TT EKOTUM

9

Click here to load reader

Transcript of TT EKOTUM

Page 1: TT EKOTUM

TUGAS TERSTRUKTUR

EKOLOGI TUMBUHAN

PENGARUH SALINITAS TERHADAP EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

Oleh :

Rahmat UmardaniB1J003052

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2007

Page 2: TT EKOTUM

PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan sumber daya alam hayati yang mempunyai

peranan penting dari aspek ekonomi, fisik dan biologis. Dari aspek ekonomi hutan

mangrove menghasilkan kayu yang dapat digunakan untuk bahan bangunan, arang

yang berkualitas dan pulp. Dari aspek fisik hutan mangrove dapat menahan

aberasi pantai, melindungi daerah pesisir dari terpaan angin dan memungkinkan

bertambahnya luas daratan. Dari aspek biologis hutan mangrove merupakan

tempat asuhan (nursery ground) berbagai jenis benih ikan dan udang, serta tempat

bersarangnya beberapa jenis burung (Aksornkoae, 1979). Hutan mangrove juga

menghasilkan serasah yang dapat menyuburkan pantai di sekitarnya.

Ada 4 faktor penting yang menentukan terbentuknya lingkungan yang

sesuai untuk tumbuh dan berkembangnya mangrove yaitu: (1) iklim tropis, (2)

curah hujan tinggi, (3) gelombang laut yang tenang, serta (4) ada sumber lumpur

(Dellon, 1984 dalam Collins, 1993). Sedangkan menurut Thom (1985) kondisi

lingkungan yang mempengaruhi keberadaan, pertumbuhan dan reproduksi

mangrove adalah kombinasi unik dari faktor iklim, hidrologi, geofisika,

geomorfologi, pedologi dan biologis. Diantara faktor-faktor tersebut, ada tiga

faktor yang berperan besar melatarbelakangi keadaan daerah dimana mangrove

ditemukan yaitu: (1) faktor hidrologi, (2) geomorfologi dan (3) biologis.

Seiring pesatnya pembangunan di berbagai bidang, kondisi lingkungan

yang mempengaruhi keberadaan, pertumbuhan dan reproduksi mangrove juga ikut

mengalami perubahan. Salah satunya yang berubah adalah faktor hidrologis.

Salah satu indikator yang mudah diketahui pada perubahan kondisi hidrologis

adalah fluktuasi suplai air tawar ke dalam ekosistem mangrove. Perubahan

kondisi hidrologis ini mengakibatkan perubahan sifat fisik dan kimia lingkungan

seperti salinitas, turbulensi air, kedalaman air, suplai lumpur, oksigen terlarut dan

pH di ekosistem mangrove.

Secara umum mangrove bersifat halofit fakultatif, maksudnya komunitas

tumbuhan ini dapat tumbuh pada lingkungan dengan kadar garam cukup tinggi,

dan juga akan tetap tumbuh pada lingkungan yang kadar garam rendah.

Page 3: TT EKOTUM

Pertumbuhan yang paling optimal adalah pada kadar garam kategori sedang yaitu

pada rentangan 8 – 15 ‰. Berkurangnya suplai air tawar ke dalam ekosistem

mangrove pada musim kemarau akibat perubahan tata lingkungan menyebabkan

kenaikan salinitas air. Salinitas air merupakan salah satu bentuk cekaman yang

berdampak terhadap pertumbuhan semua jenis di dalam komunitas mangrove.

Cekaman ini akan berpengaruh paling besar terhadap kelompok yang paling

rentan dalam populasi, yaitu semai. Untuk penentuan tingkat pertumbuhan yang

disebut semai, dipakai kriteria yang dirumuskan oleh English et al (1994), yaitu

semai adalah tingkat pertumbuhan mulai dari kecambah hingga tinggi batang

kurang dari 1 m. Selain faktor salinitas, bagi semai mangrove yang bersifat

vivivar (bijinya sudah tumbuh pada saat masih menempel di pohon), faktor

turbulensi (gerakan) dan kedalaman air di habitat semai dapat juga menjadi

cekaman.

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengungkap pengaruh

beberapa faktor lingkungan terhadap salah satu fase pertumbuhan dari komunitas

mangrove dan keterkaitannya terhadap regenerasi hutan mangrove. Dipilihnya

semai sebagai objek kajian karena fase umur ini merupakan fase dalam

perkembangan tumbuhan yang lebih peka terhadap perubahan faktor lingkungan.

Dipilihnya Rhizophoraceae sebagai sasaran pengamatan karena suku ini

merupakan salah satu suku dalam komunitas mangrove yang memiliki niche

spatial terdedah pada zone yang banyak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan

faktor lingkungan yang menjadi subjek bahasan (salinitas, turbulensi dan

kedalaman air). Disamping itu hampir semua jenis tumbuhan yang tergolong

dalam suku ini adalah tumbuhan pioner pada ekosistem mangrove, dimana

keberadaannya selalu dipengaruhi oleh fluktuasi faktor lingkungan.

