Trauma Optic Neuropathy

8
Seorang laki laki, 34 tahun, terkena pemukul baseball di dahi. Menurut temannya, ia kehilangan kesadaran sementara dan akhirnya dibawa ke ruang emergensi karena hilang kesadarannya dan pembengkakan pada mata kiri. Hasil CT Scan menunjukkan sedikit fraktur pada tulang frontalis didepan sinus frontalis, dan sedikit fraktur pada bagian atas kanalis optikus. Pada pemeriksaan visus mata kiri 1/~ dan mata kanan 6/6. Ditemukan RAPD 3.0 log unit pada mata kiri. Pemeriksaan motilitas normal. Segmen anterior normal. Pemeriksaaan funduskopi ditemukan atrofi nervus optikus dan perubahan peripapillary epitel pigmen retina. PRO: Tatalaksana Traumatic Optic Neuropathy (TON) dengan steroid dosis tinggi atau operasi Nicholas Volpe Saat ini belum ditemukan panduan untuk menentukan tatalaksana yang pasti dalam menangani traumatic optic neuropathy (TON). Pada pasien ini ditemukan isolated posterior indirect traumatic optic neuropathy dengan penurunan visus yang berat. Kriteria diagnosis untuk posterior indirect TON adalah riwayat trauma tumpul yang mengenai muka bagian depan atau dahi yang menyebabkan penurunan visus, defek lapangan pandang, dan RAPD (+) unilateral, refleks fundus normal. Pada sebagian besar kasus, karena cedera mengenai tulang wajah, maka tidak

description

TON

Transcript of Trauma Optic Neuropathy

Page 1: Trauma Optic Neuropathy

Seorang laki laki, 34 tahun, terkena pemukul baseball di dahi. Menurut temannya, ia

kehilangan kesadaran sementara dan akhirnya dibawa ke ruang emergensi karena

hilang kesadarannya dan pembengkakan pada mata kiri. Hasil CT Scan

menunjukkan sedikit fraktur pada tulang frontalis didepan sinus frontalis, dan

sedikit fraktur pada bagian atas kanalis optikus. Pada pemeriksaan visus mata kiri

1/~ dan mata kanan 6/6. Ditemukan RAPD 3.0 log unit pada mata kiri. Pemeriksaan

motilitas normal. Segmen anterior normal. Pemeriksaaan funduskopi ditemukan

atrofi nervus optikus dan perubahan peripapillary epitel pigmen retina.

PRO: Tatalaksana Traumatic Optic Neuropathy (TON) dengan steroid dosis tinggi

atau operasi

Nicholas Volpe

Saat ini belum ditemukan panduan untuk menentukan tatalaksana yang pasti dalam

menangani traumatic optic neuropathy (TON). Pada pasien ini ditemukan isolated

posterior indirect traumatic optic neuropathy dengan penurunan visus yang berat.

Kriteria diagnosis untuk posterior indirect TON adalah riwayat trauma tumpul yang

mengenai muka bagian depan atau dahi yang menyebabkan penurunan visus, defek

lapangan pandang, dan RAPD (+) unilateral, refleks fundus normal. Pada sebagian

besar kasus, karena cedera mengenai tulang wajah, maka tidak ditemukan trauma

iris, hifema, pendarahan vitreous, dan commotio retina. Faktanya jika ditemukan

adanya cedera mata yang serius tidak direkomendasikan untuk mentreatment

kemungkinan TON yang disebabkan karena cedera mata tersebut.

Diagnosis banding kasus TON adalah gejala gejala neuropati optic, retina

compromise secondary karena trauma, dan kehilangan penglihatan fungsional (non

organic). Insidens TON paling banyak ditemukan pada laki-laki muda, dengan

kecelakaan lalu lintas dan perkelahian. Penyebab lain termasuk cedera karena

tertimpa benda, luka tembak, dan jatuh dari skateboard. 2-5 % Insidens TON setelah

trauma fasialis.

Page 2: Trauma Optic Neuropathy

CT scan merupakan pilihan prosedur untuk menentukan diagnosis. CT scan

direct dengan potongan coronal lebih diutamakan jika pasien dapat diposisikan

dengan aman. Coronal CT menunjukkan gambaran yang detail dari kanalis optikus.

Pada kasus ini, teridentifikasi fraktur dan kemungkinan terdapat frakment tulang

yang tersangkut pada saraf. Biasanya, pada CT scan jika teridentifikasi temuan lain

seperti hematome pada pembungkus nervus optikus atau subperiosteal serta

perdarahan orbital apex dapat sebagai indikasi dilakukan tatalaksana operasi.

