transfusi

25

Click here to load reader

description

pendahuluan

Transcript of transfusi

Page 1: transfusi

PENDAHULUAN

Transfusi darah adalah pemindahan darah atau komponen darah dari satu orang (donor)

ke penerima. Tranfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan. Bila

digunakan dengan benar, tranfusi darah dapat menyelamatkan jiwa pasien. Indikasi tepat tranfusi

darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan

mortalitas bermakna. Keputusan melakukan tranfusi harus selalu berdasarkan penilaian yang

tepat dari segi klinis penyakit dan hasil pemeriksaan laboratorium. Tranfusi dapat mengakibatkan

penyulit akut atau lambat dan membawa resiko tranmisi infeksi antara lain HIV, hepatitis, sifilis

dan resiko supresi sistem imun tubuh.1, 2

Dalam pembedahan, pasien dapat mengalami perdarahan dari yang paling ringan sampai

perdarahan masif. Pada pasien dewasa dengan Hb normal perdarahan sampai 20% volume darah

total atau penurunan Hb sampai 9-10 gr% masih dapat ditoleransi oleh tubuh.4 Komponen darah

adalah bagian dari darah lengkap yang didapatkan dengan jalan pemisahan secara fisik/ mekanik

(misalnya dengan cara pemusingan), sedangkan fraksi plasma adalah derivat plasma yang

diperoleh secara kimia.3

DARAH

Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung

elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi dalam tubuh dan

lingkungan luar serta memiliki sifat-sifat protektif terhadap organisme sebagai suatu keseluruhan

dan khususnya terhadap darah sendiri.4

Walaupun semua unsur memainkan peranan penting dalam homeostasis, akan tetapi

protein plasma lebih sering terlibat dalam diskrasia (kelainan) darah. Dari tiga jenis utama

protein serum, albumin yang dibentuk di dalam hati merupakan 53% dari seluruh protein serum.

Peran utama albumin adalah mempertahankan volume darah dengan menjaga tekanan osmotik

koloid, pH dan keseimbangan elektrolit, serta transport ion-ion logam, asam lemak steroid,

1

Page 2: transfusi

hormon dan obat-obatan. Globulin merupakan 43% dari protein serum yang dibentuk di dalam

hati dan jaringan limfoid. Globulin bertanggung jawab atas pembentukan antibodi dan

protombin. Fibrinogen yang jumlahnya hanya 4% penting untuk pembekuan darah. Unsur seluler

darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih (leukosit) dan

pecahan sel yang disebut trombosit. Fungsi sel darah merah adalah mengangkut dan melakukan

pertukaran O2 dan CO2, sedangkan sel darah putih berfungsi untuk mengatasi infeksi dan

trombosit untuk hemostasis. Karena sel-sel ini mempunyai umur terbatas, pembentukan optimal

yang konstan perlu untuk mempertahankan jumlah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

jaringan. Pembentukan ini dinamakan hemetopoiesis (pembentukan dan pematangan sel darah)

terjadi dalam sumsum tulang tengkorak, vertebra, pelvis, sternum, iga-iga dan epifisis proksimal

tulang-tulang panjang. Bila kebutuhan meningkat seperti pada perdarahan atau penghancuran sel

(hemolisis), pembentukan dapat timbul lagi dalam seluruh tulang panjang seperti halnya pada

anak-anak.5

Komponen darah

Komponen darah adalah bagian dari darah lengkap yang didapatkan dengan jalan

pemisahan secara fisik/ mekanik (misalnya dengan cara pemusingan), sedangkan fraksi plasma

adalah derivat plasma yang diperoleh secara kimia.

Table komponen darah dan indikasinya:3

Komponen Darah Indikasi

Whole blood

Red blood cells

Pendarahan akut

Anemia kronik yang berat

Pasien dengan riwayat penyakit jantung

2

Page 3: transfusi

Leucocyte poor red cell

Platelet concentrate

Fresh frozen plasma

Cryoprecipitate

Faktor VIII

Faktor II, VII, IX, X

Faktor IX

kongestif

Anemia pada orang tua

Anemia dengan hepar failure/cirrhosis

Anemia dengan renal failure

Pasien dengan riwayat multiple transfusi

Pasien trombositopenia yang akan operasi besar, leukemia akut, post radiasi dan kemoterapi, pasien trombositopeni dengan pendarahan, pasien dengan pendarahan massif.

Pasien dengan pendarahan massif, pasien dengan defisiensi faktor-faktor koagulasi.

