TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI PROSES PERENCANAAN DI...

177
TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA TUGAS AKHIR RADITYA PAMUNGKAS AS 10070301016 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 1426 H / 2005 M

description

TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

Transcript of TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI PROSES PERENCANAAN DI...

Page 1: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI

PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

TUGAS AKHIR

RADITYA PAMUNGKAS AS 10070301016

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 1426 H / 2005 M

Page 2: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI

PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung Tahun Akademik 2004/2005

oleh

RADITYA PAMUNGKAS AS 100703.01.016

Dinyatakan Lulus dalam Sidang Terbuka yang Dilaksanakan

pada Tanggal 23 Agustus 2005

Mengesahkan,

IMAM INDRATNO, Ir., MT. Pembimbing

IVAN CHOFYAN, Ir., MSP Ketua PUS PWK

Hj. SRI HIDAYATI DJOEFFAN, Ir., MTKetua Program Studi

Page 3: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI Nama : RADITYA PAMUNGKAS A.S. NPM : 100703.01.016 Tempat & tanggal lahir : Cirebon, 18 Januari 1984 Suku Bangsa : Jawa dan Sunda Warga Negara : Indonesia Agama : Islam Alamat : JL. Ciremai Giri Blok M I

No. 5 - Cirebon Telepon/Hp : 08157-304-1044

DATA KELUARGA Nama Bapak : ARIE SOEBIJAKTO HARSONO NOTOHADINEGORO Nama Ibu : CICIH WARNIASIH Alamat : JL. Ciremai Giri Blok M I No. 5 - Cirebon Anak Ke : 4 dari 4 bersaudara PENDIDIKAN TK : TK Pertiwi II Kota Cirebon (1987-1989) SD : SDN Pamitran II Kota Cirebon (1989-1995) SMP : SLTP Negeri 1 Kota Cirebon (1995-1998) SMU : SMUN 1 Kota Cirebon (1998-2001) S1 : Fakultas Teknik (2001-2005) Program Studi Perencanaan Wilayah dan

Kota Universitas Islam Ban dung

Page 4: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

“Ketika kita mati, jangan cari pusara kita di bumi, tetapi carilah di hati manusia” (Jalaluddin Ar-Rumi)

Kini dan disini...

Haruslah diam....dan biarlah semua seperti ini adanya

Tangan tetap jadi tangan jangan jadi kaki

Kaki tetap jadi kaki jangan jadi tangan

Mata tak boleh lagi buta...hidung jangan tersumbat...

Apalagi telinga...tak boleh tuk tuli...

Jaga agar tak lengah...lupa dan tak tahu...

Sadarlah sesadarnya sadar...

Raih, genggam...hisap...dan simpan...

Lalu keluarkan perlahan sisa asap hitam yang menghalangi...

Jernihkan hati, bersihkan akal...

Hancurkan ragu...bunuh tanya...

Abaikan materi yang menggangu...

Tanggalkan semua agar telanjang

Karena jiwa harus menang...

Lebur bersama ketiadaan diri tuk gapai keberadaan abadi

Terus dalam kemanunggalan...

Tuk gerak menuju sempurna dengan

Bingkai waktu dan ruang

(dit)

Teruntuk Ayah dan Bunda Tercinta Demi Sebuah Kata dan Nama, Semoga Selalu menjadi Kekasih-Nya

Page 5: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

Abstraction

Planning is about yield of thinking can’t separate from human side life. In

Islam human study to can plan and manage life however good for achieve

happiness and perfection in the world and the here after (although the Prefection

is Allah SWT property). Since planning practies in region and city is applying at

beak in two dekade 1970 (first government in new forced labor) set of problem is

in habitant development, efforts emergence economic is warn out, problem in

land benefit and transportation and many more. We can see in planning practies

in Indonesia. Is an fact more direct to one concept socialism an capitalism,

actualy have it’s main office to Positivistm Ideology.

Refer from urgency about various Planning is while bloom in Indonesia

and explanation about planning already reveal by Friedman (Planning is “from

knowledge to ation”) in Islam theory to Rahmatan lil alamin, writter try to look for

the alternative way as a solution or correction in a planning is enable an applying

in future, certain in the contents from shape thinking philosophy Islam Mulla

Shadra about ‘Subtantion Movement’ theory with “Kearifan Puncak” concept, that

is as follow:

• Learning social process in a community social etnics

• Political and advocacy process in government system in justness

• Mobilitation and coordination process of planning in Amanah

• Animism and total comprehension a process system Islam Planning

From thinking Mulla Shadra talked about oventualy to conversion to a planning

process have the quality of Holistik and comprehension with orient one selt to

Islam theory in that theory will explain about some Value System in each stages

end eavor to return Planning essence to Teocentris Planninmg Process.

Page 6: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

vi

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’aalamiin, saya panjatkan puji dan syukur kepada

Allah SWT yang telah memberikan Kebahagiaan-Nya, sehinggga saya sebagai

penyusun Tugas Akhir ini dapat menyelesaikannya sesuai dengan waktu yang

telah ditentukan oleh Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Unisba.

Shalawat serta salam semoga terlimpah pada suri teladan kita Rasulullah SAW.

beserta keluarga dan para sahabat-sahabatnya yang di Ridhai Allah SWT.

Kepada para Filosof yang telah membuka jalan untuk berfikir.

Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk pelaksanaan Penyusunan

Tugas Akhir Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Islam Bandung

tahun Akademik 2004/2005. Tugas Akhir ini mengambil judul tentang “Transformasi ‘Teori Gerak Substansi’ (Mulla Shadra) Dalam Mengkonstruksi Proses Perencanaan di Indonesia”.

Untuk itu penyusun ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Ibunda dan Ayahanda tercinta atas Cintanya yang sepanjang masa.

2. Eyang Putri yang selalu memberi nasihatnya pada penulis

3. Jalalluddin Maulana Rumi, penuntun Jiwaku dalam Keheningan

4. Ibu Sri Hidayati Djoeffan, Ir., MT. Selaku Ketua Jurusan Program Studi

Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Bandung.

5. Bapak Ivan Chofyan, Ir., MSP Selaku Koordinator Tugas Akhir

6. Bapak Imam Indratno, Ir., MT., selaku Dosen pembimbing yang telah

membuka jalan untuk berfikir bagi penulis ”Semoga Tak Hanya sampai

disini Saja”

7. Bapak Ernady Syaodih Ir., MT, selaku Dosen Wali penulis.

8. Bapak Bambang Pranggono, Ir., MBA, Kharisma Bapak akan selalu

terkenang dihati.

9. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Universitas Islam Bandung.

10. Seluruh Staf Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas

Islam Bandung. Kang Ade, Kang Didin, Teh Yuli, Pak Nana, Kang Dayat

11. Teh Nia sebagai Dosen, Orang tua, Kakak, sekaligus Teman bagi penulis

selama kuliah.

12. “Sang Jiwa” yang berada dalam dimensi Kerinduan dan Kebahagiaan

Page 7: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

vii

13. Sohib-sohibku, Oke, Asep, Amed, Onte , Faridl, Upay & Dede Sri, Yudi &

Finna dan Usep Epul

14. Kakak-kakakku Mas Eko & Mba Euis dengan Kemal, Mas Wieb & Teh

Indri dengan Salman dan Mba Dinie & Separuh Hatinya, semoga Ridho

Allah SWT selalu menyertai kita semua.

15. Barudak Balatax eks-Melur 17, A’ Ibro, A’ Iwan, A’Izal, A’Youpi & T’Rima,

A’ UQ, A’ Abad, A’ Gobul, A’ Adun, A’ Gaga, A’ Koseng, A’ Chitoz, A’

Agus, A’ Yuyus, A’ Zaki dan semua yang pernah singgah di Melur 17.

16. Temen-temen Taman Sari, Egi, Ayi, Dewan, Benny, Edy, Budi, Ferry,

Ade, A’ Rully, Abo

17. Serta rekan-rekan mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan

Kota, Universitas Islam Bandung, khususnya angkatan 2001

Akhirnya penyusun berharap semoga Allah SWT me-Ridhai apa yang

telah kita lakukan dan selalu melindungi kita agar selalu berusaha mencari

KEBAHAGIAAN yang HAQ dan selalu dalam Dimensi Kemanunggalan yang

Majemuk milik-Nya. Amien.

Bandung, September 2005 M

Penyusun

Page 8: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

viii

DAFTAR ISI

Hal. PRAKATA ...................................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ........................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi BAB I PROLOG

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 8 1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................ 8 1.4 Ruang Lingkup Studi................................................................ 8 1.5 Metodologi Studi ...................................................................... 10

1.5.1 Kerangka Pemikiran...................................................... 10 1.5.2 Pendekatan Studi.......................................................... 15

1.6 Definisi Operasional ................................................................ 17 1.7 Sistematika Penyajian.............................................................. 20

BAB II KAJIAN TEORITIS: ‘TELAAH HISTORIS DAN TEORI’

2.1 Praktek Perencanaan di Indonesia .......................................... 21 2.2 Kajian Teori Perencanaan........................................................ 24

2.2.1 Peta Paradigma Perencanaan...................................... 24 2.2.2 Teori Perencanaan ....................................................... 31

2.3 Kajian Filsafat Umum............................................................... 46 2.3.1 Filsafat Modern ............................................................. 47 2.3.2 Filsafat Perencanaan.................................................... 54

2.4 Kajian Teoritis sains Islam ....................................................... 57 2.4.1 Kajian Filsafat Islam...................................................... 57 2.4.2 Konsep “Kearifan Puncak” ............................................ 59 2.4.3 Gerak Substansif (Al-Harakah Al-jauhariyyah) ............. 62

2.5 Sebuah Pijakan untuk Proses Transformasi ............................ 63 2.5.1 Pandangan Islam ......................................................... 63 2.5.2 Pandangan Filsafat Kotemporer .................................. 67

BAB III KONTRUKSI PARADIGMA: ‘REAKSI ATAS KRISIS PROSES

PERENCANAAN INDONESIA’ 3.1 Substansi Perencanaan di Indonesia....................................... 71

3.1.1 Sebuah Peta Substansi Perencanaan Indonesia ......... 71 3.1.2 Kelemahan yang terjadi pada Sistem Perencanaan

Indonesia ...................................................................... 78 3.1.3 Positivistme .................................................................. 87 3.1.4 Perencanaan Indonesia dengan Positivistme .............. 86 3.1.5 Kritik terhadap Filsafat Perencanaan Positivistme........ 89

3.2 Membangun Konsep Perencanaan Islam................................ 92 3.2.1 Dari Antroposentris kepada Teosentris......................... 92 3.2.2 Usulan Perencanaan Teosentris................................... 94 3.2.3 Konsep Wujud............................................................... 95 3.2.4 Teori Gerak Substansi .................................................. 96

3.3 Sebuah Pijakan Untuk Melangkah pada Transformasi ............ 97 3.3.1 Asumsi Dasar................................................................ 97 3.3.2 Pijakan untuk Proses Transformasi .............................. 100 3.3.3 Penentuan Sistem Nilai ................................................ 102

Page 9: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

ix

3.4 Aktualisasi Sistem Nilai Proses Perencanaan Teosentris........ 115 3.4.1 Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem Masyarakat

Yang beretika................................................................ 115 3.4.2 Proses Politis dan Advokasi dalam Sistem

Pemerintah yang berkeadilan ....................................... 126 3.4.3 Proses Mobilisasi dan Koordinasi Pemerintah yang

Amanah......................................................................... 135 3.4.4 Proses Penjiwaan dan Penghayatan Sistem

Perencanaan Islam....................................................... 144 BAB IV EPILOG: “CATATAN PENYIMPUL DAN PENUTUP”

4.1 Dampak Positivistme: “Sebuah Krisis Perencanaan”............... 156 4.2 Urgensi dalam Proses Perencanaan di Indonesia: “Jalan

Menuju Perubahan .................................................................. 157 4.3 Teori Gerak Substansi: “Terlahirnya Paradigma Alternatif” ..... 159 4.4 Kelemahan dalam Paradigma Proses Perencanaan berbasis

Teori Gerak Substansi ............................................................ 162 4.5 Pra Syarat: “Masukan menuju Perubahan” ............................. 163 4.6 Rekomendasi ........................................................................... 163 4.7 Studi Lanjutan: “Kedinamisan Proses Berfikir”......................... 164

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 165

Page 10: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

x

DAFTAR TABEL

Tabel Hal. 2.1 Periode Perkembangan Teori Perencanaan dan Sifatnya ............ 28 2.2 Penjelasan Tentang Substansi dan Proses yang Terkandung dalam sebuah Teori Perencanaan ............................ 36 2. 3 Empat Aliran Teori Perencanaan dan Isu-isu Moral yang Melandasinya........................................................................ 44 2.4 Perbedaan Antara Proses Pengambilan Keputusan Teknokratis Dengan Pengambilan Keputusan Demokratis .......... 47 2.5 Sumber Pokok Pengetahuan dari Berbagai Paradigma ............... 54 2.6 Perbandingan Positivist, Rasionalis, Fenomenologi dan Konsep Pemikiran Islam ........................................................ 55 2.7 Perkembangan Teori Perencanaan dan Filsafat yang Memayunginya...................................................................... 57 2.8 Peta Pokok-Pokok Pikiran Tradisional Islam................................. 58 2.9 Transformasi Pendekatan Teori Gerak Substansi Ke dalam Proses Perencanaan .................................................... 71 3.1 Peta Pokok-Pokok Pikiran Tradisional Islam................................. 92 3.2 Substansi Sistem Nilai yang terdapat dalam Setiap Tahapan

Proses Perencanaan Teosentris ................................................... 152 4.1 Perbandingan antara Perencanaan Positivistme & Perencanaan

Teosentris ...................................................................................... 161

Page 11: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal. 1.1 Kerangka Berfikir .......................................................................... 13 1.2 Langkah Kerja .............................................................................. 15 1.3 Fase aktualisasi Nilai Normatif ..................................................... 16 1.4 Kerangka Alur Proses Kontruksi Paradigma ................................ 19 2.1 Kerangka Lahirnya Ilmu Perencanaan ......................................... 29 2.2 Pengaruh Intelektual terhadap Teori Perencanaan di Amerika .... 32

2.3 Advocacy Pluralism dan Transactive Planning based on The Live of Dialogue ..................................................................... 45 3.1 Bagan Alur Aktualisasi Proses Perencanaan berbasis Teori

Gerak Substansi ........................................................................... 113 3.2 Proses Perencanaan Sosial dalam Sistem Masyarakat

yang Beretika ................................................................................ 125 3.3 Proses Politis dan Advokasi dalam Sistem Pemerintah yang

Berkeadilan ................................................................................... 135 3.4 Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan yang Amanah ... 144 3.5 Proses Penjiwaan dan Penghayatan Sistem Perencanaan Islam. 151 4.1 Model Perencanaan Teosentris .................................................... 162

Page 12: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

BAB I P R O L O G

1.1 Latar Belakang

Perencanaan merupakan sebuah hasil pemikiran yang tidak dapat

terpisahkan dari sisi-sisi kehidupan manusia. Dalam Islam manusia diajarkan

untuk dapat merencanakan dan mengelola hidup dengan sebaik-baiknya untuk

mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan dunia akhirat (walau kesempurnaan

yang akan dicapai manusia di dunia tidak akan pernah Sempurna, karena

Kesempurnaan yang Hakiki ialah milik Allah SWT). Manusia dan perencanaan

tidak dapat terpisahkan, karena manusia bersifat dinamis yaitu selalu berevolusi

dalam hidupnya (bergerak menuju ke arah yang lebih baik), begitupun dengan

rencananya selalu berdasarkan hasil pemikirannya yang dari waktu ke waktu

mengalami perubahan mengikuti pola fikir manusia tersebut. Seperti yang

tertuang dalam Al Quran surat Al Hasyr ayat 18 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap

diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan

bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang

kamu kerjakan” (Q.S. Al Hasyr :18)

Hal tersebut diatas sebenarnya terdapat sinkronisasinya dengan dasar

teori perencanaan, sebagaimana yang telah disebutkan dalam teori perencanaan

bahwa sebuah perencanaan bertujuan untuk pencapaian menuju kearah yang

lebih baik dan sempurna. Apa pun definisi perencanaan, ia bermuara pada

hakekatnya penciptaan “kondisi” yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Suatu perencanaan berpijak pada pendekatan filosofis. Maksudnya ialah

perencanaan sebagai suatu ilmu pengetahuan pastilah memiliki landasan teoritis

yang didalamnya terdapat suatu faham tertentu, karena faham itulah yang

membuat sebuah teori mengandung pendekatan filosofisnya.

Kekuatan perencanaan terdapat pada orientasinya untuk mewujudkan

pengetahuan dan pemahaman menjadi tindakan. Perencanaan tidak saja

berhenti pada pengetahuan, ide atau gagasan, tetapi juga pada bagaimana ide

tersebut diwujudkan. Perencanaan, dengan demikian, merupakan satu disiplin

Page 13: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

2

yang sarat dengan “prescription” yakni upaya untuk mencari solusi terhadap satu

persoalan. Perencanaan memanglah terkait erat dengan ‘dunia nyata’

perencanaan berorientasi pada masa depan dan praktek.

Sejak praktek perencanaan wilayah dan kota diterapkan pada tahun

1970’an (awal pemerintahan orde baru) permasalahan yang dihadapi ialah

perkembangan penduduk, upaya penumbuhan ekonomi yang sudah memburuk,

masalah pemanfaatan lahan dan transportasi dan masih banyak lagi masalah

lainnya. Walaupun masalah kecil namun hal tersebut bisa menjadi masalah yang

cukup rumit untuk diselesaikan dalam era selanjutnya. Dalam menghadapi

semua aspek tersebut, para perencana mencermatinya dalam pendekatan yang

sangat ideal. Filosofi pada saat itu ialah bahwa permasalahan pembangunan

hanya dapat ditangani dengan membangun secara besar-besaran, memerlukan

investasi yang besar, perencanaan di seluruh aspek namun sebenarnya

perencanaan itu sendiri belum bersifat terintegrasi (holistik), secara menyeluruh

di semua sisi kehidupan dan juga berkesinambungan. Dapat dilihat pada praktek

perencanaan di Indonesia yang sebenarnya lebih mengarah pada suatu faham

sosialisme dan kapitalisme.

Sosialisme yang mengandung makna penghapusan penindasan

keterasingan individu di dalam masyarakat industri modern, namun dalam

kenyataan praktek sosialisme mengalami krisis indentitas karena dua hal penting

didalamnya yakni:

1. Keterbatasan ideologi, strategi, analisis, leadership.

2. Penyelesaian masalah dari luar, seperti identifikasi dengan gerilya

bersenjata di dunia ketiga (Che Guevara, Castro, Mao)

Kemudian sikap kapitalisme yang sebenarnya muncul terlebih dahulu

daripada sosialisme. Kapitalisme sendiri berarti sebuah faham yang mengajarkan

proses industrialisasi besar-besaran, teknologisasi, saintifikasi dan lainnya. Hal

tersebut menjadikan identitas sebuah negara yang menjalankan sistem

kapitalisme mengalami degradasi moral dan sisi kemanusiaan, karena

orientasinya lebih materialistis.

Sedangkan Islam adalah sebuah sistem agama, kebudayaan dan

peradaban secara menyeluruh. Ia merupakan sistem holistik yang menyentuh

setiap aspek kehidupan manusia. Etika dan nilai-nilainya menyerap setiap

Page 14: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

3

aktivitas manusia, termasuk di dalamnya sains. Islam mengajarkan kita untuk

memperhatikan sisi-sisi religius-spiritual (diniyah ruhiyah). Dengan mengadopsi

pemikiran Islam, bahwa hidup ini ialah rahmat untuk semua alam semesta

(rahmatan lil alamin) maka seluruh dimensi yang terkandung di alam semesta ini

haruslah sejalan dengan perintah Allah SWT. Membatasi suatu keilmuan yang

sesuai dengan ajaran agama Islam dan tidak bertentangan, bukan berarti ruang

lingkupnya menjadi terbatas, namun sebenarnya apa yang termuat dalam Islam

sendiri telah merangkum seluruh hal yang terdapat dimuka bumi ini. Seperti yang

terkadung dalam Al Quran surat Al Maa’idah ayat 48 yang artinya:

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran,

membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan

sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah

perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti

hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang

kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan

yang terang.....” (Q.S. 5 : 48)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa baik itu sosialisme atau

kapitalisme sekalipun, sebenarnya terdapat beberapa kelemahan. Hal ini yang

membuat Islam tampil sebagai solusi terbaik untuk menciptakan sebuah

penghidupan yang lebih baik, dengan memandang sesuatu hal dari berbagai sisi

dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Ajaran agama Islam sendiri pada

hakekatnya bertujuan pada suatu kondisi rahmatan lil alamin. Seperti yang

tertuang Al Quran surat Al Anbiyaa ayat 107 yang artinya:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi

semesta alam.” (Q.S. 21 :ayat 107)

Dapat terlihat secara nyata bahwa perencanaan masa lalu dan masa

sekarang lebih menaruh perhatian pada proses pembuatan rencana, yang

merupakan proses yang berkelajutan dan berkesinambungan, namun hasil dari

perencanaan tersebut tetap disajikan secara konvensional yaitu berupa dokumen

fisik, suatu rencana dengan peta-peta dan kebijakan-kebijakan untuk di

Page 15: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

4

implementasikan. Sebenarnya hal tersebut baik, karena mengantisipasi semua

kebutuhan penggunaan lahan dan menempatkannya pada berbagai lokasi dalam

suatu wilayah perencanaan, namun suatu konsep perencanaan yang

mendominasi dan dijadikan sebagai praktek perencanaan di Indonesia (terutama

yang dipayungi oleh sikap Positivistme) masih terdapat beberapa kelemahan.

Terlepas dari upaya terbaik dari seorang perencana, rancangan

penggusuran daerah kumuh, pinggiran kota yang steril, atau keputusan

perencanaan yang menyingkirkan masyarakat kecil dibantaran sungai juga

hilangnya bangunan bersejarah telah mengungkapkan ada masalah yang terjadi

pada Praktek perencanaan di Indonesia. Hubungan antara perencana dengan

komunitas talah berubah secara dramatis. Perencanaan sendiri telah berubah

menjadi sebuah proses politis. Menilai perencanaan sebagai sebuah proses,

yang menekankan lebih sebagai proses atas pilihan-pilihan. Sehingga dalam

sebuah proses perencanaan, akan sangat terkait sekali dengan proses

penentuan pilihan-pilihan yang merupakan sebuah pengejewantahan dari proses

politik yang terjadi dalam proses perumusan kebijakan publik.

Parktek perencanaan yang tidak memandang sebuah pluralitas dan

hanya bersifat materiilisme semata membuat praktek Perencanaan yang

berlangsung di Indonesia selama ini dianggap banyak memiliki kekurangan.

Indonesia sendiri yang lebih mengusung budaya timur dengan keberagamannya,

juga yang manyoritas penduduknya memeluk agama Islam telah secara jelas

menapik praktek Perencanaan yang lebih kearah Westernisasi. Westerniasasi

ialah sebuah sikap yang mengusung nilai-nilai dunia barat (terutama Kapitalisme

dan Sosialisme),

Sebuah Peta Perkembangan Praktek Perencanaan di Indonesia

Sebelum melihat permasalahan apa yang sebenarnya muncul pada

perencanaan di Indonesia, dapat dilihat sejarah perkembangan perencanaan

yang berkembang di Indonesia dari tahun 1970 sampai saat ini, yaitu sebagai

berikut:

Pada era tahun 1970’an, perencanaan di Indonesia bertumpu pada

pendekatan sektoral, dan ditambah dengan pendekatan wilayah juga terjadi

sinkronisasi program walau masih melibatkan intervensi politik. Pada era

1980’an, perencanaan di Indonesia masih berbasis pengembangan wilayah dan

Page 16: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

5

program, ditambah dengan pendekatan lingkungan dan desentralisasi

perencanaan. Pada era ini juga mulai dikembangkan perencanaan partisipatif.

Datangnya arus globalisasi dari dunia Barat sangat memiliki peran penting dalam

menentukan apa yang terjadai dalam praktek perencanaan di era 1990’an.

Sangat jelas sekali proses industrialisasi mempengaruhi proses perencanaan di

Indonesia. Lahirnya undang-undang tata ruang cukup berarti bagi perencanaan

di Indonesia, karena dengan itu perencanaan di Indonesia akan memiliki koridor

tersendiri.

Perencanaan saat ini dimaksud dengan perencanaan era 2000’an.

Sebuah paradigma baru tentang otonomi daerah terlahir pada era ini. Menjawab

beberapa pertanyaan pada era-era sebelumnya, perencanaan era 2000’an

mengalami beberapa penyesuaian dan penyempurnaan di beberapa sisi

perencanaan. Dengan pengoptimalan peran stakeholder diharapkan mampu

mendongkrak perencanaan Indonesia kedalam suatu perencanaan yang ideal.

Dengan perencanaan partisipatif yang semakin gencar dan terintegrasi dengan

baik. Pengembangan potensi lokal makin diefektifkan.

Setelah melihat beberapa fenomena yang terjadi di setiap era dalam

perencanaan di Indonesia yang dirintis dari tahun 1960’an sampai dengan masa

sekarang maka terdapat dua hal konsep perencanaan yang telah dipraktekkan

yaitu Top down planning dan Bottom Up Planning, namun pendikotomian antara

Bottom up Planning dan Top down Planning membuat hasil sebuah perencanaan

tidak optimal.

1. Top Down Planning

Pada tahap-tahap pendekatan awal program pembangunan kota-kota di

Indonesia dilakukan secara sektoral. Selain sektoral pendekatan

perencanaan dilakukan secara top down. Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah/Kota merencanakan pembangunan kota-kota dengan

program/proyek untuk ukuran area yang sangat luas dan sifatnya lebih

kepada instruksi dari instansi-instansi atas ke instansi-instansi di bawahnya.

Pendekatan ini berhasil apabila disetujui secara luas oleh masyarakat luas,

terkait dengan perumusan tujuan pengembangan dan kewenangan

pengaturan dan prosedur administrasi bagi seluruh kelompok masyarakat.

Pendekatan tersebut ternyata banyak yang gagal, sehingga belum bisa

mengangkat tingkat kemiskinan masyarakat di kota-kota tersebut akibat

Page 17: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

6

kurangnya sumber daya manajemen lokal, sulitnya penegakan hukum dan

aspek-aspek politis lainnya.

Masyarakat di daerah perkotaan negara-negara berkembang termasuk di

Indonesia, pada kenyataannya tetap miskin, sulit mencari pekerjaan, masa

depan belum jelas dan yang bekerja selalu khawatir kehilangan

pekerjaannya. Di samping itu terjadi kompetisi yang tinggi antar berbagai

kelompok masyarakat dan terjadinya penurunan kualitas lingkungan di

perkotaan.

Masalah-masalah dan kelemahan tersebut di atas menyebabkan

diperlukannya inisiatif baru di dalam pendekatan proses penyusunan

perencanaan pembangunan kota, untuk tujuan mensejahterakan masyarakat

secara luas. Inisiatif baru ditujukan kepada kegiatan penyusunan perencanaan

pembangunan kota, dengan melibatkan masyarakat setempat (komunitas lokal)

secara luas. Pemberdayaan dan peningkatan peran-serta masyarakat secara

luas yang dimulai sejak awal, yaitu sejak penyusunan perencanaan

pembangunan merupakan paradigma baru.

2. Bottom Up Planning

Penjabaran dari deklarasi dunia ini oleh masing-masing negara diadopsi

dengan konsensus bahwa "masyarakat" lah yang menjadi target program-

program publik. Siapa yang akan terpengaruh langsung oleh perencanaan

pembangunan kota dan perencanaan pembangunan berhak memberikan

share dalam keputusan-keputusan yang diterbitkan. Hal ini dilatar-belakangi

kekurang-berhasilan system perencanaan nasional dan komprehensif yang

penyusunannya didominasi pemerintah.

Dalam perjalanan sejarah perencanaan pembangunan kota, wilayah dan

kawasan, munculnya berbagai pendekatan dengan terminologi baru seperti

bottom-up planning, participatory planning, democratic planning, grass root

planning, public involvement, collaborative planning, advocacy planning, dan

sebagainya menunjukkan adanya kesamaan dalam hal filosofi dasar yaitu

dalam suatu demokrasi anggota masyarakat harus memiliki kesempatan

berperan serta di dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan

masa depan mereka.

Page 18: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

7

Perencanaan sebagai upaya menjembatani pengetahuan ilmiah dan

teknik (scientific and technical knowledge) kepada tindakan-tindakan dalam

domain publik, menyangkut proses pengarahan sosial dan proses transformasi

sosial. Perencanaan pembangunan kota sebagai ilmu pengetahuan sosial, pada

hakekatnya bukan hanya merencanakan pembangunan fisik semata, tetapi

adalah merencanakan ruang (spatial-plan), di mana "manusia" terdapat di

dalamnya yang memiliki cita-cita sama mendapatkan kehidupan dan

penghidupan yang aman, adil dan sejahtera.

Maka dari itu mengacu dari berbagai kekurangan tentang berbagai

perencanaan yang selama ini berkembang di Indonesia dan pengertian sebuah

perencanaan yang telah diungkapkan Friedmann (planning is “from knowledge to

action”) juga ajaran agama Islam (rahmatan lil alamin), penulis mencoba mencari

jalan alternatif sebagai solusi atau koreksi sebuah perencanaan yang

memungkinkan diterapkan dimasa yang akan datang dengan berlandaskan teori

pemikiran Islam, yakni isinya mengadopsi dari pemikiran tokoh Filosof Islam

Mulla Shadra mengenai Teori Gerak Substansif dengan konsep “Kearifan

Puncak” yaitu sebagai berikut:

• Perjalanan dari Makhluk menuju Tuhan

• Perjalanan dengan Tuhan dalam Tuhan

• Perjalanan dari Tuhan menuju makhluk dengan Tuhan

• Perjalanan dalam Makhluk bersama Tuhan

Dari pemikiran Mulla Shadra tersebut nantinya dikonversikan kedalam

sebuah proses perencanaan yang bersifat holistik dan komprehensif dengan

berpedoman ajaran agama Islam yang didalamnya akan disebutkan beberapa

sistem Nilai pencapaian pola berfikir tersebut dalam setiap tahapannya.

“Pada hakekatnya suatu konsep normatif yang terdapat didalam ajaran agama

islam perlu melalui proses reaktualisasi di bidang intelektual. Sebuah paradigma

teoretis atas dasar kerangka epistemik dan etisnya sendiri. Untuk beroperasi

sebagai acuan aksiologis, sebenarnya konsep-konsep normatif islam yang

berakar pada sistem nilai wahyu (lebih bersifat transendental) dapat diturunkan

melalui dua medium, yakni ideologi dan ilmu”. (Dr. Kuntowijoyo, Paradigma Islam

“interpretasi untuk aksi”1991, hal 37)

Page 19: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

8

1.2 Perumusan Masalah Dari sejarah perkembangan sebuah perencanaan yang telah dan masih

berlangsung di Indonesia dapat ditarik sebuah permasalahan yang banyak terjadi

di sebuah perencanaan Indonesia, keterlibatan dari sebuah pemikiran yang

kapitalisme dan sosialisme menjadikan praktek Indonesia hanya mementingkan

pada tampilan muka saja dengan melupakan sisi-sisi yang menurut Islam

diperlukan dalam sebuah penghidupan (sosio-religius).

Setelah mencermati permasalahan yang telah terjadi selama ini pada

sebuah praktek perencanaan di Indonesia, penulis dapat merumuskan beberapa

permasalahan pokok yaitu: “Bagaimana mengkontruksi proses perencanaan

berbasis Teori Gerak Substansi (Mulla Shadra)?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Dengan melihat latar belakang dan permasalahan yang telah disebutkan

diatas, disatu sisi terdapat banyak kekurangan yang terjadi dalam praktek

perencanaan yang terdapat di Indonesia dengan konsep perencanaan yang

dianut selama ini yaitu lebih kearah positivistme, serta belum adanya suatu

tinjauan teoritis yang membahas dengan jelas konsep berfikir Islam yang

dikonversikan atau dituangkan dalam sebuah Perencanaan Islam maka studi ini

dilakukan dengan tujuan “Mengkontruksi proses perencanaan Teosentris dengan

Sistem Nilai Islam”.

Manfaat yang diharapkan nantinya diperoleh dari hasil penelitian ini ialah

“Mengungkapkan sitem nilai proses perencanaan Teosentris berbasis Teori

Gerak Substansi tersebut dalam tataran aksiologinya agar dapat

terimplementasikan di sistem proses perencanaan di Indonesia pada masa yang

akan datang”.

1.4 Ruang Lingkup Studi Dalam studi perencanaan banyak sekali terkait ilmu-ilmu lain dan

masalah-masalah yang melingkupinya, baik dilihat dari sisi substansi, ruang

maupun waktu perencanaan, namun terdapat satu sisi perencanaan yang

merupakan pokok dari lahirnya sebuah perencanaan sebagai sebuah konsep

maupun pedoman dalam praktek perencanaan, yaitu metodologi perencanaan.

Dalam studi ini penulis mencoba untuk menyajikan suatu tinjauan teoritis

Page 20: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

9

terhadap suatu paradigma proses perencanaan yang telah dan masih

berlangsung di Indonesia.

Pada substansi, ruang maupun waktu dalam perencanaan semuanya

menggunakan metodologi perencanaan yang meliputi sistem perencanaan,

penentuan masalah, penentuan kriteria penilaian, mencari alternatif,

mengevaluasi alternatif evaluasi dalam penunjukan dan pemantauan hasil

penerapan (praktek) perencanaan. Metodologi inilah yang banyak mempengaruhi

bentuk dari kebijakan dalam produk perencanaan. Semua itu terangkum dalam

lima pertanyaan pokok yang sangat mendasar yaitu : apa, dimana, kapan, siapa,

dan bagaimana (what, where, when, who, and how).

Kesesuaian sebuah produk perencanaan dengan ajaran agama Islam

bukan hanya dilihat dengan bentuk nyata (fisik) dari sebuah reflleksi agama Islam

itu sendiri yaitu yang biasa dibandingkan dengan ada atau tidaknya bangunan

tempat beraktivitas orang Islam (pondok pesantren, masjid, mushala, dll) dalam

sebuah perencanaan, namun lebih kepada sebuah spirit yang dianutnya dalam

sebuah perencanaan yang sesuai dengan ajaran agama Islam (tidak

bertentangan dengan Al Quran dan Al Hadist). Selagi metodologi yang dipakai

dalam sebuah perencanaan itu berdasarkan pemikiran salah satu Tokoh Filosof

Islam, diharapkan kebijakan yang merupakan suatu hal terpenting dalam sebuah

praktek perencanaan akan mengikuti juga penerapan konsep berfikir Islam.

Ketika kebijakan yang ditentukan telah berdasarkan konsep berfikir dari Tokoh

Filosof Islam maka secara tidak langsung produk perencanaan yang akan

terimplementasikan juga akan berdasarkan ajaran Islam (tidak bertentangan

dengan Al Quran dan Al Hadist).

Hal pertama yang harus dilakukan dalam penelitian ini ialah mengkaji dan

melihat praktek perencanaan yang selama ini berlangsung di Indonesia dari awal

orde baru sampai sekarang (awal 70’an sampai sekarang). Kemudian dari

penjelasan tersebut, baru didapatkan informasi tentang teori perencanaan apa

saja yang telah diadopsi oleh praktek perencanaan di Indonesia. Setelah

mengetahui teori yang selama ini digunakan dalam praktek perencanaan di

Indonesia dapat diketahui pula pola atau dasar filsafat yang memayunginya dan

mengevaluasi kelemahan apa saja yang terdapat didalamnya.

Islam yang tampil sebagai suatu solusi terbaik ketika praktek

perencanaan di Indonesia masih terdapat beberapa titik kelemahan. Dilihat dari

Page 21: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

10

teori dan filsafat yang terkandung didalamnya, penulis berusaha mengeluarkan

atau mentransformasikan salah satu pokok pikiran dari Mulla Shadra tentang

Teori Gerak Substansi (Kearifan Puncak) ke dalam sebuah aturan normatif

dalam proses perencanaan di Indonesia.

Melihat dari berbagai fenomena yang terjadi pada praktek perencanaan di

Indonesia sampai saat ini, dari yang pola dasarnya dipayungi oleh filsafat barat

dan ke sebuah praktek yang tidak sesuai dengan teori yang digunakannya.

Bukan berarti filasafat barat (Positivistme) tidak baik, namun ketika dimasukan ke

dalam pokok pikiran Islam terdapat beberapa kekurangan. Misalnya masalah

pengetahuan tentang Allah tidak dijabarkan secara jelas. Hal ini yang dianggap

menjadi salah satu kelemahan yang mendasar ketika filsafat barat dibandingakan

dengan filsafat Islam sendiri. Lalu mengenai sumber pengetahuan yang

menjadikan pengetahuan inderawi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan

yang absolut.

Penelitian ini dilakukan dalam upaya mencari sebuah paradigma baru

yang diharapkan mampu meminimalisasi atau menutup kekurangan yang ada

dalam praktek perencanaan di Indonesia. Sebuah kontruksi paradigma proses

perencanaan yang berlandaskan pokok pikiran Islam berusaha dijabarkan untuk

mendapatkan sebuah kriteria ideal sebuah proses perencanaan di Indonesia.

Hasilnya diharapkan mampu diimplementasikan pada proses perencanaan di

Indonesia, walaupun awalnya hanya terlihat seperti aturan yang normatif. Dalam

ruang lingkup administratifnya penelitian ini hanya membahas proses

perencanaan di tingkat lokal.

1.5 Metodologi Studi 1.5.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dari studi ini adalah seperti terlihat pada gambar

dibawah ini, dimana sebagai kerangka berfikir awal adalah dengan melihat apa

sebenarnya latar belakang sebuah perencanaan (ontologi), kemudian dilanjutkan

dengan kajian epistemologi dari perencanaan itu sendiri, lalu diterapkan dalam

sebuah penentuan kriteria (metodologi) yang telah berdasarkan ajaran atau pola

berfikir Islam untuk nantinya diterapkan dalam, tataran aksiologinya. Dengan

melewati tahapan yang mengacu pada aspek filasat yaitu ontologi, epistemologi,

metodologi dan aksiologi diharapkan mampu mengupas, mengkaji dan

Page 22: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

11

menemukan solusi atau sebuah metodologi pendekatan yang Islami untuk

sebuah praktek perencanaan Islami di Indonesia kelak. seperti yang diungkapkan

Harris, (1999) “Disiplin filosofi dapat menjadi sebuah pembaharuan, inspirasi dan

pengembangan teori perencanaan”. Selanjutnya akan ditelusuri implikasi

epistemologi ini dengan peran perencana dimasa yang akan datang khususnya

di Indonesia dan sesuai dengan pola berfikir Islam.

Melihat dari beberapa fenomena yang terjadi selama ini dalam bidang

perencanaan baik itu perkembangan teori perencanaan ataupun suatu praktek

perecanaan yang terjadi di Indonesia dari era setelah kemerdekaan (1970

sampai sekarang), maka dapat disimpulkan terjadi urgensi sebuah perencanaan

di Indonesia ketika disinkronkan terhadap suatu pokok pikiran Islam yang

sebenarnya menjadi landasan utama dari suatu kehidupan yang rahmatan lil

alamin, derasnya faham kapitalis dan sosialis yang masuk ke Indonesia sangat

tidak sinkron dengan ajaran agama Islam, maka perlu suatu perencanaan yang

Islami. Setelah ditinjau dari berbagai sudut konsep (filsafat, praktek perecanaan,

dan pokok ajaran Islam) maka teridentifikasi suatu kekurangan pada praktek

perencanaan di Indonesia.

Dengan mencoba mentransformasikan sebuah pokok pikiran dalam Islam

yang diutarakan oleh Mulla Shadra (Filosof Islam) yang mencoba merasionalkan

suatu pemikiran yang bersifat mistisme (Irfan Wujud) ke dalam konsep “Kearifan

Puncak” yang berbcara tentang Keyakinan yang Hakiki pada Tuhan. Filsafat

ketuhanan adalah merupakan tujuan utama filsafat Islam, karena tujuan utama

para filosof dan para teolog Muslim adalah bagaimana menjelaskan dan

membuktikan wujud Allah yang Esa, sebagai pencipta segala yang ada.

Pembahasan mengenai filsafat ketuhanan ini berhubungan dengan berbagai

persoalan metafisika lainnya yang di antaranya adalah mengenai bukti adanya

ketuhanan, hakikat ketuhanan, perbedaan Tuhan dengan semua makhluknya,

perbuatan dan sifat-Nya. Dalam tataran teoritis, para filosof Muslim mengangkat

persoalan-persoalan metafisika ini dalam nama yang beragam

Shadruddin Mulla Shadra yang dikenal dengan Mulla Shadra dengan

julukan Shadr al-Muta'allihin. Filsafat yang dikembangkannya adalah bagaimana

mensintesiskan antara filsafat, tasawuf (irfan) dan syariah. Dalam konsep

filsafatnya ini, ia berusaha hidup dalam dunia isyraq/irfan lalu diungkapkan

melalui pembuktian rasional dan baginya, syariah adalah merupakan media

Page 23: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

12

untuk mencapai pengalaman itu. Mulla Shadra mengambil ajarannya dari

tasawuf, terutama al-Hallaj dan Ibn Arabi serta al-Ghazali. Dari sisi syari'ah ia

mengambilnya secara langsung dari sumber otentik Islam, yaitu Sunnah dan Al-

Quran. Prestasi inilah yang selama ini terlupakan oleh sebagian besar orientalis.

Mereka juga lupa bahwa sampai abad ke 19, Persia masih melahirkan beberapa

filosof yang pemikirannya sangat besar.

Dengan melakukan beberapa evaluasi dari kasus dan konsep dalam

berbagai paradigma. Kemudian, juga melihat studi yang pernah dilakukan

sebelumnya oleh yang lain (Azharfauzi, 1995), dari situlah penulis mencoba

menentukan suatu proses perencanaan yang dianggap sebagai proses

perencanaan yang ideal untuk Indonesia pada masa yang akan datang guna

menutupi atau setidaknya meminimalisasi kekurangan yang selama ini terjadi.

Sebuah perencanaan berbasis Teori Gerak Subtansif (Mulla Shadra) tentang

konsep gerak substansi “Kearifan Puncak”, yang hasilnya berupa penentuan

sistem nilai untuk sebuah proses perencanaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada gambar kerangka pemikiran dibawah ini dan kerangka tahapan pengerjaan

pada gambar selanjutnya.

Page 24: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

13

Gambar 1.1 Kerangka Berfikir

Hakekat Perencanaan

perencanaan Indonesia (th 70’an

samapi saat ini)

Urgensi dari praktek yang

terjadi di Indonesia

ISLAM sebagai SOLUSI

Filsafat Islam

Filososf Islam Mulla Shadra, Teori Gerak Substansif Konsep “Kearifan Puncak”

Paradigma Antroprosentris

Faham Kapitalisme dan Sosialisme

POSITIVISTME

TEOSENTRIS

Konsep Sistem Perencanaan yang

Ideal untuk masa yang akan datang

Page 25: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

14

Gambar 1.2 Langkah Kerja

Latar Belakang - Urgensi Perencanaan di Indonesia - Faham Sosialisme dan kapitalisme yang

merebak di konsep Perencanaan di Indonesia

- Perlunya Perencanaan Islam

TINJAUAN KONSEPSI

Perencanaan di Indonesia - Sejarah perkembangan praktek

perencanaan di Indonesia - Permasalahan yang terjadi pada setiap

era perencanaan di Indonesia

Konsep Berfikir Islam - Manusia ingin mencapai kesempurnaan - Eksistensi manusia (khalifah) di dunia - Tatanan kehidupan Islami (rahmatan lil

alamin), dan kaitan dengan konsep gerak

Identifikasi filsafat yang memayungi praktek perencanaan Indonesia selama ini

Mulla Shadra sebagai filsafat yang dipilih untuk mencari solusi menurut Islam

Konsep perencanaan yang ideal untuk di terapkan pada masa mendatang

Evaluasi dari kasus dan konsep dari berbagai paradigma

Pokok pikiran Islam :Konsep Kearifan Puncak: ● Perjalanan dari Makhluk menuju Tuhan ● Perjalanan dengan Tuhan dalam Tuhan ● Perjalanan dari Tuhan menuju makhluk

dengan Tuhan ● Perjalanan dalam Makhluk bersama

Tuhan

Proses Perencanaan Islam• Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem

Masyarakat yang Beretika • Proses Politis & Advokasi dalam Sistem

Pemerintah yang Berkeadilan • Proses Mobilisasi dan Koordinasi

Perencanaan yang Amanah • Proses Penjiwaan dan Penghayatan

Sistem Perencanaan Islam

Penetuan Sistem Nilai Setiap Tahapan dan Proses Perencanaan Teosentris

TRANSFORMASI

Teori Gerak Substansif

Page 26: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

15

1.5.2 Pendekatan Studi Untuk mencapai tujuan studi dengan batasan ruang lingkup dann

kerangka berfikir diatas, dilakukan beberapa pendekatan studi sebagai berikut:

1. Mengevaluasi metodologi perencanaan yang telah dan masih berlangsung di

Indonesia. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk dapat melihat secara jelas

hal-hal yang dianggap belum atau masih bertentangan dengan perencanaan

yang Islami duna menjadi landasan dalam proses Islamisasi dan penentuan

konseptualisasi metodologi perencanaan Islam yang dapat

terimplementasikan di perencanaan pada masa yang akan datang.

2. Tinjauan terhadap konsep berfikir Islam yang nantinya akan dikonversikan

dengan teori perencanaan yang telah ada.

Untuk mencapai hal tersebut diatas dilakukan beberapa metode

pendekatan yaitu metode pendekatan konvensional dan metode pendekatan

sains Islam, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan Konvensional Metode pendekatan konvensional yang dipakai dalam studi ini ialah

Deskripsi Kualitatif. Adapun pengertian dari metode deskripsi kualitatif ialah

sebagai berikut:

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia,

suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas

peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk

membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki

(Nazir, M., 1985: 63).

Menurut Whitney (1960), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan

interpretasi yang tepat. Gay (1976) mendefinisikan metode penelitian deskriptif

sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji

hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu

yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian (Sevilla, 1993: 7).

Page 27: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

16

Metode deskriptif ingin mempelajari norma-norma atau standar-standar,

sehingga peneliti deskriptif ini disebut juga survai normal. Dalam metode

deskriptif dapat diteliti masalah normatif bersama-sama dengan masalah status

dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan antar fenomena. Studi

demikian secara umum disebut sebagai studi atau penelitian deskriptif. Perspektif

waktu yang dijangkau dalam penelitian deskriptif adalah waktu sekarang atau

sekurang-kurangnya jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan

responden.

Secara harfiah, metode deskriptif adalah metode penelitian untuk

membuat gambar mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini

berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka. Tetapi dalam

pengertian metode penelitian yang lebih luas, penelitian deskriptif mencakup

metode penelitian yang lebih luas di luar metode sejarah dan eksperimental, dan

secara lebih umum sering diberi nama, metode survai. Kerja peneliti, bukan saja

memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, tetapi juga menerangkan

hubungan, menguji hipotesa-hipotesa, membuat prediksi serta mendapatkan

makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan. Dalam

mengumpulkan data digunakan teknik wawancara, dengan menggunakan

schedule questioner ataupun interview guide.

2. Metode Pendekatan Sains Islam Metode pendekatan yang digunakan pada sains Islam yaitu metode

transformasi. Adalah mentransformasikan nilai-nilai normatif menjadi teori

sebelum diaktualisasikan ke dalam tataran aksiologi (perilaku). Pendekatan yang

dilakukan secara menyeluruh tidak hanya bersifat pendekatan legal saja.