Identifikasi fraktur pada CT scan tidak selalu untuk menegakkan diagsosis TON. MRI

dapat mengevaluasi lebih baik jaringan lunak yang tidak normal tetapi tidak terlalu

dibutuhkan. CT scan berperan dalam perencanaan operasi untuk dekompresi

kanalis optikus.

Pada kebanyakan kasus dengan diagnosis ini, pasien berusia muda dan

mengalami cedera berat menjalani hidup bertahun-tahun dengan kehilangan

penglihatan. Meskipun tidak ada panduan baku dalam tatalaksana kasus ini,

terdapat beberapa studi yang menyarankan pasien dengan TON akan lebih baik jika

ditreatment secara konvensional atau pemberian steroid dosis sangat tinggi dan

kemungkinan dilakukan dekompresi kanalis optikus. Pada akhirnya, klinisi

memutuskan apakah mereka akan membiarkan kondisi pasien lebih lanjut atau

mencoba melakukan intevensi dengan beberapa pilihan treatment yang ada.

Penyembuhan dapat menjadi lebih buruk pada pasien dengan usia di atas 40 tahun,

dengan kehilangan kesadaran saat kejadian dan perdarahan di posterior ethmoidal

air cells.

Beberapa studi menjelaskan dalam perjalanan penyakit kasus ini, 1/3 pasien

menunjukkan kemajuan yang spontan tanpa dilakukan treatment. Dan pada

beberapa studi retrospektif menyatakan bahwa pasien dengan treatment

konvensional dan penggunaan steroid dosis sangat tinggi menjukkan perbaikan

yang bearti, hampir pada 2/3 pasien. Sebagai tambahan, beberapa studi, dalam

riwayat perjalanan penyakitnya, pasien yang menggunakan steroid merasakan

peningkatan penglihatan selama treatment. Bahkan pada “no light perception

vision” bukan kontraindikasi untuk dilakukan treatment seperti pasien diatas yang

mengalami peningkatakan penglihatan.

Page 3: Trauma Optic Neuropathy

Diduga mekanisme dari cedera nervus optikus pada trauma tidak langsung

optic neuropathy terjadi karena pergeseran axon secara mekanik dan juga

disebabkan karena nekrosis contusio yang mungkin menyebabkan iskemik dan

microvascular compromise. Setelah terjadi trauma pada kepala bagian depan,

pergerakan melambat tiba-tiba dari kepala yang dilanjutkan gerakan kedepan oleh

bola mata menyebabkan pergerseran secara paksa sepanjang nervus intracanicular

yang lengket pada dura. Hal ini sudah diuji pada percobaan cadaver dan didapatkan

bahwa sebagian besar anterior pada canal, foramen optikus, adalah daerah yang

paling mengalami pergeseran karena trauma pada kepala bagian depan. Selain itu,

akan ditemukan kerusakan lanjutan yang terjadi karena pembengkakan pada

nervus optikus dengan kerusukan pada axon. Ini merupakan kombinasi dari

mekanisme apoptosis, reperfusion injury dan edema yang menyebabkan kehilangan

penglihatan secara perlahan.

Kontroversi: Belum ada pengobatan pada Traumatic Optic Neuropathy (TON)

Eric Eggenberger

TON sering kali merupakan salah satu penyebab kebutaan pada mata. Walaupun

TON sering ditemukan, namun penegakan diagnosis dari TON itu sendiri masih

belum jelas. Sampai saat ini masih tidak ada panduan baku yang digunakan dalam

penatalaksanaan TON, baik dalam bentuk non operatif (medikasi) dan operatif

(dekompresi).

Prognosis TON tidak mudah ditentukan, hal ini dikarenakan perbedaan

mekanisme, keparahan, komorbid, dan penatalaksanaan pada setiap kasus.

Berdasarkan penelitian oleh Chou dkk, didapatkan perbaikan pada 53% dari 176

pasien yang hanya hanya mendapatkan pengobatan non operatif, 46% dari 477

pasien yang mendapatkan pengobatan operatif, dan 31% dari 81 pasien tanpa

pengobatan. Perbedaan jumlah yang signifikan antara pasien yang tidak mendapat

pengobatan sebanyak 81 orang dan yang dilakukan operasi dekompresi sebanyak

477 orang menimbulkan bias pada penelitian tersebut. Di penelitian lain, Levin dkk

Page 4: Trauma Optic Neuropathy

melakukan penelitian tak acak pada 133 pasien dengan TON. Penelitian tersebut

membandingkan pasien TON yang dilakukan terapi steroid, operasi dekompresi,

dan tanpa pengobatan. Hasil yang didapatkan berdasarkan perbaikan kemampuan

penglihatan, ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan pada masing-masing

kelompok.