Defisiensi faktor VIII, XIII, Fibrinogen, Von Willebrand disease.

Defisiensi faktor VIII ( Hemofilia A)

Defisiensi herediter

Defisiensi faktor IX (Hemofilia B)

Efek yang menguntungkan dari pemberian transfusi darah/komponen darah bukan berarti bahwa

transfusi darah selalu dapat berjalan tanpa resiko, karena akan timbul reaksi yang tidak

menguntungkan bagi resipien. Reaksi transfusi dapat terjadi baik selama penderita masih

mendapatkan transfusi maupun setelah transfusi dihentikan. Reaksi transfusi yang tidak

menguntungkan tersebut ada yang dapat dihindari, walaupun ada juga yang tidak dapat dihindari.

Oleh karena itu sebelum melakukan transfusi harus dipertimbangkan indikasi maupun kontra

indikasi transfusi dan diantisipasi segera risiko yang mungkin timbul.6

3

Page 4: transfusi

TRANFUSI DARAH

A. DEFINISI

Transfusi darah adalah pemindahan darah atau komponen darah dari satu orang (donor)

ke penerima.1

B 1. INDIKASI TRANSFUSI KOMPONEN DARAH

1. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb) <7

g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik

dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih

rendah dapat diterima.

2. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan

hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.

3. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu,

misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi (contoh:

penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat).

4. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb ≤11 g/dL; bila

tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL (seperti pada anemia bayi

prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan

suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah Hb ≤13 g/dL. 7

B.2 KOMPONEN DARAH

WHOLE BLOOD

Transfusi satu unit darah lengkap (whole blood) atau sel darah merah pada pasien dewasa

berat badan 70 kg yang tidak mengalami perdarahan dapat meningkatkan hematokrit kira-

kira 3% atau kadar Hb sebanyak 1 g/dl. Tetapi, kadar Hb bukan satu-satunya faktor penentu

untuk transfusi sel darah merah. Faktor lain yang harus menjadi pertimbangan adalah

kondisi pasien, tanda dan gejala hipoksia, kehilangan darah, risiko anemia karena penyakit

4

Page 5: transfusi

yang diderita oleh pasien dan risiko transfuse.7

Whole blood Terdiri dari komponen selluler dan non selluler Transfuse darah lengkap hanya

untuk mengatasi perdarahan akut dan massif,meningkatkan dan mempertahankan proses

pembekuan. Infuskan selama 3 sampai 3 jam, maksimum 4 jam/unit. Dosis pada pediatric

rata-rata 20ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi.biasanya tersedia

dalam volume 400-500ml dengan masa hidup 21 hari. Hindari memberikan transfuse saat

klien tidak dapat menoleransi masalah sirkulasi. Hangatkan darah jika dalam jumlah besar.

Indikasi tranfusi whole blood :

1. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka

bakar. 2. Pasien dengan perdarahan massif dan telah kehilangan lebih dari 25%

dari volume darah.8,9

A. Komponen selluler

1.Packed Red Blood Cells (PRBC)

PRBC tidak memberikan volume ataupun factor koagulasi non selluler. Satu unit PRBC

meningkatkan hematokrit 3% atau konsentrasi hemoglobin 1g/dl pada dewasa tanpa

perdarahan.9

PRBC ideal untuk pasien yang membutuhkan sel-sel darah tetapi bukan

merupakan pengganti volume. Darah yang di transfusikan harus dalam keadaan hangat

(37oC) selama di infuskan,bila tidak hangat akan mengakibatkan hipotermi. Penghangat

darah seharusnya bisa menjaga temperature darah >30oC dengan aliran 150ml/min.10

Indikasi tranfusi Packed Red Blood Cells (PRBC):

1.Pasien dengan kadar Hb rendah

2.Pasien kehilangan darah saat pembedahan.

3.Pasien dengan masa sel darah merah rendah.

4.Pasien dengan perdarahan akut.

5

Page 6: transfusi

5.Pasien anemia kronik.11

2. Washed Red Blood Cells

Biasanya digunakan untuk pasien yang diketahui alergi terhadap platelet, granulosit atau

antigen plasma.

