Triage

34
TRIAGE Pengertian Triage Triage adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan kondisinya. Triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan keahlian setempat. Prioritas yang lebih tinggi diberikan pada korban yang prognosis jangka pendek atau jangka panjangnya dapat dipengaruhi secara dramatis oleh perawatan sederhana yang intensif. Sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat daruratan. Sehingga tenaga medis benar-benar memberikan pertolongan pada pasien yang sangat membutuhkan dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien tersebut. Tujuan Triage Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan. Kode Warna International Dalam Triage : 1. Prioritas 1 atau Emergensi: warna MERAH (kasus berat) Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera, perdarahan berat,pasien dibawa ke ruang resusitasi, waktu tunggu 0 (nol) Misalnya: ·Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla ·Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat ·Fraktur terbuka dan fraktur compound ·Luka bakar > 30 % / Extensive Burn dan Shock tipe apapun

Transcript of Triage

TRIAGE

Pengertian Triage

Triage adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan kondisinya. Triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan keahlian setempat. Prioritas yang lebih tinggi diberikan pada korban yang prognosis jangka pendek atau jangka panjangnya dapat dipengaruhi secara dramatis oleh perawatan sederhana yang intensif. Sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat daruratan. Sehingga tenaga medis benar-benar mem-berikan pertolongan pada pasien yang sangat membutuhkan dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien tersebut.

Tujuan Triage Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjut-nya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.

Kode Warna International Dalam Triage :

1. Prioritas 1 atau Emergensi: warna MERAH (kasus berat) Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera, perdara-han berat,pasien dibawa ke ruang resusitasi, waktu tunggu 0 (nol)

Misalnya: ·Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla ·Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat ·Fraktur terbuka dan fraktur compound ·Luka bakar > 30 % / Extensive Burn dan Shock tipe apapun

2. Prioritas 2 atau Urgent: warna KUNING (kasus sedang) Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, waktu tunggu 30 menit, area critical care.

Misalnya:· Trauma thorax non asfiksia · Fraktur tertutup pada tulang panjang · Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW ) · Cedera pada bagian / jaringan lunak

3. Prioritas 3 atau Non Urgent: warna HIJAU (kasus ringan) Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal, luka lama, kondisi yang timbul sudah lama, area ambulatory / ruang P3.

· Minor injuries · Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan

4. Prioritas 0: warna HITAM (kasus meninggal) · Tidak ada respon pada semua rangsangan · Tidak ada respirasi spontan · Tidak ada bukti aktivitas jantung · Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

Metode TRIAGE 

A. START ( Simple triage And Rapid Treatment)

Adalah suatu system yang dikembangkan untuk memungkinkan paramedic memilah korban dalam waktu yang singkat kira – kira 30 detik.Yang perlu diobservasi : Respiration, Perfusion, dan Mental Status ( RPM ).System START di desain untuk membantu penolong untuk mene-mukan pasien yang menderita luka berat. START didasarkan pada 3 observasi : RPM ( respiration, perfusion, and Mental Status )

1. Respiration / breathing

Jika pasien bernafas, kemudian tentukan frekuensi pernafasanya, jika lebih dari 30 / menit, kor-ban ditandai Merah / immediate. Korban ini menujukkan tanda – tanda primer shock dan butuh perolongan segera.  Jika pasien bernafas dan frekuensinya kurang dari 30 / menit, segera lakukan observasi selanjutnya ( perfusion and Mental status ). Jika pasien tidak bernafas, dengan cepat bersihkan mulut korban dari bahan – bahan asing.

2. Perfusion or Circulating

Bertujuan untuk mengecek apakah jantungnya masih memiliki kemampuan untuk mensirku-lasikan darah dengan adekuat, dengan cara mengecek denyut nadi. Jika denyut nadi lemah dan tidak teratur korban ditandai immediate. Jika denyut nadi telah teraba segera lakukan obserbasi status mentalnya.

3. Mental status

Untuk mengetesnya dapat dilakukan dengan memberikan instruksi yang mudah pada korban tersebut : “buka matamu” atau “ tutup matamu “.

R :30 P:2” M: IKUT

B. METTAG (Triage tagging system)

Sistem METTAG digunakan untuk memprioritaskan tindakan atas korban dan melakukan resusitasi di tempat. Tag warna pada METTAG sama dengan Kode Warna International Dalam Triage (merah, kuning, hijau, dan hitam) .

Selain 4 warna di atas, ada juga yang mengkategorikan menjadi 5 warna, tag warna biru : korban dengan cedera yang sangat berat dan tidak memungkinkan untuk dilakukan resusitasi.

