Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

16
AR 6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi, Institut Teknologi Bandung, 2010 1 Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh (Kajian terhadap Sejarah Program Penataan Permukiman Kumuh Pemerintah Kota Bandung) Komang Tria Prabawati [email protected] Abstrak Pertumbuhan penduduk khususnya di perkotaan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia yang menyebabkan tingginya konsentrasi penduduk di kota-kota besar. Berdasarkan penelitian BKKBN pada tahun 2000, persebaran kawasan kumuh di Kota Bandung telah menyebar hampir diseluruh kelurahan. Kondisi tersebut menyebabkan banyaknya program yang diluncurkan oleh pemerintah dalam penataan permukiman kumuh. Konsep program-program tersebut mengalami transformasi seiring dengan perubahan kondisi masyarakat pada permukiman kumuh dan dengan tujuan memperbaiki kekurangan program-program sebelumnya yang belum menghasilkan perubahan signifikan. Transformasi program-program penataan permukiman kumuh yang diluncurkan oleh pemerintah berkaitan dengan cakupan tujuannya, seperti perbaikan fisik permukiman, program perbaikan dan peningkatan ekonomi serta program pemberdayaan masyarakat untuk perbaikan dan peningkatan sosial budaya masyarakat. Analisis yang akan dilakukan dalam studi ini, yaitu penggambaran/inventarisasi program-program penataan permukiman kumuh yang pernah diluncurkan Pemerintah Kota Bandung, menganalisis konsep program-program tersebut berdasarkan sasaran dari program, tujuan, stakeholder yang terlibat serta kegiatan yang dilakukan serta melihat transformasi yang terjadi dan penyebabnya. Kata kunci : transformasi, program, penataan permukiman kumuh, Pemerintah Kota Bandung 1. Pendahuluan Permukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota-kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mendorong pertumbuhan permukiman, sedang kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kemampuan pengelola kota akan menentukan kualitas permukiman yang terwujud. Kota Bandung sebagai kota besar tidak terlepas dari permasalahan permukiman kumuh dengan kepadatan penduduknya yang kian hari kian meningkat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan BKKBN Kota Bandung, sebaran lokasi

Transcript of Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

Page 1: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

AR 6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi, Institut Teknologi Bandung, 2010 1

Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

(Kajian terhadap Sejarah Program Penataan Permukiman Kumuh Pemerintah Kota

Bandung)

Komang Tria Prabawati

[email protected]

Abstrak

Pertumbuhan penduduk khususnya di perkotaan merupakan fenomena yang sering terjadi

di Indonesia yang menyebabkan tingginya konsentrasi penduduk di kota-kota besar.

Berdasarkan penelitian BKKBN pada tahun 2000, persebaran kawasan kumuh di Kota

Bandung telah menyebar hampir diseluruh kelurahan. Kondisi tersebut menyebabkan

banyaknya program yang diluncurkan oleh pemerintah dalam penataan permukiman

kumuh. Konsep program-program tersebut mengalami transformasi seiring dengan

perubahan kondisi masyarakat pada permukiman kumuh dan dengan tujuan memperbaiki

kekurangan program-program sebelumnya yang belum menghasilkan perubahan signifikan.

Transformasi program-program penataan permukiman kumuh yang diluncurkan oleh

pemerintah berkaitan dengan cakupan tujuannya, seperti perbaikan fisik permukiman,

program perbaikan dan peningkatan ekonomi serta program pemberdayaan masyarakat

untuk perbaikan dan peningkatan sosial budaya masyarakat. Analisis yang akan dilakukan

dalam studi ini, yaitu penggambaran/inventarisasi program-program penataan permukiman

kumuh yang pernah diluncurkan Pemerintah Kota Bandung, menganalisis konsep

program-program tersebut berdasarkan sasaran dari program, tujuan, stakeholder yang

terlibat serta kegiatan yang dilakukan serta melihat transformasi yang terjadi dan

penyebabnya.

Kata kunci : transformasi, program, penataan permukiman kumuh, Pemerintah Kota

Bandung

1. Pendahuluan

Permukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota-kota besar

di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Pertumbuhan

penduduk merupakan faktor utama yang mendorong pertumbuhan permukiman, sedang

kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kemampuan pengelola kota akan menentukan

kualitas permukiman yang terwujud. Kota Bandung sebagai kota besar tidak terlepas dari

permasalahan permukiman kumuh dengan kepadatan penduduknya yang kian hari kian

meningkat.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan BKKBN Kota Bandung, sebaran lokasi

Page 2: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

2 AR6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi

kawasan kumuh di Kota Bandung pada tahun 2000 menunjukkan bahwa hampir disetiap

kelurahan terdapat kawasan permukiman kumuh, baik yang berstatus kampung kota

maupun permukiman liar. Menurut data kawasan kumuh di Kota Bandung yang telah

dikeluarkan oleh Puslitbang Permukiman, Dep Kimpraswil, terlihat bahwa hampir disetiap

kecamatan terdapat kawasan kumuh, berdasarkan proporsi dan komposisi jumlah keluarga

dalam peringkat pra sejahtera di wilayah Kota Bandung, peringkat tertinggi adalah

Kecamatan Cicadas (27%) kemudian disusul Kecamatan Regol (25%) dan Kecamatan

Bandung Kulon (15%). Kalau melihat sebaran kawasan kumuh di Kota Bandung mulai

menampakan perambahan dipinggiran kota.