3. Platelet

Platelet diberikan untuk perdarahan yang disebabkan oleh trombositopeni atau gangguan

fungsi platelet. Setiap unit platelet diharapkan dapat meningkatkan kadar trombosit

10.000-20.000/mm3. Disfungsi platelet dapat meningkatkan perdarahan selama operasi

walaupun nilai platelet normal dan hal tersebut dapat didiagnosa sebelum operasi dengan

melihat waktu perdarahan.9,10

Indikasi :

1. Pasien dengan trombositopenia (karena penurunan trombosit,peningkatan

pemecahan trombosit)

2. Pasien dengan leukemia dan marrow aplasia.11

B. Komponen nonseluler

1. Fresh Frozen Plasma (FFP)

Komponen ini digunakan untuk memperbaiki dan menjaga volume akibat kehilangan

darah akut. Komponen ini mengandung semua factor pembekuan darah (factor

V,VIII,IX). Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar

diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat

kalsium.

6

Page 7: transfusi

Indikasi tranfusi FFP :

1. Pencegahan perdarahan postoperasi dan syok.

2. Pasien dengan defisiensi factor koagulasi yang tidak bisa ditentukan.

3. Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi factor pembekuan

(DIC).11

2. Albumin dan Plasma Protein Fracti

Indikasi :

1. Pasien mengalami syok karena luka bakar,trauma,pembedahan atau

infeksi.

2. Terapi hyponatremi

3. Pasien acites.11

B.3. Rumus Transfusi Darah: 12

1.Whole Blood : 6 x ∂ Hb x BB

2. PRC : 3 x ∂ Hb x BB

3. Konsentrat : 0,5 x ∂ Hb x BB

4. FFP : 10 x ∂ Hb x BB

5. Cryopresipitat : 0,5 x ∂ Hb x BB

C. RESIKO TRANSFUSI DARAH

Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian situasi klinis

yang kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial menyelamatkan nyawa hanya bila

didukung dengan transfusi darah, maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi

daripada risikonya. Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil

hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan. Dalam hal

7

Page 8: transfusi

ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya. Risiko

transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan penyakit infeksi.13

Reaksi akut :

Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah

transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi

yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan

rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai

dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada

pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam,

takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-

berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein,

trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri. Pada reaksi yang membahayakan nyawa

ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek,

nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah,

hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik), takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan

perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut,

kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat

transfusi.14

1.Hemolisis intravaskular akut

Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel

darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel.

Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat

menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan

semakin meningkatkan risiko.14,15

Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat

kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum

diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas

pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma

8

Page 9: transfusi

pasien melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang

ditransfusikan.14,15,16

Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi,

kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam

anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-satunya

tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap

unit darah.14

2. Kelebihan cairan

Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.14,15

3. Reaksi anafilaksis

Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif.14,15,16,17

4. Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury = TRALI)

Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.14,15

2. Reaksi Lambat

Reaksi hemolitik lambat Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda

demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.14,15,16,17

1. Purpura pasca transfusi

9

Page 10: transfusi

Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting terutama bila hitung trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan trombosit yang kompatibel dengan antibodi pasien.14,15

2. Penyakit graft-versus-host

Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi pada pasien

imunodefisiensi, terutama pasien dengan transplantasi sumsum tulang; dan pasien

imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel

(HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda,

seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12

hari setelah transfusi. Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.14,15

3. Kelebihan besi

Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal organ (jantung dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum feritin <2.000 mg/l.14,15

4. Supresi imun

Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa cara, dan hal ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang menyatakan bahwa angka rekurensi tumor dapat meningkat. Selain itu juga terdapat pendapat yang menyatakan bahwa transfusi darah meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya respons imun: sampai saat ini, penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.14

C. Penularan Infeksi

Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan skrining yang digunakan, status imun resipien dan jumlah donor tiap unit darah.18

Berbagai mikroorganisme dapat ditularkan melalui transfusi. Yang terutama adalah: 19

1. Hepatitis (B+C)

10

Page 11: transfusi

2. Sifilis

3.Malaria

4. Virus seperti CMV, EBV sampai dengan HIV

Risiko tertular oleh HIV amat besar yaitu lebih dari 90% artinya bila seseorang mendapat

transfusi darah yang terkontaminasi HIV, maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan

akan menderita infeksi HIV sesudah itu. Di Indonesia penyaringan terhadap HIV sebagai

prasyarat transfusi belum dapat dilaksanakan mengingat terbatasnya dana yang tersedia.

Pmberian transfusi darah maupun komponen-komponennya atas indikasi yang tepat

merupakan salah satu cara untuk mengurangi kmungkinan penularan HIV melalui transfusi.

