toxo - incrit

51
KASUS INDIVIDU TOKSOPLASMOSIS Oleh: Inggrit Pratiwi (201020401011139) Pembimbing: dr. Kunadi, Sp.S. FAKULTAS KEDOKTERAN

Transcript of toxo - incrit

Page 1: toxo - incrit

KASUS INDIVIDU

TOKSOPLASMOSIS

Oleh:

Inggrit Pratiwi (201020401011139)

Pembimbing:

dr. Kunadi, Sp.S.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2012

Page 2: toxo - incrit

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................3

BAB II LAPORAN KASUS.............................................................................5

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................9

BAB IV KESIMPULAN..................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................44

2

Page 3: toxo - incrit

BAB I

PENDAHULUAN

Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, protozoa intraselular

obligat distribusi di seluruh dunia. Ensefalitis toksoplasma, merupakan penyebab

tersering lesi otak fokal infeksi oportunistik tersering pada pasien AIDS. Di

Amerika angka kejadiannya mencapai 15%-29,2%, sedangkan di Eropa mencapai

rata-rata 90%. Sekitar 10-20% dari pasien yang terinfeksi HIV di Amerika Serikat

pada akhirnya akan terkena ensefalitis toksoplasma (Suriya, 2008).

Diagnosis presumtif ensefalitis toksoplasma dapat ditegakkan berdasarkan

gejala klinis, pemeriksaan penunjang serologis dan pencitraan, baik dengan

tomografi komputer (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging(MRI).

Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan baku emasnya dengan pemeriksaan

histopatologi dari biopsi dan ditemukannya takizoit dan bradizoit. Lesi

toksoplasma ensefalitis (TE) sulit dibedakan dengan lesi lainnya, meskipun

demikian gambaran yang dianggap khas yaitu lesi otak fokal tunggal atau

multipel yang nyata bagian tepi menyerupai cincin, dengan lokasi tersering pada

basal ganglia 75%, thalamus, periventrikular dan corticomedullary junction

(subkotikal) disertai edema perifokal dan berdiameter 1 sampai 3 cm (Matthew,

2009).

Di Indonesia sendiri, menurut Menkes RI, jumlah penderita terinfeksi

HIV tahun2002 diestimasikan sebanyak 90.000-130.000 orang. Sebagian besar

3

Page 4: toxo - incrit

tersangka HIV ini merupakan pengguna obat narkotika suntik (Intravenous drug

users).Lebih dari 50 % penderita yang terinfeksi HIV akan berkembang menjadi

kelainan neurologis (Davey, 2006).

Kelainan neurologis yang sering terjadi pada penderita yang terinfeksi

HIV adalah ensefalitis toxoplasma, limfoma SSP, meningitis kriptococcal , CMV

ensefalitis dan progressive multifocal leukoencephalopathy. Infeksi oportunistik

SSP yang paling sering pada penderita HIV adalah ensefalitis toxoplasma (Gilroy,

2000).

4

Page 5: toxo - incrit

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : Heri

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 28 Tahun

Nomor RM : 036761/592546

Suku Bangsa : Jawa / Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Truni, RT.4 RW. 4, Babat, Lamongan

Status : Menikah

Tanggal Masuk : 21 Juli 2012

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama: Nyeri kepala

RPS: Nyeri kepala hanya dirasakan pada kepala kiri, berdenyut, dirasakan sejak

10 hari ini. Muntah disangkal, mual disangkal, dan kejang juga disangkal.

Beberapa hari ini pasien linglung dan bingung. Mulai kemarin pasien

merasa wajahnya penceng ke kiri. Sejak 3 hari yang lalu badan sebelah

kanan pasien lemas dan berat bila digerakkan. 1 bulan ini pasien sariawan,

tidak sembuh-sembuh. Diare disangkal. Batuk-batuk lama disangkal.

Riwayat kencing nanah 3 bulan yang lalu. Pernah berhubungan dengan

WTS.

5

Page 6: toxo - incrit

RPD: Hipertensi tidak dan DM disangkal.

RPK: Hipertensi dan DM disangkal.

