Transdermal

68
MAKALAH MATA KULIAH SISTEM PENGHANTARAN OBAT “Sediaan Transdermal” Disusun oleh Kelompok 1 Paralel Frandes Reynaldo 0806398215 Nisrina Ramadhyanti 1106067141 Dinar Amalia 1106067242 Izmiaty Nurjanah 1106067425 Masuko Tri Sutandio 1106067570 Nurrahmah Nawwir A. 1106067633 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK i

description

Sistem Penghantaran Obat - Sediaan Transdermal

Transcript of Transdermal

Page 1: Transdermal

MAKALAH MATA KULIAH

SISTEM PENGHANTARAN OBAT

“Sediaan Transdermal”

Disusun oleh

Kelompok 1 Paralel

Frandes Reynaldo 0806398215

Nisrina Ramadhyanti 1106067141

Dinar Amalia 1106067242

Izmiaty Nurjanah 1106067425

Masuko Tri Sutandio 1106067570

Nurrahmah Nawwir A. 1106067633

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2014

i

Page 2: Transdermal

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita hadiratkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmat-Nya, makalah untuk tugas Sistem Penghantaran Obat ini dapat

terselesaikan. Di dalam makalah ini dibahas mengenai sediaan obat transdermal

disertai dengan hal-hal yang berpengaruh pada pemberian obat dengan rute

tersebut.

Ucapan terima kasih diberikan kepada pihak yang telah membantu dari

awal pembuatan makalah ini hingga selesai pembuatannya. Ucapan terima kasih

juga diberikan kepada Ibu Dr. Silvia Surini, M.Pharm.Sc dan Ibu Kurnia Sari

Setio Putri S.Farm., M.Farm. yang telah membimbing penulis dalam pembuatan

makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai kekurangan.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Depok, Mei 2014

Penulis

ii

Page 3: Transdermal

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDU………………………………. i

KATA PENGANTAR………………………………………………………….

ii

DAFTAR ISI……………………………………………… iii

BAB 1 : PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………....1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………..1

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………....1

1.4 Metode Penulisan………………………………………………………...2

1.5 Sistematika Penulisan……………………………………………………2

BAB II : ISI

2.1 Definisi Sistem Penghantaran Obat Transdermal………………………...

4

2.2 Struktur dan Fisiologi Kulit……………………………………………....

4

2.3 Transdermal Patch………………………………………………………..

7

2.4 Komponen Sediaan Patch........................................................................

10

2.5 Keuntungan patch transdermal………………………………………….

20

2.6 Kerugian Transdermal………………………………………………….. 21

2.7 Transdermal Terbantu (Active Methods for Enhancing Transdermal Drug

Delivery)…………………………………………………………….... 21

2.8. Evaluasi Sediaan Transdermal Patch…………………………………. 36

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………. 41

3.2 Saran…………………………………………………………………... 41

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 42

iii

Page 4: Transdermal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sistem penghantaran obat bermacam-macam, pengembangannya pun

semakin diperbaharui. Pemberian obat secara oral menimbulkan berbagai dilema

dimana obat yang menggunakan jalur ini harus melewati berbagai macam barrier

alami tubuh yang mempengaruhi bioavaibilitas obat dalam tubuh. Masalah-

masalah tersebut meliputi, waktu pengosongan lambung, efek perubahan pH,

deaktivasi enzim dalam lintasan gastrointenstinal, metabolisme lintas pertama di

hati.

1.2. Perumusan Masalah

Makalah sistem penghantaran obat secara transdermal ini disusun

berdasarkan pertanyaan-pertanyaan mengenai :

1. Apa yang dimaksud dengan penghantaran obat secara transdermal?

2. Apa faktor-faktor yang memepengaruhi pemberian obat secara transdermal?

3. Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor penghambat dalam pemberian obat

secara transdermal?

Mengacu pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kami menyusun

makalah ini sehingga dapat memberikan keterangan dan pengertian sistem

penghantaran obat secara transdermal.

1.3. Tujuan Penulisan

1. Memberikan penjelasan tentang system penghantaran obat secara transdermal.

2. Memberikan penjelasan tentang faktor-faktor yang mempengarui pemberian

obat secara transdermal.

3. Memberikan penjelasan tentang solusi untuk mengefektifkan pemberian obat

secara transdermal.

1

Page 5: Transdermal

1.4. Metode Penulisan

Makalah ini disusun dengan cara melakukan studi literatur dari buku

referensi dan mencari sumber lain yang terkait dari media elektronik (internet).

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

BAB 1 : PEDAHULUAN

1.6 Latar Belakang

1.7 Rumusan Masalah

1.8 Tujuan Penulisan

1.9 Metode Penulisan

1.10Sistematika Penulisan

BAB II : ISI

2.3 Definisi Sistem Penghantaran Obat Transdermal

2.4 Struktur dan Fisiologi Kulit

2.4.1 Mekanisme Penetrasi Obat Transdermal

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Bioavabilitas Sistem Pemberian

Obat Transdermal

2.3 Transdermal Patch

2.8 Komponen Sediaan Patch

2.9 Keuntungan patch transdermal

2.10 Kerugian Transdermal

2.11 Transdermal Terbantu (Active Methods for Enhancing

Transdermal Drug Delivery)

2.11.1 Sonophoresis/ Phonophoresis

2.11.2 Iontoforesis

2.7.3 Elektroporasi

2.8. Evaluasi Sediaan Transdermal Patch

2.8.1 Ketebalan

2.8.2 Keseragaman Bobot

2.8.3 Kandungan Obat

2.8.4 Keseragaman Kandungan

2.8.5 Ketahanan Lipatan (Folding Endurance)

2

Page 6: Transdermal

2.8.6 Persentase Kelembaban yang Hilang

2.8.7 Permeabilitas Uap Air (Water Vapour Permeability)

2.8.8 Gaya Tarik (Tensile Strength)

2.8.9 Uji Iritasi pada Kulit

2.8.10 Uji Pelepasan Obat In Vitro

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 7: Transdermal

BAB II

ISI

2.1. Definisi Sistem Penghantaran Obat Transdermal

Sistem penghantaran obat transdermal adalah sistem yang memfasilitasi

obat atau zat aktif masuk ke sirkulasi sistemik melalui kulit dengan dosis terapetik

dan memberikan efek sistemik. Bukti penyerapan obat secara perkutan dapat

dilihat melalui pengukuran konsentrasi obat atau zat aktif dalam darah, deteksi

obat yang diekskresi dan/ atau metabolit obat dalam urin, dan respon klinis pasien

terhadap terapi.

Obat dianggap yang ideal untuk penghantaran melalui transdermal adalah

obat-obat yang dapat bermigrasi melalui kulit ke pembuluh darah tanpa terjadi

penumpukan dalam lapisan dermal. Hal inilah yang menjadi perbedaan obat

sediaan transdermal dengan sediaan topikal. Pada sediaan topikal obat hanya

disebar dan meresap pada kulit bukan pada organ target yang diinginkan.

2.2. Struktur dan Fisiologi Kulit

Gambar 1. Penampang Melintang Kulit

Kulit terdiri atas tiga lapisan, Dari paling luar ke dalam berturut-turut

adalah epidermis, dermis, dan hipodermis. Epidermis yang merupakan lapisan

terluar kulit berperan sangat penting bagi proses lewatnya obat melalui kulit.

Lapisan ini tebal, sel-selnya tersusun rapat dan tidak memiliki pembuluh darah.

Lapisan paling luarnya mengalami keratinisasi yang memungkinkan tertahannya

air (mencegah hidrasi) dari dalam sel tubuh dan mencegah masuknya zat-zat asing

dengan mudah ke dalam tubuh. Namun hal ini juga yang menjadi pembelajaran

bagi obat-obat yang diinginkan diadministrasikan melalui kulit.

4

Page 8: Transdermal

Gambar 2. Penampang Membujur Kulit dan Posisi Patch

2.2.1. Mekanisme Penetrasi Obat Transdermal

Gambar 3. Penghantaran Obat Transdermal

Suatu film pada stratum korneum terbentuk dari sebum dan keringat, tapi

karena komposisinya yang bervariasi dan kontinuitasnya yang minim, ini tidak

menjadi faktor signifikan yang mempengaruhi penetrasi obat, begitu juga dengan

adanya folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar minyak (sebasea) yang

merupakan sebagian kecil dari permukaan kulit.

Penyerapan obat secara perkutan pada umumnya terjadi dengan penetrasi

langsung obat melalui stratum korneum (tebal 10-15 µm) yang merupakan

jaringan tak hidup. Stratum korneum terdiri dari sekitar 40% protein (terutama

keratin) dan 40% air, dan lipid terutama trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol,

dan fosfolipid. Komponen lipid dianggap sebagai penentu dalam langkah

penyerapan. Ketika molekul obat mencapai lapisan vaskular dermis, molekul obat

5

Page 9: Transdermal

akan diabsorbsi ke dalam sirkulasi sistemik. Stratum korneum akan menjadi

jaringan kreatin dan bertindak sebagai membran semipermeabel, dan molekul obat

berpentrasi secara difusi pasif. Hal inilah yang menjadi penghalang pada obat

yang diadministrasikan secara transdermal.