Kawasan kumuh meskipun tidak dikehendaki namun harus diakui bahwa keberadaannya

dalam perkembangan wilayah dan kota tidak dapat dihindari. Oleh karena itu dalam rangka

meminimalisir munculnya kawasan kumuh, maka perlu dilakukan upaya-upaya secara

komprehensif yang menyangkut berbagai aspek yang mampu menghambat atau

memperbaiki kondisi kumuh tersebut.

2. Definisi Kawasan Kumuh

Secara umum konsep permukiman kumuh mengandung dua pengertian, yaitu daerah slums

dan squatter. Kawasan kumuh merupakan produk pertumbuhan kemiskinan dan kurangnya

pemerintah dalam mengendalikan pertumbuhan dan menyediakan layanan kota yang

memadai.Tingkat pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali telah mengakibatkan

munculnya kawasan-kawasan permukiman kumuh dan squatter (permukiman liar). Untuk

mencapai upaya penanganan yang berkelanjutan tersebut, diperlukan penajaman tentang

kriteria permukiman kumuh dan squatter dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi

masyarakat serta lingkungannya.

2.1 Slums

Definisi slums menurut Abrams adalah :

The word slums is a catch all for poor housing of every kind as a label for the environment.

(Abrams;1964:3)

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan yang dimaksud slum selalu dihubungkan dengan

lingkungan : perkampungan miskin dan kotor, perkampungan yang melarat, dimana tanah

yang mereka tempati sudah menjadi milik mereka dengan atau tanpa izin pemerintah atau

pemilik tanah, namun karena kondisi ekonomi dan pendidikan yang rendah, lingkungan

permukiman pun tidak terawat sehingga menjadi kotor.

Menurut CSU’s Urban Studies Department, kawasan kumuh merupakan suatu wilayah

yang memiliki kondisi lingkungan yang buruk, kotor, penduduk yang padat serta

keterbatasan ruang (untuk ventilasi cahaya, udara, sanitasi, dan lapangan terbuka). Kondisi

yang ada seringkali menimbulkan dampak yang membahayakan kehidupan manusia

Page 3: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

Komang Tria Prabawati 3

(misalnya kebakaran dan kriminalitas). Sebagai akibat kombinasi berbagai faktor.

Gambar 1. Beberapa contoh kawasan kumuh

Ciri-ciri fisik daerah kumuh adalah: sangat padat penduduknya, jalan sempit berupa

gang-gang kecil, drainase tidak memadai bahkan ada yang tanpa drainase, tidak ada ruang

terbuka diantara rumahnya, fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim, fasilitas

sumber air bersih sangat minim, tata bangunan yang sangat tidak teratur, sistem sirkulasi

udara dalam rumah tidak baik, tidak ada privacy bagi penghuni rumah dan berlokasi di

pusat kegiatan ekonomi kota.

2.2 Squatter

Selain kawasan kumuh yang menempati lahan-lahan yang legal, yang disebut “Slum Area”,

kawasan kumuh seringkali juga muncul pada lahan-lahan tanpa hak yang jelas, baik secara

status kepemilikan maupun secara fungsi ruang kota yang umumnya merupakan lahan

bukan tempat hunian. Kawasan seperti ini menurut literatur termasuk ke dalam kriteria

kawasan squatter. Squatter adalah suatu area hunian yang dibangun di atas lahan tanpa

dilindungi hak kepemilikan atas tanahnya, dan masyarakat squatter adalah suatu masyarkat

yang mendiami (bertempat tinggal) di atas lahan yang bukan haknya atau bukan

diperuntukkan bagi permukiman; seringkali tumbuh terkonsentrasi pada lokasi terlarang

untuk dihuni (bantaran sungai, pinggir pantai, dibawah jembatan, dll) dan berkembang cepat

sebagai hunian karena terlambat diantisipasi.