Aktualisasi suatu nilai normatif kedalam bentuk teori ilmu dengan melalui

beberapa fase, yaitu :

Gambar 1.3 Fase aktualisasi Nilai Normatif

Teologi Filsafat Sosial Teori Sosial Perubahan Sosial

Page 28: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

17

Sedangkan langkah-langkah diatas perlu dilengkapi oleh beberapa syarat, yaitu :

a. Perlu adanya penafsiran sosial struktural lebih daripada penafsiran individual

ketika memahami ketentuan-ketentuan pada Islam

b. Mengubah cara berfikir subjektif kedalam cara berfikir objektif. Tujuannya

agar menyuguhkan cara berfikir pada sains Islam pada cita-cita yang objektif.

c. Mengubah Islam yang normatif kedalam suatu yang teoretis. Dengan

pendekatan teoretis memungkinkan kita akan memahami ketentuan ajaran

agama Islam pada konteks yang lebih real, lebih faktual, sesuai dengan

kondisi-kondisi sosial, ekonomi dan kulutural.

d. Mengubah pemahaman yang ahistoris menjadi historis. Membuat cara

berfikir kita terhadap kisah-kisah didalam al Quran sebenarnya selalu terjadi

sepanjang masa, namun terkadang konteksnya saja yang berbeda.

e. Merumuskan formulasi-formulasi Islam yang bersifat general (umum)

menjadai formulasi-formulasi yang bersifat spesifik.

Dari penjelasan diatas dapat kita analogikan dalam sebuah sudut

pandang perencanaan ialah sebagai berikut:

a. Landasan yang perlu kita pegang sebagai pedoman dalam melakukan segala

hal pada hidup ini ialah berpegang teguh pada suatu Keyakinan yang Hakiki

yaitu Allah SWT

b. Melihat seberapa jauh filsafat perencanaan yang berkembang, yang

memayungi setiap paradigma teori perencanaan

c. Praktek perencanaan yang telah terjadi (khususnya di Indonesia)

d. Melihat dan mengidentifikasi kekurangan proses dan hasil praktek

perencanaan

e. Merumuskan suatu cara pandang baru yang ideal untuk menutup atau

meminimalisasi kekurangan yang terjadi dan juga menyesuaikannya dengan

pokok ajaran agama Islam. Salah satu caranya ialah menentukan sistem nilai

dalam setiap proses perencanaan yang berbasis salah satu pokok pikiran

Islam.

1.6 Definisi Operasional

Pengertian yang diungkapkan dibawah ini untuk memperoleh kesamaan

pemahaman agar tidak menimbulkan kerancuan pengertian dalam pembahasan

selanjutnya.

Page 29: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

18

● Transformasi

Perubahan rupa (Bentuk, sifat, dan sebagainya). Merubah struktur inti atau

beberapa inti menjadi struktur yang lain.

● Pola Pemikiran Tradisional Islam

Cara, proses berfikir, kajian tentang filsafat dari tokoh-tokoh pemikir Islam

(Mulla Shadra) yang berbasikan ajaran agama Islam.

● Konstruksi

Susunan (model, tata letak) suatu inti hal.

● Lokal:

Batasan administratif dengan ruang lingkup yang meliputi Desa, Kecamatan

dan Kabupaten atau Kota.

● Proses Perencanaan

Suatu rangkaian tindakan, perbuatan atau pengolahan untuk menghasilkan

mengenai persoalan-persoalan sosial, ekonomi, dan fisik yang berorientasi

pada masa mendatang. Hubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan

kolektif dan mengusahakan kebijaksanaan program yang menyeluruh.

Sedangkan tahapan yang pertama dalam mengkontruksi paradigma yaitu

menelaah sejarah substansi perencanaan di Indonesia (awal 70’an) dan

menganalisanya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi. Kemudian proses

perbandingan (falsifikasi) antara Filsafat Positivisme dan Teori Gerak Substansi

Mulla Shadra. Setelah itu dapat ditemukan desinkronisasi antar keduanya yang

nantinya diajukan sebuah solusi menurut filsafat Teori Gerak Substansi dengan

Konsep Kearifan Puncak. Berusaha mengembalikan perencanaan kepada

sebuah perencanaan yang lebih baik dan kembali pada khitohnya.

Page 30: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

19

Gambar 1.4 Kerangka Alur Proses Kontruksi Paradigma

Identifikasi substansi

perencanaan di Indonesia

terhadap paham positivisme

Peta paradigma sistem perencanaan

Indonesia (th. 70an – saat ini)

Evaluasi Kelemahan yang terdapat dalam sistem perencanaan

Indonesia

Paham Positivisme

Kritik terhadap perencanaan Positivisme

Mengembalikan hakekat

perencanaan berkesesuaian dengan Nilai

Islam Teosentris Planning

Proses perencanaan berbasis teori gerak

substansi

Konsep “Kearifan Puncak”

Proses transformasi

Penentuan sistem nilai

proses perencanaan berbasis teori

gerak substansi “Kearifan Puncak”

Page 31: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

20

1.7 Sistematika Penyajian Secara garis besar, sistematika pembahasan studi yang akan dilakukan

natinya disusun dengan urutan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan

permasalahan, tujuan, ruang lingkup dan metodologi juga kerangka

berfikir yang akan digunakan dalam studi ini.

BAB II KAJIAN TEORITIS Pada bab ini akan menampilkan landasan teoritis yang nantinya akan

digunakan untuk merekontruksi paradigma perencanaan dari sudut

pandang perencanaan yang konvensional dan perencanaan berbasis

Teori Gerak Substansi

BAB III KONTRUKSI PARADIGMA Pada bab ini berisikan tentang tahapan kontruksi paradigma proses

perencanaan dan penentuan sistem nilai dalam setiap tahapan

paradigma perencanaan berbasis Teori Gerak Substansi yang telah

melewati proses transformasi.

BAB IV KESIMPULAN Pada bab ini akan mencoba menyajikan beberapa rekomendasi hasil

konstruksi paradigma proses perencanaan berbasis Teori Gerak

Substansi pada bab sebelumnya.

Page 32: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

BAB II TELAAH HISTORIS DAN TEORI

Dalam bab ini akan menyajikan beberapa landasan teoritis yang nantinya

akan digunakan dalam mengkontruksi paradigma proses perencanaan.

2.1 Praktek Perencanaan di Indonesia

Sebelum melihat permasalahan apa yang sebenarnya muncul pada

perencanaan di Indonesia, dapat dilihat sejarah perkembangan perencanaan

yang berkembang di indonesia dari tahun 1970 sampai saat ini, yaitu sebagai

berikut:

Pada era tahun 1970’an, perencanaan di Indonesia melakukan beberapa

usaha, terdapat beberapa pendekatan yang terjadi pada era ini yaitu :

1. Pendekatan Sektoral

Perencanaan wilayah sudah mulai berkembang meskipun konsepnya

sebatas untuk kepentingan sektoral dan diantara sektor-sektor masih

berjalan masing-masing. Kurang memperhatikan visi misi wilayah secara

menyeluruh dan saling berkaitan (tidak terintregrasi), yang bersifat normatif

dan sentralisasi sehingga terjadi dissinkronisasi program per aspeknya.

2. Pendekatan Pengembangan Wilayah

Berkembangannya paham regional analisis. Muncullah sebuah pemikiran

hubungan sebab akibat/causal effects oleh Walter Isard dengan faktor-faktor

utama pembentuk wilatah seperti fisik, sosial, budaya dan ekonomi.

Berkembangnya model-model analisis seperti backward-foward linkage,

urban-rural linkage, shift share, input-output, gini coefficient, economic

threshold dan sebagainya.

3. Pengembangan Pembangunan Infrastruktur

Sutami (1973) mengembangkan teori Walter Isard yang mendasarkan

kepada interaksi antara manusia dan segala kegiatan sosial ekonominya

dengan alam dan lingkungan juga lebih mengutamakan kepada sebuah

pembangunan infrastruktur yang intensif.

4. Pengembangan Wilayah Berbasis Pada Sistem Kegiatan Ekonomi

Poernomosidi Hadjisarosa melalui pendekatan satuan-satuan wilayah

ekonomi yang bertumpu pada teori Losch, yang juga mengadopsi teori

Page 33: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

22

interdependency bahwa antara wilayah yang satu dengan wilayah yang

lainnya akan terjadi saling ketergantungan melalui mekanisme pasar

(hubungan supply demand). Penggabungan pembangunan sektoral dengan

pengembangan wilayah secara partial membuat paradigma yang menonjol

ialah rasionalisme.

5. Koordinasi Antar Daerah Administrasi

Mengintroduksikan pengelompokan wilayah perencanaan menjadi sebuah

wilayah perencanaan yang lebih luas dengan penggabungan antara wilayah

perencanaan yang satu dalam lingkup kecil dengan wilayah lainnya agar

tercipta wilayah perencanaan yang lebih luas.

6. Sinkronisasi Program Pembangunan

Konsep Top down dan bottom up planning yang mulai berkembang. Namun

dilema dengan sentralisasi yang masih terjadi, dan intervensi politis pusat

yang dititipkan pada pengembangan didaerah

Pada era 1980’an, perencanaan di Indonesia semakin menuju kepada

suatu konsep yang lebih baik, namun hal tersebut tidak di imbangi oleh praktek

yang optimal dari para stakeholder. Ketidak optimalan peran stakeholder dalam

perencanaan tidak seimbang dengan pengeluaran beberapa aturan baru yang

mendukung praktek perencanaan di indonesia, hal ini menjadikan perencanaan

di Indonesia hanya bersifat wacana saja. Berikut ini disenutkan beberapa usaha

perbaikan praktek perencanaan di Indonesia:

1. Pengembangan Wilayah Dengan Melalui Program Pembangunan Perkotaan

Pengklasifikasian kota menurut besaran penduduknya (metropolitan, kota

besar, kota sedang dan kota kecil). Pengelompokan kota berdasarkan fungsi

pelayanannya (nasional, interregional, regional, dan lokal. Praktek

perencanaan didasarkan oleh pengelompokan seperti diatas.

2. Pendekatan Lingkungan

Mengoperasionalkan kebijakan pembangunan yang berwawasan lingkungan

(UU no. 4/1982 tentang Ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup).

Adalah Suyono Sosrodarsono dengan pendekatan Ecological system, yaitu

pengembangan wilayah dilakukan secara terpadu dengan mengakitkan

program pembangunan jaringan pengairan, jaringan transportasi, dengan

parasarana lainnya dilakukan secara terpadu secara satu kesatuan

fungsional wilayah.

Page 34: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

23

3. Desentralisasi Perencanaan

Keluarnya kebijakan desentralisasi yang mulai diberlakukan, salah satunya

dengan dikeluarkannya PP No. 14 tahun 1987 tentang penyerahan sebagian

urusan kepemerintahan di bidang ke-PU-an kepada daerah. Implikasinya dari

kebijakan tersebut yaitu diperlukan upaya pemberdayaan daerah.

4. Pengembangan Sistem Informasi Penataan Ruang dan juga Sistem

Informasi Geografis

Pendekatan perencanaan secara partisipatif mulai dikembangkan.

Sinkronisasi program pembangunan secara sektoral, yang memberikan

kemudahan untuk investasi dan terjadi hubungan peran serta stakeholder

dengan pemerintah.

Datangnya arus globalisasi dari dunia barat sangat memiliki peran penting

dalam menentukan apa yang terjadai dalam praktek perencanaan di era

1990’an. Sangat jelas sekali proses industrialisasi mempengaruhi proses

perencanaan di Indonesia. Lahirnya undang-undang tata ruang cukup berarti

bagi perencanaan di Indonesia, karena dengan itu perencanaan di Indonesia

akan memiliki koridor tersendiri.

1. Globalisasi di Indonesia

Peningkatan desentralisasi yang diikuti oleh pengembangan kawasan

strategis dengan pemerataan ekonomi berbasis proses industrialisasi di

berbagai kawasan di Indonesia. Berubahnya fungsi pemerintah dari yang

semula hanya sebagai penyedia kebutuhan perencanaan menjadi

pemberdaya bagi keberlangsungan perencanaan. Penyederhanaan proses

birokrasi yang dirasakan cukup rumit pada era sebelumnya membawa

suasana kondusif bagi para stakeholder.

2. Pendekataan Wilayah

Lahirnya UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang membuat koridor

tertentu bagi sebuh perencanaan yang terstruktur dan tersistematis. Spatial

planning yang terintegrasi oleh konsep action plan. Faham fenomenologi

mulai merambah sedikit demi sedikit di era ini pada perencanaan di

Indonesia.

Perencanaan saat ini dimaksud dengan perencanaan era 2000’an.

Sebuah paradigma baru tentang otonomi daerah terlahir pada era ini. Menjawab

Page 35: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

24

beberapa pertanyaan pada era-era sebelumnya, perencanaan era 2000’an

mengalami beberapa penyesuaian dan penyempurnaan di beberapa sisi

perencanaan. Dengan pengoptimalan peran stakeholder diharapkan mampu

mendongkrak perencanaan indonesia kedalam suatu perencanaan yang ideal.

Fenomena yang terjadi pada era ini lebih terfokus pada pembangunan yang

menitik beratkan kesejahteraan, keterpaduan, mikro, dan local based. Model

abstrak yang ideal (memperhatikan pluralitas), pandangan yang bersifat subjektif

tidak lagi diacuhkan.

Akibat itu semua perkembangan Bottom up approach dan partisipatory

mulai diminati bagi perencanaan di Indonesia. Keterlibatkan semua stakeholder

pada setiap tahapan perencanaan, sehingga secara otomatis memajukan

kemampuan bertindak lokal dengan kerangka berfikir global. Konsep yang

dikeluarkan Friedmann (1987) tentang social learning dan social mobilization

mulai diterapkan walau tidak menyeluruh di semua kawasan di Indonesia. Hal

tersebut membuat kemajuan yang cukup berarti dengan mulainya suatu

perencanaan yang holistik walaupun belum optimal. 2.2 Kajian Teori Perencanaan 2.2.1 Peta Paradigma Perencanaan (Classic - Modern)

Evolusi pemikiran pendekatan Perencanaan Wilayah mulai dilihat sejak

tahun 1920’an, pada saat pemikiran pendekatan Perencanaan Wilayah

dinyatakan secara formal (Friedmann, 1979). Konsep Pendekatan

pengembangan Wilayah terus berkembang mengikuti perkembangan

permasalahan Wilayah, yang dimaksudkan untuk memberikan konsep yang lebih

bermanfaat bagi pengembangan wilayah.

Konsep pemikiran perencanaan Utopia (Utopia Planning) muncul pada

tahun 1925, yang dipelopori oleh 3 pemikir, yaitu: Lewis Munford, Howard Odum,

Thomas Adam. Inti dari konsep ini adalah ingin menciptakan keadaan yang akan

membentuk suatu hubungan yang harmonis antara makhluk hidup dan alam,

dalam rangka menyesuaikan diri dan menghadapi perkembangan yang luar

biasa dari suatu peradaban industri. Pemikiran ini dilatarbelakangi oleh

keadaaan-keadaan yang semakin mengkhawatirkan pada saat itu, yaitu :

● Pertumbuhan kota yang semakin tidak terkendali

● Pengabaian dan penganiayaan budaya setempat

Page 36: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

25

● Degradasi sosial

● Eksplorasi sumber daya alam yang merusak lingkungan

Meskipun konsep ini baik untuk menangani dan mengatisipasi

permasalahan wilayah namun konsep ini dinilai sangat Utopia dan tidak mudah

dilanjutkan ke penerapannya di dalam praktek perencanaan. Didasari oleh

kegagalan yang dialami perencanaan Utopia yang menganut dasar pemikiran

dari aliran filsafat utopianiame idealisme, maka seiring dengan itu muncul suatu

teori-teori perencanaan beru seperti Positive Planning, Normative Planning, dan

Blue Print Planning, yang kesemuanya mengandung dasar pemikiran filsafat

aliran positivisme. Karakter perencanaan pada era ini dengan melihat filsafat

yang memayunginya dapt dikatakan bahwa perencanaan pada era ini

dilandaskan pada “realitas” sebagaimana yang ditangkap oleh iderawi.

Pertimbangan nilai (value judgement) bukan merupakan patokan

pengetahuan pada saat itu. Lebih bersifat empiris materialisme, yaitu sesuatu

yang menutup kemungkinan pandangan subjektif yang bersifat metafisik. Namun

pada dasarnya teori perencanaan yang berkembang pada era ini masih

menganut dasar Theory “for” Planning, Theories for planning, di sisi lain,

menekankan pada hakekat dan fungsi perencanaan itu sendiri. Berkembang

dalam semangat ‘critical approach’, aliran ini bersemangat mempertanyakan dan

mengkritisi “apa arti perencanaan?” dan lebih jauh lagi “apakah perencanaan

membawa manfaat bagi kehidupan? Dengan kata lain, aliran ini secara kritis

mempertanyakan praktek-praktek perencanaan selama ini yang dipandang tidak

atau belum membawa kebaikan bagi masyarakat kebanyakan dan justru

memperparah ketidak-adilan. Aliran ini memandang bahwa perencanaan

bukanlah bebas nilai dan bebas politik.

Sistem politik dan kekuasaan yang timpang, aliran ini menekankan pada

pentingnya emansipasi politik dan sosial dalam perencanaan. Aliran ini

merupakan pelopor radical planning yang mencoba merumuskan kembali

hakekat dan praktek perencanaan, namun dibalik sisi baiknya dari aliran ini

bahwa telah menyelamatkan teori dari biasa pribadi atau ideologis dan konflik

nilai, di sisi lain positivist telah memudar ketika melihat bahwa para teoritisi itu

sendiri bekerja dari landasan nilai (dan bias) paradigma mereka. Dan tidak

mengatakan sesuatu tentang nilai-nilai tersembunyi. Perhatian kita jadi terfokus

Page 37: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

26

pada suatu pendekatan yang bersifat teknis (cara), bukan pada tujuannya

sendiri.

Pada era selanjutnya mulai berkembang teori-teori perencanaan lainnya

yang dipayungi oleh aliran filsafat rasionalisme yaitu seperti, Procedural

Planning, Rational Comprehensive Planning. Teori tentang perencanaan

mendominasi debat tentang perencanaan. Sebagaimana dikatakan oleh Faludi

(1973a), debat ini menekankan pada pertanyaan besar “bagaimana melakukan

proses perencanaan yang baik dan benar?” Dengan kata lain, debat ini

menekankan pada perencanaan sebagai satu proses dan berupaya untuk

mencari proses yang terbaik dan teroptimal (procedural debate). Perencanaan

sebagai proses, menekankan pada model- model analitis untuk pengambilan

keputusan.

Seperti yang telah dijleaskan terlebih dahulu bahwa praktek perencanaan

yang tidak memandang sebuah pluralitas dan hanya bersifat materiilisme semata

membuat praktek perencanaan Komprehensif Rasional kurang bisa diterima oleh

Islam sendiri.suatu pendekatan teori perencanaan yang masih berpatokan pada

dokumen fisik saja yaitu berupa peta-peta dan kebijakan untuk di

implementasikan, membuat perencanaan ini bersifat kaku. Perencanaan

Komprehensif Rasional tidak begitu memperhatikan kenyataan yang

menyebutkan bahwa praktek perencanaan itu berbeda sekali dengan teori

perencanaan, dimana praktek perencanaan membutuhkan suatu pengetahuan

diluar yang rasional (irrasional) juga. Suatu pengetahuan yang tidak akan

didaptkan oleh cara berfikir rasional.

Dengan melihat beberapa kelemahan pada era sebelum, muncullah teori

perencanaan lain seperti Plural Planning, Politics of Planning, Social Planning,

Implementation and Policy Pragmatisme Planning, The New Humanism, Political

Economy Empowerment. Dari itu semua dapat dilihat bahwa filsafat yang

memayunginya ialah pokok pikiran Fenomenologi. Sebuah filsafat yang

mengusung suatu hal yang realistis dan mengemukakan bahwa masyarakat ialah

suatu sistem yang bebas nilai, namun realitas sosial ialah hasil dari interpretasi

oleh para aktor masyarakat kedalam suatu realitas objektif. Dapat dikatakan

bahwa praktek perencanaan ini hanya bersifat pemaknaan subjektif dari para

aktor perencana. Walau begitu, sebenarnya pada era ini cukup memberikan

Page 38: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

27

banyak hal positif dan juga masukan yang cukup banyak terhadap praktek

perencanaan sebelumnya.

Sebuah pergeseran atau transfomasi tradisi klasik dalam sebuah

paradigma perencanaan yang berkembang dari masa ke masa, perencanaan

klasik yang lebih bersifat fisik, statis dan sebagian besar berkenaan dengan

pengaturan fisik kegiatan dalam ruang. Namun pada akhirnya sebvuah

paradigma baru dalam bidang perencanaan melahirkan suatu perencanaan

“modern” seperti yang diutarakan Friedmann (1987) bahwa “perencanaan

modern diterapkan seruluh peermasalahan yang timbul dalam domain publik.

Dimana masukan yang luas dalam perencanaan modern bukan hanya dari aktor

perencana saja namun dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan

berbeda (kalangan ilmuwan lingkungan, ekonom, organisasi kemasyarakatan)”.

Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat pergeseran dari perencanaan klasik

sampai dengan perencanaan modern, dari perencanaan yang lebih bersifat fisik

sampai perencanaan yang partisipatif dan terintregrasi.

Sebagai akibatnya di dalam ilmu perencanaan selalu terjadi pergeseran

paradigma. Menurut Ruthman dan Hugentobler, 1986, selama perkembangan

telah terjadi pergeseran pada 5 periode., untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel II.1 tentang periode perkembangan teori perencanaan dan sifatnya.

Sedangkan sejarah Ilmu Perencanaan (kota) bermula dengan terjadinya

revolusi industri serta kemajuan teknologi yang terjadi di Eropa Barat pada abad

XIX yang melahirkan suatu permasalan baru yang menyangkut eksistensi

manusia didalam lingkungan alam tempat kehidupannya. Kemudian Inggris

sebagai tempat pertama terjadinya revolusi industtri yang menerapkan Ilmu

Perencanaan sehingga disebut sebagai “The mother planning”.

Page 39: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

28

Tabel II.1 Periode Perkembangan Teori Perencanaan dan Sifatnya

No. Periode Tahun Sifatnya 1. Pra Paradigma Akhir abad ke-

18 s.d. 1920’an

● Belum ada konsesus mengenai paradigma dasar

● Terjadi persaingan antar scholl of thought ● Berkembang berbagai pendekatan

perencanaan (City Beautiful, Master Planning, Park Movement, Reformasi Sosial dalam perumahan dan pemukiman, dan reformasi pemerintah kota

● Pra paradigma lebih bersifat beragam dan penuh gejolak

2. Periode Pengembangan Paradigma

1920-1960’an ● Munculnya formulasi masyarakat yang menganut beberapa bentuk konsesus yang berkiblat pada faham tertentu

● Dalam perencanaan kota muncul pendekatan land use secara comprehensive

● Terbentuknya kewenangan perencanaan dan zoning, dan perencanaan land use disahkan sebagai salah satu kewenangan pemerintah daerah/kota

● Lebih condong kepada perencanaan fisik 3. Periode

Paradigma Artikulasi

1940-1960’an ● Penelitian Problem Solving, dan pengembangan toeri terpadu oleh paradigma tertentu (Rasionalis)

● Teori Rasionalis teraktualisasi lebih baik oleh Simon Linblom dkk.

● Kontribusi ilmu sosial terus bertambah 4. Periode

Paradigma Anomali

1960-1970’an ● Periode ini merupakan gejala paradoxial. Kebimbangan terhadap beberapa anomali muncul

● Adanya ketidak mampuan dalam memprediksi atau menguraikan permasalah krisis sosial, dan etnis

● Kritik terhadap teknik perencanaan ● Munculnya formulasi aksi sosial dan advocacy

yang menerapkan taktik konflik 5. Periode

Paradigma Kritis

1970-1990’an dan berlanjut sampai sekarang

● Munculnya upaya memecahkan anomali dengan paradigma yang ada, maupun dengan merumuskan alternatif pemecahan

● Muncul kembali persaingan beberapa school of thought

● Fragmentasi antar school of thought makin luas ● Berbagai pilhan teori muncul diantara

profesional ● Batas antar berbagai profesional semakin tidak

jelas ● Perhatian terhadap perumusan teori semakin

berkembang ● Konsep perencanaan sosial mengemuka lewat

policy analysis school Sumber : Ruthmann dan Hugentobler, 1986, dalam Mochtaram. K dan Sony H, 1999, Paradigma Keberpihakan dan Peran Profesi / Pendidikan Perencanaan

Page 40: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

29

Gambar 2.1 Kerangka Lahirnya Ilmu Perencanaan

PRA REVOLUSI INDUSTRI

REVOLUSI INDUSTRI

INDUSTRIALISASI & URBANISASI

DEGRADASI SOSBUD, SOSEK, FISIK BIOLOGIS

KONSEPSI KEHIDUPAN MANUSIA YANG MANUSIAWI

FENOMENA IKUTAN DAN DAMPAK

PERKEMBANGAN DAN PERKEMBANGAN TEORI PERENCANAAN

TEORI ORGANISASI TATA RUANG

PERENCANAAN TATA RUANG

REFORMASI POLITIK

REFORMASI SOSIAL

REFORMASI LINGKUNGAN

DESKRIPTIF PRESKRIPTIF

REFORMIS

REVOLUSIONER

UTOPIS

RADIKAL

INKREMENTAL

PEREMAJAAN KOTA

HOLISTIK

KOTA IDEAL

EVOLUSI KOTA DAN

PEMUKIMAN

KONSEP TATA RUANG

KLASIK

FENOMENA DAN PERKEMBANG-

AN KOTA

- TEORI - STRUKTUR

Page 41: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

30

Di Indonesia sudah sejak jaman Kolonial Belanda telah dikenal

perencanaan kota. Sejak itu pula cara pendekatan metode dan teknik

perencanaan kota yang dianut dan dikembangkan dalam rangka mengatasi

permasalahan perkotaan didasari oleh Ilmu Perencanaan Kota yang pernah

dikembangkan di negara-negara industri maju dimana segala sistemnya relatif

telah mapan.

Ilmu Perencanaan ruang mulanya diembrioi oleh Ilmu Perencanaan Kota

yang munculnya dilatar belakangi dengan kondisi yang dialami oleh masyarakat

yang tinggal di perkotaan. Di awali oleh aliran penduduk dari daerah pedesaan

ke daerah-daerah pemusatan industri yang kemudia dinamakan kota, mulai

muncul secara menonjol sejak abad industri teknologi ini. Kebutuhan fasilitas

perumahan dikota, kebutuhan tanah untuk perluasan kota, kebutuhan fasilitas-

fasilitas kota baik jasmaniah maupun rohaniah dan lain-lainnya telah meningkat.

Disamping itu didalam kota telah muncul daerah-daerah dengan kepadatan tinggi

atau penggunaan tanah diperkotaan yang tidak teratur. Keadaan tersebut

didalam banyak hal telah memerosotkan nilai-nilai kemanusiaan yang

menyangkut aspek fisik, susunan sosial maupun moralitas.

Selanjutnya kegiatan permesinan dengan teknologi baru makin

menimbulkan pengotoran udara, air maupun suara ditambah lagi dengan

permasalahan laulu lintas (pergerakan). Sekarang kita harus menghadapi bukan

hanya memecahkan masalah kota sebagai lingkungan yang terpisah dari daerah

sekitarnya seperti halnya pada jaman dahulu. Usaha pemecahan masalah kota

akan memerlukan pemikiran yang luas dari sejumlah masalah yang kompleks

yang menyangkut aspek-aspek kehidupan sosial, ekonomi, kultural, fisik serta

aspek-aspek politik dan administrasi. Suatu kota dapat saja berkembang atau

tumbuh dengan sendirinya dengan tenaga-tenaga potensial yang ada tanpa

pengarahan. Tetapi kemudian para pemikir menganggap ada cara-cara untuk

memberikan pengarahan serta tujuan perkembangan dan pertumbuhan tadi. Hal

inilah yang menyebabkan munculnya ilmu dan perkembangan Ilmu Perencanaan

Ruang (Kota, dan lainnya) dalam jajaran ilmu-ilmu untuk kesejahteraan umat

manusia.

Selajutnya untuk lebih jelas lagi pada bagian ini akan dejelaskan tentang

pengaruh intelektual dalam teori perencanaan di Amerika. Dari bagan dibawah ini

dapat dilihat bahwa terjadi tiga bagian besar, yaitu : bagian paling kiri berbicara

Page 42: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

31

tentang ideologi konservatif, bagian kanan berbicara tentang utopis, sosial

anarkis dan radikal, bagian tengah berbicara tentang pertemuan antara yang

ideologi konservatif dan utopis sosial anarkis.

Ideologi konservatif lebih didominasi oleh konsekuensi akan kedudukan

teknis suatu substansi. Model yang diutamakan dalam hal ini ialah tentang model

kualitatif yang lebih bersifat komputerisasi dan robotnik. Yang masuk kedalam

bagian ini ialah System Analysis, System Engineering, Neo Classical Economic,

Public Administration.

Utopis, Sosial anarkis, dan radikalisme, lebih berbicara tentang

transformasi atau trasenden dari adanya hubungan yang terjadi atara penguasa

dan masyarakat sipil. Dominasi penguasa ditekan untuk menaikan dominasi

masyarakat sipil. Orientasi pemikiran ini lebih mengacu pada pemikiran

Marxisme.

Bagian tengah yang berbicara tentang pertemuan dua bagian

sebelumnya, lebih berorientasi pada penekanan perencanaan sebagai ilmu

sosial yang mengusung pemikiran Scientific Management. Dengan pemikiran

yang rasional untuk mencapai demokrasi yang sehat. Pada bagian ini diutarakan

tentang ilmu pengetahuan sosial yang berbicara mengenai rasa kepedulian

terhadap masyarakat sosial.

2.2.2 Teori Perencanaan Sebelum masuk kepada sebuah teori perencanaan yang selama ini

berkembang baik itu di Indonesia ataupun di negara lain, kita lihat segi

kekhususan fungsional yang dijadikan pembeda dalam sebuah perencanaan.

Karena dalam memahami lebih jauh tentang perencanaan yang ada dan

digunakan dalam konsep perencanaan pembangunan sekarang perlu diuraikan

lebih lanjut segi-segi yang ada dalam perencanaan. Dalam segi kekhususan

fungsional, perencanaan dapat dibedakan kepada empat bagian yaitu: a. Perencanaan Ekonomi

Bertujuan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan melalui

kebijaksanaan penurunan inflasi, penetapan upah, alokasi public investment,

dan sebagainya. Kemudian secara khusus muncul pula tujuan lain yaitu

mengurangi ketidak seimbangan kesejahteraan antar region dan alokasi

sumber daya terhadap sektor dan region.

Page 43: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

32

Page 44: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

33

b. Perencanaan Fisik

Jenis perencanaan ini sering disebut dengan istilah lain yaitu town dan

country planning, spatial planning, urban dan regional planning, land use

planning. Perencanaan ini bertujuan untuk menciptakan struktur ruang dan

tata guna lahan yang lebih baik.

c. Perencanaan Sosial budaya

Menyangkut kebutuhan-kebutuhan individu dan kelompok dalam kerangka

sosial, berkaitan dengan perubahan-perubahan struktur sosial penduduk,

rumah tangga dan keluarga, serta efeknya terhadap pola pemukiman/

perumahan dan keseluruhan jalan hidupnya.

d. Perencanaan Lingkungan

Penekanan diletakkan pada perencanaan untuk manusia dan lingkungan

alamnya, yang menyangkut apa dan bagaimana interaksi antara manusia

dengan lingkungan, nilai hakekat lingkungan potensi yang ada, kendala yang

ada dalam lingkungannya, dan lain-lain.

Dalam penjelasan diatas mengenai bentuk-bentuk perencanaan dari

beberapa segi, pada hakekatnya tidak dapat terpisahkan satu sama lain. Hal

tersebut dikarenakan, semua komponen yang telah dijelaskan diatas adalah

sebuah kesempurnaan bagi perencanaan. Namun pada prakteknya masih saja

ada atau terdapat komponen yang hilang atau terlewat. Hal ini dapat

mengakibatkan tidak optimalnya sebuah perencanaan.

Berangkat dari pembedaan perencanaan dari beberapa segi kehidupan

atau komponen aktifitas masyarakat, maka berdasarkan tipe-tipenya

perencanaan dapat dibedakan menjadi beberapa tipe perencanaan, yaitu:

a. Blueprint Planning : merupakan tipe perencanaan yang dipengaruhi oleh

cara-cara kerekayasaan (engineering) dengan memiliki karakteristik :

● Kecilnya uncertainty (ketidaktentuan) dan hanya sedikit exogenous

variable yang terkait

● Tujuannya jelas sekali dan tahapannya tersistematis secara nyata

● Terdiri atas segenap informasi yang dibutuhkan untuk implementasi

b. Process Planning : merupakan sebuah tipe perencanaan yang banyak

ketidaktentuan dalam the operative environment (yaitu dampak dari tujuan

serta dampaknya terhadap variabel luar yang tidak perlu. Penetuan pilihan

yang didasarkan dengan melihat subjek-subjek lain yang akan

Page 45: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

34

mempengaruhi masalah yang dihadapi. Dalam menentukan kebujakan lebih

mengutamakan sesuatu yang dianggap sebagai prioritas yang tinggi.

c. Rational Comprehensive Planning: merupakan sebuah perencanaan

dengan hasil berdasarkan memilih alternatif terbaik dengan melihat kondisi

yang ada. Namun sebelum memilih alternatif terbaik, dasar pertimbangan

lainnya yaitu harus dihubungkan dengan tujuan yang hendak dicapai.

d. Partisipatif Planning : menciptakan kesempatan yang memungkinkan

seluruh anggota masyarakat secara aktif mempengaruhi dan memberi

kontribusi pada proses pembangunan dan berbagi hasil-hasil pembangunan

secara adil. Dalam perencnaan partisipasi mencoba menciptakan

kebersamaan dalam pembuatan keputusan yang berhubungan dengan

penentuan tujuan, penyusunan kebijakan-kebijakan dan perencanaan serta

penerapan program pembangunan ekonomi dan sosial. Bentuk masyarakat yang kemudian diharapkan muncul dari pendekatan ini

adalah masyarakat yang mandiri, mampu mengenali masalah dan potensi

yang dimiliki, mampu mengelola dan mengembangkan sumberdaya yang

dikuasai untuk memecahkan persoalan yang dihadapi; serta masyarakat

yang mampu berpikir jangka panjang, produktif dan mampu merencanakan

masa depan. Ada beberapa azas yang diterapkan dalam konsep ini yaitu:

● Solidaritas, yaitu sikap dan semangat untuk membantu dan menyokong

antara pelaku pembangunan

● Partisipasi, yaitu perwujudan dari kesepakatan dan komitmen terhadap

program dimana setiap pelaku secara aktif melibatkan diri

● Kemitraan, merupakan sinergi dan pelaksanaan program dimana pelaku

dengan tugas dan perannya masing-masing bekerjasama dengan

mendudukkan diri dalam semangat kesejajaran dan saling niembantu

● Memampukan, yaitu kegiatan pembangunan harus dapat rnengarahkan

pelaku pembangunan sehingga dapat secara mandiri mengembangkan

diri. ● Pemerataan, ditujukan pada distnibusi yang proporsional dalam

kesempatan memanfaatkan peluang pembangunan bagi semua warga

masyarakat. e. Disjointed Incrementalism Planning : sebuah perencanaan yang sasaran

dan tujuan yang digariskan dalam perencanaan bersifat langsung pada

Page 46: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

35

kebutuhan pengembangan suatu unsur atau sub sistem tertentu saja. Selain

itu model ini juga dapat menghemat dana, waktu dalam penelaahan, analisis

maupun proses teknis perencanaannya.

Ciri dari model Disjointed Incrementalism (perencanaan terpilih)

● Tidak terlalu ditunjang oleh penelaahan serta evaluasi alternative rencana

secara menyeluruh

● Hanya mempertimbangkan bagian-bagian tertentu dari kebijaksanaan

umum yang terkait langsung dengan unsur atau sub sistem yang

diprioritaskan

● Berdasarkan batasan lingkup perencanaan, maka perencanaan dan

pelaksanaan model ini lebih mudah.

f. Normative Planning : merupakan perencanaan dimana perencana memiliki

otonomi dan dimungkinkan penekanan aspek tanpa campur tangan politisi.

Hal baik dalam meminimalisasi kemungkinan intervensi politis yang

berlebihan. Namun terkadang hal ini mampu diterapkan pada suatu sistem

pemerintahan yang didalamnya sendiri sudah bak. Lain halnya jika masih

terdapat sebuah kepentingan yang dominan dari para “penguasa”.

g. Functional Planning : perencana hanya melakukan studi tentang

bagaimana suatu tujuan yang telah ditetapkan (oleh politisi) dapat dicapai

berdasarkan kombinasi perangkat yang sebaik-baiknya. Perencana

diposisikan selayaknya seorang birokrat yang mengharuskan merencana

sesuai dengan arahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini sangat

memungkinkan banyaknya intervensi politis yang masuk dalam sebuah

produk perencanaan nantinya.

h. Mixed Scanning Planning : mencoba menggabungkan antara Rational

Comprehensive Planning dengan Incrementalism., yang menggambarkan

komponen keduanya kedalam satu konsep. (Marios Camhis, 1979).

Pendekatan perencanaan dengan metode Mixed Scanning memberikan

keuntungan sendiri dalam prosedurnya yang bersifat tidak eksak, tidak

utopian, dan masih mungkin dilakukan yang kesemuanya mewakili pemikiran

dari rasionalisme, juga tidak kuno (konservatif), memiliki inovasi, tidak

dipaksakan dan untuk kepentingan umum yang kesemuanya tadi mewakili

pemikiran Disjointed incrementalism.

Page 47: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

36

Strategi yang dilakukan didalam menjalankan mixed scanning planning ialah

sebagai berikut:

● Mencoba mendaftar semua alternatif yang relevan

● Memilah nya kedlam suatu pilihan yang memungkinkan untuk dilakukan

● Mengulangi kembali proses seleksi sampai dengan menyisakan satu

alternatif yang terbaik ● Setelah teriplementasi. Evaluasi tahapan yang telah dilalui.

Tabel II.2

Penjelasan Tentang Substansi dan Proses yang Terkandung dalam sebuah Teori Perencanaan

Teori Perencanaan Substansi Proses 1. BluePrint Planning

● Cara-cara engineering ● Menitikberatkan pada objek

fisik rencananya ● Jenis variabel yang terkait

tidak banyak

● Tahapan pembangunan dijabarkan saling berurutan

● Terdiri atas kumpulan informasi yang sudah dirumuskan sesuai kebutuhan untuk implementasi

2. Procces Planning

● Menitik beratkan pada utilitas kebijakan yang digunakan terhadap objek fisiknya

● Penentuan pilhan didasarkan dengan melihat subjek yang lainnya, yang akan mempengaruhi masalah yang dihadapi

● Dalam menentukan kebijakan mengutamakan prioritas tertinggi

3. Rational Comprehensive Planning

● Mengutamakan lingkungan manusia dalam kehidupan sehari-hari

● Pengetahuan akan fakta, nilai tanggung jawab, perseptif waktu, dan pengetahuan tentang ketidak pastian menjadi sangat penting

● Menetapkan sasaran perencanaan ● Identifikasi alternatif kebijakan ● Evaluasi terhadap komponen untuk

capaian tujuan dengan melihatb konsekuensi yang didapat dengan hasil alternatif terbaik

● Implementasi keputusan hasil pertimbangan akan konsekuensi yang timbul

4. Disjointed Incrementalism Planning

● Tidak terlalu ditunjang oleh penelaahan serta evaluasi alternative rencana secara menyeluruh

● Hanya memper-timbangkan bagian-bagian tertentu dari kebijaksanaan umum yang terkait langsung dengan unsur atau subsistem yang diprioritaskan

● Pengambilan keputusan melalui model ini bersifat remedial yang ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pada saat itu.

● Menolak kemungkinan terjadinya konsensus dalam isu perencanaan yang luas

● Konsensus hanya dapat dicapai pada hal-hal yang menghendaki perubahan secara bertahap

● Diperlukan mekanisme perencanaan yang bersifat desentralisasi

● Pengambilan keputusan menekankan perhatian pada kebijaksanaan yang telah berlaku

● Hanya mempertimbangkan sejumlah kecil alternative kebijaksanaan, hanya sejumlah kecil konsekuensi penting saja yang dievaluasi.

● memperhitungkan penyesuaian tujuan dan cara yang ditempuh, sehingga masalah dapat dihadapi dengan mudah.

Page 48: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

37

5. Mixed Scanning Planning

● Penggabungan antara Rational Comprehensive dan Disjointed Incrementalism

● Tidak Eksak, tidak utopian, dan masih mungkin dilakukan

● Tidak konservatif (kolot), untuk kepentingan publik, memiliki inovasi dalam penyelesaiannya dan tidak dipaksakan

● Mencoba mendaftar semua alternatif yang relevan

● Memilah nya kedlam suatu pilihan yang memungkinkan untuk dilakukan

● Mengulangi kembali proses seleksi sampai dengan menyisakan satu alternatif yang terbaik

● Setelah teriplementasi. Evaluasi tahapan yang telah dilalui.

6. Normative Planning

● Otoritas perencana tinggi, melakukan rencana sesuai idealisme perencana

● Penekanan campur tangan politisi yang berlebihan

● Perencana melakukan tinjauan terhadap konsep perencanaan yang ideal untuk sebuah perencanaan

● Kepentingan atau intervensi politis dihilangkan

● Ketentuan normatif diterapkan dalam sebuah perencanaan

7. Funcional Planning

● Perencana hanya melakukan studi tentang tujuan yang telah ditetapkan (oleh Politisi) untuk dapat dicapai

● Intervensi politis sangat berpengaruh

● Posisi perencana hanya sebagai birokrat yang mengharuskan merencana sesuai dengan arahan yang telah ditetapkan sebelumnya

● Kepentingan politis harus diterapkan dalam sebuah perencanaan

● Kebijakan yang dihasilkan buah dari posisi perencana tersebut dan beberapa kepentingan “penguasa”

8. Partisipatif Planning ● Peran aktif masyarakat turut diperhitungkan dalam proses perencanaan

● Masyarakat diajak untuk mengenali masalah, mengetahui potensi danagar lebih mandiri dalam pelaksanaan pembangunan

● Pembuatan keputusan yang berhubungan dengan penentuan tujuan, penyusunan kebijakan-kebijakan dan perencanaan serta penerapan program pembangunan ekonomi dan sosial melibatkan masyarakat

● Peran pemerintah sebagi mitra dalam pelaksanaan perencanaan

● Menciptakan kesempatan kepada masyarakat secara aktif mempengaruhi dan memberi kontribusi pada proses pembangunan dan berbagi hasil-hasil pembangunan secara adil

Sumber: Hasil rangkuman Beberapa Literatur Perencanaan merupakan satu pengertian yang kompleks untuk

didefinisikan. Apabila dituruti, dapat disusun daftar panjang definisi tentang

perencanaan. Definisi paling sederhana tetapi mempunyai kekuatan eksplanasi

yang dalam sesungguhnya mengatakan planning sebagai “from knwoledge to

action.’ Kekuatan perencanaan terdapat pada orientasinya untuk mewujudkan

pengetahuan dan pemahaman menjadi tindakan. Perencanaan tidak saja

berhenti pada pengetahuan, ide atau gagasan, tetapi juga pada bagaimana ide

tersebut diwujudkan. Perencanaan, dengan demikian, merupakan satu disiplin

yang sarat dengan “prescription” yakni upaya untuk mencari solusi terhadap satu

Page 49: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

38

persoalan. Perencanaan memanglah terkait erat dengan ‘dunia nyata’

perencanaan berorientasi pada masa depan dan praktek.

Dalam terminologi perencanaan, ide atau gagasan ini disebut sebagai

tujuan/goals. Menentukan tujuan/goals setting, dengan demikian, merupakan

satu tahap perencanaan yang sangat penting. Tujuan, tentunya dirumuskan

berdasar satu kondisi tertentu, dan biasanya sesuatu yang kurang kurang/tidak

memuaskan (unsatisfied condition). Kondisi yang kurang atau tidak memuaskan

ini bisa disebut sebagai persoalan/problems. Oleh karena itu sebelum

dirumuskan tujuan atau gagasan, biasanya dimulai dengan perumusan tentang

apa persoalan yang dihadapi (problems identification/formulation)

Gap antara tujuan dengan persoalan ini dijembatani dengan serangkaian

tindakan yang dalam terminologi perencanaan disebut sebagai means.

Perencanaan berarti harus mengandung serangkaian tindakan, tentunya yang

efektip dan efisien, untuk membawa satu perubahan dari kondisi atau persoalan

tertentu ke kondisi yang diinginkan (tujuan/goals). Oleh karena perencanaan

mencoba menghubungkan antara pengetahuan dan tindakan, dimensi penting

perencanaan adalah waktu, yang menghubungkan kondisi saat ini dengan satu

masa dimana ide atau gagasan tersebut dapat diujudkan. Kerangka waktu dalam

perencanaan dapat bersifat jangka pendek, menengah, maupun panjang, sesuai

tujuan atau gagasan yang dinginkan.

Persoalannya adalah, apabila secara generik perencanaan merupakan

perwujudan dari “knowledge to action” dan dapat diterjemahkan secara

sederhana dalam skema proses di atas, pada tataran yang lebih konseptual

masih tersisa banyak pertanyaan antara lain: bagaimana keseluruhan proses

perencanaan tersebut dilakukan dengan baik dan benar? Lebih jauh,

sebagaimana diingatkan Alexander (1996) perlu selalu dipertanyakan adakah

prinsip-prinsip dan norma-norma yang dapat dipakai untuk merumuskan bahwa

tujuan atau gagasan yang hendak dicapai tersebut benar dan baik? Dan tidak

kalah penting, untuk siapa tujuan tersebut dikatakan benar dan baik?

Upaya-upaya untuk menjawab tiga pertanyaan di atas berkembang

menjadi tiga kategori debat yakni:

(1) theory of planning;

(2) theory for planning; dan

(3) theory in planning.

Page 50: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

39

Masing masing dapat dijelaskan sebagai berikut.

Theory of planning atau teori tentang perencanaan mendominasi debat

tentang perencanaan. Sebagaimana dikatakan oleh Faludi (1973a), debat ini

menekankan pada pertanyaan besar “bagaimana melakukan proses

perencanaan yang baik dan benar?” Dengan kata lain, debat ini menekankan

pada perencanaan sebagai satu proses dan berupaya untuk mencari proses

yang terbaik dan teroptimal (procedural debate). Perencanaan sebagai proses,

menekankan pada model- model analitis untuk pengambilan keputusan. Dalam

konteks ini, perencana lebih dilihat sebagai ‘problem solver’ yang memberikan

alternatip-alternatip solusi terhadap persoalan yang telah dirumuskan

sebelumnya. Praktek perencanaan yang berada di bawah kerangka ini antara

lain model perencanaan rasional komprehensip yang dipromosikan oleh Faludi

(1973a), atau juga mixed scanning oleh Etzioni (1973).

Theory in planning merupakan aliran yang menekankan pada aspek

substansif perencanaan. Debat dalam aliran ini ditekankan pada upaya-upaya

untuk mencari satu output atau bentuk ideal perencanaan, salah satunya kota.

Dalam kategori ini, perencana meminjam banyak ilmu dan teori dari berbagai

disiplin untuk memperkaya upaya-upaya dalam menghasilkan perencanaan yang

berkualitas dan ideal, bahkan cenderung utopian. Salah satu pertanyaan besar

yang dicoba jawab dalam aliran ini menyangkut “bagaimana bentuk kota yang

ideal.” Dalam konteks ini banyak perencana, kemudian, mencoba memanfaatkan

berbagai ilmu lain (misalnya: ilmu sistem, ilmu estetika, dan ilmu ekologi) untuk

merumuskan jawaban atas kota yang ideal. Perencana dalam hal ini berperan

sebagai normative agent yang mempunyai posisi kuat dalam mengarahkan

bentuk dan wujud satu kehidupan termasuk kota. Ide tentang Garden City oleh

Ebenezer Howard merupakan contoh klasik kelompok ini. Begitu pula ide- ide

tentang sustainable city atau green city juga dapat dikategorikan masuk dalam

kerangka ini.

