menemukan benang merah dari perujudan

kebutuhan pasar dengan kehadiran lembaga SMK

Negeri 1 Maniamolo dalam peningkatan SDM.

1.6. Kepentingan Penelitian

Penelitian ini terasa penting11 oleh karena:

a. Mencoba menelusuri ada tidaknya manfaat lembaga

SMK Negeri 1 Maniamolo dilihat dari proses pendidikan

itu bagi peserta didiknya.

b. Mencoba menemukan sisi lain dari kehadiran lembaga

pendidikan kejuruan SMK Negeri 1 Maniamolo Nias

Selatan dilihat dari kepentingan/ kebutuhan pasar.

11 Stefanus Supriyanto misalnya meggarisbawahi pentingnya memperhatikan unsur akurasi prediktor, match dan linknya disiplin ilmu dengan problema yang sedang ditelaah dan sifatnya aktual, adanya unsur –unsur permasalahan riset yang dikaji secara empiris serta kemampuan untuk menyajikan berbagai kajian teoretis secara komprehensif, dan sesuai dengan spesifikasi ilmu. Filsafat Ilmu (Jakarta: Prestasi Pustaka Karya, 2013), 113.

c. Mengupayakan prediksi terhadap tujuan akhir

kelembagaan terhadap kreatifitas para guru di SMK

Negeri 1 Maniamolo di Nias Selatan.

BAB II

DESKRIPSI TEOTITIS, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

2.1. Kreatifitas Guru

Guru yang kreatif pada intinya adalah guru yang

memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan

tugas pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, membedah

aspek kreatifitas guru berarti mengkaji kompetensi dan

kapasitas yang dimiliki seorang guru.

Definisi “kreativitas” menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah: kemampuan untuk mencipta; daya cipta.12

Bila merujuk kepada pengertian ini, maka kreativitas guru

dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan dan

memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya

dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas termasuk

kemampuan memecahkan masalah demi tercapainya tujuan

pembelajaran.

Kebutuhan guru yang kreatif di lingkup pendidikan

memang sangat diperlukan karena berkontribusi signifikansi

terhadap keberhasilan proses belajar-mengajar. Menurut

Iyus,13 ada sejumlah faktor pendukung yang bisa membuat

seorang guru menjadi kreatif. Salah satunya adalah

“kunjungan.” Seringnya sekolah dikunjungi dan seorang guru

‘ditonton’ saat ia sedang mengajar, hal itu bisa memberi

bahan bakar sehingga semangatnya terus menyala.

12 Tim Pengumpul data: Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), 739.

13 Iyus, 2009, Manajemen Berbasis Sekolah (http:www.mbs-sd.org, diunduh 8 Februari 2014).

Sementara menurut Perdamean,14 faktor pendukung lain yang

bisa melecut seorang guru menjadi kreatif adalah keleluasaan

dan kebebasan untuk bereksplorasi mengembangkan

pengetahuan dan pola pengajarannya sampai kepada

penghargaan atas profesionalitasnya baik dalam bentuk

pengakuan maupun insentif yang diberikan. Dari penjelasan di

atas dapat dikatakan bahwa yang memengaruhi kreatifitas

mengajar guru adalah kunjungan-kunjungan dari luar,

keleluasaan, kebebasan guru untuk bereksplorasi serta

berbagai bentuk penghargaan yang diberikan oleh pihak

sekolah, yayasan, atau pemerintah kepada guru.

Karakteristik seorang guru yang kreatif atau tidak, dapat

diidentifikasi dengan melihat ciri-ciri atau indikator

kepribadian sebagai berikut:

1. Fleksibel, artinya: tidak kaku, luwes, ssan dapat

memahami kondisi anak didik, memahami cara belajar

mereka, serta mampu mendekati siswa melalui berbagai

cara sesuai kecerdasan dan potensi masing-masing.

2. Optismistik, artinya: memiliki keyakinan yang tinggi

akan kemapuan pribadi dan keyakinan akan perubahan

anak didik ke arah yang lebih baik melalui proses

14 Toto Padamean, 2009, Profesionalitas Guru Perlu Daya Kreatifitas (http://www.ipsmantm.co.cc, diunduh 8 Februari 2014.

interaksi guru-siswa sehingga menumbuhkan karakter

yang sama terhadap siswa.

3. Respek, artinya: memiliki rasa hormat yang senantiasa

ditumbuhkan di depan peserta didik. Hal itu dapat

memicu dan memacu mereka untuk lebih cepat tidak

sekadaar memahami pelajaran, namun juga

pemahaman yang menyeluruh tentang berbagai hal

yang dipelajarinya.

4. Cekatan, artinya: berkarakter dinamis, aktif, eksploratif

dan penuh inisiatif sehingga mampu bertindak sesuai

kondisi yang ada.

5. Humoris, artinya: tidak killer dan membuat takut

peserta didik, sebaliknya mampu menciptakan susana

belajar yang menyenangkan, termasuk membumbui

dengan humor.

6. Inspiratif, artinya: memiliki banyak ide baru dan positif,

dalam menyajikan pelajaran meskipun panduan

kurikulum sudah ada

7. Lembut, artinya: tidak bersikap kasar, kaku, atau

emosional karena hal0hal tersebut bisa mengakibatkan

dampak buruk bagi siswa. Pengaruh kesabaran,

kelembutan, dan rasa kasih sayang akan lebih efektif

dalam proses belajar mengajar dan memudahkan

munculnya solusi atas berbagai masalah yang muncul.

8. Disiplin, bukan hanya soal waktu, tetapi mencakup

semua aspek sehingga kedisiplinan itu menular kepada

peserta didik.

9. Responsive, artinya: cepat tanggap terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi, baik pada anak

didik, budaya, sosial, ilmu pengetahuan maupun

teknologi, dan lain-lain.

10. Empatik, artinya: guru harus memiliki kesabaran

lebih dalam memahami keberagaman sifat dan karakter

anak.

11. Berteman, artinya: tidak membuat jarak yang

lebar dengan peserta didik, tetapi menjadi teman

karena hal itu akan menghasilkan hubungan emosi yang

lebih kuat daripada sekadar hubungan guru-murid.

Sebagai ujung tombak pendidikan, guru memang

dituntut untuk lebih kreatif dalam mengelolah kelas sehingga

ada gairah dan kehidupan disana. Sikap kreatif guru secara

tidak langsung akan memotivasi siswa untuk berbuat sesuatu

yang lebih dengan menggunakan konsep dan prinsip keilmuan

yang dimiliki.

Dalam proses belajar-mengajar, Kusnandar,15

memberikan delapan saran agar guru dapat mengajar secara

kreatif dan sekaligus dapat mengembangkan kreativitas anak:

1. Guru menghargai kreativitas siswa.

2. Guru terbuka terhadap gagasan-gagasan baru.

3. Guru mengakui dan menghargai adanya perbedaan

individual.

4. Guru bersikap menerima dan menunjang peserta didik.

5. Guru menyediakan pengalaman mengajar yang

berdiferensiasi.

6. Guru cukup memberikan struktur dalam mengajar

sehingga siswa tidak merasa ragu-ragu tetapi dilain

pihak cukup luwes sehingga tidak menghambat

pemikiran, sikap dan perilaku kreatif siswa.

7. Guru tidak bersikap sebagai tokoh yang “maha

mengetahui” tetapi meyadari keterbatasannya sendiri.

8. Setiap anak ikut mengambil bagian dalam

merencanakan pekerjaan sendiri dan pekerjaan

kelompok.

Saran-saran yang diusulkan Kusnandar di atas memang

tepat karena materi pengajaran yang bervariasi hendaknya

15 Kusnandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Jakarta: Grafindo, 2007), 56

senantiasa disediakan oleh guru untuk pengembangan

kreativitas siswa.

Kreativitas pada akhirnya harus bermuara pada tujuan

menciptakan pembelajaran yang kreatif, menyenangkan dan

berhasil. Karena itu untuk mencapai keberhasilan pendidikan,

maka perlu ada sebuah standar tentang guru yang dikenal

dengan standar kompetensi guru. Pemerintah dalam hal ini

melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan, telah menetetapkan standar

kompetensi guru melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang

mengatur beberapa hal.

Salah satunya tentang kompenesi guru di level sekolah

menengah. Dalam pasal (29 ayat 6), disitu tertuang dan

diatur tentang kualifikasi akademik guru SMK/MAK, yang

lengkapnya berbunyi demikian: “Pendidikan pada SMK/MAK,

atau bentuk lain yang sederajat memiliki: (a) kualifikasi

akademik pendidik minimum diploma empat (D-4) atau

sarjana (S-1); (b) latar belakang pendidikan tinggi dengan

program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang

diajarkan; dan (c) serifikasi guru SMK/MAK.”16

16 ____________ , Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Pada Sekolah Umum, 2005), 19.

Standar kompetensi di atas secara implisit merujuk

kepada tuntutan kualitas guru sehingga memiliki kemampuan

dalam hal: mengelola pembelajaran, mengembangkan

potensi diri, menguasai akademik, dan mampu mengelola

sikap dan kepribadian.

Mengelola pembelajaran. Dalam penjelasan

sebelumnya telah disinggung bahwa metoda mengajar kreatif

harus menjamin tercapainya tujuan mengajar. Cara mengajar

yang bertujuan untuk mencapai hasil tertentu harus dirancang

untuk memberikan keleluasaan secukupnya kepada peserta

didik untuk melatih kemampuan dalam berbagai kegiatan,

yang menuntut sumbangan dari kemampuan tersebut.

Rooijakker, menyebut hal itu sebagai, “learning by

doing, belajar sambil berbuat dan itu merupakan konsep

belajar yang dicanangkan oleh pedagogik mutakhir.”17

Pencanangan konsep menurut Gulo,18 tak terpisahkan dari

suatu program pengajaran yang disusun karena pragran

pengajaran adalah seperangkat kegiatan belajar-mengajar

yang direncanakan untuk mencapai tujuan atau hasil yang

diharapkan.

17 Ad. Rooijakkers, Mengajar Dengan Sukses (Jakarta: Penerbit Grasindo, 2008), xxi

18 W. Gulo, Strategi Belajar mengajar (Jakarta: Penerbit Grasindo, 2002), 47.

Tujuan yang menjadi sasaran belajar-mengajar dalam

setiap pertemuan tatap muka disebut tujuan instruksional

khusus sebagai penjabaran dari tujuan instruksional umum.

Dan tujuan serta hasil pembelajaran selalu berbanding sejajar

dengan kemampuan guru

mengelola suatu pembelajaran di kelas. Unsur-unsur yang

terkait

pengeloaan kelas umumnya mencakup: (1) persiapan jam

pelajaran, (2) pelaksanaan, (3) umpan balik.19 Untuk itu

seorang guru perlu memahami ketiga hal ini sebelum

melakukan kegiatan di kelas.