Kelompok squatter umumnya merupakan pendatang dari wilayah perdesaan atau pinggiran

kota yang berimigrasi ke perkotaan. Selain secara ekonomi umumnya mereka merupakan

komunitas yang berpenghasilan rendah, bekerja di sektor informal, dengan penghasilan

tidak tetap, juga secara sosial mereka berpendidikan rendah, berketerampilan terbatas

dengan akses terbatas terhadap pelayanan sosial dan administrasi publik.

Page 4: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

4 AR6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi

3. Transformasi

Menurut Habraken dalam Structure of The Ordinary, transformasi adalah proses

impermanen/perubahan yang terus menerus karena adanya adaptasi terhadap kegiatan

tumbuh, mati (pembaharuan). Di dalam proses ini terjadi juga perubahan nilai-nilai

bersama (gaya hidup, lingkungan sosial). Transformasi juga dapat didefinisikan sebagai

proses perubahan yang melibatkan nilai-nilai budaya, agen, konsepsualisasi dan

konfigurasi yang akan membentuk suatu struktur lingkungan binaan.

Gambar 3. Defnisi transformasi

“Kita membangun untuk bertahan, untuk melawan waktu. Apa yang dibangun oleh

generasi sebelumnya, dengan tujuan untuk menjadi abadi, kita hancurkan. Kemudian,

dengan maksud yang sama, kita membangun lagi. Keabadian adalah naluri yang

senantiasa ada”

(Habraken;1998)

Dari kalimat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses transformasi akan terus

berlangsung, tidak akan ada hentinya selalu memperbaharui.

Di dalam transformasi terdapat 3 pokok bahasan yang diatur, diantaranya :

1. Physical order

Membahas pengamatan hirarki kualitas bentukan lingkungan binaan yang diatur

berdasarkan tahapan intervensi tertentu (kasat mata)

2. Territorial Order

Membahas kontrol berstruktur secara ruang (tidak kasat mata)

3. Understanding

Membahas asumsi pemahaman umum dari agen yang terlibat dalam lingkungan

binaan

Pada bahasan transformasi program penataan permukiman kumuh, kontrol yang terjadi

lebih kepada yang bersifat non fisik, dimana agen terlibat secara dominan dalam

Page 5: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

Komang Tria Prabawati 5

menghasilkan suatu program/strategi/kebijakan tertentu. Stakeholder selaku agen berperan

dalam menentukan atau memutuskan strategi dalam penanganan permukiman kumuh

Transformasi kondisi masyarakat pada kawasan kumuh baik yang meliputi transformasi

secara fisik maupun nonfisik akan mempengaruhi strategi yang tepat dalam penanganan

kawasan tersebut. Untuk menghasilkan suatu strategi/konsep penanganan kawasan kumuh

yang tepat guna harus memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakatnya.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada di kawasan permukiman kumuh antara

lain mencakup tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya kemisikinan

yang mewarnai kehidupannya yang antara lain tampak dari sikap dan perilaku yang apatis.

Dengan memperhatikan perubahan/transformasi tatanan/struktur masyarakat pada kawasan

permukiman kumuh diharapkan mampu menghasilkan rumusan strategi penanganan

kawasan permukiman kumuh yang berkelanjutan dan tepat sasaran.

4. Metoda Penelitian

Metode pendekatan studi yang akan digunakan dalam studi ini melalui beberapa tahapan

sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan :

Untuk mempelajari parameter-parameter dari suatu strategi/konsep penanganan

kawasan permukiman kumuh

2. Survei Institusional

Survei institusional dilakukan untuk mengumpulkan data dari instansi yang

terkait

3. Data dan analisis

Data yang diperoleh dari hasil studi literatur dan observasi institusional setelah

diidentifikasi kemudian dianalisis sesuai dengan parameter yang telah ditentukan.

Pengolahan dan analisis data dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

Melakukan identifikasi informasi hasil dialog yang memiliki makna dan

relevan dengan konsep-konsep yang diteliti. Informasi diperoleh dari lapangan

(hasil wawancara)

Kategorisasi data, mengelompokkan informasi

Analisis dan interpretasi, yaitu langkah yang dilakukan untuk konseptualisasi

informasi yang telah dikategorikan, termasuk dalam langkah ini adalah analisis

data secara induktif dengan menggunakan content analysis

5. Strategi Penanganan Kawasan Kumuh

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah

dalam mengatasai kawasan kumuh. Mulai dari program pengentasan kemiskinan yang

dianggap sebagai penyebab utama munculnya kawasan kumuh sampai kepada

Page 6: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

6 AR6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi

program-program yang lebih bersifat spesifik.

Dalam rangka pengentasan kemiskinan, salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah

adalah menata kawasan permukiman kumuh di perkotaan dengan meluncurkan

program-program penataan kawasan kumuh yakni program perbaikan fisik permukiman,

program perbaikan dan peningkatan ekonomi serta program pemberdayaan masyarakat

untuk perbaikan dan peningkatan sosial-budaya masyarakat.