PATIENT SAFETY (KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT)

Rhudy Marseno*

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

1. LATAR BELAKANG PATIENT SAFETY

Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis

obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah

Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya ke-

salahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medi-

cal error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be com-

pleted as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to

achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan

sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk

diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau

perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan

perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan

mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa

berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melak-

sanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera

serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu

obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat

dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan

membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat den-

gan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan anti-

dotenya).

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu keja-

dian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena

suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharus-

nya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi

pasien.

Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan

atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,

menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertin-

dak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesala-

han pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan

obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak

layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta

monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain

seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kese-

hatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umum-

nya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian

besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput

dari perhatian kita semua.

Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of

Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (pa-

tient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan

capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai

target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam

“TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa

dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Keja-

dian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini,

tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program

bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien

di rumah sakit.

Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005

tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah

untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh

dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan

ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang

berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah

sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.

Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu

memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien meng-

haruskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai

bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan

system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang

ada.

2. PENGERTIAN PATIENT SAFETY

Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang

membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.

Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan aki-

bat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang se-

harusnya diambil.

- Keselamatan pasien ( patient safety ) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah s a k i t   m e m b u a t   a s u h a n   p a s i e n   l e b i h   a m a n .   S i s t e m   t e r s e b u t   m e l i p u t i  a s e s m e n   r e s i k o , identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dananalisis  insiden, kemampuan belajar  dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasisolusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegahterjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atautidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.(Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)

3. TUJUAN PATIENT SAFETY

Tujuan “Patient safety” adalah

1.      Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS

2.      Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;

3.      Menurunnya KTD di RS

4.      Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengu-

langan KTD.

4. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY

Pelaksanaan “Patient safety” meliputi

1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating

Centre for Patient  Safety, 2 May 2007), yaitu:

1)      Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike

medication names)

2)      Pastikan identifikasi pasien

3)      Komunikasi secara benar saat serah terima pasien

4)      Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar

5)      Kendalikan cairan elektrolit pekat

6)      Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan

7)      Hindari salah kateter dan salah sambung slang

8)      Gunakan alat injeksi sekali pakai

9)      Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Pa-

tient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on

Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun

2002),yaitu:

1.      Hak pasien

Standarnya adalah

Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang

rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian

Tidak Diharapkan).

Kriterianya adalah

1)      Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan

2)      Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana

pelayanan

3)      Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan

yang jelas dan benar   kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan

hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemu-

ngkinan terjadinya KTD

2.      Mendidik pasien dan keluarga

Standarnya adalah

RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung

jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriterianya adalah:

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterli-

batan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus

ada system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewa-

jiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan

tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:

1)      Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur

2)      Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

3)      Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti

4)      Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

5)      Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS

6)      Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

7)      Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3.      Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standarnya adalah

RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar

tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriterianya adalah:

1)      koordinasi pelayanan secara menyeluruh

2)      koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan

sumber daya

3)      koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi

4)      komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4.      Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

         Standarnya adalah

RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memoni-

tor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara

intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.

Kriterianya adalah

1)      Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design)

yang baik, sesuai dengan  ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien

Rumah Sakit”.

2)      Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja

3)      Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

4)      Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi

hasil analisis

5.      Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standarnya adalah

1)      Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7

Langkah Menuju KP RS ”.

2)      Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko

KP & program mengurangi KTD.

3)      Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &

individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP

4)      Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur,

mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.

5)      Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam

meningkatkan kinerja RS & KP.

         Kriterianya adalah

1)      Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan

pasien.

2)      Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan

program meminimalkan insiden,

3)      Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen

dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi

4)      Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan

kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan

penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

5)      Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan den-

gan insiden,

6)      Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden

7)      Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit

dan antar pengelola pelayanan

8)      Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan

9)      Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan

kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah

sakit dan keselamatan pasien

6.      Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standarnya adalah

1)      RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap ja-

batan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.

2)      RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan un-

tuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pen-

dekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriterianya adalah

1)      memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat

topik keselamatan pasien

2)      mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-

service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insi-

den.

3)      menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)

guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka

melayani pasien.

7.      Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien.

           Standarnya adalah

1)      RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk

memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.

2)      Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.

           Kriterianya adalah

1)      disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses man-

ajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait den-

gan keselamatan pasien.