Laju pergerakan obat di lapisan stratum korneum tergantung pada

konsentrasi obat dalam pembawa, kelarutan obat dalam air, dan koefisien partisi

minyak-air antara pembawa dan stratum korneum. Zat yang memiliki karakteristik

larut air dan larut minyak merupakan kandidat yang baik untuk difusi menembus

stratum korneum, epidermis, dan dermis. Karena obat yang larut lemak akan

mampu menembus lapisan bilayer sel sementara yang larut air akan dengan

mudah menembus kulit.

Lapisan dermis mengandung sistem kapiler yang mengangkut darah ke

seluruh tubuh. Jika obat mampu menembus stratum korneum, maka obat tersebut

dapat memasuki aliran darah. Proses aliran obat ini tejadi secara difusi pasif, yang

berjalan lambat, hanya untuk menransfer obat-obatan normal.

Gambar 4. Cara Penetrasi Obat di Stratum Korneum

(1. Paraseluler, 2. Intraseluler)

2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Bioavabilitas Sistem Pemberian Obat

Transdermal

- Faktor Fisiologi

1. Stratum korneum: lag time dan zat aktif terikat stratum korneum

2. Segi anatomi

3. Umur

4. Kondisi kulit & penyakit

5. Metabolisme kulit

6. Desquamasi

6

Page 10: Transdermal

7. Iritasi & penyakit kulit

- Faktor Formulasi

1. Sifat fisikokimia pembawa

2. Konsentrasi obat

3. Luas area aplikasi

4. Massa molekul obat

5. Hidrasi kulit

6. Tebal aplikasi transdermal

7. Lamanya pelekatan sistem transedermal

2.3. Transdermal Patch

Sistem penghantaran obat bermacam-macam, pengembangannya pun

semakin diperbaharui. Pemberian obat secara oral menimbulkan berbagai dilema

dimana obat yang menggunakan jalur ini harus melewati berbagai macam barrier

alami tubuh yang mempengaruhi bioavaibilitas obat dalam tubuh. Masalah-

masalah tersebut meliputi, waktu pengosongan lambung, efek perubahan Ph,

deaktivasi enzim dalam lintasan gastrointenstinal, metabolisme lintas pertama di

hati.

Selain itu pemberian oral untuk obat yang harus dimakan secara teratir

dalam jangka panjang pun menurunkan kepatuhan pasien, serta penggunaannya

sulit dihentikan ketika reaksi obat yang tidak diinginkan muncul.

Oleh karena itu seiring perkembangan teknologi dikembangkanlah sistem

penghantaran obat yang lebih praktis dan efisien dalam terapinya. Seperti

penghantaran secara transdermal.

Menurut Ansel yang dimaksud dengan Transdermal Pacthes (TDDSs)

adalah sediaan yang di desain untuk menghantarkan substansi obat dari

permukaan kulit menembus lapisan-lapisan kulit ke sirkulasi sitemik.

Transdermal patch adalah suatu patch obat yang dapat ditempelkan dan

ditempatkan pada kulit untuk memberikan dosis tertentu obat melalui kulit dan

masuk ke aliran darah. Sistem ini memanfaatkan membran khusus yang didesain

agar dapat mengontrol pelepasan obat yang terkandung dalam resevoir patch yang

dapat melewati kulit dan masuk ke aliran darah.

7

Page 11: Transdermal

Gambar 5. Gambaran Umum transdermal patch dan cara pemakaiannya

Berdasarkan pembuatannya Transdermal Patch dibagi menjadi dua macam

yaitu:

1. Monolitik

Sistem ini menggabungkan matriks obat antara layer depan dan

belakang. Obat terdispersi di matriks polimer dimana obat dilepaskan dengan

absorpsi perkutan. Dalam penyiapannya obat dan polimer dilarutkan atau

dicampur bersama dan dikeringkan.

2. Sistem Membran Terkontrol

Sistem ini didesain memiliki resevoir atau kantung obat. Biasanya

sediaan dalam bentuk cairan atau gel yang dapat mengontrol laju pelepasan

obat. Contoh obat dengan sistem ini adalah Transderm Nitro (Summit) dan

Transderm-Scop (Baxter). Keuntungan dari sistem ini dibandingkan dengan

sistem monolitik adalah konstannya pelepasan obat selama larutan obat dalam

resevoir masih jenuh.

Gambar 6. Transdermal Patch Sistem Membran Terkontrol (Nitro-Transderm /Summit)

Prinsip pelepasan obat dengan cara transdermal patch ini adalah dengan

difusi dengan mengandalkan gradien konsentrasi dimana konsentrasi obat tinggi

ke konsentrasi nol dari kulit.

8

Page 12: Transdermal

Gambar 7. Pelepasan Obat dengan sistem transdermal patch di dalam tubuh

Selanjutnya obat akan masuk ke dalam sirkulasi darah melalui beberapa mekanisme, yaitu:

1. Absorpsi Trans-epidermal

Merupakan jalur masuk utama, karena luas permukaan epidermis yang

sangat luas. Penetrasi melalui jalur ini sangat ditentukan oleh stratum

korneum pada epidermis. Jalur difusi melintasi stratum korneum dapat dibagi

menjadi dua jalur, yaitu jalur transseluler dan jalur interseluler.

9

OBAT LEPAS

Page 13: Transdermal

Gambar 8. Jalur permeasi obat melalui kulit manusia: jalur transseluler

dan intraseluler

2. Absorpsi Trans-appendageal

Merupakan jalur masuknya obat melalui folikel rambut dan kelenjar

keringat. Hal ini dapat terjadi karena adanya pori-pori di antaranya, sehingga

obat dapat berpenetrasi ke dalam kulit hingga mencapai pembuluh darah.

Gambar 9. Folikel Rambut2.4. Komponen Sediaan Patch

Pada kebanyakan desain patch transdermal, obat diletakkan dalam sebuah

reservoar yang ditutup pada satu sisi dengan penutup impermeabel dan satu sisi

lainnya bersifat adesif pada kulit. Pada beberapa desain lain, obat dilarutkan di

dalam reservoar cair atau reservoar berbasis gel sehingga formulasi bisa

disederhanakan dan memungkinkan penggunaan enhancer kimia seperti etanol.

Desain-desain ini memiliki ciri khas yang terdiri dari empat lapisan :

a. membran penutup yang impermeabel

b. reservoar obat

10

Page 14: Transdermal

c. membran semi-permeabel yang berfungsi sebagai penentu laju

pelepasan obat

d. lapisan adesif. Biasanya bahan yang dipakai adalah silikon,

poliisobutilen, dan akrilat. Akrilat dikenal yang paling sedikit memberikan

iritasi di kulit. Akrilat juga bisa digunakan sebagai matriks pada patch

yang dikontrol oleh matriks..

3. Gambar 10. skema patch dengan empat lapisan.

Desain lain, obat dimasukkan ke dalam matriks polimer padat, sehingga

manufaktur bisa disederhanakan. Sistem matriks memiliki tiga lapisan dengan

mengeliminasi lapisan semi-permeabel atau hanya dua lapisan dengan

memasukkan obat langsung pada komponen adesif.

Gambar 11. skema patch yang pelepasannya dikontrol matriks.

11

Page 15: Transdermal

Formulasi patch yaitu:

1. Karakteristik dari zat aktif pada sediaan patch diantaranya :

– Harus memiliki sifat kelarutan yang baik dalam air dan minyak

– Ukuran molekul kurang dari ± 100 daltons.

– Obat harus memiliki titik leleh yang rendah

– Molekul obat memiliki koefisien partisi yang seimbang untuk

berpenetrasi melalui stratum korneum.

2. Lapisan Adhesif

Lapisan adhesif adalah material utama yang bertanggungjawab

untuk menciptakan ikatan antara kulit dengan patch. Lapisan adhesif

ini umumnya terdapat dalam bentuk larutan organik, larutan emulsi,

atau dalam bentuk padatan. Larutan organik dan emulsi umumnya

dikombinasi dengan eksipien lain sebelum dikeringkan untuk

menciptakan matriks adhesif.

Terdapat 3 tipe dasar polimer adhesif yang umum digunakan,

dalam sediaan transdermal, yaitu acrylic copolymer, polimer silicon,

dan rubber (karet alam). Setiap lapisan adhesif memiliki afinitas yang

berbeda pada masing-masing obat. Perbedaan lapisan adhesif ini juga

dapat mempengaruhi penghanaran obat melalui kulit. Adapun kriteria

dari lapisan adhesif secara umum adalah :

a. Menjaga patch tetap kontak dengan kulit.

b. Harus sensitif terhadap tekanan.

c. Tidak boleh mengiritasi kulit

d. Harus kompatibel dengan zat lainnya yang terdapat dalam

sistem

e. Harus mudah dilepaskan setelah digunakan

f. Umumnya, dipakai poliisobutilen dan poliakrilat.

3. Backing Films/ Backing Layers

Fungsinya melindungi sistem sediaan dari lingkungan luar dan

mencegah lepasnya zat aktif dari sistem ke lingkungan luar (baik

selama masa penyimpanan maupun sewaktu digunakan). Umumnya,

digunakan tipis polipropilen, polietilen, dan polyolefin.