Berbagai program pengentasan masyarakat dari kemiskinan, antara lain melalui

pendekatan permukiman, telah dirancang dan dilakukan oleh pemerintah baik pusat

maupun daerah, seperti misalnya P2LDT, KIP, P2BPK, CAP, RP4D, NUSSP

(Neighbourhood Upgrading Shelter Sector Project), SAPOLA (Slum Alleviation Policy

and Action Plan), PLP3K-BK (Penanganan Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan)

Salah satu program yang bersifat lebih spesfik yaitu program Perbaikan Kampung (KIP),

yang telah dilakukan sejak tahun 1978. Juga ada yang ditata dan dibangun kembali

menjadi rumah susun seperti yang telah dilakukan terhadap permukiman kumuh di industri

dalam. Ada pula yang dirangsang agar masyarakat memperbaikinya sendiri seperti yang

dilakukan dengan program bantuan aspal, tetapi juga ada yang cenderung dibiarkan.

Berbagai program yang diluncurkan pemerintah dari tahun ke tahun memiliki objektifitas

yang berbeda.

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan agenda “Cities Without Slums” pada tahun

2010 dan mendorong pemerintah kota dan kabupaten untuk saling bekerja sama (city to

city cooperation) dalam rangka menggali potensi kota/kabupaten untuk menangani

urbanisasi yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan.

Untuk menangani kawasan kumuh, maka perlu didasarkan pada pandangan masyarakat

berpenghasilan rendah terhadap rumah. Dalam sistem perumahan sosial, maka Jo Santoso

(Jo Santoso;2002) mengungkapkan bahwa rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah

adalah :

1. Dekat dengan tempat kerja atau di tempat yang berpeluang untuk mendapatkan

pekerjaan, minimal pekerjaan sektor informal

2. Kualitas fisik hunian dan lingkungan tidak penting sejauh mereka masih bisa

menyelenggarakan kehidupan mereka

3. Hak-hak penguasaan atas tanah dan bangunan khususnya hak milik tidak penting.

Yang penting bagi mereka adalah mereka tidak diusir atau digusur, sesuai dengan

cara berfikir mereka bahwa rumah adalah sebuah fasilitas.

Page 7: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

Komang Tria Prabawati 7

Karena pandangan-pandangan itulah maka muncul kawasan-kawasan kumuh di sekitar

tempat-tempat berpeluang untuk mendapatkan pekerjaan. Sehingga salah satu point

penting dalam menangani kawasan kumuh adalah strategi untuk mendapatkan peluang

pekerjaan.

Penanganan kawasan kumuh harus ditinjau kasus per kasus sesuai dengan kondisi fisik

kawasannya. Namun demikian secara umum dengan mengacu pada UU No.4/1992 tentang

perumahan dan permukiman, pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan

dalam rangka peningkatan kualitas permukiman meliputi upaya melalui perbaikan atau

pemugaran peremajaan serta pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.

Konsep program-program tersebut mengalami transformasi seiring dengan perubahan

kondisi masyarakat pada permukiman kumuh dan dengan tujuan memperbaiki kekurangan

program-program sebelumnya yang belum menghasilkan perubahan signifikan. Berikut ini

gambaran sejarah perkembangan

Gambar 5.1. Lintas Sejarah Perbaikan Permukiman Kumuh

(sumber : Kementran Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia)

Page 8: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

8 AR6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi

Program-program perbaikan permukiman kumuh yang akan dibahas dalam tulisan ini

hanya akan dibatasi pada program yang diterapkan pada permukiman kumuh yang terletak

di perkotaan yaitu kampung verbetering, KIP, P3KT dan P2BPK.

Gambar 5.2 Pokok Pembahasan Program Perbaikan Permukiman kumuh

(sumber : Kementran Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia)

Kampung verbetering

Sejak pertengahan abad ke-19, proses urbanisasi di Jawa berjalan sesuai dengan pola

pertumbuhan alamiah. Pihak kolonial Belanda mulai mendirikan kota-kota di Jawa dengan

mengambil referensi dari kota-kota jawa tua. Belanda meletakkan pusat kota pada

alun-alun dan pekan (pasar). Pusat pemerintahan didirikan disekitar alun-alun. Lokasi yang

dulunya dipakai oleh sultan pada kota Jawa kuno, ditempati oleh sang penguasa kota dan

masjid besar menjadi elemen kota yang dominan. Permukiman urban (kuarter) atau

“perkampungan” dibiarkan tumbuh alamiah

Fenomena kampung adalah fenomena perkampungan pedesaan atau niet-bebouwde kom

(daerah yang tidak dikembangkan) dari suatu wilayah urban. Istilah “kampung perdesaan”

dipakai karena daerah ini tidak termasuk wilayah administrasi kota. Pada awal abad ke-20,

