Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

28
Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi Bagian I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiki lebih dari 17.000 pulau dengan total wilayah 735.355 mil persegi. Indonesia dan menempati peringkat keempat dari 10 negara berpopulasi terbesar di dunia (sekitar 220 juta jiwa). Tanpa sarana transportasi yang memadai maka akan sulit untuk menghubungkan seluruh daerah di kepulauan ini. Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Dalam kerangka makro-ekonomi, transportasi merupakan tulang punggung perekonomian nasional, regional, dan lokal, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Harus diingat bahwa sistem transportasi memiliki sifat sistem jaringan di mana kinerja pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan. Sarana transportasi yang ada di darat, laut, maupun udara memegang peranan vital dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi distribusi antara daerah satu dengan daerah yang lain. Distribusi barang, manusia, dll. akan menjadi lebih mudah dan cepat bila sarana transportasi yang ada berfungsi sebagaimana mestinya sehingga transportasi dapat menjadi salah satu sarana untuk mengintegrasikan berbagai wilayah di Indonesia. Melalui transportasi penduduk antara wilayah satu dengan wilayah lainya dapat ikut merasakan hasil produksi yang rata maupun hasil pembangunan yang ada. Skala ekonomi (economy of scale), lingkup ekonomi (economy of scope), dan keterkaitan (interconnectedness) harus tetap menjadi pertimbangan dalam pengembangan transportasi dalam kerangka desentralisasi dan otonomi daerah yang kerap didengungkan akhir-akhir ini. Ada satu kata kunci

Transcript of Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

Page 1: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

Bagian I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiki lebih dari

17.000 pulau dengan total wilayah 735.355 mil persegi. Indonesia

dan menempati peringkat keempat dari 10 negara berpopulasi

terbesar di dunia (sekitar 220 juta jiwa). Tanpa sarana transportasi

yang memadai maka akan sulit untuk menghubungkan seluruh

daerah di kepulauan ini.

Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived

demand) akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Dalam

kerangka makro-ekonomi, transportasi merupakan tulang punggung

perekonomian nasional, regional, dan lokal, baik di perkotaan

maupun di pedesaan. Harus diingat bahwa sistem transportasi

memiliki sifat sistem jaringan di mana kinerja pelayanan

transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan

jaringan.

Sarana transportasi yang ada di darat, laut, maupun udara

memegang peranan vital dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi

distribusi antara daerah satu dengan daerah yang lain. Distribusi

barang, manusia, dll. akan menjadi lebih mudah dan cepat bila

sarana transportasi yang ada berfungsi sebagaimana mestinya

sehingga transportasi dapat menjadi salah satu sarana untuk

mengintegrasikan berbagai wilayah di Indonesia. Melalui

transportasi penduduk antara wilayah satu dengan wilayah lainya

dapat ikut merasakan hasil produksi yang rata maupun hasil

pembangunan yang ada.

Skala ekonomi (economy of scale), lingkup ekonomi (economy of

scope), dan keterkaitan (interconnectedness) harus tetap menjadi

pertimbangan dalam pengembangan transportasi dalam kerangka

desentralisasi dan otonomi daerah yang kerap didengungkan akhir-

akhir ini. Ada satu kata kunci ini disini, yaitu integrasi, di mana

berbagai pelayanan transportasi harus ditata sedemikian rupa

sehingga saling terintegrasi, misalnya truk pengangkut kontainer,

Page 2: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

kereta api pengangkut barang, pelabuhan peti kemas, dan angkutan

laut peti kemas, semuanya harus terintegrasi dan memungkinkan

sistem transfer yang terus menerus (seamless).

Kebutuhan angkutan bahan-bahan pokok dan komoditas harus

dapat dipenuhi oleh sistem transportasi yang berupa jaringan jalan,

kereta api, serta pelayanan pelabuhan dan bandara yang efisien.

angkutan udara, darat, dan laut harus saling terintegrasi dalam satu

sistem logistik dan manajemen yang mampu menunjang

pembangunan nasional.

Transportasi jika ditilik dari sisi sosial lebih merupakan proses afiliasi

budaya dimana ketika seseorang melakukan transportasi dan

berpindah menuju daerah lain maka orang tersebut akan menemui

perbedaan budaya dalam bingkai kemajemukan Indonesia.

Disamping itu sudut pandang sosial juga mendeskripsikan bahwa

transportasi dan pola-pola transportasi yang terbentuk juga

merupakan perwujudan dari sifat manusia. Contohnya, pola

pergerakan transportasi penduduk akan terjadi secara massal dan

masif ketika mendekati hari raya. Hal ini menunjukkan perwujudan

sifat manusia yang memiliki tendesi untuk kembali ke kampung

halaman setelah lama tinggal di perantauan.

Pada umumnya perkembangan sarana transportasi di Indonesia

berjalan sedikit lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara

lain seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh

perbedaan regulasi pemerintah masing-masing negara dalam

menangani kinerja sistem transportasi yang ada. Kebanyakan dari

Negara maju menganggap pembangunan transportasi merupakan

bagian yang integral dari pembangunan perekonomian.

Pembangunan berbagai sarana dan prasarana transportasi seperti

halnya dermaga, pelabuhan, bandara, dan jalan rel dapat

menimbulkan efek ekonomi berganda (multiplier effect) yang cukup

besar, baik dalam hal penyediaan lapangan kerja, maupun dalam

memutar konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan

regional.

Kurang tanggapnya pemerintah dalam menanggapi prospek

perkembangan ekonomi yang dapat diraih dari tansportasi

Page 3: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

merupakan hal yang seharusnya dihindari. Sistem transportasi dan

logistik yang efisien merupakan hal penting dalam menentukan

keunggulan kompetitif dan juga terhadap pertumbuhan kinerja

perdagangan nasional dalam ekonomi global. Jaringan urat nadi

perekonomian akan sangat tergantung pada sistem transportasi

yang andal dan efisien, yang dapat memfasilitasi pergerakan

barang dan penumpang di berbagai wilayah di Indonesia.