12

Page 16: Transdermal

Karakteristik dari backing film diantaranya :

a. Memiliki ikatan yang permanen dengan matriks

b. Tidak reaktif

c. Tidak mengiritasi

d. Nyaman dan dapat diterima secara estetika (tidak terlalu tebal

dan kaku)

4. Realease Liners

- Lapisan penutup yang harus dibuka sebelum sediaan transdermal

digunakan.

- Berguna untuk mencegah hilangnya zat aktif selama penyimpanan

dan untuk mencegah adanya kontaminasi.

- Umumnya terbuat dari silikon, polyester, dan Teflon.

Pada sistem reservoir, zat aktif tersimpan dalam reservoir compartment

yang mengandung obat dalam bentuk larutan atau suspensi yang terpisah dari

release liner karena terseling oleh membrane dan adhesif. Membran memiliki

peranan penting dalam pelepasan dan penghantaran obat. Keuntungan utama dari

bentuk desain ini adalah diperolehnya laju pelepasan orde-nol.

Pada desain Matriks transdermal memiliki karakteristik dimana tidak

terdapat membrane layer yang berfungsi untuk mengontrol laju pelepasan obat.

Penampilan dari system ini mirip dengan system reservoir, tapi pelepasannya

memiliki sistem dimana laju dari penghantaran transdermal dikontrol oleh kulit.

Desain ini paling simple diantara yang lain.

Polimer yang digunakan pada Reservoir dan Matriks harus stabil dan

mampu memberikan pelepasan yg efektif. Polimer yang umum digunakan

diantaranya;

a) Polimer alam: derivat selulosa, zein, gelatin, shellac, wax, gum, chitosan

b) Elastomer sintetik: polibutadien, poliisobutilen, karet silikon, akrilonitril,

neopren

Polimer sintetik: polivinil alkohol, polivinil klorida, polietilen,

polipropilen, poliakrilat,

Enhancer sendiri memiliki fungsi yaitu untuk meningkatkan permeabilitas

kulit dengan merusak/merubah keadaan fisikokimia alami stratum korneum secara

13

Page 17: Transdermal

reversible untuk mengurangi resistensi difusi. Kriteria peningkat penetrasi yang

baik:

1. Tidak memiliki efek farmakologi

2. Bekerja cepat dan memiliki aksi reversible

3. Stabil secara fisika dan kimia, serta kompatibel dengan komponen lain

pada sistem penghantaran obat

4. Tidak berbau dan tidak berwarna

5. Tidak toksik, tidak membuat alergi, dan tidak mengiritasi kulit

Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan penetrasi terbagi

2, yaitu:

A. Meningkatkan Penetrasi dengan Modifikasi Stratum Korneum

untuk meningkatkan penetrasi obat melalui kulit, dapat dilakukan

dengan memodifikasi struktur dari stratum korneum. Contoh: air,

alkohol, surfaktan, minyak esensial dan terpen, DMSO (Dimethyl

Sulfoxide)

a) Hidrasi

Dengan menambahkan konsentrasi air ke dalam stratum

korneum, dapat meningkatkan hidrasi yang nantinya

mengembangkan dan membuka struktur dari stratum korenum,

lalu penetrasi obat akan meningkat. Peningkatan hidrasi dapat

juga dengan penambahan: paraffin, minyak, emulsi w/o yang

dapat mencegah keluarnya air yang ada di stratum korenum

b) Mengganggu struktur dari lipid

membentuk pori yang nantinya akan meningkatkan penetrasi.

Contoh: Azone, DMSO, alkohol, asam lemak, dan terpen

B. Peningkatan Penetrasi dengan Optimasi Obat dan Karakteristik

Pembawa

a) Prodrug dan Pasangan Ion

Prodrug digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat yang

memiliki koefisien partisi yang buruk. Prodrug dapat

meningkatkan koefisien partisi, kelarutan dan transport obat ke

stratum korneum. Pasangan ion digunakan untuk meningkatkan

14

Page 18: Transdermal

penetrasi obat melalui kulit. Molekul obat yang bermuatan

dibentuk pasangan ion lipofilik untuk meningkatkan penetrasi

obat melalui stratum korneum.

b) Potensi Kimia dari obat dalam pembawa

Laju penetrasi maksimum pada kulit terjadi ketika aktivitas

termodinamik tertinggi yang biasa disebut larutan supersaturasi.

Larutan saturasi dapat terjadi karena adanya penguapan dari

pelarut atau pencampuran dengan kosolven

c) Sistem Eutetik

Titik lebur obat menginduksi kelarutan dan penetrasi kulit.

Sesuai teori, semakin rendah titik lebur semakin baik kelarutan

suatu material pada pelarut termasuk lipid pada kulit. Titik lebur

dari obat ditekan agar sama atau dibawah suhu kulit untuk

meningkatkan kelarutan obat.

Tabel 1: Daftar enhancers yang dapat digunakan

Chemical Class Compounds

Solvent Water

Alcohols Propilenglikol, etanol

Azone dan derivates Azone®(1-dodecylazacycloheptan-2-

one)

Terpenes Menthol, Limonene

Fatty acids Oleic acid, Undecanoic acid

Pyrrolidones and derivates N-methyl-2-pyrrolidone, 2-pyrrolidone

Sulfoxides and similar chemicals Dimethyl sulfoxide, Dodecyl methyl

sulfoxide

Surfactants Sodium lauryl sulfate, Cetyltrimethyl

amonium

bromide, Sorbitan monolaurate,

Polisorbate 80,

Dodecyl dimethyl ammoniopropane

sulfate

Ureas Urea

15

Page 19: Transdermal

1. Urea

Urea meningkatkan permeasi transdermal dengan membantu proses

hidrasi pada stratum korneum dan juga dengan membentuk saluran difusi

hidrofilik pada barrier.

2. Surfaktan

Banyak surfaktan yang mampu berinteraksi dengan stratum korneum

untuk meningkatkan absorpsi obat dari sediaan ketika ditempelkan pada kulit.

Surfaktan bereaksi dengan kulit dengan mendepositokan pada stratum korneum ,

dimana dapat mengacaukan strukturdari stratum korneum. Surfaktan dapat

melarutkan atau menghapus lipid atau konstituen larut air dari dalam atau pada

permukaan stratum korneum dan dengan demikian dapat diangkut ke dalam dan

melalui stratum korneum .

Umumnya , surfaktan anionik lebih efisien daripada surfaktan kationik dan

nonionik dalam meningkatkan penetrasi molekul. Ada beberapa surfaktan anionik

yang dapat bereaksi dengan keratin dan lipid, sedangkan surfaktan kationik yang

dapat bereaksi dengan fibril keratin dari sel-sel cornified dan mengakibatkan

matriks sel - lipid yang terganggu .

Dengan menginduksi fluidisasi lipid pada stratum korneum , surfaktan nonionik

dapat meningkatkan penyerapan . Pengukuran penetrasi kulit sangat berharga

dalam menentukan efek ini dan mengamati pengaruh kimia surfaktan dan

konsentrasi . Dengan demikian, kapasitas stratum korneum untuk

mempertahankan jumlah yang signifikan dari membran terikat air menurun

dengan adanya natrium dodecanoate dan sodium dodesil sulfat. Efek ini mungkin

mudah reversibel pada penghapusan agen . Penyelidikan ini memberikan ide

tentang surfaktan anionik yang mengubah permeabilitas kulit melalui filamen

heliks dari stratum korneum yang dapat mengakibatkan uncoiling dan

perpanjangan filamen keratin membentuk keratin dan ini akan menyebabkan

perluasan membran yang dapat meningkatkan permeabilitas . Temuan terbaru

menunjukkan bahwa penurunan sifat penghalang kulit tidak mungkin hasil dari

perubahan konformasi protein saja . Melalui hasil scanning kalorimetri diferensial

16

Page 20: Transdermal

ditemukan bahwa sodium lauryl sulfate ( SLS ) terganggu baik lipid dan

komponen protein. Gangguan penghalang kulit tergantung pada aktivitas

monomer dan konsentrasi misel kritis ( CMC ) terjadi karena jumlah surfaktan

yang menembus ke dalam kulit dan di atas CMC, surfaktan ditambahkan ada

sebagai misel dalam larutan misel dan terlalu besar untuk menembus kulit .

Tingkat gangguan penghalang dan peningkatan penetrasi surfaktan ini juga sangat

tergantung pada struktur surfaktan , terutama pada panjang rantai alkil.

1. Dengan mengikat protein permukaan kulit

2. Dengan denaturasi protein permukaan kulit

3. Dengan pelarut atau mengacaukan lipid interseluler kulit

4. Dengan menembus melalui penghalang epidermal lipid

5. Dengan berinteraksi dengan sel hidup

a) Interaksi dengan Protein Kulit

Surfaktan berdifusi melalui daerah lipid. Setelah mengikat protein,

surfaktan menyebabkan denaturasi protein dan menyebabkan

pembengkakan stratum korneum. Melarutkan cairan lipid dan memisahkan

kalsium atau ion multivalent lain untuk mengurangi adhesi korneosit.

b) Interaksi dengan Interselular Lipid Kulit

Penghalang lipid pelindung kulit terdiri dari lapisan lipid yang sangat

terorganisir, terletak di antara sel-sel dari stratum korneum. Surfaktan

masuk ke dalam lapisan lipid untuk mengacaukan dan mengubah fungsi

barrier kulit.