Mengembangkan potensi diri. Peran dan tanggung

jawab guru dari hari ke hari memang semakin berat lebih-

lebih di era globalisasi dengan perkembangan IPTEK yang

pesat. Namun guru sebagai komponen utama pendidikan

dituntut untuk mengimbanginya karena tantangannya adalah

guru harus mampu menciptakan sumber daya manusia (anak

didik) yang berkualitas, baik secara keilmuan (akademis)

maupun secara sikap mental.

Pengembangan diri guru dan institusi pendidikan,

menurut Munandar,20 harus dicirikan oleh beberapa hal

19 Ibid., Rooijakkers, hlm. 6-10.20 Ibid., Munandar, hlm. 37.

berikut demi hasil yang unggul: (1) kepala sekolah yang

dinamis dan komunikatif dengan kemerdekaan pemimpin

menuju visi keunggulan pendidikan; (2) memiliki visi misi dan

strategi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan

dengan jelas; (3) guru-guru yang kompeten dan berjiwa kader

yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas

profesionalnya secara inovatif; (4) siswa-siswa yang sibuk,

bergairah, dan bekerja keras dalam mewujudkan perilaku

pembelajaran;

(5) masyarakat dan orang tua yang berperan serta dalam

menunjang pendidikan.

Jadi konsep pengembangan diri, ternyata memiliki

implikasi luas bukan saja pada diri guru sebagai pengajar

tetapi juga menuntut kesiapan banyak pihak terkait lainnya.

Namun intinya, guru harus memunyai visi ke depan dan

mampu membaca tantangan zaman sehingga siap

menghadapi perubahan dunia yang tak menentu yang

membutuhkan kecakapan dan kesiapan yang baik.

Penguasaan akademik. Guru sebagai sebagai salah

satu stakeholder pendidikan sampai sekarang tetap menjadi

sorotan. Hal-hal yang menjadi sorotan para pengamat bidang

pendidikan terkait guru disinggung oleh, Chan dan Sam,21

ialah (a) mindset guru sulit berubah; (b) kemampuan guru

selalu menjadi pertanyaan; (c) komitmen guru terhadap tugas

akademiknya acap kali dipermasahkan; (d) kreatifitas guru

kurang mendapatkan pembinaan; (e) kesejahteraan guru

kurang diperhatikan.

Sorotan terhadap perubahan sikap guru menurut

Budiardjo,22 tidak berbanding lurus dengan perubahan itu

sendiri. Sering kita mendengar para pakar dan pengamat

mengatakan bahwa guru kita

mengalami stagnasi. Mereka cenderung mengalami

kemandekan dalam merspons perkembangan, sehingga malas

memperbaharui diri sendiri. Dalam mengelola kelas guru

cenderung melakukan mis-manajemen.

Dari sisi profesi, guru sering dinilai kurang profesional

karena terkesan malas mengembangkan kemampuan

akademisnya sehingga mereka terjebak dengan pola lama

yang tidak menarik yang sudah out of date. Jika guru tidak

atau kurang kreatif, maka upaya pencapaian kompetensi

akademis siswa pasti kurang maksimal. Karena itulah maka

pengembangan dan peningkatan mutu akademis guru harus

21 Sam M. Chan & Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 101.

22 Syukur Budiardjo, Kurikulum dan Manusia di Balik Senjata (Harian Kompas, jumat 24 Mei 2002).

menjadi perhatian sehingga muncul berbagai kreatifitas

dalam mengelola dan mengembangkan bahan ajar, metoda,

atau model pembelajaran.

Sikap kepribadian. Masalah pendidikan adalah

masalah yang berpusat pada manusia dimana guru sebagai

pendidik dan murid sebagai peserta didik. Keduanya adalah

manusia yang sejajar dengan peran yang berbeda. Pandangan

guru tentang manusia termasuk dirinya sendiri sangat

memengaruhi sikap dan perilakunya dalam mengelola tugas-

tugas kependidikan sehari-hari.

Dalam hubungan guru sebagai pendidik, peran guru

dapat diartikan sebagai “segalanya” bagi murid. Mengapa

demikian karena banyak segi yang mesti diperankan dalam

proses belajar-mengajar yang memposisikan kedudukan guru

sebagai pembentuk dan pembimbing murid. Guru adalah

teladan dan panutan menyangkut kompetensi dan

kepribadiannya. Oleh karena itu, menurut Nainggolan,23 guru

harus bertumbuh dalam aspek kepribadian, mengembangkan

pemahaman tentang belajar, dan harus yakin akan potensi

belajar itu sendiri untuk pengembangan dirinya.

Semua kompetensi pribadi yang diuraikan di atas,

merupakan prasyarat dasar yang mutlak harus melekat dalam

23 J.M. Nainggolan, Strategi Pendidikan Agama Kristen (Bandung:Generasi Info Media, 2008), 51.

diri seorang guru. Selain itu ada kompetensi lain yang juga

tidak kalah pentingnya dalam proses belajar-mengajar yakni

kompetensi profesional. Menurut Sidjabat,24 guru profesional

adalah guru yang memiliki kapabilitas membimbing peserta

didik untuk belajar mengenal, memahami, dan menghadapi

dunia tempatnya berada. Dunia yang dimaksud itu termasuk

dunia ilmu pengetahuan, dunia iman, dunia karya, dan dunia

sosial budaya.

Dari pemahaman di atas, guru dapat disebut sebagai

jembatan, sekaligus agen yang meungkinkan peserta didik

berdialog dengan dunianya. Dengan demikian panggilan

penting bagi setiap guru ialah mendorong setiap peserta didik

untuk menimba pengetahuan,

pemahaman, atau bahkan memberi kontribusi bagi dunianya.

Karena itu seorang guru profesional harus terus menerus

meningkatkan relasi dan komunikasi dengan peserta didik,

bertumbuh dalam aspek-aspek profesinya, antara lain

menguasai bidang studinya dan mengerti bagaimana

mengelola aktivitas belajar efektif.

Sementara menurut Kunandar,25 definisi guru

profesional adalah guru yang memiliki keahlian (skill) dan

24 B.S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional (Bandung: Kalam Hidup, 2009), 65-66.

25 Ibid., Kunandar, hlm. 45-46.

kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mesyaratkan

kompetensi (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan) tertentu

secara khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang

intensif. Dengan demikian, profesi guru adalah keahlian dan

kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran,

dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian

dalam memenuhi kebutuhan hidup yang berangkutan.

Guru sebagai profesi memang wajib mensyaratkan

kompetensi dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat

melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien

serta berhasil guna. Kompetensi dan profesionalitas guru pada

akhirnya bicara tentang ketrampilan dan kreativitas mengajar.

Ketrampilan mengajar adalah sejumlah kompetensi guru yang

menampilkan kinerjanya secara profesional. Ketrampilan ini

menunjukkan bagaimana guru

memerlihatkan perilaku selama interaksi belajar-mengajar

belangsung.

Untuk mendongkrak kualitas pembelajaran, Mulyasa,26

mengemukakan bahwa di saping penyediaan lingkungan yang

kreatif, guru dapat menggunakan pendekatan sebagai

berikut:

26 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosda Karya, 2008), 93-94.

1. Self esteem approach. Dalam pendekatan ini guru dituntut untuk lebih mencurahkan perhatiannya pada pengembangan self esteem (kesadaran akan harga diri), guru tidak hanya mengarahkan peserta didik untuk mempelajari materi ilmiah saja, tetapi pengembangan sikap harus mendapat perhatian secara proporsional.

2. Creative approach. Beberapa saran untuk pendekatan ini adalah dikembangkannya problem solving, brain storning, inquiry, dan role playing.

3. Value clarification and moral development approach. Dalam pendekatan ini, pengembangan pribadi menjadi sasaran utama menuju self actualization. Dalam situasi yang demikian pengembangan intelektual akan mengiringi pengembangan pribadi peserta didik.

4. Multiple talent approach. Menenkankan pentingnya upaya pengembangan seluruh potensi peserta didik, karena manifestasi pengembangan potensi akan membangun self concept yang menunjang kesehatan mental.

5. Inquiry approach. Peserta didik diberi kesempatan untuk menggunakan proses mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah, serta meningkatkan potensi intelektualnya.

6. Pictorial riddle approach. Menekankan metode pengembangan motivasi dan minat peserta didik dalam diskusi kelompok kecil sehingga sangat membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.

7. Synetics approach. Pendekatan yang memusatkan perhatian pada kompetensi peserta didik untuk mengembangkan berbagai bentuk metaphor untuk membuka intelegensi dan kreativitas

Sementara dalam tataran teknis, Kunandar,27 mencatat

ada tujuh ketrampilan yang dapat diterapkan selama proses

pembelajaran berlangsung:

1. Ketrampilan membuka pelajaran, yaitu kegiatan guru untuk menciptakan suasana yang menjadikan siswa siap mental sekaligus menimbulkan perhatian siswa terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari.

27 Ibid., Kunandar, hlm. 57.

2. Ketrampilan menutup pelajaran, yaitu kegiatan guru untuk mengakhiri proses belajar-mengajar.

3. Ketrampilan menjelaskan, yaitu usaha penyajian materi pembelajaran yang diorganisasikan secara sistematis.

4. Ketrampilan mengelola kelas, yaitu kegiatan guru untuk menciptakan siklus belajar yang kondusif.

5. Ketrampilan bertanya, yaitu usaha guru untuk mengoptimalkan kemampuan menjelaskan melalui pemberian pertanyaan kepada siswa.

6. Ketrampilan memberikan penguatan, yaitu suatu respons positif yang diberikan guru kepada siswa yang melakukan perbuatan baik atau kurang baik.

7. Ketrampilan memberikan variasi, yaitu usaha guru untuk menghilangkan kebosanan siswa dalm menerima pelajaran melalui variasi gaya mengajar, penggunaan media, pola interaksi kegiatan siswa, dan komunikasi nonverbal (suara, mimik, kontak mata, dan semangat.

Penjelasan panjang lebar terkait “kreativitas guru”

sebenarnya merupakan kajian dan implementasi dari

Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan

(PP No 19 ayat 1) yang berbunyi: “Proses pembelajaran pada

satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi

peserta didik untuk kreatif berpartisipasi aktif, serta

memberikan

ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengna bakat, minat, dan perkembangan fisik serta

psikologis peserta didik.”28

28 ______________ Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: Departemen Agama RI, 2005), 14.

Dengan mempertimbangkan standar proses

pembelajaran seperti yang tertuang dalam peraturan

pemerintah tersebut, maka guru sebagai ujung tombak

pendidikan dituntut untuk terus mengasah kreativitasnya,

agar mampu menciptakan suasana pembelajaran yang

menggairahkan, berkualitas, dan menyenangkan. Guru juga

harus mampu berperan sebagai motivator yang mampu

memotivasi siswa untuk maju dan sukses menggapai hasil

optimal dalam setiap proses belajar-mengajar.