Bagian II

TRANSPORTASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Pada hakikatnya transportasi merupakan proses perpindahan

barang, manusia, maupun jasa. Dalam proses perpindahan tersebut

terdapat suatu proses dimana seseorang akan melakukan aktivitas

ekonomi. Salah satu contoh yang paling sederhana adalah ketika

seorang mahasiswa berangkat menuju kampus menggunakan

sarana transportasi umum berupa bus. Ketika mahasiswa

menumpang bus tersebut telah terjadi aktivitas ekonomi disaat

mahasiswa membayar ongkos kepada kernet. Dalam perjalanan

biasanya pedagang asongan akan turut menumpang bus dengan

menawarkan barang daganganya. Ketika itu kembali lagi terjadi

aktivitas ekonomi disaat mahasiswa tersebut membeli barang

dagangan pedagang tersebut. Melalui contoh sederhana tersebut

dapat dimaknai bahwa transportasi merupakan sarana penunjang

bagi aktifitas ekonomi.

Dalam era Otonomi daerah saat ini, transportasi memegang

peranan penting bagi kelancaran pertumbuhan ekonomi daerah

tersebut. Perubahan sistem dari sentralisasi menjadi desentralisasi

membawa angin segar bagi daerah agar sebisa mungkin dapat

mendayagunakan kemampuan dan potensi daerahnya untuk

kelangsungan pembangunan. Distribusi barang dan jasa yang baik

dan lancar menuntut keberadaan sarana dan prasarana transportasi

yang memadai agar distribusi mampu mengcover seluruh lingkup

daerah tersebut.

Sebagai contoh adalah Propinsi Papua. Semenjak pemberlakuan

Page 4: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

otonomi daerah, propinsi Papua dituntut untuk lebih mandiri dalam

pembangunan daerahnya dan pembangunan daerah Papua akan

berjalan lancar jika distribusi barang, jasa, maupun manusia (dalam

hal ini adalah tenaga ahli) berjalan sebagaimana mestinya. Namun

demikian perbedaan spasial yang ada antara kota-kota besar di

Papua dan daerah pedalaman memberikan hambatan yang cukup

besar dalam distribusi. Perbedaan spasial disamping menyajikan

keberagaman sumber daya antar daerah juga memberikan

hambatan spasial yang tidak ringan baik itu dikarenakan oleh

perbedaan topografi, perbedaan kultur, dan sebagainya. Selama ini

distribusi barang dan jasa yang mampu mengcover seluruh wilayah

Papua cukup mengandalkan sarana transportasi udara berupa

penerbangan perintis. Melalui penerbangan perintis, kebutuhan

akan distribusi barang dan jasa dapat tercover, mengingat

hambatan spasial yang tidak dapat diatasi oleh sarana transportasi

darat. Namun, selama ini titik pusat penerbangan perintis di Papua

hanya terdapat di kota-kota besar seperti Jayapura, Merauke,

Manokwari, Sorong, dan Biak. Disamping itu armada penerbangan

perintis yang terdapat di Papua masih belum memadai dalam

mengcover seluruh distribusi barang agar lebih cepat dan memiliki

kuantitas yang besar. Hal ini disebabkan pesawat transport yang

selama ini melayani rute penerbangan perintis tersebut masih

berupa pesawat berbaling-baling berbadan kecil disamping kondisi

bandara yang belum mampu didarati pesawat sekelas Boeing 737.

Sehingga sampai saat ini pembangunan di Papua belum berjalan

secara optimal.

Era otonomi daerah juga memberikan kesempatan bagi tiap-tiap

daerah untuk memekarkan diri. Hal tersebut menyebabkan banyak

wilayah mulai dari tingkat Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan,

sampai Desa yang ingin melepaskan diri dari struktur yang lama

karena merasa mampu mandiri untuk berdiri sebagai Propinsi,

Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan sampai dengan Desa yang baru.

Salah satu contoh propinsi baru hasil pemekaran daerah adalah

propinsi Bangka-Belitung. Propinsi baru penghasil timah ini memiliki

modal yang lebih dari cukup untuk berdiri sebagai propinsi. Namun

demikian hambatan spasial berupa kondisi fisik propinsi tersebut

Page 5: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

yang berupa kepulauan dengan dua pulau terbesar yaitu pulau

Bangka dan Belitung cukup memberikan permasalahan bagi

distribusi pembangunan. Pengadaan dan optimalisasi armada

transportasi baik armada laut maupun udara akan memudahkan

distribusi barang dan jasa bagi propinsi baru tersebut. Dengan

mengandalkan sarana transportasi laut yang memiliki jumlah

armada yang belum memadai, nampaknya Propinsi Bangka-Belitung

patut memikirkan optimalisasi sarana transportasi yang ada

maupun memikirkan jalur transportasi udara agar mampu

melancarkan distribusi pembangunan.

Dari beberapa contoh diatas dapat disimpulkan bahwa transportasi

memegang peranan vital bagi pembangunan ekonomi daerah.

Melalui tersedianya sarana dan prasarana yang baik maka distribusi

barang, jasa, maupun manusia akan mampu berjalan lebih lancar,

cepat, dan dalam kuantitas yang besar sehingga pembangunan di

daerah akan berjalan dengan mulus.