2)      Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi un-

tuk merevisi manajemen informasi yang ada

 

3. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-

RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit

1.      Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan

kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”

Bagi Rumah sakit:

Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta,  

dukungan kepada staf, pasien, keluarga

Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden

Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden

Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP

Bagi Tim:

Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden

Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tin-

dakan/solusi yg tepat

2.      Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat

& jelas tentang KP di RS anda”

Bagi Rumah Sakit:

Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP

Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi “Penggerak” (champion) KP

Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen

Masukkan KP dlm semua program latihan staf

Bagi Tim:

Ada “penggerak” dlm tim utk memimpin Gerakan KP

Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP

Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden

3.      Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem &

proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg poten-

sial brmasalah”

Bagi Rumah Sakit:

Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP

Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko

Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko &

tingkatkan kepedulian thdp pasien

Bagi Tim:

Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait

Penilaian risiko pd individu pasien

Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &

langkah memperkecil risiko tsb

4.      Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt

melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”

Bagi Rumah sakit:

Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun

ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS – PERSI

Bagi Tim:

Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah

tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting

5.      Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara

komunikasi yg terbuka         dg pasien”

Bagi Rumah Sakit

Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga

Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden

Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka

kpd pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien

Bagi Tim:

Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden

Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden

Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.

6.      Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong

staf anda utk melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana &

mengapa kejadian itu timbul”

Bagi Rumah Sakit:

Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab

Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analy-

sis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis

lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun utk proses risiko

tinggi

Bagi Tim:

Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden

Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman terse-

but

7.      Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, “Gu-

nakan informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd

sistem pelayanan”

Bagi Rumah Sakit:

Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian in-

siden, audit serta analisis

Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf &

kegiatan klinis, penggunaan instrumen yg menjamin KP

Asesmen risiko utk setiap perubahan

Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI

Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden

Bagi Tim:

Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman

Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya

Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan

 LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PELAKSANAAN PATIENT

SAFETY ADALAH

a. Di Rumah Sakit

1.      Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit,

dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter,

dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.

2.      Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan

pelaporan internal tentang insiden

3.      Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Kesela-

matan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia

4.      Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit

dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.

5.      Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis

berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan

standar-standar yang baru dikembangkan.

b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota

1.      Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-

rumah sakit di wilayahnya

2.      Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan

anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.

3.      Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien

rumah sakit

c. Di Pusat

1.      Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhim-

punan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

2.      Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

3.      Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Di-

nas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pen-

didikan dengan jejaring pendidikan.

4.      Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.

 Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa di-

lakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini

1. Put the focus back on safety

Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan tera-

man untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan

dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus

menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan

lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris

mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa

didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan

mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.

2. Think small and make the right thing easy to do

Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membu-

tuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kom-

pleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan

memberikan peningkatan yang lebih nyata.

3. Encourage open reporting

Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengala-

man yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus mem-

buat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang

membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tin-

dakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insi-

den yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.

4. Make data capture a priority

Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan

mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data

mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi

dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.

5. Use systems-wide approaches

Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengem-

bangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf

juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas

pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient

safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS,

maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.

6. Build implementation knowledge

Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan

metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai

pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris,

pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah

dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga di-

harapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya

kerja.

7. Involve patients in safety efforts

Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat

memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil,

tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat

umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kon-

tribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa di-

arahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa

yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?

8. Develop top-class patient safety leaders

Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan

data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan,

memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah

sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan

yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk

tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS

harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan ker-

jasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang

baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa

saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.

5. ASPEK HUKUM TERHADAP PATIENT SAFETY

Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah se-

bagai berikut

UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit

1.      Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum

a.       Pasal 53 (3) UU No.36/2009

“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan

nyawa pasien.”

b.      Pasal 32n UU No.44/2009

“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama

dalam perawatan di Rumah Sakit.

c.       Pasal 58 UU No.36/2009

1)      “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kese-

hatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian aki-

bat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.”

2)      “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan

penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan

darurat.”

 2.      Tanggung jawab Hukum Rumah sakit

a.       Pasal 29b UU No.44/2009

”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan

efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar

pelayanan Rumah Sakit.”

b.      Pasal 46 UU No.44/2009

“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian

yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”

c.       Pasal 45 (2) UU No.44/2009

“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka

menyelamatkan nyawa manusia.”

 3.      Bukan tanggung jawab Rumah Sakit

Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit

“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/

atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat be-

rakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprese-

hensif. “

 4.      Hak Pasien

a.       Pasal 32d UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang

bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”

b.      Pasal 32e UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien

sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”

c.       Pasal 32j UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,

risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan

yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”

d.      Pasal 32q UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit

apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai den-

gan standar baik secara perdata ataupun pidana”

5.      Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien

Pasal 43 UU No.44/2009

1)      RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien

2)      Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,

menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menu-

runkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

3)      RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang

membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri

4)      Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditu-

jukan untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan

pasien.

 Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang kesela-

matan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system di-

mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut

meliputi:

a.       Assessment risiko

b.      Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien

c.       Pelaporan dan analisis insiden

d.      Kemampuan belajar dari insiden

e.       Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

 

6. MANAJEMEN PATIENT SAFETY

Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan

Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi

7. SISTEM PENCACATAN DAN PELAPORAN PADA PATIENT SAFETY

a. Di Rumah Sakit

1.      Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait den-

gan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan

dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah

sakit.