2.3 Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : cukup

Kesadaran : komposmentis

GCS : 456

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88x/menit

Frekuensi nafas : 20x/menit

Temperatur : 36 0c

Kepala dan leher : anemi (-), ikterik (-), sesak (-), sianosis (-), dan lidah terdapat

bercak-bercak putih

Thorax : simetris (+), retraksi (-)

Pulmo : vesikuler +/+, wheezing -/-, Rhonki -/-

Jantung : S1S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : flat, supel, nyeri tekaan (-), hepar dan lien tidak teraba,

timpani, bising usus dalam batas normal

Ekstremitas : hangat,kering, merah, edem (-)

2.4 Status Psikologis

Afek : baik

Proses berfikir : baik

Kecerdasan : baik

Penyerapan :baik

Kemauan : baik

6

Page 7: toxo - incrit

Psikomotor :baik

2.5 Status Neurologis

1. Kepala

Posisi : simetris

Penonjolan : (-)

Bentuk dan ukuran : normal

Auskultasi : TDE

2. Nervus kranialis

Nervus I (olfakorius): penghidu normal/normal

Nervus II (optikus)

Visus: >2/60 ODS

Lapang pandang: baik

Funduskopi: TDE

Nervus III (okulomotorius)

Celah kelopak mata

Ptosis: -/-

Exsoftalmus: -/-

Pergerakan bola mata: normal/normal

Pupil

ukuran: 3mm/3mm

bentuk: bulat/bulat

Reflek cahaya langsung: +/+

Reflek cahaya tidak langsung: +/+

Nistagmus: -/-

7

Page 8: toxo - incrit

Nervus IV (Tokhlearis)

Posisi bola mata: medial/medial

Pergerakan bola mata: normal/normal

Nervus VI (Abdusens)

Pergerakan bola mata: normal/normal

Nervus V (Trigeminus)

Motorik

Inspeksi: simetris

Palpasi: normal/normal

Mengunyah: normal/normal

Menggigit: normal/normal

Sensibilitas

N. V 1: normal/normal

N. V 2: normal/normal

N. V 3: normal/normal

Refleks kornea: +/+

Refleks dagu/ maseter: +/+

Nervus VII (fasialis)

Motorik

M. Frontalis: normal/normal

M. Oblik okuli:normal/normal

M. Oblik oris: normal/deviasi ke kiri

8

Page 9: toxo - incrit

Sensorik

Pengecapan 2/3 depan lidah: TDE

Nervus VIII (oktavus)

Detik arloji: baik/baik

Suara berbisik: baik/baik

Tes weber: TDE

Tes rinne: TDE

Nervus IX (glossofaringeus)

Reflek muntah: (+)

Pengecapan 1/3 belakang: TDE

Nervus X (Vagus)

Posisi arkus faring: normal

Reflek telan: +

Nervus XI (aksesorius)

Mengangkat bahu: normal/normal

Memalingkan wajah: normal/normal

Nervus XII (Hipoglossus)

Deviasi lidah: (-)

Fasikulasi: (-)

Tremor: (-)

Atrofi: (-)

Ataksia: (-)

9

Page 10: toxo - incrit

3. Leher

Tanda-tanda perangsangan selaput otak

Kaku kuduk: (+)

Kernig’s sign: (-)

Kelenjar limfe: normal

Arteri karotis: normal

Kelenjar gondok: normal

4. Abdomen

Reflek kulit dinding perut:

5. Kolumna vertebralis

Inspeksi: normal

Palpasi: normal

Pergerakan: normal

Perkusi: TDE

6. Ekstremitas superior:

7. Tonus otot: (+)

8. Refleks fisiologis

BPR: 2/2

TPR: 2/2

KPR: 2/2

APR: 2/2

9. Refleks patologis

Hoffman/ Trommer: -/-

Babinski: -/-

10

- -- -- -

3 53 5

Page 11: toxo - incrit

Gordon: -/-

Chaddock: -/-

Schaefer: -/-

Oppenhein: -/-

Rossolimo: TDE

Mendel B: TDE

10. Trofi: (-)

11. sensibilitas

Eksteroseptif

Nyeri: (+)

Suhu: TDE

Raba: (+)

Propioseptif

Sikap: (+)