Jenis-jenis surfaktan terbagi menjadi:

1) Surfaktan Anionik

Surfaktan anionik berinteraksi kuat dengan keratin dan lipid. Sodium

Lauryl Sulfate dapat berpenetrasi dan berinteraksi dengan kulit,

menghasilkan perubahan besar sifat barrier. Mekanisme tambahan

untuk meningkatan penetrasi oleh SLS melibatkan interaksi hidrofobik

dari rantai alkil SLS dengan struktur kulit. Proses ini dapat

memisahkan matriks protein, mengurai filamen, dan membuka tempat

mengikat air lebih banyak, sehingga meningkatkan tingkat hidrasi

17

Page 21: Transdermal

kulit. Surfaktan anionik berpenetrasi buruk melalui stratum korneum

pada waktu yang singkat tetapi permeasi meningkat dengan

meningkatnya waktu aplikasi. Alkil sulfat dapat menembus dan

menghancurkan kekuatan stratum korneum beberapa jam setelah

aplikasi. Surfaktan anionik menyebabkan kerusakan yang lebih besar

dari surfaktan non ionik.

2) Surfaktan Kationik

Surfaktan Kationik berinteraksi dengan protein kulit melalui interaksi

polar dan ikatan hidrofobik. Interaksi hidrofobik antara rantai

surfaktan dan protein menghasilkan pembengkakan stratum corneum.

Molekul kationik lebih merusak jaringan kulit sehingga menyebabkan

perubahan yang lebih besar dari surfaktan anionik.

3) Surfaktan Nonionik

Pertama surfaktan dapat menembus ke daerah interselular stratum

korneum, meningkatkan fluiditas dan melarutkan komponen

lipid. Kedua, penetrasi surfaktan ke dalam matriks interselular diikuti

oleh interaksi dan mengikat filamen keratin dapat mengakibatkan

gangguan dalam korneosit tersebut.

4) Surfaktan Zwitterionik

Lima surfaktan zwitterionik dapat mempengaruhi fungsi barrier kulit

tikus tidak berbulu. Peningkatan kelarutan lipid stratum korneum

merupakan mekanisme penting dari peningkatan penetrasi. Surfaktan

pada penelitian adalah dodecylbetaine, hexadecylbetaine,

hexadecylsulfobetaine, N, oksida amina N-dimetil-N-dodesil, bromida

dodecyltrimethylammonium. (Ridout et.al.)

3. Asam Lemak dan Ester

Yang paling populer adalah asam oleat. Contoh asam lemak antara lain

adalah asam laurat, asam miristat dan asam kaprat. Asam laurat meningkatkan

penghantaran antiestrogen yang sangat lipofilik. Asam oleat sangat meningkatkan

fluks obat-obatan seperti meningkatkan fluks asam salisilat 28 kali lipat dan fluks

5 - flurouracil 56 kali lipat di membran kulit manusia. Peningkat penetrasi

18

Page 22: Transdermal

dipengaruhi dengan domain lipid dari stratum korneum dan dimodifikasi seperti

yang diharapkan untuk asam lemak rantai panjang dengan cis - konfigurasi.

4. Pirolidon

Pirolidon telah disukai sebagai peningkat permeasi untuk banyak molekul

termasuk hidrofilik (misalnya manitol dan 5-flurouracil) dan lipofilik (misalnya

progesteron dan hidrokortison). Dalam formulasi patch transdermal; N-metil-2-

pyrolidone digunakan sebagai penambah penetrasi untuk kaptopril. Pirolidon

bekerja di stratum korneum dan bertindak dengan mengubah sifat melarutkan

dari membran. Pirolidon membentuk reservoir dalam membran kulit. Jadi efek

dari reservoir akan menambah potensi untuk obat keluar kedalam stratum

corneum secara sustained release dalam jangka waktu yang panjang

5. Sulfoksida dan Senyawa Lain yang Mirip

Peningkat penetrasi saat ini yang paling banyak disukai adalah Dimetil

Sulfoksida (DMSO) . Pemeriannya tidak berwarna , tidak berbau dan memiliki

sifat hydroscopic . DMSO digunakan secara topikal dalam pengobatan

peradangan sistemik . DMSO bekerja sebagai peningka tdan mempercepat

penetrasi dan sebagai pemercepat yang sangat baik tetapi dapat menimbulkan

masalah. Tumpahan bahan ke kulit dapat terasa di mulut dalam hitungan detik.

Pada dasarnya efek peningkat konsentrasi tergantung dan jika konsolven

mengandung >60 % DMSO maka ada kebutuhan peningkatan optimal dalam

keberhasilan. Namun, pada konsentrasi yang relatif tinggi , dapat menyebabkan

eritema dan wheal dari stratum corneum. Zat kimia yang mirip juga sebagai

pemercepat yang telah diselidiki karena DMSO menunjukkan masalah dalam

menggunakan sebagai penambah penetrasi. Dimethyl acetamide (DMAC) dan

dimetil formamida (DMF) adalah pelarut aprotik yang sama kuat.

6. Alkohol, Gliserida, dan glikol

Sebagai sebuah penetration enhancer untuk transdermal, etanol merupakan

penetration enhancer yang paling disukai. Etanol meningkatkan permeasi

ketoprofen dari formulasi gel-spray. Etanol juga digunakan untuk meningkatkan

penetrasi dari metil paraben sebagai pembawa untuk mentol. Kombinasi etanol

dengan Triklorofenol (TCP) dan air digunakan sebagai 2 sistem kosolven untuk

zalcitabine, didanosine, dan zidovudine, tegafur, alclofenac, dan ibuprofen. Rantai

19

Page 23: Transdermal

pendek gliserida juga efisien sebagai permeation enhancer (ex. TCP). Sebuah

larutan jenuh dari terpen pada propilen glikol (PG)-sistem kosolven air

meningkatkan fluks dari 5-fluorourasil (5-FU), fluks maksimum diperoleh dari

sebuah formulasi yang terdiri dari 80% PG dan terpen karena aktivitas terpen

tergantung pada jumlah PG dan terpen juga dapat meningkatkan partisi dan

permeasi obat. PG, kombinasi dengan azone, dapat menigkatkan fluks dari

metotreksat, piroksisam, siklosporin A, dan 5-FU. Fluks dari estradiol 19 kali

lebih tinggi ketiga menggunakan PG pada konjungsi dengan 5% asam oleat

7. Azon (1-dodeklazikloheptan-2-one atau Laurokapram)

Merupakan molekul pertama/ agen yang secara spesifik didesain sebagai

penetration enhancer kulit. Azon merupakan material lipofilik yang tinggi dan

dapat larut serta kompatibel dengan semua pelarut organik termasuk alkohol dan

propilen glikol. Azon meningkatkan penghantaran pada kulit dari banyak variasi

obat termasuk steroid, antibiotik, dan agen-agen antivirus. Azon secara umum

paling efektif pada konsentrasi yang rendah. Biasanya, azon dikembangkan antara

0,1-5% tetapi lebih sering antara 1-3%.

8. Terpen (Mentol, Limonene), Minyak Esensial, Terpenoid

Terpen telah digunakan untuk banyak tujuan terapi, seperti antispasmodik,

karminatif, pewangi, dan lain-lain, tetapi potensinya juga masih dipertimbangkan

sebagai enhancer absorpsi perkutan. Dengan membentuk sebuah campuran

eutektik dengan obat, L-Mentol telah terbukti meningkatkan absorpsi kulit dari

testosteron dengan cara menurunkan titik leburnya secara drastis dari 153,7

menjadi 39,9°C, sesuai dengan yang diamati oleh studi Differential Scanning

Calorimetry (DSC). Minyak Eukaliptus ditemukan sebagai enhancer yang paling

efektif, menyebabkan peningkatan 60x lipat, sementara minyak pepermin dan

terpentin menunjukkan masing-masing 48 dan 28x lipat. Modus aksi peningkat ini

mungkin terlihat karena proses gabungan partisi dan difusi.

2.5. Keuntungan patch transdermal

Penghantaran transdermal memiliki bermacam keuntungan dibandingkan

pemberian per oral karena penghantaran transdermal secara signifikan tidak

terpengaruh oleh efek lintas pertama hati. Karena zat aktif dihantarkan lewat kulit,

pasien yang mengalami gangguan pencernaan atau tak sadarkan diri bisa dengan

20

Page 24: Transdermal

mudah menerima pengobatan. Obat yang sifatnya mengiritasi saluran cerna juga

lebih mudah diberikan ke pasien lewat jalur ini. Kemungkinan kerusakan oleh

suasana asam dan enzim di saluran cerna juga bisa dihindari lewat jalur ini.