A.  TRANSPORTASI PUBLIK DAN KONDISI SOSIAL

MASYARAKAT PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN

Dalam banyak kasus di lapangan dapat kita amati bahwa secara

tidak langsung transportasi mencerminkan kondisi sosial suatu

masyarakat. Pola pergerakan transportasi manusia juga merupakan

salah satu cerminan kondisi sosial suatu masyarakat. Dalam waktu-

waktu tertentu terkadang sejumlah besar penduduk melakukan

pergerakan secara bersamaan secara masif dengan menggunakan

sarana transportasi publik. Tentunya pergerakan penduduk ini akan

berimplikasi pada perekonomian pula. Salah satu contoh dari kasus

tersebut adalah fenomena mudik Lebaran.

Terdapat suatu fenomena menarik di masyarakat yang bisa

disaksikan setiap tahun menjelang Idul Fitri atau Lebaran. Sebagian

masyarakat daerah yang kebetulan bekerja di kota-kota besar

menjalankan ritual tahunan berupa mudik ke tempat asalnya.

Kerinduan terhadap daerah tempat dilahirkan dan dibesarkan,

keinginan bersilaturahmi serta berkumpul bersama saudara dan

Page 6: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

handai taulan, serta motivasi lain semisal ingin menunjukkan

keberhasilan hidup di kota, menjadi faktor pendorong dan alasan

bagi warga masyarakat untuk pulang kampung.

Peristiwa itu seharusnya bisa ditangkap oleh pemerintah daerah

untuk membantu pengembangan ekonomi Kabupaten atau Kota.

Meskipun masa tinggal para pemudik di daerah asalnya tidak terlalu

lama, hal itu tetap berdampak terhadap perekonomian daerah.

Biasanya beberapa pemerintah daerah sudah menyiapkan acara

penyambutan secara khusus terhadap para pemudik tersebut. Pola

semacam itu bisa dikembangkan sehingga akhirnya timbul sinergi

antara pemudik, kota besar, dan perekonomian daerah asal mereka.

Aktivitas mudik, terutama pada saat Lebaran di samping Natal dan

Tahun Baru, merupakan perhelatan akbar tahunan yang

diselenggarakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Bukan hanya pelaku

mudik yang harus bekerja keras demi mewujudkan keinginan

mereka, namun pemerintah dituntut pula berpartisipasi aktif dalam

kegiatan itu.

Penyediaan sarana transportasi publik yang cukup, nyaman, dan

memadai merupakan sebagian kecil tugas pemerintah yang

dilakukan setiap tahun. Tahun lalu diperkirakan dua sampai tiga juta

warga Jakarta kembali ke daerah asalnya untuk merayakan Lebaran

bersama keluarga. Angka itu berarti lebih dari 30% total penduduk

Jakarta yang berjumlah sekitar 8,4 juta jiwa.

Secara nasional diperkirakan ada sekitar 13,5 juta pemudik yang

kembali ke daerah asalnya. Meski bersifat temporer, perpindahan

penduduk dalam jumlah besar itu tentu berdampak secara ekonomi

baik terhadap kota tempat bekerja maupun daerah-daerah yang

dilalui dan dituju. Umumnya kaum pekerja yang ingin mudik harus

mengumpulkan dan mempersiapkan dana jauh-jauh hari. Tidak

berlebihan jika dikatakan mereka setahun penuh bekerja dan

mengumpulkan uang dengan salah satu motivasinya agar bisa

berlebaran di kampung halaman.

Perlu dicermati adalah apabila kegiatan mudik dikalkulasi secara

ekonomi maka akan ditemukan fakta bahwa aktivitas tersebut

Page 7: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

melibatkan perputaran uang tidak sedikit. Memang belum ada

penelitian dan perhitungan komprehensif mengenai masalah itu,

namun diduga perputaran uang yang terkait secara langsung atau

tidak langsung dengan kegiatan mudik bisa triliunan rupiah.

Fenomena ekonomi semacam itu menjadi bahan perdebatan antara

pelaku, ekonom, dan pemerintah. Ada yang beranggapan mudik

adalah pemborosan dan merupakan aktivitas yang bersifat counter

productive. Secara ekonomi hal itu terkait dengan pemahaman

mengenai konsep opportunity cost, yaitu uang yang sudah dipakai

untuk satu kegiatan tidak akan bisa dimanfaatkan untuk kegiatan

lain.

B. Kondisi Transportasi Publik Indonesia

Setelah membahas pengaruh mudik lebaran dan aktivitas ekonomi

ada baiknya kita mengakaji kondisi sarana transportasi publik yang

selama ini menghubungkan seluruh daerah di Indonesia dan

menjadi pendukung aktivitas ekonomi masyarakat.

Secara garis besar kondisi sarana dan prasarana transportasi publik

di Indonesia masih belum dioptimalkan. Hal tersebut dapat

dievaluasi secara sederhana melalui pengamatan di lapangan.

Dalam bahasa keseharian, terdapat empat hal yang kita bisa

jadikan tolok ukur dalam melakukan evaluasi sederhana kondisi

transportasi kita, yaitu: keselamatan, keamanan, keterjangkauan,

dan kenyamanan (keempat hal ini selanjutnya disebut dengan 4K).

Aspek pertama dan utama adalah masalah keselamatan. Hal ini

tidak bisa ditawar karena kita semua tentunya tidak menginginkan

musibah menimpa diri kita. Berbagai data kecelakaan (Jasa Raharja,

kepolisian, Departemen Perhubungan) yang selalu berbeda

menunjukkan bahwa angka korban kecelakaan meninggal dunia dan

luka cukup mencengangkan, yaitu mencapai sekitar 80 orang per

hari.

Aspek kedua adalah keamanan. Berbagai survei transportasi, baik di

perkotaan maupun antarkota dan desa memperlihatkan bahwa para

Page 8: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

penumpang umumnya masih menempatkan aspek ini ke dalam dua

hal utama dalam melakukan perjalanan. Wawancara sederhana

dengan para pemudik Lebaran lalu dari berbagai modal angkutan

menunjukkan bahwa keamanan merupakan salah satu faktor yang

sangat dipertimbangkan oleh para pemudik. Kenyataan ini konsisten

dengan berbagai kajian bahwa faktor keamanan sangat

memengaruhi keputusan seseorang dalam menentukan jenis

kendaraan yang dipilih, misalnya bis dengan kereta api, pesawat

dengan kendaraan carteran, dan lain-lain.