Nyeri dalam: TDE

Fungsi kortikal

Rasa diskriminasi: normal

Stereognosis: nornal

Barognosia: TDE

12. Pergerakan abnormla spontan: (-)

13. Gangguan koordinasi

Tes jari hidung: normal

Tes pronasi supinasi: normal

Tes tumit lutut: TDE

11

Page 12: toxo - incrit

14. Gait: SDE

15. Pemeriksaan fungsi luhur

Afek/emosi: baik

Kemampuan bahasa: baik

Memori: baik

Visuospasial: baik

Intelegensia:baik

2.6 Pemeriksaan laboratorium

DL: diffcount 5/1/66/19/9

Hct 36,9%

Hb 12,7 mg/dl

Lekosit 5.400

Trombosit 205.000

Serum elektrolit: Clorida 108 mol/l

Kalium 4,0 mmol/l

Natrium 139 mmol/l

GDA: 90

Lemak: cholesterol 189 mg/dl

HDL 31,7 mg/dl

LDL 113,6 mg/dl

TG 221 mg/dl

RFT: serum kreatinin 0,9 mg/dl

Urea 20 mg/dl

Uric acid 5,1 mg/dl

12

Page 13: toxo - incrit

Anti HIV: metode I reaktif

Metode II reaktif

Metode III reakti

2.7 Pemeriksaan radiologis

Foto thorax

13

Page 14: toxo - incrit

CT scan kepala

2.8 Ringkasan

Laki-laki, 27 tahun, nyeri kepala kiri, lemah tubuh sebelah kanan, lesi nervus

fasialis sentral, hemiparese dextra, anti HIV reaktif 3 metode.

2.9 Diagnosis

Klinis: headache sinistra, hemiparese dextra, lesi nervus VII sentral

Topis: temporal sinistra

Etiologi: Toxoplasmosis serebral

14

Page 15: toxo - incrit

2.10 Therapy

- IVFD RA 1500 cc/ 24 jam

- Pirymetamin 100 mg/hari

- Pirymetamin 50 mg/hari + klindamisin 4 x 600 mg

- Folinic acid 10-50 mg/hari

- dexamethasone 4 x 1 gram

15

Page 16: toxo - incrit

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Disebut juga toksoplasmosis otak, muncul pada kurang lebih 10% pasien

AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii,

yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada

tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau

kurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di

sana, tetapi sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit

tersebut hingga mencegah penyakit. Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit

kepala berat yangtidak menanggapi pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh,

kejang, kelesuan,kebingungan yang meningkat, masalah penglihatan, pusing,

masalah berbicara danberjalan, muntah dan perubahan kepribadian. Tidak semua

pasien menunjukkan tanda infeksi (Sudoyo dkk, 2006).

Toksoplasmosis adalah penyakit hewan dan manusia yang akut atau

kronis, tersebar luas disebabkan oleh Toksopalasma gondii dan di tularkan oleh

ookis pada kotoran kucing. Sebagian besar infeksi pada manusia bersifat

asimtomatik, bila gejala muncul, akan berkisar dari penyakit ringan dan sembuh

sendiri yang menyerupai mononukkleosis hingga penyakit fulminan dan

diseminsata yang dapat membahayakan otak, mata, otot, hati, dan paru.

Manifestasi berat terutama terlihat pada penderita yang imunitasnya terganggu

dan pada janin yang terinfeksi melalui transplasenta sebagai akibat dari infeksi

16

Page 17: toxo - incrit

maternal. Korioretinitis bisa berkaitan dengan semua bentuk, tetapi biasanya

merupakan sekuele akhir penyakit kongenital (Dorland, 2002).

Toksoplasmosis suatu penyakit yang disebabkan oleh Toksoplasma gondii,

merupakan penyakit parasit pada manusia dan juga pada daging hewan yang biasa

dikonsumsi oleh manusia. Infeksi yang disebabkan oleh T.gondii tersebar di

seluruh dunia. Pada hewan berdarah panas dan mamalia lainnya termasuk manusia

merupakan hospes perantaranya. Sedangkan kucing dan berbagai jenis felixdae

lainnya merupakan hospes definitif (WHO, (1979) dalam Chahaya I (2003)). Pada

kehidupan manusia, ada dua populasi manusia yang kemungkinan berisiko tinggi

terinfeksi oleh parasit ini, yaitu wanita hamil dan individu yang mengalami

defisiensi sistem imun (Chahahya I, 2003).