Theories for planning, di sisi lain, menekankan pada hakekat dan fungsi

perencanaan itu sendiri. Berkembang dalam semangat ‘critical approach’, aliran

ini bersemangat mempertanyakan dan mengkritisi “apa arti perencanaan?” dan

lebih jauh lagi “apakah perencanaan membawa manfaat bagi kehidupan?

Dengan kata lain, aliran ini secara kritis mempertanyakan praktek-praktek

perencanaan selama ini yang dipandang tidak atau belum membawa kebaikan

Page 51: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

40

bagi masyarakat kebanyakan dan justru memperparah ketidak-adilan. Aliran ini

memandang bahwa perencanaan bukanlah bebas nilai dan bebas politik. Dan

karena sistem politik dan kekuasaan yang timpang, aliran ini menekankan pada

pentingnya emansipasi politik dan sosial dalam perencanaan. Aliran ini

merupakan pelopor radical planning yang mencoba merumuskan kembali

hakekat dan praktek perencanaan.

Sebagaimana kita dapat pelajari dari literatur, perkembangan tiga aliran

perencanaan di atas telah membuahkan berbagai model dan praktek

perencanaan. Beragam model dan praktek ini membawa kita pada pemahaman

yang semakin meluas dan berkembang tentang apa itu perencanaan. Meskipun

demikian, pengalaman menunjukkan bahwa keragaman model dan praktek

perencanaan tidak selalu menjamin hasil perencanaan yang benar, baik, dan

bermanfaat, khususnya bagi rakyat kebanyakan. Dalam konteks ini menjadi

penting bagi perencana untuk selalu meninjau kembali aliran-aliran dalam

perencanaan, karena setiap aliran akan berimplikasi pada proses dan hasil

perencanaan itu sendiri. Setiap aliran juga dikembangkan berdasar landasan

filsosofis tertentu, oleh karenanya mempunyai dasar-dasar yang khusus pula

tentang keadilan, persamaan, dan juga peran perencana itu sendiri.

Sebagaimana telah diuraikan oleh Friedmann (1987) terdapat empat aliran

dalam teori perencanaan yakni:

1) Social Reform

Social reform merupakan arus utama teori dan praktek perencanaan.

Aliran ini melihat bahwa perencanaan adalah satu bentuk atau upaya rasional-

ilmiah untuk mewujudkan satu ide atau tujuan tertentu – biasanya tujuan

negara/pemerintah. Tiga hal penting dalam aliran social reform yakni: adanya

satu tujuan tunggal – biasanya merupakan tujuan negara/penguasa, penggunaan

metode ilmiah rasional, dan usaha yang efisien. Social reform percaya bahwa

terdapat tujuan tunggal masyarakat yang dapat dirumuskan dan diwujudkan

melalui mekanisme ilmiah-rasional.

Aliran ini meyakini peran metode ilmiah-rasional dalam proses

pengambilan keputusan. Karena begitu percaya pada metoda rasional, aliran ini

cenderung terlalu melihat perencanaan sebagai proses teknis yang bebas nilai.

Proses perencanaan juga diyakini bebas politik sehingga dikritik sebagai tidak

Page 52: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

41

peka terhadap struktur politk dan sosial yang biasanya timpang. Keadilan dan

persamaan bukan merupakan agenda utama aliran ini. Meskipun banyak kritik

dan koreksi terhadapnya, aliran social reform terus mendapat pengikutnya dan

dipraktekan di banyak belahan dunia.

2) Policy Analysis

Merupakan respon dan pengembangan konsep social reform, policy

analysis menekankan pentingnya proses-proses pengambilan keputusan yang

rasional dan sistematik. Dengan asumsi tidak adanya tujuan yang bertentangan,

policy analysis berasumsi bahwa jika barang-barang publik dimaksimalkan

ketersediannya, akan menjamin kesejahteraan sosial. Dalam kerangka pemikiran

ini tidak ada penjelasan eksplisit tentang keadilan dan karena berasumsi bahwa

perencanaan rasional akan menjamin keberadaan barang-barang publik. Dalam

pemikiran ini, proses perencanaan menjadi privilage perencana.

Peran perencana adalah sebagai teknokrat yang menyediakan data dan

informasi, membentuk model- model penjelasan dan memberikan alternatif-

alternatif cara untuk mencapai tujuan. Dalam kerangka ini perencana cenderung

bekerja untuk kepentingan pemegang kekuasaan, baik itu kapital ataupun

pemerintah. Keadilan dan persamaan bukan isu utama dalam pola pikir ini

karena keduanya dipandang sekedar sebagai efek dari keseimbangan pasar.

Dengan kata lain, keadilan dan kesamaan bukan tujuan utama perencanaan,

karena tujuan utama perencanaan adalah efisiensi pasar dan maksimalisasi

hasil.

3) Social Learning

Sebagai reaksi atas kegagalan pola pikir social reform dan policy

analysis, terutama dalam merespon kebutuhan masyarakat kebanyakan,

dikembangkan pemikiran social learning. Ide dasar social learning bertumpu

pada pentingnya menjembatani jurang antara model- model pemikiran rasional

dengan ide-ide popular dan aspirasi masyarakat, melalui proses proses

transaktip antar perencana dengan masyarakat – oleh karena itu social learning

disebut juga sebagai transactive planning. Dengan demikian, peran perencana

disini lebih merupakan mediator atau fasilitator yang secara ulang-alik bergerak

Page 53: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

42

antara pengetahuan dan realita, antara rasionalitas-ilmiah formal dengan

khasanah pengetahuan dan ketrampilan hidup masyarakat awam.

Perspektif ini menekankan pada realitas kekuatan dan aspirasi

masyarakat awam dalam menyusun rencana. Dengan demikian aliran social

learning menempatkan keadilan dan kesamaan sebagai prioritas utama

perencanaan. Oleh karena penekanannya pada hak masyarakat awam, aliran ini

mementingkan proses-proses perencanaan yang demokratis dan meyakini

bahwa pluralitas masyarakat harus diakomodasi dalam perencanaan. Social

learning meyakini tidak adanya tujuan tunggal, terutama oleh karena pluralitas

masyarakat yang ada. Oleh karena itu social learning mementingkan proses

negosiasi yang demokratis dalam proses perencanaan. Peran perencana,

demikian lebih sebagai moderator, fasilitator, dan aktifis sosial.

4) Social mobilization

Social mobilization muncul sebagai upaya untuk secara radikal untuk

merubah struktur kekuasanaan yang timpang dan tidak adil. Social mobilization,

dengan demikian menekankan pada proses-proses politik untuk mencapai

keadilan dan kesamaan politik, ekonomi, dan sosial. Aliran ini cenderung

menegasi peran pemerintah serta tidak percaya pada model-model scientifik -

rational karena model ini cenderung dimanipulasi untuk memepertahankan

kekuasaan dan status quo. Dengan kata lain social mobilization menekan akan

pada upaya-upaya penggalangan kekuatan sosial, ekonomi, dan politik rakyat

untuk merubah hegemoni power yang selama ini dikuasai pemerintah dan

kapital.

Peran perencana dalam konteks ini adalah sebagai aktifis social-politik

yang membantu dan mendampingi masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya.

Aliran ini mengakomodasi pemikiran-pemikiran baru yang radikal dalam

perencanaan dan membawa perubahan yang signifikan terhadap pemikrian

perencanaan yang sebelumnya sangat rasional-positivistik. Contoh praktek aliran

ini adalah advocacy planning (Davidof, 1973). Pengembangan lebih lanjut dari

advocacy planning dikemukakan oleh Forester dan disebut sebagai ’progressive

planning’ (Forester, 1989). Sementara Friedmann sendiri mengusulkan model

perencanan empowerment (1992) yang menekankan pada otonomy

komunitas/lokal, demokrasi, dan proses pembelajaran sosial yang menerus.

Page 54: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

43

Berdasarkan definisi luas planning yang dikemukakan oleh John

Friedman dapat disimpulkan bahwa filosofi peran serta masyarakat dalam

perencanaan mengalami suatu pergeseran, dari for people sebagai sifat

perencanaan social reform menjadi by people sebagai sifat perencanaan dalam

social learning.

Ada dua rational kunci bagi peran serta masyarakat, yaitu :

1. Etika, yaitu bahwa di dalam masyarakat demokratik, mereka yang

kehidupan, lingkungan dan penghidupannya dipertaruhkan sudah

seharusnya dikonsultasikan dan dilibatkan dalam keputusan-keputusan

yang akan mempengaruhi mereka secara langsung.

2. Pragmatis, yaitu atas program dan kebijakan seringkali tergantung kepada

kesediaan orang membantu kesuksesan program atau kebijakan tersebut

Tabel II.3

Empat Aliran Teori Perencanaan dan Isu-isu Moral yang Melandasinya

Isu-isu Moral-etika Aliran

Perencanaan

Contoh Praktek

Landasan moral-etika

Keadilan

Kesejahteraan

Kekuasaan

Peran Perencana

1.Social Reforms

Masterplan, Land use, City Beautiful/ Garden City

Universalism, Absolutism, Rationality, Penekanan pada hasil/output

Kurang peka

Kesejahteraan bersama yang dirumuskan oleh negara

Hirarkis, Memusat di pemerintah, Pemerintah sebagai penyedia /penjamin

Birokrat, Teknokrat, Designer

2.Policy Anaysis

System Approach, Incrementalism, Mixed scanning

Universalism, Utilitarianism, Rationality, Penekanan pada proses

Kurang peka

Kurang peka

Pemerintah sebagai regulator

Prakmatis, Teknokrat, Analis,

3.Social Learning

Transactive planning, Communitarian

Relativism, Culturalism, Penekanan pada perbedaan/ Keragaman

Utama Utama

Egalitarian, Reciprocal, Konsensus/ negosiasi

Translator, Komunikator, Mediator, Aktivis sosial

4.Social Mobilization

Radikal Planning, Advocacy, Feminism, Environmental Planning

Radicalist Dekonstruksi Postmodernism Subjectivism

Utama

Utama

Konfrontasi thdp pemerintah Emansipasi, Penegasian thdp pemerintah

Advocacy Mobilisator

Sumber: Setiawan, 1996 disarikan dari berbagai sumber, khususnya Hendler (1995); Friedmann (1987) dan Harper dan Stein (1992, 1995)

Page 55: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

44

Teori Advocacy Planning Teori ini dilandasi oleh sejarah kehidupan bangsa Amerika, dengan

berbagi konflik seperti:

a. Diskriminasi Rasial (kulit berwarna)

b. Ketidakadilan Sosial ( Gap Tingkat Sosial dari Ras)

c. Kemiskinan (ESP. Kulit hitam)

DAVIDOFF:

Keadilan dalam alokasi kesejahteraan social, pengetahuan, dan

keterampilan. Pergesaran pendekatannya adalah: Non Teknis dan Sosial.

Davidoff beranggapan bahwa perlu kondisi “URBAN DEMOCRACY” yang

mapan yang setiap warganegara berperan aktif dalam pengambilan proses

tranformasi: “PUBLIC POLICY”.

FRIEDMAN:

Friedman memandang bahwa tidak efektifnya komunikasi karena

menganggap dirinya superior dibandingkan kliennya. Sedangkan masyarakat

beranggapan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Karena pendapat

ini Friedman mengusulkan transsactive sebagai penghubung.

Dalam perencanaan transactive didasarkan pada efektifitas antara

perencana dan klien, pertama adalah tingkat komunikasi person centered yang

berhubungan dengan segala macam tingkah laku manusia. Yang kedua subject-

matter-related communication yang didukung oleh hubungan primer dari dialog

serta tidak untuk dipahami secara sendiri-sendiri.

PERENCANA(EXPERTTIES)

PERENCANA(EXPERTTIES) MASYARAKAT

(PENGALAMAN)

MASYARAKAT(PENGALAMAN)

Jembatan Komunikasi YangBersifat Aktif dan Timbal Balik

Jembatan Komunikasi YangBersifat Aktif dan Timbal Balik

Gambar 2.3

Advocacy Pluralism dan Transactive Planning based on The Live of Dialogue

Page 56: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

45

Karakteristik The Live of Dialogue:

1. Originalitas Interactive dialog yang berdasarkan hubungan antara kedua

belah pihak yang dilakukan atas dasar ‘keaslian’ dari setiap pendapat orang

yang terlibat.

2. Objective dalam tindakan yang berdasrkan pada pemikiran, pertimbangan

moral, perasaan yang bersatu sebagai satu kesatuan.

3. Komplemanter konflik bukan kendala

4. Ekspresi – Subtansi Perencanaan, berdasarkan pada komunikasi yang

ditunjang dengan gestures yang lain sama pentingnya dengan subtansi

komunikasi.

5. Interest dan Komitmen harus dalam kesepahaman yang seimbang

6. Interactive Hubungan timbale balik

7. Time Frame Equal didasarkan pada satuan waktu yang setara, adanya suatu

hubungan ‘sekarang’ serta kondisi ‘pada saat ini’, jangka pendek, jangka

panjang dll.

Contoh konsep Advocacy Pluralism dan Transactive Planning yang biasa

diterapkan dalam sebuah perencanaan sosial ialah sebagai berikut:

● Interactive Decission Making

● Partisipatory Planning

● Human Action Modek (Jans Erich)

● Bottom Up Planning Approach (UU4/81)

● Partisipatory Rural Appraisal (PRA)

● Community Based Development Perencanaan sebagai sebuah proses, yang menekankan lebih sebagai

proses atas-atas pilihan. Sehingga dalam sebuah proses perencanaan, akan

sangat terkait sekali dengan proses penentuan pilihan-pilihan yang merupakan

sebuah pengejewantahan dari proses politik yang terjadi dalam proses

perumusan kebijakan publik. Proses pengambilan keputusan publik secara

demokratis merupakan suatu proses yang sangat kondusif terhadap konsep

perencanaan sebagai sebuah proses pembelajaran sosial, dimana peran

masyarakat sebagai sebuah stakeholder menjadi sangat diperhatikan

dibandingkan proses pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan pada

pola rasional semata

Page 57: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

46

Tabel II.4

Perbedaan Antara Proses Pengambilan Keputusan Teknokratis Dengan Pengambilan Keputusan Demokratis

Apek Perbandingan Pengambilan keputusan secara Teknokratis

Pengambilan keputusan secara Demokratis

Pihak yang paling berperan dalam proses pengambilan keputusan

Tenaga ahli dari pemerintah Masyarakat dan lembaga atau organisasi masyarakat

Asumsi yang digunakan

• Tenaga ahli memeiliki keahlian untuk mempertimbangkan keputusan yang paling menguntungkan dan dapat meminimasi kerugian yang mungkin ditimbulkan

• Masyarakat mungkin terlibat secara emosional dengan isu terkait sehingga tidak bisa bertindak secara rasional

• Masyarakat yang langsung terkena dampak mengetahui penilaian yang pantas untuk diberikan untuk sebuah persoalan

• Suara masyarakat menetkan hal yang menjadi persoalan publik

Kriteria dalam evaluasi kebujakan Efesiensi dan rasionalitas

Keterjangkauan proses dan tanggapan atas kebijakan bagi mereka yang terkena damapak keputusan

Sumber : Kweit dalam Astuti dan Mirnasari, 2002

2.3 Kajian Filsafat Umum Selanjutnya bagaimana peranan pengetahuan berbasis Islam terhadap

sains? Sebagian pendapat mengatakan “sains Islam” atau “islamisasi sains”

sebagai sesuatu yang membinggungkan karena beragamnya pemahaman

mamupun adanya implikasi pada relativis sains yang selama ini dipandang

universal. Pada sisi lain Steve Fuller berpendapat bahwa pada sisi pesan tetap

bersifat universal sedangkan medianya memerlukan daya tarik (appeal) yang

lebih personal (Mulyadi Kartanegara, 2003).

Untuk menafsirkan proses islamisasi sains memerlukan beberapa catatan

(Mulyadi Kartanegara, 2003), yaitu : Pertama, unsur Islam dalam kata islamisasi

tidak mesti dipahami secara ketat sebagai ajaran yang harus ditemukan rujukan

secara harfiah dalam Al-Quran dan hadits, sebaliknya dilihat dari spiritnya yang

tidak bertentangan dengan dengan ajaran fundamental Islam seperti tauhid,

kenabian, hari akhir, dan sebagainya. Kedua, islamisasi sains harus beroperasi

pada level epistemologi dengan cara mendekontruksi epistemologi barat yang

Page 58: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

47

berkembang sekarang dan kemudian merekontruksi dengan epistemologi yang

bersumber pada tradisi intelektual Islam. Proses kontruksi ini meliputi

pembahsan status ontologis obyek ilmu, klasifikasi, dan metodologi ilmu. Ketiga,

proses islamisasi sains merupakan sesuatu yang tidak pernah terbebas dari nilai.

2.3.1 Filsafat Modern

Periode sejarah yang lazim disebut “modern” mempunyai banyak

perbedaan pandangan tentang jiwa dengan periode pertengahan. Ada dua hal

penting yang menandai sejarah modern, yakni runtuhnya otoritas gereja dan

menguatnya otoritas sains. Otoritas sains, yang kebanyakan filosof dipandang

sebagai epos modern, sangat berbeda dengan otoritas gereja, karena otoritas

sains bersifat intelektual, bukan politisotoritas sains hanya mengungkapkan

segala sesuatu yang ada pada saat itu telah dipastikan kebenarannya secara

ilmiah. Displin, intelektual, moral, dan politik oleh pikiran-pikiran manusia

Renaisans. (Bertrand Russell, 2002: p.646).

Kata “Renaisans” berarti kelahiran kembali di mana manusia merasa lahir

kembali dalam keadaban. Manusia merasa lahir kembali kepada sumber-sumber

yang murni bagi pengetahuan dan keindahan. Langkah-langkah yang dilakukan

oleh Galileo (1564-1642) dalam bidang astronomi menanamkan pengeruh yang

kuat bagi perkembangan ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan modern, karena

menunjukan beberapa hal seperti : pengamatan (observation), penyingkiran

segala hal yang tidak termasuk dalam peristiwa yang diamati, idealisasi,

penyusunan teori secara spekulatif atas peristiwa tersebut, peramalan

(prediction), pengukuran (meassurement), dan percobaan (experiment) untuk

menguji teori yang didasarkan pada ramalan matematik.pada era ini muncul dua

aliran besar pemikiran yang dikenal dengan “empirisisme” dan “rasionalisme”.

EMPIRISISME (Francis Bacon,1561-1626)

Para penganut aliran empirisisme dalam berfilsafat bertolak belakang

dengan para penganut aliran rasionalisme. Menurut aliran empirisisme metode

ilmu pengetahuan itu bukanlah bersifat a priori, tetapi a posteriori yaitu metode

yang berdasarkan atas peristiwa yang datangnya kemudian.

Bagi penganut empirsisme sumber pengetahuan yang memadai itu adalah pengalaman. Aliran ini berkeyakinan bahwa manusia tidak

Page 59: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

48

mempunyai ide-ide bawaan. Pelopor empirisisme adalah Francis Bacon (1561-1626), ia bermaksud meninggalkan ilmu pengetahuan yang lama karena

dipandang tidak memberi kemajuan, tidak memberi hasil yang bermanfaat dan

tidak memberikan hal-hal yang baru berfaedah bagi hidup. Usaha

mensistematisir secara logis prosedur ilmiah menjadikan asas filsafat ini bersifat

praktis, yaituuntuk menjadikan manusia menguasai kekuatan-kekuatan alam atau

dengan perentaraan penemuan-penemuan ilmiah. Francis Bacon

mengungkapkan bahwa tujuan ilmu ialah memperbaiki nasib umat manusia di

atas muka bumi ini, dan baginya tujuan itu akan dicapai dengan mengumpulkan

fakta-fakta melalui observasi yang teratur dan kemudian menarik teori-teori dari

observasi itu (Radliyah Khuza’i., 2003)

Berikut disampaikan beberapa tokoh-tokoh besar yang terlahir atas

pemikiran Francis Bacon dengan pemikiran-pemikirannya.

1. Thomas Hobbes (1588-1679), “pengenalan atau pengetahuan itu diperoleh

dari pengalaman”

2. John Locke (1632-1704), mengemukakan tentng asal mula gagasan manusi,

menemukan fakta-fakta, menguji kepastian pengetahuan dan

memeriksabatas-batas pengetahuan manusia.

3. david Hume (1711-1776), sumber satu-satunya pengetahuan adalah

pengelaman. Ia mengajarkan bahwa manusia tidak mebawa pengetahuan ke

dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan, dengan

pengamatan ini manusia memperoleh dua hal yaitu : kesan-kesan

(impression) dan pengertian-pengertian atau ide-ide (ideas).

Kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari

pengalaman, baik lahiriah maupun batiniah. Kesan-kesan ini menampakkan diri

dengan jelas hidup dan kuat terhadap pengamat. Sementara pengertian dari ide-

ide ialah gambaran tentang pengamatan yang redup, kabur atau samar-samar

yang diperoleh dengan merenungkan kembali atau merefleksikan dalam

kesadaran kesan-kesan yang telah diterima melalui pengamatan langsung.

(Radliyah Khuza’i, 2003).

Page 60: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

49

RASIONALISME (Rene Descartes, 1596-1650)

Metode filsafat telah berubah secara radikal sebagai hasil argumen Rene

Descartes (1596-1650). Descartes ini merintis tahap dimana kekaguman filosofis

sendirilah yang dijadikan objek penyelidikannya; daripada sekedar mengagumi

kenyataan perubahan atau waktu atau diri, filsafat mengagumi pengetahuan

sendiri. Masalah umum dari pengetahuan muncul sebagi objek kesibukannya

sendiri : pengetahuan menjadi problematik bagi dirinya sendiri. Suatu pikiran

yang telah mencapai tingkat refleksi tidak dapat dipuaskan dengan kembali

kepada jaminan-jaminan anggapan umum, tetapi justru menuju tingkat yang

baru, menjadikan kepastian yang sekarang dicari didasari oleh keraguan.

Salah saru usaha yang paling radical dan cerdik yang dikemukan oleh

descartes manjawab masalah pencarian kepastian dengan keraguan, ialah

prosedur “Keraguan Universal”. Adalah suatu prosedur yang menjelaskan

tentang penggunaan keraguan untuk mengatasi keraguan sebelumnya.

Descartes menguatkan teori bahwa akal adalah subtansi (inti hal). Menempatkan peran akal sebagai sesuatu yang paling tinggi pada manusia. Sedangkan berfikir ialah salah satu atributnya akal itu sendiri. Metode yang

digunakan oleh Descartes bersifat skeptis. Pengetahuan yang dapat dipercaya

kebenarannya, bukanlah sesuatu yang dijabarkan dari pengalaman, malainkan

alam fikiran seseorang, pengetahuan itu sudah ada dalam dirinya, berupa ide-ide

bawaan.kebenaran atau kesalah bukan terletak diluar manusia tetapi terletak

pada ide dalam dirinya.

KRITISISME (IMMANUEL KANT, 1724-1804)

Adalah Immanuel Kant seorang filosof dari Jerman, yang menjadi

seorang penengah dari perdebatan antara Empirisisme dan Rasionalisme,

dengan “dogmatisme“ (percaya mentah-mentah pada kemampuan rasio dan

kemampuan indera, tanpa penyelidikan lebih dahulu) sebagai suatu hal yang

dilawannya. “Kritisisme” (kritik atas rasio murni) adalah sebutan bagi filsafat Kant.

Dahulu para filsuf mencoba mengerti pengenalan dengan mengandaikan

bahwa subjek mengarahkan diri kepada objek. Kant memperlihatkan bahwa

pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek, tiga taraf yang

disampaikan oleh Kant dalam proses pengenalan:

Page 61: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

50

1. Pengenalan pada taraf indera

daya-daya inderawi membentuk kesan-kesan dari objek yang tampak

(pengamatan) menjadi suatu gambaran (salinan) atas penampakan (bukan

bendanya sendiri), kemudian dibuat putusan-putusan.

2. Pengenalan pada taraf akal

Kant memberdakan akal dengan rasio. Tugas akal mengatur data-data

inderawi, yaitu mengemukakan putusan-putusan. Berfikir menurutnya adalah

menyusun putusan. Suatu putusan terdiri dari subjek dan predikat, yang

terdiri dari bentuk dan materi. Materi adalah data-data inderawi dan bentuk

adalah pengertian-pengertian atas ide bawaan pada taraf akal.

3. Pengenalan pada taraf rasio.

Tugas rasio adalah menarik kesimpulan dari putusan-putusan akal. Ada tiga

ide yang menjadi argumen dasar, yaitu: jiwa, dunia dan Allah. Ketiganya

disebut sebagai a priori. Ide jiwa menyatakan dan mendasari segala gejala

batiniah (psikis). Ide dunia menyatakan gejala jasmani. Sedangkan ide Allah

mendasari semua gejala baik yang jasmani maupun rohani.

POSITIVISME (AUGUST COMTE)

Pada zaman Kant, ilmu-ilmu alam dan penerapannya dalam teknologi

mulai memasuki zaman keemasannya, memperkokoh posisi ilmu-ilmu alam

secara filosofis sebagai salah satu bentuk pengetahuan yang mungkin menjadi

kenyataan. Namun Kant masih mengakui keberadaan bentuk-bentuk pengethuan

lain, seperti etika dan estetika. Trend untuk meletakan ilmu-ilmu alam sebagai

norma dan penelitian empiris sebagai kegiatan pengetahuan yang sahih menjadi

semakin radikal dalam sejarah teori pengetahuan. Memuncaknya pada

positivisme Comte, pengetahuan inderawi khususnya yang terwujud dalam ilmu-ilmu alam bukan hanya norma, melainkan justru menjadi satu-satunya norma bagi kegiatan pengetahuan (F. Budi Hadirman, 2003).

Dalam kata ‘positif’ bukan hanya termuat prinsip keras “pengetahuan kita

hendaknya tidak melampaui fakta objektif”, melainkan juga tamapak usaha

penghancuran subjek yang berfikir dengan prinsip keras “pengetahuan kita

peroleh dengan menyalin fakta objektif”. Dalam positivisme, pendulum

epistemologis bergerak ke pihak objek lagi, namun objek yang sekarang muncul

dari kegiatan pengetahuan ini adalah objek inderawi.

Page 62: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

51

Antinomi-antinomi yang dibuat oleh Comte dapat diterjemahkan kedalam

norma-norma sebagai berikut (F. Budi Hadirman, 2003):

1. Semua pengetahuan harus terbukti lewat rasa kepastian pengamatan

sistematis yang terjamin secara intersubjektif.

2. Kepastian metodis sama pentingnya dengan rasa kepastian. Kesahihan

pengetahuan ilmiah dijamin oleh kesatuan metode.

3. Ketepatan pengetahuan kita dijamin hanys oleh bangunan teori-teori yang

secara formal kokoh yang mengikuti deduksi hipotesis-hipotesis yang

menyerupai hukum

4. Pengetahuan ilmiah harus dapat dipergunakan secara teknis.

5. Pengetahuan kita pada prinsipnya tak pernah selesai dan relatif, sesuai

dengan sifat relatif dan semangat positif

Pandangan positivisme yang menerapkan metodologi ilmu-ilmu alam

pada ilmu-ilmu sosial, panangan seperti ini melihat ilmu-ilmu modern

mengandung tiga prinsip: bersifat empiris-objektif, deduktif-nomologis,

intrumental-bebas nilai. Ketiga asmusi itu dalam ilmu-ilmu sosial ini oleh Anthony

Giddens dijelaskan sebagai berikut:

1. Prosedur-prosedur metodologis ilmu-ilmu alam dapat langsung diterapkan

pada ilmu-ilmu sosial. Gejala-gejala subjektivitas manusia, tidak menganggu

observasi, yaitu tindakan sosial. Dengan cara ini, objek observasi ilmu-ilmu

sosial disejajarkan dengan dunia almiah.

2. Hasil-hasil penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk ‘hukum’hukum seperti

dalam ilmu-ilmu alam

3. ilmu-ilmu sosial harus bersifat teknis, yaitu menyediakan pengetahuan yang

bersifat teknis, yaitu menyediakan pengetahuan yang bersifat instrumental

murni. Pengetahuan dapat dipakai secara bebas nilai, tidak bersifat etis.

FENOMENOLOGI (Edmund Husserl)

Edmund Husserl, pendiri pendekatan ini, dalam bukunya yang termasyur,

The Crisis of European Science and Transcendental Phenomenology,

menyatakan bahwa konsep dunia kehidupan merupakan konsep yang dapat

menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan yang mengalami krisis akibat cara berfikir

positivistis dan sainstistis itu.

Page 63: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

52

Fenomenologi memandang bahwa dunia kehidupan ini adalah unsur-

unsur sehari-hari yang membentuk kenyataan kita, unsur-unsur dunia sehari-hari

yang kita libati dan hidupi sebelum kita menteorikannya atau menrefleksikannya

secara filosofis. Dunia kehidupan sosial itu bersifat pra teoritis dan pra ilmiah,

bukan sekedar penjumlahan makna para pelaku individual serta berlapis-lapis

menurut struktur yang ditetapkan oleh masyarakat.

Adalah hermeneutik sebagi pendekatan kedua yang akan memperkukuh

pendekatan pertama (fenomenologi), yang memiliki pandangan dunia kehidupan

sosial bukan hanya dunia yang hanya dihayati individu-individu dalam

masyarakat, namun juga merupakan objek penafsiran yang muncul karena

penghayatan tersebut. Apa yang dalam fenomenologi disebut sebagai

“kesadaran yang mengkonstitui (membentuk) kenyataan” dan yang kemudian

dalam hermeneutik ditunjukan dalam pengertian kata hermeneutik itu sendiri

yaitu penafsiran, menunjukan peranan subjek dalam kegiatan pengetahuan.

Pendekatan ketiga yang sekaligus mnjadi pendukung bagi dua

pendekatan yang diatas untuk mengatasi positivist. Prespektif baru yang

dikembangkannya ialah paradigma komunikasi bagi ilmu-ilmu sosial. Sejauh

praksis komunikasi dimaksudkan untuk mencapai pemahaman timbal balik, oleh

karena itu hermeneutik juga memiliki peranan penting.

Terdapat hubungan yang tidak terpisahkan antara Fenomenologi,

hermeneutik dan teori kritis (paradigma komunikasi) yang berkaitan dalam usaha

pada taraf epistemologis dan metodologis untuk membuka konteks yang lebih

luas dari nilmu-ilmu, khususnya ilmu-ilmun sosial. Konsep dunia kehidupan,

pemahaman, dan tindakan komunikatif menjadi suatu usaha menangani

positivist.

Page 64: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

53

Tabel II.5 Sumber Pokok Pengetahuan dari Berbagai Paradigma

Teori Konsepsi Pengetahuan

I. Plato Plato (abad ke – 5 SM)

Pengetahuan adalah fungsi mengingat kembali informasi yang telah lebih dulu diperoleh. Dua proposisi utama : Jiwa telah ada sebelum adanya badan di alam yang lebih

tinggi daripada alam materi; Pengetahuan rasional tidak lain pengetahuan tentang

realitas-realitas yang tetap di alam yang lebih tinggi atau arketip (archetypes)

II. Rasionalisme Rene Descartes (1596 – 1650), Immanuel Kant (1724 – 1804)

Sumber konsepsi atau pengetahuan adalah : Penginderaan (sensasi), konsepsi panas, cahaya, rasa ada

karena penginderaan. Fitrah (ide “Tuhan”), artinya akal manusia memiliki

pengertian-pengertian dan konsepsi-konsepsi yang tidak muncul dari indera.

III. Empirisisme John Locke (1632 – 1704), Berkeley (1684 – 1753), David Hume (1711 – 1776)

Penginderaan atau eksperimen ilmiah merupakan sumber persepsi yang menghasilkan konsepsi. Sumber segala pengetahuan tersembunyi dalam penginderaan oleh organ penginderaan dalam jasmani manusia terhadap alam objektif. Langkah mendapatkan pengetahuan (Mao Tse Tung) : Hubungan primer atau kontak langsung dengan lingkungan

luar – tahap penginderaan Akumulasi – pengurutan dan pengorganisasian –

pengetahuan yang diperoleh dari persepsi-persepsi inderawi Positivisme

August Comte Pendapat aliran positis terhadap proposisi filosofis : Tidak mungkinmengukuhkan proposisi filsafat, sebab subjek

yang dikaji diluar batas eksperimen dan pengalaman manusia

Tidak mungkinmenggambarkan kondisi, yang jika dimiliki, maka proposisi itu benar, dan jika tidak, proposisi itu salah sebab tidak terdapat perbedaan dalam konsep aktualitas apakah proposisi itu benar atau salah

Karena itu, proposisi filisofis tidak bermakna, karena ia tidak memberikan informasi tentang alam

Tidak dibenarkan untuk melukiskan proposisi filosofis sebagai benar atau salah

Marxisme Kalx Marx, Mao Tse Tung (1893 – 1976)

Doktrin empirakal dalam perspektif Marxist : Semua pengetahuan telah sempurna pada tahap awal, yaitu

pada tahap penginderaan dan pengalaman sederhana; Adanya dua langkah pengetahuan : langkah empirakal dan

mental, yaitu aplikasi dan teori, atau tahap pengalaman dan tahap pengertian dan penyimpulan.jadi titik tolak pengetahuan adalah indera dan pengalaman.

Fenomenologi memandang bahwa dunia kehidupan ini adalah unsur-unsur sehari-hari yang membentuk kenyataan kita, unsur-unsur dunia sehari-hari yang kita libati dan hidupi sebelum kita menteorikannya atau menrefleksikannya secara filosofis

pembentukan dunia Objektif dalam kesadaran subjek sosial

Page 65: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

54

IV. Disposesi Filosof Muslim

Membagi konsepsi mental menjadi dua bagian : Konsepsi primer yaitu dasar konseptual akal manusia yang

lahir dari persepsi inderawi terhadap suatu kandungan Konsepsi sekunder (turunan) yaitu ide baru yang muncul

karena aktivitas akal melalui daur penciptaan – inovasi dan kontruksi (intiza’ atau disposesi) yang jangkauannya diluar indera

Sumber : Resume beberapa sumber (Imam Indratno, dalam makalah Paradigma Perencanaan dalam

Persepektif Positivisme dan Islam) Tabel II.6

Perbandingan Positivist, Rasionalis, Fenomenologi

Positivist Rasionalis Fenomenologi ● Pengetahuan

dibangun dengan merujuk pada yang termanifestasikan, yakni hanya yang mapu ditangkap secara indera

● Model yang digunakan pada ilmu-ilmu alamiah memberikan standart logis untuk menilai penjelasan ilmu sosial.

● Pengetahuan hanya bersifat objektif

● Bersifat empiris, didasarkan hubungan kausalitas, yang memungkinkan hanya bersifat praktis dan pragmatis.

● Bebas nilai

● Pengetahuan muncul sebagai objek kesibukannya sendiri (pengetahuan menjadi problematik bagi dirinya sendiri

● Mengethui pengetahuan yang “apa adanya pengethuan itu”

● Akal adalah substansi (logika sebagai cara berfikir ilmiah)

● Pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman subjektif

● Sebuah penjelasan yang reasonable (masuk akal) secara struktur dan terorganisir.

● Genarailsasi secara luas, yang mengusung ide subjektifitas yang tinggi

● Mengabaikan hal yang bersifat historis, struktural dan sistemikkecenderungan untuk menolak penjelasan alternatif ketika subjektifitas diangkat ketempat yang paling tinggi.

● konseptualisasi teoritik

Sumber : Resume beberapa sumber

2.3.2 Filsafat Perencanaan Awal mula pemikiran teori perencanaan yang mulai di kembangkan pada

sebuah perencanaan ialah suatu perencanaan Utopia (Utopia Planning), yang

dipelopori oleh 3 pemikir, yaitu: Lewis Munford, Howard Odum, Thomas Adam.

Inti dari konsep ini adalah ingin menciptakan keadaan yang akan membentuk

suatu hubungan yang harmonis antara makhluk hidup dan alam, dalam rangka

menyesuaikan diri dan menghadapi perkembangan yang luar biasa dari suatu

peradaban industri. Pemikiran ini dilatarbelakangi oleh keadaaan-keadaan yang

semakin mengkhawatirkan pada saat itu, yaitu :

● Pertumbuhan kota yang semakin tidak terkendali

● Pengebaian dan penganiayaan budaya setempat

Page 66: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

55

● Degradasi sosial

● Eksplorasi sumber daya alam yang merusak lingkungan

Didasari oleh kegagalan yang dialami perencanaan Utopia yang

menganut dasar pemikiran dari aliran filsafat Utopianiame Idealisme, maka

seiring dengan itu muncul suatu teori-teori perencanaan beru seperti Positive

Planning, Normative Planning, dan Blue Print Planning, yang kesemuanya

mengandung dasar pemikiran filsafat aliran Positivisme. Karakter perencanaan

pada era ini dengan melihat filsafat yang memayunginya dapt dikatakan bahwa

perencanaan pada era ini dilandaskan pada “realitas” sebagaimana yang

ditangkap oleh inderawi.

Pertimbangan nilai (value judgement) bukan merupakan patokan

pengetahuan pada saat itu. Lebih bersifat empiris materialisme, yaitu sesuatu

yang menutup kemungkinan pandangan subjektif yang bersifat metafisik.

Berkembang dalam semangat ‘critical approach’, aliran ini bersemangat

mempertanyakan dan mengkritisi “apa arti perencanaan?” dan lebih jauh lagi

“apakah perencanaan membawa manfaat bagi kehidupan?. Aliran ini

memandang bahwa perencanaan bukanlah bebas nilai dan bebas politik, yang

memiliki tujuan melakukan percobaan merumuskan kembali hakekat dan praktek

perencanaan.

Peran Positivist dalam Perencanaan telah memudar ketika melihat bahwa

para teoritisi itu sendiri bekerja dari landasan nilai (dan bias) paradigma mereka.

Dan tidak mengatakan sesuatu tentang nilai-nilai tersembunyi. Perhatian kita jadi

terfokus pada suatu pendekatan yang bersifat teknis (cara), bukan pada

tujuannya sendiri.

Procedural Planning, Rational Comprehensive Planning ialah sebuah

teori yang berbicara tentang perencanaan mendominasi debat tentang

perencanaan pada paradigma selanjutnya, yang juga lebih kearah filsafat

Rasionalisme. Debat kali ini menekankan pada perencanaan sebagai satu

proses dan berupaya untuk mencari proses yang terbaik dan teroptimal

(procedural debate). Perencanaan sebagai proses, menekankan pada model-

model analitis untuk pengambilan keputusan.

Page 67: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

56

Rasionalisme dengan pandangannya tentang praktek perencanaan yang

tidak memandang sebuah pluralitas,. Suatu pendekatan teori perencanaan yang

masih berpatokan pada dokumen fisik saja yaitu berupa peta-peta dan kebijakan

untuk di implementasikan, membuat perencanaan ini bersifat kaku. Perencanaan

Komprehensif Rasional tidak begitu memperhatikan kenyataan yang

menyebutkan bahwa praktek perencanaan itu berbeda sekali dengan teori

perencanaan, dimana praktek perencanaan membutuhkan suatu pengetahuan

diluar yang rasional (irrasional) juga. Suatu pengetahuan yang tidak akan

didaptkan oleh cara berfikir rasional.

Setelah rasionalisme dengan beberapa teori perencanaannya yang

dirasakan masih diperlukan beberapa masukan untuk menyempurnakan sebuah

konsep perencanaan, muncullah teori perencanaan lain seperti Plural Planning,

Politics of Planning, Social Planning, Implementation and Policy Pragmatisme

Planning, The New Humanism, Political Economy Empowerment. Dari itu semua

dapat dilihat bahwa filsafat yang memayunginya ialah pokok pikiran

Fenomenologi. Sebuah filsafat yang mengusung suatu hal yang realistis dan

mengemukakan bahwa masyarakat ialah suatu sistem yang bebas nilai, namun

realitas sosial ialah hasil dari interpretasi oleh para aktor masyarakat kedalam

suatu realitas objektif. Dapat dikatakan bahwa praktek perencanaan ini hanya

bersifat pemaknaan subjektif dari para aktor perencana. Walau begitu,

sebenarnya pada faham ini cukup memberikan banyak hal positif dan juga

masukan yang cukup banyak terhadap praktek perencanaan sebelumnya. Untuk

lebih jelas dapat dilihat pad tabel dibawah ini, tentang filsafat modern yang

banyak memayungi filsafat perencanaan.

Tabel II.7 Perkembangan Teori Perencanaan dan Filsafat yang Memayunginya

Filsafat Teori Perencanaan Karakteristik Perencanaan Kategori Teori

Utopianisme Idealisme

Utopian Planning Romantic Planning Authoritarian Planning

Urban Design Rural Design

Theory “for” Planning

Positivisme Positive Planning Normative Planning Blue Print Planning

Urban Design Urban Engineering Urban Planning Land Use Planning Development Planning

Theory “for” Planning

Page 68: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

57

Rasionalisme Procedural Planning Rational Comprehensive Planning

Policy Analysis Scientific Analysis

Theory “of” Planning

Fenomenologi

Plural Planning Politics of Planning Social Planning Implementation and Policy Pragmatisme Planning The New Humanism Political Economy Empowerment

Social Learning Social Mobilization

Theory “in” Planning Theory “for” Planning

Sumber : Dr. Ir. Uton Rustan Harun Msc. “Proyek Akhir Sebagai Alternatif Tugas Akhir bagi Program S1 Pendidikan Planologi”, Makalah Seminar Intern, 1997

2.4 Kajian Teoritis Sains Islam 2.4.1 Kajian Filsafat Islam

Sebuah kajian teoretis yang sangat diperlukan untuk mengungkap suatu

pokok pikiran dari para filisof Islam terdahulu, dan dianggap mampu untuk

menjadi suatu yang dapat ditransformasikan kedalam suatu ilmu pengetahuan.

Sebelum masuk pada pembahasan apa, siapa dan bagaimana pokok ajaran

Islam yang berkembang dari sudut filosofisnya, pokok pikiran Islam tersebut akan

terbagi kedalam beberapa faham (aliran) yang dapat dilihat dibawah ini.

Tabel II.8

Peta Pokok-Pokok Pikiran Tradisional Islam Kalam

Mu’tazilah Hikmat

Masya’iyah Hikmat

Isyraqiyah Irfan

Wujudiyah Hikmat

Muta’aliyah Eksistensi (wujud) Riil Riil mental riil riil

Esensi (mahiyyah) Riil Riil riil mental mental

Hubungan Eksistensi dan Esensi

Eksistensi mendahului

esensi

Esensieksi mendahului

esensi

Stensi mendahului eksistensi

Eksistensi mendahului

esensi

Eksistensi mendahului

esensi

Struktur Realitas

Polaritas mutlak

Jenjang eksistensi

Gradasi esensi

Jenjang esensi

Gradasi eksistensi

Metode Keilmuan

Rasio, Wahyu

Rasio, Wahyu

Rasio, Intuisi, Wahyu

Intuisi, Wahyu

Rasio, Intuisi, Wahyu

Sumber : Fazlur Rahman, “Filsafat Shadra”, 2000

Page 69: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

58

Kaum Mu’tazilah memiliki kecenderungan berfikir simplitis dalam

menuntut pahala bagi yang baik dan siksa bagi yang tidak, lebih berwawasan

hampa-utopia. Aliran ini juga yang memandang suatu keilmuan dengan

menggunakan rasio dan wahyu. Kaum Hikmah Masya’iyah (peripatetik) dengan

tokoh utamanya Ibnu Sina yang cenderung memilki pola pikir berdasarkan rasio

dan wahyu juga menempatkan para pengikutnya pada sumber realitas dengan

sentuhan pengalaman (experiental touch). Menjadikan aliran ini dipandang

kearifan yang lebih luas. Kemudian Hikmah Isyraqiyah (iIuminasi), membicarakan

tentang intrumen intuisi, rasio, dan wahyu sebagai metode keilmuannya.

Perpaduan antara mistisme dan filsafat peripatetik yang secara harfiahnya berarti

menyempurnakan diri sendiri. Aliran ini dipelopori oleh Al-Suhrawardi, mengganti

pandangan realitas yang terdiri dari rangkaian objek dengan realitas sebagai

derajat cahaya yang bertingkat. Maksudnya ialah menggabungkan metode intuitif

mistikus dengan metode rasional sebagai pelengkapnya. Selanjutnya ialah Irfan

Wujudiyah (mistisme) yang dipelopori oleh Ibnu Arabi, menjelaskan bahwa

benda-benda fisik tak lain hanyalah bayangan dari realitas-realitas tetap itu.

Mencurigai penggunaan rasio dan akal, sebagai gantinya aliran ini menggunakan

intuisi atau pengalaman batin mengenai realitas sebagai sumber utama

pengetahuan disamping wahyu tentunya.

Untuk pemikiran dari Mulla Shadra sendiri yang nantinya akan digunakan

dalam studi ini, Hikmah Muta’aliyah mengusung pemikiran bahwa kebenarana

mistisme hasil pengetahuan intuisi secara esensi adalah identik dengan

kebenaran intelektual, dan pengalaman mistis pada dasarnya adalah

pengalaman kognitif, tetapi kebenaran pengetahuan intelektual dan muatan

kognitif (kesadaran yang utama) ini harus “dihayati” jika ingin diketahui secara

seutuhnya. Jika kebenaran-kebenaran itu diketahui secara intelektual sebagai

proporsproporsi rasional, maka mereka akan kehilangan karakter esensialnya,

halm ini membuat bahwa penggabungan antara objektifitas proporsional nalar

(rasional) dan sebjektifitas emosional hati (intusi) dengan wahyu tentunya, akan

membuat sebuah pengetahuan akan sesuatu lebih baik dan mendalam. Super

realis Mulla Shadra dengan baik menjelaskan fungsi alam imajinal. Pemikiran

oleh Aristoteles tentang kesalingbergantungan (interpendence) antara ontologi

dan metafisik telah terjelaskan secara jernih oleh Mulla Shadra. Suatu

Page 70: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

59

pandangan yang mencoba merasionalkan suatu realitas mistime (memandang

lebih suatu pengalaman subk\jektif kedalam suatu konsep yang objektif).

2.4.2 Konsep Kearifan Puncak

Pemikiran Mulla Shadra tentang konsep “Kearifan Puncak” menyebutkan

beberapa tahapan menuju sebuah keyakinan keimanan kepada Allah SWT.

Dalam hal ini penulis memandang sebagai suatu proses yang bersifat

transendental. Pemahaman transendental diartikan sebagai gambaran kita

mengenai sebuah bangunan ide yang sempurna mengenai kehidupan, suatu ide

murni yang bersifat metahistoris dan pengetahuan supra inderawi. Al quran

sesungguhnya menyediakan kemungkinan yang sangat besar untuk dijadikan

sebagain cara berfikir. Pola pikir dasar Mulla Shadra (Kuliah-kuliah Tasawuf,

2000, “Mengenal Mulla Shadra” oleh Agus Efendi, hal 194) :

1. Diawali dengan mempelajari filsafat-filsafat yang mendahuluinya, kemudian

menggabungkan pemikiran-pemikiran ‘irfan dan pandangan-pandangan

keagamaan

2. Mengeliminasi ekstremitas-ekstremitas tertentu dalam pemikiran filsafat dan

‘irfan

3. Mempelajari mazhab-mazhab kalam, menghindari prinsip-prinsip dialektika

yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip logika, mengambil yang sebaliknya

4. Mempelajari mazhab-mazhab tafsir dan penafsiran di sekitar Al Quran

5. Menjadikan wujud sebagai titik tolak dan titik orientasi dalam segala

pemikiran

6. Melahirkan metode baru pemikiran yang didasarkan pada prinsip-prinsip dan

akurasi pemikiran yang komprehnsif dan unik

7. Dengan metode-metode di atas, mazhab hikmah melahirkan prinsip-prinsip

baru dalam filasafat dan ilmu

Cara berfikir inilah yang dinamakan sebagai suatu paradigma Islam.

Pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu pengetahuan yang berdasarkan

paradigma Al Quran jelas akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan umat

manusia. Struktur transendental Al Quran adalah sebuah ide normatif dan

filosofis yang dirumuskan menjadi paradigma teoretis. Dengan melakukan hal

tersebut kita telah melakukan aktualisasi misi manusia dimuka bumi sebagai

Page 71: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

60

khalifah di muka bumi dengan tujuan kemaslahatan bagi umat manusia. Mulla

Shadra menyusun topik-topik filosofis mengenai jalan rasional dan intelektual

dengan cara menyerupai kaum ‘urafa berkeyakinan bahwa seseorang

pengembara akan menempuh empat perjalanan “Kearifan Puncak”, yaitu:

• Perjalanan dari Makhluk menuju Tuhan

Safar yang pertama ialah safar min al-khalq ila’ al-Haq, dari alam makhluk

menuju Allah (dari “yang plural” menuju ke “Yang Singular”, dari “yang

majemuk” menuju “Yang Tunggal”). Kita semua akan menuju Al-Haq, yakni

Allah SWT. Ada berbagai cara untuk mengenal Allah, salah satunya engan

membuktikan adanya ayat-ayat Allah. Dengan melihat ayat-ayat Allah, yakni

ciptaan-ciptaan Allah, kita akan mengenal bahwa dibalik semua itu ada Sang

Khlaik (Q.S. 51 : 20-21)

Pada safar ini dipahami bahwa kita ingin menuju Allah. Sebagi makhluk kita

terpisahkan dengan Al-Haq (transenden) oleh berbagai martabat. Seseorang

yang ingin melewati safar ini harus melewati tiga Maqam yaitu: alam nafs,

alam qalb dan alam ruh.

Di alam nafs, bukan menghilangkan atau melenyapkannya, namun

membatasi dan melepas nafs yang dapat mengotori kita (contoh: nafs

ammarah) (Q.S. 91 : 7-8). Selanjutnya dalam alam qalb, yang merupakan

tingkatan alam ruhani. Kalbu memeberikan kita cahaya, tetapi kadang-

kadang kita terpaku dalam alam kalbu. Misalnya, manusia suah dapat

memebersihkan dan memelihara jiwanya dari hal-hal yang dilarang oleh Allah

SWT. Bisa saja dia sudah terhiasi oleh akhlak-akhlak yang baik, namun

setiap harinya hanya dalam tahapan itu saja, tidak menjadi stimulan yang

mendorongnya ketingkatan yang lebih tinggi.

Sedangkan hijab yang terakhir dalam safar yang pertama ialah alam ruh, ruh

yang dimaksudkan disini hanyalah istilah. Mengapa kita harus melewati ruh

ini? Karena kita adalah materi.dibandingkan dengan sesuatu yang spiritual,

materi adalah gelap. Namun sebelum melewati alam ruh harus berhenti di

terminal yang disebut sebagai maqam aql. Akal disini berarti luas ketimbang

akal yang kita pahami, akal yang identik dengan sebuah pemikiran yang

rasional materialisme akan membawa kita terjebak dengan alam materi, yang

sebenarnya harus kita tinggalkan sebleum masuk kelam ruh. Namun bukan

berati meninggalkan fungsi akal, hanya menempatkan akal untuk memahami

Page 72: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

61

suatu yang supra inderawi atau supra logis dengan menyatu padukannya

dengan hati dan intuisi.

• Perjalanan dengan Tuhan dalam Tuhan

Selanjutnya dalam tahapan berikutnya yakni safar fil Al-Haq ma’a Al-Haq

(dalam Allah bersama Allah). Safar ini dilakukan dengan syarat harus

melewati safar pertama. Pada safar ini juga harus melewati beberapa

maqam, yakni maqam sirr (fana’fi Dzat) yang iasanya para arif sering berada

dalam kemabukan (ekstase). Kedua, maqam khafiy (fana’) yaitu seoarang

arif akan menghadapi kefanaan dalam sifat Allah. Ketiga yakni maqam akhfa,

yaitu maqam Dzat dan Sifat sekaligus.

• Perjalanan dari Tuhan menuju makhluk dengan Tuhan

Selanjutnya safar yang ketiga setelah melewati dua safar sebelumnya

dengan tujuh maqam yakni safar min al-Haq ila khalq ma’a al-Haq (dari Allah

menuju makhluk bersama Allah). Seakan-akan safar ini bagian dari

antiklimaks (menurun), hal ini memang sulit dijelaskan. Seoarang salik tidak

lagi melihat Allah dari sesuatu, namun dibalik menjadi melihat sesuatu

karena Allah sebelumnya. Adanya Sang Pencipta membuktikan adanya alam

semesta ini. Dalam tahapan ini manusia berada dalam sebuah “peniadaan

diri” yang menganggap bahwa seluruh yang terdapat dialam ini tidak ada

kecuali Allah, dan melakukan segala sesuatunya dalam kehidupan ini hanya

untuk kemashlahatan semesta.

• Perjalanan dalam Makhluk bersama Tuhan

Tahapan selanjutnya yang merupakan tahapan tertinggi dari seluruh

perjalanann yang dilakukan seorang salik yakni, safar fil al-khalq ma’a al-Haq

(dengan Allah tetapi dalam Allah). Dalam safar ini seseorang yang telah

mengarungi alam-alam yang harus dilalui dan sampai pada puncaknya, dia

harus turun kembali dan membenahi masyarakatnya. Menyatukan diri

dengan Allah membuat dia bukan hanya sempurna namun menyempurnakan

masyarakatnya. Seoarang salik yang telah berada dalam tahapan ini harus

kembali lagi menyampaikan pesan-pesan Allah SWT kepada para makhluk-

Nya berdasarkan kemampuan mereka (bahasan dengan bahasa yang

mudah dimengerti oleh yang lain).

Page 73: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

62

2.4.3 Gerak Substansif (Al-Harakah Al-jauhariyyah) Dalam pengertian klasik, gerakan (kinesis) meliputi seluruh perubahan

bentuk kulaitas, kuantitas, posisi, maupun potensi. Secara meterial, gerakan

terkait dengan perubahan lokasib spasial dari benda-benda relatif satu sama lain

atau gerak yang diberikan dari luar pada suatu benda. Tetapi ada juga jenis

gerakan yang bersumber dari dalam yaitu gerakan oleh jiwa secara internal. Jadi

gerak tidak saja berhubungan dengan perubahan materi secara umum, namun

meliputi dimensi imateri dan spuiritual.( Musa Asy’arie, 2002: p. 207)

Salah satu pikiran yang cukup penting ialah tentang Gerak Substansif (Al-

Harakah Al-jauhariyyah) yang memuat tentang, menempatkan seluruh bidang

wujud dalam gerak yang terus menerus dengan mengetakan bahwa gerak tidak

hanya terjadi pada kualitas-kualitas sesuatu, tetapi juga pada substansinya.

Ajaran tentang Gerak Substansif (Al-Harakah Al-jauhariyyah) yang merupakan

sumbangan pemikiran dari Mulla Shadra bagi filsafat Islam ini mengubah

“tingkatan-tingkatan” Al-Suhrawardi yang tepat kedalam suatu gagasan tentang

kerancuan sistematis (tasykik) wujud. Hasilnya ialah sebagai berikut:

1. “Tingkatan-tingkatan” wujud tidak lagi tetap dan statis, tetapi tidak pernah

berhenti bergerak dan mencapai bentuk-bentuk wujud yang lebih tinggi

dalam waktu.

2. “Wujud” dapat diterapkan pada seluruh tangga evolusi bi al-tasykik, yakni

dengan kerancuan sistematis dan tidak ada konsep lain yang mempunyai

karakter ini, hanya wujudlah prinsip yang berdasarkan kesederhanaan dan

kesatuan (basith) menciptakan perbedaan-perbedaan

3. Gerak alam semesta (yang tidak dapat dibalik dan satu arah) ini berakhir

pada Manusia Sempurna yang menjadi anggota Alam Ketuhanan dan

Bersatu dengan Sifat-sifat Tuhan.

4. Masing-masing tangga wujud yang lebih tinggi meliputi semua tangga yang

lebih rendah dan melampaui mereka, ini diungkapkan dengan formula

“realitas sederhana adalah segala sesuatu”. Semakin tinggi realitas, semakin

sederhana dan semakin meliputi

5. Semakin banyak sesuatu mempunyai atau mencapai wujud, semakin sedikit

ia memiliki esensi. Karena jika wujud riil, konkrit, menentukan, individual, dan

bercahaya, esensi benar-benar kebalikannya dan muncul hanya dalam pikirn

karena pengaruh realitas terhadapnya.

Page 74: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

63

Ibn Sina berkaitan dengan gerak, mengatakan bahwa, ada dua gagasan

yang dapat dibedakan. Pertama, adalah konsep gerak sebagai suatu

kontinunitas, yakni bagian gerak dari titik yang satu ke titik yang lain atau dari

awal ke yang terakhir sebagai sebuah keseluruhan. Ini hanya ada dalam pikiran,

karena gambaran mental dapat menyimpan berbagai titik di mana badan yang

bergerak yang telah melintasi terlibat meninggikan dan menurunkan saat bagian

dan membangunkan ke dalam saat ini yang disatukan seluruhnya. Kedua, yang

secara aktual dapat diperhatikan dalam dunia eksternal adalah kondisi tidak

berubah dan permanen dari badan yang bergerak, yakni kondisi wujud yang

berada antara permulaan dan akhir. (Fazlur Rahman, 2000: p. 125-126)

Menurut Shadra, karena gerak yang berpindah sebagai kata kerja, yakni

“kebaruan dan ketergelinciran yang kontinu”, dari bagian-bagian gerak adalah

tidak mungkin bahwa sebabnya yang langsung harus sesuatu yang tetap atau

wujud yang abadi. Karena, suatu entitas yang tetap atau abadi mengandung

dalam dirinya fase-fase gerak yang dilalui sebagai kenyataan saat ini, dan

kebersamaan melewati fase-fase gerak yang dilalui sebagi kenyataan saat ini,

dan kebersamaan melewati fase-fase sama dengan diam, bukan gerak. Dengan

demikian, ada perubahan lain disamping perubahan aksiden-aksiden, perubahan

yang lebih fundamental, yaitu perubahan-perubahan dalam substansi. (Fazlur

Rahman, 2002: p. 127)

Gerak Substansif berlangsung sepanjang masa sehingga tidak ada

sesuatu yang sama pada dua saat yang berbeda. Gerakan ini senantiasa

mengarah ke bentuk-bentuk yang lebih tinggi. Diluar gerakan itulah kita

menganggit konsep waktu yang sebenarnya tidaklah nyata sebab ia tidak lebih

dari ukuran perubahan atau ciri khas yang kita sangkutkan pada hal yang

menggejala di luar kita.

2.5 Sebuah Pijakan Untuk Proses Transformasi 2.5.1 Pandangan Islam

Iman kepada Sang Pencipta membuat Muslim lebih sadar akan segala

aktivitasnya. Mereka bertanggung jawab atas perilakunya dengan menempatkan

akal di bawah otoritas Allah SWT. Karena itu, dalam Islam, tidak ada pemisahan

antara alat berpengetahuan dan tujuan dari ilmu pengetahuan. Keduanya tunduk

pada tolak ukur etika dan nilai keimanan. Ia harus mengikuti prinsip bahwa

Page 75: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

64

sebagai ilmuwan yang harus mempertanggung jawabkan seluruh aktivitasnya

pada Dzat Maha Sempurna, maka ia menunaikan fungsi sosial pengetahuan

untuk melayani masyarakat dan dalam waktu yang bersamaan melindungi dan

meningkatkan institusi etika dan moralnya. Dengan demikian, pendekatan Islam

pada ilmu pengetahuan dibangun di atas landasan moral dan etika yang absolut

dengan sebuah bangunan yang dinamis berdiri di atasnya.

Akal dan objektivitas dianjurkan dalam rangka menggali ilmu

pengetahuan ilmiah, di samping menempatkan upaya intelektual dalam batas-

batas etika dan nilai-nilai Islam. Para Filsuf Islam menyebutkan ada beberapa

cara untuk dijadikan sebagai alat atau sumber pengetahuan, yaitu:

1. Alam fisik (indera)

Manusia sebagai wujud yang materi, maka selama di alam materi ini ia tidak

akan lepas dari hubungannya dengan materi secara interaktif, dan

hubungannya dengan materi menuntutnya untuk menggunakan alat

yang sifatnya materi pula, yakni indra (al hiss), karena sesuatu yang materi

tidak bisa dirubah menjadi yang tidak materi (inmateri).

Contoh yang paling konkrit dari hubungan dengan materi dengan cara yang

sifatnya materi pula adalah aktivitas keseharian manusia di dunia ini, seperti

makan, minum, hubungan suami istri dan lain sebagainya. Tanpa indra

manusia tidak dapat mengetahui alam tabi'at. Disebutkan bahwa, barang

siapa tidak mempunyai satu indra maka ia tidak akan mengetahui sejumlah

pengetahuan. Dalam filsafat Aristoteles klasik pengetahuan lewat indra

termasuk dari enam pengetahuan yang aksioamatis (badihiyyat).

Meski indra berperan sangat signifikan dalam berpengetahuan, namun indra

hanya sebagai syarat yang lazim bukan syarat yang cukup. Peranan indra

hanya memotret realita materi yang sifatnya parsial saja, dan untuk meng-

generalisasi-kannya dibutuhkan akal. Malah dalam kajian filsafat Islam yang

paling akhir, pengetahuan yang diperoleh melalui indra sebenarnya bukanlah

lewat indra. Mereka mengatakan bahwa obyek pengetahuan (al ma'lum) ada

dua macam, yaitu, (1) obyek pengetahuan yang substansial dan (2)

obyek pengetahuan yang aksidental. Yang diketahui secara substansial

oleh manusia adalah obyek yang ada dalam benak, sedang realita di

luar diketahui olehnya hanya bersifat aksidental. Menurut pandangan

ini, indra hanya merespon saja dari realita luar ke relita dalam.

Page 76: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

65

2. Alam akal

Kaum Rasionalis, selain alam tabi'at atau alam fisika, meyakini bahwa akal

merupakan sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai

alat pengetahuan. Mereka menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi

alat pengetahuan sedangkan indra hanya pembantu saja. Indra hanya

merekam atau memotret realita yanng berkaitan dengannya, namun yang

menyimpan dan mengolah adalah akal. Karena kata mereka, indra saja

tanpa akal tidak ada artinya. Tetapi tanpa indra pangetahuan akal hanya

tidak sempurna, bukan tidak ada.

3. Analogi

Termasuk alat pengetahuan manusia adalah analogi yang dalam terminologi

fiqih disebut qiyas. Analogi ialah menetapkan hukum (baca; predikat) atas

sesuatu dengan hukum yang telah ada pada sesuatu yang lain karena

adanya kesamaan antara dua sesuatu itu.

Analogi tersusun dari beberapa unsur; (1) asal, yaitu kasus parsial yang telah

diketahui hukumnya. (2) cabang, yaitu kasus parsial yang hendak diketahui

hukumnya, (3) titik kesamaan antara asal dan cabang dan (4) hukum yang

sudah ditetapkan atas asal.

Analogi sendiri dibagi menjadi dua, yaitu: Analogi interpretatif : Ketika sebuah

kasus yang sudah jelas hukumnya, namun tidak diketahui illatnya atau sebab

penetapannya. Analogi Yang Dijelaskan illatnya : Kasus yang sudah jelas

hukum dan illatnya.

4. Hati atau Ilham

Kaum empiris yang memandang bahwa ada sama dengan materi

sehingga sesuatu yang inmateri adalah tidak ada, maka pengetahuan

tentang in materi tidak mungkin ada. Sebaliknya kaum ILLAHI (theosopi)

yang meyakini bahwa ada lebih luas dari sekedar materi, mereka

mayakini keberadaan hal-hal yang inmateri. Pengetahuan tentangnya

tidak mungkin lewat indra tetapi lewat akal atau hati. Tentu yang dimaksud

dengan pengetahuan lewat hati disini adalah pengetahuan tentang realita

inmateri eksternal, kalau yang internal seperti rasa sakit, sedih, senang,

Page 77: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

66

lapar, haus dan hal-hal yang iintuitif lainnya diyakini keberadaannya oleh

semua orang tanpa kecuali.

Karena ilmu pengetahuan menggambarkan dan menjabarkan aspek

realitas yang sangat terbatas, ia dipergunakan untuk mengingatkan akan

keterbatasan dan kelemahan kapasitas manusia. Al-Qur’an juga mengingatkan

agar sadar pada keterbatasan sebagai manusia sebelum terpesona oleh

keberhasilan penemuan-penemuan sains dan hasil-hasil penelitian ilmiah,

sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Yasin : 77-83:

“ Tidakkah manusia mengetahui, bahwa Kami menjadikan dia dari sperma,

kemudian ia menjadi musuh yang nyata. Dia memberikan perumpamaan bagi

kami dan ia lupa akan kejadiannya. Ia berkata: “ Siapakah yang bisa

menghidupkan tulang belulang yang telah rusak binasa?’ Katakanlah: “Yang

akan menghidupkannya ialah (Tuhan) yang menjadikan dia pada pertama kali.

Dia Maha Mengetahui semua makhluk-Nya. Yang mendatangkan untukmu api

dari pohon kayu yang hijau (basah), tiba-tiba kamu menyalakan api dengannya.

Bukankah (Tuhan) yang menjadikan langit dan bumi, berkuasa menjadikan

seumpama mereka? Ya, (memang berkuasa). Dia Maha Pencipta lagi Maha

Mengetahui. Hanya urusan-Nya (Allah), bila ia menghendaki sesuatu , Ia berkata

kepadanya: Jadilah Engkau! Maka jadilah ia. Maha Suci Allah yang memiliki

segala sesuatu di tangan-Nya dan kepada-Nya tempat kamu kembali (QS.

Yasin:77-83)

Terdapat beberapa masukan untuk berpengetahuan menurut Islam yang

terangkum dalam syarat-syarat berpengetahuan seperti yang dijelaskan dibawah

ini:

a. Percaya pada wahyu;

b. Ilmu pengetahuan adalah alat untuk mendapat keridhaan Allah: ia merupakan

bentuk ibadah yang memiliki fungsi spritual dan sosial;

c. Banyak metode berlandaskan akal dan wahyu: objektif dan subjektif,

semuanya sama-sama valid;

d. Komitmen emosional sangat penting untuk mengangkat usaha-usaha ilmu

pengetahuan spritual maupun sosial;

Page 78: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

67

e. Pemihakan pada kebenaran: yakni, apabila ilmu pengetahuan merupakan

salah satu bentuk ibadah, maka seorang peneliti harus peduli pada akibat-

akibat penemuannya sebagaimana juga terhadap hasil-hasilnya; ibadah

adalah satu tindakan moral dan konsekuensinya harus baik secara moral;

mencegah peneliti agar jangan menjadi agen tak bermoral;

f. Adanya subjektivitas: arah ilmu pengetahuan dibentuk oleh kriteria subjektif:

validitas sebuah pernyataan ilmu pengetahuan bergantung baik pada bukti-

bukti pelaksanaannya maupun pada tujuan dan pandangan orang yang

menjalankannya; pengakuan pilihan-pilihan subjektif pada penekanan dan

arah sains mengharuskan ilmuwan menghargai batas-batasnya;

g. Sintetis: cara yang dominan untuk meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan

h. Holistik: ilmu pengetahuan adalah sebuah aktivitas yang terlalu rumit yang

dibagi kedalam lapisan yang lebih kecil; ia adalah pemahaman interdisipliner

dan holistik;

i. Universalisme: buah ilmu pengetahuan adalah bagi seluruh umat manusia,

j. Orientasi nilai: ilmu pengetahuan seperti halnya semua aktivitas manusia

adalah syarat nilai (ajaran Islam)

k. Loyalitas pada Allah SWT dan makhluk-Nya: hasil pengetahuan baru

merupakan cara memahami ayat-ayat Tuhan dan harus diarahkan untuk

meningkatkan kualitas ciptaan-Nya:

2.5.2 Pandangan Filsafat Kontemporer Salah satu cara yang dapat diadopsi dari pemikiran filsafat kontemporer

untuk berpengetahuan atas pengetahuan yang didasarkan kecenderungan-

kecenderungan bawah sadar, “ditafsirkan” melalui figur atau gambaran-

gambaran yang secara sematik disebut sebagai “metafor” (Bambang Sugiharto

1996). Sifat dari metafor sendiri ialah didasarkan oleh pengalaman dan “ruang

logis”. Ruang logis sendiri diartikan sebagai penafsiran logis atas sesuatu

dengan proses rasionalisasi yang menuntut konseptualisasi.

Persoalan mendasar sehubungan dengan derajat kebenaran yang

diungkap oleh metafor. Metafor ialah sesuatu yang mebawa kita kepada bahasa

suatu dunia pra-objektif. Dunia dimana kita sudah selalu berakar dan sekaligus

tempat kita senatiasa memproyeksikan kemungkinan-kemungkinan terdalam kita

sendiri. Dengan kata lain metafor membawa kita kepada bahasa keterikatan

Page 79: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

68

primodial kita dengan dunia, yang disatu sis mendahului kita dan di sisi lain kita

bentuk sendiri juga. Jadi derajat kebenaran dari metafor sendiri hanya dikenali

secara penuh bila ia dirumuskan dalam bentuk konvensi (kesepakatan publik),

konvensi yang baru tentunya. (Bambang Sugiharto, 1996).

Selain “Metafor”, ada beberapa cara lagi yang dapat digunakan untuk

berpengetahuan, yaitu:

1. Relativist : realitas tampil sebagai konstruksi mental, dipahami secara

beragam berdasarkan pengalaman serta konteks lokal dan spesifik para

individu yang bersangkutan

2. Subjektivist : peneliti dan realitas/fenomena yang diteliti menyatu sebagai

suatu entitas. Temuan penelitian merupakan hasil interaksi antara peneliti

dengan yang diteliti.

3. Dialectic/Hermeneutic : kontruksi mental individu digali dan dibentuk dalm

setting ilmiah, secara hermeneutik, serta diperbandingkan secara dialektik

yang menekankan empati, interaksi dialektis antara peneliti-responden untuk

merekontruksi realitas yang diteliti, melalui metode-metode kualitatif seperti

participant observation.

Dengan dasar pokok pikiran Islam yang diantarkan oleh Mulla Shadra

yang isinya mengenai “Kearifan Puncak” dengan tahapan sebagai berikut:

● Perjalanan dari Makhluk menuju Tuhan

● Perjalanan dengan Tuhan dalam Tuhan

● Perjalanan dari Tuhan menuju makhluk dengan Tuhan

● Perjalanan dalam Makhluk bersama Tuhan

Melalui metode pendekatan Transformasi yang digunakan untuk mengubah

teori-teori yang bersifat normatif dalam sains Islam kedalam suatu nilai-nilai yang

lebih objektif dan real. Untuk itu setelah melihat bahwa sumber pengetahuan

dapat diperoleh seperti cara-cara diatas maka penulis mencoba

mentransformasikan pokok pikiran Islam yang disampaikan Filosof Islam Mulla

Shadra mengenai “Kearifan Puncak” kedalam suatu Konsep Paradigma Proses

Perencanaan dengan tahapan yang tidak terpisahkan satu sama lainnya yaitu

sebagai berikut

Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem Masyarakat yang Beretika

Proses Politis & Advokasi dalam Sistem Pemerintah yang Berkeadilan

Page 80: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

69

Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan yang Amanah

Proses Penjiwaan dan Penghayatan Sistem Perencanaan Islam

Tuhan dengan suatu Kekuatan Yang Tunggal dan Manusia sebagai suatu

yang diatur oleh Tuhan dalam sebuah sistem penghidupan yang ada di semesta

alam ini, dianalogikan sebagai sebuah hubungan Pemerintah dan Masyarakat.

Pemerintah yang di Indonesia saat ini dijadikan sebagai sebuah otoritas

pengembilan keputusan tertinggi dan Masyarakat sebagai suatu yang dijamin

penghidupannya oleh pemerintah. Ayat dibawah ini menunjukan Kekuatan

Tunggal Tuhan terhadap makhluknya, yang artinya:

Al Quran Surat Al Fushshilat ayat 15

“Adapun kaum 'Aad maka mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa

alasan yang benar dan berkata: "Siapakah yang lebih besar kekuatannya dari

kami?" Dan apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah Yang

menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? Dan

adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami.”

Al Quran Surat As Sajdah ayat 5

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya

dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganm

(Maksud urusan itu naik kepadaNya ialah beritanya yang dibawa oleh malaikat.

Ayat ini suatu tamsil bagi kebesaran Allah dan keagunganNya)”

Al Quran Surat Al Mu’minuun ayat 80

“Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur)

pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya?”

Al Quran Surat Ar Ra’d ayat 2

“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat,

kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan

bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur

urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu

meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.”

Page 81: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

70

Dalam setiap tahapan proses perencanaan yang disebutkan diatas hasil

transformasi dari sains Islam Mulla Shadra, akan terbagi lagi masing-masing

tahapan menjadi beberapa langkah yang memiliki kecondongan atau kesamaan

dengan suatu teori perencanaan yang telah ada. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel II.9

Transformasi Pendekatan Pokok Pikiran Islam kedalam Proses Perencanaan

Pendekatan Sains Islam Proses Transformasi

Perjalanan dari Makhluk menuju

Tuhan

Proses Pembelajaran Sosial

dalam Sistem Masyarakat yang

Beretika

Perjalanan dengan Tuhan dalam

Tuhan

Proses Politis & Advokasi dalam

Sistem Pemerintah yang

Berkeadilan

Perjalanan dari Tuhan menuju

makhluk dengan Tuhan

Proses Mobilisasi dan Koordinasi

Perencanaan yang Amanah

Perjalanan dalam Makhluk

bersama Tuhan

Proses Penjiwaan dan

Penghayatan Sistem

Perencanaan Islam

Sumber : Hasil Analisis, 2005

Page 82: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

BAB III KONTRUKSI PARADIGMA SEBAGAI REAKSI

ATAS KRISIS PROSES PERENCANAAN INDONESIA Proses kontruksi paradigma dalam bab ini membicarakan tentang

membangun sebuah paradigma pada suatu rangkaian proses perencanaan yang

sesuai dengan teori gerak substansif dari Mulla Shadra. Atas dasar kekurangan

yang terjadi pada proses perencanaan yang telah berlangsung di Indonesia pada

awal pemerintahan orde baru (awal 70’an). Proses perencanaan yang selama ini

berlangsung di Indonesia terlalu banyak mengusung nilai-nilai filosofi barat,

dalam hal ini didominasi oleh paham positivisme, yang banyak bertentangan

dengan ajaran agama Islam. Tahapan yang pertama dalam mengkontruksi

paradigma yaitu menelaah sejarah substansi perencanaan di Indonesia (awal

70’an) dan menganalisanya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi.

Kemudian proses perbandingan (falsifikasi) antara Filsafat Positivisme dan Teori

Gerak Substansi Mulla Shadra. Setelah itu dapat ditemukan desinkronisasi antar

keduanya yang nantinya diajukan sebuah solusi menurut filsafat Teori Gerak

Substansi dengan Konsep Kearifan Puncak. Berusaha mengembalikan

perencanaan kepada sebuah perencanaan yang lebih baik dan kembali pada

khitohnya.

3.1 Substansi Perencanaan di Indonesia 3.1.1 Sebuah Peta Substansi Perencanaan Indonesia (1970-saat ini)

Tahun 1970’an merupakan awal bagi pembangunan yang terencana

setelah mengalami keterpurukan akibat perang selama beratus-ratus tahun.

Sejalan dengan itu kebijakan nasional menitik beratkan pada peningkatan

pertumbuhan ekonomi. Perencanaan pendekatan sektoral dan parsial (adanya

garis pemisah antara kota dan daerah/desa dan lebih terfokus pada

perencanaan di perkotaan). Pertumbuhan dan kosentrasi kegiatan sosial

ekonomi terdapat di perkotaan, sementara di pedesaan sering ditemui

kemunduruan, stagnasi dan kemiskinan. Adanya dikotomi antara perencanaan

kota dan desa/daerah (tidak adanya interdepency) Terdapat beberapa

pendekatan yang terjadi pada era ini yaitu:

Page 83: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

72

1. Pendekatan Sektoral

Perencanaan wilayah sudah mulai berkembang meskipun konsepnya

sebatas untuk kepentingan sektoral dan diantara sektor-sektor masih

berjalan masing-masing. Perencanaan sektoral yang dimaksud diatas ialah

suatu perencanaan dengan tujuan peningkatan optimasi penggunaan ruang

dan sumber daya wilayah dalam hubungannya dengan pemanfaatannya,

namun masih menitikberatkan kepada kepentingan setiap sektornya.

Kurangnya pertimbangan tentang visi misi daerah yang harus dijalankan

dengan cara terintegrasi antar setiap sektornya. Benturan konflik kepentingan

sektoral masalah mana yang diprioritaskan terlebih dahulu dan pendanaan

untuk menjalankan program tersebut. Konflik antar sektor pun semakin

merebak.

2. Pendekatan Pengembangan Wilayah

Suatu pendekatan perencanaan yang mengutamakan aspek-aspek

perencanaan di bidang pembangunan ekonomi, demografi, dan

kependudukan. Berkembangannya paham regional analisis dan muncullah

sebuah pemikiran hubungan sebab akibat ’Causal effects’ oleh Walter Isard

dengan faktor-faktor utama pembentuk wilayah seperti fisik, sosial, budaya

dan ekonomi. Berkembangnya model-model analisis seperti backward-

foward linkage, urban-rural linkage, shift share, input-output, gini coefficient,

economic threshold dan sebagainya. Dibalik kemajuan yang terjadi,

pemerintah sendiri belum secara baik menerapakan model ini. Terbukti

masih terjadi sentralisasi pembangunan. Sentralisasi pembangunan ialah

suatu pembangunan yang terpusat pada satu daerah yang memiliki potensi

besar saja. Terjadi kesenjangan dan ketidakmerataan pertumbuhan pada

wilayah-wilayah yang terbilang kecil.

3. Pengembangan Pembangunan Infrastruktur

Sutami (1973) mengembangkan teori Walter Isard yang mendasarkan

kepada interaksi antara manusia dan segala kegiatan sosial ekonominya

dengan alam dan lingkungan juga lebih mengutamakan kepada sebuah

pembangunan infrastruktur yang intensif. Pembangunan yang

mengutamakan pembangunan fisik sebagai prioritas utama. Manusia hanya

diletakkan sebagai elemen pendukung, padahal seharusnya manusia sebagi

peran utama dalam perencanaan. Spatial planning yang dilakukan pada

Page 84: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

73

pendekatan ini berakibat pusat-pusat pertumbuhan menyerap sumberdaya

daya daerah yang kecil. Hal ini mengakibatkan tertutupnya peluang

berkembangnya daerah-daerah kecil.

4. Pengembangan Wilayah Berbasis Pada Sistem Kegiatan Ekonomi

Poernomosidi Hadjisarosa melalui pendekatan satuan-satuan wilayah

ekonomi yang bertumpu pada teori Losch, yang juga mengadopsi teori

interdependency bahwa antara wilayah yang satu dengan wilayah yang

lainnya akan terjadi saling ketergantungan melalui mekanisme pasar

(hubungan supply demand). Konsep hirarkie telah terlahir pada masa ini.

Penggabungan pembangunan sektoral dengan pengembangan wilayah

secara partial membuat paradigma yang menonjol ialah rasionalisme. Dibalik

penggabungan dua paradigma perencanaan tersebut telah terjadi kegagalan.

Salah satu kegagalan yang terjadi ialah ketika suatu wilayah yang dijadikan

sebagai induk kebergantungan mengalami kemunduran, hal tersebut

mengakibatkan wilayah lain yang tadinya bergantung pada wilayah induk

akan mengalami kemunduran juga.

5. Koordinasi Antar Daerah Administrasi

Mengintroduksikan pengelompokan wilayah perencanaan menjadi sebuah

wilayah perencanaan yang lebih luas dengan penggabungan antara wilayah

perencanaan yang satu dalam lingkup kecil dengan wilayah lainnya agar

tercipta wilayah perencanaan yang lebih luas. Namun pada prakteknya

sentralisasi masih terjadi. Kegagalan menghasilkan pemerataan hasil

pembangunan dalam segala aspek disebabkan oleh kegagalan untuk

menciptakan pusat-pusat pertumbuhan. Tumbuhnya kota-kota besar sebagai

pusat-pusat perekonomian nasional tidak mampu beriteraksi secara global.

6. Sinkronisasi Program Pembangunan

Konsep Top down dan bottom up planning yang mulai berkembang. Namun

dilema dengan sentralisasi yang masih terjadi, dan intervensi politis pusat

yang dititipkan pada pengembangan didaerah. Sehingga dari kejadian

tersebut telah melahirkan sebuah wacana tentang ”kekuatan politik yang

berkuasa mendapat peran dominan dalam hal pemabngunan”. Intervensi

politik semakin kental dalam pengambilan kebijakan yang pada hakekatnya

berhubungan dengan kepentingan publik secara luas. Aspirasi yang

Page 85: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

74

tersampaikan kepada pemerintah hanya merupakan manifestasi kepentingan

golongan saja.

Pada era 1980’an, perencanaan di Indonesia semakin menuju kepada

suatu konsep yang lebih baik, namun hal tersebut tidak di imbangi oleh praktek

yang optimal dari para stakeholder. Ketidak optimalan peran stakeholder dalam

perencanaan tidak seimbang dengan pengeluaran beberapa aturan baru yang

mendukung praktek perencanaan di indonesia, hal ini menjadikan perencanaan

di Indonesia hanya bersifat wacana saja. Berikut ini disebutkan beberapa usaha

perbaikan praktek perencanaan di Indonesia:

1. Pengembangan Wilayah Dengan Melalui Program Pembangunan Perkotaan

Pengklasifikasian kota menurut besaran penduduknya (metropolitan, kota

besar, kota sedang dan kota kecil). Pengelompokan kota berdasarkan fungsi

pelayanannya (nasional, interregional, regional, dan lokal. Praktek

perencanaan didasarkan oleh pengelompokan seperti diatas. Sentralisasi

perencanaan pada kota berakibat tidak ratanya pembangunan di pedesaan

bila dibandingkan di kota. Hal ini berakibat kesenjangan antara kota dan

desa.

2. Pendekatan Lingkungan

Mengoperasionalkan kebijakan pembangunan yang berwawasan lingkungan

(UU no. 4/1982 tentang Ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup),

adalah Suyono Sosrodarsono dengan pendekatan Ecological system, yaitu

pengembangan wilayah dilakukan secara terpadu dengan mebangkitkan

program pembangunan jaringan pengairan, jaringan transportasi, dengan

parasarana lainnya dilakukan secara terpadu secara satu kesatuan

fungsional wilayah. Dibalik semua konsep tersebut pada implementasinya

terjadi kejanggalan. Degradasi kualitas lingkungan yang serius terjadi pada

era ini. Pertama, penurunan luas mangrove di Indonesia dari 5.209.543 ha

(1982) menjadi 3.235.700 ha pada tahun 1987 hingga pada awal 1993

menyisakan sebesar 2.496.185 ha. Kedua, interusi air laut pun terjadi karena

terjadi penghisapan air tanah secara berlebihan.

3. Desentralisasi Perencanaan

Keluarnya kebijakan desentralisasi yang mulai diberlakukan, salah satunya

dengan dikeluarkannya PP No. 14 tahun 1987 tentang penyerahan sebagian

Page 86: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

75

urusan kepemerintahan di bidang ke-PU-an kepada daerah. Implikasinya dari

kebijakan tersebut yaitu diperlukan upaya pemberdayaan daerah. Padahal

seperti yang kita ketahui bersama bahwa setiap wilayah perencanaan belum

tentu memiliki potensi untuk mandiri melakukan pemberdayaan daerah.

Perlunya bimbingan dari pemerintah pusat untuk proses perencanaan

pembangunan agar terjadi sinkronisasi dengan sasaran yang akan

ditargetkan oleh pemerintah. Terjadinya kebocoran dan duplikasi dana

pembangunan karena penyusunan program sektoral yang tumpang tindih

antara program daerah dan program regional. Keterlambatan waktu pun

sering dialami yang merupakan implikasi dari pembebanan pembangunan

kepada daerah secara mandiri.

4. Pengembangan Sistem Informasi Penataan Ruang dan juga Sistem

Informasi Geografis

Pendekatan perencanaan secara partisipatif mulai dikembangkan.

Sinkronisasi program pembangunan secara sektoral, yang memberikan

kemudahan untuk investasi dan terjadi hubungan peran serta stakeholder

dengan pemerintah. Kemajuan teknologi dalam hal penyampaian informasi

ini merupakan hal yang baik. Tetapi ketika keterbukaan informasi ini dijadikan

oknum sebagai suatu peluang untuk melakukan eksploitasi besar-besaran

pada sumberdaya di daerah tersebut. Pemanfaatan untuk mencari untung

sebesar-besarnya oleh pihak swasta yang menjual informasi tentang

penataan ruang juga kelemahan dari implementasi pengembangan Sistem

Informasi perencanaan. Dengan globalisasi dan meningkatkan aliran kapital

melalui perdagangan bebas, dimulai pula peningkatan komersialisasi dan

privatisasi dalam banyak bidang termasuk ruang/space.

Datangnya arus globalisasi dari dunia barat sangat memiliki peran penting

dalam menentukan apa yang terjadai dalam praktek perencanaan di era

1990’an. Sangat jelas sekali proses industrialisasi mempengaruhi proses

perencanaan di Indonesia. Lahirnya undang-undang tata ruang cukup berarti

bagi perencanaan di Indonesia, karena dengan itu perencanaan di Indonesia

akan memiliki koridor tersendiri.

Page 87: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

76

1. Globalisasi di Indonesia

Peningkatan desentralisasi yang diikuti oleh pengembangan kawasan

strategis dengan pemerataan ekonomi berbasis proses industrialisasi di

berbagai kawasan di Indonesia. Berubahnya fungsi pemerintah dari yang

semula hanya sebagai penyedia kebutuhan perencanaan menjadi

pemberdaya bagi keberlangsungan perencanaan. Penyederhanaan proses

birokrasi yang dirasakan cukup rumit pada era sebelumnya membawa

suasana kondusif bagi para stakeholder. Dibalik semua itu terdapat beberapa

kekurangan di era ini. Salah satunya ialah tentang ketidak mampuan suatu

daerah melakukan proses industrialisasi, yang berakibat ketidakmerataan

kesejahteraan antar daerah.

2. Pendekataan Wilayah

Lahirnya UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang membuat koridor

tertentu bagi sebuah perencanaan yang terstruktur dan tersistematis. Spatial

planning yang terintegrasi oleh konsep action plan. Akan tetapi spatial

planning yang dilakukan dalam era ini masih terlalu berlebihan, akibatnya

ekploitasi sumberdaya alam secara berlebihan untuk kepentingan

pembangunan. Penyelewengan lahan konservasi yang mengalami alih

fungsi. Salah satu bukti terjadinya degradasi lingkungan ialah penurunan luas

kawasan resapan air pada pulau-pulau besar akibat dari kebakaran dan

penjarahan / penggundulan. Antara tahun 1997-1998 tidak kurang dari 1,7

juta ha hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan. Dengan kerusakan hutan

yangberfungsi lindung tersebut maka akan menimbulkan run off yang besar,

mengganggu siklus hidrologis, memperluas kelangkaan air bersih pada

jangka panjang, serat meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada

kawasan pesisir.

Perencanaan saat ini dimaksud dengan perencanaan era 2000’an.

Sebuah paradigma baru tentang otonomi daerah terlahir pada era ini. Menjawab

beberapa pertanyaan pada era-era sebelumnya, perencanaan era 2000’an

mengalami beberapa penyesuaian dan penyempurnaan di beberapa sisi

perencanaan. Dengan pengoptimalan peran stakeholder diharapkan mampu

mendongkrak perencanaan indonesia kedalam suatu perencanaan yang ideal.

Fenomena yang terjadi pada era ini ialah:

Page 88: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

77

1. Lebih terfokus pada pembangunan yang menitik beratkan kesejahteraan,

keterpaduan, mikro, dan local based. Model abstrak yang ideal

(memperhatikan pluralitas), pandangan yang bersifat subjektif tidak lagi

diacuhkan. Kesulitan yang dihadapi pada masa ini ini ialah menyatukan

pendapat dari banyak pihak, sehingga proses demokrasi disalah artikan

sebagai kebebasan berpendapat tanpa aturan. Perilaku yang mengarah

pada sikap anarki membuat proses demokrasi keluar dari jalur yang

sebenarnya.

2. Akibat itu semua perkembangan Bottom up approach dan partisipatory

mulai diminati bagi perencanaan di Indonesia di tingkat lokasi atau

komunitas. Keterlibatkan semua stakeholder pada setiap tahapan

perencanaan, sehingga secara otomatis memajukan kemampuan

bertindak lokal dengan kerangka berfikir global, namun kepentingan

kekuatan politis yang bekuasa masih memiliki pengaruh yang sangat

besar dalam hal kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Pada saat

implementasinya terjadi penyimpangan ketika arti dari partisipasi disalah

artikan sebagai sebuah wewenang penuh dan sama dengan wewenang

pemerintah.

3. Pelaksanaan aturan dan hukum perencanaan yang masih bersifat

wacana, salah satu implikasinya Kelestarian lingkungan yang mengalami

kemunduran akibat penjarahan hutan yang banyak terjadi. Menurut data

statistik penjarahan yang terjadi pada era ini ialah sebesar 350.000 ha

sehingga luas hutan tersisa sebesar 23% saja dari luas daratan Pulau

Jawa. Alih fungsi lahan pun terjadi dari lahan konservasi pertanian untuk

penggunaan non-pertanian seperti Industri, permukiman dan jasa di

pulau jawa, penurunannya antara tahun 1979-1999 mencapai 1.002.005

ha atau 50.100 ha/tahun. Hal tersebut meledak pada awal 2000an. Dapat

dilihat juga fenomena bencana terjadi dalam rentang tahun 2002-2004,

seperti banjir, longsor dan kekeringan di berbagai wilayah Indonesia.

Semua itu indikasi yang kuat terjadi ketidakselarasan dalam

pemanfaatan ruang, antara manusia dengan alam maupun antara

kepentingan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Hasil akumulasi

dari alih fungsi lahan yang tidak semstinya, penggulan hutan, perilaku

Page 89: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

78

masyarakat yang tidak patuh hukum perencanaan tentang kegiatan

membangun rumah didaerah yang dilarang.

3.1.2 Kelemahan yang terjadi pada Sistem Perencanaan Indonesia

Sistem perencanaan pembangunan yang diimplementasikan pada era

2000’an masih menunjukkan belum mampu memberikan hasil pembangunan

yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat. Indikator kegagalan pembangunan

dapat dilihat dari masih tingginya angka kemiskinan, eksploitasi sumber daya

alam yang berlebihan, dan sebagainya. Sistem perencanaan pembangunan

berdasarkan UU No 25 Tahun 2005 mencakup lima pendekatan, terdiri dari:

pendekatan politis, teknokratis, patisipatoris, atas-bawah (top down), dan bawah-

atas (bottom up), belum mampu dilakukan dan dilaksanakan secara penuh

tanggung jawab oleh para pelaku perencanaan pembangunan. Bila diruntun

perencanaan yang terjadi di era 70’an sampai dengan saat ini (2000’an) dapat

dilihat beberapa kekurangan yang terjadi di setiap eranya, antara lain:

Melihat dari kekurangan yang terjadi pada era tahun 70’an, bahwa

perencanaan yang telah terlaksana di Indonesia ialah sebagai berikut:

1. Masih bersifat sektoral, sehingga benturan kepentingan antar sektor

terjadi baik masalah pendanaan maupun masalah prioritas yang

didahulukan juga perencanaan yang tidak terintegrasi dengan baik.

2. Kesenjangan antara desa dan kota sehingga terjadi sentralisasi

pembangunan ke pusat kota. Ketimpangan sosial merupakan implikasi

nyatanya.

3. Pendikotomian antar aspek perencanaan (tidak terintegrasi), akibatnya

program pembangunan berjalan masing-masing.

4. Pembangunan perencanaan fisik mendapat porsi yang berlebihan.

Ekploitasi besar-besaran terhadap ruang terbuka hijau untuk diajdikan

wilayah komersil.

5. Ego masing-masing wilayah perencanaan masih berjalan sendiri-sendiri,

karena kurangnya suatu ikatan wilayah perencanaan secara lingkup

regional

6. Konsep Bottom up hanya sebagai wacana yang tidak terimplementasikan

dengan baik karena intervensi politis yang berlebihan dari pusat masih

Page 90: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

79

banyak. Akibatnya aspirasi masyarakat yang sesungguhnya tidak

tersampaikan.

Melihat dari kekurangan yang terjadi pada era tahun 80’an, bahwa

perencanaan yang telah terlaksana di Indonesia ialah sebagai berikut:

1. Hanya beberapa titik dari kota tersebut yang dibangun karena dianggap

sebagai prioritas utama, sehingga terjadi belum adanya pemerataan

pembangunan.

2. Kegiatan analisis mengenai dampak lingkungan masih bersifat sektoral

dan partial belum menyeluruh. Belum terintegrasinya antara perencanaan

berdasarkan wilayah administrasi dengan perencanaan berdasarkan

fungsional sehingga tidak terjadi sinkronisasi antar program yang

dijalankan, akibatnya tumpang tindih mengenai program yang akan

dijalankan memberi peluang untuk penggelapan dana pembangunan.

3. Peraturan dan undang-undang mengenai perencanaan pembangunan

hanya bersifat normatif belum teroperasional dengan baik.

Penyelewengan hukum perencanaan menjadi hal yang biasa didalam

sebuah pembangunan.

4. Pembangunan perencanaan fisik mendapat porsi yang berlebihan

sehingga perencanaan non fisik terlupakan, padahal itu merupakan point

penting dalam melakukan perencanaan yang holistik. Degradasi

lingkungan pun tidak terelakan akibat alih fungsi lahan yang dipaksakan

terjadi karena tuntutan pembangunan fisik.

Sedangkan yang terjadi pada era tahun 90’an, bahwa beberapa

kelemahan di bidang perencanaan yang telah terlaksana di Indonesia ialah

sebagai berikut:

1. Proses indutrialisasi yang tidak merata karena tidak semua wilayah

memiliki potensi yang mampu melakukan proses industrialisasi.

2. Pengembangan kawasan strategis terkadang dicampuri oleh intervensi

politis. Pembangunan yang terlaksana bukan lagi berdasarkan aspirasi

masyarakat yang sesungguhnya.

3. Terkadang upaya penyederhanaan sistem birokrasi banyak disalah

gunakan oleh oknum perencanaan. Dengan birokasi yang mudah

Page 91: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

80

berakibat oknum dengan seenaknya melakukan pembangunan yang tidak

berkesesuaian dengan wilayah perecanaan

4. Sistem pasar bebas semakin memberi peluang kepada pihak asing untuk

melakukan perubahan dengan pola pikirnya yang terkadang belum tentu

berkesesuaian dengan karakteristik wilayah di Indonesia

5. Perecanaan non spatial kurang begitu diperhatikan yang menyebabkan

pembangunan tidak berjalan maksimal. Aspek-aspek yang justru penting

malah terabaikan dengan konsentrasi pembangunan fisik. Lagi-lagi

degradasi lingkungan pun terjadi.

Melihat dari kekurangan yang terjadi pada era tahun 2000’an, bahwa

perencanaan yang telah terlaksana di Indonesia ialah sebagai berikut:

1. Spatial planning masih mendapat porsi yang cukup besar. Degradasi

lingkungan pun tidak terelakan akibat alih fungsi lahan yang dipaksakan

terjadi karena tuntutan pembangunan fisik. Perecanaan non spatial

kurang begitu diperhatikan yang menyebabkan pembangunan tidak

berjalan maksimal

2. Pendekatan bottom up planning hanya dilakukan dan diterapkan pada

tingkat lokal saja, namun ditingkat regional dan nasional belum optimal.