Pemerintah Belanda memberi perhatian pada kampung dalam bentuk peningkatan

infrastruktur demi mengatasi penyebaran penyakit pes dan malaria. Program Kampung

verbetering yang dilaksanakan kemudian memusatkan perhatian hanya pada kondisi

kesehatan kampung, tetapi sama sekali tidak membawa perubahan bagi posisi “pribumi

Page 9: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

Komang Tria Prabawati 9

kampung”. Program kampung verbetering melaksanakan beberapa peningkatan kondisi

lingkungan melalui intervensi langsung atau melalui regulasi. Tetapi semua itu tidak

merubah karakter kampung sebagai permukiman vernakular dengan sistem pertumbuhan

alamiah (Multhaup dan Santoso 1984)

Periode 1974 – 1979

Dalam periode ini diperkenalkan 3 program pokok, meliputi 2 program di perkotaan, yaitu

pembangunan 73.000 unit rumah sederhana dan Perintisan Perbaikan Kampung (KIP), dan

uji coba Site & Services serta 1 program di perdesaaan, yaitu bimbingan teknis dan

stimulan bagi 1.000 desa melalui Perintisan Pemugaran Perumahan Desa (P3D).

KIP (Kampung Improvement Programme)

Kampoeng Improvement Programme (KIP) sebagai proyek perbaikan kampung pernah

sukses diterapkan di DKI Jakarta dengan nama Proyek Muhammad Husni Thamrin

(MHT). Setelah dilakukan dalam empat tahap di MHT - Jakarta, KIP kemudian diterapkan

di kota-kota besar lainnya pada Pelita III. Namun seiring dengan tantangan urbanisasi dan

struktur masyarakat perkotaan, KIP diragukan bisa mengatasi permasalahan kawasan

perkotaan di kota-kota besar di Indonesia dengan pendekatan-pendekatan yang dilakukan

KIP pada jamannya.

Program KIP berfokus pada perbaikan prasarana serta jalan kampung saja. Dinas

perkotaan menentukan daerah dan cara perbaikan, kemudian menyediakan bahan bangunan

sedangkan masyarakat kampung menyediakan tenaganya. Walaupun sistem perbaikan

kampung ini dilakukan dengan konsep yang seragam dengan kondisi perkampungan yang

beragam, program ini dinilai cukup berhasil dalam memajukan kondisi kampung. Namun

program ini juga meningkatkan spekulasi, karena sesudah perbaikan kampung harga tanah

dan harga rumah naik sehingga banyak penghuni menjual rumahnya dan pindah ke

kampung lain dengan pengharapan akan dilaksanakan KIP pada kampung tersebut.

Keberhasilan KIP di MHT selama kurun 1969 – 1974 tak lepas dari gotong royong dan

kreatifitas warga urban untuk merelakan lahannya untuk ditata tanpa ganti rugi. Dalam

kurun tersebut, sebanyak 89 kampung atau setara dengan 2.400 ha dan 1,2 juta jiwa telah

menerima manfaat KIP. Pada 1974, Bank Dunia mulai menyalurkan bantuannya karena

seiring bertambahnya penduduk kota, kampung-kampung yang sudah ditata tersebut mulai

dipadati lagi dengan permukiman ‘liar’ dan kampung-kampung baru mulai muncul.

Selama lima tahun (sampai 1982), KIP yang didanai dari Bank Dunia setiap tahunnya

memperbaiki 1.000 ha kampung dengan penduduk lebih dari 400 ribu jiwa. Setiap

komponen ditangani Badan Pelaksana Pembangunan Proyek MHT (BAPPEM), mulai

perencanaan, pelelangan, dan pengawasan.

Page 10: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

10 AR6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi

Lebih kanjut dijelaskan, pada 1969 – 1974 disebut sebagai permulaan Proyek MHT

berhasil memperbaiki 2400 ha, 1074 – 1982 (MHT I) antara DKI dan Bank Dunia

meningkat menjadi 15.600 ha, pada 1982-1988 (MHT II) 3.000 ha, dan 1989-1999 (MHT

III) DKI dan Bank DUnia menjangkau 85 dari 267 kelurahan yang ada. Pada MHT III

mulai diterapkan konsep Tri Bina atau Bina Ekonomi, Bina Lingkungan, dan Bina Sosial.

Namun saat ini tantangan penataan lingkungan permukiman di perkotaan semakin besar

dengan fakta dan prediksi jumlah penduduk kota dua kali lebih cepat (kota di Indonesia

pada 2010 akan mencapai 50%). Keberhasilan proyek KIP, dilihat dari kasus MHT, antara

lain memakai teknologi tepat guna, biaya rendah, mampu memanfaatkan diversitas sosial,

ekonomi, dan budaya, mendoorong penghuni mandiri dan inovatif, serta mudah

digandakan.