Penggunaan steroid dosis tinggi sudah diujicoba pada trauma tulang

belakang (National Acute Spinal Cord Injury Studies [NASCIS] II dan III), dimana

pemberian steroid dengan dosis sangat tinggi (megadose) memberi perbaikan pada

trauma tulang belakang. Hal yang berbeda didapatkan dari ujicoba Corticosteroid

Randomization After Significant Head Injury (CRASH) pada trauma kapitis tertutup.

Pada ujicoba ini didapatkan peningkatan mortalitas pasien yang diberikan steroid

dosis tinggi dibandingkan dengan placebo (relative risk 1.18; CI 1.09-1.27). Hal ini

membawa pemahaman bahwa pemberian steroid dosis tinggi tidak berpengaruh

pada TON, walaupun tidak disertai bukti langsung. Dikarenakan penelitian yang

sedikit tentang terapi TON, hal yang paling substansial adalah apakah TON lebih

mendekati penatalaksanaan trauma tulang belakang atau trauma kapitis tertutup.

Syaraf optik secara struktural lebih mendekati spinal kord daripada hemisphere

cerebri, namun TON lebih sering bersamaan dengan trauma kapitis.

Walaupun penggunaan steroid dosis tinggi sering digunakan pada

penatalaksanaan TON, namun perlu dipertimbangkan efek buruk yang terjadi,

terutama bila terdapat trauma kapitis tertutup. Terapi optimal pada TON masih

menunggu penelitian yang sedang dilakukan terutama tipe randomized clinical

treatment trial.

Pada saat ini belum ada standart baku penatalaksanaan TON. Belum ada

consensus yang jelas dari penelitian yang dilakukan baik dari penelitian prospektif

maupun retrospektif. Salah satu panduan penggunaan steroid dosis tinggi berasal

dari National Acute Spinal Cord Injury Studies. Penelitian ini mempelajari

penggunaan steroid pada cedera otak akut dan cedera tulang belakang. Hasil yang

signifikan didapatkan pada kelompok terapi steroid dosis tinggi (30mg/kg

dilanjutkan dengan terapi parenteral 5,4 mg/kg/jam selama 24 atau 48 jam) dalam

8 jam pertama. Namun ditemukan juga bukti perburukan pada pemberian steroid

Page 5: Trauma Optic Neuropathy

yang dilakukan pada binatang percobaan. Dalam penelitian lain, Corticosteroid

Randomization After Significant Head Injury (CRASH) mengatakan bahwa pemberian

steroid dosis tinggi meningkatkan angka mortalitas pada pasien pasien dengan

trauma kapitis. Penelitian dengan mempelajari hasil dari pemberian terapi dosis

tinggi ( 2g loading dose dilanjutkan dengan 0,4 g/jam selama 48 jam) dalam bentuk

randomized, placebo controlled studies yang dilakukan pada 10.008 pasien trauma

kapitis didapatkan angka mortalitas 21,1% kelompok steroid dan 17,9% kelompok

placebo (p=,0001). Hasil yang didapatkan ini tidak aplikatif penerapannya pada

pasien penderita isolated TON tanpa tambahan cedera lain pada otak.

Pada akhirnya, pemberian steroid pada pasien TON dilakukan berdasarkan 2

alasan, yaitu pemberian steroid secara konvensional (Methylprednisolon 250mg IV,

4x/hari) akan mengurangi edema pada syaraf optik dan mencegah cedera lanjutan

dikarenakan kompresi syaraf optik. Steroid dosis tinggi seperti yang disarankan

oleh National Acute Spinal Cord Injury Trials, dapat digunakan pada neuropaty optic

sebagai pencegahan komplikasi kerusakan oksidatif syaraf optik. Namun di sisi lain,

terdapat beberapa penilitian yang menyatakan bahwa steroid tidak berpengaruh

pada pengobatan TON.

Penatalakasanaan neuropaty optik tidak dapat ditentukan apabila pasien

datang dalam keadaan koma atau tidak kooperatif. Namun apabila kerusakan optic

dapat diidentifikasi dalam 8 jam pertama kejadian, maka penatalaksanaan

penggunaan steroid sebagai terapi dapat dipertimbangkan. Penggunaan steroid

secara konvensional atau dosis tinggi dipertimbangkan terutama pada pasien

kapitis ringan dengan risiko komplikasi minimal. Apabila pasien mengalami

progresifitas dan pemberian steroid tidak effektif, maka pilihan lain adalah terapi

dekompresi terutama pada kanal optik selain penatalaksanaan fraktur yang

mungkin menjadi penyebab kompresi.