Ketiga adalah masalah keterjangkauan. Seseorang memilih alat

angkut tentunya berdasarkan anggaran di kantong masing-masing.

Ada yang bisa naik kapal terbang atau naik kapal laut, selebihnya

dengan bis, kereta api, kendaraan pribadi, sepeda motor, atau yang

lainnya. Pemerintah terlihat telah berupaya maksimal untuk

mengatur tarif sehingga aspek keterjangkauan ini tidak

menyusahkan rakyat banyak. Pelayanan angkutan kelas ekonomi,

yang sering kali dianggap sebagai kewajiban pelayanan umum,

telah dicoba untuk diatur sehingga masyarakat berpenghasilan

rendah dapat memiliki berbagai aksesibilitas dalam aktivitas

kesehariannya.

Fenomena low cost carrier atau kapal terbang yang terjangkau

menyebabkan sebagian pemudik angkutan laut berpindah naik

kapal terbang. Bandara menjadi semakin ramai dan bahkan

overcrowded sehingga masalah 4K juga sekarang menular di

angkutan udara. Di angkutan darat, tekanan terhadap kereta api

tidak sedramatis dulu karena sekarang banyak alternatif bagi

pemudik, misalnya bis yang jumlahnya cukup banyak, mobil

carteran, dan bahkan sepeda motor yang semakin menjadi favorit di

kalangan tertentu karna keterjangkauannya.

Aspek terakhir dari 4K adalah kenyamanan. Dalam suasana di mana

pasokan (supply) jauh lebih kecil daripada permintaan (demand),

maka aspek ini tampaknya harus agak ditoleransi oleh para

penumpang angkutan umum, utamanya yang berkantong pas-

pasan. Kenyamanan tampaknya menjadi aspek luxury bagi

sebagian besar pengguna transportasi di Indonesia. Dari mulai

Page 9: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

mereka yang berjalan kaki, naik kendaraan tidak bermotor, sepeda

motor, hingga kendaraan mewah, tidak akan terlepas dari aspek

ketidaknyamanan, tentunya dengan derajat yang berbeda-beda.

Bagi mereka yang berpenghasilan rendah, aspek survival akan lebih

mengemuka dalam melakukan perjalanan. Sedangkan bagi mereka

yang berpenghasilan menengah ke atas, perjalanan pada waktu,

ruang, dan moda yang sama (kendaraan pribadi) biasanya akan

menyebabkan kemacetan dan berujung pada ketidaknyamanan.

Seperti yang telah dijelaskan dalam bagian sebelumnya transportasi

memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam perdagangan.

Kelancaran dan ketepatan waktu pengiriman barang baik itu untuk

ekspor maupun impor menjadi harga mutlak dalam perdagangan

internasional.

Indonesia sebagai negara yang melakukan perdagangan dengan

negara lain tentunya patut memperhatikan fakta tersebut. Selama

ini arus barang dan jasa yang masuk menuju Indonesia didominasi

oleh jalur udara dan perairan, mengingat kondisi Indonesia berupa

negara kepulauan sehingga arus barang dan jasa yang masuk

melalui Indonesia terbatas di Kalimantan (Malaysia Serawak), dan

Papua (Papua New Guinea). Jalur perairan didominasi oleh kapal-

kapal kargo dan tanker besar yang memasok barang baik keluar

maupun masuk dari pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia.

Kebanyakan dari kapal-kapal tersebut datang melalui Selat Malaka

menuju Singapura dan berlabuh di pelabuhan utama Jawa. Jalur

udara merupakan jalur yang lebih fleksibel dalam mengcover

seluruh wilayah Indonesia, namun kapasitas angkutnya lebih

terbatas dibandingkan dengan kapal.

Dalam aplikasinya di lapangan, kebanyakan hambatan dalam

pendistribusian barang melalui perairan adalah faktor regulasi yang

rumit dan pungutan liar. Akibatnya banyak pengiriman barang yang

tertunda akibat waktu pengurusan izin. Disamping itu masalah

keamanan juga menjadi isu yang penting. Selama ini kawasan selat

Malaka masih disatroni oleh kawanan perompak yang kebanyakan

bersembunyi di daerah Sungai Musi Palembang. Hambatan fisik

berupa kondisi cuaca juga berpengaruh, namun semenjak

Page 10: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

ditemukanya peralatan navigasi perairan modern hambatan ini

dapat dieliminir.

Hambatan dalam pendistribusian barang maupun jasa melalui udara

kembali tidak lepas dari prosedur imigrasi dan pungutan liar

sehingga arus distribusi cenderung melambat. Namun demikian

jalur udara merupakan jalur distribusi yang permasalahnya tidak

serumit jalur distribusi perairan dan elatif aman sehingga kerap

dijadikan sarana bagi penyelundup untuk menyelundupkan barang

baik keluar maupun masuk menuju Indonesia.

Hambatan-hambatan tersebut terkadang juga terkadang datang

dari negara lain. Contohnya adalah masalah embargo ekonomi.

Melalui embargo ekonomi negara lain dapat menutup hubungan

dagang dan berakibat pada instabilitas pemasukan negara dari

perdagangan.

Berbagai permasalahan dalam transportasi barang dan jasa baik

dari luar negeri maupun dalam negeri dapat mengurangi volume

perdagangan nasional. Hal tersebut dapat menciptakan penurunan

volume dagang dan investasi. Pemerintah sudah sepatutnya

memberikan perhatian yang cukup dalam menangani

permasalahan-permasalahan tersebut untuk meningkatkan

pemasukan Negara yang berguna bagi pembangunan.