Penghantaran transdermal juga memiliki keuntungan dibandingkan dengan

injeksi hipodermik yang menyakitkan, menghasilkan sampah medis, dan ada

risiko penularan penyakit akibat pemakaian berulang jarum suntik yang sering

terjadi di negara berkembang. Lagipula penghantaran transdermal sifatnya non-

invasif serta bisa digunakan sendiri oleh pasien. Obatnya bisa dilepaskan konstan

untuk waktu lama (hingga satu minggu). Pasien umumnya mudah menerima

penghantaran transdermal dan harganya terjangkau.

2.6. Kerugian transdermal

Barangkali tantangan terberat untuk penghantaran transdermal adalah

hanya sedikit obat yang bisa diberikan lewat jalur ini yaitu obat dengan bobot

molekul rendah (beberapa ratus dalton) dan lipofilik. Di samping itu, ada

kemungkinan terjadi eritema, iritasi lokal, edema lokal, maupun gatal pada kulit

yang ditempelkan patch. Risiko-risiko ini bisa ditekan dengan merotasi lokasi

penempelan patch.

Pasien harus diberikan instruksi yang jelas pada pemakaian patch agar

lapisan-lapisan patch tidak rusak. Bila terjadi kerusakan pada lapisan reservoar,

jumlah obat yang masuk ke pasien berkurang. Sedangkan bila terjadi kerusakan

pada lapisan rate-controlling membrane, bisa terjadi toksisitas pada pasien.

2.7. Transdermal Terbantu (Active Methods for Enhancing Transdermal

Drug Delivery)

Cara konvensional pemberian obat melalui kulit (transdermal) adalah

dengan pembawa seperti salep, krim, gel, dan teknologi patch pasif. Cara terbaru

untuk meningkatkan penetrasi obat secara pasif telah dikembangkan seperti

dengan menggunakan peningkat penetrasi, sistem jenuh, prodrug atau pendekatan

metabolik, dan liposom. Namun, jumlah obat yang dihantarkan dengan

menggunakan metode ini masih terbatas dan hanya untuk jenis obat tertentu saja

karena sifar penghalang kulit yang tidak berubah secara mendasar.

Salah satu cara untuk meningkatkan penetrasi obat melalui pemberian

secara transdermal adalah dengan menggunakan metode transdermal terbantu.

21

Page 25: Transdermal

Metode ini melibatkan penggunaan energi eksteral untuk bertindak sebagai motor

penggerak dan atau tindakan untuk mengurangi sifat penghalang subkutan dengan

tujuan untuk meningkatkan permeasi molekul obat ke dalam kulit. Selain itu,

molekul besar seperti peptida atau protein dapat terdegradasi oleh enzim

pencernaan jika diberikan secara oral. Untuk menghindari hal tersebut, pemberian

senyawa obat dengan berat molekul yang besar dapat diformulasikan melalui

metode transdermal terbantu. Metode transdermal terbantu dapat dilakukan

melalui bantuan energi listrik yaitu Elektroporasi dan Iontofofesis, dan dengan

bantuan gelombang ultrasonik yaitu Sonoforesis.

2.7.1. Sonophoresis/ Phonophoresis

1. Definisi

Sonoforesis adalah sebuah proses yang secara eksponensial

meningkatkan penetrasi senyawa topikal semisolid (pengiriman

transdermal) ke dalam epidermis, dermis dan appendageal. Sonophoresis

terjadi karena gelombang ultrasonic menstimulasi getaran mikro dalam

epidermis kulit dan meningkatkan energi kinetik keseluruhan molekul

yang membentuk agen topikal. Sonoforesis banyak digunakan di rumah

sakit untuk penghantaran obat melalui kulit. Apoteker mencampur obat

dan membentuknya menjadi sediaan topikal semisolid (gel, krim, salep),

lalu mentransfer energi ultrasonik dari transduser ke kulit. USG mungkin

meningkatkan transportasi obat oleh kavitasi, acoustic streaming, dan efek

termal.

Gelombang ultrasonic yang digunakan terbagi 2, yaitu

a. LFS (Low Frequency Sonophoresis)

Memiliki frekuensi 10-200 kHz. Saat ini masih dilakukan penelitian

lebih lanjut mengenai penggunaan LFS ini. LFS membentuk kavitasi

hanya pada permukaan kulit tidak membentuk kavitasi didalam kulit.

LFS ini biasanya digunakan untuk senyawa yang memiliki berat

molekul besar

b. HFS (High Frequency Sonophoresis)

22

Page 26: Transdermal

Memiliki frekuensi 0,7-16 MHz. Menurut penelitian, HFS lebih sering

digunakan dibandingkan HFS karena lebih aman. Frekuensi yang

biasanya digunakan yaitu 1-3 MHz. HFS sendiri lebih baik digunakan

untuk molekul yang memiliki senyawa dengan berat molekul yang

kecil.

2. Mekanisme pelepasan Sonoforesis

Sonoforesis memiliki 3 mekanisme dalam pelepasannya, yaitu:

a. Efek termal

Ketika ultrasonik melewati medium, energi sebagian diserap. Dalam

tubuh manusia,, energi ultrasonik yang diserap oleh jaringan

menyebabkan kenaikan suhu lokal yang tergantung pada frekuensi

ultrasonik, intensitas, luas permukaan alat penghantar ultrasonik,

durasi eksposur, dan tingkat pemindahan panas ke aliran darah (atau

konduksi). Kenaikan suhu yang dihasilkan dari kulit memungkinkan

peningkatan permeabilitas akibat terjadi peningkatan difusivitas kulit.

Suhu kulit meningkat sebesar 20˚ C dengan ultrasonik frekuensi

rendah (20 kHz), dan pengiriman manitol ditingkatkan 35 kali lipat.

Namun, penghantaran manitol hanya 25% ketika kulit dipanaskan

sampai tingkat yang sama tanpa bantuan ultrasonik. Parameter

keamanan paparan ultrasonik adalah time to threshold (TT). TT

mengindikasikan berapa lama jaringan aman apabila terpapar

ultrasonik.

b. Kavitasi

Kavitasi merupakan pembentukan rongga berisi udara (gas) pada

medium selama pemaparan ultrasonik. Kavitasi akan menyebabkan

pertumbuhan gelembung yang cepat dan gelembung akan pecah.

Kavitasi juga dapat berupa pergerakan gelembung yang lambat.

Pecahnya gelembung akan menimbulkan getaran yang dapat

menimbulkan perubahan struktur jaringan di sekitarnya. Kavitasi

menyebabkan adanya kerusakan lemak pada stratum korneum yang

menjadikan peningkatan jumlah air yang berpenetrasi melalui daerah

23

Page 27: Transdermal

dengan lemak yang rusak. Kavitasi penting ketika digunakan

ultrasonik berfrekuensi rendah, paparan pada cairan yang mengandung

gas, atau pada rongga yang mengandung gas.

Gambar 12: Mekanisme Kavitasi

Gambar 13: Efek kavitasi pada subkutan

c. Efek acoustic streaming

Acoustic streaming merupakan perkembangan dari aliran listrik satu

arah dalam suatu cairan yang disebabkan oleh gelombang ultrasonik.

Penyebab utama acoustic streaming adalah pemantulan gelombang

ultrasonik dan distorsi lainnya yang terjadi selama pemaparan. Osilasi

24

Page 28: Transdermal

dari gelembung yang terbentuk juga menyebabkan acoustic streaming.

Acoustic streaming penting apabila medium memiliki impedansi yang

berbeda dengan jaringan sekitar.

3. Aplikasi Sonoforesis

Penggunaan alat ultrasonik sebagai peningkat penetrasi dapat

memberikan rasa tidak nyaman terhadap pasien. Oleh karena itu,

penggunaan ultrasonik dalam beberapa obat dilakukan sebagai

pretreatment sebelum pemberian obat. Beberapa penelitian in vivo

menunjukkan perbedaan pretreatment kulit dengan pemaparan ultrasonik

berfrekuensi rendah dapat meningkatkan permeabilitas kulit dan

membantu penetrasi obat. Pretreatment dilakukan dengan memaparkan

ultrasonik berfrekuensi rendah terhadap kulit (20 kHz, 7 W/cm2).

Pemaparan menggunakan ultrasonik pada kulit mencit akan meningkatkan

konduktivitas kulit sekitar 60 kali. Kemudian insulin diberikan pada kulit

yang sebelumnya telah diberi pretreatment ultrasonik. Cara ini akan

menurunkan kadar glukosa darah sebanyak 80% dalam waktu 2 jam.