Periode 1984 – 1989

Tahun 1979 dibentuk Menteri Negara Perumahan Rakyat Tahun 1985 terbit

Undang-undang No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Tahun 1987 ditetapkan PBB

sebagai Tahun Papan Sedunia. Salah satu program yang dilaksanakan pada periode ini

adalah P3KT (Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu)

P3KT (Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu)

P3KT adalah program pembangunan perkotaan yang mencoba melihat kebutuhan dan

strategi perkembangan kota sebagai dasar menyusun program investasi bidang prasarana

perkotaan yang menjadi tugas Departemen Pekerjaan Umum, meliputi jalan kota, sungai

dalam kota, drainase, penyediaan air bersih, sistem pembuangan air kotor, sistem

pembuangan sampah, termasuk perbaikan kampung dan perbaikan manajemen perkotaan.

P3KT terkait erat dengan penatan ruang, karena elemen strategi yang dijadikan dasar

penyusunan program. P3KT mensyaratkan disusunnya PJM (perencanaan jangka

menengah) yang memuat pertimbangan tata ruang sebagai elemen strategis. Bahkan,

awalnya diragukan, apakah semua kota sudah siap dengan rencana tata ruangnya sehingga

dapat dijadikan dasar bagi P3KT? Muncul gagasan untuk mengisi kekosongan rencana tata

ruang dengan meluncurkan IDAP (Interim Development Assessment Plan). Lebih dari

sekedar program investasi, P3KT coba mendesentralisasikan perencanaan dan penyusunan

program pembangunan prasarana perkotaan yang semula sangat terkonsentrasi dan sektoral

menjadi terdekonsentrasi dan terpadu. P3KT dalam wujud program pembangunan

perkotaan yang sebagian besar dibiayai dana pinjaman luar negeri, mendominasi program

perkotaan di Indonesia sejak tahun 1985 sampai akhir tahun 2000, bahkan terus

berkembang sampai sekarang. P3KT yang mulai disiapkan sejak tahun 1970-an, terus

diperluas pelaksanaannya ke seluruh wilayah Indonesia. Dimulai dengan P3KT generasi

Page 11: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

Komang Tria Prabawati 11

pertama, yaitu program perbaikan kampung (Urban I). Kemudian generasi kedua, berupa

proyek pembangunan perkotaan gaya lama (Urban II, Bandung, Medan, Urban III, Urban

IV dan Urban V). Disusul generasi ketiga, yaitu program pembangunan perkotaan untuk

melancarkan P3KT secara nasional (tidak terbatas pada proyek dengan bantuan luar negeri,

tetapi juga proyek APBN dan APBD). Lantas generasi keempat dengan proyek

pembangunan perkotaan gaya baru (Surabaya, East Java Bali, Kalimantan, Sulawesi Irian

Jaya, Bali tahap kedua, Sumatera dan Jawa Barat, Botabek, JUDP I,II dan III). Akhirnya,

generasi kelima berupa program sektor pembangunan perkotaan yang ditandai dengan

pinjaman Urban Sector Loan pada tahun 1987. Persiapan semua proyek P3KT melibatkan

konsultan luar dan dalam negeri.

Periode 1994 – 1998

Dalam periode ini ditargetkan pembangunan 500.000 unit Rumah Inti, Rumah Sangat

Sederhana dan Rumah Sederhana, perbaikan kawasan kumuh di 125 kota seluas 21.250 Ha,

peremajaan kawasan kumuh seluas 750 Ha, pembangunan prasarana air limbah di 9 kota

metropolitan dan kota besar, 200 kota sedang dan kecil serta 20.000 desa yang melayani 13

juta penduduk perkotaan dan 4 juta penduduk perdesaan, peningkatan pengelolaan

persampahan dan penanganan drainase di 20 kota metropolitan dan kota besar serta 200

kota sedang dan kecil. Salah satu program perbaikan kampung yang diberlakukan pada

periode ini adalah P2BPK.

P2BPK (Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada kelompok)

P2BPK adalah program pemenuhan kebutuhan perumahan yang bertumpu pada

kemandirian masyarakat yang merupakan kebijakan penanganan perumahan yang

diprioritaskan oleh pemerintah. Pemerintah melalui program P2BPK telah membina dan

mengarahkan agar masyarakat berpendapatan rendah dapat memiliki rumah secara

berkelompok. Pada segmen masyarakat berpendapatan rendah baik di perkotaan maupun

perdesaan, diharapkan 10% dari proporsi masyarakat yang membangun secara swadaya

melalui pemberian bantuan oleh pemerintah atau stimulan untuk dapat mewujudkan

keinginanya memiliki rumah.