2.2. Tujuan Akhir SMK Negeri 1 Maniamolo

Sebelum mengkaji apa yang menjadi tujuan akhir

Sekolah Kejuruan Menengah (SMK) Negeri 1 Maniamolo, maka

penting terlebih dahulu menelaah tujuan pendidikan nasional

secara umum, dan Visi Misi serta tujuan pendirian lembaga

SMK. Dengan mencermati arah yang digariskan oleh

pemerintah melalui sistem pendidikan nasional serta Visi Misi

SMK, maka akan mudah

merumuskan dan menyimpulkan apa yang menjadi tujuan

akhir penyelenggaraan pendidikan ditingkat daerah atau lokal

seperti di SMK Negeri 1 Maniamolo.

Tujuan Pendidikan Nasioanal

Tututan akan mutu pendidikan merupakan suatu

keniscayaan dan kebutuhan mendesak, seiring dengan

demokratisasi pendidikan. Hal ini disebabkan pada era

sekarang kebutuhan akan Sumber Daya Manusia (SDM) yang

andal dan bermutu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Persaingan

yang ketat dan kompetitif dalam era globalisasi menuntut

manusia yang unggul dan kompetitif dalam segala bidang

kehidupan. Itulah sebabnya, salah satu strategi yang harus

ditempuh adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia

melalui penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.

Membicarakan tujuan dan kualitas Pendidikan Nasional,

maka sorotan pertama harus di arahkan kepada garis progran

pendidikan nasional di Indonesia menurut UUD 1945 karena

dari situlah berasal semua rumusan dan ketentuan

perundang-undangan yang mengatur sistem Pendidikan

Nasional yang diharapkan akan bermuara pada lulusan-

lulusan yang bermutu. Untuk mencapai standar mutu yang

diharapkan itu, maka upaya peningkatan mutu pendidikan

dilakukan dengan berbagai pendekatan, baik pendekatan

kelembagaan, legal formal, maupun pemberdayaan sumber

daya pendidikan.

Menurut Kunandar,29 pendekatan kelembagaan salah

satunya telah dilakukan melalui lahirnya Direktorat Jenderal

Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan

(Ditjen PMPTK). Sementara pendekatan legal formal dilakukan

melalui serangkaian perundang-undangan (peraturan) yang

berkaitan dengan pendidikan, seperti UU Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen.

Selain itu, pendekatan pemberdayaan sumber daya

pendidikan dilakukan dengan kegiatan peningkatan

kompetensi dan kualifikasi tenaga pendidik dan kependidikan

secara sistematis dan berkesinambungan.

Implementasi dari tujuan pendidikan telah dituangkan

dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003, dimana dalam

fasal 3 disebutkan: “Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

29 Ibid., Kunandar, hlm. IX.

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.30

Tujuan pendidian yang diatur menurut perundang-

undangan di atas mengarah kepada salah satu unsur

pendidikan berupa rumusan tentang apa yang harus dicapai

oleh anak didik, dan berfungsi sebagai pemberi arah bagi

semua kegiatan pendidikan. Dengan demikian tujuan

pendidikan merupakan pedoman dalam rangka menetapkan

isi pendidikan, cara-cara mendidik atau metoda pendidikan,

alat pendidikan, dan menjadi tolok ukur dalam rangka

melakukan evaluasi terhadap hasil pendidikan.

Namun, tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan

pemerintah di atas dapat dikatakan bersifat ideal tapi belum

bersifat operasional. Karena itu dalam upaya pencapainnya,

maka tujuan pendidikan nasional memerlukan penjabaran

lebih lanjut sehingga dapat diimplementasikan dan mudah

diawasi dan dievaluasi. Penjabaran tujuan pendidikan nasional

bila dirangkum menurut perundang-undangan yang

disebutkan sebelumnya, akan menghasilkan hierarki/tingkatan

tujuan pendidikan yang dapat diuraikan sebagai berikut:

Tujuan Pendidikan Nasional, dapat disebut sebagai

sasaran yang ingin dituju berlandaskan falsafah negara

30 http://www.putra-putri-indonesia.com, diunduh tanggal 13 Februari 2014.

Indonesia yaitu Pancasila. Tujuan itu menyangkut keseluruhan

satuan, jenis dan kegiatan pendidikan, baik pada jalur

pendidikan formal, informal dan nonformal dalam konteks

pembangunan nasional. Bila merujuk kepada Pasal 3 UU RI

No. 20 Tahun 2003, jelas disitu disebutkan bahwa tujuan

pendidikan nasional adalah untuk “berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia,

sehat, cakap kreatif mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis dan bertanggung jawab.”

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, penting

juga memerhatikan relevansi sistem pendidikan dengan

tuntutan zaman. Menurut Mulyasa,31 penyesuaian dan

peningkatan materi program pendidikan perlu secara lentur

bergerak cepat sejalan dengan tuntutan dunia kerja serta

tuntutan kehidupan masyarakat yang berubah secara terus

menerus. Sebagai wujud upaya teresebut, antara lain telah

dilakukan perubahan kurikulum 1968 menjadi kurikulum

1975/1976 yang berorientasi pada tujuan, kemudian

disempurnakan pada tahun 1984 dan 1994.

Tujuan Institusional/Kelembagaan. Tujuan institusi

atau kelembagaan adalah tujuan yang ingin dicapai oleh

31 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah – Konsep Strategi, dan Implementasi (Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya, 2006), 7.

setiap sekolah atau lembaga pendidikan. Tuuan institusional

ini dapat disebut juga sebagai penjabaran dari tujuan

pendidikan sesuai dengan jenis sekolah atau lembaga

pendidikan. Itulah sebabnya, setiap sekolah atau lembaga

pendidikan memiliki tujuan institusionalnya sendiri-sendiri.

Tidak seperti tujuan pendidikan nasional yang bersifat umum,

tujuan institusional lebih bersifat konkrit dan terukur.

Perwujudannya dapat dicermati melalui kurikulum setiap

sekolah atau lembaga penyelengara pendidikan.

Dengan begitu maka, “penyusunan kurikulum harus

berorientasi pada tujuan dan hal ini berlaku untuk sema jenis

dan jenjang pendidian mulai dari pendidikan dasar sampai

kepada pendidikan tinggi.”32 Ini berarti para ahli penyusun

kurikulum perlu

bersinergi dengan semua elemen atau tokoh masyarakat

sehingga dapat merancang kurikulumyang relevan

menghadapai tantangan dan perubahan diberbagai bidang.

Tujuannya setiap lulusan tidak diorientasikan hanya pada

penguasaan kemampuan akademik dan ketrampilan teknis

saja, tetapi juga memiliki kompetensi dalam bidang

manajemen diri, ketrampilan komunikasi, manajemen orang

lain dan tugas, serta kemampuan memobilisasi inovasi dan

perubahan.

32 Ibid., Mulyasa, hlm. 8.

Tujuan Kurikuler. Tujuan kurikuler berkaitan dengan

tujuan yang ingin dicapai melalui setiap bidang studi. Tujuan

ini dapat dilihat dari Garis –garis Besar Program Pembelajaran)

setiap bidang studi. Tujuan kurikuler merupakan penjabaran

dari tujuan institusional sehinga akumulasi dari setiap tujuan

kurikuler ini akan menggambarkan tujuan institusional.

Artinya, semua tujuan kurikuler yang ada pada suatu lembaga

pendidikan diarahkan untuk mencapai tjuan institusional yang

bersangkutan. Kunci mencapai tujuan melalui setiap bidang

studi menurut Rooijakkers,33 ditentukan oleh 6 hal.

1. Motivasi. Untuk itu ada berbagai motivasi. Tetapi motivasi ingin berprestasi merupak motivasi yang terpenting. Kalau seorang murid ingin lulus dalam ulangan atau tentamen, entah dengan alasan apapun, ia akan berusaha dapat mengerti apa yang diajarkan oleh pengajar. Bila murid tidak memunyai motivasi belajar, maka guru hendaknya memberi penjelasan sedemikianrupan sehingga dapat timbul motivasi yang dibutuhkan.

2. Perhatian pada pelajaran. Timbulnya perhatian sangat tergantung pada pengajar. Bila pengajar dapat menarik perhatian murid, dengan sendirinya tingkat perhatian mereka akan tinggi.Hal itu dapat dilakukan dengan mebuat variasi penggunaan tempo dalam mengajar, nada suara, serta variasi penggunaan teknik mengajar.

3. Menerima dan mengingat. Untuk membantu siswa menerima dan mengingat pelajaran dibutuhkan (1) struktur, maksudnya penjelasan yang disampaikan oleh guru akan dapat diterima dan diingat secara lebih baik oleh pihak pendengar, bila memunyai bentuk yang jelas. (2) arti, suatu pelajaran yang memunyai arti akan mudah diingat. (3) pengulangan, pengulangan suatu informasi akan memperkuat murid untuk mengingatnya.

33 Ibid., Rooijakkers, hlm. 16-22

4. Reproduksi. Murid tidak hanya menerima informasi saja. Dia harus dapat mereproduksi informasi baru agar dapat bermanfaat. Pengajar atau guru perlu membantu murid agar dapat sampai pada tahap ini. Hal itu dapat dilakukan dengan cara menyajikan bahan pelajaran sedemikianrupa sehingga murid mampu melakukan reproduksi.

5. Generalisasi. Murid harus menempatkan apa yang telah diajarkan ke dalam ruang lingkup yang lebih luas. Tidak cukup hanya mengembangkan pengetahuan yang direproduksi dalam kaitan yang sama. Apa yang telah diterima harus berfungsi di tempat lain dan dalam lingkungan yang lebih luas lagi.

6. Feeback (umpan balik). Mengulangi lagi atau latihan tentang hal yang telah diajarkan, untuk meyakinkan diri bahwa pelajaran telah dipahami dengan baik oleh murid.

Tujuan Instruksional/Tujuan Pembelajaran. Tujuan

instruksional adalah tujuan yang ingin dicapai dari setiap

kegiatan instruksional atau pembelajaran. Tujuan ini seringkali

dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: Tujuan Instruksional

(tujuan pembelajaran) Umum, yakni tujuan pembelajaran

yang sifatnya umum dan belum dapat menggambarkan

tingkah laku yang lebih spesifik. Sedangkan tujuan

Instrksional (tujuan pembelajaran) Khusus,merupakan

penjabaran dari tujuan instruksional umum. Gurulah yang

bertugas membuat rumusan ini dengan maksud agar tuuan

instruksional umum tersebut dapat lebih dispesifikasikan dan

mudah diukur tingkat ketercapaiannya.

Semua pembahasan sebelumnya terkait tujuan

pendidikan nasional secara umum mengarah kepada

terwujudkan kualitas pendidikan di Indonesia. Memang harus

diakui bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih terbilang

terbelakang bahkan sangat jauh tertinggal dibanding negara-

negara lain. Ketertinggalan tersebut menurut pengamat

ekonomi Dr. Berry Priyono,34 disebabkan oleh karena bekal

kecakapan yang diperoleh dari lembaga pendidikan tidak

memadai untuk digunakan secara mandiri, karena yang

dipalajari di lembaga pendidikan seringkali hanya terpaku

pada teori, sehingga peserta didik kurang inovatif dan kreatif.