Perencanaan partisipasi tidak berada pada hakekat yang benar. Dampak

nyata yang terjadi pembangunan yang terimplementasi tidak sinkron

dengan sasaran yang sesungguhnya.

3. Kekuatan politik yang berkuasa memiliki pengaruh yang besar terhadap

perencanaan pembangunan untuk masa mendatang. Urgent problem

yang mestinya didahulukan untuk program pembangunan malah

terabaikan akibat beberapa kepentingan suatu golongan yang berkuasa

dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan.

Dalam sistem P5D yang berlaku pada awal tahun 80’an dan sampai

pelaksanaannya yang memakan waktu lebih dari satu dasawarsa ternyata masih

banyak kekurangan yang perlu dievaluasi lebih lanjut. Untuk itu akan dijelaskan

beberapa kekurangan pada sistem P5D, yaitu:

Page 92: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

81

1. Kurangnya sosialisasi dan Koordinasi dengan masyarakat daerah tentang

tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam Rencana Pembangunan

Tahunan Daerah atau biasa disebut REPETADA.

2. Belum adanya pedoman khusus dalam P5D yang membicarakan tentang

prosedur/teknik yang lebih detail dan rinci dalam pelaksanaan

perencanaan dan pembangunan didaerah

3. Belum adanya penjelasan dalam P5D yang menjelaskan tentang

keterkaitan antara satru program pembangunan dengan program

pembangunan lainnya, dengan kata lain masih bersifat sektoral dan

partial saja (tidak terpadu)

4. Pelatihan yang tersedia saat ini hanya bersifat proses secara umum saja,

namun belum bersifat fokus pada produk perencanaan pembangunan di

daerah

5. Dokumen perencanaan yang menjadi kunci (Rencana Umum

Pembangunan Daerah / RUPTD) belum disusun dengan tepat waktu

yang berakibat perencanaan tersebut hanya bersifat proyek, tanpa

memperhatikan kerangka kebijaksanaan program yang telah menjadi

pedoman dalam merencana, konsekuensinya program tersebut tidak

mencerminkan kebijaksanaan yang berlaku.

Setelah melihat materi yang terdapat dalam UU no. 25 tahun 1992

tentang Penataan Ruang, ternyata masih terdapat beberapa kekurangan yang

sangat menonjol terutama pembehasan mengenai partisipaasi masyarakat dan

hak yang diperolehnya dari Penyelengaraan Penataan Ruang. Untuk itu dibawah

ini akan menjelaskan perihal tambahan mengenai tata aturan apa saja yang

dapat menjadi masukan sebagai evsaluasi, antara lain:

a. Mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan upaya mempertahankan

nilai-nilai kearifan tradisional dalam penyelenggaraan penataan ruang

b. Membahas tentang tata cara masyarakat untuk mengetahui rencana tata

ruang melalui Lembaran Negara/Daerah, pengumuman dan atau

penyebarluasan oleh pemerintah. Pengumuman atau penyebarluasan

tersebut dapat diketahui masyarakat antara lain dari pemasangan peta

rencana tata ruang dari wilayah yang bersangkutan pada tempat-tempat

Page 93: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

82

umum, kantor kelurahan dan atau kantor-kantor yang secara fungsional

menangani rencana tata ruang tersebut.

c. Mengatur tentang hak dan kewajiban yang sama pada setiap warga negara,

karena itu hak penduduk asli atas ruang hidupnya perlu dilindungi. Penduduk

asli di sini bukan semata-mata diartikan atas faktor suku, ras, agama, tetapi

juga faktor lamanya penduduk tinggal dalam suatu wilayah sesuai dengan

perikehidupan sosial budaya setempat.

d. Tata aturan mengenai pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam menjaga,

memelihara dan meningkatkan kualitas ruang lebih ditekankan pada

keikutsertaan masyarakat untuk lebih mematuhi dan mentaati segala

ketentuan normatif yang ditetapkan dalam rencana tata ruang, dan

mendorong terwujudnya kualitas ruang yang lebih baik.

e. Aturan yang berbicara tentang pengelolaan kawasan tertentu oleh

Pemerintah yang tidak berarti menghilangkan kewenangan daerah dalam

menyelenggarakan pembangunan di wilayahnya yang termasuk ke dalam

kawasan tertentu. Keterlibatan Pemerintah dimaksudkan untuk menjamin

terselenggaranya fungsi-fungsi pemerintahan yang berkaitan dengan nilai

strategis kawasan secara nasional.

f. Aturan yang membahas tentang Hak masyarakat agar dapat melaksanakan

penyusunan rencana detail tata ruang dan rencana teknik ruang kawasan

antara lain dalam pengembangan kawasan skala besar yang pembiayaannya

sepenuhnya bersumber dari masyarakat dengan tetap mendapat fasilitasi

dan rekomendasi teknis dari Pemerintah Kabupaten/Kota terkait. Dalam

penyusunan rencana detail tata ruang dan rencana teknik ruang kawasan

yang dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah Kabupaten/Kota terkait

memberikan rekomendasi untuk hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan

umum.

Masukan untuk bahan evaluasi pada UU No 22 tahun 1999 tentang

Otonomi Daerah (Hasil Rakernas APKASI III, 2003)

a. Pengawasan legislatif terhadap eksekutif dan pengawasan legislatif oleh

masyarakat perlu diatur lebih jelas mekanismenya sehingga masing-masing

dapat berjalan sesuai fungsi dan peranannya. Penyempurnaan aturan

Page 94: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

83

tentang pengawasan ini perlu juga diikuti dengan program dan kegiatan nyata

dalam memberdayakan masyarakat dan lembaga legislatif di daerah.

b. Menetapkan pembagian kewenangan dan atau urusan pemerintahan yang

jelas antara Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota dan Desa melalui

pendekatan Kompetensi, Pendekatan Dampak Eksternalistis serta

Pendekatan Kemampuan, serta menggeser kembali pembagian kewenangan

antar Kepala Daerah dan DPRD pada titik keseimbangan, agar dapat tercipta

pemerintahan yang demokratis dengan ciri Check and Balance.

c. Menetapkan kembali Sistem Kepegawaian Pemerintah secara nasional

melalui system campuran (Mixed system), perpaduan antara sistem

terintegrasi dengan Rapat Kerja system terpisah.

d. Menetapkan kembali pengaturan pemanfaatan dan pembagian sumber daya

nasional yang ada di daerah agar lebih adil dan proporsional. Pembagian

sumber-sumber pendapatan pajak, bea dan cukai antara Pusat dengan

Daerah tidak hanya menggunakan asas domisili melainkan juga asas

sumber-sumber, sehingga daerah yang memiliki sumber berbagai pungutan

memperoleh bagian yang adil dan proporsional.

e. Menegaskan kembali kedudukan Pemerintah Desa yang selama ini bersifat

Ambivalen.

f. Memperkuat posisi masyarakat sebagai pemilik kedaulatan melalui proses

pemberdayaan yang sistematis dan berkelanjutan dalam rangka membentuk

masyarakat sipil. Upaya pemberdayaan tersebut perlu secara Eksplisit

dicantumkan dalam batang tubuh undang-undang.

Kekurangan dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Penataan Ruang,

ialah sebagai berikut:

a. Perencanaan jangka panjang juga memiliki landasan hukum yang lemah.

Baik RPJP nasional maupun daerah yang ditetapkan dengan undang-undang

atau Perda, dapat saja berubah atau diganti, seiring dengan pergantian

pemerintahan nasional maupun daerah. Akibatnya, RPJP daerah bisa saja

terus dirubah pada saat pergantian pemerintahan sehingga tidak berbeda

dengan RPJM daerah yang selalu dirumuskan 5 tahunan.

b. Ketidak-sinkronan bahkan pertentangan antara RPJM Daerah dengan RPJM

Nasional

Page 95: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

84

c. Dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), tidak

disebutkan perlunya keterlibatan masyarakat dalam penyusunannya.

Padahal, RKPD sebagai rencana tahunan merupakan perencanaan

berdasarkan kebutuhan masyarakat yang paling up-to-date dan langsung

dirasakan masyarakat. Sedangakn, mendorong partisipasi masyarakat dalam

penyusunan RKPD hanya dalam hal pendanaan pembangunan.

d. RKPD sebagai penjabaran RPJM daerah memiliki derajat hukum lemah,

karena hanya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah

e. Dari segi institusi yang berperan sangat memungkinkan terjadinya

overlapping peran antara Bappeda yang mengusung RKPD dengan Pejabat

Pengelola Keuangan Daerah yang mengusung arah kebijakan APBD yang

juga tercantum dalam RKPD. Kemungkinan, yang terjadi apabila kedua

institusi ini tidak melakukan koordinasi maka DPRD akan menerima dua

RKPD dari institusi yang berbeda.

Dari segi perundang-undangan dan peraturan yang selama ini

memayungi sistem perencanaan di Indonesia terdapat beberapa hal penting

yang dianggap sebagai kelemahan yang terjadi dalam setiap isi atau program

dan pedoman dari perundang-undangan dan praktek dilapangan yang selama ini

agak terabaikan, yaitu:

1. Perihal pedoman teknis yang mengatur sistem proses perencanaan

belum sampai pada lapisan masyarakat yang paling bawah

2. Pembelajaran mengenai perencanaan yang akan dilakukan masyarakat

bersama pemerintah belum terakomodir dengan baik

3. Antara pemerintah daerah dan Pemerintah pusat harus terkoordinasi

dengan baik masalah visi dan misi yang akan dijalankan oleh daerah dan

pusat dalam perencanaan pembangunan

4. Proporsi kewenangan pemerintah pusat dan daerah mengenai keputusan

kebijakan dan sumber daya (alam, dana, tenaga kerja) harus diatur

melalui peraturan yang jelas

Dapat dilihat diatas bahwa terdapat beberapa kelemahan yang terjadi dari

awal 70’an sampai dengan saat ini yaitu: Pertama, pembangunan sektoral masih tetap ada, yang membuktikan bahwa sistem perencanaan di Indonesia

Page 96: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

85

belum terintegrasi dengan baik. Masih terjadinya benturan antara sektor yang

akan didahulukan. Terjadinya kebocoran dan duplikasi dana pembangunan

karena penyusunan program sektoral yang tumpang tindih antara program

daerah dan program regional. Keterlambatan waktu pun sering dialami yang

merupakan implikasi dari pembebanan pembangunan kepada daerah secara

mandiri.

Kedua, perencanaan pembangunan spatial (perencanaan fisik) masih

mendapat proporsi yang berlebihan dan tingkatan yang terlalu tinggi bila

dibandingkan dengan perencanaan non-spatial. perecanaan non spatial kurang

begitu diperhatikan yang menyebabkan pembangunan tidak berjalan maksimal.

Aspek-aspek yang justeru penting malah terabaikan dengan konsentrasi

pembangunan fisik. Alih fungsi lahan yang tidak semestinya sering terjadi.

Ketiga, Intervensi kekuatan politik yang berkuasa masih berlebihan

dan terlalu campur tangan dalam urusan publik. Demokratisasi dan

desentralisasi, jelas merupakan tantangan berikutnya yang harus dipahami

perencana. Demokratisasi yang salah satu dimensinya adalah menguatnya

peran masyarakat sipil, mempunyai implikasi pentiung bagi bidang perencanaan

yang salah satu tantangannya adalah memediasi antara public dan private

spheres (Friedmann, 1997). Proses demokratisasi yang terjadi di Indonesia

mempunyai implikasi langsung bagi bidang perencanaan oleh karena ia akan

mempengaruhi bagaimana kepentingan publik dan private (termasuk misalnya

dalam pemanfaatan ruang) dinegosiasikan dan dimediasikan. Proses

demokratisasi akan memungkinkan proses negosiasi dan mediasi ini dapat

dilakukan lebih fair, terbuka, dan adil. Demokratisasi tentaunya memungkinkan

kita untuk mengkoreksi apakah proses-proses perencanaan selama ini

membawa kemaslahatan bagi banyak pihak, khususnya mereka yang selama ini

dirugikan atau dimarginalkan.

Keempat, tentunya globalisasi dengan segala muatan dan implikasinya.

Telah banyak hal ini dibahas dan didiskusikan, tapi yang seringkali alpa

didiskusikan adalah menyangkut realita bahwa globalisasi bukan sekedar

mewujud dalam bentuk material seperti aliran kapital dan informasi. Globalisasi

adalah sebuah ideologi, ideologi tentang gaya hidup, kebebasan, kebudayaan,

dan sistem politik. Globalisasi, apabila tidak dipahami dan direspon secara benar

dan pas, akan dapat memicu proses-proses materialisasi dan pada akhirnya

Page 97: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

86

mengarah pada dehumanisasi. Globalisasi yang ‚inevitable’ dengan demikian

tidak harus dilawan dengan kebencian atau juga perasaan kekalahan, akan

tetapi harus secara tegar dan cerdik di respon untuk kepentingan kita semua.

Terkait erat dengan globalisasi, komersialisasi dan privatisasi merupakan

konteks penting yang harus dipahami perencana. Dengan globalisasi dan

meningkatkan aliran kapital melalui perdagangan bebas, dimulai pula

peningkatan komersialisasi dan privatisasi dalam banyak bidang termasuk

ruang/space. Sebagaimana dikatakan oleh Nisbit, masyarakat dunia akan

menjadi consumer society yang hedonis dan memuja privatisasi, dimana

cenderung untuk mengkomodifikasikan segala hal. Bagi perencana, yang salah

satu bidang garapannya adalah space atau ruang, proses komersialisasi dan

privatisasi ruang ini jelas telah terjadi dan bahkan menunjukkan gejala yang

cenderung tidak/kurang terkontrol. Seluruh proses pembangunan kota bahkan

cenderung disetir oleh pasar dan ini mengakibatkan semakin terdesaknya public

dan civic space (Setiawan, 2004) Hal ini tentunya harus menjadi perhatian

perencana, oleh karena proses komersialisasi dan privatisasi ruang ini telah

mengarah pada isu ketidakadilan pemanfaatan ruang, dimana sekelompok kecil

masyarakat mengakumulasi dan memanfaatkan ruang yang besar, sementara

sebagian besar masyarakat lain justru kekurangan ruang atau bahkan sama

sekali tidak mempunyai akses terhadap ruang.

Kelima, Krisis lingkungan adalah konteks sekaligus tantangan bidang

perencanan yang tidak boleh diabaikan. Sebagaimana telah banyak ditulis, krisis

lingkungan di berbagai belahan dunia dan di Indonesia telah terjadi dan

menunjukkan kecenderungan yang semakin parah. Di Indonesia, krisis

lingkungan tidak hanya meliputi perusakan dan menipisnya sumber daya alam

seperti hutan, biodiversity, tanah, dan air, melainkan juga menyangkut proses

pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan terbangun, baik perkotaan

maupun perdesaan (KLH, 1998). Pencemaran udara, tanah, dan air terus terjadi

dimana - mana, sementara persoalan limbah sampah padat dan sanitasi juga

terus belum dapat ditangani secara baik di hampir seluruh kota di Indonesia.

Persoalan lingkungan harus direspon secara bijaksana oleh bidang perencanaan

oleh karena salah satu misi perencanaan adalah menciptakan satu lingkungan

kehidupan yang lebih baik bagi seluruh kehidupan ini.

Page 98: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

87

Keenam atau terakhir, tapi tidak kalah penting, adalah isu kemiskinan dan kerentanan. Sebagaimana diketahui, sampai sebelum krisis ekonomi pada

tahun 1998, Indonesia telah berhasil menekan angka kemiskinan menjadi sekitar

14 persen dari total pendduk Indonesia. Selama krisis, akan tetapi, angka

kemiskinan di Indonesia kembali meningkat, mulai dari sekitar 24 persen pada

tahun 1999 – 2000, dan sekitar 18 persen sekitar tahun 2002 – 2003. Berapapun

prosentase yang paling tepat, ini tetap menyangkut nasib puluhan juta manusia,

baik di perkotaan dan di perdesaan yang masih mempertanyakan “apa yang

akan dimakan esok hari.” Bidang perencanaan langsung maupun tidak langsung

bertanggung jawab terhadap kondisi ini, oleh karena hal ini mengindikasikan

kegagalan bidang perencanaan untuk melakukan alokasi dan distribusi sumber

daya, termasuk ruang, yang adil, khususnya bagi masyarakat miskin

Dari keenam permasalahan utama diatas munculah sebuah pemikiran

baru akan proses perencanaan hasil penggabungan antara bottom up

planning dan top down plannning secara terpadu. Didasari atas

pendikotomian yang terjadi selama ini antara bottom up planning dan top down

plannning, menjadikan perencanaan hanya berjalan satu pihak tertentu saja.

Hasil dari perencanaan yang menempatakan salah satu pihak menjadi tokoh

sentral dalam pembangunan dapat dilhat dari keenam permasalahan utama

diatas tersebut. Urgensi ini yang menimbulkan perlunya perubahan.

3.1.3 Positivisme Pada zaman Kant, ilmu-ilmu alam dan penerapannya dalam teknologi

mulai memasuki zaman keemasannya, memperkokoh posisi ilmu-ilmu alam

secara filosofis sebagai salah satu bentuk pengetahuan yang mungkin menjadi

kenyataan. Namun Kant masih mengakui keberadaan bentuk-bentuk

pengetahuan lain, seperti etika dan estetika. Trend untuk meletakan ilmu-ilmu

alam sebagai norma dan penelitian empiris sebagai kegiatan pengetahuan yang

sahih menjadi semakin radikal dalam sejarah teori pengetahuan. Memuncaknya

pada positivisme Comte, pengetahuan inderawi khususnya yang terwujud

dalam ilmu-ilmu alam bukan hanya norma, melainkan justru menjadi satu-

satunya norma bagi kegiatan pengetahuan. (F. Budi Hadirman, , 2003).

Pernyataan Bebas Nilai yang ada pada positivisme ialah suatu pengingkaran

Page 99: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

88

terhadap Eksistensi Tuhan, dapat dibilang bahwa positivistme lebih kepada

Humanisme Atheis.

3.1.4 Hubungan perencanaan di Indonesia dengan paham positivisme

Paham positivisme yang bergerak dalam wiilayah pengetahuan secara

padangan inderawi dan materialisme yang berlebihan ini, jelas-jelas secara nyata

berhubungan dengan perencanaan pembangunan di Indonesia, antar lain:

1. Perencanaan pembangunan yang berorientasi pada fisik.

Dibelakangkannya urusan sosial, budaya dan kelestarian lingkungan,

juga salah satu keterkaitan antara perencanaan di Indonesia dan

positivisme. Terjadinya kesenjangan sosial dan kemiskinan disinyalir

akibat dari konsentrasi pada perencanaan fisik yang berlebihan.

2. Era globalisasi yang membawa paham kapitalisme merebak pada proses

industrisialisasi besar-besaran di Indonesia. Kekuatan politik terbesar

dijadikan sebagai acuan perencanaan pembangunan, dengan

menyingkirkan yang kecil. Permainan bebas pasar diberlakukan di

indonesia. Nyatanya kegiatan ekonomi yang berkembang pun tetap

kurang mampu menyerap tenaga kerja secara merata, kegiatan ekonomi

tradisional mulai ditinggalkan sehingga mengurangi kesempatan kerja

yang ada dan ketimpangan wilayah semakin lebar. Isu kemiskinan pun

mejadi sesuatu yang menggejala. Bidang perencanaan langsung maupun

tidak langsung bertanggung jawab terhadap kondisi ini, oleh karena hal ini

mengindikasikan kegagalan bidang perencanaan untuk melakukan

alokasi dan distribusi sumber daya, termasuk ruang, yang adil, khususnya

bagi masyarakat miskin Kemudian dengan terjadinya ekploitasi besar-

besaran terhadap sumberdaya alam yang berlebihan untuk mendukung

kegiatan ekonomi dengan pengalihan fungsi lahan konservasi menjadi

lahan komersial. Bukti tersebut mengungkapkan bahwa terjadi ketidak

pedulian akan lingkungan.

3. Pandangan bebas nilai tentang ilmu sosial oleh kaum positivist

merupakan kontribusi yang paling besar bagi perencanaan di Indonesia.

Ilmu perencanaan di Indonesia tidak lagi berorientasi bagi kemashlahatan

semesta. Pulralitas di abaikan begitu saja. Hal tersebut terbukti dengan

Page 100: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

89

terjadinya intervensi politis yang berlebihan dan proses demokrasi yang

tidak berjalan sepenuhnya di Indonesia.

3.1.5 Kritik Terhadap Filsafat Perencanaan Positivistme Positivistme adalah aliran filsafat yang berakar pada tradisi ilmu sosial

yang dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni

dengan kepercayaan adanya universalisme dan generalisasi, melalui metode

determinasi, atau kumpulan hukum teori. Asumsi bahwa penjelasan tunggal

bersifat universal, artinya cocok untuk semua, kapan saja, dimana saja suatu

fenomena sosial. Mereka percaya bahwa riset sosial harus didekati dengan

metode ilmiah, yakni objektivitas, netral, dan bebas nilai. Prosedurnya harus

dikuantifikasikan dan diverifikasi dengan metode scientific atau ilmiah. (Fakih,

Mansour,2002: 24)

Faham-faham yang dianut oleh positivistme dalam sebuah ilmu

perencanaan telah melahirkan sebuah aliran aliran yang yang memiliki prinsip

sama dengan positivistme yaitu kapitalisme. Kapitalisme sebagai sebuah paham

dimana dalam arti secara etimologis berasal dari kata caput yang berarti kepala,

kehidupan dan kesejahteraan, yang kemudian diartikan sebagai akumulasi

keuntungan yang ada dalam setiap transaksi ekonomi. Masalahnya dalam

perkembangan selanjutnya, terutama dalam era revolusi industri, kapitalisme

didefinisikan sebagai paham yang mau melihat serta memahami proses

pengambilan dan pengumpulan modal balik (tentu saja yang sudah dikumpulkan

secara akumulatif) yang diperoleh dari setiap transaksi komoditas ekonomi. Pada

saat itu pula, kapitalisme tidak hanya dilihat sebagai ideologi teoritis tapi

berkembang menjadi paham yang mempengaruhi perilaku ekonomi manusia.

Dalam sejarah manusia perkembangan kapitalisme dimulai sejak jaman

Babilonia, Mesir dan Romawi yaitu sejak masyarakat mengenal sistem

pemerintahan kerajaan atau kekaisaran yang feodal. Para ahli ilmu sosial

menamai tahapan kapitalisme purba ini dengan sebutan commercial capitalism.

Kapitalisme komersial berkembang ketika pada jaman itu perdagangan lintas

suku dan kekaisaran sudah berkembang dan membutuhkan sistem hukum

ekonomi untuk menjamin fairness perdagangan ekonomi yang dilakukan oleh

para pedagang, tuan tanah, kaum rohaniwan.

Page 101: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

90

Tiga tokoh atau ikon ilmuwan filsafat sosial yang cukup memberikan

pengaruh yang dramatis terhadap perkembangan kapitalisme industri modern.

Mereka adalah Thomas Hobbes dengan pandangan egoisme etisnya, yang pada

intinya meletakkan sisi ajaran bahwa setiap orang secara alamiah pasti akan

mencari pemenuhan kebutuhan dirinya. John Locke menekankan pada sisi

liberalisme etis, di mana salah satu adagiumnya berbunyi bahwa manusia harus

dihargai hak kepemilikan personalnya. Tokoh lainnya adalah Adam Smith dan

David Ricardo yang mencoba menukikkan pandangan dua tokoh sebelumnya

dengan filsafat Laissez Faire dalam prinsip pasar dan ekonomi. Pandangan

klasik Adam Smith menganjurkan permainan bebas pasar yang memiliki

aturannya sendiri. Persaingan, pekerjaan dari invisible hands akan menaikkan

harga kepada tingkat alamiah dan mendorong tenaga kerja dan modal beralih

dari perusahaan yang kurang menguntungkan kepada yang lebih

menguntungkan. Laissez faire adalah ungkapan penyifat. Pandangan ini

menekankan bahwa sistem pasar bebas diberlakukan sistem kebebasan

kepentingan ekonomi tanpa campur tangan pemerintah.

Kapitalisme di tiga tokoh itu (Hobbes, Locke dan Adam Smith)

mendapatkan legitimasi rasionalnya. Akselarasi perkembangan kapitalisme

rasional ini memicu analisa dan praktek ekonomi selanjutnya. Akselarasi

kapitalisme semakin terpicu dengan timbulnya “revolusi industri”. Kapitalisme

mendapatkan piranti kerasnya dalam pencapaian tujuan utamanya, yaitu

akumulasi kapital (modal). Industrialisasi di Inggris dan Perancis mendorong

adalah industri-industri raksasa. Perkembangan raksasa industri mekanis

modern ini memicu kolonialisme dan imperialisme ekonomi. Tidak mengherankan

apabila dalam konteks ini terjadi exploitation l’homme par l’homme. Situasi

penindasan yang ada menimbulkan reaksi alamiah dari orang-orang yang

kebetulan mempunyai kepedulian sosial–kolektif yang mengalami trade-off dalam

era industri.

Dengan demikian dalam sistem kapitalisme telah menciptakan manusia

yang serakah. Hubungan manusia satu dengan manusia yang lain telah

mengalami degradasi sampai akhirnya terputus begitu saja. Hubungan

manusiawi berganti dengan hubungan yang lebih bersifat bisnis. Tuntutan yang

mengharuskan ilmu sosial atau realitas sosial sebagai suatu yang objektif, jelas

banyak dikritik oleh beberapa kalangan. Sesuangguhnya realitas sosial adalah

Page 102: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

91

nisbi dan bersifat subjektif, hanya dapat dipahami dari pandangan orang per

orang yang langsung terlibat dalam peristiwa sosial tertentu. Seseorang hanya

bisa mengerti dengan ‘memasuki’ kerangka pikiran orang yang terlibat langsung

atau diri mereka sendiri sebagi pelaku dalam tindakan tersebut.

Salah satu yang paling jelas tentang kritikan terhadap positivistme datang

dari “idealisme Jerman”. Aliran ini menyatakan bahwa realitas tertinggi bukan

kenyataan lahir yang dapat dilihat oleh indera, tetapi justru pada “ruh” atau

gagasan. Peristiwa kemanusiaan yang bersifat subjektivitas lebih penting dan

menolak cara atau bentuk penelitian dengan metode ilmu alam. (Fakih, Mansour,

2002: 26)

Sama halnya dengan aliran hermeuneutic knowledge atau juga dikenal

dengan nama paradigma interpretatif, secara sederhana dapat dijelaskan bahwa

pengetahuan dan khususnya ilmu-ilmu sosial dan penelitian sosial dalam

paradigma ini ‘hanya’ dimaksud untuk memahami secara sungguh-sungguh.

Semboyan yang dipegang oleh paradigma ini ialah “biarkan fakta bicara atas

nama dirinya sendiri”.

Pandangan bebas nilai tentang ilmu sosial oleh kaum positivist mendapat

masukan dari aliran atau kaum paradigma kritik. Paradigma kritik ini

menganjurkan bahwa ilmu pengetahuan terutama ilmu sosial tidak boleh dan

tidak mungkin bersifat netral atau bebas nilai. Pemihakan dan upaya emansipasi

rakyat dalam pengalaman hidup meraka sehari-hari diperjuangkan dalam

paradigma kritik. Padangan aliran ini justru menempatkan rakyat sebagai subjek

utama perubahan sosial. Rakyat harus diletakkan sebagai pusat proses

perubahan dan penciptaan maupun dalam mengontrol pengetahuan mereka. Hal

inilah yang menjadi dasar sumbangan teoretik terhadap perkembangan

participatory research. (Fakih, Mansour, 2002)

Pada perkembangan ilmu perencanaan selanjutnya yang terjadi di

Indonesia faham sosialisme mulai merebak yang ‘hanya’ menempatkan manusia

sebagai tokoh sentral dalam pembangunan. Pemerataan hak-hak sosial menjadi

sesuatu yang banyak melibatkan aktivisme politik, namun tidak memperhatikan

realitas keseimbangan yang ada dalam kehidupan masyarakat sesungguhnya.

Secara tidak langsung ‘hanya’ mengutamakan masalah yang bersifat duniawi

saja.

Page 103: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

92

Dari sekian banyak penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa

perkembangan ilmu perencanaan di Indonesia mengalami suatu kekurangan.

Apalagi jika dilihat dari sudut pandang agama Islam sendiri. Mengembalikan

perencanaan pada hakekat aslinya yaitu untuk mencapai titik rahmatan lil alamin.

Tidak lagi berbicara tentang kepentingan duniawi dan manusia saja, namun

kembali kepada sebuah konsep ke-Tuhanan yang jelas meliputi semua isi alam

semesta ini dengan melihat realitas yang sesungguhnya.

3.2 Membangun Konsep Perencanaan Islami 3.2.1 Dari Perencanaan berbasis Antroposentris kepada Perencanaan Teosentris

Sejak kritik terhadap filsafat barat yang dilancarkan oleh para sarjana,

baik di Barat sendiri, dan lebih-lebih lagi di Timur, mulai bermunculan.pada

umumnya, kritik tersebut menyoroti pandangan hidup Barat yang tidak mampu

memahami manusia dan posisinya di alam semesta ini. (Muhammad, Afif, 2004:

84). Bangunan teori perencanaan khususnya sistem perencanaan pembangunan

yang diajarkan pada dunia akademis maupun pada praktek perencanaan di

Indmnesia masih berorientasi pada pengetahuan dari barat. Sebagaimana

diketahui bahwa teori tersebut bersumber pada paradigma antroporosentris

(manusia sebagai pusat) yang lebih berorientasi pada akar filsafat positivisme

maupun empirisisme. Sistem perencanaan pembangunan yang

diimplementasikan menunjukkan belum mampu memberikan hasil pembangunan

yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat. Indikator kegagalan pembangunan

dapat dilihat dari masih tingginya angka kemiskinan, eksploitasi sumber daya

alam yang berlebihan, dan sebagainya. Sistem perencanaan pembangunan

berdasarkan UU No 25 Tahun 2005 mencakup lima pendekatan, terdiri dari :

pendekatan politis, teknokratis, patisipatoris, atas-bawah (top down), dan bawah-

atas (bottom up). Sedangkan Friedman (1987) mengenalkan empat pendekatan

dalam sistem perencanaan, yaitu: pendekatan reformasi sosial, analisis

kebijakan, pembelajaran sosial, dan mobilisasi sosial.

Membangun sistem perencanaan pembangunan alternatif yang

berorientasi pada pengetahuan dari timur (filsafat Islam) menjadi tantangan bagi

peneliti. Pada tahap awal akan dilakukan kajian teoritik yang memfokuskan pada

kajian Teosentris. Manusia harus memiliki interpretasi komprehensif tentang

Page 104: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

93

wujud, yang menjadi dasar bagi interaksinya dengan wujud lainnya. Interpretasi

yang memberikan pemahaman tentang sifat dan hakikat besar, yang dengannya

manusia berinteraksi. Interaksi ini mencakup hubungan antara hakikat

Ketuhanan dengan hakikat kehambaan, yang meliputi hakikat alam, hakiakat

kehidupan dan hakikat manusia. (Muhammad, Afif, 2004: 85).

Konsep Islam berupaya menciptakan masyarakat tauhidi, yaitu suatu

tatanan kemasyarakatan yang berdasarkan kepada nilai-nilai _TauhiduLLah_

serta bermuara kepada terciptanya masyarakat madani yang egaliter, terlepas

dari berbagai perbudakan termasuk perbudakann terhadap hawa nafsu sendiri,

lingkungan masysrakat, orang lain dan yang terpenting, perbudakan dalam

keyakinan dan peribadatan selain kepada Allah SWT. Dengan demikian sekali

lagi, konsep masyarakat tauhidi (ummatan wahidah) berbeda dengan konsep

sosialis yang humane dan bersifat relatif. Konsep ini adalah baku, karena berasal

dari Allah yang Maha Benar (AL-HAQ).

Usaha perubahan atau tagyiir dalam rangka mencapai atau mewujudkan

masyarakat tauhidi tersebut, sebagaiman disinyalir Q.S. Ar Ra’d ayat 11 : “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di

muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.

Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka

merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah

menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat

menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”

Perbedaan itu semakin nampak ketika Karl Marx mengumandangkan

upaya perubahan kaum tertindas dengan ajakan untuk menjauhkan manusia

dari ajaran Tuhan dan bertumpu pada kemampuan dirinya sendiri. Sementara

Islam, mengajak kaum tertindas untuk melakukan perubahan dengan dimulai

dari pembangunan akidah dan keimanan yang kokoh kepada Allah SWT, lalu

keyakinan tersebut diaplikasikan dalam kehidupannya yang nyata.

Page 105: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

94

3.2.2 Usulan perencanaan Teosentris yang berbasis Gerak Substansi Pada tahap awal akan dilakukan kajian teoritik yang memfokuskan pada

teori gerak substansi (Al Harakah Al Jauhariyyah) dengan konsep “Kearifan

Puncak” dari Mulla Shadra. Konsep kearifan puncak menjelaskan tentang

hakekat perjalanan manusia. Gerak manusia dalam menuju kesempurnaannya

mau tidak mau mestilah melalui pembebasan dirinya dari kondisi-kondisi alam

dan masyarakat yang melingkupinya. Secara bertahap, bertolak belakang

dengan anggapan sosialisme, “makin sempurna manusia makin bebas dia dari

hal-hal material dan makin bertumpu pada kekuatan pemikiran dan ideologi.

Dengan kata lain, kesempurnaan manusia ditentukan oleh dasar ideologinya,

lantaran kesempurnaan yang hakiki bukanlah kemajuannya dibidang-bidang

teknis, melainkan kesempurnaan perikemanusiaan. Oleh karena itu, langkah

semestinya manusia menuju kesempurnaan berbading lurus dengan langkah

pembebasannya dari materi dan pendekatannya pada keimanan dan ideologi.

Maksud dari ungkapan “bebas dari materi” bukanlah “hidup dalam

kevakuman yang jauh dari alam materi”, melainkan penguasaan pengendalian

manusia atas materi dan bukan sebaliknya. Jika di masa lampau manusia

sedemikian bergantung dan bertakuk lutut di hadapan kondisi material dan

komunal yang mengurungnya, dimasa-masa yang akan datang dia akan makin

mandiri dari lingkungan material dan komunal di sekitarnya dan makin sanggup

mengendalikan serta memanfaatkannya. (Muthahhari, Murtadha 2002: 101). Hal

tersebut diatas ssesuai dengan misi utama perencanaan berdasarkan Islam yaitu

menuju “rahmat bagi seluruh alam semesta”. Penolakan Islam terhadap

kapitalisme jelas terlihat dalam konsep dasar muamalah Islam, di mana Islam

mengingatkan akan celaka orang yang mengumpulkan harta untuk kesia-siaan.

Jadi dalam sistem muamalah Islam, praktek yang mengarah pada penimbunan

atau penumpukan modal dan barang adalah dilarang. Demikian juga Islam

melarang praktek riba.

Nilai sosialisme dalam Islam, terlihat dari misi yang disandang Nabi

Muhammad bahwa ia datang untuk rahmat bagi seluruh alam. Jadi sejatinya

orang Islam dimanapun berada selalu menebarkan cinta kasih dalam niat dan

perbuatan, menyebarkan rasa kemanusiaan yang tinggi, menjunjung nilai-nilai

luhur, bukan hanya pada ideologi atau agamanya saja tapi pada

kemanusiaannya juga, bukan hanya pada manusia saja tapi pada makhluk

Page 106: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

95

lainnya juga. Dengan demikian tidak ada lagi perusakan baik di daratan maupun

lautan, tidak ada lagi eksploitasi terhadap binatang, tumbuhan dan alam lainnya.

Sikap inilah sebetulnya yang harus dijadikan acuan. Umat Islam harus

mengambil pelajaran dari tindakan Nabi yang sangat menjunjung nilai

kemanusiaan dan menentang perbudakan. Nabi mengatakan, "Tentang budak-

budakmu berilah makan padanya saperti yang kamu makan sendiri, dan berilah

pakaian padanya seperti pakaian yang kamu pakai sendiri. Apabila kamu tidak

dapat memelihara mereka, atau mereka melakukan kesalahan, lepaskan

mereka. Mereka itu hamba Allah seperti kamu juga, dan kamu harus berlaku

baik-baik kepada mereka."

Dengan memperhatikan suatu sistem sosial budaya dan spirit religi suatu

masyarakat yang terkumpul dalam suatu ruang, diharapkan kita dapat melihat

apa saja yang sebenarnya perlu dimasukan dalam proses perencanaan pada

masa yang akan datang sesuai kebutuhan dari masyarakat itu sendiri dan

diterima dari sisi sosial budaya dan religi kemasyarakatannya. Hal ini dapat

terimplementasikan dalam sebuah pembangunan yang berdaya guna tinggi, dan

merekontruksi suatu ruang yang memiliki “jiwa” atau energi yang kuat dan sesuai

dengan spirit religi yang kita yakini. Karena apabila hal tersebut dapat

teksktualisasikan akan membuat suatu tameng tersendiri bagi sistem

modernisasi Barat yang terbilang cukup mematikan nilai-nilai kemanusiaan dan

religi suatu tatanan masyarakat pada umumnya dan lebih bersifat individualisme

yang materiilisme.

3.2.3 Konsep Wujud Sebelum berbicara mengenai konsep kearifan puncak dari Mulla Shadra,

terlebih dahulu membahas mengenai Konsep Wujud dan pengertian akan Wujud

itu sendiri. Wujud adalah satu-satunya realitas yang bersifat unik dan serba

meliputi yang tak sesuatupun lepas darinya. Bagi Mulla Shadra, benda-benda

disekitar kita bukanlah ilusi atau tanpa eksistensi, namun pasti memiliki

eksistensi dan ada. Tuhan sendiri bereksistensi atau Ada tanpa memliki esensi

pendampingnya, jika Tuhan memiliki esensi Tuhan tidak lagi menjadi Wujud yang

absolut, namun akan menjadi wujud yang mungkin. Maka dari itu Tuhan

dianggap sebagai Wujud Murni dan Absolut.

Page 107: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

96

Menurut Ibnu Sina (Leaman, Oliver, 2001: 116), Tuhan dan alam raya

tidak dibahas sebagai dua hal yang terpisah. Tanpa Tuhan tidak akan ada alam

sebagimana alam adalah hasil kotemplasi Tuhan terhadap Diri-Nya sendiri.

Eksistensi Tuhan dibuktikan dengan adanya alam raya itus sendiri. Segala

sesuatu adalah satu dalam arti, berasal dari satu Tuhan an memainkan perannya

masing-masing dalam struktur realitas yang rasional dan tidak mungkin terjadi

hal yang sebaliknya. Tuhan dan peran-Nya sebagi Sumber Eksistensi segala

yang ada, semua pengetian inilah yang dinamakan sebagai Wahdah al-Wujud.

Pembahasan selanjutnya mengenai struktur Realitas yang terdapat dalam

Hikmah Muta’aliyah dari Mulla Shadra tentang gradasi Eksistensi, bahwa

sesungguhnya semua yang terdapat disekitas kita itu memiliki eksistensi.

Eksistensi dijadikan sebagai bangunan riil dan esensi hanya sebagai bangunan

mental saja.Tuhan sebagai Sebab pertama akan menurunkan akibat pertama,

dan dari akibat pertama akan berubah menjadi sebab kedua untuk membentuk

akibat kedua yang nantinya juga akan menjadi sebab ketika, dan seterusnya. Hal

tersebut membuktikan bahwa Wujud Tuhan memiliki bentuk yang absolut dan

wujud yang dibawahnya menjadi wujud mungkin dalam sebuah hirarkis. Semua

Wujud itu menjadi sebuah unitas bukan lagi entitas yang terpisah, bahkan

masing-masing wujud itu unik dan berbeda, dan Wujud Tuhan adalah wujud yang

Sempurna tanpa esensi yang malahan akan menjadikannya sebagai sesuatu

yang bersifat dualitas.

Pernyataan diatas secara tidak langsung menyatakan bahwa (jika

dihubungkan dengan kehidupan nyata), realitas alam semesta merentang dari

kutub Tiada Mutlak ke kutub ADA mutlak. Dari Ada Mutlak hingga Tiada Mutlak

terdapat gradasi ”ada-ada nisbi” yang tak terhingga banyaknya.

3.2.4 Teori Gerak Substansi

Sebuah kajian teoretis yang sangat diperlukan untuk mengungkap suatu

pokok pikiran dari para filisof Islam terdahulu, dan dianggap mampu untuk

menjadi suatu yang dapat ditransformasikan kedalam suatu ilmu pengetahuan.

Mulla Shadra dengan Hikmah Muta’aliyah mengusung pemikiran bahwa

kebenaran mistisme hasil pengetahuan intuisi secara esensi adalah identik

dengan kebenaran intelektual, dan pengalaman mistis pada dasarnya adalah

pengalaman kognitif, tetapi kebenaran pengetahuan intelektual dan muatan

Page 108: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

97

kognitif (kesadaran yang utama) ini harus “dihayati” jika ingin diketahui secara

seutuhnya. Jika kebenaran-kebenaran itu diketahui secara intelektual sebagai

proporsproporsi rasional, maka mereka akan kehilangan karakter esensialnya,

hal ini membuat bahwa penggabungan antara objektifitas proporsional nalar

(rasional) dan sebjektifitas emosional hati (intusi) dengan wahyu tentunya, akan

membuat sebuah pengetahuan akan sesuatu lebih baik dan mendalam

(memandang lebih suatu pengalaman subjektif kedalam suatu konsep yang

objektif).

Salah satu pikiran yang cukup penting ialah tentang Gerak Substansif (Al-

Harakah Al-jauhariyyah) yang memuat tentang, menempatkan seluruh bidang

wujud dalam gerak yang terus menerus dengan mengatakan bahwa gerak tidak

hanya terjadi pada kualitas-kualitas sesuatu, tetapi juga pada substansinya.

Gerak tidak saja berhubungan dengan perubahan materi secara umum, namun

meliputi dimensi imateri dan spiritual (Asy’arie, Musa, 2002: 207)

Mulla Shadra menyusun topik-topik filosofis mengenai jalan rasional dan

intelektual dengan cara menyerupai kaum ‘urafa berkeyakinan bahwa seseorang

pengembara akan menempuh empat perjalanan “Kearifan Puncak”, yaitu:

• Perjalanan dari Makhluk menuju Tuhan

• Perjalanan dengan Tuhan dalam Tuhan

• Perjalanan dari Tuhan menuju makhluk dengan Tuhan

• Perjalanan dalam Makhluk bersama Tuhan

3.3 Sebuah Pijakan Untuk Melangkah Pada Proses Transformasi 3.3.1 Asumsi dasar

Dimulai dengan asumsi dasar tentang alam, yang nantinya dapat

dianalogikan dalam sebuah bahasa perencanaan, yaitu: Pertama, alam yang

“terbatas” dalam proses pembentukannya, dari kata “terbatas” itu dapat

diartikan sebagai sesuatu yang dimulai oleh peristiwa “awal” yaitu perihal

penciptaan alam sendiri yang memang memiliki awal pembentukannya oleh Allah

SWT dan juga peristiwa yang berhenti dikata “akhir”, yaitu terdapat batasan

suatu yang diciptakan pasti akan ada akhirnya atau tempat pemberhentian bukan

persinggahan. Bumi atau tempat hidup manusia dan makhluk lainnya diartikan

sebagai sesuatu yang memilki awal dan pada masanya nanti akan mengalami

akhir. Seperti seseorang yang akan dan sedang melakukan sebuah perjalanan

Page 109: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

98

yang ada tempat awalnya sebelum kita bergerak menuju suatu tempat yang

merupakan akhir atau tujuan dari perjalanan, sedangkan proses perjalanan itu

sendiri merupakan sesuatu yang harus dilewati. Didalam atau diantara awal dan

akhir perjalanan itu sendiri terdapat pemandangan yang indah, siang dan malam,

ataupun hambatan berupa tanjakan dan hujan sekalipun, mungkin juga melewati

dan singgah di tempat peristirahatan sejenak, untuk sekedar beristirahat diri.

Sama halnya dengan alam yang memiliki tempet persinggahan yang salah

satunya ialah bumi sebagai persinggahan untuk kita untuk menuju alam

berikutnya.

Kedua, alam yang diluar “alam materi”, yaitu alam bukan hanya yang

dilihat, didengar dirasakan oleh inderawi kita saja, namun alam juga merupakan

sesuatu yang lebih luas dari itu karena alam yang dapat dirasakan oleh inderawi

hanya alam bumi, sedangkan alam lainnya tidak dapat dirasakan oleh inderawi

kita, misalnya alam ghaib, yang tidak dapat kita bayangkan. Seperti melihat

tubuh kita pada sebuah cermin, kita hanya dapat melihat beberapa bagian dari

tubuh ini saja namun beberapa bagian lainnya tidak dapat kita lihat di cermin itu

sendiri. Dengan menggunakan atribut berpengetahuan yang diajarkan oleh Islam

sendiri yaitu dengan menyelaraskan objektivitas proposional nalar dan

subjektivitas emosional hati kita baru bisa “merasakan” apa saja yang tak dapat

dirasakan oleh inderawi kita. Selanjutnya tentang perubahan yang terjadi atau

yang dilakukan oleh alam itu sendiri tidaklah terbatas oleh ruang dan waktu

namun lebih dari itu, sebenarnya alam bergerak dan selalu melakukan “gerak”

dari sisi substansinya. Kesempurnaan yang menjadi tujuan “gerak” alam tersebut

diraih dan didapatkan oleh pergeseran “nilai” atau “inti hal” dari alam itu sendiri.

Subtansi itu sendiri tidak dapat diukur oleh sesuatu yang terinderai saja, namun

lebih dari itu terdapat banyak hal yang tidak terinderai oleh kita (khalayak

kebayakan). Melakukan suatu perubahan yang lebih baik dari waktu sebelumnya

ialah sesuatu yang diajarkan oleh Islam sendiri. Seperti yang tertuang dalam Al

Quran surat Al Hasyr ayat 18 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap

diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan

bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang

kamu kerjakan” (Q.S. Al Hasyr :18)

Page 110: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

99

Dengan dua asmumsi dasar tadi dapat disimpulkan, bahwa dalam

memahami atau menjalankan sebuah perencanaan yang “apa adanya” dari objek

yang direncanakan (yang sebenarnya diperlukan oleh objeknya itu sendiri).

Dengan itu kita dapat menaruh prioritas pembangunan fisik sebagai prioritas

yang paling akhir setelah prioritas sistem nilai (norma) dari stakeholder

perencanaan dan pembangunan, yang merupakan satu kesatuan terdepan

dalam merencanakan sesuatu atau objek tertentu. Stakeholder yang

dimaksudkan di atas meliputi berbagai pihak yang terlibat dalam perencanaan

pembangunan yaitu, masyarakat, pemerintah, swasta dan lingkungan. Dengan

memperhatikan itu semua kita dapat “melihat” dan “merasakan” apa yang

sebenarnya dibutuhkan oleh objek itu sendiri, yang mudah-mudahan tujuan

akhirnya dapat menjadi rahmat bagi seluruh semesta, baik itu hubungannya

langsung dengan makhluk dan Sang Pencipta, ataupun makhluk dan makhluk

lainnya (termasuk lingkungan juga).

Dari penjelasan diatas terdapat dua persamaan dari Teori Gerak

Substansi dan hakekat perencanaan, jika dikaitkan dengan realitas dari

keduanya. Pertama, antara Teori Gerak Subastansi dan Perencanaan Islami

sama-sama bertujuan menuju kesebuah yang lebih Tinggi atau lebih baik (ke-

Kesempurnaan Eksistensi). Pembangunan harus lebih intensif lagi dalam usaha-

usahanya ke sebuah perbaikan dari kekurangan yang ada, dan tidak berhenti

dalam usahanya tersebut. Kedua, baik itu Gerak Substansi dan Perencanaan

Islami telah memaparkan tentang peninggalan alam materi. Perencanaan yang

berorientasi pada bangunan fisik tidak lagi ditempatkan ditingkatan paling atas,

namun yang lebih utama dari itu ialah sistem nilai manusianya sendiri yang

terlibat dalam proses perencanaan sampai dengan implementasinya sebuah

perencanaan.