Sementara pada kulit yang sebelumnya tidak diberi pretreatment, tidak

terjadi penurunan kadar glukosa darah (dalam 2 jam). Berikut ini

merupakan beberapa penelitian mengenai sonoforesis sebagai

pretreatment untuk meningkatkan penetrasi obat

Tabel 2: Hasil penelitian penggunaan sonoforesis pada kardiotonik, vasodilator,

dan hormon

25

Page 29: Transdermal

Penggunan enhancer berupa ultrasonik harus memperhatikan

keselamatan dan kenyamanan pasien. Pasien harus menggunakan sebuah

alat yang mudah dipakai. Untuk memberikan kenyamanan pada pasien

26

Page 30: Transdermal

diciptakan sebuah alat yang dinamakan flextensional tranducer yang

menggunakan cymbal ultrasonik berfrekuensi rendah. Desain dari

transducer cymbal adalah pennggabungan dua kap logam yang

dihubungkan pada keramik timah-zincornat-titanat

Gambar 14: Sontra’s SonoPrep Skin Permeation Device

Gambar 15: Ultrasonic Transducer

4. Keuntungan dan Kerugian Sonoforesis

Tabel 3: Keuntungan dan Kerugian Sonophoresis

27

Page 31: Transdermal

Keuntungan Kerugian

- Meningkatkan penetrasi obat

- Memungkinkan kontrol yang

ketat dari laju penetrasi

transdermal

- Mengurangi frekuensi dosis

pemberian dan meningkatkan

kepatuhan pasien

- Meningkatkan kontrol

pelepasan konsentrasi obat

dengan indeks terapi sempit

- Mengurangi fluktuasi kadar

plasma obat

- Menghindari metabolisme

lintas pertama di hati dan

menghindari iritasi lambung

(obat tertentu)

- Mudah dalam penghentiannya

apabila terjadi toksisitas

- Membutuhkan waktu yang

cukup lama dalam pemberian

obat melalui sonophoresis

- Stratum korneum harus dalam

kondisi baik agar penetrasi

obat dapat efektif

- Timbul iritasi dan kulit yang

terbakar

Tabel 3: Keuntungan dan Kerugian Sonoforesis

2.7.2. Iontophoresis

1. Pendahuluan

Stratum korneum merupakan barrier utama absorpsi obat melalui kulit

dalam sistem transdermal dan menghambat permeasi beberapa senyawa obat

hidrofilik, obat berbobot molekul besar, dan bermuatan, seperti misalnya peptida.

Maka diperlukan suatu teknologi yang dapat mengatasi berbagai permasalahan ini

agar penghantaran obat secara transdermal dapat efektif, yakni dengan

memfasilitasi penghantaran, salah satunya dengan bantuan arus listrik.

Iontoforesis didefinisikan secara sederhana sebagai teknik untuk meningkatkan

penetrasi obat ke kulit dengan menggunakan arus listrik langsung. Adanya energi

listrik membantu perpindahan ion melewati kulit menggunakan prinsip “like

28

Page 32: Transdermal

charges repel each other and opposite charges attract”, yakni muatan yang sama

saling tolak-menolak dan muatan yang berlawanan saling tarik-menarik.

Ketika obat bermuatan negatif (anion) akan dihantarkan melewati barrier

epitel, maka diletakkan dibawah elektroda penghantar bermuatan negatif (katode)

sehingga akan terjadi tolak menolak untuk ditarik menuju elektroda bermuatan

positif yang diletakkan ditempat lain tertentu pada tubuh. Sistem tersebut dikenal

dengan katodal iontoforesis. Sementara, dalam sistem anodal iontoforesis, ion

bermuatan positif (kation) diletakkan dibawah anoda (elektroda bermuatan

positif). Hanya satu elektroda saja yang dapat diisi dengan zat aktif yang terlarut

dalam pelarut yang sesuai. Maka elektroda yang berisi obat disebut sebagai

elektroda aktif (active electrode) dan elektroda sisanya disebut sebagai elektroda

kembali (return electrode/indifferent electrode) yang berisi ion buffer untuk

mengurangi lonjakan pH selama proses berlangsung.

2. Mekanisme

Elektromigrasi/ Elektrorepulsi: Perpindahan ion karena adanya

arus listrik yang menyebabkan interaksi medan listrik ion sehingga

memberikan gaya repulsi (tolak menolak) yang mendorong ion

melalui kulit. Elektromigrasi ini merupakan mekanisme yang

paling dominan

Elektroosmosis: Elektroosmosis menghasilkan gerakan massal

pelarut yang membawa ion. Kulit bermuatan negatif pada pH di

atas 4, maka gugusan bermuatan positif seperti ion Ag+ akan lebih

mudah menembus, karena berusaha untuk menetralkan muatan ke

dalam kulit. Maka transfer ion akan berasal dari anoda menuju ke

katoda. Untuk mengkompensasi hilangnya kation (Ag+) dari

elektroda dalam proses ini, counter ion, anion (Cl-) bergerak dari

sebrang arah, dari katoda ke anoda

Permeabilisasi ke kulit dengan arus listrik: Adanya arus listrik

merubah susunan molekular komponenkulit. Perubahan ini dapat

menghasilkan perubahan permeabilitas kulit

3. Faktor yang mempengaruhi Penghantaran

a. Faktor Formulasi

29

Page 33: Transdermal

- kosentrasi obat : Tergantung dari obat yang digunakan, the steady-

state flux (perpindahan ion) menunjukkan peningkatan konsentrasi

larutan dalam kompartemen donor, misal penghantaran elektroda.

Peningkatan ambilan oleh kulit selama dan setelah iontoforesis,

dengan meningkatkan konsentrasi obat. Faktor penentu yang perlu

dipertimbangkan yakni kekuatan dari arus yang digunakan

- pH larutan : pH adalah faktor penting dalam penghantaran obat

menggunakan iontoforesis. pH yang tepat ini bergantung dari obat

yang akan digunakan, yakni pada pH berapa obat tersebut akan

membentuk ion.

- Buffer : : Adanya buffer akan menurunkan kompetisi ion yang

dapat mencegah perubahan pH

b. Sifat Fisikokimia

- Ukuran molekul obat: koefisien permeabilitas dari larutan muatan

positif, negatif, dan larutan tak bermuatan melewati membrane

tergantung pula dari ukuran molekul. Apabila ukuran molekul

besar, maka koefisien permeabilitas rendah. Sebaliknya, bila

ukuran molekul kecil maka koefisien permeabilitas besar sehingga

obat dapat dengan mudah melewati kulit.

- Muatan: Muatan obat sangat mempengaruhi tempat di bagian

elektroda mana ia akan dihantarkan. Obat yang bermuatan positif

akan diletakkan pada elektroda yang bermuatan positif (Anoda)

dan begitu pula sebaliknya.

- Kelarutan : Kelarutan obat harus baik, sehingga dapat dihantarkan

dengan baik

c. Kondisi Administrasi

- Densitas Arus: adalah jumlah arus yang dihantarkan per unit luas

permukaan. Kriteria yang harus dipertimbangkan adalah

menentukan densitas arus yang tepat untuk iontoforesis. Arus harus

cukup mampu untuk menyedikan laju pelepasan obat yang

30

Page 34: Transdermal

diinginkan. Namun, tidak boleh memberikan efek yang berbahaya

bagi kulit. (densitas arus: <0,5 mA/cm2)

- Intensitas arus: Arus amper rendah bekerja lebih baik dibanding

amper tinggi, intensitas yang direkomendasikan yakni 3-5 mA.

- Durasi iontoforesis: Durasi berlangsung Antara 10-20 menit,

namun bisa jadi lebih dari 20 menit. Dilakukan pengecekan setiap

3-5 menit untuk mengecek tanda-tanda adanya luka bakar

- Arus Konstan : Aplikasi arus konstan atau kontinu dalam jangka

waktu yang lama dapat menyebabkan polarisasi kulit yang akan

menurunkan efisiensi penhantaran iontoforesis. Polarisasi ini dapat

diatasi dengan menggunakan pulsed DC atau aliran langsung

berdenyut atau aliran langsung yang diberikan secara periodic

- Jenis Elektroda : Elektroda platina atau elektroda inert lainnya

seperti nikel atau stainless steel diketahui dapat menyebabkan

perubahan pH dan gelembung gas karena dekomposisi air sehingga

menyebabkan produksi ion H+ dan OH-. Namun Penggunaan

elektroda Ag/AgCl ini tidak menyebabkan penyimpangan pH.

d. Faktor Biologi

Faktor anatomi pasien sangat mempengaruhi derajat penetrasi yang

bervariasi dari pasien ke pasien termasuk ketebalankulit tempat

aplikasi, adanya jatingan adipose.Adanya inflamasi yang parah pada

kulit juga dapat berpengaruh.

4. Kelebihan dan Kekurangan

- Kelebihan

• Menghindari risiko dan ketidaknyamanan Terapi parenteral.

• pemutusan pemberian obat mudah dalam kasus toksisitas.

• Menawarkan kontrol yang lebih baik atas jumlah obat disampaikan karena

jumlah obat disampaikan tergantung pada saat ini diterapkan, durasi

arus diterapkan, dan daerah kulit yang terpapar.

31

Page 35: Transdermal

• Mencegah variasi dalam penyerapa seperti yang terlihat dengan pemberian

oral.

• Mencegah first pass metabolism

• Menghindari degradasi sediaan pada saluran pencernaan

• Simple administrasi non invasif dan meningkatkan bioavailabilitas.