Toksoplasma gondii merupakan parasit protozoa intraselluler. Bentuk

parasit ini seperti batang yang melengkung dengan ukuran lebih kecil

dibandingkan sel darah merah manusia (3-6 μm). Parasit ini dapat menembus sel

secara aktif dan masuk ke berbagai jaringan seperti otak, mata, dan usus. Menurut

siklus hidupnya, parasit ini terdiri atas 3 bentuk, yaitu: takizoit, kista (bradizoit)

dan ookista. Ookista sendiri berukuran 10-12 μm, mempunyai hospes definitif,

yaitu kucing. Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus seksual yang kemudian

menghasilkan ookista dan dikeluarkan bersama feses kucing. Kucing yang

mengandung toksoplasma gondii dalam fesesnya mengandung jutaan ookista.

Ookista dapat bertahan di lingkungan untuk beberapa bulan dan tahan terhadap zat

desinfektan, pembekuan dan tempat yang kering, namun dapat mati dengan

pemanasan 70˚C selama 10 menit (Sutanto I at al. , 1998).

17

Page 18: toxo - incrit

Penelitian lainnya juga dilakukan untuk menemukan peranan kucing dalam

penularan toksoplasma, penelitian oleh Umyati dan Amino misalnya. Adapun

penelitian yang dilakukan di laboratorium Kedokteran Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta tersebut membuktikan bahwa 3 dari 14 kucing yang di periksa

ternyata positif mengandung ookista T.gondii, walaupun ternyata dari ketiga

kucing hanya dua kucing yang positif secara serologis. Dimana hasil

menunjukkan bahwa kucing disuatu laboratorium dapat terinfeksi toksoplasma

dan mampu menularkannya. Begitu juga dengan kucing peliharaan masyarakat

maupun hewan lainnya termasuk ternak yang dagingnya dikonsumsi manusia.

Penelitian ini ditunjang oleh hasil penelitian yang mengatakan bahwa lebih dalam

menularkan toksoplasma pada manusia (Rochiman, 2006).

3.2 Epidemiologi

Kejadian infeksi toksoplasma gondii terdistribusi hampir diseluruh dunia

dan dapat dijumpai pada tempat-tempat atau lingkungan yang memiliki kucing.

Adapun berbagai spesies mamalia, reptile dan burung juga dapat terinfeksi secara

alamiah. Adapun siklus penyebaran infeksi ini umumnya melibatkan kucing dan

tikus. Dimana tikus memakan materi/ bahan yang telah terkontaminasi oleh

ookista yang di jatuhkan atau dibuang oleh kucing, lalu tikus tersebut terinfeksi

dan kista dapat berkembang di tubuh tikus tersebut. Apabila tikus yang telah

terinfeksi parasit tersebut dimakan oleh kucing, maka kucing tersebut akan

kembali tertular infeksi dan kucing yang telah terinfeksi ini akan mengandung

ookista dalam tinjanya. Ada beberapa teori lainnya mengenai siklus

toksoplasmosis dan beberapa diantaranya pernah didokumentasikan (Paniker,

2002).

18

Page 19: toxo - incrit

Toksoplasmosis pada manusia merupakan satu zoonosis. Parasit ini biasa

didapati pada air atau makanan yang terkontaminasi oleh ookista yang matang

atau bisa melalui makanan mentah atau yang tidak dimasak secara matang/

sempurna dan masih mengandung kista-kista di jaringan (Paniker, 2002).

Kontak yang sering terjadi dengan hewan terkontaminasi atau dagingnya,

dapat dihubungkan dengan tingkat prevalensi yang lebih tinggi, khususnya pada

dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan, pekerja di rumah potong hewan dan

orang yang menangani daging mentah seperti juru masak (Chahaya I, 2003).

Daging babi dan sapi juga dapat terinfeksi kista jaringan. Tidak hanya itu,

lalat dan kecoa juga berperan sebagai vektor mekanik dalam kontaminasi

makanan dengan ookista yang berasal dari tanah yang terinfeksi. Infeksi juga

didapati dari air apabila sumber air tersebut telah terkontaminasi dengan tinja

kucing. Walaupun sangat jarang, infeksi juga dapat ditularkan melalui transfusi

darah atau leukosit serta transplantasi organ. Selain itu, toksoplasmosis dapat juga

berasal dari laboratorium. Dimana lama inkubasi berkisar 1 atau 3 minggu

(Paniker, 2002).