Dengan mencoba untuk mentransformasikan spirit religi yang normatif

menjadi suatu sistem yang teoritis dan dengan mentransformasikan spirit religius

tadi yang bersifat subjektif kedalam suatu kategori objektif (dalam hal ini-pola

keruangan) maka kita akan siap menghadapi pelbagai bentuk tantangan

struktural dari perkembangan masyarakat yang mulai meruntuhkan nilai-nilai

budaya dan spirit religius. Demi mewujudkan itu semua diperlukan suatu sistem

pemikiran dalam sebuah proses perencanaan yang memiliki objektivitas

Page 111: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

100

proposional nalar dan subjektivitas emosional hati yang mengandung nilai-nilai

religi yang lebih.

Proses perencanaan Islam seperti yang disebutkan diatas yang lebih

kearah Teosentris diharapkan dapat memperbaiki sistem perencanaan yang

telah ada. Suatu proses yang secara kritis berusaha mengungkap “the real

structures” dibalik ilusi, false needs yang dinampakan dunia materi, dengan

tujuan membantu membentuk suatu kesadaran sosial yang mudah-mudahan

atas seizin Dzat Maha Sempurna dapat memperbaiki dan mengubah kondisi

kehidupan masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang.

3.3.2 Pijakan untuk proses transformasi Dengan dasar pokok pikiran Islam yang diantarkan oleh Mulla Shadra

yang isinya mengenai “Kearifan Puncak” dengan tahapan sebagai berikut:

● Perjalanan dari Makhluk menuju Tuhan

● Perjalanan dengan Tuhan dalam Tuhan

● Perjalanan dari Tuhan menuju makhluk dengan Tuhan

● Perjalanan dalam Makhluk bersama Tuhan

Melalui metode pendekatan Transformasi yang digunakan untuk mengubah

teori-teori yang bersifat normatif dalam sains Islam kedalam suatu nilai-nilai yang

lebih objektif dan real. Untuk itu setelah melihat bahwa sumber pengetahuan

dapat diperoleh seperti cara-cara diatas maka penulis mencoba

mentransformasikan pokok pikiran Islam yang disampaikan Filosof Islam Mulla

Shadra mengenai “Kearifan Puncak” kedalam suatu Konsep Paradigma Proses

Perencanaan dengan tahapan yang tidak terpisahkan satu sama lainnya yaitu

sebagai berikut

• Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem Masyarakat yang Beretika

• Proses Politis & Advokasi dalam Sistem Pemerintah yang Berkeadilan

• Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan yang Amanah

• Proses Penjiwaan dan Penghayatan Sistem Perencanaan Islam

Tuhan dengan suatu Kekuatan Yang Tunggal dan Manusia sebagai suatu

yang diatur oleh Tuhan dalam sebuah sistem penghidupan yang ada di semesta

alam ini, dianalogikan sebagai sebuah hubungan Pemerintah dan Masyarakat.

Pemerintah yang di Indonesia saat ini dijadikan sebagai sebuah otoritas

Page 112: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

101

pengembilan keputusan tertinggi dan Masyarakat sebagai suatu yang dijamin

penghidupannya oleh pemerintah.

Tabel III.2

Proses Transformasi Analogi

Kearifan Puncak Substansi Teori Perencanaan Perjalanan dari Makhluk menuju Tuhan

Pencarian dan pembersihan diri untuk menuju perjalanan kepada Allah Seseorang yang ingin melewati safar ini harus melewati tiga Maqam yaitu: alam nafs, alam qalb dan alam ruh. Di alam nafs, bukan menghilangkan atau melenyapkannya, namun membatasi dan melepas nafs yang dapat mengotori kita Alam qalb, yang merupakan tingkatan alam ruhani. Kalbu memeberikan kita cahaya, tetapi kadang-kadang kita terpaku dalam alam kalbu. Bisa saja dia sudah terhiasi oleh akhlak-akhlak yang baik, namun setiap harinya hanya dalam tahapan itu saja, tidak menjadi stimulan yang mendorongnya ketingkatan yang lebih tinggi. Alam ruh, ruh yang dimaksudkan disini hanyalah istilah. Mengapa kita harus melewati ruh ini? Karena kita adalah materi.dibandingkan dengan sesuatu yang spiritual, materi adalah gelap. Namun sebelum melewati alam ruh harus berhenti di terminal yang disebut sebagai maqam aql. akal yang identik dengan sebuah pemikiran yang rasional materialisme akan membawa kita terjebak dengan alam materi

Pembelajaran sosial oleh stakeholder dalam perencanaan pembangunan Mengidentifikasi potensi dan masalah

kunci dengan konsep Ta’aruf (mengetahui), Tafahum (memahami), dan Ta’awun (Kebersamaan).

Perumusan usulan rencana kegiatan pembangunan partisipatif.

Prioritasi usulan kegiatan yang Tawazun (Keseimbangan) dan Musawah (persamaan dan kesetaraan).

Informasi dari pemerintah Kabupaten/Kota tentang isu-isu strategis daerah;

Informasi tentang jumlah usulan yang dihasilkan pada forum sejenis di tahun sebelumnya yang telah terealisasikan;

Proses Muhasabbah (evaluasi) dalam pelaksanaan pembangunan Desa/Kelurahan pada tahun sebelumnya

Menetapkan Kahalifah (wakil) yang Amanah terhadap aspirasi masyarakat

Perjalanan dengan Tuhan dalam Tuhan

Berpengetahuan tentang sifat dan dzat Allah • maqam sirr (fana’fi Dzat) yang iasanya para

arif sering berada dalam kemabukan (ekstase).

• Kedua, maqam khafiy (fana’) yaitu seoarang arif akan menghadapi kefanaan dalam sifat Allah.

• Ketiga yakni maqam akhfa, yaitu maqam Dzat dan Sifat sekaligus.

Proses politis dalam stakeholder untuk merumuskan perencanaan Islam Melaksanakan monitoring dan

evaluasi terhadap peran legislatif oleh masyarakat

Muhasabbah yang transparan dan objektif dalam lembaga eksekutif oleh legislatif

Penetapan proporsi fungsi dan peran untuk urusan pemerintahan agar dapat sesuai dengan prinsip Ummah Muqtashidah

Penetapan kewenangan yang sesuai dengan prinsip Ummah Qaaimah

Pengembangan diri dalam memlihara prinsip Ummah Qaanitah

Mengembalikan Kewenangan yang sesuai dengan prinsip Ummah Wasatha

Pembentukan forum koordinasi dengan sikap Tasamuh

Page 113: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

102

Sumber: Hasil Kontruksi Paradigma, 2005

3.3.3 Penentuan Sistem Nilai dalam Proses Transformasi

Nilai-nilai yang nantinya terkadung dalam sebuah perencanaan Islami

harus mencakup 3 prinsip utama, yaitu : Keseimbangan, Keteraturan, dan Etika.

Bila dilihat dari sebuah Kehidupan 3 prinsip diatas merupakan hal yang paling

penting dalam melakukan sebuah aktivitas yang Islami. Untuk pengertian yang

lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut:

1. Keseimbangan, tidak ada makhluk hidup, selain manusia, yang

mengganggu keseimbangan alam. Bahkan, mereka tercipta dengan sifat-

Perjalanan dari Tuhan menuju makhluk dengan Tuhan

Keberleburan diri dengan sifat dan dzat Allah Selanjutnya safar yang ketiga setelah melewati dua safar sebelumnya dengan tujuh maqam yakni safar min al-Haq ila khalq ma’a al-Haq (dari Allah menuju makhluk bersama Allah). Seakan-akan safar ini bagian dari antiklimaks (menurun), hal ini memang sulit dijelaskan. Seoarang salik tidak lagi melihat Allah dari sesuatu, namun dibalik menjadi melihat sesuatu karena Allah sebelumnya. Adanya Sang Pencipta membuktikan adanya alam semesta ini. Dalam tahapan ini manusia berada dalam sebuah “peniadaan diri” yang menganggap bahwa seluruh yang terdapat dialam ini tidak ada kecuali Allah, dan melakukan segala sesuatunya dalam kehidupan ini hanya untuk kemashlahatan semesta.

Mobilisasi dan koordinasi perencanaan Islam yang amanah Melaksanakan monitoring dan

evaluasi terhadap peran legislatif oleh masyarakat

Muhasabbah yang transparan dan objektif dalam lembaga eksekutif oleh legislatif

Penetapan proporsi fungsi dan peran untuk urusan pemerintahan agar dapat sesuai dengan prinsip Ummah Muqtashidah

Penetapan kewenangan yang sesuai dengan prinsip Ummah Qaaimah

Pengembangan diri dalam memlihara prinsip Ummah Qaanitah

Mengembalikan Kewenangan yang sesuai dengan prinsip Ummah Wasatha

Pembentukan forum koordinasi dengan sikap Tasamuh

Perjalanan dalam Makhluk bersama Tuhan

Menyampaikan pesan-pesan Allah SWT kepada para makhluk-Nya berdasarkan kemampuan mereka Tahapan selanjutnya yang merupakan tahapan tertinggi dari seluruh perjalanann yang dilakukan seorang salik yakni, safar fil al-khalq ma’a al-Haq (dengan Allah tetapi dalam Allah). Dalam safar ini seseorang yang telah mengarungi alam-alam yang harus dilalui dan sampai pada puncaknya, dia harus turun kembali dan membenahi masyarakatnya. Menyatukan diri dengan Allah membuat dia bukan hanya sempurna namun menyempurnakan masyarakatnya. Seoarang salik yang telah berada dalam tahapan ini harus kembali lagi menyampaikan pesan-pesan Allah SWT kepada para makhluk-Nya berdasarkan kemampuan mereka (bahasan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh yang lain).

Proses penjiwaan perencanaan Islam untuk di aktualisasikan dalam Action Plan Meningkatkan intensitas dan kualitas

partisipasi masyarakat Meningkatkan kualitas perencanaan Mewujudkan keseimbangan antara

pencapaian sasaran strategis dengan pencapaian sasaran tahunan

Mewujudkan prinsip Ummah Haadiyah

Sosialisasi hasil Forum Koordinasi Sosialisasi RAPBD Sosialisasi berbagai Informasi Menerima masukan dari berbagai

ususlan yang telah disosialisasikan sebagai bahan pertimbangan untuk evaluasi

Page 114: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

103

sifat yang mempertahankan keseimbangan itu. Namun, keseimbangan

bumi selalu terancam oleh tindakan bodoh manusia. Misalnya, jika

manusia menyakiti seekor hewan tanpa kenal ampun, hewan itu akan

punah. Punahnya hewan itu menyebabkan jumlah mangsanya meningkat

terlalu banyak, yang kelak akan membahayakan hidup manusia dan alam

itu sendiri. Jadi, ada suatu keseimbangan alami dalam penciptaan

makhluk hidup. Mereka sepenuhnya cocok dengan keseimbangan alam,

tetapi kecuali untuk manusia, mereka bisa menyebabkan kehancuran

keseimbangan yang sudah tepat itu. (Harun Yahya, Let’s Learn Our

Islam: Indahnya Islam Kita), seperti yang terkandung dalam Al Quran

surat Al Mulk ayat 1-3, yang artinya sebagai berikut:

“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha

Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia

menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia

Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, Yang telah menciptakan tujuh

langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan

Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah

berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (Q.S.

67 : 1-3)

2. Keteraturan, Allah telah menciptakan dunia yang indah dalam alam

semesta yang sempurna untuk kita, dan Dia menciptakan hewan-hewan

dan tumbuhan di dalamnya. Dia menciptakan matahari untuk memberikan

energi dan menghangatkan kita. Jarak matahari dari bumi telah diatur

dengan tepat sehingga jika lebih dekat akan sangat panas, tetapi jika

lebih jauh kita semua akan membeku.

Ketika para ilmuwan menemukan lebih banyak bukti-bukti ini, kita pun

mengetahui kekuasaan Allah lebih baik. Hal ini karena benda-benda tidak

bisa mengambil keputusan atau pun melaksanakan keputusan itu. Ini

berarti bahwa ada Pencipta yang telah merancang dan menciptakan alam

semesta ini. Materi, yaitu zat dasar bintang-bintang, manusia, hewan,

tanaman, dan segalanya, hidup atau tak hidup, berada di bawah kendali

Allah. Itulah sebabnya segala hal di bumi ini teratur. Karena segalanya

Page 115: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

104

diciptakan oleh Allah, Yang Maha Pencipta dan Pemberi Bentuk. (Harun

Yahya, Let’s Learn Our Islam: Indahnya Islam Kita), seperti yang

terkandung dalam Al Quran, yang artinya:

Surat Al Fathir ayat 1:

“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan

malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam

urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan

empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-

Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. 35: 1)

Surat Ash-Shaaf ayat 4:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam

barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang

tersusun kokoh.” (Q.S. 61:4)

3 Etika, adalah cabang filsafat yang mencari hakikat nilai-nilai baik dan

jahat yang berkaitan dengan perbuatan dan tindakan seseorang, yang

dilakukan dengan penuh kesadaran berdasarkan pertimbangan

pemikirannya. Persoalan etika adalah persoalan yang berhubungan

dengan eksistensi manusia, dalam segala aspek kehidupan, baik individu

maupun masyarakat, yang hubungannnya dengan Tuhan dan selain

Tuhan diberbagai bidang. Setidaknya dalam prinsip Etika ini menyangkut

hal-hal penting lainnya, yaitu: 1) Moralitas terhadap kitab suci 2) Etika

Teologis 3) Etika Kefilsafatan dan 4) moralitas Agama. (Asy’arie, Musa

2002: 89), seperti yang terkandung dalam Al Quran surat An-Nisaa’ ayat

36, yang artinya adalah:

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan

sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-

kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan

tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan

membangga-banggakan diri” (Q.S. 4:36)

Page 116: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

105

Dari ketiga prinsip utama yang telah disebutkan diatas, kemudian

terdapat sistem nilai yang mengacu pada tiga prinsip utama yang telah

dijelaskan diatas. Sistem nilai Islam ini yang nantinya dijadikan sebagai acuan

dalam proses perencanaan yang Teosentris didalam setiap tahapan

perencanaan yang telah di transformasi-analogikan dari Teori Gerak Mulla

Shadra tentang “Konsep Kearifan Puncak”. Bila dilihat dari karakteristik sistem

nilainya ketiga prinsip utama tadi akan terkandung didalamnya. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada uraian sebagai berikut:

1. KEADILAN Adil menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti tidak berat sebelah,

tidak memihak, berpihak pada yang benar, sepatutnya dan tidak

sewenang-wenang. Adil dalam arti seimbang diidentikan dengan

kesesuaian atau proposional. Keseimbangan tidak mengharuskan

persamaan kadar dan sarat bagi semua bagian unit agar seimbang, bisa

saja satu bagian dengan bagian berrukuran kecil atau besar sedangkan

yang lainnya kebalikan dari itu, namun yang terpenting sesuai dengan

ketentuan fungsi yang diharapkan sebelumnya (Tamyiez Dery’, 2002).

Dalam kehidupan sosial keadilan diartikan sebagai keberhakkan individu

dalam komunitas masyarakat dapat meraih kebahagiaan yang baik mesti

diwujudkan dan dipelihara agar sejahtera. Keadilan sosial sendiri harus

mengandung 3 kriteria bawaannya, yaitu: Kebebasan, Kesadaran dan

tanggung jawab, seperti yang terkandung dalam Al Quran , yang artinya:

Surat al- Rahman ayat 7

“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca

(keadilan).“(Q.S. 55:7)

Surat Al Maa-idah ayat 8

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang

selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,

mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu

lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. 5 : 8)

Page 117: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

106

2. PERSAMAAN Sama disini dikaitkan dengan memberi kesan pada adanya dua pihak

atau lebih, karena kalau hanya satu pihak, tidak akan terjadi adanya

persamaan. Maksud dari persamaan disini ialah persamaan Hak, yang

dikaitkan dengan nilai sebelumnya (keadilan). Persamaan disini tetap

memegang teguh pluralitas, tanpa harus menghilangkan stratifikasi sosial

yang telah menjadi realitas sosial. Mengusung kesamaan Hak dan

kewajiban dari masing-masing kelompok sosial yang selaras dengan

fungsinya di masyarakat.

Surat Al Maidah ayat 48:

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa

kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang

diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu;

maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan

janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan

kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara

kamu], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah

menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah

hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka

berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali

kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu

perselisihkan itu.”(Q.S. 5:48)

Allah SWT dalam melihat, memandang dan manilai Makhluk ciptaan-Nya tidak lagi membedakan karena Allah menganjurkan masuk dalam seberagaman atau pluralitas dan saling mengenal, Taqwalah yang menjadi ukuran kemuliaan bagi Allah. Surat Al Hujuraat ayat 13

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-

laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa

dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya

orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang

paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi

Maha Mengenal.” (Q.S. 49 : 13)

Page 118: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

107

3. KETERBUKAAN Menurut Karl Popper, konsep masyarakat terbuka yang bebas ini

memungkinkan segala bentuk pengetahuan dan seluruh kebijakan sosial

akan dapat dikritik karena bersifat transparan. (Asy’arie, Musa, 2002:100).

Bagi Popper, masyarakat yang terbuka itu akan menjadi bentuk sosial

yang mampu melakukan proses falsifikasi yaitu kritik rasional terhadap

bangunan epistemologi pengetahuan sosial, politik, dan lain-lain di dalam

tubuh masyarakat itu sendiri. Tanpa keterbukaan memungkinkan

terjadinya kesalahpahaman, kecurigaan dalam berprasangka dan pada

akhirnya terjadi konflik, seperti yang terkadung dalam Al Quran, yang

artinya:

Surat Al Hujaraat ayat 12:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka

(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah

mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama

lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging

saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik

kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha

Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. 49:12)

4. MUSYAWARAH

Adalah sebuah partisipasi warga ummat untuk turut andil dalam

menentukan keputusan dan menganali persoalan apa yang mengikat

mereka, dan bagaimana persoalan itu ditangani atau diselesaikan.

Bermusyawarah ialah etika sosial yang fundamental, karena kodrat

kehidupan masyarakat adalah perbedaan dan pertentangan pendapat.

(Asy’arie, Musa, 2002: 101). Dengan musyawarah yang terbuka, untuk

dapat mengikuti pendapat yang lebih baik, artinya juga tidak membiarkan

masyarakat dalam berprasangka, karena kecurigaan tersebut bukanlah

suatu kebenaran.

Page 119: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

108

Surat Az Zumar ayat 18 yang artinya:

“mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling

baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah

petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.S.

39:18)

5. KEPEMIMPINAN

Kaum muslimin adalah ummat yang senatiasa menjaga dan memelihara

sikap mental kepemimpinan. Nilai kepemimpinan selalu beriringan

dengan nilai lainnya, seperti keadilan dan kebenaran. Allah akan

mewariskan kepemimpinan kepada kaum yang tertindas, bahwa

penyampaian ini ditujukan kepada kaum yang beriman Dengan demikian,

tanpa keimanan dan akidah yang benar, mereka yang tertindas sekalipun

tak jaminan untuk diberikan kepemimpinan di atas bumi ini. Melihat hirarki

kepemimpinan Allah dan Rasul, serta manifestasi ketaatan kepada

keduanya, sudah jelas mencontohkan pada ummat tentang nilai

kepemimpinan.

Surat Al Qashash ayat 5-6:

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas

di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan

menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), dan akan Kami

teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan

kepada Fir'aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka

khawatirkan dari mereka itu “ (Q.S. 28 : 5-6)

6. KEBENARAN DAN KEBAIKAN

Manusia secara fitrahnya pasti mempunyai nurani untuk menghargai dan

menyukai kebenaran dan kebaikan tanpa membedakan suku, agama dan

ras. Kebenaran dan kebaikan menurut Islam tidak bersifat relatif

(pandangan kebanyakan orang), namun memang sesuatu yang hakiki

untuk kemashlahatan semesta ini. Secara etis makna ‘baik’ mengarah

pada persetujuan, anjuran, keunggulan, kekaguman dan keselarasan.

(Asy’arie, Musa, 2002: 90). Dilihat dari etika, niali kebenaran dan

kebaikan bersifat universal dan absolute. Ketika nilai kebenaran dan

Page 120: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

109

kebaikan jatuh pada tataran aplikasi dalam realitas kehidupan, terkadang

bisa saja terjadi perbedaan-perbedaan, seperti bentuk penghormatan

antara satu daerah dengan daerah lain memiliki cara yang berbeda.

Untuk itu validitas ‘relatif’ kebenaran dan kebaikan tersebut dapat

dipertanggung jawabkan dengan cara ‘berijtihad’, yang memungkinkan

agar Islam senantiasa sesuai dan berlaku sepanjang masa tanpa

melupakan ketetapan yang utama yaitu Al Quran dan Hadist.

Surat Al Imran ayat 104, artinya:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari

yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. 3:104)

7. TANGGUNG JAWAB

Suatu konsekuensi logis yang diterima oleh setiap ummat, ketika

menghadapi dan menyikapi suatu pilihan dalam hidup untuk nantinya

dijalankan dalam realitas kehidupan, pasti akan mempunyai akibat yang

harus dipertanggung jawabkan. Kepekaan kepada setiap orang akan

timbul ketika orang tersebut akan mengambil suatu pilihan. Sikap hati-hati

dan berupaya agar tidak berbenturan dengan aturan Islam, karena Islam

sendiri mengharuskan Keteraturan dalam Hidup, menjadikan manusia

melakukan suatu pemikiran yang matang sebelum bertindak agar

hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara etika dan agama, yang

pada akhirnya nanti manusia dituntut untuk bertanggung jawab di dunia

dan di akhirat.

Surat Al A’raaf ayat 164:

“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa

kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau

mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab:

"Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada

Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa” (Q.S. 7:164)

Page 121: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

110

8. MORALITAS Prinsip kemanusiaan dan kemashlahatan pada realitas kehidupan akan

menjadi tolak ukur dalam melakukan suatu perbuatan atau aktivitas di

dunia. Nilai moral atau moralitas merupakan suatu konsekuensi

beragama dan bermasyarakat. Legitimasi Allah dalam hukum Islam (Al

Quran dan Al Hadist) akan mendapat proporsi yang paling tinggi. Tidak

hanya memandang mana yang pantas ditataran masyarakat kebanyakan,

namun lebih dari itu menjadikan moral memiliki beban langsung secara

vertikal pada ketentuan Allah SWT. Relatrivisme masyarakat dalam aspek

kehidupan bukan menjadi tolak ukur satu-satunya terhadap nilai

moralitas, Allah SWT dengan Al Quran akan menjadi tolak ukur yang

utama. Suatu nilai yang menyangkut individu dalam bersikap pada

seluruh aspek kehidupan untuk kemashlahatan semesta.

Surat Al Baqarah ayat 177:

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu

kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada

Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan

memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,

orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-

orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,

mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang

menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam

kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-

orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang

bertakwa.” (Q.S. 2 : 177)

9. EFEKTIFITAS DAN EFESIENSI

Nilai efektifitas dan efesiensi lebih dikaitkan pada perihal persoalan

alokasi sumber daya, perilaku manusia dan sistem kemasyarakatan

dalam tindakan atau tatanan aspek kehidupan bermasyarakat. Kondisi

dimana manusia dihadapkan dengan persoalan keadilan bermasyarakat,

yang menuntut kita bersikap sesuai dengan aturan ke-Tuhanan, hukum

alam, dan sifat-sifat sosial manusia. Efektif dan efesian dapat juga

Page 122: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

111

diartikan sebagai tindakan taktis dan strategis untuk mencapai tujuan

dengan tidak melakukan hal-hal yang tidak penting atau tidak

berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai. Fokus, optimal dan tidak

berlebihan dalam mengambil setiap langkah untuk diaplikasikan dalam

sebuah tindakan nyata yang tersusun secara teratur untuk mencapai

tujuan tertentu.

Surat Al Furqaan ayat 67:

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak

berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di

tengah-tengah antara yang demikian.” (Q.S. 25:67)

Surat Al ‘Ashr ayat 1-3

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan

nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat

menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S.103:1-3)

10. PEMBAHARUAN

Suatu nilai dengan pandangan membuat suatu perubahan yang berarti

untuk meningkatkan dengan penciptaan atau karya baru yang

berkesesuaian dengan tuntutan kedinamisan zaman. Searah dengan

proses perubahan dan pergeseran struktur sosial yang terjadi dalam

realitas kehidupan, dimana manusia dituntut untuk melakukan suatu

pembaharuan. Melakukan inovasi dan kreasi untuk kemashlahatn

semesta ini merupakan sesuatu yang diajarkan dalam Islam.

Kedinamisan sendiri merupakan salah satu alasan kenapa harus

melakukan suatu pembaharuan, karena sesuatu yang baru secara

esensinya terdapat perubahan substansinya. Pembaharuan sendiri

dilakukan dengan dasar ketentuan yang tidak bertentangan Al Quran dan

Al Hadist.

Surat Adh Dhuhaa ayat 4:

“Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang

sekarang (permulaan)” (Q.S. 93 : 4)

Page 123: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

112

11. BERKELANJUTAN Tidak berhenti pada suatu titik tertentu, namun terus melakukan proses

kedinamisan yang terus menerus merupakan inti dari nilai berkelajutan.

Perubahan yang ingin dicapai haruslah dijalankan dalam periode waktu

yang tidak terbatas, karena hidup bukan untuk saat sekarang saja.

Perlunya nilai berkelanjutan demi memandang esensi hidup pada masa

yang akan datang juga. Manusia secara kodrati diberi keinginan dan

pemikiran untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada masa

yang akan datang. Allah SWT sendiri mencontohkan kita dengan emanasi

sifatnya yang melakukan pengurusan semesta itu tiada henti atau terus

menerus, seperti salah satu contohnya ialah bahwa Allah menciptakan

proses siang dan malam yang selalu kita jalani.

Surat Ali Imran ayat 2:

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang

hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya” (Q.S. 3:2)

12. KOREKSI Perwujudan dari sikap saling mengingati dari ummat yang satu pada

ummat yang alin untuk tetap dalam koridor ketentuan Islam sendiri.

Terlepas dari siapa dan kepada siapa kita melakukan suatu koreksi.

Aktualisasi nilai koreksi pada tataran realitas kehidupan sosial harus

dengan cara-cara yang baik pula (tidak anarkis), karena bila caranya saja

tidak baik bagaimana dengan hasil dari koreksi itu sendiri yang berbentuk

suatu perubahan apakah akan sesuai dengan diharapkan. Tata cara

koreksi sendiri sebenarnya memang sudah diatur dalam setiap peraturan

dan undang-undang di Indonesia.

Surat An Nuur ayat 1:

“(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan

(menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan

di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya” (Q.S.

24:1)

Page 124: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

113

13. LOYALITAS Bentuk nyata dari sikap kesetiaan terhadap sesuatu hal yang bangkit dari

sikap cinta akan sesuatu hal tersebut. Kepedulian dan pengorbanan

karena rasa memiliki yang tinggi dengan komitmen terhadap sesuatu

yang telah menjadi ketetapan bersama, yang juga tertanam dalam setiap

individu, menjadikan suatu nilai loyalitas yang tinggi. Ingin melakukan

yang terbaik bagi sesuatu yang dicintai merupakan fitrah sebagai

manusia. Tentunya ketika loyalitas itu ada pastilah terdapat suatu alasan

tertentu yang menjadikan loyalitas itu ada. Selagi alasan itu memang

tapat dan sesuai dengan Islam maka bentuk kesetiaan tersebut

diperbolehkan, namun jika sebaliknya, sebuah loyalitas dilakukan dengan

alasan yang tidak baik maka itu tidak dibenarkan. Salah satu aktulaisasi

loyalitas dalam Islam ialah berjihad.

Surat Al Hajj ayat 78:

“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-

benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan

untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang

tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang

muslim dari dahulu [994], dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya

Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi

saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah

zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu,

maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (Q.S.

22:78)

14. PERSAUDARAAN DAN KEBERSATUAN Persaudaraan adalah salah satu nilai sosial kemanusiaan yang sangat

ditekankan di dalam ajaran Islam. Kehidupan didalam persaudaraan

dijiwai saling mencintai, saling memperkuat, saling menyayangi, dan

saling menolong. Sistem kemasyarakatan yang menetapkan persudaraan

sebagi nilai yang mesti dijunjung tinggi akan berdampak keselarasan dan

keharmonisan dalam menjalankan segala sesuatunya. Ikatan di dalam

bangunan ummat bukan lagi ikatan formalitas melainkan ikatan kejiwaan

Page 125: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

114

dan ruhaniyah. Inilah yang sebenarnya menjadi bagian esensial yang

emngubah potensi-potensi konflik menjadi kerukunan dan menggantikan

permusuhan menjadi persaudaraan.

Surat Al Anfaal ayat 73

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung

bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak

melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu (persaudaraan yang

teguh antara kaum muslimin), niscaya akan terjadi kekacauan di muka

bumi dan kerusakan yang besar.”

(Q.S. 8 :73)

15. MELAMPAUI FENOMENA

Nilai ini merupakan sesuatu yang menjadi keharusan ummat dalam

proses berfikir untuk melakukan sesuatu hal. Anugerah Allah SWT pada

kita berupa Indera, akal dan hati (intuisi) dijadikan sebagai atribut dalam

mengenali, mengetahui, memahami apa yang sebanarnya terjadi dalam

suatu problematika sosial. Tidak lagi hanya sekedar mengatahui saja,

namun ikut berempati dan merasakan apa yang sebenarnya terjadi pada

yang lain. Memahami jiwa-jiwa yang menjalankan sesuatu hal dapat

menjadikan kita mengerti sejauh mana kita berdiri dan tahu akan langkah

apa yang mesti diambil ke depannya. Jiwa disini diartikan sebagai suatu

refleksi diri dari sebuah subjek yang terpancarkan dan terserap oleh alam

inderawi dan akal, dan dijadikan sebagi alat penghubung antara alam

inderawi dan alam rasa. Emanasi jiwa yang terefleksikan dalam bentuk

kehendak dan keinginan yang apda akhirnya diaktualisasikan dalam

bentuk “bangunan objek” oleh akal dan inderawi kita.

“tidak termuat Aku oleh Bumi-Ku dan petala langit-Ku, tetapi yang mampu

memuat-Ku adalah Qalb hamba-Ku yang mu’min” (hadist Qudsi)

Page 126: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

115

3.4 Aktualisasi Sistem Nilai dalam Proses Perencanaan berbasis Teori Gerak Substansi

3.4.1 Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem Masyarakat yang Beretika Tahapan perencanaan yang paling awal dalam hasil transformasi Teori

Gerak Mulla Shadra tentang konsep ”Kearifan Puncak” ialah Proses

Pembelajaran Sosial dalam Sistem Masyarakat yang Beretika. Dalam tahapan

ini, sesuai dengan safar yang pertama ialah safar min al-khalq ila’ al-Haq, dari

alam makhluk menuju Allah (dari “yang plural” menuju ke “Yang Singular”, adari

“yang majemuk” menuju “Yang Tunggal”), kita semua akan menuju Al-Haq, yakni

Allah SWT. Ada berbagai cara untuk mengenal Allah, salah satunya dengan

membuktikan adanya ayat-ayat Allah. Dengan melihat ayat-ayat Allah, yakni

ciptaan-ciptaan Allah, kita akan mengenal bahwa dibalik semua itu ada Sang

Khalik. Dalam proses perencanaan ini, masyarakat diajak untuk meninggalkan

perannya sebagai individu atau pribadi. Setiap individu lebih berperan dengan

fungsinya sebagai anggota masyarakat yang membawa kepentingan masyarakat

secara luas. Peninggalan kepentingan pribadi bukan berarti tertinggal begitu

saja, namun secara tidak langsung dari kepentingan tiap pribadi akan tergabung

dalam bentuk kesepakatan bersama yang nantinya akan disampaikan atau

diusulkan ke pemerintah selaku pengayom masyarakat. Untuk merealisasikan

sebuah Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem Masyarakat yang Beretika

yang sesuai dengan ajaran Islam haruslah mengandung nilai-nilai Islam juga.

Adapun sistem nilai yang terkandung dalam proses ini ialah sebagai berikut:

● KEADILAN Nilai keadilan yang terkandung dalam proses perencanaan yang pertama,

diartikan sebagai sebuah ketaatan akan hukum dan aturan yang diberlakukan

oleh pemerintah. Sikap adil dari masyarakat terhadap fungsinya sebagai

individu atau kelompok kepada pemerintah dengan melakukan apa yang

menjadi tanggung jawabnya terhadap pemerintah, dengan timbal balik

menerima hak dari pemerintah. Peran masyarakat sebagai individu atau

kelompok juga harus mengusung niali keadilan, yaitu sikap individu atau

kelompok yang tidak memihak kepada salah satu kepentingan individu atau

kelompok itu sendiri, namun juga adil dalam mengakomodir kepentingan

individu atau kelompok lain yang nantinya disampaikan pada pemerintah

sebagai sebuah masukan.

Page 127: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

116

Gam

bar 3

.1Pr

oses

Pem

bela

jara

n So

sial

dal

am S

iste

m M

asya

raka

t yan

g B

eret

ika

Mas

yara

kat

RT,

RW

ata

u D

usun

Kep

.Des

a,

Pera

ngka

t D

esa

BP

D/B

adan

P

erw

akila

n D

esa

LP

M

Kelo

mpo

k-ke

lom

pok

mas

yara

kat

Org

anis

asi

Mas

yara

kat

Pen

gusa

ha

Pros

es P

embe

laja

ran

Sosi

al d

alam

Sis

tem

M

asya

raka

t yan

g B

eret

ika

tingk

at D

esa

atau

Kel

urah

an

Perih

al y

ang

dibi

cara

kan:

Men

gide

ntifi

kasi

pot

ensi

dan

mas

alah

kun

ci

deng

an k

onse

p Ta

’aru

f (m

enge

tahu

i),

Tafa

hum

(mem

aham

i), d

an T

a’aw

un

(Keb

ersa

maa

n).

Per

umus

an u

sula

n re

ncan

a ke

giat

an

pem

bang

unan

par

tisip

atif.

P

riorit

asi u

sula

n ke

giat

an y

ang

Taw

azun

(K

esei

mba

ngan

) dan

Mus

awah

(per

sam

aan

dan

kese

tara

an).

In

form

asi d

ari p

emer

inta

h Ka

bupa

ten/

Kot

a te

ntan

g is

u-is

u st

rate

gis

daer

ah;

Info

rmas

i ten

tang

jum

lah

usul

an y

ang

diha

silk

an p

ada

foru

m s

ejen

is d

i tah

un

sebe

lum

nya

yang

tela

h te

real

isas

ikan

; P

rose

s M

uhas

abba

h (e

valu

asi)

dala

m

pela

ksan

aan

pem

bang

unan

Des

a/Ke

lura

han

pada

tahu

n se

belu

mny

a M

enet

apka

n Ka

halif

ah (w

akil)

yan

g A

man

ah

terh

adap

asp

irasi

mas

yara

kat

Pros

es P

embe

laja

ran

Sosi

al d

alam

Sis

tem

M

asya

raka

t yan

g B

eret

ika

tingk

at

Kec

amat

an

Pros

es P

embe

laja

ran

Sosi

al d

alam

Sis

tem

M

asya

raka

t yan

g B

eret

ika

tingk

at

Kab

upat

en a

tau

Kot

a

Pras

yara

t:Be

rnia

t dal

am d

iri b

ahw

a ap

a ya

ng

dila

kuka

n da

lam

pro

ses

ini,

itu s

emua

han

ya

kare

na A

llah

SWT

sem

ata

bagi

ke

mas

hlah

atan

sem

esta

. M

ener

apka

n 15

site

m n

ilai (

Kea

dila

n,

Per

sam

aan,

Ket

erbu

kaan

, Mus

yaw

arah

, K

epem

impi

nan,

Keb

enar

an d

an K

ebai

kan,

Ta

nggu

ngja

wab

, Mor

alita

s, E

fesi

ensi

dan

E

fekt

ifita

s, P

emba

haru

an, B

erke

lanj

utan

, K

orek

si, L

oyal

itas,

Per

saud

araa

n da

n K

eber

satu

an, M

elam

paui

feno

men

a)

Tida

k ad

a sa

tu p

un la

pisa

n m

asya

raka

t dan

el

emen

loka

l lai

nnya

yan

g di

biar

kan

tidak

te

rjam

ah d

alam

pro

ses

ini,

sem

ua s

ekto

r pe

ndud

uk h

arus

dia

ktifk

an u

ntuk

mel

akuk

an

pros

es in

i

Sist

em M

asya

raka

t yan

g B

eret

ika

Isla

m d

an

para

Kha

lifah

(wak

il)

Page 128: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

117

● PERSAMAAN Nilai persamaan dalam tahapan Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem

Masyarakat yang Beretika diartikan sebagai penempatan peran masyarakat

yang bersanding dengan pemerintah dalam pengambilan kebijakan.

Kebijakan tersebut berhubungan dengan kepentingan masyarakat itu sendiri,

namun kedudukan masyarakat dalam hal ini harus sesuai dengan proporsi

yang semestinya, bukan berarti wewenangnya harus sama dengan

pemerintah. Berikut ini berbagai peran masyarakat sesuai dengan tingkatan

strategi pembangunan pemerintah.

1. Pembangunan daerah tingkat proyek lokal atau komunitas, masyarakat

berperan sepenuhnya dan terlibat langsung (berperan dominan).

Berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan dan

pengendalian perencanaan pembangunan secara langsung dengan

menjadi sumber data dan informasi pada pemerintah, serta pengambilan

dan pelaksana dalam perencanaan pembangunan.

2. Pembangunan daerah tingkat kota, hanya perwakilan masyarakat saja

yang terlibat dalam pembangunan. Berperan serta dalam penyusunan

rencana tata ruang, pemanfaatan dan pengendalian perencanaan

pembangunan yang diaspirasikan pada wakil-wakil masyarakat di

pemerintahan

3. Pembangunan daerah tingkat regional, masyarakat berperan sebagai

sumber data dan informasi pada pemerintah. Masukan informasi yang

tentang arah pengembangan, potensi dan masalah bukan pengambilan

keputusan.

4. Pembangunan daerah tingkat nasional, peran masyarakat tidak dominan

secara langsung, namun bertindak sebagai kontrol sosial terhadap prose

perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat.

● KETERBUKAAN

Nilai keterbukaan dalam Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem

Masyarakat yang Beretika, berarti sikap transparan dan koordinasi

masyarakat sebagai individu atau kelompok pada pihak lain (individu atau

kelompok yang lain dan pemerintah). Kebijakan-kebijakan publik baik yang

berkenaan dengan pelayanan publik maupun pembangunan di daerah harus

Page 129: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

118

diketahui publik. Isi keputusan dan alasan pengambilan kebijakan publik

harus dapat diakses oleh publik dan harus diumumkan agar mendapat

tanggapan publik. Demikian pula informasi tentang kegiatan pelaksanaan

kebijakan tersebut dan hasil-hasilnya harus terbuka dan dapat diakses publik.

Upaya pembentukan masyarakat transparansi, forum komunikasi langsung

dengan eksekutif dan dengan legislatif, wadah komunikasi dan informasi

lintas pelaku baik melalui media cetak maupun elektronik, merupakan contoh

wujud nyata dari nilai keterbukaan.

● MUSYAWARAH

Nilai musyawarah pada Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem

Masyarakat yang Beretika lebih kepada kegiatan pengambilan keputusan

dalam masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang terdiri dari individu dan

kelompok untuk menyepakati perihal apa yang akan diusulkan ke pemerintah

untuk dijadikan masukan pada perencanaan pembangunan masa

mendatang. Masukan disini lebih diutamakan perihal informasi atau data,

kritikan dan juga solusi yang tepat, sesuai dengan aspirasi didalam

masyarakat itu sendiri. Demokrasi merupakan kata yang tepat untuk nilai

musyawarah yang diterapkan pada proses pengambilan keputusan.

● KEPEMIMPINAN

Nilai kepemimpinan pada Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem

Masyarakat yang Beretika, dimaksudkan pada perihal penunjukan tokoh

masyarakat dan para cendikiawan sebagai penengah dan pengatur seluruh

elemen masyarakat. Pemimpin yang dipilih dalam sistem masyarakat harus

mampu melakukan sebuah koordinasi dan konsolidasi dari masyarakat

menuju pemerintah dan didalam masayarakat itu sendiri. Perihal aspirasi apa

yang nantinya ditetapkan oleh pemimpin didalam masyarakat harus sesuai

dengan apa yang disuarakan oleh masyarakat umum

● KEBENARAN DAN KEBAIKAN

Nilai Kebenaran dan kebaikan pada tahapan Proses Pembelajaran Sosial

dalam Sistem Masyarakat yang Beretika lebih menekankan pada proses

penetapan dan pengajuan usulan, gagasan, kritikan atau ide tentang

Page 130: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

119

perencanaan pembangunan kepada pemerintah. Masukan tersebut lebih

mengutamakan kemashlahatan semesta, dalam hal ini ialah masyarakat

secara umum bukan individu atau komunitas kelompok saja. Serta tentang

kelestarian lingkungan yang dalam islam dendiri dikategorikan sebagai

anggota dari semesta ini. Tata cara penyampaian masukan tadi juga diatur

oleh prosedur yang memang selayaknya dilakukan oleh masyarakat kepada

pemerintah.

● TANGGUNG JAWAB

Nilai tanggung jawab dalam tahapan Proses Pembelajaran Sosial dalam

Sistem Masyarakat yang Beretika, ditekankan dalam hal proses menjalankan

fungsi oleh masyarakat. Kedudukan masyarakat dalam sebuah negara ialah

sebagai salah satu elemen yang membentuk sebuah negara iru sendiri, turut

andil dalam kepatuhannya terhadap aturan dan hukum yang berlaku. Beban

tanggung jawab harus dilaksanakan dan disikapi dengan kesadaran diri yang

tinggi oleh setiap individunya. Keinginan untuk memajukan negara dengan

tidak melanggar hukum juga meruapakn salah satu itikad baik dalam proses

bernegara.

● MORALITAS

Nilai moral atau moralitas merupakan suatu konsekuensi beragama dan

bermasyarakat. Legitimasi Allah dalam hukum Islam (Al Quran dan Al Hadist)

akan mendapat proporsi yang paling tinggi. Tidak hanya memandang mana

yang pantas ditataran masyarakat kebanyakan, namun lebih dari itu

menjadikan moral memiliki beban langsung secara vertikal pada ketentuan

Allah SWT. Setiap peran serta masyarakat harus dilandaskan dengan

kesadaran diri yang tinggi tentang mana yang semetinya dialkukan dengan

konsekuensi “apa pun yang diperbuat di dunia ini akan dipertanggung

jawabkan di akherat nanti”.

● EFEKTIFITAS DAN EFESIENSI Nilai efektivitas lebih berhubungan kepada pemanfaatan sumber daya (alam,

manusia dan modal). Masyarakat harus memanfaatkan sumber daya secara

optimal, tidak menghambur-hamburkan apa yang telah disediakan oleh

Page 131: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

120

pemerintah. Nilai efisiensi berorientasi pada kegunaan waktu yang harus

seoptimal mungkin dan sesuai dengan sasaran perencanaan pembangunan

Melakukan perubahan yang optimal dengan waktu yang telah ditentukan

sebelumnya agar sasaran pembagunan masa mendatang bisa terealisasi

dalam waktu berikutnya.

● PEMBAHARUAN

Nilai pembaharuan dalam tahapan Proses Pembelajaran Sosial dalam

Sistem Masyarakat yang Beretika, dikaitkan dengan proses inovasi dan

kreasi tentang mengembangkan suatu hal baru. Hasilnya nanti dapat

dijadikan masukan bagi perencanaan pembangunan yang dilakukan

pemerintah. Usulan yang bersifat pembaharuan bagi sistem perencanaan

yang akan diberlakukan dan sedang dilaksanakan. Pemabaharuan yang

dilakukan sebagai wujud menjawab tantangan dari era globalisasi. Dari nilai

pembaharuan ini akan berkaitan erat dengan nilai berkelanjutan.

● BERKELANJUTAN

Nilai berkelanjutan dalam tahapan Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem

Masyarakat yang Beretika, berkorelasi dengan sikap Kedimamisan. Terdapat

beberapa hal yang memerlukan nilai berkenajutan ini anatara lain: dalam

proses kemitraan yang terus menerus dari masyarakat pada pemerintah.

Jangan sampai terputus koordinasi yang dialkukan masyarakat pada

pemerintah. Kemudian perihal inovasi dan kreasi untuk menemukan solusi

bagi permasalahan yang terjadi harus juga berkenajutan. Pengadaan

program-program pemerintah disusun agar menjadi rantai yang tak terputus

lagi, tidak bersifat sektoral dan partial saja.

● KOREKSI

Nilai Koreksi dalam tahapan Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem

Masyarakat yang Beretika, mengenai perihal koordinasi dan aspirasi dari

masyarakat pada pemerintah. Proses koreksi yang dilakukan oleh

masyarakat harus dalam koridor hukum yang berlaku. Saling mengingatkan

tentang perihal perencanaan pembangunan yang sesuai dengan sasaran

atau tujuan semula. Ketika terdapat suatu kejanggalan yang mengakibatkan

Page 132: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

121

proses implementasi perencanaan keluar jalur sasaran, maka disitulah peran

masyarakat dengan nilai koreksi harus diterapkan. Saat ini badan atau

lembaga yang bertugas dalam hal koreksi ialah LSM, namun untuk ke

depannya perihal koreksi bukan hanya menjadi tanggung jawab LSM saja

namun seluruh elemn masyarakat baik individu atau kelompok. Perlu diingat

juga tentng bagainmana memberikan masukan dengan aturan beraspirasi

yang sesuai dengan hukum yang berlaku.

● LOYALITAS

Nilai Loyalitas dalam tahapan Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem

Masyarakat yang Beretika, lebih diutamakan tentang rasa cinta terhadap

negara kita dan semua makhluk yang diciptakan oleh Allah. Dengan rasa

cinta tadi hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan Sesama,

manusia dengan Alam dan manusia dengan karya yang tercipta akan

berjalan selaras dan harmonis. Dukungan masyarakat terhadap pembanguan

yang dilakukan pemerintah selagi pembangunan itu bertujuan untuk

kesejahteraan bersama (semesta: lingkungan, masyarakat dan pemerintah)

sangat diperlukan.

● PERSAUDARAAN DAN KEBERSATUAN Nilai persaudaraan dan kebersatuan dalam tahapan Proses Pembelajaran

Sosial dalam Sistem Masyarakat yang Beretika, mengutamakan sikap

koordinasi yang baik didalam masyarakat itu sendiri dan kepada pemerintah.

Proses kemitraan dijadikan sebagai salah satu aplikasi nyata tentang nilai

persaudaraan dan kebersatuan, yang menjadikan peran masyarakat sebagai

partnership dalam perencanaan pembangunan. Berjalan berdampingan

dengan pemerintah dalam perencanaan pembangunan merupakan aksi

nyata dari masyarakat. Bukan hanya di tahapan perencanaan awal namun

sampai dengan evaluasi perencanaan juga.