- Kekurangan

• Administrasi obat berlangsung lama 15-20 menit atau lebih

• Tidak untuk obat dengan molekul besar

• Rasa geli, iritasi kecil, dan rasa terbakar dapat terjadi

• Ada batas untuk jumlah obat, yang dapat disampaikan biasanya 5 sampai

10mg/hr

• Perlu alat khusus

2.7.3. Elektroporasi

Pada tahun 2008, Prauznitz dan Langer mempublikasikan sebuah paper

yang didalamnya mereka mengajukan 3 generasi dari penghantaran obat

transdermal (TDDS). Tiga generasi tersebut adalah :

• Generasi 1 TDDS :

Meliputi patch konvensional seperti patch klonidin atau estrogen

• Generasi 2 :

Meliputi patch yang ditambahkan dengan komponen lain yang dapat

meningkatkan efektivitas penghantaran obat

• Generasi 3 dari TDDS:

Memanfaatkan teknologi baru untuk meningkatkan jangkauan molekul

sehingga dapat ditransportasikan melalui kulit.

Sistem penghantaran transdermal generasi 3 ini bertujuan untuk

mengacaukan lapisan lipid bilayer stratum korneum sehingga memungkinkan obat

dengan ukuran molekul besar dapat menembus lapisan kulit dan berpenetrasi

32

Page 36: Transdermal

dalam kulit dan masuk ke sirkulasi. Yang termasuk dalam sistem penghantaran

obat transdermal generasi ketiga :

1. Iontoforesis

2. Elektroporasi

3. Ablasi termal

4. PassPort System

5. Penggunaan ultrasound sebagai peningkat absorbs perkutan

6. Microneedles

Elektroporasi merupakan metode untuk meningkatkan penetrasi obat

melintasi hambatan biologis (skin penetration enhacer). Elektroporasi

mengaplikasi rangsangan tegangan tinggi untuk menginduksi pengacauan

membran lipid bilayer pada stratum korneum sehingga meningkatkan

permeabilitas dan obat mudah terdifusi. Tegangan tinggi (≥ 100 V) dan jangka

waktu pendek (milidetik) adalah yang paling sering digunakan.

1. Definisi elektroporasi

Elektroporasi merupakan sistem yang dapat mengacaukan susunan

membran lipid bilayer secara reversibel menggunakan getaran-getaran listrik

bertegangan tinggi. Sistem ini diaplikasikan pada kulit dan telah menunjukkan

peningkatan penghantaran obat transdermal melalui berbagai mekanisme.

Elektroforesis dapat digunakan secara tunggal maupun secara kombinasi dengan

metode peningkat penetrasi molekul lainnya, dapat juga dilakukan bersama

dengan peningkatan luas permukaan obat sehingga obat tersebut dapat

dihantarkan secara transdermal. Tegangan tinggi (≥ 100 V) dan jangka waktu

pendek (milidetik) adalah yang paling sering digunakan.

2. Karakteristik Elektroporasi

Ada tiga karakteristik diharapkan dapat terdapat pada sediaan

elektroposari transdermal:

1. Peningkatan dramatis dalam transmembran transport selama terjadi

rangsangan listrik

33

Page 37: Transdermal

2. Dapat mengembalikan sifat dasar lipid bilayer secara reversibel baik

parsial reversibel maupun full reversibel dalam waktu beberapa menit

hingga beberapa jam.

3. Sesuai untuk mengubah struktural membrane barrier.

3. Mekanisme dalam meningkatkan penetrasi molekul obat

Mekanisme penetrasi obat adalah melalui pembentukan pori-pori sementara

yang disebabkan oleh adanya listrik tegangan tinggi (50-1000 volt). Pori yang

terbentuk ini memungkinkan masuknya makromolekul lebih mudah. Mekanisme

kerja elektroporasi yaitu dengan menciptakan pori-pori aqueous pada stratum

corneum, namun mekanisme ini masih kontroversial. Mekanisme ini tidak dapat

diidentifikasi menggunakan pengamatan mikroskop, karena ukuran porinya yang

sangat kecil (sekitar 10 nm) dan distribusi pori yang kecil (hanya <0,1% dari total

luas kulit yang diaplikasikan elektroporasi) dan waktu munculnya yang hanya

sebentar (mili-detik hingga detik).

Gambar 16: Mekanisme kerja sistem elektroporasi

4. Keunggulan elektroporasi

Sistem penghantaran secara elektroporasi tidak bersifat infasif karena dapat

mengembalikan sifat dasar lipid bilayer secara reversibel baik parsial reversibel

maupun full reversibel dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam. Sistem

ini dapat menghantarkan molekul sintetik dan makromolekul kecil (<10 kDa)

misalnya peptide (<6 kDa), oligonukleotida (<5 kDa) dan beberapa molekul yang

lebih besar diantaranya : heparin (12 kDa), insulin, vaksin, dan DNA. Getaran

elektroforesis dari 10-100 volt yang diaplikasikan selama mikrodetik sampai

milidetik diketahui aman dan tidak tercipta rasa sakit karena getaran listrik ini

dapat dihantarkan tanpa menimbulkan rasa sakit dengan menggunakan elektroda

34

Page 38: Transdermal

yang berdekatan untuk membatasi medan listrik dengan saraf bebas pada apisan

stratum korneum.

Pengukuran listrik menunjukkan bahwa resistensi kulit selama elektroporasi

dapat menurun tiga lipat dalam mikrodetik, menunjukkan pemulihan parsial

dalam milidetik, dan menunjukkan pemulihan tambahan dalam beberapa detik

hingga beberapa menit. Hal ini menunjukkan bahwa penghantaran obat dengan

mekanisme elektroforesis memiliki onset yang sangat cepat dan reversibel.

Elektroporasi menggunakan elektroda berupa logam stainless steel untuk

menghantarkan arus listrik.

Pengamatan melalui mikroskop juga menunjukkan hasil bahwa situs

transportasi transdermal selama elektroporasi tersebar secara heterogen, di mana

molekul menyeberangi kulit pada daerah tertentu yang memiliki permeabilitas

tinggi.

5. Contoh Penerapan

Contoh penerapan adalah penghantaran insulin, heparin, molekul-molekul

peptida dan oligonukleotida. Elektroporasi juga digunakan sebagai

elektrokemoterapi. Elektroforesis memfasilitasi tegangan listrik tinggi yang

memungkinkan masuknya obat-obat untuk menembus sel tumor.

Elektroemoterapi ini menunjukkan hasil yang lebih efektif apabila dibandingkan

dengan kemoterapi tunggal pada kulit. Selama 20 tahun, metode elektroforesis

untuk penghantaran obat secara transdermal banyak digunakan dalam dunia

kedokteran. Selain itu, elektroporosi juga digunakan dalam dunia kosmetik yang

dapat mempermudah memasukkan bahan-bahan yang baik bagi kecantikan wajah.

Gambar17 : Electrochemotheraphy

35

Page 39: Transdermal

i. Contoh sediaan :

Metode elektroporasi sebagai peningkat penghataran obat masih dalam tahap

eksperimen dan pengembangan. Contoh sediaan elektroporasis adalah NeoPulse®

yang dikembangkan oleh perusahaan OncoSec Medical yang merupakan sediaan

untuk pengobatan kanker sel skuamosa, melanoma, dan sarkoma. Merupakan

sediaan yang berisi bleomysin, anti-kanker, yang poten dalam dosis kecil namun

juga sangat toksik. Penggunaan tradisional belomysin yaitu secara infus intravena,

namun dengan penggunaan aplikasi elektroporasi, hanya diperlukan 1/20 dosis

infus intravena.

ii. Parameter yang mengendalikan elektroporasi

1. Elektrokimia

• Bentuk gelombang dari getaran yang dihasilkan

• Tegangan, waktu, jumlah dan laju getaran yang dihasilkan

• Desain elektroda yang digunakan

2. Sifat fisikokimia obat

• Muatan

• Lipofilisitas

• Berat molekul

• Formulasi reservoir

• Modifying agent

36

Page 40: Transdermal

Tabel 4: Perbedaan Sonoforesis, Iontoforesis, dan Elektroforesis

2.8. Evaluasi Sediaan Transdermal Patch

Evaluasi yang dilakukan terhadap sediaan transdermal patch meliputi

ketebalan, keseragaman bobot, kandungan obat, keseragaman kandungan,

ketahanan lipatan (folding endurance), persentase kelembapan yang hilang,

permeabilitas uap air (Water Vapour Permeability), gaya tarik (tensile strength),

uji iritasi pada kulit, dan uji pelepasan obat in vitro.

2.8.1. Ketebalan

Ketebalan patch diukur pada tiga bagian patch yang berbeda menggunakan

mikrometer digital.

2.8.2. Keseragaman Bobot

37

Page 41: Transdermal

Keseragaman bobot diukur dengan cara menimbang 10 patch secara acak.

Kemudian dihitung bobot rata-ratanya dan simpangan deviasinya.

2.8.3. Kandungan Obat

Patch pada area tertentu dipotong lalu dilarutkan dalam pelarut yang sesuai

dengan zat aktif dalam volume tertentu. Setelah larut kemudian disaring dan

dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Filtrat yang diperoleh,

diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang maksimum tertentu sesuai dengan monografi zat aktif. Nilai serapan

tersebut dibandingkan dengan nilai serapan standar melalui persamaan regresi

linier, sehingga diperoleh kadar zat aktif dalam sediaan. Kandungan obat diambil

dari rata-rata 3 sampel yang berbeda.