Priyo,35 juga menunjukkan data ketertinggalan bidang

pendidikan Indonesia yang dapat dilihat melalui peringkat

Human Development Index (HDI) Indonesia yang masih

rendah (tahun 2004 peringkat 111 dari 117 negara dan tahun

2005 peringkat 110 di bawah Vietnam dengan peringkat 108).

Laporan International Educational Achievement (IEA) bahwa

kemapuan siswa-siswa SD Indonesia berada diurutan 38 dari

39 negara yang disurvey. Demikian juga mutu akademik antar

bangsa melalui Programme for International Student

Assessment (PISA) 2003 menunjukkan bahawa 41 negara

yang disurvey untuk bidang IPA, Indonesia menempati

34 Dr. Berry Priyono (Kompas, 4 Desember 2004).35 Ibid.,

peringkat ke-38, sementara untuk bidang matematika dan

kemampuan membaca menempati peringkat ke-39 dibanding

Korea Selatan yang berada diperingkat 8 dunia.

Pada akhirnya tujuan pendidikan nasional secara umum

dimaksudkan untuk mencapai peningkatan mutu dan

pemerataan pendidikan melalui program dan kebijakan yang

dituangkan melalui peundang-undangan Sistem Pendidikan

Nasional, sehingga peserta didik Indonesia mampu

memecahkan masalah kehidupan secara kreatif dan menjadi

manusia yang inovatif serta produktif.

Tujuan Lembaga SMK

Bertolak dari Undang-Undang No. 3 Tahun 2003, yang

mengatur Sistem Pendidikan Nasional, maka untuk pendidikan

di level tingkat menengah khususnya SMK, Direktorat

Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan Direktorat Jendral

Pendidikan Menengah Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan, telah merumuskan Visi Misi dan Tujuan SMK, 36

sebagai berikut:

Visi:

36 www.ditpsmk.net. Diunduh tanggal 13 Februari 2014.

Terwujudnya SMK bertarap internasional, menghasilkan tamatan yang memiliki jati diri bangsa, mampu mengembangkan keunggulan lokal dan bersaning di pasar global.

Misi:

Meningkatkan profesionalisme dan good governance SMK sebagai pusat pembudayaan kompetensi.

Meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan. Membangun dan memberdayakan SMK bertaraf

internasional sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki jati diri bangsa dan keunggulan kompetitif di pasar nasional dan global.

Memberdayakan SMK untuk mengembangkan potensi lokal menjadi keunggulan komparatif.

Memberdayakan SMK untuk mengembangkan kerjasama dengan industri, PPPG, LPMP, dan berbagai lembaga terkait.

Meningktkan perluasan dan pemerataan akses pendidikan kejujuran yang bermutu.

Tujuan

Mewujudkan lembaga pendidikan kejuruan yang akuntabel sebagai pusat pemberdayaan kompetensi berstandar nasional.

Mendidik sumber daya manusia (SDM) yang memunyai etos kerja dan kompetensi berstandar internasional.

Memberikan berbagai layanan pendidikan kejuruan yang permeabel dan fleksibel secara terintegrasi antara jalur dan jenjang pendidikan.

Memperluas layanan dan pemerataan mutu pendidikan kejuruan.

Mengangkat keunggulan lokal sebagai modal daya saing bangsa.

Mencermati Visi Misi dan Tujuan Lembaga SMK di atas,

maka dapat dikatakan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan

adalah salah satu jenjang pendidikan menengah dengan

kekhususan mempersiapkan lulusannya untuk siap bekerja.

Pendidikan kejuruan memang memunyai arti yang beragam,

namun jika berpedoman pada Visi Misi dan Tujuannya, maka

pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan

yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja

pada suatu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan

daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Dengan pengertian

bahwa setiap bidang studi adalah pendidikan kejuruan

sepanjang bidang studi tersebut dipelajari lebih mendalam

dan kedalaman tersebut dimaksudkan sebagai bekal

memasuki dunia kerja.

Dengan berpedoman pada isi Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 mengenai

tujuan pendidikan nasional dan penjelasan pasal 15 yang

menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan

pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik

terutama untuk bekerja di bidang tertentu. Pengertian ini

mengandung pesan bahwa setiap institusi yang

meyelenggarakan pendidikan kejuruan harus berkomitmen

menjadikan tamatannya mampu bersaing dan bekerja dalam

bidang tertentu dengan keahlian yang cukup memadai.

Merujuk kepada uraian di atas, maka sekolah menengah

kejuruan sebagai sub sistem pendidikan nasional seyogianya

mengutamakan mempersiapkan peserta didiknya untuk

mampu memilih karir, memasuki lapangan kerja,

berkompetisi, dan mengembangkan dirinya dengan sukses di

lapangan kerja yang cepat berubah dan berkembang. Tujuan

di atas akan tercapai atau tidak, sangat tergantung pada

sejumlah variabel dalam proses pendidikan. Salah satu

variabel yang menentukan tercapainya tujuan SMK adalah

kerja sama antara SMK dengan dunia usaha dan dunia

pendidikan tinggi. Semakin erat hubungan antar SMK dengan

dunia pendidikan tinggi, logikanya semakin baik kualitas

tamatannya, yang berarti kualitas tamatan dapat ditingkatkan

karena di dunia pendidikan tinggi, ilmu dan teknologi terus

berkembang secara dinamis.

Tujuan Akhir SMK Maniamolo Nias Selatan

Setelah menelaah tujuan Pendidikan Nasional secara

umun dan tujuan lembaga SMK melalui Visi Misi-nya, maka

dalam konteks SMK Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan sebagai

instrumen pendidikan ditingkat lokal atau daerah, maka

tujuan kehadirannya adalah berkontribusi positif dalam

menyokong pembangunan dengan menyediakan lulusan yang

berkualitas sehingga mampu memberikan kontribusi nyata

dengan turut berperan meningkatkan harkat kehidupan

msyarakat banyak.

Lebih-lebih dengan pemberlakuan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang

mengisyaratkan mengenai kemungkinan-kemungkinan

pengembangan suatu wilayah yang lebih kondusif dan dalam

wawasan yang lebih demokratis. Di dalamnya tentu termasuk

pengembangan dan pengelolaan di bidang pendidikan.

Peberlakuan undang-undang tersebut menuntuk adanya

perubahan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat

sentralistik kepada yang lebih bersifat desentralistik.

Dengan pemberlakuan undang-undang tentang otonomi

daerah, Tilaar,37 menyatakan bahwa desentralisasi pendidikan

merupakan suatu keharusan. Menurut beliau, ada tiga hal

yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan,

yakni: (1) pembangunan masyarakat demokrasi; (2)

pengembangan social capital; dan (3) peningkatan daya saing

bangsa.

Peluang yang terbuka lebar dengan adanya

desentralisasi pendidikan yang disinggung Tilaar, menantang

ketersediaan SDM yang berkualitas sebagai instrumen

pendidikan. Namun kalau mau diakui secara jujur, sebenarnya

37 H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 20.

masih banyak daerah di Indonesia yang belum sepenuhnya

siap menerima berbagai kewenangan, termasuk menjalankan

kewenangan bidang pendidikan. Alasan yang sering terdengar

menurut Chan & Sam,38 adalah: (a) sumber daya manusia

(SDM) yang belum memadai; (b) sarana dan prasana mereka

belum memadai; (c) anggaran pendapatan asli daerah (PAD)

mereka sangat rendah; (d) secar psikologis, mental mereka

terhadap sebuah perubahan belum siap; (e) mereka juga

gamang atau takut terhadap upaya pembaruan.39

Dengan mengacu kepada Visi Misi dan Tujuan SMK,

maka tujuan akhir dari SMK Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan

adalah mewujudkan Lembaga Pendidikan yang akuntabel

sebagai pusar pembudayaan kompetensi ke arah standar

nasional. Selain itu, lembaga ini juga harus berperan mendidik

SDM berkualitas yang memiliki etos kerja yang tinggi, mampu

menghasilkan lulusan yang memiliki jati diri bangsa dan

keunggulan kompetitif di pasar nasional dan global, dan yang

terpenting adalah mengangkat keunggulan lokal sebagai

modal daya saing dalam dinamika kehidupan berbangsa.

2.3. Target Pasar SMK Negeri 1 Maniamolo

38 Ibid.,39 Lihat juga H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru

Pendidikan Nasional (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 6-18.

Di tengah kondisi masyarakat yang mengalami krisis

multidimensi yang terus berkepanjangan dewasa ini,

pendidikan telah menarik perhatian berbagai pihak setelah

bergeser menjadi salah satu pos pengeluaran yang semakin

besar dan memberatkan mayoritas masyarakat. Tingginya

biaya pendidikan merupakan konsekuensi dari meningkatnya

biaya dan ditambah lagi dengan berkurangnya kemampuan

para penyandang dana pendidikan.

Biaya pendidikan yang “mahal” ditambah dengan

peralatan penunjang pendidikan yang juga tidak murah

menjadi isu yang terus memberatkan masyarakat banyak.

Perspektif inilah yang harus terus disikapi agar kesempatan

belajar bagi setiap anak bangsa tidak mandek akibat kendala

ekonomi khususnya di wilayah Nias Selatan.

Sebagai organisasi nir laba (tidak melulu berorientasi

profit), sekolah seharusnya berusaha melakukan terobosan

dan langkah-langkah strategis, apalagi sebagai lembaga

penyedia jasa pendidikan, maka tuntutan untuk terus belajar

dan memiliki inisiatif untuk meningkatkan kepuasan

pelanggan tetap harus diedepankan, karena pendidikan

merupakan proses yang saling memengaruhi dan

berkelanjutan. Menurut Hutabarat dan Huseini,40 masyarakat

dunia di era 2000-an mengalami perubahan yang cepat.

Mensikapi perubahan yang tak terelakan, maka pendekatan

kepuasan pihak yang berkepentingan (stakeholder) kini

semakin mencuat kepermukaan. Itulah sebabnya pengelolaan

bisnis yang memperhitungkan aspek kepuasan pelanggan

perlu dikedepankan dan menjadi prioritas.

Dalam konteks pengelolaan dan penyelenggaraan

pendidikan yang berorientasi kepuasan pelanggan, maka

dalam dunia yang ketat dengan persaingan, fokus pada masa

depan mensyaratkan adanya pemahaman pada faktor jangka

pendek dan jangka panjang. Nevizond Chatab,41 memberi

saran penting tentang bagaimana mencapai

petumbuhan organisasi yang stabil dan menjadi yang

terdepan diajang pemasaran. Menurut beliau, organisasi harus

memiliki orientasi yang kuat ke masa depan dan kemauan

membangun hubungan/komitmen jangka panjang dengan

para pemilik kepentingan utama (key Stakeholders) yang

terdiri atas pelanggan, karyawan, pemasok dan mitra kerja,

dan masyarakat.