C. Kebutuhan Energi di Sektor Transportasi

Proyeksi kebutuhan energi untuk sektor transportasi termasuk di

dalamnya subsektor transportasi darat, udara, air dan kereta api.

Kebutuhan energi yang terbesar didominasi oleh angkutan darat

sebesar 80 % dari total kebutuhan. Transportasi darat diperkirakan

akan tumbuh sebesar 5.2 % per tahun sedangkan untuk

transportasi air dan udara naik masing-masing sebesar 7.1 % dan

6.6% pertahun. Transportasi air yang tumbuh paling cepat hanya

mempunyai pangsa 14 % sedangkan transportasi udara dengan

pangsa 9 % pada yang tumbuh sebesar 6.5 % per tahun. Pangsa

konsumsi energi listrik ini masih sangat kecil yaitu sebesar 0.2 %

pada tahun 2021 atau sebesar 5 PJ/tahun.

Berdasarkan skenario DNC dapat dihitung emisi polutan yang

Page 11: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

ditimbulkan oleh penggunaan energi di sektor transportasi

berdasarkan koefisien emisi kendaraan bermotor. Untuk

menentukan  koefisien  emisi  dilakukan pengambilan sampel gas

buang kendaraan bermotor pada saat diam. Dilakukan juga

observasi dengan menggunakan kamera video pada berbagai jenis

kondisi lalu lintas. Pengambilan sampel dilakukan pada 350

kendaraan secara random di berbagai tempat di Jakarta. Dengan

tambahan informasi dari literatur dan dengan menggunakan data

hasil pengukuran dapat  ditentukan  koefisien  emisi. Yang termasuk

dalam perhitungan ini adalah emisi NO2, SO2, SPM dan VHC untuk

wilayah Jawa.

Beberapa kebijaksanaan pemerintah yang telah dilaksanaan untuk

mengurangi emisi polutan dan diversifikasi penggunaan energi di

sektor transportasi ditunjukkan pada Tabel 2. Bensin yang saat ini

beredar yaitu Premium RON 92, Premix RON 94, Premium TT dan

Super TT. Dengan adanya bensin tanpa Pb ini maka terbuka peluang

untuk pemasangan katalitik konverter yang dapat mengurangi emisi

polutan dari gas buang kendaraan bermotor. Sedangkan

penggunaan kendaraan berbahan bakar gas (CNG maupun LPG)

disamping akan mengurangi emisi juga untuk menunjang program

diversifikasi. Pada skenario ERC pengurangan emisi ditekankan

pada penggunaan katalitik konverter pada kendaraan berbahan

bakar bensin dan penggunaan mesin diesel yang beremisi rendah.

Dengan skenario ERC dapat mengurangi emisi rata-rata sebesar 85

% bila dibandingkan dengan skenario DNC. Pengurangan emisi SO2,

NO2, VHC dan SPM pada tahun 2021 di Jawa masing-masing adalah

sebesar 0.07 juta ton per tahun, 0.65 juta ton per tahun, 0.20 juta

ton per tahun dan 0.01 juta ton per tahun. Pengurangan terbesar

emisi NO2 dan VHC karena penggunaan katalitik konverter.

D. Penggunaan Teknologi Pengurangan Emisi

Teknologi yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi gas buang

adalah penggunaan katalitik konverter pada kendaraan yang

berbahan bakar bensin dan penggunaan mesin diesel yang beremisi

rendah. Beberapa negara maju telah melakukan penelitian serta

menggunakan katalitik konverter untuk mengurangi emisi NOx, CO

Page 12: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

dan VHC dari gas buang kendaraan yang menggunakan BBM.

Pemasangan katalitik konverter untuk mobil baru dapat

menurunkan emisi NOx, CO dan VHC sebesar 90 %.Persentasi

penurunan emisi Nox dapat berkurang sampai menjadi 70 % untuk

mobil yang sudah beroperasi lebih dari 80.000 km. Katalitik

konverter ini hanya bisa diterapkan untuk kendaraan yang

menggunakan BBM yang tidak mengandung Pb (tanpa TEL). Biaya

tambahan untuk pemasangannya adalah sebesar 5 % dari rata-rata

harga mobil. Penetapan suatu standar yang berupa undang-undang

atau surat keputusan diperlukan sebagai upaya untuk pengendalian

pencemaran. Sampai saat ini sudah ada Undang-Undang Nomor 4

tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,

Keputusan Menteri KLH tahun 1988 tentang Pedoman Baku Mutu

Lingkungan, Keputusan Menteri KLH tahun 1995 tentang Baku Mutu

Emisi Sumber Tidak Bergerak dan untuk DKI Jakarta ada SK

Gubernur tahun 1996 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Tingkat

Kebisingan. Dengan adanya standar ini diperlukan pelaksana

pengawasan sehingga baku mutu yang telah ditetapkan dapat

tercapai.

Dengan meningkatkan efisiensi penggunaan energi maka energi

yang dibutuhkan per unit output akan berkurang sehingga akan

mengurangi besarnya emisi per unit operasi kendaraan tiap

kilometer. Peluang untuk meningkatkan efisiensi dan konservasi

masih terbuka untuk sektor transportasi. Penetapan suatu standar

yang berupa undang-undang atau surat keputusan diperlukan

sebagai upaya untuk pengendalian pencemaran. Sampai saat ini

sudah ada Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pokok-

Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Keputusan Menteri KLH tahun

1988 tentang Pedoman Baku Mutu Lingkungan, Keputusan Menteri

KLH tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi

Sumber Tidak Bergerak dan untuk DKI Jakarta ada SK Gubernur

tahun 1996 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Tingkat

Kebisingan. Dengan adanya standar ini diperlukan pelaksana

pengawasan sehingga baku mutu yang telah ditetapkan dapat

tercapai. Dengan meningkatkan efisiensi penggunaan energi maka

Page 13: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

energi yang dibutuhkan per unit output akan berkurang sehingga

akan mengurangi besarnya emisi per unit operasi kendaraan tiap

kilometer. Peluang untuk meningkatkan efisiensi dan konservasi

masih terbuka untuk sektor transportasi.