Pola pembangunan perumahan berdasarkan pembangunan bertumpu pada kelompok ini

sangat berbeda dengan pola-pola yang pernah dilakukan sebelumnya dimana rumah

diposisikan sebagai komoditas dan penghuni sebagai objek yang harus menerima apa yang

direncanakan dan dibuat oleh pihak lain, pola ini merupakan pola penanganan perumahan

berorientasi penyediaan. Sedangkan P2BPK lebih menekankan nilai guna (use value) dan

mendudukan penghuni sebagai tokoh sentral dalam seluruh proses merumahkan diri.

Secara singkat pembangunan perumahan bertumpu pada masyarakat adalah pola

pembangunan yang mendudukkan masyarakat baik secara individu maupun kelompok

sebagai pelaku utama dan penentu semua keputusan dan tindakan pembangunan

Page 12: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

12 AR6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi

didasarkan pada aspirasi masyarakat, kepentingan masyarakat, kemampuan masyarakat

dan upaya masyarakat.

Untuk menumbuhkan dan menggerakkan pola kerja pembangunan pola kerja

pembangunan partisipatif serta menciptakan iklim pembangunan yang kondusif maka antar

pelaku pembangunan dikembangkan 3 fungsi yang saling menunjang dan menjadi

penggerak sebagai berikut :

1. Fungsi katalis pembangunan dan pengendali diperankan oleh sektor pemerintah

baik pusat maupun daerah

2. Fungsi konsultan pembangunan yang selalu menciptakan berbagai inovasi

pembangunan diperankan oleh sektor swasta melalui para konsultan pembangunan

3. Fungsi kader pembangunan yang menciptakan pembaharuan ditingkat masyarakat

untuk mendorong perkembangan masyarkat. Fungsi ini diperankan oleh sektor

masyarakat melalui tokoh-tokoh masyarakat, formal dan informal.

Periode 1998 – 2004

Tahun 1998 Menteri Negara Perumahan Rakyat dirubah menjadi Menteri Negara

Perumahan dan Permukiman. Tahun 1999 Menteri Negara Perumahan dan Permukiman

dan Departemen Pekerjaan Umum dilebur menjadi Departemen Permukiman dan

Pengembangan Wilayah, dan Menteri Negara Pekerjaan Umum dimana penanganan

perumahan dan permukiman dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengembangan

Permukiman dan Direktorat Jenderal Perkotaan dan Perdesaan. Tahun 2002 Departemen

Permukiman dan Pengembangan Wilayah dirubah menjadi Departemen Permukiman dan

Prasarana Wilayah, dan Direktorat Jenderal Pengembangan Permukiman dirubah menjadi

Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman. Tahun 2002 diperkenalkan Rumah

Sederhana Sehat sebagai pengganti Rumah Sangat Sederhana dan Rumah Sederhana.

Tahun 2002 Presiden Megawati Sukarnoputri mencanangkan Gerakan Nasional

Pengembangan Sejuta Rumah (GNPSR) di Denpasar Bali dalam rangka peringatan Hari

Habitat Dunia

Periode 2004 – Sekarang

Tahun 2004 dibentuk Kementerian Negara Perumahan Rakyat dan diterbitkan Peraturan

Pemerintah No. 15 Tahun 2004 Tentang Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan

Nasional. Tahun 2005 dibentuk PT. Sarana Multigriya Finance (SMF). Dalam periode ini

dicantumkan target-target pembangunan perumahan dengan rincian rumah sederhana sehat

sebesar 1.350.000 unit, rumah susun sederhana sewa sebesar 60.000 unit dan rumah susun

sederhana milik dengan peranswasta sebesar 25.000 unit. Desember 2006 diterbitkan

Keputusan presiden No. 22 Tahun 2006 Tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan

Page 13: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

Komang Tria Prabawati 13

Rumah Susun di Kawasan Perkotaan. Tanggal 5 April 2007 Pemancangan Pertama

Pembangunan Rusunami oleh Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono di

Pulogebang Jakarta. Tahun 2007 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2007

yang menyatakan Rusunami sebagai barang strategis, dan dibebaskan dari PPN

6. Analisis Transformasi Program Perbaikan Permukiman Kumuh

Berdasarkan inventarisasi program-program perbaikan permukiman kumuh yang pernah

dilakukan dari periode abad ke-19 sampai sekarang dapat ditarik kesimpulan konsep

masing-masing program seperti dijelaskan pada tabel dibawah ini.