2.8.4. Keseragaman Kandungan

10 patch dipilih dan masing-masing patch diuji kandungan obatnya. Jika 9

dari 10 patch memiliki kandungan antara 85%-115% dari nilai yang ditentukan

dan 1 patch mengandung tidak kurang dari 75% dan tidak lebih dari 125% dari

nilai tertentu, maka patch transdermal lulus uji keseragaman kandungan. Tetapi

jika 3 patch memiliki kandungan dalam kisaran 75%-125%, tambah 20 patch

untuk diuji kandungan obatnya. Jika 20 patch memiliki rentang dari 85%-115%,

patch transdermal lulus uji.

2.8.5. Ketahanan Lipatan (Folding Endurance)

Ketahanan lipatan patch diukur dengan cara melipat patch secara berulang-

ulang pada bagian yang sama hingga rusak. Jumlah lipatan yang dapat dilakukan

pada film pada bagian yang sam tanpa menimbulkan kerusakan dihitung sebagai

nilai ketahanan lipatan (folding endurance).

2.8.6. Persentase Kelembaban yang Hilang

Evaluasi ini dilakukan dengan cara patch ditimbang secara akurat kemudian

disimpan dalam desikator yang berisi kalsium klorida anhidrat. Setelah tiga hari,

patch dikeluarkan dan ditimbang. Persentase kelembaban yang hilang dihitung

melalui rumus:

38

Page 42: Transdermal

% kelembaban yang hilang =

2.8.7. Permeabilitas Uap Air (Water Vapour Permeability)

Permeabilitas uap air dapat ditentukan dengan oven sirkulasi udara alami.

WVP dapat ditentukan dengan rumus berikut:

Water Vapour Permeability = Weight / Area

Dimana, WVP dinyatakan dalam g/m2 per 24 jam, W adalah jumlah uap

yang berpermeasi melalui patch dinyatakan dalam g/24 jam, A adalah luas

permukaan sampel paparan dinyatakan dalam m2.

Gambar 18: Alat Pengukur Water Vapour Permeability

2.8.8. Gaya Tarik (Tensile Strength)

Gaya tarik patch dapat diukur salah satunya menggunakan Universal

strength testing Machine. Sensitifitas mesin ini sebesar 1 g. Alat ini terdiri dari

dua pegangan. Pegangan bagian bawah tidak dapat digerakkan sedangkan

pegangan bagian atas dapat digerakkan. Patch berukuran 4 x 1 cm2 diletakkan

diantara dua pegangan tersebut dan diberikan gaya hingga patch tersebut rusak.

Gaya tarik dari sediaan langsung terbaca melalui alat ini dalam satuan kg. Gaya

tarik yang ditunjukkan didapatkan dari perhitungan:

Gaya tarik =

39

Page 43: Transdermal

Gambar 19: Universal strength testing Machine

2.8.9. Uji Iritasi pada Kulit

Uji iritasi kulit dilakukan menggunakan kelinci sehat dengan berat rata-rata

sekitar 1,5-2,25 kg. Permukaan dorsal (50cm2) kelinci dibersihkan, dan bulunya

dihilangkan dengan cara dicukur. Kemudian kulit dibersihkan dengan cairan

pembersih. Patch yang diuji diletakkan diatas kulit selama 24 jam kemudian

dilepas dan diamati apakah terjadi iritasi pada kulit hewan coba.

2.8.10. Uji Pelepasan Obat In Vitro

Contoh obat pada uji pelepasan obat in vitro adalah Ketotifen Fumarat

sebagai obat terapi asma dan kondisi alergi lainnya. Permeasi obat melalui kulit

dilakukan menggunakan metode Sel Difusi Franz termodifikasi dengan kapasitas

kompartemen reseptor sebesar 20 ml. Membran cellophane sintetis dipasang

diantara kompartemen donor dan reseptor dari sel difusi. Patch dipotong menjadi

ukuran 1cm2 dan diletakkan pada membran cellophane sintetis. Kompartemen

reseptor diisi dengan dapar fosfat pH 7,4. Larutan dapar pada kompartemen

reseptor secara konstan diaduk menggunakan pengaduk magnetik pada kecepatan

50 rpm, pada suhu 37˚C ±0,5˚C. Sebanyak 1 ml sampel (larutan pada

kompartemen reseptor) dikeluarkan dan diuji kadar zat aktifnya menggunakan

spektrofotometer pada saat jam ke- 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, dan 24.

Jumlah sampel sebanyak 1 ml yang diambil dari kompartemen reseptor selalu

diganti dengan larutan dapar fosfat dalam jumlah yang sama setiap kali diambil

untuk diuji kadar zat aktifnya. Jumlah kumulatif obat yang berpermeasi per satuan

luas (cm) patch diplot per satuan waktu.

40

Page 44: Transdermal

Gambar 20: Perbandingan Pelepasan Ketotifen Fumarat Secara In Vitro

Hasil penelitian menunjukkan obat dilepas dengan pelepasan terkontrol.

Tingkat pelepasan obat meningkat ketika konsentrasi polimer hidrofilik

meningkat. Persentase kumulatif pelepasan obat untuk F1 ditemukan menjadi

95,521 ± 0.982 % pada 8 jam dan untuk F2 ditemukan 67,078 ± 1,875 % pada 24

jam. Pada formulasi F7, HPMC E5 dan Etil Selulosa dengan perbandingan 5:5

dianggap sebagai formulasi terbaik, karena hal itu menunjukkan pelepasan obat in

vitro yang maksimal yaitu, 86,812 ± 0,262 % pada 24 jam.

41

Page 45: Transdermal

BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Sistem penghantaran obat transdermal adalah sistem yang memfasilitasi

obat atau zat aktif masuk ke sirkulasi sistemik melalui kulit dengan dosis terapetik

dan memberikan efek sistemik. Faktor-faktor yang mempengaruhi penghanataran

obat secara transdermal ada beberapa faktor, antara lain faktor fisiologi dan faktor

formulasi. Cara yang dapat digunakan untuk mempermudah penghantaran obat

secara transdermal adalah dengan deitambahkan peningkat penetrasi. Ada

beberapa cara yang memperbaiki penghantaran transdermal yang dijelaskan, yaitu

dengan menggunakan ultrasonik yakni sonoforesis, sedangkan dengan

menggunakan arus listrik yaitu iontoforesis dan elektroporesis,

1.2. Saran

Penulis mengharapkan kepada para pembaca agar lebih mengerti mengenai

sistem penghantaran obat secara transdermal, kelebihan dan kekurangannya,

bagaiamana mengatasi kekurangannya, serta mengetahui bagaimana cara

meningkatkan penetrasi obat melalui kulit.

42

Page 46: Transdermal

DAFTAR PUSTAKA

B. Brown Marc, et al. Transdermal Drug Delivery System: Skin Perturbation Devices. United Kingdom: MedPharm Ltd.

Dhiman Sonia, et al. September, 2011. Transdermal Patches: A Recent Approch to New Drug Delivery System. Rajpura, India: Chitkara College of Pharmacy, Chandigarh-Patiala National Higway

Dhote, Vinod, et al. 2011. Review Iontophoresis: A Potential Emergence of a

Transdermal Drug Delivery System. Sci Pharm. 2012; 80: 1–28

Galkwad, Archana K. 2013. Transdermal drug dlivery system: Formulation

aspects and evaluation. India: Knowledgebase Publishers

Kesarwani, arti, et al. 2013. Theoretical Aspect Of Transdermal Drug Delivery

System. Bulletin of Pharmaceutical Research 2013;3(2):78-89

M.R Prausnitz, Peter M. Elias, et al. 2012. Skin Barrier and Transdermal Drug Delivery.

M. R Prausnitz. 1999. A Practical Assessment of Transdermal Drug Delivery by

Skin Electroporation. Atlanta, USA: School of Chemical Engineering and

Institute for Bioengineering and Bioscience, Georgia Institute of

Technology

Mani, Tamiz et.al. 2010. Design and Evaluation of Transdermal Drug Delivery of

Ketotifen Fumarate. India: Int J Pharm Biomed Res 1(2), 42-47

Panzade, Phrabakar, et al. 2012. Review Iontophoresis: A Functional Approach

for Enhancement of Transdermal Drug Delivery. Asian Journal of

Biomedical and Pharmaceutical Sciences 2(11) 2012, 01-08.

Patel, Dipen et.al. 2012. Transdermal Drug Delivery System: A Review. India:

The Pharma Innovation

Sharma, Anshu et.al. 2007. Development and Evaluation of Carvedilol

Transdermal Patch. India: Acta Pharm 57, 151-159

Shinde, Anilkumar J. 2010. Physical Penetration Enhancement By Iontophoresis:

A Review. International Journal of Current Pharmaceutical Research Vol 2,

Issue 1

43

Page 47: Transdermal

Wilson, Ellen Jett. 2011. Three Generations: The Past, Present, and Future of

Transdermal Drug Delivery Systems. Baltimore: College of Southern

Maryland.

http://www.electrotherapy.org/modality/iontophoresis

http://legacy.uspharmacist.com/index.asp?show=article&page=8_1061.htm.

http://www.pharmatutor.org/articles/detail-information-on-transdermal-patches

http://www.pharmainfo.net/reviews/transdermal-drug-delivery-technology-revisited-recent-advances

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2700785/

44