Bagian III

KESIMPULAN

Sektor transportasi tumbuh dan berkembang seiring dengan

peningkatan erekonomian nasional. Transportasi merupakan sarana

yang penting bagi masyarakat modern untuk memperlancar

mobilitas manusia dan barang. Saat ini BBM merupakan andalan

utama bahan bakar di sektor transportasi. Pada tahun delapan

puluhan, pemakaian bahan bakar minyak (BBM) di sektor

transportasi telah mengalami pertumbuhan sebesar 6,8 % per

tahun. Mengingat sumber daya minyak bumi semakin terbatas

maka perlu diupayakan diversifikasi energi untuk sektor

transportasi. Gas buang sisa pembakaran BBM mengandung bahan-

bahan pencemar seperti SO2 (Sulfur Dioksida), NOx (Nitrogen

Oksida), CO (Karbon Monoksida), VHC (Volatile hydrocarbon), SPM

(Suspended Particulate Matter) dan partikel lainnya. Bahan-bahan

pencemar tersebut dapat berdampak negatif terhadap manusia

ataupun ekosistem bila melebihi konsentrasi tertentu.

Dengan peningkatan penggunaan BBM untuk sektor transportasi

maka gas buang yang mengandung polutan juga akan naik dan

akan mempertinggi kadar pencemaran udara. Oleh karena itu perlu

suatu strategi yang tepat dalam penggunaan energi di sektor

transportasi untuk mengurangi  emisi  polutan  ini  sehingga

penggunaan energi dapat tetap ramah terhadap lingkungan.

Dengan skenario DNC penggunaan energi di sektor transportasi

untuk jangka panjang akan dapat mengakibatkan pencemaran

lingkungan akibat emisi gas buang. Pencemaran lingkungan

tersebut dapat dikurangi dengan menerapkan teknologi baru untuk

kendaraan bermotor. Teknologi yang bisa diterapkan untuk

mengurangi emisi khususnya yang berupa emisi NOx, CO dan VHC

Page 14: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

adalah : penggantian BBM ke BBG, pemasangan katalitik konverter

pada kendaraan berbahan bakar bensin dan penggunaan mesin

diesel yang beremisi rendah. Teknologi ini diterapkan pada skenario

ERC sehingga dapat mengurangi emisi NO2, SO2, SPM dan VHC.

Peluang terbesar untuk mengurangi emisi adalah penggunaan

katalitik konverver dan penggunaan mesin diesel yang beremisi

rendah karena BBM Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan

mengenai transportasi dan pengaruhnya pada aspek sosial dan

ekonomi antara lain adalah :

1. Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan

(derived demand) akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan

sebagainya.

2. Sarana transportasi yang ada di darat, laut, maupun udara

memegang peranan vital dalam aspek sosial ekonomi melalui

fungsi distribusi antara daerah satu dengan daerah yang lain.

3. Kebanyakan dari negara maju menganggap pembangunan

transportasi merupakan bagian yang integral dari

pembangunan perekonomian. Ada baiknya pemerintah

memperhatikan hal tersebut.

4. Sistem transportasi dan logistik yang efisien merupakan hal

penting dalam menentukan keunggulan kompetitif dan juga

terhadap pertumbuhan kinerja perdagangan nasional dalam

ekonomi global.

5. Secara tidak langsung transportasi mencerminkan kondisi

social suatu masyarakat.

6. Berbagai permasalahan dalam transportasi barang dan jasa

baik dari luar negeri maupun dalam negeri dapat mengurangi

volume perdagangan nasional.

7. Makalah Hukum PAJAK8.9. BAB I10. PENDAHULUAN11.12. A. Latar Belakang13. Pajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping

penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian itu pajak merupakan penerimaan strategis yang

Page 15: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

harus dikelula dengan baik . Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.

14. Dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara .Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undnag, penerbitan peratuan perundang-undangan baru dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber hukum pajak lainnya.

15. Berbagai upaya yag dilakukan belum menunjukkan perubahan yang singnifikan bagi penerimaan Negara. Bahkan kondisi ini makin diperparah pada tahun 1997 dengan terjadinya krisis ekonomi bahkan krisis multi dimensi yang sampai sekarang ini belum terselesaikan di Indonesia.

16. Pada umumnya dinegara berkembang, penerimaan pajaknya yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, Hal ini disebabkan Negara berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya.

17.18. B. Perumusan Masalah 19. Cukup terlihat pentingnya peranan penerimaan pajak

dalam skala penerimaan pajak nasional dan lebih lanjut pada penerimaan Negara pada umumnya.

20. Penerimaan dalam negeri menjadi sumber utama apabila kemandirian pembiayaan Negara yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia benar-benar ingin direalisasikan. Untuk itu penerimaan pajak yang merupakan salah satu komponen penerimaan dalam negeri yang harus ditingkatkan peranannya karena pajak merupakan sumber penerimaan utama yang merefleksikan praktek demokrasi yang paling mendasar yaitu peran serta rakyat ikut dalam pembiaaan Negara dan pemerintahannya.

21. Penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat oleh Pemerintah baik Pusat maupun Daerah tentulah membutuhkan pembiayaan. Salah satu sumber dana bagi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).