Adapun infeksi yang terjadi tergantung kepada status imun orang yang

terinfeksi. Kebanyakannya infeksi lebih aktif pada penderita yang mengalami

imunnocompromised. Dimana toksoplasmosis merupakan salah satu dari

komplikasi yang fatal pada orang dengan system imun yang sangat rendah,

penderita HIV/AIDS misalnya (Paniker, 2002).

Insidensi toksoplasmosis kongenital dapat diestimasikan dalam 1000

kelahiran. Hal ini mengacu pada kepentingan kesehatan publik terhadap

toksoplasmosis kongenital dan risiko yang ditimbulkannya kelak. Adapun

19

Page 20: toxo - incrit

tinjauan serologi terhadap antibodi toksoplasma lebih banyak dilakukan di negara-

negara maju, khususnya pada wanita usia subur, saat mengandung dan memiliki

bayi baru lahir (Paniker, 2002).

3.3 Etiologi

Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing,

burung dan hewan lainyang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja

kucing dan kadang pada daging mentah ataukurang matang. Begitu parasit masuk

ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana, tetapi sistem kekebalan pada

orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, mencegah

penyakit. Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau

domba yang mentahyang mengandung oocyst (bentuk infektif dari T.gondii). Bisa

juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing.

Selain itu dpat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan

transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang immunokompeten biasanya

asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi

reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi

opportunistik dengan predileksi di otak (Sylvia, 2006).

20

Page 21: toxo - incrit

Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat

dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan

ookista (berisi sporozoit) (Hiswani, 2005). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit

dengan ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8

mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di

tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi

(Sasmita, 2006). Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti

burung dan mamalia termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitif.

21

Page 22: toxo - incrit

Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit

juga dapat memasuki tiap sel yang berinti.

Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah

membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya

berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000

bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di

otak, otot jantung, dan otot bergaris. Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi

di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot (Gandahusada, 2003).

Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista

mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas.

Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding dan

menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang

berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda residu. Toxoplasma gondii dalam

klasifikasi termasuk kelas Sporozoasida, berkembang biak secara seksual dan

aseksual yang terjadi secara bergantian.

3.4 Siklus Hidup

Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk : thachyzoite, tissue cyst (yang

mengandung bradyzoites) dan oocyst ( yang mengandung sporozoites). Bentuk

akhir dari parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing.

Kucing merupakan pejamu definitif dari T gondii. Siklus hidup aseksual terjadi

pada pejamu perantara, (termasuk manusia). Dimulai dengan tertelannya tissue

cyst atau oocyst diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites

atau sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi tachyzoites

,organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau

22

Page 23: toxo - incrit

limfatik.Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan

perifer. Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi

untuk menetap pada otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina (Misbach,

2006 dan Robert, 2003).

Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat dirusak dengan pemanasan

sampai 67 oC, didinginkan sampai -20oC atau oleh iradiasi gamma. Siklus

seksual entero-epithelial dengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan

menjadi infeksius setelah tertelan daging yang mengandung tissue cyst. Ekskresi

oocysts berakhir selama 7-20 hari dan jarang berulang. Oocyst menjadi infeksius

setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi. Lamanya proses ini tergantung dari

kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi

infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun (Misbach, 2006 dan Robert,

2003).

Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau

domba yang mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang

terkontaminasi atau kontak langsung dengan Feces kucing. Selain itu dapat terjadi

transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi

akut pada individu yang imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia

dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang

akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak

(Misbach, 2006 dan Robert, 2003).

Tissue cyst menjadi ruptur dan melepaskan invasive tropozoit (takizoit).

Takisoit ini akan menghancurkan seldan menyebabkan focus nekrosis (Misbach,

2006; Robert, 2003; dan Weiner, 2001).

23

Page 24: toxo - incrit

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi

prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 <

200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.

Oportunistik infeksi yang mungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200

sel/mL adalah pneumocystiscarinii , CD4 <100 sel/mL adalah toxoplasma gondii ,

dan CD4 < 50 adalah M. aviumComplex , sehingga diindikasikan untuk

pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis dan candida species dapat

menyebabkan infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL (Misbach, 2006 dan

Robert, 2003).