Program Sasaran Tujuan Stakeholder Kegiatan1. Kampung

VerbeteringPendudukkampung pribumidan nonpribumi

Mengatasipenyebaran penyakitpes dan malaria.Berfokus pada aspekkesehatanpermukiman

PemerintahBelanda

Memperbaikiinfrastrukturkampung danmelaksanakanbeberapa peningkatankondisi lingkunganmelalui intervensilangsung atau melaluiregulasi

2. KIP Masyarakatberpenghasilanrendah yangtinggal didaerah-daerahkumuh perkotaanyang padatpenduduknya

Meningkatkankesejahteraanmasyarakatberpenghasilanrendah

Pemerintah LSM

Menggerakkan peranserta masyarakatmelalui penyuluhantentang pentingnyakebersihan danperbaikan lingkungankampung yang diikutidengankegiatan-kegiatanfisik

3. P3KT Kota-kota diIndonesia

Menyusun rencanapembangunan kotadenganmempertimbangantata ruang sebagaielemen strategis

Pemerintah Konsultan

Perbaikaninfrastruktur,penyediaan air bersih,sistem pembuanganair kotor, sistempembuangan sampah,termasuk perbaikankampung danperbaikan manajemenperkotaan

4. P2BPK • Masyarakatberpenghasilanrendah

• Masyarakat yangmempunyaipenghasilantidak tetap

• Masyarakat yang

Membantumasyarakat yangkurang mampudalam memenuhikebutuhan rumahtinggal yangdilakukan dari, oleh,dan untuk

• KSM, adalahorganisasi yangdibentuk olehwarga secarademokratis untukmewakilikepentinganwarga

• Penggalangan dana• Perencanaan

partisipatif

Page 14: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

14 AR6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi

belum memilikirumah sendiri

masyarakat. • KP, pihak yangdapatmendampingimasyarakat danmemiliki keahlianmelakukan prosespembangunanperumahan.Berperan sebagaicommunityorganizer

• Pemerintah

Sumber : analisa penulis

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan terjadi transformasi program perbaikan

permukiman kumuh yang meliputi transformasi sasaran, tujuan, pihak yang terlibat dan

kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki permukiman kumuh. Transformasi program

yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pertumbuhan alami masyarakat

dan lingkungan permukiman kumuh yang mengakibatkan perubahan kondisi permukiman.

Selain itu pelaku dan identitas agen juga turut mempengaruhi perkembangan program.

Gambar 6.1 Proses Transformasi Program Perbaikan Permukiman Kumuh

(Sumber : analisa penulis)

Page 15: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

Komang Tria Prabawati 15

Pelaku atau agen yang terlibat dalam program perbaikan permukiman kumuh semakin

lama semakin kompleks mengimbangi kompleksnya karakteristik permukiman kumuh.

Semula program perbaikan permukiman kumuh hanya dimotori oleh pihak pemerintah dan

masyarakat sebagai objek harus menerima apa yang dilakukan dan disediakan oleh

pemerintah, namun seiring dengan berkembangnya budaya dan kondisi lingkungan konsep

ini tidak lagi efektif memperbaiki kondisi permukiman karena masyarakat menjadi

terus-menerus bergantung pada pemerintah tanpa mampu berkembang untuk meningkatkan

kehidupanya secara mandiri. Dengan kondisi seperti itu, diperlukan adanya pelaku-pelaku

yang mempriorotaskan perkembangan dan partisipasi masyarakat sebagai aktor bagi

peningkatan kualitas hidupnya sendiri, untuk itu diperlukan pihak yang mewakili dan

mendampingi masyarakat selama program perbaikan permukiman berlangsung. Semakin

bertambahnya pihak-pihak yang terlibat dalam program perbaikan permukiman kumuh

yang mewakili seluruh kepentingan diharapkan mampu mengatasi ketidakberhasilan

program-program terdahulu serta mampu menghadapi perkembangan masyarakat dan

lingkungan permukiman.

Gambar 6.2 Peran agen dalam perbaikan permukiman kumuh

(Sumber : analisa penulis)

Page 16: Transformasi Program Penataan Permukiman Kumuh

16 AR6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi

Referensi

Esmara, Hendra. 1975. Kesenjangan Pendapatan Daerah, Padang: Universitas Andalas

Habraken, N.J. 1998. The Structure of The Ordinary, London: The MIT Press.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan United Nations Devolopment Programme,

1997.

Koestoer. RH, 1997. Perspektif Lingkungan Desa-Kota Teori dan Kasus, UI-Press.

Ringkasan Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Jakarta

Sri. P, 1988. Permukiman Kumuh; Pertimbangan Pengusiran Atau Perbaikan. Jakarta. :

Kongres Ikatan Peminat Dan Ahli Demografi Indonesia IV

Santoso, Jo., dkk.2002. Sistem Perumahan Sosial di Indonesia. Center for Urban Studies

dan IAP. Jakarta

Yunus, H.S. 2005. Manajemen Kota: Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.