22. Untuk memenuhi sumber dana bagi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan tersebut Pemerintah Daerah akan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan realisasi penerimaannya. Melalui peningkatan penerimaan tersebut diharapkan juga dapat ditingkatkan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.

Page 16: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

23. Sebelum melanjutkan pembahasan ini dapat kami jelaskan terlebih dahulu, bahwa materi bahasan yang diminta oleh penyelenggara kepada kami adalah :

24. Implementasi Pungutan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah setempat sesuai dengan UU 22,34 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah serta Perda 26 Tahun 2000 tentang Tata Niaga Kayu di Indonesia.

25. Namun setelah kami mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah maka untuk meluruskan kembali pengertian PAD yang dihubungkan dengan materi bahasan yang diajukan penyelenggara maka judulnya menjadi seperti di atas.

26.27.28.29.30. BAB II31.32. A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 33. Pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menurut pengamatan kami telah menimbulkan kecemasan dari kalangan dunia usaha terhadap kemungkinan pengenaan berbagai pajak, retribusi atau pungutan lainnya oleh Pemerintah Daerah terhadap dunia usaha untuk memacu peningkatan PAD.

34. Namun menurut hemat kami hal tersebut sangat tidak beralasan, karena penetapan pajak dan retribusi daerah serta pungutan lainnya harus diatur dengan Peraturan Daerah yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan secara nasional. Upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD tentu saja dilakukan sepanjang koridor regulasi yang ada, karena penetapan suatu kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah bukan lagi monopoli Pemerintah Daerah tetapi juga diawasi oleh legislatif dan masyarakat.

35. Baik Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah maupun penggantinya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur tentang Pendapatan asli Daerah (PAD) tersebut. Dalam UU 5/1974 dinyatakan bahwa PAD terdiri dari; 1) hasil pajak Daerah, 2) hasil retribusi Daerah, 3) hasil Perusahaan Daerah, 4) lain-lain usaha Daerah yang sah.

36. Kemudian dengan lahirnya kebijakan Otonomi Daerah dengan desentralisasi otoritas dan desentralisasi fiskal yang diatur dengan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

Page 17: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dijelaskan bahwa sumber pendapatan Daerah terdiri dari :

37. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu: 38. Hasil pajak Daerah. 39. Hasil retribusi Daerah 40. Hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil penge-lolaan

kekayaan Daerah yang dipisahkan. 41. Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah. 42. Dana Perimbangan, yaitu: Bagian Daerah dari penerimaan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam.

43. Dana Alokasi Umum (DAU). 44. Dana Alokasi Khusus (DAK). 45. Pinjaman Daerah. 46. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah. 47. Jadi dari ketentuan di atas jelas bahwa Pendapatan Asli

Daerah (PAD) bersumber dari pajak dan retribusi Daerah serta hasil usaha Daerah sendiri. Sedangkan jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur lebih lanjut oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997.

48. Pajak Daerah Kabupaten/Kota menurut UU 34/2000 terdiri dari:

49. Pajak Hotel. 50. Pajak Restoran. 51. Pajak Hiburan. 52. Pajak Reklame. 53. Pajak Penerangan Jalan. 54. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 55. Pajak Parkir. 56.57. B. PBPHTB dan PBB sebagai Salah Satu Sumber

Pendapatan Daerah. 58. Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Pajak Bumi

dan Bangunan (PBB) dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) adalah salah satu sumber pendapatan Daerah, tetapi bukan termasuk sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kedua pajak tersebut merupakan pajak Pusat, sedangkan Daerah hanya menerima bagian dari kedua pajak tersebut sebagai dana perimbangan. Hal ini dijelaskan oleh Pasal 80 ayat (1) huruf a UU 22/1999 dan Pasal 6 ayat (1) sampai (4) UU 25/1999.

59. Dengan demikian penetapan objek pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak dan teknis pemungutan diatur dan

Page 18: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan Pemerintah Daerah tidak terlibat secara langsung dalam hal tersebut. Keterlibatan Pemerintah Daerah hanya dalam membantu mengintensifkan pemungutan PBB dengan melibatkan perangkat daerah.

60. Bagian yang diterima Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) sebagai dana perimbangan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000, diatur pembagian hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan perimbangan 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah. Dari jumlah 90% yang merupakan bagian Daerah tersebut diperinci sebagai berikut; 16,2% untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan, 64,8% untuk

61. Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan 9% untuk Biaya Pemungutan. Sedangkan hasil penerimaan PBB bagian Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota dengan alokasi; 65% dibagi merata kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota, dan 35% dibagikan sebagai insentif kepada Daerah Kabupaten/Kota yang pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.

62. Sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 519/KMK.04/2000 ditetapkan pembagian hasil penerimaan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan perimbangan; 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah. Dari jumlah 80% bagian Daerah tersebut diperinci sebagai berikut; 16% untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan, dan 64% untuk Daerah Kabupaten penghasil.

63. Jadi dapat disimpulkan disini bahwa dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, keberadaan Daerah Kabupaten/Kota hanyalah sebagai Daerah yang menjadi penghasil pajak dan hanya berhak menerima bagian dari dana perimbangan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Berbeda halnya dengan pajak dan retribusi Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, Daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola dan mengaturnya sendiri.

64. Sehubungan dengan maksud dan tujuan dari seminar ini yang ingin menata kembali pengelolaan hutan dan perkebunan yang berdampak positif bagi Otonomi Daerah dan kehidupan masyarakat, memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi Investor, serta memperjelas status pertanahan dari pengelolaan

Page 19: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

hutan dan perkebunan sebagai sumber PAD, dapat kami samapaikan sebagai berikut:

65. Daerah menyambut baik dan sangat mendukung keinginan para investor untuk mengembangkan usahanya di Daerah.

66. Daerah akan berupaya memberikan rasa aman dan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai pengelolaan pertanahan yang menurut UU 22/1999 dan PP 25/2000 merupakan kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota , namun pada kenyataannya sekarang diambil alih lagi oleh Pusat dengan Keppres 10/2001 sehingga pada sebagian Daerah timbul dualisme pengelolaan pertanahan. Untuk mengatasi hal tersebut APKASI telah berusaha meminta Pemerintah meninjau kembali kebijakan tersebut.