24

Page 25: toxo - incrit

25

Page 26: toxo - incrit

3.5 Patofisiologi

HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas

kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang

mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4

adalah : sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher

rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh

perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel

dengan meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi. Selain

menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem

saraf dan dapat mengakibatkan kelainan pada saraf. Infeksi oportunistik dapat

terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi

26

Page 27: toxo - incrit

tersebut dapat menyerang sistem saraf yang membahayakan fungsi dan kesehatan

sel saraf (Gilroy, 2000).

Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti

toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan

produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma, kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin.

Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi IL-12

dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai

respon terhadap T gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari

perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV. Ensefalitis

toxolasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV dengan CD4

T sel < 100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang subakut.

Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri

kepala (55%), bingung / kacau (52%), dan kejang (29%)9. Pada suatu studi

didapatkan adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada

75% kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus, Nyeri kepala pada 50 %

kasus, demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus (Gilroy, 2000).

Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan

gangguan bicara. Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan

penglihatan, gangguan sensorik, disfungsi serebelum, meningismus, movement

disorders dan menifestasi neuropsikiatri (Robert, 2003).

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi

prediktor untuk validasi kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien

dengan CD4< 200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat

tinggi (Robert, 2003).

27

Page 28: toxo - incrit

3.6 Gejala Klinis

Manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan berbagai cara yaitu makan

daging mentah atau kurang masak yang mengandung kista T. gondii, termakan

atau tertelan bentuk ookista dari tinja kucing, rnisalnya bersarna buah-buahan dan

sayur-sayuran yang terkontaminasi. Juga mungkin terinfeksi melalui transplantasi

organ tubuh dari donor penderita toksoplasmosis laten kepada resipien yang

belum pernah terinfeksi T. gondii. Kecelakaan laboratorium dapat terjadi melalui

jarum suntik dan alat laboratoriurn lain yang terkontaminasi oleh T. gondii.

Infeksi kongenital sendiri terjadi secara intra uterin melalui plasenta (Levine,

1990).

Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang

terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan

jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan

28

Page 29: toxo - incrit

diri ini paling nyata terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana

parasit mempunyai afinitas paling besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap

kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga rnerupakan fase kronik, dimana

telah terbentuk kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan syaraf yang sifatnya

menetap tanpa menimbulkan peradangan lokal. Secara garis besar, infeksi yang

terjadi sesuai dengan cara penularan dan gejala klinisnya. Adapun toksoplasmosis

dapat dikelompokkan atas; toksoplasmosis akuisita (dapatan) dan toksoplasmosis

kongenital. Baik toksoplasmosis dapatan maupun kongenital sebagian besar

merupakan asimtomatis atau tanpa gejala. Dimana keduanya dapat bersifat akut

dan kemudian menjadi kronik atau laten. Gejala yang nampak sering tidak

spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lain (Chahaya I, 2003).

Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui karena jarang

menimbulkan gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat infeksi

primer, maka ada kemungkinan bahwa 50% anak yang akan dilahirkan mengalami

toksoplasmosis kongenital. Gejala yang dijumpai pada orang dewasa maupun

anak-anak umumnya ringan. Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada

toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan

sakit kepala (Zaman dan Keong, 1988).

Pada infeksi akut, limfadenopati sering dijumpai pada kelenjar getah

bening daerah leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas dapat disertai demam,

mialgia, malaise. Bentuk kelainan pada kulit akibat toksoplasmosis berupa ruam

makulopapuler yang mirip kelainan kulit pada demam tifoid sedangkan pada

jaringan paru dapat terjadi pneumonia interstisial (Chahaya I, 2003).

29

Page 30: toxo - incrit

Gambaran klinis toksoplasmosis kongenital dapat bermacam-macam. Ada

yang tampak normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah

beberapa minggu sampai beberapa tahun. Ada gambaran eritroblastosis,

hidropsfetalis dan trias klasik yang terdiri dari hidrosefalus, korioretinitis dan

perkapuran intrakranial atau tetrade sabin yang disertai kelainan psikomotorik

(Zaman dan Keong, 1988). Toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala

yang sangat berat dan dapat menimbulkan kematian penderitanya karena parasit

telah tersebar luas di berbagai organ penting dan juga pada sistem syaraf penderita

(Chahaya I, 2003).