● MELAMPAUI FENOMENA Nilai melampaui fenomena dalam tahapan proses perencanaan dari

masyarakat menuju pemerintah, bahwa masyarakat juga harus mengetahui

usulan apa yang sesuai dengan kondisi sebenarnya yang terjadi dalam

Page 133: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

122

masyarakat luas dan apa tujuan pemerintah melakukan suatu perencanaan

pembangunan. jangan mengambil kesimpulan secara sepihak saja. Ketika

suatu usulan atau masukan diajukan kepada pemerintah maka itu

seharusnya telah merangkum semua kepntingan dan kebutuhan dari semua

alpisan masyarakat tersebut. Mengungkap ”the real structures” dibalik ”false

needs” yang dinampakan dunia materi, dengan tujuan membantui

membentuk suatu keasaran sosial agar terjadi perbaikan kondisi kehidupan

masyarakat kearak yang lebih baik lagi. Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem Masyarakat yang Beretika Tingkat Desa/Kelurahan 1. Tujuan

Koordinasi perencanaan pembangunan yang partisipatif dimulai sejak

dilakukan kegiatan identifikasi kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang

kemudian dibahas dan disepakati dalam Musyawarah Pembangunan Tingkat

Desa/Kelurahan. Sebelum masuk pada tingkat Desa/kelurahan, diadakan

kordinasi terlebih dahulu di tingkat RT/RW atau dusun oleh lembaga

setempat. Hasil dari situ disampaikan dalam bentuk draft aspirasi yang

diketahui dan disetujui oleh masyarakat tingkat RT/RW atau dusun, dan

diserahkan pada perwakilan untuk dibicarakan ditingkat Desa atau

Kelurahan. Hasil dari sini nantinya dibicarakan kembali ditingkat kecamatan

sebagi sebuah masukan terhadap perencanaan pembangunan.

2. Agenda

Agenda yang dibicarakan pada tingkat ini adalah:

Mengidentifikasi potensi dan masalah kunci desa/kelurahan berikut peta

potensi dan permasalahan Desa/Kelurahan (peta kerawanan kemiskinan,

pengangguran, dll), dengan konsep Ta’aruf (mengetahui), Tafahum

(memahami), dan Ta’awun (Kebersamaan).

Perumusan usulan rencana kegiatan pembangunan secara partisipatif.

Prioritasi usulan kegiatan yang Tawazun (Keseimbangan) dan Musawah

(persamaan dan kesetaraan). Sebuah proses pemilahan atau

kategorisasi kegiatan berdasarkan pada sumber pendanaan yang

Page 134: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

123

diperlukan (swadaya, dunia usaha, Pemda dsb). dan informasi dari

pemerintah Kabupaten/Kota tentang perkiraan jumlah Dana Alokasi

Informasi dari pemerintah Kabupaten/Kota tentang isu-isu strategis

daerah;

Informasi tentang jumlah usulan yang dihasilkan pada forum sejenis di

tahun sebelumnya yang telah terealisasikan;

Proses Muhasabbah (evaluasi) dalam pelaksanaan pembangunan

Desa/Kelurahan pada tahun sebelumnya.

Menetapkan Kahalifah (wakil) Desa/Kelurahan yang Amanah terhadap

aspirasi masyarakat untuk menghadiri musyawarah tingkat Kecamatan;

3. Keluaran

Adapun keluaran utama yang diharapkan adalah:

Daftar usulan kegiatan/program pembangunan yang memerlukan

pembiayaan APBD Kabupaten/Kota, APBD Propinsi dan APBN.

Daftar Usulan kegiatan yang memerlukan pembiayaan swadaya

masyarakat.

Daftar Usulan kegiatan pembangunan yang memerlukan pembiayaan

dunia usaha berasaskan kemitraan, baik itu dengan Komunitas

masyarakat setempat atau swasta dan pemda.

Daftar/ nama-nama wakil desa untuk mengikuti Musrenbang tingkat

Kecamatan.

4. Pihak yang terlibat

Adapun peserta musyawarah adalah: Tokoh masyarakat; Ketua RT/RW;

Kepala Dusun; Kepala dan Perangkat Desa, Badan Perwakilan Desa (BPD),

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM); Kelompok Perempuan,

Kelompok Pemuda, Organisasi Masyarakat, Pengusaha, dan kelompok-

kelompok masyarakat marginal, dan lain-lain.

Tingkat Kecamatan 1. Tujuan

Ditujukan untuk mensinergikan dan mensinkronisasikan hasil-hasil

musyarwarah Desa/Kelurahan dalam satu wilayah kecamatan sehingga

menjadi suatu usulan yang sistematis, mantap dan terpadu untuk dibawa ke

Forum Koordinasi selanjutnya, yaitu tingkat kabupaten/kotamadya.

Page 135: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

124

2. Agenda

Agenda yang dibicarakan pada tingkat ini adalah:

Mengidentifikasi potensi dan masalah kunci kecamatan berikut peta

potensi dan permasalahan Kecamatan (peta kerawanan kemiskinan,

pengangguran, dll) dengan konsep Ta’aruf (mengetahui), Tafahum

(memahami), dan Ta’awun (Kebersamaan).

Perumusan usulan rencana kegiatan pembangunan secara partisipatif.

usulan kegiatan yang Tawazun (Keseimbangan) dan Musawah

(persamaan dan kesetaraan) terhadap prioritasi usulan kegiatan di tingkat

kecamatan, seleksi prioritas progeam pembangunan berdasarkan pada

sumber pendanaan yang diperlukan (swadaya, dunia usaha, Pemda dsb).

dan informasi dari pemerintah Kabupaten/Kota tentang perkiraan jumlah

Dana Alokasi

Informasi dari pemerintah Kabupaten/Kota tentang isu-isu strategis

kecamatan

Informasi tentang jumlah usulan yang dihasilkan pada forum sejenis di

tahun sebelumnya yang telah terealisasikan;

Proses Muhasabbah (evaluasi) dalam pelaksanaan pembangunan

kecamatan pada tahun sebelumnya.

Menetapkan Kahalifah (wakil) kecamatan yang Amanah terhadap aspirasi

masyarakat untuk mengahadiri musyawarah tingkat kabupaten atau

kotamadya

3. Keluaran

Adapun keluaran utama yang diharapkan adalah:

Daftar usulan kegiatan pembangunan di wilayah Kecamatan untuk

dibahas pada musyawarah Daerah Kabupaten/Kota, yang akan didanai

melalui APBD dan sumber pendanaan lainnya. Usulan kegiatan ini

merupakan hasil kesepakatan serta pemanduserasian antara usulan dari

Satuan Kerja Perangkat Daerah kabupaten/Kota dengan usulan dari

masing-masing Desa/Kelurahan. Selanjutnya, daftar tersebut juga

disosialisasikan kepada masing-masing Desa/Kelurahan oleh para

wakilnya yang mengikuti musyawarah Kecamatan;

Page 136: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

125

Terpilihnya wakil Kecamatan untuk mengikuti musyawarah ditingkat

Kabupaten/Kota.

4. Pihak yang terlibat

Adapun peserta musyawarah adalah: perwakilan sejumlah Satuan Kerja

Perangkat Daerah Kabupaten/Kota, Anggaran DPRD yang mewakili

Kecamatan bersangkutan, unsur Aparat Kecamatan, Perwakilan dari masing-

masing Desa/Kelurahan, Kelompok Perempuan, Lembaga Swadaya

Masyarakat yang memiliki aktifitas di kecamatan tersebut, pengusaha, para

pelaku pembangunan (stakeholder) lainnya yang mewakili individu maupun

kelompok yang peduli terhadap pembangunan atau disesuaikan dengan

kemampuan dan kondisi masing-masing daerah.

Tingkat Kabupaten/ Kota 1. Tujuan

Ditujukan untuk mensinergikan dan mensinkronisasikan hasil-hasil

musyawarah Kecamatan dalam satu wilayah Kabupaten/Kota adalah menjadi

media utama konsultasi publik bagi segenap pelaku pembangunan

(stakeholder) daerah untuk menetapkan program dan kegiatan daerah serta

rekomendasi kebijakan guna mendukung implementasi program/kegiatan

tahun anggaran berikutnya, sehingga menjadi suatu usulan yang sistematis,

mantap dan terpadu.

2. Agenda

Agenda yang dibicarakan pada tingkat ini adalah:

Mengidentifikasi potensi dan masalah kunci kabupaten atau kota berikut

peta potensi dan permasalahan kabupaten atau kota (peta kerawanan

kemiskinan, pengangguran, dll), dengan konsep Ta’aruf (mengetahui),

Tafahum (memahami), dan Ta’awun (Kebersamaan).

Perumusan usulan rencana kegiatan pembangunan secara partisipatif

yang Tawazun (Keseimbangan) dan Musawah (persamaan dan

kesetaraan) terhdap prioritasi usulan kegiatan di tingkat propinsi, seleksi

prioritas progeam pembangunan berdasarkan pada sumber pendanaan

Page 137: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

126

yang diperlukan (swadaya, dunia usaha, Pemda dsb). dan informasi dari

pemerintah propinsi tentang perkiraan jumlah Dana Alokasi

Informasi dari pemerintah propinsi tentang isu-isu strategis kabupaten

Informasi tentang jumlah usulan yang dihasilkan pada forum sejenis di

tahun sebelumnya yang telah terealisasikan;

Proses Muhasabbah (evaluasi) dalam pelaksanaan pembangunan

kabupaten/kota pada tahun sebelumnya.

Menetapkan Kahalifah (wakil) kabupaten/kota untuk menghadiri

musyawarah tingkat propinsi (DPRD)

3. Keluaran

Adapun keluaran utama yang diharapkan adalah:

Daftar usulan kegiatan pembangunan di wilayah kabupaten atau kota

hasil koordinasi ditingkat-tingkat sebelumnya

Terpilihnya wakil Kabupaten atau kota untuk mengikuti musyawarah

ditingkat propinsi

4. Pihak yang terlibat

Adapun peserta musyawarah adalah: Camat, Wakli Kecamatan, Perwakilan

masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota, LSM,

Perguruan Tinggi, Perwakilan Dunia Usaha, Perwakilan Asosiasi Profesi dan

Media Masa.

Prasyarat: Berniat dalam diri bahwa apa yang dilakukan dalam proses ini, itu semua

hanya karena Allah SWT semata bagi kemashlahatan semesta.

Menerapkan 15 sitem nilai (Keadilan, Persamaan, Keterbukaan,

Musyawarah, Kepemimpinan, Kebenaran dan Kebaikan, Tanggungjawab,

Moralitas, Efesiensi dan Efektifitas, Pembaharuan, Berkelanjutan, Koreksi,

Loyalitas, Persaudaraan dan Kebersatuan, Melampaui fenomena) Tidak ada satu pun lapisan masyarakat dan elemen lokal lainnya yang

dibiarkan tidak terjamah dalam proses ini, semua sektor penduduk harus

diaktifkan untuk melakukan proses ini

Page 138: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

127

Gam

bar 3

.2Pr

oses

Pol

itis

& A

dvok

asi d

alam

Sis

tem

Pem

erin

tah

yang

Ber

kead

ilan

Wak

il M

asya

raka

t ha

sil p

enun

juka

n pa

da p

rose

s pe

rtam

a

Din

as-d

inas

dan

In

stan

si L

okal

LE

GIS

LATI

F EK

SE

KUTI

F W

akil

Perg

urua

n Ti

nggi

dan

LSM

D

unia

Usa

ha

Pros

es P

oliti

s &

Adv

okas

i dal

am S

iste

m

Pem

erin

tah

yang

Ber

kead

ilan

Mus

yaw

arah

unt

uk M

enen

tuka

n Su

suna

n St

rate

gis

untu

k Pe

renc

anaa

n Pe

mba

ngun

an

Perih

al y

ang

dibi

cara

kan:

M

elak

sana

kan

mon

itorin

g da

n ev

alua

si

terh

adap

per

an le

gisl

atif

oleh

m

asya

raka

t M

uhas

abba

h ya

ng tr

ansp

aran

dan

ob

jekt

if da

lam

lem

baga

eks

ekut

if ol

eh

legi

slat

if

Pen

etap

an p

ropo

rsi f

ungs

i dan

per

an

untu

k ur

usan

pem

erin

taha

n ag

ar d

apat

se

suai

den

gan

prin

sip

Um

mah

M

uqta

shid

ah

Pen

etap

an k

ewen

anga

n ya

ng s

esua

i de

ngan

prin

sip

Um

mah

Qaa

imah

P

enge

mba

ngan

diri

dal

am m

emlih

ara

prin

sip

Um

mah

Qaa

nita

h M

blik

K

Pras

yara

t:B

erni

at d

alam

diri

bah

wa

apa

yang

di

laku

kan

dala

m p

rose

s in

i, itu

sem

ua

hany

a ka

rena

Alla

h SW

T se

mat

a ba

gi

kem

ashl

ahat

an s

emes

ta.

Men

erap

kan

15 s

item

nila

i (K

eadi

lan,

Pe

rsam

aan,

Ket

erbu

kaan

, Mus

yaw

arah

, Ke

pem

impi

nan,

Keb

enar

an d

an K

ebai

kan,

Ta

nggu

ngja

wab

, Mor

alita

s, E

fesi

ensi

dan

Ef

ektif

itas,

Pem

baha

ruan

, Ber

kela

njut

an,

Kore

ksi,

Loya

litas

, Per

saud

araa

n da

n Ke

bers

atua

n, M

elam

paui

feno

men

a)

Tida

k ad

a sa

tu p

un E

lem

en te

rkai

t yan

g di

biar

kan

tidak

terja

mah

dal

am p

rose

s in

i, se

mua

sek

tor p

emer

inta

h ha

rus

diak

tifka

n un

tuk

mel

akuk

an p

rose

s in

i

Page 139: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

128

3.4.2 Proses Politis & Advokasi dalam Sistem Pemerintah Berkeadilan Tahapan perencanaan yang kedua dalam hasil transformasi Teori Gerak

Mulla Shadra tentang konsep ”Kearifan Puncak” ialah Proses Politis & Advokasi

dalam Sistem Pemerintah yang Berkeadilan. Dalam tahapan ini, sesuai dengan

safar fil Al-Haq ma’a Al-Haq (dalam Allah bersama Allah). Safar ini dilakukan

dengan syarat harus melewati safar pertama. Pada safar ini juga harus melewati

beberapa maqam, yakni maqam sirr (fana’fi Dzat) yang iasanya para arif sering

berada dalam kemabukan (ekstase). Kedua, maqam khafiy (fana’) yaitu

seoarang arif akan menghadapi kefanaan dalam sifat Allah. Ketiga yakni maqam

akhfa, yaitu maqam Dzat dan Sifat sekaligus. Dalam konteks perencanaan, pada

tahapan ini diartikan sebagai sebuah proses perencanaan yang menciptakan

sistem pemerintahan yang baik. Selain itu peran pemerintah, dalam tahapan

proses perencanaan kedua ini, ditekankan pada sikap pemerintah dalam

kepemrintahan itu sendiri. Revitalisasi peran lembaga pemerintahan (eksekutif

dan legislatif daerah/pusat, dinas-dinas yang terkait) perlu dialkukan untuk

menciptakan kepemerintahan yang baik. Peningkatan kualitas sumber daya

aparat pemda dan elemen pemerintah lainnya, dilakukan dengan cara

peningkatan pemahaman pemerintah tentang perencanaan pembangunan yang

ideal dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Adapun nilai-nilai yang terkandung

didalamnya ialah, sebagai berikut:

◘ KEADILAN

Nilai keadilan yang terkandung dalam tahapan Proses Politis & Advokasi

dalam Sistem Pemerintah yang Berkeadilan, lebih menekankan pada sikap

dan tindakan dari elemen pemerintah (aparat pemerintah lokal sampai

kepada pemerintahan pusat) sesuai dengan etika jabatan yang dipegangnya.

Setiap instansi pemerintah mempunyai kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan pencapaian organisasinya dalam pengelolaan

sumberdaya yang dipercayakan oleh masyarakat. Kinerja suatu instansi

pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan terhadap atasan, anggota

DPRD, organisasi nonpemerintah, lembaga donor, dan komponen

masyarakat lainnya. Dengan nilai keadilan yang telah diterapkan didalam

keperintahan itu sendiri, diharapkan akan berdampak pada sikap pemerintah

yang adil untuk masyarakat umum. Kepastian hukum juga merupakan

Page 140: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

129

indikator penting dalam menimbang tingkat kewibawaan suatu pemerintahan,

legitimasinya di hadapan rakyatnya, dan dunia internasional.

◘ PERSAMAAN

Nilai persamaan yang terkandung dalam tahapan Proses Politis & Advokasi

dalam Sistem Pemerintah yang Berkeadilan, lebih menekankan pada

tindakan pemerintah lokal sampai pusat untuk konsolidasi, koordinasi, dan

pembagian wewenang sesuai dengan tugas yang dianut masing-masing.

adanya kepastian hukum yang merupakan resultan dari hukum dan

perundangan-undangan yang jelas, tegas, diketahui publik di satu pihak,

serta upaya penegakan hukum yang efektif, konsisten, dan tanpa pandang

bulu di pihak lain. Ketika dalam pemerintahan itu sendiri terjadi pelanggaran

yang dilakukan oleh oknum didalamnya, harus ditindak sesuai dengan hukum

yang berlaku.

◘ KETERBUKAAN

Nilai Keterbukaan dalam pelaksanaan program-program pemerintah selama

ini, praktis pertanggungjawaban keuangan di akhir tahun anggaran

merupakan satu-satunya mekanisme yang berjalan. Untuk dapat memberikan

masukan (feed-back) di tengah perjalanan suatu program, diperlukan adanya

mekanisme pelaporan reguler (misalnya: bulanan). Selain itu, dibutuhkan

adanya mekanisme verifikasi oleh pihak yang independen atas laporan

tersebut. Hanya dengan adanya mekanisme pelaporan, pertanggungjawaban

publik, dan verifikasi inilah tingkat keandalan laporan pengelola program

dapat ditingkatkan dan tingkat pencapaian suatu program dapat terukur

dengan mudah.

◘ MUSYAWARAH

Nilai musyawarah yang dilakukan pemerintah didalam kepemerintahan itu

sendiri ialah mengenai perumusan kebijakan tentang pelayanan publik dan

pembangunan di pusat dan daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi,

dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Dalam konteks ini wakil-wakil

rakyat di DPR/D diberi akses untuk secara aktif menyuarakan kepentingan

masyarakat, dan menindaklanjuti aspirasi mereka sampai terwujud secara

nyata. Keputusan-keputusan yang diambil, baik oleh lembaga eksekutif

Page 141: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

130

maupun legislatif, dan keputusan antara kedua lembaga tersebut harus

didasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil benar-

benar merupakan keputusan bersama.

◘ KEPEMIMPINAN

Nilai kepemimpinan dalam tahapan kedua ini diartikan sebagai upaya

mendelegasikan kewenangan pusat kepada daerah untuk dapat mengurusi

rumah tangganya telah dilakukan di seluruh daerah, namun demikian,

pendelegasian kewenangan tersebut harus juga dilakukan di daerah seperti

pendelegasian wewenang oleh bupati kepada dinas-dinas atau

badan/lembaga teknis yang ada di bawahnya, agar mereka memiliki

keleluasaan yang cukup untuk memberikan pelayanan publik dan

menyukseskan pembangunan di daerah. Wujud nyata dari prinsip tata

pemerintahan yang terdesentralisasi adalah pemberian kewenangan yang

luas disertai sumberdaya pendukung kepada lembaga dan aparat yang ada

di bawahnya untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah yang

dihadapi.

◘ KEBENARAN DAN KEBAIKAN Nilai kebenaran dan kebaikan dalam penyelenggaraan kepemerintahan baru

tercapai bila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi

ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang sinerjik dan setara.

Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur

bila ada standar moral dan etika penyelenggaraan pemerintahan yang tinggi,

kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta supremasi hukum, Good

governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan

yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas.

◘ TANGGUNG JAWAB

Nilai tanggung jawab yang terkandung dalam tahapan Proses Politis &

Advokasi dalam Sistem Pemerintah yang Berkeadilan, lebih menekankan

pada sikap atau rasa patuh terhadap amanat dari jabatan yang dibebankan

pada aparat pemerintahan. Malakukan apa yang menjadi wewenang dari

jabatan yang diterimanya. Di dalam pemberian pelayanan publik dan

Page 142: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

131

pembangunan dibutuhkan aparat pemerintahan yang memiliki kualifikasi

kemampuan tertentu, dengan profesionalisme yang sesuai. Oleh karenanya,

dibutuhkan upaya untuk menempatkan aparat secara tepat, dengan

memperhatikan kecocokan antara tuntutan pekerjaan dengan kualifikasi

kemampuan dan profesionalisme. Tingkat kemampuan dan profesionalisme

aparat pemerintahan yang ada perlu selalu dinilai kembali, dan berdasarkan

penilaian tersebut dilakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia

sesuai tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab melalui pendidikan, pelatihan,

lokakarya, dan sebagainya. Wujud nyata dari prinsip kompetensi dan

profesionalisme dapat dilihat dari upaya penilaian kebutuhan dan evaluasi

yang dilakukan terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber

daya manusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau peningkatan kualitas

sumber daya manusia.

◘ MORALITAS

Nilai Moralitas yang terkandung dalam tahapan Proses Politis & Advokasi

dalam Sistem Pemerintah yang Berkeadilan, lebih menekankan pada

kesadaran akan setiap tindakan kita bakal diketahui oleh Sang Khalik. Sikap

sadar yang seperti ini akan menuju kepada suatu kepemerintahan yang baik,

karena tanggung jawab moral pada Allah dalam menjalankan fungsi

profesionalisme jabatan menjadi acuan utama dalam nilai moralitas

◘ EFEKTIFITAS DAN EFESIENSI

Nilai efektifitas dan efesiensi lebih dikaitkan pada perihal persoalan alokasi

sumber daya. perlunya penetapan target kuantitatif atas pencapaian suatu

program. Selama ini, disadari maupun tidak, kita seringkali berorientasi pada

indikator input seperti alokasi anggaran dan penyerapannya, dan melupakan

pencapaian (output) program tersebut. Untuk menjaga efektivitas suatu

pengeluaran, diperlukan pemantauan yang berdasarkan pada pencapaian

target berbagai indikator kinerja (performance indicators) yang ditetapkan

sebelumnya dan menunjukkan tingkat keberhasilan suatu program secara

menyeluruh. Agar dapat meningkatkan kinerja tata pemerintahan dibutuhkan

dukungan struktur yang tepat. Oleh karena itu, pemerintahan baik pusat

maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur

Page 143: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

132

yang ada, melakukan perubahan struktural sesuai dengan tuntutan

perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara

keseluruhan dan menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat. Di samping

itu, pemerintahan yang ada juga harus selalu berupaya mencapai hasil yang

optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia

secara efisien. Dalam konteks ini, harus ada upaya untuk selalu menilai

tingkat efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya yang tersedia.

◘ PEMBAHARUAN

Nilai pembaharuan dalam tahapan kedua ini diartikan pada perbaikan sistem

keja kepemerintahan untuk menuju yang lebih baik. Penciptaan hal baru yang

dapat mengoptimalkan kinerja kepemerintahan. Salah satunya dengan

pelatihan dan pemahaman ilmu perencanaan yang sedang berkembang

diluar dan dapat berkesesuaian dengan karakteristik wilayah perencanaan

didalam negeri, tanapa meninggalkan prinsip-prinsip yang Islami.

Kedinamisan suatu kepemerintahan perlu dialakukan di setiap lapisan

kepemerintahan. Nilai pembaharuan juga dimasukan dalam penyusunan

program pemerintah yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan dari

perencanaan pembangunan yang sebelumnya telah terimplementasikan

◘ BERKELANJUTAN

Nilai berkelanjutan dalam proses kedua ini, menekankan bahwa semua

kegiatan pemerintahan berupa pelayanan publik dan pembangunan di

berbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi dan misi tertentu disertai

strategi implementasi yang jelas. Lembaga-lembaga pemerintahan pusat dan

daerah perlu memiliki rencana strategis (Renstra) sesuai dengan bidang

tugas masing-masing sebagai pegangan dan arah pemerintahan di masa

mendatang. Dengan demikian Program Pembangunan Nasional (Propenas),

Program Pembangunan Daerah, Rencana Strategis Departemen/ Lembaga/

Dinas merupakan wujud dari prinsip tata pemerintahan yang berdasarkan visi

strategis.

Page 144: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

133

◘ KOREKSI Nilai Koreksi didalam sistem kepemerintahan sendiri adalah diterapkannya

mekanisme penanganan pengaduan dan keluhan oleh lembaga Pemeriksa

kinerja aparat pemerintahan. Walaupun berbagai upaya tersebut di atas telah

dklaksanakan, tentunya masih ada kemungkinan terjadinya suatu masalah

dan penyelewengan yang timbul dalam pelaksanaan program ataupun

pelayanan publik. Untuk menanganinya, diperlukan suatu bagian khusus

dalam pengelola program atau instansi pelayanan masyarakat (misalnya air

minum, listrik, puskesmas, dan sebagainya) yang bertugas untuk menangani

pengaduan masyarakat yang masuk, baik secara langsung ataupun melalui

pemberitaan di media massa. Tentunya, juga dibutuhkan kerjasama dengan

berbagai lembaga pemeriksa dan penyidik yang sudah ada (inspektorat,

kepolisian, kejaksaan, dan sebagainya), sehingga setiap pengaduan yang

berindikasi penyelewengan dan tindak pidana dapat segera ditindaklanjuti.

Karakteristik yang terpenting dalam mekanisme ini adalah perlunya kepastian

bagi masyarakat bahwa pengaduan mereka akan ditangani dalam jangka

waktu tertentu dan si pengadu berhak menerima laporan atas tindak lanjut

pengaduannya itu.

◘ LOYALITAS

Nilai loyalitas di dalam etika profesionalisme aparat pemerintahan memiliki

kualifikasi kemampuan tertentu, tentunya sesuai dengan profesionalisme

jabatan yang dipegang. Oleh karenanya, dibutuhkan upaya untuk

menempatkan aparat secara tepat, dengan memperhatikan kecocokan

antara tuntutan pekerjaan dengan kualifikasi kemampuan dan

profesionalisme. Tingkat kemampuan dan profesionalisme aparat

pemerintahan yang ada perlu selalu dinilai kembali. Kepedulian terhadap

tanggung jawab dan tugas yang dibebankan perlu dikedepankan.

◘ PERSAUDARAAN DAN KEBERSATUAN

Nilai persaudaraan dan kebersatuan dalam Proses Politis & Advokasi dalam

Sistem Pemerintah yang Berkeadilan, lebih menekankan kepada sistem

koordinasi dan proses konsolidasi antar elemen kepemerintahan ditingkat

lokal sampai dengan tingkat pusat. Sesungguhnya antar elemen

Page 145: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

134

keperintahan tersebut terdapat saling bergantung dan terikat satu sama

lainnya. dinas yang satu dengan dinas yang lainnya juga harus

mengkoorsinasikan program pemabngunan apa yang akan dilakukan, hal ini

perlu dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya tumpang tindih antar

sektor pembangunan

◘ MELAMPAUI FENOMENA

Nilai melampaui fenomena dalam tahapan Proses Politis & Advokasi dalam

Sistem Pemerintah yang Berkeadilan, mengutamakan pada tindakan

pemerintah dalam tahapan pengambilan keputusan mengenai kebijakan yang

berkaitan dengan publik. Pemahaman akan kewajiban dan tanggung jawab

yang harus dilaksanakan untuk menjalankan tugas kepemerintahan secara

baik. Perihal kebijakan yang akan diputuskan haruslah berguna bagi

kemashlahatan semesta, baik itu manusia, lingkungan dan hasil cipataan

manusia itu sendiri (infrastruktur).

Proses Politis & Advokasi dalam Sistem Pemerintah yang Berkeadilan

1. Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap peran legislatif oleh

masyarakat sebagai sarana pengembangan demokrasi

Pengawasan legislatif oleh masyarakat perlu diatur lebih jelas mekanismenya

sehingga masing-masing dapat berjalan sesuai fungsi dan peranannya.

Penyempurnaan aturan tentang pengawasan ini perlu juga diikuti dengan

program dan kegiatan nyata dalam memberdayakan masyarakat dan

lembaga legislatif di daerah.

2. Evaluasi yang transparan dan objektif dalam lembaga eksekutif oleh

legislatif sebagai sarana pengembangan demokrasi.

Meningkatnya peranan dan fungsi legislatif dalam mengawasi eksekutif tidak

diikuti dengan peningkatan peranan masyarakat dalam melakukan

pengawasan terhadap legislatif. Hal ini cenderung mendorong timbulnya

arogansi kekuasaan legislatif di Daerah. Fungsi legislatif dalam menyuarakan

dan memperjuangkan aspirasi masyarakat bergeser menjadi kepentingan

pribadi atau golongan tertentu.

Page 146: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

135

3. Penetapan proporsi fungsi dan peran untuk urusan pemerintahan agar

dapat tercipta pemerintahan yang demokratis dengan ciri ‘Check and

Balance’, yang sesuai dengan prinsip Ummah Muqtashidah

Menetapkan pembagian kewenangan dan atau urusan pemerintahan yang

jelas antara Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota dan Desa melalui

pendekatan Kompetensi, Pendekatan Dampak Eksternalistis serta

Pendekatan Kemampuan, serta menggeser kembali pembagian kewenangan

antar Kepala Daerah dan DPRD pada titik keseimbangan,

4. Penetapan kewenangan perihal optimalisasi pemakaian sumber daya

sesuai dengan proporsinya dengan prinsip efesiensi dan efektivitas,

yang sesuai dengan prinsip Ummah Qaaimah

Menetapkan kembali pengaturan pemanfaatan dan pembagian sumber daya

nasional yang ada di daerah agar lebih adil dan proporsional. Pembagian

sumbersumber pendapatan pajak, bea dan cukai antara Pusat dengan

Daerah tidak hanya menggunakan asas domisili melainkan juga asas

sumber-sumber, sehingga daerah yang memiliki sumber berbagai pungutan

memperoleh bagian yang adil dan proporsional.

5. Pengembangan diri dalam sistem pemerintah agar mengalami

pembaharuan yang berkelanjut dalam memlihara prinsip Ummah

Qaanitah

Lembaga Teknis yang telagh ditunjuk menjalankan fungsinya yang

meliputi bidang penelitian dan pengembangan, perencanaan, pengawasan,

pendidikan dan pelatihan, perpustakaan, kearsipan dan dokumentasi,

kependudukan dan pelayanan

6. Mengembalikan Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-

usulnya (kembali pada hakekatnya) yang sesuai dengan prinsip Ummah

Wasatha

Kewenangan yang timbul dari hak asasi komunal, yakni hak atas

pengembangan kebudayaan dan hak kekayaan intelektual, berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewenangan yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan dan

atau yang belum dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah

Page 147: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

136

Kewenangan untuk melakukan kerja sama dengan pihak luar dalam

mengelola dan atau memperoleh manfaat dari sumber daya yang ada di

desa

Penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan

oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

7. Pembentukan forum koordinasi sebagai sarana kesepakatan bersama

dengan sikap Tasamuh

Forum Koordinasi ditujukan untuk menghasilkan kesepakatan dan komitmen

diantara para pelaku pembangunan (pemerintah daerah, masyarakat,

perguruan tinggi, dunia usaha, dll) atas program, kegiatan dan anggaran

tahunan daerah, di mana pengambilan keputusannya dilakukan secara

partisipatif dengan berpedoman pada dokumen dokumen perencanaan

pembnagunan daerah. Pemaduserasian setelah usulan kegiatan dari

kecamatan, dinas, badan, lembaga dan kantor, perguruan tinggi dan swasta

di daerah.

Prasyarat:

Berniat dalam diri bahwa apa yang dilakukan dalam proses ini, itu semua

hanya karena Allah SWT semata bagi kemashlahatan semesta.

Menerapkan 15 sitem nilai (Keadilan, Persamaan, Keterbukaan, Musyawarah,

Kepemimpinan, Kebenaran dan Kebaikan, Tanggungjawab, Moralitas,

Efesiensi dan Efektifitas, Pembaharuan, Berkelanjutan, Koreksi, Loyalitas,

Persaudaraan dan Kebersatuan, Melampaui fenomena)

Tidak ada satu pun Elemen terkait yang dibiarkan tidak terjamah dalam proses

ini, semua sektor pemerintah harus diaktifkan untuk melakukan proses ini

Page 148: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

137

Gam

bar 3

.3Pr

oses

Mob

ilisa

si d

an K

oord

inas

i Per

enca

naan

yan

g A

man

ah

Has

il K

eput

usan

Str

ateg

is u

ntuk

Per

enca

naan

Pem

bang

unan

se

tela

h m

elew

ati P

rose

s Ta

hap

Ked

ua

Terw

ujud

nya

Pem

aham

an d

an

Peng

haya

tan

Aka

n Pe

renc

anaa

n Pe

mba

ngun

an y

ang

Isla

m

Ele

men

mas

yara

kat y

ang

tela

h m

elak

ukan

Pro

ses

Pem

baha

ruan

Sos

ial

dala

m S

iste

m M

asya

raka

t yan

g B

eret

ika

Elem

en p

emer

inta

h ya

ng te

lah

mel

akuk

an P

rose

s Po

litis

& A

dvok

asi

dala

m S

iste

m P

emer

inta

h ya

ng

Ber

kead

ilan

Pih

ak L

ainn

ya y

ang

Terk

ait d

alam

Asp

ek

Per

enca

naan

Pe

mba

ngun

an

Perih

al y

ang

dibi

cara

kan

Men

ingk

atka

n in

tens

itas

dan

kual

itas

parti

sipa

si

mas

yara

kat

Men

ingk

atka

n ku

alita

s pe

renc

anaa

n

Mew

ujud

kan

kese

imba

ngan

ant

ara

penc

apai

an

sasa

ran

stra

tegi

s de

ngan

pen

capa

ian

sasa

ran

tahu

nan

M

ewuj

udka

n pr

insi

p U

mm

ah H

aadi

yah

Sos

ialis

asi h

asil

Foru

m K

oord

inas

i S

osia

lisas

i RAP

BD

S

osia

lisas

i ber

baga

i Inf

orm

asi

Men

erim

a m

asuk

an d

ari b

erba

gai u

susl

an y

ang

Pras

yara

t:B

erni

at d

alam

diri

bah

wa

apa

yang

di

laku

kan

dala

m p

rose

s in

i, itu

sem

ua h

anya

ka

rena

Alla

h SW

T se

mat

a ba

gi

kem

ashl

ahat

an s

emes

ta.

Men

erap

kan

15 s

item

nila

i (K

eadi

lan,

P

ersa

maa

n, K

eter

buka

an, M

usya

war

ah,

Kep

emim

pina

n, K

eben

aran

dan

Keb

aika

n,

Tang

gung

jaw

ab, M

oral

itas,

Efe

sien

si d

an

Efe

ktifi

tas,

Pem

baha

ruan

, Ber

kela

njut

an,

Kor

eksi

, Loy

alita

s, P

ersa

udar

aan

dan

Keb

ersa

tuan

, Mel

ampa

ui fe

nom

ena)

Ti

dak

ada

satu

pun

Ele

men

terk

ait y

ang

dibi

arka

n tid

ak te

rjam

ah d

alam

pro

ses

ini,

Pen

gada

an p

elat

ihan

dan

pem

bina

an d

ari

Pros

es M

obili

sasi

dan

K

oord

inas

i Per

enca

naan

yan

g A

man

ah

Page 149: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

138

3.4.3 Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan yang Amanah Tahapan perencanaan yang ketiga dalam hasil transformasi Teori Gerak

Mulla Shadra tentang konsep ”Kearifan Puncak” ialah Proses Mobilisasi dan

Koordinasi Perencanaan yang Amanah. Dalam tahapan ini, sesuai dengan safar

yang ketiga setelah melewati dua safar sebelumnya dengan tujuh maqam yakni

safar min al-Haq ila khalq ma’a al-Haq (dari Allah menuju makhluk bersama

Allah). Seakan-akan safar ini bagian dari antiklimaks (menurun), hal ini memang

sulit dijelaskan. Seoarang salik tidak lagi melihat Allah dari sesuatu, namun

dibalik menjadi melihat sesuatu karena Allah sebelumnya. Adanya Sang Pencipta

membuktikan adanya alam semesta ini. Dalam tahapan ini manusia berada

dalam sebuah “peniadaan diri” yang menganggap bahwa seluruh yang terdapat

dialam ini tidak ada kecuali Allah, dan melakukan segala sesuatunya dalam

kehidupan ini hanya untuk kemashlahatan semesta. semsntara jika kita meninjau

safar ketiga ini dari sisi perencanaan, bianlogikan sebagai sebuah proses

perencanaan yang diikuti dengan tindakan mobilisasi dan koordinasi hasil

berpengetahuan dua proses perencanaan sebelumnya. dua proses perencanaan

pada tahap ini, melibatkan masyarakat yang telah melakukan proses reformasi

sosial dan pemerintah yang telah melakukan proses politis dan advokasi

perencanaan dalam sistem pemerintah secara global dan menyeluruh. Koridor

atau benang merah yang memisahkan tahapan ini dengan dua tahapan

sebelumnya ialah mengenai tugas pemerintah dan masyarakat dalam hal

menggerakan semua elemennya dalam sistem yang ada untuk melakukan

tahapan koordinasi mengenai pengetahuan proses perencanaan pada dua

tahapan sebelumnya, yang sesuai dengan sistem nilai dalam Islam. Adapun nilai-

nilai yang terkandung didalamnya ialah, sebagai berikut:

● KEADILAN

Nilai keadilan yang terkandung dalam Proses Mobilisasi dan Koordinasi

Perencanaan yang Amanah, diartikan sebagai sebuah ketaatan akan hukum

dan aturan yang berlaku baik oleh pemerintah ataupun masyarakat itu

sendiri. Legitimasi hukum dan aturan tentang perencanaan antara elemen

masyarakat dan pemerintah harus ditegakkan. Sikap adil dari Pemerintah

untuk memberi apa yang layak dan sesuai dengan hak masyarakat dalam

perencanaan pembangunan masyarakat. Suatu tindakan nyata dalam

Page 150: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

139

masyarakat dalam proses mobilisasi dan koordinasi tentang pengetahuan

perencanaan yang berkesesuaian dengann nilai Islam kepada masyarakat

oleh pemerintah.

● PERSAMAAN

Nilai persamaan dalam tahapan Proses Mobilisasi dan Koordinasi

Perencanaan yang Amanah, diartikan sebagai penempatan peran

masyarakat yang bersanding dengan pemerintah dalam mobilisasi proses

perencanaan. Pengetahuan tentang proses perencanaan setelah melakukan

reformasi sosial dalam masyarakat dan proses politis yang berkeadilan

menurut nilai Islam, di koordinasikan pada masyarakat luas oleh pemerintah

sebagai koordinatornya dan masyarakat lainnya membentu sebagai tenaga

bantuan dalam proses sosialisasinya. Memberi informasi kepada pihak-pihak

yang berkepentingan dalam perencanaan pembangunan mengenai proses

perencanaan yang baik.

● KETERBUKAAN

Nilai keterbukaan dalam Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan yang

Amanah, berarti sikap transparan dan koordinasi kejelasan mengenai visi dan

misi pembangunan dari pemerintah kepada masyarakat. Kebijakan-kebijakan

publik baik yang berkenaan dengan pelayanan publik maupun pembangunan

di daerah harus diketahui publik. Isi keputusan dan alasan pengambilan

kebijakan publik harus dapat diakses oleh publik dan harus diumumkan agar

mendapat tanggapan publik. Demikian pula penyampaian informasi tentang

sasaran yang ingin dicapai pembangunan kepada masyarakat. Administrasi

perencanaan yang diketahui juga oleh masyarakat, mengenai pengeluaran

dan pemasukan pembiayaan pembangunan.

● MUSYAWARAH

Nilai musyawarah pada Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan yang

Amanah, lebih kepada kegiatan Pembentukan wadah dialogis di masyarakat

yang langsung berhubungan dengan pemerintah. Demokrasi merupakan kata

yang tepat untuk nilai musyawarah yang diterapkan pada proses

pengambilan keputusan. Proses teknokrasi yang demokrasi dengan

mendengar pendapat dari masyarakat sebagai masukan pembangunan.

Page 151: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

140

Pemerintah sebagai pemegang keputusan harus mampu mengalokasikan

aspirasi masyarakat pasda proporsi yang tepat sesuai dngan kapasitasnya.

● KEPEMIMPINAN

Nilai kepemimpinan pada Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan

yang Amanah, dimaksudkan pada perihal penunjukan Wakil pemerintah

duduk sebagai pengatur dan pengawas yang konsisten terhadap tanggung

jawabnya sebagai pelayan publik dalam proses pembangunan. Perwakilan

dari masyarakat pun juga dipilih untuk mengakomodir kepentingan dan

memberi masukan kepada pemerintah mengenai aspirasi mayarakat yang

sesungguhnya. Perihal aspirasi apa yang nantinya ditetapkan oleh pemimpin

didalam proses pengembilan keputusan oleh pemerintah harus sesuai

dengan apa yang disuarakan oleh masyarakat umum.

● KEBENARAN DAN KEBAIKAN

Nilai Kebenaran dan kebaikan pada tahapan Proses Mobilisasi dan

Koordinasi Perencanaan yang Amanah lebih menekankan pada proses

pembelajaran tentang orientasi pembangunan yang bertujuan untuk

kelestarian lingkungan, kesejahteraan masyarakat dan pelaksanaan

pembangunan yang sesuai dengan visi dan misi pembangunan. Masukan

tersebut lebih mengutamakan kemashlahatan semesta. Mengenai tata cara

peembelajaran tentang visi dan misi pembangunan ditetapkan oleh

pemerintah atas dasar pemerataan penyampaian informasinya. Perihal yang

semestinya dilakukan oleh masyarakat untuk mendukung perencanaan

pembangunan yang dialkukan oleh pemerintah dan masyarakat itu sendiri.

● TANGGUNG JAWAB

Nilai tanggung jawab dalam tahapan Proses Mobilisasi dan Koordinasi

Perencanaan yang Amanah, ditekankan dalam hal proses menjalankan

fungsi pemrintah kepada masyarakat. Kedudukan pemerintah dalam sebuah

negara ialah sebagai salah satu elemen yang memberi pelayanan publik,

turut andil dalam kepatuhannya terhadap aturan dan hukum yang berlaku.

Beban tanggung jawab harus disikapi dengan kesadaran diri yang tinggi oleh

pemerintah. Sementara masyarakat juga berperan melakukan tugas yang

dibebankannya sebagai pendukung pemerintah dalam pelaksanaan

Page 152: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

141

pembangunan yang siap menerima pembelajaran tentang perencanaan

pembangunan yang berkesuaian dengan visi dan misi pemerintah.

● MORALITAS

Nilai moral atau moralitas Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan

yang Amanah merupakan suatu konsekuensi beragama dan bermasyarakat.

Legitimasi Allah dalam hukum Islam (Al Quran dan Al Hadist) akan mendapat

proporsi yang paling tinggi. Tidak hanya memandang mana yang pantas

ditataran masyarakat kebanyakan, namun lebih dari itu menjadikan moral

memiliki beban langsung secara vertikal pada ketentuan Allah SWT. Setiap

pelaksanaan tanggung jawab baik itu pemerintah maupun masyarakat harus

dilandaskan dengan kesadaran diri yang tinggi tentang mana yang semetinya

dilakukan dengan konsekuensi bagi kemashlahatan semesta.

● EFEKTIFITAS DAN EFESIENSI

Nilai efektivitas Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan yang

Amanah, Penentuan limit waktu dalam pembangunan untuk acuan pada

tahap implementasi perecanaan pembangunan yang dilakukan oleh

pemerintah dan masyarakat. Pembatasan mengenai pemanfaatan sumber

daya yang dikelola pemerintah agar optimal digunakan oleh masyarakat

Masyarakat harus memanfaatkan sumber daya secara optimal, tidak

menghambur-hamburkan apa yang telah disediakan oleh pemerintah.

Melakukan yang semestinya dilakukan tanpa melebihkan prosesnya,

mengingat bahwa dalam setiap perencanaan pembangunan pasti memiliki

target waktu untuk penyelesaian dari pembangunan itu sendiri.

● PEMBAHARUAN

Nilai pembaharuan dalam tahapan Proses Mobilisasi dan Koordinasi

Perencanaan yang Amanah, dikaitkan dengan pengadaan dan pelaksanaan

Loka Karya dan seminar yang diselenggarakan pemerintah untuk masyarakat

umum dan aparat pemerintah loka dengan materi tentang perencanaan

pembanguan yang akan diterapkan masa mendatang. Kedinamisan suatu

ilmu pengetahuan perencanaan yang berkembang diluar harus diketahui oleh

masyarakat Indonesia untuk dapat diterapkan didalam negeri, dengan syarat

tidak bertentangan dengan Islam. Dengan melihat karakteristik dari wilayah di

Page 153: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

142

Indonesia, perencanaan yang natinya akan dibelakukan harus

berkesesuaian.

● BERKELANJUTAN

Nilai berkelanjutan dalam tahapan Proses Mobilisasi dan Koordinasi

Perencanaan yang Amanah, berkorelasi dengan sikap Kedimamisan. Usaha

Pelaksanaan pemberitahuan mengenai program pembangunan yang

dilakukan rutin dengan frekuensi waktu tertentu proses perencanaan dan

pemabngunan yang tidak begitu saja berhenti dalam tahapan tertentu.

Pembangunan yang baik dilakukan terus menerus. Hal tersebut membuktikan

keseriusan pelaku perencana dalam mendukung berkembangnya suatu

negara.

● KOREKSI

Nilai Koreksi dalam tahapan proses perencanaan dari pemerintah menuju

masyarakat dengan pemerintah, mengenai perihal koordinasi dan aspirasi

dari masyarakat pada pemerintah. Melakukan kegiatan interaksi antara

masyarakat dan pemerintah untuk proses koordinasi dan konsolidasi

mengenai kekurangan yang terjadi dalam pembangunan sebagai evaluasi

kedepan. Proses koreksi yang dilakukan harus dalam koridor hukum yang

berlaku. Saling mengingatkan tentang perihal perencanaan pembangunan

yang sesuai dengan sasaran atau tujuan semula.

● LOYALITAS

Nilai Loyalitas dalam tahapan Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan

yang Amanah, lebih diutamakan tentang rasa cinta terhadap negara kita dan

semua makhluk yang diciptakan oleh Allah. Dengan rasa cinta tadi hubungan

manusia dengan Tuhan, manusia dengan Sesama, manusia dengan Alam

dan manusia dengan karya yang tercipta akan berjalan selaras dan

harmonis. Melakukan kegiatan interaksi antara masyarakat dan pemerintah

untuk proses koordinasi dan konsolidasi mengenai kekurangan yang terjadi

dalam pembangunan sebagai evaluasi kedepan. Sikap peduli dan ingin

membantu dari pemerintah kepada masyarakat dalam hal memberi

pengetahuan tentang pembangunan yang berlangsung dan sesuai dengan

aspirasi masyarakat.

Page 154: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

143

● PERSAUDARAAN DAN KEBERSATUAN

Nilai persaudaraan dan kebersatuan dalam tahapan proses perencanaan dari

pemerintah menuju masyarakat dengan pemerintah, mengutamakan sikap

Kemitraan dan pendekatan partisipasi untuk kegiatan sosialisasi

perencanaan pembangunan. Proses kemitraan dijadikan sebagai salah satu

aplikasi nyata tentang nilai persaudaraan dan kebersatuan, yang menjadikan

peran masyarakat sebagai partnership dalam sosialisasi mengnai visi dan

misi perencanaan yang dialkuakn oleh pemerintah yang berkesesuaian

dengan Islam. Bukan hanya di tahapan perencanaan awal namun sampai

dengan evaluasi perencanaan juga masyarakat harus mengetahuinya dan

ikut serta didalamnya, tentunya sesuai dengan perannya.

● MELAMPAUI FENOMENA Nilai melampaui fenomena dalam tahapan proses perencanaan dari

pemerintah menuju masyarakat dengan pemerintah, bahwa Mengetahui apa

yang menjadi pertanyaan masyarakat selama pembangunan berlangsung

dan perihal proses perencanaan. Jangan mengambil kesimpulan secara

sepihak saja, namun Memfasiltasi pertanyaan tersebut dengan jawaban yang

tepat. Mengungkap ”the real structures” dibalik ”false needs” yang

dinampakan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk suatu

kesadaran sosial agar terjadi perbaikan kondisi pembangunan.

Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan yang Amanah

1. Tujuan

Meningkatkan intensitas dan kualitas partisipasi masyarakat

Meningkatkan kualitas perencanaan

Mewujudkan keseimbangan antara pencapaian sasaran strategis dengan

pencapaian sasaran tahunan

Mewujudkan prinsip Ummah Haadiyah

Page 155: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

144

2. Agenda

Sosialisasi hasil Forum Koordinasi

Setelah hasil Forum Koordinasi tersepakati oleh peserta, maka Forum

Koordinasi mempublikasikan hasil-hasil tersebut secara luas. Mekanisme

penyebarluasan hasil Forum Koordinasi ini diserahkan kepada masing-

masing daerah, sesuai dengan kondisi serta instrumen yang efektif.

Sosialisasi RAPBD

Setelah RAPBD disusun, maka Tim Fasilitasi Forum Koordinasi juga

mempublikasikan hasil-hasil tersebut secara luas. Adapun mekanisme serta

pihak-pihak yang perlu memperoleh informasi tentang RAPBD adalah sama

dengan yang berlaku pada sosialisasi hasil Forum Koordinasi.

Sosialisasi berbagai Informasi

Memberikan informasi dan memahami isu strategis, inventarisasi dan impilasi

usulan program/ kegiatan, evaluasi kinerja APBD tahun lalu dan tahun

berjalan, dan pemaduserasian berbagai usulan yang masuk;

Menerima masukan dari berbagai ususlan yang telah disosialisasikan

sebagai bahan pertimbangan untuk evaluasi

Sebelum kebijakan disahkan dan dijalankan menjadi keputusan mutlak,

berbagai usulan ataupun keluhan dari pemerintah, DPRD maupun

masyarakat tentang kebijakan dapat disampaikan ke Forum Koordinasi untuk

selanjutnya disampaikan kepada DPRD. Untuk itu, hendaknya Forum

Koordinasi juga dapat mengumumkan secara luas mekanisme penyaluran

usulan dan keluhan tentang semua kebijakan kepada DPRD.

3. Pihak yang terlibat

Adapun pihak-pihak yang perlu memperoleh informasi ini adalah:

Komisi- Komisi DPRD Kabupaten/Kota.

Masing-masing Dinas/Badan/Lembaga/Kantor.

Seluruh Camat

Seluruh Lurah atau kepala desa

Berbagai Forum dan asosiasi yang terlibat dalam Forum Koordinasi (LSM,

organisasi kemasyarakatan lokal lainnya)

Page 156: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

145

Prasyarat: Berniat dalam diri bahwa apa yang dilakukan dalam proses ini, itu semua

hanya karena Allah SWT semata bagi kemashlahatan semesta.

Menerapkan 15 sitem nilai (Keadilan, Persamaan, Keterbukaan,

Musyawarah, Kepemimpinan, Kebenaran dan Kebaikan, Tanggungjawab,

Moralitas, Efesiensi dan Efektifitas, Pembaharuan, Berkelanjutan, Koreksi,

Loyalitas, Persaudaraan dan Kebersatuan, Melampaui fenomena)

Tidak ada satu pun Elemen terkait yang dibiarkan tidak terjamah dalam

proses ini,

Pengadaan pelatihan dan pembinaan dari pemerintah pada masyarakat

tentang proses perencanaan pembangunan Islam

3.4.4 Proses Penjiwaan dan Penghayatan Sistem Perencanaan Islam

Tahapan perencanaan yang terakhir dalam hasil transformasi Teori Gerak

Mulla Shadra tentang konsep ”Kearifan Puncak” ialah Proses Penjiwaan dan

Penghayatan Sistem Perencanaan Islam. Dalam tahapan ini, sesuai tahapan

tertinggi dari seluruh perjalanann yang dilakukan seorang salik yakni, safar fil al-

khalq ma’a al-Haq (dengan Allah tetapi dalam Allah). Dalam safar ini seseorang

yang telah mengarungi alam-alam yang harus dilalui dan sampai pada

puncaknya, dia harus turun kembali dan membenahi masyarakatnya.

Menyatukan diri dengan Allah membuat dia bukan hanya sempurna namun

menyempurnakan masyarakatnya. Seoarang salik yang telah berada dalam

tahapan ini harus kembali lagi menyampaikan pesan-pesan Allah SWT kepada

para makhluk-Nya berdasarkan kemampuan mereka (bahasan dengan bahasa

yang mudah dimengerti oleh yang lain). Dalam konteks perencanaan diartikan

sebagai sebuah proses internalisasi atau penjiwaan mengenai perencanaan

pembangunan.yang berkesesuaian dengan perencanaan Islam. Ketika proses

penjiwaan iti telah dilakukan hasil ketiga tahapan sebelumnya, maka dengan

sendirinya apa yang menjadi misi perencanaan Islam yaitu rahmat bagi semesta

akan terwujud. Dengan pola pikir dan pola hidup dari semua pelaku

perencanaan, melibatkan seluruh elemen yang terkait dalam proses

perencanaan, setelah melewati ketiga tahapan proses perencanaan sebelumnya,

yang berorientasi pada nilai-nilai Islam akan mewujudkan suatu perencanaan

yang ideal. Tahapan ini juga aktualisasi dari hasil dari rangkaian proses

Page 157: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

146

sebelumnya. Untuk melakukan tahapan ini diperlukan nilai-nilai Islam yang

menjadi atribut penting dalam implementasi proses ini. Adapun nilai-nilai yang

terkandung didalamnya ialah, sebagai berikut:

◘ KEADILAN Nilai keadilan yang terkandung dalam tahapan Proses Penjiwaan dan

Penghayatan Sistem Perencanaan Islam, lebih menekankan pada sikap dan

tindakan dari elemen pemerintah (aparat pemerintah lokal sampai kepada

pemerintahan pusat) dan eleman masyarakat (individu, kelompok, swasta

dan LSM) untuk melaksanakan hukum perencanaan yang telah dilegitimasi

dalam tahapan sebelumnya. Setiap instansi pemerintah mempunyai

kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pencapaian organisasinya dalam

pengelolaan sumberdaya yang dipercayakan oleh masyarakat. Masyarakat

juga telah menjalankan perannya dalam perencanaan sesuai dengan hukum

perencanaan yang berlaku. Dengan demikian akan terwujud suatu keadilan

dalam proses perencanaan dalam tahapan ini, yang nantinya terwujudlah

proses perencanaan Islam.

◘ PERSAMAAN

Nilai persamaan yang terkandung dalam tahapan Proses Penjiwaan dan

Penghayatan Sistem Perencanaan Islam, lebih menekankan pada kesamaan

akan kewajiban dalam mantaati hukum yang telah ditetapkan oleh semua

komponen, baik itu pemerintah maupun masyarakat untuk semua elemen

didalamnya. Adanya kepastian hukum yang merupakan resultan dari hukum

dan perundangan-undangan yang jelas, tegas, serta upaya penegakan

hukum yang efektif, konsisten, dan tanpa pandang bulu. Ketika dalam

pemerintahan itu sendiri terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh oknum

didalamnya, harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Masyarakat

berhak melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh oknum tersebut dan

pemerintah harus bertindak sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Selain

itu persmaan mengenai menjalankan proses perencanaan pembangunan

secara bersamaan. Salah satu pihak, masyarakat atau pemerintah, tidak

boleh melepas tanggung jawabnya.

Page 158: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

147

◘ KETERBUKAAN Nilai keterbukaan tahapan Proses Penjiwaan dan Penghayatan Sistem

Perencanaan Islam, diartikan sebagi tindakan aplikasi nyata dalam hal

pembangunan, menempatkan pemerintah dan masyarakat sebagai pelaku

utama pembangunan dengan sistem akuntabilitas yang transparan didalam

dan diluar (evaluasi) sitem yang ada dalam masing-masing komponen. Nilai

keterbukaan ini erat kaitannya dengan sikap saling memberi dan menerima

masukan demi keberlangsungan pemabngunan yang ssuai dengan visi misi

pembangunan kedepan.

◘ MUSYAWARAH

Nilai musyawarah dalam Proses Penjiwaan dan Penghayatan Sistem

Perencanaan Islam, ialah tindakan bersama dari masyarakat dan pemerintah

mengenai sistem demokrasi dalam penentuan kesepatakan bersama

rencana tindak kolektif yang akan dilakukan pada setiap proses

pembangunan sampai tahapan implementasi dan evaluasi. Perumusan

kebijakan tentang pelayanan publik dan pembangunan di pusat dan daerah

dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh

eksekutif. Dengan pengetahuan mengenai perencanaan yang Islam dan ideal

akan menjadikan hasil dari proses demokrasi tadi berguna untuk

pembangunan. Tata cara yang berlaku dalam prosesnya pun harus

berkesesuaian dengan Islam.

◘ KEPEMIMPINAN

Nilai kepemimpinan dalam tahapan Proses Penjiwaan dan Penghayatan

Sistem Perencanaan Islam, diartikan sebagai upaya mendelegasikan

kewenangan Pemerintah yang demokrasi sebagai penentu dalam proses

advokasi dan pelaksanaan pembangunan, masyarakat dengan kepatuhan

melaksanakannya. Hal ini berlaku dalam proses aktulaisasi perencanaan

pemabngu8nan dalam masyarakat. Masyarakat dengan posisinya sebagai

penerima dan pemdukung dalam perencanaan harus mentaati keputusan

yang diambil pemerintah, dan melaksanakannya dalam pemabngunan.

Page 159: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

148

◘ KEBENARAN DAN KEBAIKAN Nilai kebenaran dan kebaikan dalam penyelenggaraan Proses Penjiwaan

dan Penghayatan Sistem Perencanaan Islam, menekankan pada aksi dari

pemerintah dan masyarakat hasil interpretasi atas kebijakan yang

diberlakukan demi kesejahteraan dan kemashlahatan bersama (semesta).

Hal tersebut dapat tercapai ketika siakp saling memepercayai antar pihak

yang terlibat dapat terwujud dengan baik. Dengan artian, bahwa masyarakat

percaya pada pemerintah dalam memutuskan suatu kebijakan yang akan

diberlakukan tersebut bertujuan untuk kemashlahatan bersama.

◘ TANGGUNG JAWAB Nilai tanggung jawab yang terkandung dalam tahapan Proses Penjiwaan dan

Penghayatan Sistem Perencanaan Islam, lebih menekankan pada

pergerakan secara berdampingan baik langsung ataupun tidak langsung dari

pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan yang terkendali oleh

hukum hasil demokrasi. Sikap atau rasa patuh terhadap amanat dari tigas

yang dibebankan pada aparat pemerintahan dan masyarakat itu sendiri.

Malakukan apa yang menjadi wewenang dari beban tugas yang diterimanya.

Di dalam pemberian pelayanan publik dan pembangunan dibutuhkan aparat

pemerintahan yang memiliki kualifikasi kemampuan tertentu, dengan

profesionalisme yang sesuai. masyarakat yang telah melakukan reformasi

sosial juga harus melaksanakan tanggung jawabnya sebagaimana mestinya

(sesuai dengan peran masyarakat dalam pelaksanaan strategi

pembangunan).

◘ MORALITAS Nilai Moralitas yang terkandung dalam tahapan Proses Penjiwaan dan

Penghayatan Sistem Perencanaan Islam, lebih menekankan pada kesadaran

akan setiap tindakan kita bakal diketahui oleh Sang Khalik. Tanggung jawab

secara moral pada Allah dalam menjalankan fungsi dan peran suatu elemen

dalam pembangunan yang terencana dalam koridor Islam. bukan hanya

hubungan vertikal antara manusia dan Allah SWT, namun juga hubungan

horisontal kepada sesama makhluk ciptaan-Nya.

Page 160: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

149

◘ EFEKTIFITAS DAN EFESIENSI Nilai efektifitas dan efesiensi pada tahapan Proses Penjiwaan dan

Penghayatan Sistem Perencanaan Islam, lebih dikaitkan pada perihal

persoalan optimaslisasi sumber daya dan waktu yang tersedia untuk proses

pembangunan yang berkesesuaian dengan visi, misi dan sasaran

pembangunan dalam batasan jangka waktu tertentu. Alokasi sumber daya.

perlunya penetapan target kuantitatif atas pencapaian suatu program. Untuk

menjaga efektivitas suatu pengeluaran, diperlukan pemantauan yang

berdasarkan pada pencapaian target berbagai indikator kinerja (performance

indicators) yang ditetapkan sebelumnya dan menunjukkan tingkat

keberhasilan suatu program secara menyeluruh.

◘ PEMBAHARUAN

Nilai pembaharuan dalam tahapan Proses Penjiwaan dan Penghayatan

Sistem Perencanaan Islam, diartikan pada Aktualisasi dan pergerakan yang

menuju kepada perencanaan yang lebih baik, tidak stagnan dalam tingkatan

tertentu saja. Menyaring ilmu perencanaan yang baru dan berkesesuaian

dengan karakteristik wilayah di Indonesia dan Islam. Reformasi sosial dan

pemerintah harus dialkuakn demi tercapainya suatu pemerintahan yang

Islam.

◘ BERKELANJUTAN

Nilai berkelanjutan dalam Proses Penjiwaan dan Penghayatan Sistem

Perencanaan Islam, menekankan Keberlangsungan suatu pembangunan

yang tiada henti untuk memperbaiki, mengadakan dan menciptakan

pembangunan sekarang dan yang akan datang. Manusia sebagai tokoh

sentral dari perencanaan, dengan negara yang memiliki hubungan keluar

untuk proses mengetahu apa yang berkembang diluar dan akan menjadi

pengetahuan baru yang bila memungkinakan dan sesuai dengan Islam akan

diterpakan dalam pemabngunan berikutnya. Usaha yang tidak ada henti-

hentinya untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu pembangunan

secara holistik.

Page 161: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

150

◘ KOREKSI Nilai Koreksi didalam tahapan Proses Penjiwaan dan Penghayatan Sistem

Perencanaan Islam, direal;isasikan dalam tindakan tegas dalam menjujung

tingggi supremasi hukum negara tentang pelaksanaan pembangunan yang

melibatkan semua elemen perencanaan pembangunan. Hal tersebut

melibatkan semua pihak yang terkait dalam perencanaan. Demokrasi

merupakan niali yang patut dijunjung tinggi. Perihal kebebasan berpendapat,

namun dalam atauran hukum yang benar. Mekanisme penanganan

pengaduan dan keluhan oleh lembaga Pemeriksa kinerja aparat

pemerintahan. Perlunya suatu bagian khusus dalam pengelola program atau

instansi pelayanan masyarakat (misalnya air minum, listrik, puskesmas, dan

sebagainya) yang bertugas untuk menangani pengaduan masyarakat yang

masuk, baik secara langsung ataupun melalui pemberitaan di media massa.

Tentunya, juga dibutuhkan kerjasama dengan berbagai lembaga pemeriksa

dan penyidik yang sudah ada dan masyarakat itu sendiri (inspektorat,

kepolisian, kejaksaan, dan sebagainya), sehingga setiap pengaduan yang

berindikasi penyelewengan dan tindak pidana dapat segera ditindaklanjuti.

◘ LOYALITAS

Nilai loyalitas di dalam etika profesionalisme aparat pemerintahan dan

masyarakat menjadi keharusan untuk dilaksanakan, tentunya sesuai dengan

tanggung jawabnya masing-masing yang dipegang. Rasa cinta dan rela

berkorban demi kemajuan negara dan mendirikan tiang agama dalam

pelaksanaan perencanaan pembangunan di lapangan. Kepedulian terhadap

tanggung jawab dan tugas yang dibebankan perlu dikedepankan.

◘ PERSAUDARAAN DAN KEBERSATUAN

Nilai persaudaraan dan kebersatuan dalam Proses Penjiwaan dan

Penghayatan Sistem Perencanaan Islam, lebih menekankan kepada sistem

koordinasi dan proses konsolidasi antar elemen kepemerintahan ditingkat

lokal sampai dengan tingkat pusat dengan semua elemen masyarakat.

Partisipatoy plannning sebagai acuan utama dalam pembangunan untuk

melakukan aksi dalam perencanaan. penyelenggaraan pembangunan yang

Page 162: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

151

dilakukan bersama akan menumbuhkan sinerjitas yang tinggi dalam

pembagunan.

◘ MELAMPAUI FENOMENA

Nilai melampaui fenomena dalam tahapan Proses Penjiwaan dan

Penghayatan Sistem Perencanaan Islam, mengutamakan pada tindakan baik

pemerintah dan masyarakat harus sudah mengetahui apa yang semestinya

dilakukan dalam pembangunan serta berusaha di implementasikannya

dengan baik. Pemahaman akan kewajiban dan tanggung jawab yang harus

dilaksanakan untuk menjalankan pembangunan secara baik. perihal

keputusan yang diambil harus sesuai dengan Islam.

Proses Penjiwaan dan Penghayatan Sistem Perencanaan Islam

1. Tujuan

Sebagai sebuah pemahaman dan penjiwaan atas dasar-dasar perencanaan

pembangunan dan juga kebijakan yang telah ditetapkan sebagai sebuah

aturan yang harus dilaksanakan. Hasil dari semua itu ialah berupa Aktualisasi

dan tindak nyata pada saat implementasi dari program-program

pembangunan yang telah ditetapkan bersama.

2. Agenda

Mewujudkan peningkatan kualitas dan pengetahuan masyarakat tentang

perencanaan

Mewujudkan peningkatan kinerja kelembagaan legislatif dan eksekutuf

ditingkat lokal

Mewujudkan manajemen sumber daya aparatur dalam dinas-dinas dan

instansi yang baik

Mewujudkan pelaksanaan pembangunan secara terpadu dan holistik

Mewujudkan pembangunan berkelanjutan secara Daaiyah (paripurna)

Mewujudkan Ukhuwwah sebagai wujud ikatan keUmmatan

3. Sasaran

Semua pihak memahami struktur dan isi dokumen perencanaan

pembangunan daerah

Semua pihak memahami mekanisme penyusunan dan struktur APBD

Page 163: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

152

Semua pihak memahami proses penyusunan Arah dan Kebijakan Umum

(AKU)

Semua pihak memahami struktur kelembagaan pemerintahan daerah

Semua pihak memiliki kemampuan komunikasi dalam forum publik

4. Pihak yang terkait

Melibatkan seluruh elemen yang terkait dalam proses perencanaan, setelah

melewati ketiga tahapan proses perencanaan sebelumnya.

Prasyarat: Berniat dalam diri bahwa apa yang dilakukan dalam proses ini, itu semua

hanya karena Allah SWT semata bagi kemashlahatan semesta.

Menerapkan 15 sitem nilai (Keadilan, Persamaan, Keterbukaan,

Musyawarah, Kepemimpinan, Kebenaran dan Kebaikan, Tanggungjawab,

Moralitas, Efesiensi dan Efektifitas, Pembaharuan, Berkelanjutan, Koreksi,

Loyalitas, Persaudaraan dan Kebersatuan, Melampaui fenomena)

Semua stakeholder harus ikut serta

Seluruh elemen yang terkait telah memahami dan menghayati proses

perencanaan pembangunan Islam

Page 164: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

153

Gam

bar 3

.4Pr

oses

Pen

jiwaa

n da

n Pe

ngha

yata

n Si

stem

Per

enca

naan

Isla

m

Has

il Pe

mah

aman

aka

n Pe

renc

anaa

n Pe

mba

ngun

an

yang

Isla

m

Selu

ruh

Stak

ehol

der d

alam

Pe

renc

anaa

n Pe

mba

ngun

an

AKTU

ALI

SASI

PER

ENC

AN

AAN

ISLA

M

Perih

al y

ang

dibi

cara

kan

Mew

ujud

kan

peni

ngka

tan

kual

itas

dan

peng

etah

uan

mas

yara

kat t

enta

ng p

eren

cana

an

Mew

ujud

kan

peni

ngka

tan

kine

rja k

elem

baga

an

legi

slat

if da

n ek

seku

tuf d

iting

kat l

okal

M

ewuj

udka

n m

anaj

emen

sum

ber d

aya

apar

atur

da

lam

din

as-d

inas

dan

inst

ansi

yan

g ba

ik

Mew

ujud

kan

pela

ksan

aan

pem

bang

unan

sec

ara

terp

adu

dan

holis

tik

Mew

ujud

kan

pem

bang

unan

ber

kela

njut

an

seca

ra D

aaiy

ah (p

arip

urna

) M

ewuj

udka

n U

khuw

wah

seb

agai

wuj

ud ik

atan

ke

Um

mat

an

Pras

yara

t:Be

rnia

t dal

am d

iri b

ahw

a ap

a ya

ng

dila

kuka

n da

lam

pro

ses

ini,

itu s

emua

han

ya

kare

na A

llah

SWT

sem

ata

bagi

ke

mas

hlah

atan

sem

esta

. M

ener

apka

n 15

site

m n

ilai (

Kea

dila

n,

Per

sam

aan,

Ket

erbu

kaan

, Mus

yaw

arah

, K

epem

impi

nan,

Keb

enar

an d

an K

ebai

kan,

Ta

nggu

ngja

wab

, Mor

alita

s, E

fesi

ensi

dan

E

fekt

ifita

s, P

emba

haru

an, B

erke

lanj

utan

, K

orek

si, L

oyal

itas,

Per

saud

araa

n da

n K

eber

satu

an, M

elam

paui

feno

men

a)

Sem

ua s

take

hold

er h

arus

ikut

ser

ta

Selu

ruh

elem

en y

ang

terk

ait t

elah

m

emah

ami d

an m

engh

ayat

i pro

ses

pere

ncan

aan

pem

bang

unan

Isla

m

Gra

dasi

Asp

irasi

dan

K

ewen

anga

n

Pros

es P

enjiw

aan

dan

Peng

haya

tan

Sist

em P

eren

cana

an Is

lam

Act

ion

Plan

(prio

ritas

pe

renc

anaa

n ke

wen

agan

dan

si

stem

ang

gara

n)

Page 165: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

154

Gam

bar 3

.5

Bag

an A

lur A

ktua

lisas

i Pro

ses

Pere

ncan

aan

Teos

entr

is B

erba

sis

Teor

i Ger

ak S

ubst

ansi

ELEM

EN

MAS

AYA

RA

KA

T D

ALA

M S

ISTE

M

MAS

YA

RA

KA

T

-Indi

vidu

-K

elom

pok

-Sw

asta

-L

SM EL

EMEN

PE

MER

INTA

H

TIN

GK

AT L

OK

AL

-Lem

bega

Leg

isla

tif

-Lem

baga

Eks

ekut

if -In

stan

si &

din

as

SIST

EM

PEM

ERIN

TAH

SE

CA

RA

M

ENYE

LUR

UH

-Tk.

Lok

al

-Tk.

Kot

a -T

k. R

egio

nal

SIST

EM

MAS

YA

RA

KA

T

DA

N

PEM

ERIN

TAH

-Ele

men

Mas

yara

kat

yang

tela

h m

elak

ukan

R

efor

mas

i Sos

ial

-Ele

men

Pem

erin

tah

yang

tela

h m

elak

ukan

Pro

ses

polit

is d

an a

dvok

asi

SELU

RU

H E

LEM

EN

YAN

G T

ERK

AIT

D

ALA

M S

ISTE

M

PER

ENC

AN

AA

N

-Pem

erin

tah

-Mas

yara

kat

-Sw

asta

-L

SM

[ 1 ]

Pros

es P

emba

haru

an S

osia

l dal

am S

iste

m

Mas

yara

kat y

ang

Ber

etik

a

[ 2 ]

Pros

es P

oliti

s &

Adv

okas

i dal

am S

iste

m

Pem

erin

tah

yang

Ber

kead

ilan

[ 3 ]

Pros

es M

obili

sasi

dan

Koo

rdin

asi

Pere

ncan

aan

yang

Am

anah

[ 4 ]

Pros

es P

enjiw

aan

dan

Peng

haya

tan

Sist

em P

eren

cana

an Is

lam

Page 166: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

BAB IV E P I L O G:

“CATATAN PENYIMPUL DAN PENUTUP” Paradigma perencanaan telah menjadi perbincangan banyak pihak

Masyarakat luas di Indonesia termasuk para ahli perencanaan dewasa ini tengah

berusaha mencari dan menunggu lahirnya paradigma baru dalam dunia

perencanaan. Hasilnya nanti diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif dalam

proses perencanaan masa mendatang. Berharap dengan paradigma proses

perencanaan yang terlahir nanti dapat mengembalikan hakekat perencanaan.

Melihat berbagai fenomena dan problematika yang terjadi di Indonesia

mengenai perencanaan yang terealisasi dengan pembangunan, ternyata dari

hasil telaah dan studi mengenai hal tersebut dapat dikatakan perlu suatu

perubahan yang mendasar dalam proses perencanaan di Indonesia.

Terdistorsinya sebuah perencanaan dengan praktek pembangunan oleh paham

barat, khususnya paham positivisme yang mengusung filsafat materialisme,

menyadarkan penulis untuk mencari solusi yang tepat untuk dijadikan sebagai

alternatif pilihan sebuah paradigma proses perencanaan.

Islam yang dijadikan sebagai pondasi dalam proses kontruksi paradigma,

karena Islam secara nyata dapat dikatakan sebagai agama yang bertujuan untuk

kemashlahatan seluruh semesta (rahmatan lil alamin) dan berpusat pada Tuhan

(Teosentris) yakni Allah SWT, dirasakan tepat untuk dijadikan pedoman

paradigma perencanaan. Alasan tersebut yang menjadikan Teori Gerak

Substansi dari filosof Islam Mulla Shadra dengan Konsep Kearifan Puncak

sebagai dasar penentuan sistem nilai dalam paradigma perencanaan Teosentris.

Melalui proses transformasi analogi, mentransformasikan ajaran normatif agama

untuk dijadikan sebagai aktualisasi dalam ilmu sosial, merupakan sebuah

tahapan yang mesti dilalui. Kemudian hasil dari transformasi tadi di

aktualisasikan dalam sebuah konteks perencanaan. Keluaran yang didapatkan

nantinya merupakan sebuah paradigma perencanaan Islam yang berbasis Teori

Gerak Substansi oleh Mulla Shadra. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam

epilog dibawah ini yang merupakan runtutan terlahirnya sebuah paradigma

alternatif dalam proses perencanaan di Indonesia kelak.

Page 167: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

156

4.1 Dampak Positivisme: “Sebuah Krisis Perencanaan” Positivistme adalah aliran filsafat yang berakar pada tradisi ilmu sosial

yang dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni

dengan kepercayaan adanya universalisme dan generalisasi, melalui metode

determinasi, atau kumpulan hukum teori. Positivistme yang mengusung konsep

berpengetahuan hanya melalui inderawi sebagai sumber pengetahuan satu-

satunya dan tidak mengakui adanya Tuhan (Bebas Nilai / Humanisme Atheis),

merupakan faham yang merebak pada ilmu pengetahuan yang ada.

Dibalik semua penjelasan secara sekilas diatas tentang paham

positivisme tersebut, ketika membandingkannya dengan permasalahan yang

umumnya terjadi dalam perencanaan pembangunan di Indonesia dari awal 1970

sampai dengan saat ini, terdapat beberapa kesamaan didalamnya.

Permasalahan yang kerap terjadi, seperti: degradasi lingkungan, kesenjangan

sosial, kerentanan kemiskinan, industrialisasi, demokrasi yang tidak berjalan dan

pemisahan antara bottom up planning dan top down plannning, sangat

berhubungan dengan penerapan paham positivistme dalam perencanaan di

Indonesia. Terdapat beberapa inti hal keterkaitan antara proses perencanaan

Indonesia dan positivisme:

1. Perhatian perencanaan pembangunan yang berorientasi pada fisik.

Terjadinya kesenjangan sosial dan kemiskinan disinyalir akibat dari

konsentrasi pada perencanaan fisik yang berlebihan. Ketidakmerataan

aspek pembangunan menjadi bukti nyata adanya sentralisasi sektoral

yang partial dalam pembangunan akibat dari pembangunan fisik.

2. Ekploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya alam yang berlebihan

untuk mendukung kegiatan ekonomi yang merupakan hasil dari

merebaknya paham kapitalisme. Era globalisasi membawa Indonesia

pada proses industrisialisasi besar-besaran. Akibatnya degaradasi

lingkungan tak terelakan lagi.

3. Proses demokrasi yang tidak berjalan sepenuhnya di Indonesia, karena

anggapan bebas nilai dan menhilangkan pluralitas dari positivisme.

Kekuatan pilitik yang berkuasa menjadi penentu kebijakan yang palin

dominan.

Page 168: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

157

4.2 Urgensi dalam Proses Perencanaan di Indonesia: “Jalan menuju

Perubahan” Bangunan teori perencanaan khususnya sistem perencanaan

pembangunan yang diajarkan pada dunia akademis maupun pada praktek

perencanaan di Indmnesia masih berorientasi pada pengetahuan dari barat.

Sebagaimana diketahui bahwa teori tersebut bersumber pada paradigma

antroporosentris (manusia sebagai pusat) yang lebih berorientasi pada akar

filsafat positivisme maupun empirisisme. Sistem perencanaan pembangunan

yang diimplementasikan menunjukkan belum mampu memberikan hasil

pembangunan yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat. Indikator kegagalan

pembangunan dapat dilihat dari masih tingginya angka kemiskinan, eksploitasi

sumber daya alam yang berlebihan, dan sebagainya.

Konsep Islam berupaya menciptakan masyarakat tauhidi, yaitu suatu

tatanan kemasyarakatan yang berdasarkan kepada nilai-nilai TauhiduLLah serta

bermuara kepada terciptanya masyarakat madani, terlepas dari berbagai

perbudakan termasuk perbudakann terhadap hawa nafsu sendiri, lingkungan

masyarakat, orang lain dan yang terpenting, perbudakan dalam keyakinan dan

peribadatan selain kepada (Allah SWT).

Membangun sistem proses perencanaan pembangunan alternatif yang

berorientasi pada pengetahuan dari timur (filsafat Islam) menjadi tantangan bagi

peneliti. Pada tahap awal akan dilakukan kajian teoritik yang memfokuskan pada

kajian Teosentris. Mulla Shadra sebagai filosof dengan pemikirannya tentang

kebenaran mistisme hasil pengetahuan intuisi secara esensi adalah identik

dengan kebenaran intelektual, dan pengalaman mistis pada dasarnya adalah

pengalaman kognitif, tetapi kebenaran pengetahuan intelektual dan muatan

kognitif (kesadaran yang utama) ini harus “dihayati” jika ingin diketahui secara

seutuhnya.

Salah satu pikiran yang cukup penting yang akan dijadikan pedoman

ialah tentang Gerak Substansif (Al-Harakah Al-jauhariyyah) yang memuat

tentang, menempatkan seluruh bidang wujud dalam gerak yang terus menerus

dengan mengetakan bahwa gerak tidak hanya terjadi pada kualitas-kualitas

sesuatu, tetapi juga pada substansinya.

Page 169: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

158

4.3 Teori Gerak Substansi: “Terlahirnya Paradigma Alternatif” Pemikiran Mulla Shadra tentang Teori Gerak Substansi melahirkan

konsep “Kearifan Puncak” menyebutkan beberapa tahapan menuju sebuah

keyakinan keimanan kepada Allah SWT. Dalam hal ini penulis memandang

sebagai suatu proses yang bersifat transendental. Diawali dengan mempelajari

filsafat-filsafat yang mendahuluinya, kemudian menggabungkan pemikiran-

pemikiran ‘irfan dan pandangan-pandangan keagamaan. Cara berfikir inilah yang

dinamakan sebagai suatu paradigma Islam.

Pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu pengetahuan yang

berdasarkan paradigma Al Quran jelas akan memperkaya khazanah ilmu

pengetahuan umat manusia. Struktur transendental Al Quran adalah sebuah ide

normatif dan filosofis yang dirumuskan menjadi paradigma teoretis. Dengan

melakukan hal tersebut kita telah melakukan aktualisasi misi manusia dimuka

bumi sebagai khalifah di muka bumi dengan tujuan kemaslahatan bagi umat

manusia. Mulla Shadra menyusun topik-topik filosofis mengenai jalan rasional

dan intelektual dengan cara menyerupai kaum ‘urafa berkeyakinan bahwa

seseorang pengembara akan menempuh empat perjalanan “Kearifan Puncak”.

Melalui metode pendekatan Transformasi yang digunakan untuk

mengubah teori-teori yang bersifat normatif dalam sains Islam kedalam suatu

nilai-nilai yang lebih objektif dan real. Munculah gagasan tentang penentuan

sistem nilai untuk proses perencanaan yang berbasis Teori Gerak Sustansi

dengan konsep Kearifan Puncak dari Mulla Shadra.

proses perencanaan Islam yang berbasis Teori gerak substansi.

Penentuan sistem nilai tersebut dilanjutkan dengan memasukannya dan proses

aktualisasi dalam konteks perencanaan. Sebelum masuk kedalam aktualisasi

sitem nilai, terlebih dahulu ditentukan hasil transformasi proses perencanaan

Islam yang berbasis Teori gerak substansi, yaitu:

• Proses Pembelajaran Sosial dalam Sistem Masyarakat yang Beretika

• Proses Politis & Advokasi dalam Sistem Pemerintah yang Berkeadilan

• Proses Mobilisasi dan Koordinasi Perencanaan yang Amanah

• Proses Penjiwaan dan Penghayatan Sistem Perencanaan Islam

Page 170: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

159

Nilai-nilai yang nantinya terkadung dalam sebuah perencanaan Islami

harus mencakup 3 prinsip utama, yaitu : Keseimbangan, Keteraturan, dan Etika.

Adapun penjabaran dari ketiga prinsip utama diatas dituangkan dalam sistem

nilai, seperti:

1. Keadilan

2. Persamaan

3. Keterbukaan

4. Musyawarah

5. Kepemimpinan

6. Kebenaran dan Kebaikan

7. Tanggungjawab

8. Moralitas

9. Efesiensi dan Efektifitas

10. Pembaharuan

11. Berkelanjutan

12. Koreksi

13. Loyalitas

14. Persaudaraan dan Kebersatuan

15. Melampaui fenomena

Untuk melihat tindakan yang diperlukan dalam melakukan proses

perencanaan Islam, dapat dilihat pada Tabel III.2. Sedangkan untuk bagan alur

aktualisasi proses perencanaan Islam berrbasis Teori Gerak Substansi, dapat

dilihat pada gambar 3.1

Page 171: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

160

Tabel 4.1 Perbandingan antara Perencanaan Positivistme

dan Perencanaan Teosentris

Pembanding Perencanaan Positivistme Perencanaan Teosentris

Alat berpengetahuan

Inderawi dan akal

Inderawi, akal, dan hati (wahyu/intuisi)

Sistem nilai Bebas Nilai Islam

Motivasi dan spirit Pertanggungjawaban prosedural

Kemashlahatan bagi semesta

Prioritas utama pembangunan

Perencanaan Fisik (spatial), partial

Perencanaan sosial, marjinal

Prinsip utama Kapitalime dan sosialisme Keseimbangan, keteraturan dan etika

Dasar pemikiran Kuantitatif dan ilmu pasti (eksakta)

Kualitaif dan melampaui fenomena

Konsenrtrasi pembangunan

Sentralisasi (terpusat) pemabngunan

Pemertaaan pembangunan (desentralisasi)

Keberlangsungan program pembangunan Sektoral Holistik (terintegrasi)

Sumber: Hasil Transformasi dalam Konstruksi Paradigma, 2005 Setelah terbentuk suatu sistem proses perencanaan Teosentris seperti

yang telah dikemukan diatas, dapat dilihat persamaan antara ajaran Mulla

Shadra tentang Himah Muta’aliyah tentang struktur realitas yang menyatakan

adanya gradasi eksistensi dengan hasil akhir dari proses perencanaan yang

terakhir yaitu terjadi Garadasi kekuatan (aspirasi dan kewenangan). Maksud dari

gradasi aspirasi ialah aspirasi yang nantinya terimplementasi dalam perencanaan

Teosentris ini hasil dari aspirasi yang sesungguhnya dari realitas yang ada di

masyarakat. “Apa adanya” kondisi dan keinginan masyarakat dapat

tersampaikan pada perencanaan dan dilakukan dalam pembangunan.

Sedangkan gradasi kewenangan diartikan sebagai sebuah “peniadaan’

kepentingan individu atau perorang, namun telah bersatu dengan realitas yang

ada di masyarakat. Semua elemen dalam perencanaan ikut bertanggung jawab

atas keberhasilan perencanaan itu sendiri, tidak ada lagi pelimpahan tanggung

jawab kepada salah satu pihak saja.

Sedangkan sistem model dari perencanaan teosentris yang diusulkan

setelah proses transformasi konsep kearifan puncak tentang teori Gerak

Substansi ialah seperti yang tertuang dalam bagan alur dibawah ini.

Page 172: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

161

Gambar 4.1

Model Perencanaan Teosentris

Sumber: Hasil Diskusi, 2005 (Imam Indratno, Ir., MT, Raditya Pamungkas AS)

Dalam model perencanaan teosentris, terdiri dari input, proses, dan

output yang didukung oleh pelaku perencanaan, fokus perencanaan dan

Kebijakan untuk menghasilkan outcome bagi perencanaan.untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada penjelasan sebagai berikut:

Input ialah nilai universal, dalam artian bahwa yang dijadikan pedoman dalam

merencana ialah semangat atau spirit Islam itu sendiri. Nilai universal yang

diajdikan sebagai input ialah nilai yang tidak bertentang dengan Al Quran dan

Al Hadist. Nilai-nilai yang digunakan dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari

yang bersifat umum.

Sedangkan proses yang dilakukan ialah gradasi kekuatan (power), kekuatn

sebagi simbol dari sifat Allah SWT. Dalam perencanaan sendiri kekuatan

dijadikan sebagi simbol atas kewenangan dari elemen yang terkait dala

perencanaan, baik itu masyarakat, pemerintah atau stakeholder lainnya. Hal

ini berbeda dengan desentralisasi, karena desentralisasi bersifat pelimpahan

wewenang, namun gradasi kekuatan disini bukan seperti itu. Gradasi

kekuatan lebih kepada dari proses pertama sampai terkahir dalam proses

perencanaan teosentris terjadi sebuah “peniadaan” atau kebersatuan

wewenang seluruh stakeholder dalam perencanaan yang sesuai dengan

fungsi dan tanggungjawabnya.

SIKAP MERENCANA

INPUT Nilai Universal (spirit Islam)

PROSES Gradasi Kekuatan

(power)

OUTPUT Pemenuhan atas

yang “Haq”

PELAKU Seluruh

Stakeholder

FOKUS Sinergitas

perencanaan

KEBIJAKAN

Page 173: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

162

Sedang output dari proses tersebut ialah pemenuhan atas yang Haq,

maksudnya ialah menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsi yang tepat

yang sejalan dengan prinsip keseimbangan dan keteraturan yang beretika.

Menempatkan peran para pelaku perencanaan sesuai dengan fungsi dan

tanggung jawabnya masing-masing. Jangan sampai dijadikan sebagai

kewenangan sepihak saja.

Pelaku untuk perencanaan teosentris ini ialah seluruh stakeholder yang

berkaitan dengan perencanaan pembangunan, masyarakat, pemerintah,

swasta, LSM.

Adapun fokus dari perencanaan teosentris ini adalah sebuah kebersatuan

yang utuh dari sebuah sinergitas perencanaan. Perencanaan pada proses

sendiri bukan merupakan entitas, namun lebih kepada unitas. Ketika salah

satu proses tidak terjalankan maka proses tersebut tidak lagi dikatakan

sebagai proses perencanaan teosentris lagi.

Kebijakan juga menduduki posisi yang cukup vital dalam mendukung

keberhasilan perencanaan Teosentris. Dukunagn kebijakan pemerintah atas

apa yang dilakukan dalam perencanaan merupakan hal perlu dibicarakan

ditataran pemerintah tanpa menghilangkan peran stakeholder lainnya.

Hasil atau outcome dari semuanya berupa sikap merencana yang terdapat

setiap individu dalam masyarakat dan pemerintah juga stakeholder lainnya.

Sikap merencana disini diartikan sebagai sebuah kesadaran yang penuh dari

keinginan, kemauan, kebutuhan dan keikutsertaan semua komponen

perencanaan dalam melakukan suatu pembangunan.

4.4 Kelemahan dalam Paradigma Proses Perencanaan berbasis Teori

Gerak Substansi Permasalahan yang diperkirakan dapat menjadi duatu kendala dalam

implementasi proses perencanaan Islam berbasis Teori Gerak Substansi ialah

belum ada parameter atau suatu ukuran tertentu untuk membuktikan bahwa

konsep atau model proses perencanaan diatas terimplementasi dengan baik dan

sesuai dengan koridor yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk itu perlu studi

lebih lanjut dari konsep atau model proses perencanaan Islam berbasis Teori

Gerak Substansi.

Page 174: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

163

4.5 Pra Syarat: ”Masukan menuju Perubahan” Dalam melakukan sebuah konsep perencanaan Islam menjadi

implementasi secara nyata, tentunya harus ada prasyaratnya terlebih dahulu.

Untuk itu beberapa prasyarat penting yang mesti dilakukan ialah: 1. Berniat dalam diri bahwa apa yang dilakukan dalam proses ini, itu semua

hanya karena Allah SWT semata bagi kemashlahatan semesta.

2. Keterkaitan antar satu tahapan dengan tahapan lainnya menjadikan proses

perencanaan Islam berbasis Teori Gerak Substansi tidak dapat dijalankan

terpisah-pisah (harus terintegrasi sebagai sebuah sistem)

3. Tersedianya tenaga ahli di dunia perencanaan yang telah memahami dan

berpengetahuan tentang proses perencanaan Islam berbasis Teori Gerak

Substansi

4. Tidak ada satu pun lapisan penduduk yang dibiarkan tidak terjamah dalam

proses ini, semua sektor penduduk harus diaktifkan untuk melakukan proses

perencanaan ini

5. Sama halnya pemerintah, Tidak ada satu pun elemen pemerintah yang

dibiarkan tidak mengikuti dalam proses ini, semua komponen dan aparat

pemerintah dari tingkat lokal sampai tingkat pusast harus diaktifkan untuk

melakukan proses ini

4.6 Rekomendasi

Studi ini diharapkan mampu menjadi sebuah pilihan atau alternatif

masukan bagi proses perencanaan yang berlangsung di Indonesia pada masa

yang akan datang, untuk itu dibawah ini disebutkan beberapa elemen yang dapat

(insyaAllah) menggunakan hasil studi ini, yaitu:

1. BAPPEDA

2. BAPPENAS

3. Pemerintah Daerah tingkat II, terutama yang telah menetapkan visi dan

misi daerahnya yang berkesesuaian dengan Islam

4. Program studi perencanaan Wilayah dan Kota yang diharapkan mampu

meneruskan studi ini dan sebagai sebuah pendekatan alternatif

disamping pengetahuan tentang proses perencanaa yang telah ada

sebelumnya

Page 175: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

164

4.7 Studi Lanjutan: “Kedinamisan Proses Berfikir” Dikarenakan penulisan ini hanya sebuah konsep awal, maka perlu

adanya studi yang lebih dalam mengenai kriteria apa saja yang akan diterapkan

dalam konsep ini dan penetuan sistem penilaian dalam prakteknya. Studi dan

penelitian yang mendalam dalam hal ini sangat dibutuhkan demi terciptanya

perencanaan Islam di Indonesia, dan merupakan suatu bukti dari kedinamisan

berfikir ummat Islam. Untuk itu butuh studi lanjutan megenai:

Pendalaman tentang kriteria yang berkaitan dengan Perencanaan Teosentris

Alat ukur yang digunakan untuk menghitung keberhasilan kinerja dari

perencanaan Teosentris

Verifikasi untuk mengetahui sejauh mana proses perencanaan teosentris ini

dapat dilakukan di sistem perencanaan Indonesia.

.

Page 176: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

165

DAFTAR PUSTAKA

1. Afif Muhammad, MA, Dr., (2004), Dari Teologi ke Ideologi, Pena Merah,

Bandung

2. Aiken, Henry D. (2002), Abad Ideologi, Bentang, Yogyakarta.

3. Azharfauzi (1995), Kajian Mengenai Prinsip-Prinsip Metodologi Perencanaan

yang Sesuai dengan Ajaran Islam (Tugas Akhir), Planologi Unisba, Bandung.

4. Bagus, Lorenz (1996), Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

5. Camhis, Marios (1979), Planning Theory and Philosophy, Travistok

Publications, London & New York.

6. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991), Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Balai Pustaka.

7. F. Budi Hadirman, (2003), Melampaui Positivisme dan Modernitas, Pustaka

Filsafat, Yogyakarta.

8. F. Budi Hardiman, (2003), Kritik Ideologi ‘Menyingkap Kepentingan

Pengetahuan Bersama Jurgen Habermas’, Buku Baik, Yogyakarta.

9. Friedmann, John (1987), Planning in The Public Domain, Princeton University

Press, Princeton New Jersey.

10. Husein Shahab, (2000), Kuliah-Kuliah Tasawuf “Mazhab Tasawuf Persepektif

Ahlul Bait”, Pustaka Hidayah, Bandung.

11. I. Bambang Sugiharto, (1996), Postmodenisme “Tantangan Bagi Filsafat”,

Pustaka Filsafat, Yogyakarta.

12. Kuntowijoyo, Dr. (1991), Paradigma Islam “Interpretasi Untuk Aksi”, Mizan,

Bandung.

13. Leaman, Oliver (2001), Pengantar Filsafat Islam “Sebuah Pendekatan

Tematis”, Mizan, Bandung.

14. M. Ag Radliyah Khuza’i, Dra. (2003), Disertasi “Epistemologi Mohammad

Iqbal dan Charles S. Peirce”. Yogyakarta.

15. Mansour Fakih, (2002), Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

16. Muhammad Baqir Ash Shadr, (1993), Falsafatuna, Mizan, Bandung

17. Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, (2003), Buku Daras Filsafat Islam, Mizan,

Bandung.

18. Musa Asy’arie, (2002), Filsafat Islam ‘Sunnah Nabi dalam Berfikir’, LESFI,

Yogyakarta.

Page 177: TRANSFORMASI TEORI GERAK SUBSTANSI   (MULLA SHADRA) DALAM MENGKONSTRUKSI   PROSES PERENCANAAN DI INDONESIA

166

19. Muthahhari, Murtadha (2002), Pengantar pemikiran Shadra ‘Filsafat Hikmah’,

Mizan, Bandung.

20. Rahman, Fazlur (2000), Filsafat Shadra, Penerbit Pustaka, Bandung.

21. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 5 tahun 1974 Tentang Pokok-pokok

Pemerintah di Daerah

22. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 22 tahun 1999 Tentang Otonomi

Daerah

23. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 24 tahun 1992 Tentang Penataan

Ruang

24. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 25 tahun 2004 Tentang Penataan

Ruang

25. Ruchyat Deni (2002), Pergerseran Pendekatan dalam Perencanaan

Pengembangan Wilayah/ Kawasan di Indonesia, Dep. Teknik Planologi ITB,

Bandung.

26. Russell, Bertrand (2002), Sejarah Filsafat Barat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

27. UNISBA, LPPM (2000/ No. 4), Mimbar (Jurnal Sosial dan Pembangunan),

P2U, Bandung

28. UNISBA, LPPM (2002/ No. 3), Mimbar (Jurnal Sosial dan Pembangunan),

P2U, Bandung

29. UNISBA, LPPM (2003/ No. 3), Mimbar (Jurnal Sosial dan Pembangunan),

P2U, Bandung

30. UNISBA, LPPM (2003/ No. 4), Mimbar (Jurnal Sosial dan Pembangunan),

P2U, Bandung

31. Zainuddin Maliki, (2003), Narasi Agung ‘Teori-teori Sosial Hegemoni’,

Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat (LPAM), Surabaya.