67. Kecemasan kalangan dunia terhadap upaya Daerah mengoptimalkan pungutan pajak, retribusi dan pungutan lainnya untuk memacu peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dicarikan solusinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pengawasan dari masyarakat.

68.69.70. C. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan 71. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara

yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.

72. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

73. Objek PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan":74. Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh

bumi yang ada dibawahnya.75. Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan,

tambang, dll.76. Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanamkan atau

dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia.

77. Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll

78. Objek yang dikecualikan adalah objek yang :79. 1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan

umum dibidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan,

Page 20: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.

80. 2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala.81. 3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata,

taman nasional, dan lain-lain.82. 4. Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan azas

timbal balik dan Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

83. Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :

84. - mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;85. - memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;86. - memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;87. - memperoleh manfaat atas bangunan.88. Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan

kewajiban membayar pajak89. Dasar Penghitungan PBB90. Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak

(NJKP).91. Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :92. Objek pajak perkebunan adalah 40%93. Objek pajak kehutanan adalah 40%94. Objek pajak pertambangan adalah 20%95. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):96. - apabila NJOP-nya > Rp1.000.000.000,00 adalah 40%97. - apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%98. Tarif PBB99. Besarnya tarif PBB adalah 0,5%100. Rumus Penghitungan PBB101. Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP102. a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya

PBB 103. = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)104. = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)105. b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya

PBB 106. = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)107. = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)108. Tempat Pembayaran PBB109. Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan

Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

110.

Page 21: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

111. Saat Yang Menentukan Pajak Terutang112. Saat yang menentukan pajak terutang menurut Pasal 8

ayat 2 UU PBB adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

113. Contoh : A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996.

114. Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.

115. Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

116. Contoh : A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996. Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.

117.118. D. Pengaturan Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan119. Surat Tagihan Pajak (STP) adalah Surat Keputusan Kepala

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP.PBB) untuk menagih pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar ditambah denda administrasi sebesar 2 (dua) persen per bulan.

120. Dasar Penerbitan STP 121. a. Wajib Pajak (WP) tidak melunasi pajak yang terutang

sedangkan saat jatuh tempo pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP) telah lewat.

122. b. WP melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

123. Cara Penyampaian STP124. - Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak.125. - Kantor Pos dan Giro.126. - Pemerintah Daerah.127. Batas Waktu Pelunasan STP128. STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan

sejak tanggal STP diterima WP.129. Sanksi Administrasi130. Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua

persen) setiap bulan, untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran.

131. E. Perkembangan dan Ruang Lingkup Pengaturan Pajak Buni dan Bangunan

132. Perkembangan Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia sudah cukup baik, karena dari tahun ke tahun telah banyak

Page 22: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara.

133. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undnag, penerbitan peratuan perundang-undangan baru dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber hukum pajak lainnya. Ruang lingkup hukum pajak sendiripun sangat beragam, mulai dari pajak penghasilan dan pajak bumi dan bangunan itu sendiripun telah menghasilkan pendapatan yang cukup besar bagi kas Negara.

134. Pengasilan-penghasilan yang didapat dari pemungutan pajak di Indonesia sebagian besar dari hasil pemungutan pajak tidak langsung. Yang kita harapkan agar pemerintah bisa memberikan kebijakan yang berarti dan tidak memberatkan bagi masyarakat Indonesia.

135.136. BAB III137. KESIMPULAN DAN SARAN138.139. A. Kesimpulan dan saran 140. Jadi dapat disimpulkan disini bahwa dalam hal Pajak Bumi

dan Bangunan (PBB) dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, keberadaan Daerah Kabupaten/Kota hanyalah sebagai Daerah yang menjadi penghasil pajak dan hanya berhak menerima bagian dari dana perimbangan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Berbeda halnya dengan pajak dan retribusi Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, Daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola dan mengaturnya sendiri.

141. Sehubungan dengan maksud dan tujuan dari seminar ini yang ingin menata kembali pengelolaan hutan dan perkebunan yang berdampak positif bagi Otonomi Daerah dan kehidupan masyarakat, memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi Investor, serta memperjelas mendukung keinginan para investor untuk mengembangkan usahanya di Daerah.

142. Daerah akan berupaya memberikan rasa aman dan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

143. Mengenai pengelolaan pertanahan yang menurut UU 22/1999 dan PP 25/2000 merupakan kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota , namun pada kenyataannya sekarang diambil alih lagi oleh Pusat dengan Keppres 10/2001 sehingga pada sebagian Daerah timbul dualisme pengelolaan pertanahan. Untuk mengatasi hal tersebut APKASI telah berusaha meminta Pemerintah meninjau kembali kebijakan tersebut.

Page 23: Transportasi Sebagai Aktivitas Sosial Ekonomi

144. Kecemasan kalangan dunia terhadap upaya Daerah mengoptimalkan pungutan pajak, retribusi dan pungutan lainnya untuk memacu peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dicarikan solusinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pengawasan dari masyarakat.

145. Yang kami harapkan bagi pihakyang berwenang dalam

pemungutan pajak agar, pajak yang didapat dari pemungutan

wajib pajak tersebut harus bisa dipertanggung jawabkan dengan

sebaik-baiknya, jangan sampai pajak tersebut selalu di bebankan

bagi masyarakat. Semua warga Negara ikut serta dalam wajib

pajak.