Gejala susunan syaraf pusat sering meninggalkan kecacatan, seperti

retardasi mental dan gangguan motorik. Kadang-kadang hanya ditemukan

sikatriks pada retina yang dapat kambuh pada masa anak-anak, remaja atau

dewasa. Korioretinitis karena toksoplasmosis pada remaja dan dewasa biasanya

akibat infeksi kongenital (Chahaya I, 2003).

Akibat kerusakan pada berbagai organ, maka kelainan yang sering terjadi

dapat bermacam-macam jenisnya. Kelainan pada bayi dan anak-anak akibat

infeksi pada ibu selama kehamilan trimester pertama dapat berupa kerusakan yang

sangat berat sehingga terjadi abortus atau lahir mati, atau bayi dilahirkan dengan

kelainan seperti ensefalomielitis, hidrosefalus, kalsifikasi serebral dan

korioretinitis. Pada anak yang lahir prematur, gejala klinis lebih berat dari anak

yang lahir cukup bulan dan dapat disertai hepatosplenomegali, ikterus,

limfadenopati, kelainan susunan syaraf pusat dan lesi mata (Chahaya I, 2003).

30

Page 31: toxo - incrit

Infeksi T. gondii pada individu dengan imunodefisiensi menyebabkan

manifestasi penyakit dari tingkat ringan, sedang sampai berat, tergantung kepada

derajat imunodefisiensinya (Chahaya I, 2003).

31

Page 32: toxo - incrit

3.7 Diagnosa

1. Pemeriksaan Serologi

Didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat

dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme

linked immunosorbent assay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2

bulan setelah terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.

2. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan

elevasi protein.

3. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Digunakan Mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. PCR untuk T.gondii dapat

juga positif pada cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor

dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif

pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat

bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut (Lamoril, 1996).

4. CT scan

Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple disertai

dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan

disertai edema vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma

jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.

5. Biopsi otak

Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak

32

Page 33: toxo - incrit

3.7 Penatalaksanaan

1. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin.

Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak.

2. Toxoplasma Gondii,membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin

menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat

penggunaannya.

3. Kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari yang dikombinasikan dengan

sulfadiazin 1-2 g tiap 6 jam.

4. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-

100 mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.

5. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum

tulang.

6. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin

1200 mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg

tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah

perbaikan gejala klinis.

7. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV

dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total

kurang dari 1200. Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV

3.9 Pencegahan

Dalam hal pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga

kebersihan, mencuci tangan setelah memegang daging mentah menghindari

kotoran kucing, lalat, kecoak pada waktu membersihkan halaman atau berkebun.

Memasak daging minimal pada suhu 66°C atau dibekukan pada suhu -20°C.

33

Page 34: toxo - incrit

Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau

serangga. Wanita hamil trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan

kemungkinan infeksi dengan toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi

abortus, lahir mati ataupun cacat bawaan (Hiswani, 2003).

Jika anda memiliki hewan peliharaan kucing, jangan biarkan kucing anda

berkeliaran di luar rumah yang dapat memperbesar kemungkinan kontak dengan

toksosplasma. Mintalah angota keluarga lain untuk membantu anda

membersihkan kucing anda termasuk memandikannya mencuci kandangnya atau

tempat biasa kucing berada dan mencuci tempat makannya. Beri makanan kucing

anda dengan makanan yang sudah dimasak dengan baik. Lakukan pemerikasaan

berkala terhadap kesehatan kucing anda. Gunakan sarung tanggan plastik ketika

anda harus membersihkan kotoran kucing, sebaiknya dihindarai. Cuci tangan

sebelum makan dan setelah berkontak dengan daging mentah, tanah atau kucing.

Gunakan sarung tanggan plastik anda jika anda berkebun terutama jika terdapat

luka di tanggan anda (Hiswani, 2003).

Untuk mencegah terjadinya infeksi dengan ookista yang berada di dalam

tanah, dapat diusahakan mematikan ookista dengan bahan kimia seperti formalin,

amonia dan iodin dalam bentuk larutan serta air panas 70˚C yang disiramkan pada

tinja kucing (Chahaya I, 2003).