D. Upaya mengurangi resiko : 20

Dapat dilakukan dengan cara:

1) Seleksi donor darah

2) Penapisan infeksi yang dapat ditularkan melalui transfusi (khususnya HIV-I,HIV-

2,HeV,HbsAg,Treponema pallidum)

3) Penanganan yang baik terhadap penentuan golongan darah, tes kompatibilitas, pemisahan

komponen darah, penyimpanan, dan transportasi produk darah.

4) Penggunaan darah dan produk darah secara tepat

E. Penanganan Reaksi Transfusi 21

1. Reaksi transfusi

Stop darah segera

Pelihara keadaan infuse dengan NaCl

2. Penanganan syok anafilaktik

Berikan adrenalin 1:1000 ( 0,1 ml dalam 100 ml NaCl atau Ringer Laktat)

perlahan-lahan

3. Overload cairan

Lambatkan atau stop cairan

11

Page 12: transfusi

Turunkan kepala klien

Beri diuretic, morfin, O2 sesuai anjuran

4. Infiltrasi atau infeksi pada lokasi infus

Pasang infus kembali pada tempat lain

Mengadakan penilaian untuk menurunkan infiltrasi atau inflamasi

5. Secara perlahan dengan menggoyang bagian infus dapat mencegah timbulnya kepadatan

cairan. Pemberian NaCl secara bersamaan dengan infus darah dapat mencairkan darah

yang terlalu kental.

6.Monitoring pada transfusi darah:21

Pemantauan dilakukan pada tahap:

1. Sebelum transfusi dimulai

2. Pada saat transfusi dimulai

3. 15 menit sesudah transfusi dimulai

4. Setiap 1 jam selama transfuse

5. Setiap 4 jam setelah transfusi selesai

7. Darah simpan

Darah donor sebelum disimpan untuk diberikan pada resepien harus di bebaskan

dari berbagai macam penyakit yang mungkin dapat menulari resepien seperti hepatitis B

atau c, sifilis, malaria, HIV-1 atau HIV-2 atau virus human T-cell lymphotropic (HTLV-1

dan HTLV-2). Darah simpan supaya awet dan tidak membeku perlun disimpan dalam

suatu tempat dengan suhu 1°- 6°C diberi pengawet. Umumnya digunakan pengawet

campuran sitrat untuk mengikat kalsium supaya tidak terjadi pembekuan, fosfat

penyangga (buffer), dekstrosa sebagai sumber energy sel darah merah, dan adenine

membantu resintesis adenosin-trifosfat dan menjaga supaya 2,3 DPG tidak cepat rusak.

Campuran ini dikenal dengan sebutan pengawet ACD (acid citrate dextrose), CPD

12

Page 13: transfusi

( citrate phosphate dextrose), dan CPDA( citrate phosphate dextrose adenine). Ketiga

pengawet tersebut yang paling sering di gunakan untuk kepentingan klinik ,terutama

CPDA-1. Darah lengkap (whole blood) biasanya disediakan hanya untuk transfusi pada

perdarahan massif. Satu unit darah lengakap ( 450- 500 ml) Mengandung pengawet 60 ml

CPDA-1 atau CP2D dengan kadar hematokrit dengan kadar hematokrit 30-40% dapat

menaikan Hb resepien 1 gr%. Bank darah modern jarang menyediakan darah

lengkap,tetapi meyediakan komponen darah seperti eritrosit dimampatkan (red blood cell

concentrate, packed red cells), plasma, dan faktor pembekuan misalnya Unit Transfusi

Darah Daerah PMI Jakarta menyediakan darah dengan pengawet CPDA-1.22

KESIMPULAN

Transfusi darah adalah pemindahan darah atau komponen darah dari satu

orang(donor) ke penerima.1

Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb) <7

g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik

dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih

rendah dapat diterima. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10

g/dl apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan

laboratorium. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi

tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi

(contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat).

Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb ≤11 g/dL; bila

tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL (seperti pada anemia bayi

prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan

suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah Hb ≤13 g/dL. 7

Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat,

penularan penyakit infeksi. 13 Reaksi akut

adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi. Reaksi

hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam,

13

Page 14: transfusi

anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam

nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi.14,15 Risiko penularan

penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada berbagai hal, antara lain

prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan skrining yang digunakan, status imun

resipien dan jumlah donor tiap unit darah. Berbagai mikroorganisme dapat ditularkan

melalui transfusi. Yang terutama adalah 1. Hepatitis (B+C) 2. Sifilis 3. Malaria 4.

