Tonsilektomi

8
TONSILEKTOMI PENDAHULUAN Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Teng- gorok), oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi. INDIKASI Tonsilektomi atau lebih populer dikenal dengan istilah operasi amandel, telah dikenal oleh masyarakat awam sejak dahulu, dan bsejak diperkenalkan tonsilektomi dengan cara Guillotine (1828), kecenderungan melakukan pembedahan ini untuk menyembuhkan berbagai penyakit saluran napas atas semakin meningkat. Oleh karena hal di atas, terjadi perbedaan batasan-batasan indikasi tonsilektomi yang umumnya berkisar pada jumlah penyakit yang termasuk indikasi, skala prioritas dan indikasi mutlak atau relatif serta terakhir frekuensi serangan tonsilitis pertahun yang merupakan indikasi tonsilektomi. Indikasi yang umum pada saat ini adalah : (1) serangan tonsilitis berulang, atau tonsilitis kronis, (2) sumbatan jalan napas atas karena pembesaran tonsil, (3) abses peritonsil, dan (4) kecurigaan akan

description

referat THT

Transcript of Tonsilektomi

TONSILEKTOMI

PENDAHULUANTonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Teng- gorok), oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan.Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.INDIKASITonsilektomi atau lebih populer dikenal dengan istilah operasi amandel, telah dikenal oleh masyarakat awam sejak dahulu, dan bsejak diperkenalkan tonsilektomi dengan cara Guillotine (1828), kecenderungan melakukan pembedahan ini untuk menyembuhkan berbagai penyakit saluran napas atas semakin meningkat. Oleh karena hal di atas, terjadi perbedaan batasan-batasan indikasi tonsilektomi yang umumnya berkisar pada jumlah penyakit yang termasuk indikasi, skala prioritas dan indikasi mutlak atau relatif serta terakhir frekuensi serangan tonsilitispertahun yang merupakan indikasi tonsilektomi. Indikasi yang umum pada saat ini adalah : (1) serangan tonsilitis berulang, atau tonsilitis kronis, (2) sumbatan jalan napas atas karena pembesaran tonsil, (3) abses peritonsil, dan (4) kecurigaan akan adanya keganasan. Kriteria tonsilitis kronis yang memerlukan tindakan tonsilektomi, umumnya diambil berdasarkan frekuensi serangan tonsilitis akut dalam setahun yaitu tonsilitis akut berulang 3 kali atau lebih dalam setahun atau sakit tenggorokan 4 6 kali setahun tanpa memperhatikan jumlah serangan tonsilitis akut. Perlu diketahui, pada tonsilitis kronik, pemberian antibiotik akanmenurunkan jumlah kuman patogen yang ditemukan pada per mukaan tonsil tetapi ternyata, setelah dilakukan pemeriksaan bagian dalam tonsil pasca tonsilektomi, ditemukan jenis kuman patogen yang sama bahkan lebih banyak dari hasil pemeriksaan di permukaan tonsil sebelum pemberian antibiotik. Patokan lain adalahcarrierdiphteri, tonsilitis kronik sebagai fokal infeksiorgan lain dan radang tuberkulosis servikal, karena diperkirakan radang kronik tonsil akan memperberat penyakit ini. Pada tonsilitis kronik, kuman patogen akan menetap dibagian dalam tonsil sehingga menyebabkan tonsil berubah sebagai sarang kuman. Keadaan ini dapat menjadikan tonsil sebagai fokal infeksi bagi timbulnya penyakit-penyakit lain didalam tubuh seperti demam rematik atau glomerulonefritis. Salah satu kuman patogen yang cukup berbahaya yang dapat dijumpai pada tonsilitis kronik adalah streptokokus beta hemo-litikus tipe A. Kuman ini menghasilkan streptolisin 0 yang dapat merangsang terbentuknya anti streptolisin titer 0 (ASTO). Bila kadarnya dalam darah cukup tinggi (lebih dari 400 u/ml),dapat menunjukkan adanya infeksi fokal di tonsil. Pembesaran tonsil pada anak dapat menyebabkan sumbatan jalan napas atas, mulai dari mengorok waktu tidur sampai terjadisleep apnea.Apnea adalah terhentinya aliran udara melalui hidung atau mulut selama minimal 10 detik dan sindromsleep apneaadalah apnea yang terjadi minimal 30 kali selama 7 jamtidur. Di samping ukuran tonsil, luas orofaring terutama jarak kedua dinding lateral faring cukup penting dalam menimbulkan sumbatan jalan napas atas, sehinggasleep apneadapat jugaterjadi pada pembesaran tonsil sedang. Gejala-gejala sumbatan umumnya menghilang atau berkurang setelah tonsilektomi. Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar untukkambuh. Sampai saat ini belum ada kesepakatan kapan ton- silektomi dilakukan pada abses peritonsil. Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 68 minggu kemudian mengingatkemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian lagi menganjurkan tonsilektomi segera. Tindakan tonsilektomi untuk diagnosis dilakukan bila di- curigai adanya keganasan seperti pembesaran tonsil unilateral atau adanya ulserasi.KONTRAINDIKASIAda beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kemati-an. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut.Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemia gangguan' pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serang-an asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukansetelah minimal 23 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan padan penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal.TEKNIK1) Cara GuillotineDiperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dariPhiladelphia, sedangkan cara yang masih digunakan sampai se-karang adalah modifikasi Sluder. Di negara-negara maju caraini sudah jarang digunakan dan di bagian THT FKUI/RSCM caraini hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum.TeknikPosisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator disisi kanan berhadapan dengan pasien.Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulutdifiksasi dengan pembuka mulut. Lidah ditekan dengan spatula.Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalammulut melalui sudut kiri.Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior,kemudian kutub bawah tonsil dimasukkan ke dalam Iubangguillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anteriorditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalamIubang guillotine.Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsilterjepit.Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalamlubang guillotine, dengan bantuan jari, tonsil dilepaskan darijaringan sekitarnya dan diangkat keluar.Perdarahan dirawat.2) Cara diseksiCara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). DiBagian THT FKU1/RSCM cara ini digunakan pada pembedahantonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal.Teknik :Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentangdengan kepala sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimalpasien.Dipasang alat pembuka mulutBoyle-Davis gag.Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial.Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsildilepaskan dari fosanya secara tumpul sampai kutub bawah danselanjutnya dengan menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat.Perdarahan dirawat.3)Cryogenic tonsilectomyTindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan caracryosurgeryyaitu proses pendinginan jaringan tubuh sehinggaterjadi nekrosis. Bahan pendingin yang dipakai adalah freondan cairan nitrogen.4)Electrosterilization of tonsilMerupakan suatu pembedahan tonsil dengan cara koagulasilistrik pada jaringan tonsil.KOMPLIKASIKomplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahanatau pasca bedah.Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dantrauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan ter-gantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parutyang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akutatau abses peritonsil.Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, ke-mungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringanlebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahanyang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yangrobek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampontekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal daripembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatanatau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong,maka pada fosa tonsil diletakkan tampon ataugelfoam,kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masihjuga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna.Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahanyang terjadi pada caraguillotinelebih sedikit dari cara diseksi.Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan disekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring,bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporo-mandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkanwaktu terjadinya yaituimmediate, intermediatedanlate com-plication.Komplikasi segera(immediate complication)pasca bedahdapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungandengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahanprimer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertamapasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masihdipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna se-Cermin Dunia Kedokteran No. 89, 199320hingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkanasfiksi. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidakcermat atau terlepasnya ikatan.Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah(1)baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal,(2)ukur nadidan tekanan darah secara teratur,(3)awasi adanya gerakanmenelan karena pasien mungkin menelan darah yangterkumpul di faring dan(4)napas yang berbunyi menunjukkanadanya lendir atau darah di tenggorok.Bila diduga ada perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuandarah di fosa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat menye-babkan jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan.Bila perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan penekanandengan tampon yang mengandung adrenalin 1:1000. Selanjut-nya bila masih gagal dapat dicoba dengan pemberianhemostatik topikal di fosa tonsil dan hemostatik parenteraldapat diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belumberhasil dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dandilakukan perawatan perdarahan seperti saat operasi.Mengenai hubungan perdarahan primer dengan cara op-erasi, laporan di berbagai kepustakaan menunjukkan hasil yangberbeda-beda, tetapi umumnya perdarahan primer lebih seringdijumpai pada caraguillotine.Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan anestesisegera pasca bedah umumnya dikaitkan dengan perawatan ter-hadap jalan napas. Lendir, bekuan darah atau kadang-kadangtampon yang tertinggal dapat menyebabkan asfiksi.Pasca bedah, komplikasi yang terjadi kemudian(interme-diate complication)dapat berupa perdarahan sekunder, hematomdan edem uvula, infeksi, komplikasi paru dan otalgia.Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah24 jam pasca bedah. Umumnya terjadi pada hari ke 5 10. Jarangterjadi dan penyebab tersering adalah infeksi serta trauma akibatmakanan; dapat juga oleh karena ikatan jahitan yang terlepas,jaringan granulasi yang menutupi fosa tonsil terlalu cepat ter-lepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah di bawah-nya terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang ter-jadi karena umumnya berasal dari pembuluh darah permukaan.Cara penanganannya sama dengan perdarahan primer.Pada pengamatan pasca tonsilektomi, pada hari ke dua uvulamengalami edem. Nekrosis uvula jarang terjadi, danbiladijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral pembuluhdarah yang mendarahi uvula.Meskipun jarang terjadi, komplikasi infeksi melaluibakteremia dapat mengenai organ-organ lain seperti ginjal dansendi atau mungkin dapat terjadi endokarditis. Gejala otalgiabiasanya merupakan nyeri alih dari fosa tonsil, tetapi kadang-kadang merupakan gejala otitis media akut karena penjalaraninfeksi melalui tuba Eustachius. Abses parafaring akibattonsilektomi mungkin terjadi, karena secara anatomik fosatonsil berhubungan dengan ruang parafaring. Dengan kemajuanteknik anestesi, komplikasi paru jarang terjadi dan ini biasanyaakibat aspirasi darah atau potongan jaringan tonsil.Late complicationpasca tonsilektomi dapat berupajaringan parut di palatum mole. Bila berat, gerakan palatumterbatas dan menimbulkan ri nolalia. Komplikasi lain adalahadanya sisa jaringan tonsil. Bila sedikit umumnya tidakmenimbulkan gejala, tetapi bilacukup banyak dapatmengakibatkan tonsilitis akut atau abses peritonsil.