34

Page 35: toxo - incrit

BAB III

KESIMPULAN

Toksoplasmosis merupakan infeksi oportunistik yang serius. Jika belum

terinfeksi tokso, dapat menghindari risiko terpajan infeksi dengan tidak memakan

daging atau ikan mentah, dan ambil kewaspadaan lebih lanjut jika membersihkan

kandang kucing. Dapat memakai obat anti-HIV yang untuk menahan jumlah CD4.

Ini kemungkinan akan mencegah masalah kesehatan diakibatkan tokso. Dengan

diagnosis dan pengobatan dini, tokso dapat diobati secara efektif. Jika anda

mengalami penyakit tokso, sebaiknya terus memakai obat antitokso untuk

mencegah penyakitnya kambuh. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat

penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS, akibatnya mudah terkena

penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi disebabkan oleh virus, bakteri,

protozoa dan jamur dan juga mudah terkena penyakit keganasan. Pengobatan

untuk infeksi oportunistik bergantung pada penyakit infeksi yang ditimbulkan.

Pengobatan status kekebalan tubuh denganmenggunakan immune restoring

agents, diharapkan dapatmemperbaiki fungsi sellimfosit, dan menambah jumlah

limfosit. Penatalaksanaan HIV/AIDS bersifat menyeluruh terdiri dari pengobatan,

perawatan atau rehabilitasi dan edukasi. Pengobatan pada pengidap HIV/penderita

AIDS ditujukan terhadap: virus HIV (obat ART),infeksi opportunistik, kanker

sekunder, status kekebalan tubuh, simptomatis dan suportif.

35

Page 36: toxo - incrit

DAFTAR PUSTAKA

Jayawardena Suriya, MD. Cerebral Toxoplasmosis in Adult Patients with HIV

Infection Availabel from URL : http://www.turner-white.com/memberfile.php?

PubCode=hp_jul08 _toxoplasmosis.pdf. Accessed July, 2008.

George Sara Mathew, MD. Cerebral Toxoplasmosis in an HIV Positive Patient: A

Case Report and Review of Pathogenesis and Laboratory Diagnosis. Availabel

from URL :

http://www.bahrainmedicalbulletin.com/june_2009/Toxoplasmosis.pdf.

Accessed Juny, 2009.

Patric Davey. Infeksi HIV dan AIDS. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS. 2006.

Gilroy J. Basic Neurology. Mc Graw-Hill. 3rd edition. New York. 2000 : 482-90.

Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.

Sylvia Price dan Lorraine Wilson. Human Immunodeficiency

(HIV)/AcquiredImmunodeficiencySindrome). Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Volume 1.Edisi 6. Jakarta: EGC,2006.

Profesor.dr.H. Jusf Misbach, dkk. HIV-AIDS Susunan Saraf Pusat. Neurologi.

Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2006.

Harrington Robert. Opportunistic Infection in HIV Disease. Best Practice

Medicine. Januari 2003.

Howard L. Weiner, dkk. AIDS dan system saraf. Buku Saku Neurologi. Jakarta:

EGC. 2001.

Belman Anita L,Maletic-Savatic Mirjana. Human Immunodeficiency Virus and

Acquired Immunodeficiency Syndrome. In Textbook Clinical Neurology.

Goetz. 2003:955 -89.

Lamoril J. Detection by PCR of Toxoplasma gondii in blood in the diagnosis of

cerebral toxoplasmosis in patients with AIDS. Availabel from URL :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1023168/. Accessed July, 1996.

Chahaya, I., 2003. Epidemiologi “ Toxoplasma Gondii ”. Digital Library

36

Page 37: toxo - incrit

Universitas Sumatera Utara. Diambil dari:

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-indra%20c4.pdf

[Diakses pada 20 Mac 2010]

Hiswani, 2005. Toksoplasmosis Penyakit Zoonosis yang Perlu Diwaspadai.

Dalam: Hassan, W. (ed). 2005. Info Kesehatan Masyarakat. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan: 43-50

Gandahusada, S., Ilahude, H.H., dan Pribadi, W., 2003. Parasitologi Kedokteran.

Edisi ke-3. Jakarta: FKUI.

37