Virus seperti CMV, EBV sampai dengan HIV. 8

DAFTAR PUSTAKA

1. Blood tranfussion. Available from : URL: http:

//www.who.int/topics/blood_transfusion/2010/. diunduh pada tanggal 17 juni 2010.

2. 2. WHO. The Clinical use of blood : handbook. Geneva, 2002.

3. URL:

http: //www.who.int/bet/Main areas of work/Resource Centre/CUB

English/Handbook.pdf.

4. Stoelting RK : Blood Component and Substitutes in Pharmacology and Phisiology in

Anesthetic Practice, Third Edition, Lippincott-Raven, Philadelphia.New York, hal: 554—

563.

5. Gardner HF. Preservation and clinical use of platelets. In: Hematology. Eds. Williams

JW et al. 3rd ed. 1986; 1556-63.

6. Baldy CM. Susunan darah dan sistem makrofag-monosit. In : Price SA, Wilson LM.

Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC; 1994; 223-

228. Dachlan MR.

7. Gardner HF. Preservation and clinical use of platelets. In: Hematology. Eds. Williams

JW et al. 3rd ed. 1986; hal: 1556-63.

8. National Health and Medical Research Council, Australasian Society of Blood

Transfusion.

14

Page 15: transfusi

Clinical practice guidelines on the use of blood components (red blood cells, platelets,

fresh frozen plasma, cryoprecipitate) [draft document]. Australia: NHMRC-ASBT,

2002;1-75.

9. Hansel,AC.Transfusion Therapy, in Davison, MD.,et all, Clinikal

Anesthesia,Massachussets Hospital,USA: p : 511-526.

10. Fluid management & transfusion.In: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical

Anestesiology.4th ed.Lange Medical Books/McGraw-Hill;2006.p.699-700

11. Purwadianto,agus. Kedaruratan Medik Edisi revisi. Staf Pengajar fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia,Jakarta: FKUI;2007:p.417-426.

12. Blood-function and composition.Artikel di dapatkan dari:URL:

http://www.wikipedia.htm/. Diunduh pada tanggal 17 juni 2010.

13. Rumus Perhitungan tranfusi darah. Artikel ini didapatkan dari :URL:

http://athearobiansyah.blogspot.com/2008/06/rumus-perhitungan-darah-untuk

transfusi.diunduh pada tanggal 17 juni 2010.

13. Blumberg N, Heal J, Chuang C, Murphy P, Agarwal M. Further evidence supporting a

cause and effect relationship between blood transfusion and earlier cancer recurrence.

Ann Surg 1988;Hal :207-410

14. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Didapat dari URL:

http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/

Handbook.pdf diunduh pada tanggal 17 juni 2010.

15. National Blood Users Group. A guideline for transfusion of red blood cells in surgical

patients. Irlandia, Januari 2001. Didapat dari URL: http://www.doh.ie/pdfdocs/blood.pdf

16 .Panitia Medik Transfusi RSU-P Dr. Soetomo. Pedoman pelaksanaan transfusi darah dan

komponen darah. Edisi 3. Surabaya: RSUP Dr. Soetomo-Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga; 2001. Hal: 18-31.

17. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Perioperative blood transfusion for elective

surgery: a nationa clinical guideline. Skotlandia, Oktober 2001. Didapat dariURL:

http://www.sign.ac.uk

18. Goodnough LT, Brecher ME, Kanter MH, AuBuchon JP. Transfusion Medicine (first of

15

Page 16: transfusi

two parts): blood transfusion. N Engl J Med 1999;340:438-47

19. Masalah Transfusi Darah. Artikel di dapatkan dari:URL:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07MasalahTransfusiDarah95.pdf/

07MasalahTransfusiDarah95.html.diunduh pada tanggal 17 juni 2010.

20. Perkins JT, Vender JS : Transfusion Therapy in Physiologic and Pharmacologic Bases of

Anesthesia, Collins VJ (ed) Edisi , Williams & Wilkins, Baltimore;1996;hal: 194

21. Penatalaksanaan tranfusi.Artikel diambil dariURL: http:// qittun.blogspot.com/2008/10/

penatalaksanaan-tranfusi.html.diunduh pada tanggal 17 juni 2010.

22. Said a. L, Kartini A, M.Ruswan : Petujuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2.Jakarta: Bagian

anestesiologi dan terapi intensive- Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2001.Hal:142

16