40 Jemsly Hutabarat dan Martani Huseini, Strategik Di Tengah Operasional (Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2006), 65.

41 Nevizond Chatab, Diagnosistic Management (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), 184

Dalam pemahaman ini, ketika SMK Negeri 1 Manimolo

Nias Selatan “bergerak” ke arah yang lebih progresif, maka

penyusunan rencana kerja lembaga perlu memerhatikan dan

mengantisipasi berbagai faktor seperti: harapan dan

keinginan (calon) pelanggan, pengembangan staf guru dan

semua karyawan, pesatnya perubahan dan perkembangan

pasar, dan harapan serta keinginan masyarakat. Dalam wujud

yang lebih konkrit, perencanaan strategis selalu merujuk

kepada sekumpulan keputusan serta tindakan yang terukur

dengan memperhitungkan pengaruh lingkungan eksternal

termasuk kompetitor dengan cara menyelaraskan kebijakan

dan tindakan di seluruh tingkatan manajemen.42

Ketika semua aspek yang terkait perencanaan dan

strategi sudah dirumuskan dengan baik, maka menurut

Masaaki Imai,43 tidak ada aspek yang lebih penting dari pada

memperhitungkan kualitas orang-orang. Artinya, ketika

“perangkat manusia” ditempatkan dengan tepat, maka aspek

perangkat keras dan perangkat lunak terkait penyelenggaraan

pedidikan di SMK Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan dengan

target tertentu akan bergerak ke arah yang direncanakan.

Dalam pemahaman ini pula berarti membangun kualitas

ke dalam diri semua pemangku kepentingan di jajaran

42 Ibid.43 Masaaki Imai, The Kaizen Power (Yogyakarta: DIVA

Press, 2008), 16.

lembaga akan menjadi jaminan bahwa mutu produk dalam hal

ini para lulusan SMK Negeri 1 Maniamolo dapat diandalkan

untuk memuaskan konsumen, sehingga “nilai jual” lembaga

secara otomatis akan meningkat.

Strategi pemasaran yang terencana dan terfokus, selalu

memerlukan pemetaan pasar yang tersegmen dan perlu juga

menetapkan atribut kepentingan sesuai dengan karakteristik

segmen pasar yang dituju. Dalam konteks SMK Negeri 1

Maniamolo yang merupakan sekolah negeri, tentu

permasalahan biaya pemyelenggaran pendidikan yang tinggi

tidaklah menjadi persoalan utama dibanding sekolah-sekolah

swasta. Walaupun harus diakui bahwa dengan biaya yang

relatif murah sekalipun, ternyata masih banyak juga warga

masyarakat yang mengalami kesulitan untuk menyekolahkan

anaknya. Ini tentu terkait dengan tingkat pendapatan

mayoritas ekonomi masyarakat yang tergolong masih rendah.

Dengan adanya fasilitas dan pendanaan dari

pemerintah, SMK Negeri 1 Manimolo Nias Selatan tentu hanya

perlu mefokuskan peningkatan kualitas dan daya saing

dengan mengoptimalkan semua instrumen pendukung proses

pendidikan, termasuk di dalamnya mengoptimalkan

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) demi terselenggaranya

proses belajar-mengajar yang baik dan kondusif.

MBS memang diperlukan oleh organisasi pendidikan

sebagai lembaga yang mengemban misi yang besar dan mulia

untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa. Menurut, Tim

Penyusun Manajemen Pendidikan Universitas Pendidikan

Indonesia,44 sedikitnya ada empat hal yang harus diperhatikan

untuk menjalankan MBS melalui aktivitas perencanaan yang

sistematis dan dapat dievaluasi secara benar, akurat dan

lengkap sehingga mencapai tujuan secara produktif,

berkualitas, efektif dan efisien:

1. Produktivitas, adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan sumber yang dipergunakan (input). Produktivitas dapat dinyatakan secara kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output berupa jumlah tamatan (siswa) dan kuantitas input berupa jumlah tenaga kerja (guru) dan sumber daya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dsb.). Kajian terhadap produktivitas secara lebih komprehensif adalah keluaran yang banyak dan bermutu dari tiap-tiap fungsi atau peranan penyelenggaraan pendidikan.

2. Kualitas, menunjuk kepada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberian atau dikenakan kepada barang (products) dan/jasa (services) tertentu berdasarkan pertimbangan objektif atas bobot dan/atau kinerjanya. Jasa/pelayanan atau produk tersebut harus menyamai atau melebihi kebutuhan atau harapan pelanggannya. Dengan demiian mutu adalah jasa/produk yang menyamai bahkan melebihi harapan pelanggan sehingga pelanggan mendapat kepuasan.

44 Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan (Bandung: Penerbit Alfa Beta, 2009), 88-89.

3. Efektivitas, adalah ukuran keberhasilan tujuan organisasi/lembaga. Efektifitas institusi pendidikan terdiri dari dimensi manajemen dan kepemimpinan sekolah, gurgu, tenaga kependidikan, dan personil lainnya, siswa, kurikulum, srana prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dengan masyarakat, pengelolaan bidang khusus lainnya, hasil nyatanya merujuk hasil yang diharapkan bahkan menujukkan kedekatan/kemiripan antara hasil nyata dengan hasil yang diharapkan. Efektifitas juga dapat ditelaah dari: (1) masukan yang merata; (2) keluaran yang banyak dan bermutu tinggi; (3) ilmu dan keluaran yang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun; (4) pendapatan tamatan yang memadai.

4. Efisiensi, berkaitan dengan cara yaitu membuat sesuatu dengan betul, sementara efektifitas adalah perbandingan antara rencana dengantujuan yang dicapai, efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input/sumber daya dengan output. Suatu kegiatan dapat dikatakan efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian sumber daya yang minimal. Efisiensi pendidikan adalah bagaimana tujuan itu dicapai dengan memiliki tingkat efisiennsi waktu, biaya, tenaga dan sarana.

Dengan memerhatikan empat poin penting terkait

manajemen berbasis sekolah, maka tujuan atau target suatu

organisasi atau lembaga pendidikan dapat dijabarkan dalam

bentuk visi, misi, dan sasaran-sasaran. Hal itu dapat

diimplementasikan dalam rumusan tujuan yang melibatkan

tim yang kuat yang memiliki komitmen terhadap kemajuan

dan masa depan lembaga. Maka pada tingkat sekolah, kepala

sekolah, wakil kepala sekolah, guru, TU, komite sekolah,

siswa, orang tua siswa, masyarakat dan stakeholders harus

terjadi sinergitas dalam melaksanakan rencana strategis

sekolah. Dan langkah-langkah yang mengarah kepada

pencapaian target yang optimal biasanya mencakup area

pengembangan, yaitu: 45

1. Menetukan hasil akhir apa yang ingin dicapai sekolah.2. Menganalisis apakah hasil itu berkaitan dengan tujuan

sekolah.3. Berunding menetapkan sasaran-sasaran yang

dibutuhkan.4. Menetapkan kegiatan apa yang tepat untuk mencapai

sasaran.5. Menyususn tugas-tugas untuk mempermudah mencapai

sasaran.6. Menentukan batas-batas pekerjaan dan jenis

pengarahan yang akan dipergunakan oleh atasan.7. Lalukan monitoring dan buat laporan.

Tujuh prinsip untuk menentukan atau merumuskan

target di atas, dalam konteks implementasinya di tingkat SMK

Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan, secara prinsip dapat

diadopsi dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian sesuai

dengan kondisi dan kebutuhan setempat. Dengan begitu

maka penyusunan target apapun akan menemukan

pemenuhannya karena semua instrumen pendukung telah

dipersiapkan dan diperhitungkan secara matang.

2.4. Kualitas Pendidikan SMK Negeri 1 Maniamolo

Sejak UUD 1945 digulirkan, salah satu tujuan pokok

negara yang tertuang dalam alinea keempat adalah

45 Ibid., hlm. 91.

mencerdaskan kehidupan berbangsa. Ini artinya, sejak awal

berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),

kebodohan dan tingkat ilmu pengetahuan masyarakat yang

rendah merupakan persoalan riil yang perlu ditangani melalui

sistem pendidikan nasional yang menyeluruh dan terpadu.

Untuk menjawab apa yang menjadi amanat UU, tentu

diperlukan pembenahan, pembaharuan, peningkatan, dan

intensifikasi yang terus menerus agar tujuan pokok ini dapat

tercapai.

Sebagai salah satu hak asasi manusia, pendidikan

memang harus diusahakan dan difasilitasi oleh negara.

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

Pemerintah Otonomi Daerah, merupakan wujud dari upaya

pemerintah meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa. Isi

dari UU tersebut menurut Chan dan Sam,46 secara implisit

termasuk memuat berbagai kemungkinan pengelolaan

dan pengembangan bidang pendidikan yang bersifat

desentralistik. Ini berarti, pemerintah daerah diberi

keleluasaan untuk memperbaharui dan memantapkan sistem

pendidikannya sesuai konteks kedaerahannya.

46 Ibid., Sam M. Chan & Tuti T. Sam, hlm. 1.

Menurut Tim Pustaka Pelajar,47 untuk

mengimplementasikan amanat UU Otonomi Daerah maka

tidak ada jalan lain, pemerintah daerah harus mengupayakan

peningkatan dan pemantapkan kualias lembaga pendidikan

baik yang diselenggarakan oleh masyarakat maupun oleh

pemerintah sehingga menciptakan pendidikan yang

berkualitas dan mampu menjawab tantangan zaman serta

mampu mengikuti irama perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni yang pesat dewasa ini.

Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas, maka

peran berbagai komponen pendukung seperti, manajemen

sekolah, tenaga pendidik, siswa, sarana prasarana, dan

pemerintah serta masyarakat perlu disinergikan.

Manajemen Pendidikan

Menurut Mulyasa,48 salah satu penyebab menurunnya

kualitas pendidikan meskipun pemerintah telah megeluarkan

47 Tim Pustaka Pelajar, Undang-Undang Guru dan Dosen (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2007), vi – vii.

48 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah – Konsep Startegi, dan Implementasi (Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosda Karya, 2007), 10.

banyak jaring pengaman pendidikan melalui berbagai undang-

undang diduga hal tersebut erat kaitannya dengan masalah

manajemen. Itulah alasan yang kemudian memunculkan

pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi

keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Pemikiran ini

dalam perjalanannya disebut manajemen berbasis sekolah

(MBS) atau schooll based manajemen (SBM), yang berhasil

memecahkan berbagai masalah pendidikan. Namun

manajemen lebih dari sekadar administrasi sekolah.