2.      Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait

dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Dihara-

pkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit

pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.

3.      Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab

masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja

4.      Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien

Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil

solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.

5.      Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden

dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.

 b. Di Propinsi

Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari

Komite Keselamatan Rumah Sakit

 c. Di Pusat

1.      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi lapo-

ran dari rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya

2.      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis

yang telah dilakukan oleh rumah sakit

3.      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis

laporan insiden  bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah

sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah

sakit

4.      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosial-

isasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI

Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.

 8. MONITORING DAN EVALUASI

a. Di Rumah sakit

Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit

kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit

kerja

b. Di propinsi

Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan eval-

uasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah ker-

janya

c. Di Pusat

1.      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan

evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-

rumah sakit

2.      Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.

 REFERENSI

1.      Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Per-

spektif Hukum Kesehatan.

2.      Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Dela-

pan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN

Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3

3.       Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP)

Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of  medical student of Block

21st of Andalas University, Indonesia

4.       Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).

2005

BSB.

 Tugas BSB :

a. Menangani penderita/ korban akibat kejadian bencana dengan cecepat, tepat, cermat

b. Membantu mengatasi dan memulihkan dampak bencana

c. Membantu kesiapan masyarakat dalam melakukan penyiapan dan mitigasi bencana

d. Menciptakan kondisi yang mendukung agar masyarakat mau memanfaatkan tim BSB

secara efisien dan efektif

KEANGGOTAAN

Keanggotaan BSB daerah Meliputi unsur manjemen, teknis media dan unsur non medis.

a. Tenaga manajemen terdiri dari unsur yang bekerja di bawah Dinas Kesehatan dan

Rusetempat (pemerintah & Swasta) yang terkait dengan penangan bencana.

b. Tenaga Teknis medis adalah perangkat tenaga medis ramah sakit, dokter Puskesmas

c. Tenaga non medis adalah unsur awam umum dan awam khusus, organisasi profesi lain,

dan organisasi sosial lainnya terlibat

KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNSI BSB DAERAH

1. Dalam Keadan sehari-hari/ tidak terjadi bencana :

Tujuan yang tergabung dalam BSB berada di dalam unit kerjanya masing

2. Dalam Keadaan bencana :

Semua anggota BSB di bawah Kepala Dinas Kesehatan setempat dengan koordinasi

Satkorlak/ satlak PBP, bertugas sebagai Reaksi Cepat dalam penanganan korban bencana

(Rapid Response) serta melaksanakan penilaian kebutuhan yang berhubungan dengan pe-

naggulangan masalah kesehatan akibat bencana (Rapid Health Asesment)

3. Pasca Bencana

BSB melaksanakan survailans epidemiologi untuk pengendalian penyakit menular,

higien, dan sanitasi lingkungan serta membantu rehabilitasi stress paska trauma

Komponen Utama BSB Daerah

1. Komponen pra rumah sakit

Komponen intra rumah sakit

Komponen antar rumah sakit

2. Komponen penunjang

Ø Komponen komunikasi

Ø Komponen transportasi

Ø Komponen Pendanaan

3. Komponen sumber daya manusia

Ø Tenaga kesehatan : perawat mahir, dokter, dokter spesialis

Ø Tenaga non kesehatan : awam umum, awam khusus

4. Koordinasi antara tim kesehatan dan non kesehatan dalam bentuk kerja sama Lintas Sektor

Komponen –komponen tersebut harus dapat berinteraksi secara efektif dan efisien

untuk menjamin berhasilnya pelayanan gawat darurat yang bermutu. Peningkatan mutu hanya

dapat dicapai apabila dilakukan perbaikan pada semua komponen tanpa kecuali. Pada

kenyataannya saau ini komponen pra rumah sakit adalah satu komponen yanng masih lemah.

Maka dari itu untuk menjamin profesionalitas kemampuan pendukung komponen

Brigade Siaga Bencana perlu diselenggrakan pelatihan khusus mengenai penanganan

kegawatdaruratan sehari-hari maupun bencana baik untuk tenaga kesehatan maupun non

kesehatan. Adapun jenis pelatihan penanganan kegawatdaruratan :

JENIS SDM KEMAMPUAN YANG HARUS DIMILIKI

Awam Umum PPGD awam umum

Awam Khusus

Ø Polisi

Ø Pemadam Kebakaran

Ø Pramuka

Ø PMI

Ø Hansip

Ø Driver Ambulance 118

Ø Organisasi profesi lain

PPGD awam khusus

Perawat Mahir PPGD perawat, BLS, AlS

Dokter Umum PPGD dokter, ATLS, ACLS

Dokter Specialis Diagnosa dan terapi alternatif