Page 4: TT EKOTUM

PEMBAHASAN

Pengaruh Salinitas terhadap Kesintasan Semai Rhizophoraceae

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kesintasan semai

secara bermakna pada habitat yang mengalami kenaikan salinitas 20% dari

kondisi rata-rata. Di lokasi pengamatan dimana mangrove ditemukan, kenaikan

salininitas ini disebabkan oleh menurunnya suplai air tawar selama musim

kemarau. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa

perubahan tata lingkungan pada ekosistem di sepanjang daerah aliran sungai yang

berhubungan dengan ekosistem mangrove adalah faktor utama yang mengebabkan

hal ini terjadi. Salinitas substrat di atas 25 ‰ secara fisiologis akan menghambat

pertumbuhan akar dan tunas semai Rhizophora dan Avicennia, meningkatkan laju

respirasi dan mengganggu proses fotosintesis (McMillan, 1971). Kenaikan

salinitas juga menyebabkan turunnya kandungan oksigen dalam substrat.

Walaupun semai Rhizophora tergolong toleran terhadap gradien salinitas

(McMillan, 1971), tetapi terdedah pada salininitas yang cukup tinggi dalam waktu

yang cukup lama akan berdampak juga terhadap kesintasan semai

Rhizophoraceae.

Pada mangrove sebenarnya sudah berkembang mekanisme fisiologis dan

genetis sebagai respons terhadap habitat yang bersalinitas cukup tinggi yaitu

dengan dimilikinya “kelenjar garam” pada daun. “Kelenjar garam” itu mampu

mengekskresikan kelebihan garam yang masuk ke dalam tubuhnya. Walaupun

mekanisme pengeluaran garam melalui “kelenjar garam” telah ada pada

mangrove, namun untuk fase semai yang jumlah daunnya terbatas, keberadaan

“kelenjar garam” masih belum cukup untuk menghadapi perubahan salinitas

substrat yang cukup signifikan.

Dalam keadaan ekstrem (salinitas diluar batas toleransi), komunitas

mangrove hanya dapat tumbuh saja tanpa mengalami perkembangan lain

sebagaimana keadaan normal. Bahkan ada sebagian mangrove dapat tumbuh di air

tawar (Teas, 1979 dalam Collins 1993.) Kendati demikian, Kuenzler (1974, dalam

Page 5: TT EKOTUM

Thom. 1985) menyatakan bahwa komunitas mangrove tidak dapat mengalami

perkembangan pada lingkungan yang benar-benar tawar. Dengan demikian dapat

dikatakatan bahwa salinitas yang sangat rendah juga merupakan bentuk cekaman

terhadap kesintasan semai mangrove di alam.

Kesintasan dan jumlah individu semai sejenis per satuan luas ruang

(kerapatan jenis) menunjukkan kemampuan untuk menguasai dan memanfaatkan

sumber daya dari lingkungan. Jenis yang kesintasan dan kerapatan semainya besar

mencerminkan penguasaan dan pemanfaatan sumber daya yang besar juga, serta

adaptif terhadap kondisi lingkungan (McMillan, 1971). Kecepatan pertumbuhan

dan perkembangan semai berpengaruh terhadap kecepatan regenerasi komunitas.

Populasi yang dominan menguasai dan memanfaatkan sumber daya lingkungan

dan menang dalam kompetisi akan lebih cepat tumbuh dan berkembang sehingga

lebih cepat proses regenerasinya. Kecendrungan yang sama juga terjadi pada

proses regenerasi komunitas mangrove.

Regenerasi komunitas mangrove di hutan alami (kondisinya masih

alamiah) berlangsung lebih cepat. Faktor-faktor lingkungan yang stabil

merupakan salah satu penyebabnya. Minimnya dampak campur tangan manusia

terhadap ekosistem alami menyebabkan interaksi dalam sistem antara komponen

biotik dengan abiotik lebih beragam. Keanekaragaman bentuk interaksi antar

komponen dalam sistem menyebabkan efisiensi dari sistem (McMillan, 1971) dan

keadaan ini menyebabkan terciptanya kondisi optimal bagi pertumbuhan vegetasi

dan meningkatkan nilai kesintasan jenis yang ada di dalamnya.

Secara ekologis, suatu jenis yang nilai kesintasan semainya lebih besar

daripada jenis lain di suatu lokasi, berarti jenis tersebut mempunyai peluang lebih

berhasil regenerasinya di lokasi yang bersangkutan. Fenomena ini memungkinkan

terjadinya pergeseran jenis yang predominan pada komunitas mangrove di suatu

habitat. Kenyataan seperti ini dapat ditemui di beberapa ekosistem mangrove yang

telah mengalami perubahan tata lingkungan yang cukup besar. Pergeseran jenis

yang predominan dalam suatu komunitas merupakan salah satu indikator adanya

kondisi lingkungan yang sedang berubah (Kusmana, 1992 dan English, 1994).

Dalam kondisi buatan di laboratorium, pengamatan dilakukan terhadap

perubahan beberapa indikator morfologis semai seperti perubahan panjang dan

Page 6: TT EKOTUM

jumlah akar, jumlah daun, dan panjang batang. Hasilnya menunjukkan bahwa

kenaikan salinitas air sebesar 20 % secara bermakna menyebabkan berkurangnya

jumlah akar dan daun, serta terhambatnya pertumbuhan akar dan batang semai

Rhizophoraceae. Kenaikan salinitas substrat di atas 25 % secara bermakna

menyebabkan berkurangnya kesintasan semai Rhizophoraceae.

KESIMPULAN