Menurut Deesler,49 manajemen selalu dikaitkan dan

dianggap memiliki pengaruh signifikan terhadap maju

mundurnya suatu perusahaan atau lembaga. Pengaruh itu

terlihat melalui perekrutan, seleksi, penempatan, pelatihan,

penilaian, penghargaan, promosi, dan pemisahan karyawan

yang memengaruhi kepuasan karier seseorang dan

berdampak pada keberhasilan perusahaan. Sumber daya

manusia

(SDM) sebagai unsur penting manajemen, merupakan

penggerak yang menyinergikan sumber daya lainnya agar

bermanfaat dan berguna bagi pencapaian tujuan organisasi.50

49 Garry Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia - Jilid 2 (Jakarta: Penerbit PT Index, 2009), 4.

50 Wirawan, Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia – Teori, Aplikaso, dan Penelitian (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2009), 1.

Prinsip-prinsip manajemen di atas, tentu relevan diterapkan

dibidang pengelolaan pendidikan.

Dalam konteks manajemen pendidikan, MBS bertujuan

meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.

Peningkatan efisiensi antara lain diperoleh melalui

keleluasaan mengelola sumber daya pastisipasi masyarakat

dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu

dapat diperoleh, antara lain, melalui patisipasi orang orang

tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan

kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah,

berlakunya sistem insentif serta disinsentif.51

Dari sisi manfaat, dengan pembelakuan MBS, maka guru

didorong untuk berinovasi dengan melakukan eksperimenatsi-

eksperimentasi di lingkungan sekolahnya. Dengan demikian,

MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah

sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Dalam pengertian

yang lebih luas, MBS merupakan usaha terencana dan

sistematis dan dapat dievaluasi secara benar, akurat dan

lengkap sehingga mencapai tujuan

pendidikan yang berorientasi: produktivitas, kualitas,

efektivitas, dan efisiensi.52 Dalam proses dan praktik MBS,

51 Ibid., Manajemen Berbasis Sekolah, hlm. 25.52 Ibid., Tim Dosen UPI, hlm.88-89.

maka unsur-unsur merencanakan, mengorganisasikan,

memimpin, dan mengendalikan,

merupakan langkah-langkah yang perlu dilakukan secara

sistematis dan cermat.

Peran Guru

Kedudukan guru sebagai urat nadi yang menentukan

kualitas pendidikan memegang peranan yang sentral. Gulo,53

menyebut peran guru sebagai penolong yang berusaha

memberi bantuan kepada peserta didik untuk

mengembangkan dirinya secara utuh berdasarkan kasih, dan

bertanggung jawab mengantarkan peserta didik ke arah

pengenalan akan ciptan Tuhan dan segala hukum-hukum-Nya,

termasuk iptek. Senada dengan Gulo, Rooijakers, menyebut

peran guru adalah menyampaikan atau menularkan

pengetahuan dan pandangan.54

Dalam pandangan Nasution,55 mengajar dapat

dipandang sebagai menciptakan situasi dimana diharapkan

anak-anak akan

belajar dengan efektif. Situasi belajar terdiri dari berbagai

faktor seperti anak, fasilitas, prosedur belajar, cara penilaian

53 W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Penerbit PT Grasindo, 2008), 22.

54 Ibid., Rooijakkers, hlm.1.55 J. Mursell & S. Nasution, Mengajar Dengan Sukses

(Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 2006), 9.

dan di dalamnya, guru berperan mengarahkan dan

membimbing atau membantu anak untuk menyelesaikan

tugas masing-masing. Dalam pengertian ini, maka guru dapat

dipandang sebagai organisator yang bertanggung jawab

mengorganisir individu-individu agar berfungsi bersama dan

menunjang situasi belajar.

Melihat peran dan tugas guru yang diuraikan di atas,

dapat dikatakan bahwa menjadi guru adalah pekerjaan yang

tidak mudah. Tidak mudah karena seorang guru “wajib”

memenuhi semua kompetensi yang dipersyaratkan agar

sukses dalam menjalankan praktik belajar mengajar.

Pemahaman mengenai kompetensi guru, menurut Kunandar,56

adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada

dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara

tepat dan efektif.

Kualifikasi guru SMK seperti tertuang dalam Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2005 pasal 29 ayat 6 tentang

Standar Nasional Pendidikan, telah mensyaratkan kualifikasi

akedemis minimasl (D-4) atau (S-1). Kualifikasi akademis ini

tentu menjadi sarana dalam mengejawantahkan peran guru

sebagai agen pembelajaran. Dan sebagai agen pembelajaran

56 Ibid., Kunandar, hlm. 55.

(learning agent), tugas guru dirumuskan oleh Mulyasa,57

dalam empat hal:

1. Guru sebagai fasilitator, dengan ciri-ciri: tidak berlebihan mempertahankan pendapat dan keyakinannya, atau kurang terbuka. Suka mendengar peserta didik terutama aspirasi dan perasaannya. Mau dan mampu menerima ide peserta didik yang inovatif, dan kreatif, bahkan yang sulit sekalipun. Lebih meningkatkan perhatian terhadap hubungan dengan peserta didik. Dapat menerima feedback baik positif maupun negatif dengan pandangan yang konstruktif. Memiliki sikap toleran, dan menghargai prestasi peserta didik.

2. Guru sebagai motivator, motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan kulaitas pembelajaran. Karena itu guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

3. Guru sebagai pemacu, guru harus mampu melipatgandakan potensi peserta didik, dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka di masa yang akan datang. Hal ini penting karena guru memiliki andil besar terhadap keberhasilan dan perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuannya secara optimal.

4. Guru sebagai pemberi inspirasi, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan innspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru.

Dari gambaran di atas, dapat dikatakan bahwa tenaga

guru dalam proses pendidikan memegang peranan strategis

terutama dalam membentuk watak peserta didi melalui

pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.

Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan guru tetap

57 Ibid., Mulyasa, Standar Kompetensi dan Setifikasi Guru, hlm. 53-71.

dominan meskipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam

proses pembelajaran berkembang amat cepat.

Sarana dan Prasarana

Pendidikan berkualitas juga tak terpisahkan dari adanya

sarana dan prasarana pendidikan. Menurut Mulyasa, sarana

pendidikan adalah:

“peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar-mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan multi media pengajaran. Sementara, prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar-mengajar, maka komponen-komponen itu dapat menjadi sarana pendidikan.”58

Dalam konteks manajemen berbasis sekolah, maka

manajemen sarana dan prasarana penunjang pendidikan

dapat berfungsi sebagai pengatur dan penjaga sarana dan

prasarana pendidikan agar dapat berkontribusi secara optimal

bagi penyelenggaraan proses pembelajaran. Sebagai alat

pendukung pendidikan, kegiatan pengelolaan sarana dan

prasarana ini meliputi berbagai aspek yang terkait dengan

perncanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan

inventarisasi, dan penghapusan serta penataan.

58 Ibid., Mulyasa – Manajemen Berbasis Sekolah, hlm. 49.

Dengan adanya sistem dan pengelolaan sarana dan

prasarana yang baik dan bertanggung jawab, maka akan

tercipta kondisi sekolah

yang bersih, rapi, indah sehingga berdampak pada suasana

pembelajaran yang menyenangkan bai bagi guru maupun

bagi murid. Selain itu, dengan tersedianya fasilitas

pembelajaran yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan,

maka hal itu akan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk

kepentingan proses belajar-mengajar di lingkungan sekolah.

Karena itu, dalam menakar kualitas peserta didik di SMK

Negeri 1 Maniamolo, harus dilihat dan dinilai dari sejauh mana

semua komponen pendidikan mampu dimanajemeni secara

baik dan bertanggung jawab. Demikian juga dalam hal sarana

dan prasarana pendidikan apakah fasilitas pendukung dan

penunjang proses pembelajaran telah terpenuhi. Kualitas

lulusan SMK Negeri 1 Manimolo pasti selalu berbanding sejajar

dengan peran semua elemen pendidikan yang dikelola

berdasarkan prinsip MBS.

Jadi, kualitas lulusan SMK Negeri 1 Maniamolo,

merupakan cermin dari keberhasilan penerapan MBS dimana

di dalamnya unsur kepala sekolah sebagai pemimpin

pendidikan merupakan figur kunci, ditunjang oleh staf guru,

tata usaha dan semua elemen SDM di lingkungannya. Dengan

demikian pilar dari kualitas pendidikan di SMK Negeri 1

Maniamolo, sangat dipengaruhi oleh kredibilitas

penyelenggara pendidikan itu sendiri dalam mengelola

manajemen berbasis sekolah secara bertanggung jawab.

2.5. Integrasi Kelembagaan Dengan Kreatifitas Guru

Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Maniamolo

Nias Selatan dan sekolah lain secara umum adalah lembaga

yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena

sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai

dimensi yang satu dengan lainnya saling berkaitan dan saling

menentukan. Sedang sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah

sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki

oleh organisasi-organisasi lain, seperti: adanya proses belajar-

mengajar yang menjadi sarana terselenggaranya

pembudayaan kehidupan umat manusia.

Menurut Wajosumidjo,59 karena sifatnya yang kompleks

dan unik tadi, maka sekolah sebagai organisasi memerlukan

tingkat koordinasi yang tinggi, dan koordinator keberhasilan

sekolah terletak pada figur pemimpinnya yakni kepala

sekolah. Suatu studi tentang keberhasilan kepala sekolah

59 Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Jakarta: Penerbit PT RajaGrafindo Persada, 2005), 81.

yang dilakukan oleh Lipham,60 menunjukkan hasil yang

menyatakan bahwa kepala sekolah adalah pemimpin yang

menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Lebih jauh

studi itu menyimpulkan bahwa keberhasilan sekolah adalah

keberhasilan kepala sekolah.

Berdasarkan pemikiran Wahjosumidjo dan studi Lipham

tersebut, kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga,

mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan,

membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan,

memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan

sebagainya.

Dengan semua kapabilitas yang disebutkan di atas,

menurut Pidarta, seperti dikutip Mulyasa,61 kepala sekolah

harus melaksanakan tiga ketrampilan untuk menyukseskan

kemimpinannya. Ketiga keterampilan itu adalah ketrampilan

konseptual, yaitu keterampilan untuk memahami dan

mengoperasikan organisasi; keterampilan manusiawi, yaitu

keterampilan untuk bekerja sama, memotivasi dan

memimpin; serta keterampilan teknik, yaitu keterampilan

dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, serta

perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu.

60 James M. Lipham, The Principalship, Concepts, Competencies, and Cases (Broadway New York, 1985), 1.

61 Ibid., Mulyasa – Manajemen Berbasis Sekolah, hlm. 126.

Dengan memperhatikan fungsi, tanggung jawab, dan

kewenangan yang melekat dalam diri seorang kepala sekolah,

maka implementasi peran kepala sekolah adalah

mengintegrasikan semua komponen dalam lembaga

pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara

efektif dan efisien. Secara khusus dalam meningkatkan mutu

lulusan, maka kepala sekolah juga perlu

mengambil langkah-langkah strategis terkait peran guru (di

dalamnya termasuk dirinya sendiri) agar dapat menjalankan

tanggung jawab mengajar dengan kreatif sehingga

berdampak pada aspek kualitas lulusan. Langlah-langkah itu

mencakup:

1. Memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses

pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.

2. Menanamkan rasa tanggung jawab agar para guru, staf

dan siswa menyadari akan tujuan pendirian lembaga

SMK dengan memerhatikan visi misi dan tujuan yang

telah ditetapkan pemerintah. Dengan kesadaran

tersebut diharapkan para guru dengan penuh semangat

dan keyakinan akan melaksanakan tugas dalam

mencapai tujuan sekolah.

3. Untuk melaksanakan tugas dengan penuh semangat,

kepala sekolah harus menyediakan segala dukungan,

peralatan, fasilitas, sehingga guru dapat melaksanakan

tugasnya dengan optimal.

4. Kepala sekolah juga harus mampu memahami motivasi

guru, mengapa mereka berperilaku baik dan bersikap

positif maupun reaksi yang tidak mendukung.

5. Kepala sekolah harus selalu dapat menjaga dan

memelihara keseimbangan antara guru disatu pihak dan

kepentingan sekolah di pihak lain sehingga tercipta

suasana keseimbangan, keserasian antara kehidupan

sekolah, peserta didik, dan masyarakat.

Jadi, integrasi kelembagaan dan kreativitas guru dalam

level sekolah menengah, secara khusus di SMK Negeri 1

Maniamolo Nias Selatan, secara konseptual adalah penyatuan

setiap elemen kelembagaan atau organisasi dengan peran

guru sebagai tenaga edukatif yang dibekali kreativitas yang

dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan.

Dalam arti yang lebih luas, integrasi dimaksud tentu

merujuk juga kepada penyatuan semua pemangku

kepentingan yang terkait dengan lembaga SMK sebagai

wadah yang didirikan pemerintah untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional seperti diamanatkan dalam UUD 1945,

dan implementasinya dalam Peraturan Pemerintah Republi

Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional

Pendidian.

2.6. Pengajuan Hipotesis

Bertitik tolak dari deskripsi teoretis dan kerangka

pemikiran seperti telah diuraikan sebelumnya dan perkiraan

bahwa:

1. H0 : Tidak terdapat hubungan positif dan signifikan

antara

Kreativitas Guru dengan Tujuan Akhir SMK

Negeri 1

Maniamolo Nias Selatan.

H1 : Terdapat hubungan positif dan signifikan

antara

Kreativitas Guru dengan Tujuan Akhir SMK Negeri

1

Maniamolo Nias Selatan.

2. H0 : Tidak terdapat hubungan positif dan signifikan

antara

Kreativitas Guru dengan Target Pasar SMK Negeri

1

Maniamolo Nias Selatan.

H1 : Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

Kreativitas Guru dengan Target Pasar SMK Negeri

1

Maniamolo Nias Selatan.

3. H0 : Tidak terdapat hubungan positif dan signifikan

antara

Kreativitas Guru dengan Kualitas Pendidikan

SMK Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan.

H1 : Terdapat hubungan positif dan signifikan

antara

Kretivitas Guru dengan Kualitas Pendidikan SMK

Negeri

1 Maniamolo Nias Selatan.

4. Ho : Tidak terdapat hubungan positif dan

signifikan antara

Tujuan Akhir, Target Pasar, dan Kulaitas

Pendidikan

SMK Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan secara

bersama-

sama dengan Kreativitas Guru SMK Negeri 1

Maniamolo

Nias Selatan.

H1: Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

Tujuan Akhir, Target Pasar, dan Kualitas

Pendidikan

SMK Negeri 1 Maniamolo Nias Selatan secara

bersama-

sama dengan Kreativitas Guru SMK Negeri 1

Maniamolo

Nias Selatan.

Maka dengan memperhatikan uraian di atas, penulis

mengajukan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap

masalah yang ditelaah, sebagai berikut:

“Jika penyelenggaraan pendidikan dilakukan dengan penuh

kreativitas oleh para guru SMK Negeri 1 Maniamolo Nias

Selatan, untuk mencapai tujuan akhir berupa lulusan yang

berkualitas, serta memperhitungkan target pasar melalui

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, maka akan

terwujud kualitas pendidikan di SMK Negeri 1 Maniamolo Nias

Selatan.”

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penggunaan metodologi penelitian dimaksudkan untuk

menjembatani proses pembentukan teori dengan kenyataan

empiris,62 sehingga melalui pengukuran yang ajeq terhadap

realitas objektif di lapangan dapat dihasilkan interpetasi data-

data yang komprehensif. Dan hal itu diperkuat dengan

menelaah gambaran data-data yang

hendak dikumpulkan. Kaitannya dengan teori secara baik. Hal

ini dipahami sebagai pengenalan kepada upaya restrukturisasi

pembelajaran yang berkualitas yang akan menghasilkan

produk kelulusan unggul. Hal inilah yang disorot Arends

mengutip Duchastel dan Brown, tujuan belajar memiliki efek

memfokuskan pada siswa63. Artinya, lembaga seperti SMK

62 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survay (Jakarta: Penerbit LP3ES, 1989), 31.

63 Richard I Arends, Learning To Teach (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 99.

Negeri 1 Maniamolo mesti pula merumuskan tujuan belajar

sebagi hasil dari elaborasi tujuan akhir lembaga itu sendiri.

Bagian terpenting dari bab ini adalah menyikapi

problema sesugguhnya dari riset ini melalui pendekatan

ilmiah. Suatu pendekatan kombinasi kuantitatif (:

memusatkan pada gejala-gejala yang mempunyai karateristik

tertentu pada kreatifitas para Guru SMK Negeri 1 Maniamolo)

dengan pendekatan kualitatif (:yang memusatkan perhatian

pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan

satuan-satuan gejala seperti tujuan akhir lembaga, target

operasional lembaga dan peningkatan kualitas pendidikan

oleh lembaga SMK Negeri 1 Maniamolo )64. Dengan melakukan

pendekatan jenis ini, maka diharapkan dapat dihasilkan

sebuah teori yang lebih mengena untuk memahami dinamika

remaja dilihat dari tiga variabel bebas dan satu variabel

terikat.65

Dimensi metodologis pada bab ini dimaksudkan

bagaimana peneliti memperoleh pengetahuan.66 Sisi

64 Bambang Rudito dan Melia Famiola, Social Mapping (Bandung: Rekaya Sains, 2013), 78.

65 Variabel bebas dapat diberi batasan suatu variabel yang fungsinya menerangkan variabel lain. Notasinya X1, X2, X3. Sementara itu variabel terikat adalah suatu variabel yang dikenai pengaruh oleh variabel lainnya. Notasinya adalah Y. Lihat: Tony Wijaya, Cepat Menguasai SPSS 20 (Yogyakarta: Cahaya Atma Pusaka, 2012), 5.

66 Eduardus Dosi, Media Massa Dalam Jaring Kekuasaan (Flores-NTT: Penerbit Ledalero, 2012), 41.

epistemologis inilah yang menjadi kepentingan dalam bab ini.

Suatu pendalaman akan corak pembenaran melalui berbagai

pengujian sesuai dengan hipotesis yang dikembangkan.

3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh dan

menemukan data, fakta riset dan keabsahannya dari

hubungan gaya kepemimpinan yang mempengaruhi

kreatifitas para guru SMK Negeri 1 Maniamolo Teluk Dalam.

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk medapatkan

informasi empiris yang komprehensif dan mendalam, apakah:

a. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

tujuan akhir lembaga SMK Negeri 1 Maniamolo

dengan kreatifitas para guru SMK Negeri 1

Maniamolo Teluk Dalam Nias Selatan.

b. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

target SMK Negeri 1 Maniamolo dengan kreatifitas

para guru SMK Negeri 1 Maniamolo Teluk Dalam

Nias Selatan.

c. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

peningkatan kualitas pendidikan SMK Negeri 1

Maniamolo dengan kreatifitas para Guru SMK

Negeri 1 Maniamolo Teluk Dalam Nias Selatan.

d. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

tujuan akhir, target dan peningkatan kualitas

pendidikan SMK Negeri 1 Maniamolo secara

bersama-sama dengan dengan kreatifitas para

Guru SMK Negeri 1 Maniamolo Teluk Dalam Nias

Selatan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Riset ini dilaksanakan di lingkungan SMK Negeri 1

Maniamolo Teluk Dalam. Data penelitian ini dikumpulkan

selama dua minggu, yaitu minggu pertama bulan Pebruari

2014 hingga minggu ketiga bulan Pebruari 2014. Waktu ini

dipilih mengingat saat itu responden dapat meluangkan waktu

bagi pengisian kuisioner riset ini.

3.3. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang dipakai adalah metode survey

yang bersifat korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk

menguji hipotesis yang menyatakan hubungan antara variabel

bebas dengan variabel terikat. Hubungan antara variabel

penelitian dapat dilihat seperti gambar berikut ini.

Gambar 3.1.Bagan tentang hubungan kedekatan berbagai variabel

riset

Dalam penelitian ini dilakukan kombinasi antara metode

induksi dan deduksi. Maksudnya ialah mencoba mendalami

ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat. Dan dengan mengetahui hal ini diharapkan dapat

memberikan deskripsi lebih dalam mengenai bagaimana

kondisi objektif ihwal kondisi riil guru-guru di SMK Negeri 1

Maniamolo Teluk Dalam selama ini dengan kehadiran gaya

kepemimpinan Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Maniamolo Teluk

Dalam.

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini

adalah para guru SMK Negeri 1 Maniamolo - Teluk Dalam.

Total populasi dalam riset ini adalah 30 guru SMK Negeri 1

Maniamolo.

Sehubungan dengan penelitian ini hakikatnya

inferensial, maka pengambilan bagi penelitian ini berciri

purposive atau convenience sampling.67 Namun sesuai

dengan tujuan penelitian ini, dari sekitar 30 guru, jumlah

sample yang diperlukan adalah 30 guru SMK Negeri 1

Maniamolo Teluk Dalam, dengan asumsi bahwa distribusi

populasinya adalah normal. Menurut Ari, Jacobs dan

Razaveich,68

hendaknya jumlah sampel penelitian menggunakan besaran

sekitar 10-30% dari populasi. Dengan demikian, jumlah

sampel bagi penelitian ini sudah memenuhi syarat karena

pada rentang besaran 100 %. Karena sifat penelitian ini

adalah populasi semuanya menjadi responden.

3.5. Teknik dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah di

sekitar kehidupan pengajaran dan kondisi objektif para guru

67 Ronny Kountur, Metode Penelitian (Penerbit PPM, Jakarta: 2004), hal. 144.

68 Aris, Jacobs and Razaviech, Introduction to Research in Education (Holt Rinehart and Winston Inc., USA: 1982), hal. 167.

SMK Negeri 1 Maniamolo Teluk Dalam. Fokus utamanya

adalah kehadiran Kepala Sekolah dan perannya bagi para

Guru SMK ini. Pengumpulan data dari variabel bebas (tujuan

akhir lembaga, target lembaga dan peningkatan kualitas

pendidikan oleh SMK Negeri 1 Maniamolo) dan variable terikat

(kreatifitas para Guru), dilakukan dengan menggunakan

questioner dengan lima (5) rentang jawaban yang harus diisi

oleh responden.

James A. Black dan Dean A. Champion mengatakan,

untuk menguji sebuah teori maka sejumlah istilah yang

didefinisikan secara nominal harus mampu dibawa ke dalam

kenyataan empiris.69 Mengacu kepada pandangan tersebut,

penulis merasa perlu memberikan makna terhadap variabel

riset ini dengan menetapkan kegiatan untuk pengukuran

variabelnya. Ke-tiga variabel tersebut akan dielaborasikan ke

dalam angket yang diberikan kepada para guru SMK Negeri 1

Maniamolo Teluk Dalam.

Pertanyaan-pertanyaan dalam angket riset ini mengikuti

pola skala pengukuran Likert,70 dan jawaban para responden

69 James A. Black dan Dean A. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial (Refika Aditama, Bandung: 1999), hal. 161.

70 James A Black dan Dean A Champion, mengatakan, keuntungan menggunakan Skala Likert antara lain, (1) dapat dibuat dan mudah diinterpretasi, (2) pengukurannya sangat lazim digunakan, (3) bersifat fleksibel dan (4) data ordinal yang diperoleh mampu menggambarkan pola-pola sosial yang

itu akan dianalisis dengan menggunakan alat bantu pengolah

data SPSS versi 18 untuk menguji hubungan antar variabel.

Pengujian ini disebut dengan uji korelasi yang terintegrasi

dalam regresi ganda. Pengolahan dan analisis data dilakukan

dengan mengikuti tahapan-tahapan:

a. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen.

Pengujian validitas dibatasi dengan melakukan

apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur

apa yang seharusnya diukur.71 Pengujian validitas

instrumen bertujuan untuk mengetahui apakah

instrumen yang digunakan dapat mengukur

variabel bebas dan variabel

terikat secara tepat. Uji validitas instrumen

menggunakan uji korelasi Product Moment

Pearson. Pengujian ini dilakukan dengan formulasi

statistik dari Ms Excel. Sementara itu uji

reliabilitas bertujuan untuk mengetahui apakah

instrumen yang digunakan dapat mengukur

sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu

ke waktu. Pengujian reliabilitas menggunakan uji

ada, hal. 170-171.71 Mudrajad Kuncoro, Metode Riset untuk Bisnis &

Ekonomi (Penerbit Erlangga, Jakarta: 2009), hal. 172. Lebih jauh beliau menegaskan dalam mengevaluasi skala pengukuran maka harus diperhatikan dua hal yaitu: 1. Validitas dan 2. Reliabilitas.

Alpha Cronbach, dengan menggunakan SPSS for

Windows release 20. Kala validitas dan reliabilitas

menjadi isu utama dalam penelitian inferensial,

maka tingkatan akurasi alat ukur serta tingkat

keandalannya secara konsisten menjadi sebuah

keharusan.72

b. Penggambaran Populasi

Penggambaran populasi dilakukan berdasarkan

data riset yang diperoleh dari instrumen yang

telah valid dan reliabel. Yang termasuk dalam

penggambaran populasi adalah deskripsi data

penelitian, dan distribusi data penelitian.

c. Uji persyaratan analisis

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data

yang diperoleh berasal dari populasi atau sampel

yang berdistribusi normal. Hal ini penting karena

asumsi dasar dari pengambilan sampel adalah

normal, dan apakah variabel bebas ini linier

dengan variabel terikat atau tidak. Uji persyaratan

analisis menggunakan uji normalitas dan uji

linearitas. Uji normalitas menggunakan

Kolmogorov Smirnov dengan SPSS 18 sementara 72 Wilhelmus Harysusilo dan M. Havidz Aima, Skala

Pengukuran dan Instrumen Penelitian (Jakarta: IN MEDIA, 2013), 11.

uji linearitas menggunakan test of linearity juga

dengan SPSS 18

3.6. Pengujian Hipotesis

Langkah-langkah yang dikerjakan sebelum melakukan

pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

Pertama, regresi sederhana. Langkah ini digunakan

untuk mencari persamaan regresi antara setiap variabel

bebas dengan variabel terikat. Perhitungan regresi sederhana

juga untuk melihat kecenderungan hubungan variabel terikat

dengan variabel bebas.

Kedua, uji linearitas regresi. Langkah ini bertujuan untuk

mengetahui apakah data yang digunakan untuk menganalisis

variabel-variabel bebas bersifat linier. Selain itu kelinieran

regresi juga merupakan syarat untuk menganalisis uji korelasi.

Oleh karena data riset ini bersifat ordinal, maka analisis

korelasi yang dianggap tepat untuk itu adalah korelasi

Spearmans.

Ketiga, korelasi antar variabel. Tujuannya adalah untuk

menetahui koefisien korelasi antar variabel-variabel bebas

dengan variabel terikat. Pengujian hipotesis pertama, kedua,

dan ketiga menggunakan teknik analisis korelasi antar

variabel.

Keempat, korelasi parsial. Pengujian ini dimaksudkan

untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara salah

satu variabel bebas dengan variabel terikat, jika variabel

bebas lainnya dalam keadaan tetap/terkontrol.

Kelima, regresi ganda. Pengujian ini untuk mengetahui

kecenderungan hubungan variabel-variabel bebas secara

bersama-sama dengan variabel terikat.

Keenam, korelasi ganda. Langkah ini dilakukan untuk

mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel bebas

secara bersama-sama dengan variabel terikat. Pengujian

hipotesis keempat dilakukan dengan menggunakan teknik

analisis korelasi ganda.

3.7. Instrumen Penelitian

Pada gambar. berikut ini diikhtisarkan bentuk

perpaduan variabel bebas dan terikat bila dilihat dari proses

manajerial di mana Kepala Sekolah berperan penting untuk

menjadi manajer sekaligus mentor bagi para guru. Dalam

kaitan dengan lembaga SMK dan lingkungan di mana lembaga

ini ada, J. Winardi menyoroti, perlunya mengapresiasi

dinamika – peluang serta ancaman dalam lingkungannya dan

disamping itu memberikan perhatian kepada isu

kemasyarakatan yang lebih luas. Dan disamping itu manajer

mampu mengolah sumber-sumber dayanya secara strategis.73

Gambar.3.2. Kreatifitas Guru Yang Meningkat

Proses peningkatan kreatifitas para Guru SMK Negeri 1 Maniamolo

Proses terjadinya peningkatan kreatifitas para guru SMK

Negeri 1 Maniamolo, Teluk Dalam Nias Selatan yang tidak

dapat dilepaskan dari kepentingan pengguna kelulusan

73 J. Winardi, Manajemen Perubahan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), 12.

lembaga SMK ini dapat dilihat dari sisi society oriented

model74, di mana hasil akhirnya dapat dirasakan masyarakat

sekitar. Itu sebabnya, ketika Kepala Sekolah mampu

mengintegrasikan tujuan, target dan peningkatan kualitas

dalam diri para guru SMK maka diperkirakan kreatifitas

mereka sebagai tenaga edukatif akan mengalami peningkatan

yang signifikant.

Penelitian ini menggunakan empat buah instrumen,

yaitu:

1. Instrumen tujuan akhir lembaga SMK Negeri 1

Maniamolo

2. Instrumen target pasar yang disasar oleh SMK Negeri

1 Maniamolo

3. Instrumen peningkatan kualitas pendidikan yang

diberikan oleh SMK Negeri 1 Maniamolo

4. Instrumen kreatifitas para Guru SMK Negeri 1

Maniamolo Teluk Dalam Nias Selatan.

Keempat instrumen tersebut dibuat dalam berbentuk

angket menurut skala Likert dengan rentang nilai 1 sampai 5.

Di mana untuk skor 1 dimaknai: sangat tidak setuju. Skor 2

dimaknai: tidak setuju, skor 3 dimaknai: tidak tahu/ tidak

74 Moh Shofan, The Realistic Education (Yogyakarta; IRCiSoD, 2007), 76.

berpendapat, skor 4 dimaknai: setuju dan skor 5 dimaknai:

sangat setuju.

Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini

kemudian divalidasi dengan validitas isi dan juga validitas

konstruksi. Merujuk kepada Wilhelmus dan Havidz Aima,

instrumen riset yang berupa kuisener yang baik

dikembangkan dengan memperhatikan suatu konsep dan

teori yang relevan. Kegunaannya dapat dipakai untuk

melakukan pengukuran pada variabel yang akan diteliti.75

3.8. Hipotesis Statistika

Adapun yang menjadi hipotesis statistika yang akan

diuji dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

(1)Hipotesis pertama

Ho : r y1 = 0

H1 : r y1 > 0

(2)Hipotesis kedua

Ho : r y2 = 0

H2 : r y2 > 0

(3)Hipotesis ketiga

Ho : r y3 = 0

H1 : r y3 > 0

(4)Hipotesis keempat

Ho : ry 1,2,3= 0

75 Wilhelmus Harysusilo dan M. Havidz Aima, Skala Pengukuran dan Instrumen Penelitian (Jakarta: IN MEDIA, 2013), 5.

H1 : ry 1,2,3 > 0

Keterangan:

r y1 :Koefisien korelasi antara tujuan akhir lembaga SMK

Negeri 1 dengan kreatifitas para Guru SMK Negeri 1

Maniamolo Teluk Dalam Nias Selatan.

r y2 :Koefisien korelasi antara target yang hendak

disasar SMK Negeri 1 dengan kreatifitas para Guru

SMK Negeri 1 Maniamolo Teluk Dalam Nias Selatan.

ry3 :Koefisien korelasi antara peningkatan kualitas

pendidikan SMK Negeri 1 dengan kreatifitas para

Guru SMK Negeri 1 Maniamolo Teluk Dalam Nias

Selatan.

R y1,2,3 :Koefisien korelasi antara tujuan akhir, target pasar

dan peningkatan kualitas pendidikan SMK Negeri 1

Maniamolo secara bersama-sama, dengan

kreatifitas para Guru SMK Negeri 1 Maniamolo Teluk

Dalam Nias Selatan.

Dengan telah ditetapkannya hipotesis statistika ini, maka

pada akhirnya akan dapat dipastikan arah pengujiannya yaitu:

apakah ketiga variabel bebas ini memiliki hubungan dengan

variabel terikat tersebut.

3.9. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini amat dibatasi oleh tenaga, waktu dan

dana, itu sebabnya penelitian ini lebih kepada bagaimana

pengaruh kehadiran institusi SMK Negeri 1 Maniamolo

terhadap kreatifitas para Guru SMK tersebut bila dilihat dari

manajemen dan manajerialnya terutama pada “isi”

kelembagaan ini.