Toksoplasma Pada Kehamilan
-
Upload
rizqy-aulia-cahyantari -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
description
Transcript of Toksoplasma Pada Kehamilan
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
JOURNAL READING
TOXOPLASMOSIS IN PREGNANCY: PREVENTION, SCREENING, AND
TREATMENT
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan KlinikBagian Ilmu Kebidanan dan KandunganRumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG
Disusun Oleh :
Rizqy Aulia Cahyantari 1320221134
Kepaniteraan Klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
Periode 10 Agustus – 17 Oktober 2015
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
Journal reading dengan judul :
TOXOPLASMOSIS IN PREGNANCY: PREVENTION, SCREENING, AND
TREATMENT
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di DepartemenKebidanan dan Kandungan
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun Oleh:
Rizqy Aulia Cahyantari 1320221134
Telah disetujui oleh Pembimbing:
Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal
dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG ........................ ............................
Mengesahkan:
Koordinator Kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan
dr. Hary Purwoko, Sp.OG,KFER
TOKSOPLASMA PADA KEHAMILAN : PENCEGAHAN, SKRINING, DAN PENATALAKSANAAN
Abstrak:
Latar belakang : Salah satu konsekuensi dari ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasmaa gondii
adalah transmisi secara vertical ke fetus. Meskipun jarang, toksoplasma congenital dapat
menyebabkan kerusakan parah pada saraf maupun mata (mencetuskan kebutaan), anomali pada
jantung dan sistem saraf. Asuhan prenatal harus termasuk dalam pencegahan dan edukasi tentang
toksoplasma. Prevalensi penyakit rendah pada populasi di Kanada dan keterbatasan dalam
diagnosis dan terapi membatasi efektivitas dari ketepatan strategis. Makadari itu skrining yang
rutin tidak selalu direkomendasikan.
Tujuan : Untuk mengetahui pencegahan, diagnosis, dan penanganan dari toksoplasma pada
kehamilan .
Hasil : Hasil dievaluasi termasuk hasil dari skrining pada diagnosis dari toksoplasma kongenital
dan kemanjuran dari profilaksis dan penatalaksanaan.
Kejadian : The Cochrane Library and Medline meneliti artikel yang dipublikasi di Inggris dari
tahun 1990 sampai sekarang yang berhubungan dengan toksoplasma dan kehamilan.
Nilai : Kualitas dari kejadiannya akan direrata dan rekomendasi dibuat berdasarkan tata aturan
yang dibentuk oleh Canadian Task Force on Preventive Health Care.
Keuntungan, kerugian, dan biaya : Pelaksanaan tata aturan perlu didampingin oleh tenaga ahli
kesehatan untuk menskrining dan penatalaksanaan toksoplasma pada kehamilan.
Rekomendasi :
1. Skrining secara menyeluruh tidak selalu diberikan pada wanita dengan risiko rendah.
Skrining dilakukan pada wanita dengan risiko toksoplasma.
2. Kecurigaan terhadap infeksi pada wanita hamil perlu dikonfirmasi sebelum intervensi
dengan menyertakan beberapa sampel yang telah dilakukan di laboratorium, dengan
menggunakan uji tersebut yang akurat memungkinkan untuk diinterpretasikan.
3. Bila dicurigai infeksi akut, ulangi pemeriksaan yang kemudian dilakukan 2 – 3 minggu,
dan dianjurkan untuk mulai pemberiaan terapi spiramycin segera tanpa menunggu hasil
dari test ulangan tersebut.
4. Amniosentesis perlu dilakukan untuk indentifikasi Toxoplasma gondii pada cairan
amnion dengan menggunakan reaksi cincin polimerasi/ polymerase chain reaction (PCR)
(a) jika infeksi pada ibu sudah didiagnosis (b) jika uji serologis tidak dapat dikonfirmasi
atau tidak termasuk infeksi akut (c) pada pemeriksaan ultrasound ditemukan kelainan
(kalsifikasi intracranial, mikrosefali, hidrosefalus, asites, hepatosplenomegali, atau IUGR
berat)
5. Amniosintesis tidak perlu dilakukan untuk identifikasi pada usia gestasi kurang 18
minggu dan perlu dikerjakan tidak kurang dari 4 minggu setelah dicurigai infeksi akut
pada maternal pada kejadian negatif palsu
6. Infeksi Toxoplasma gondii perlu dicurigai dan skrining perlu dilakukan pada wanita
hamil dengan temuan USG yang memungkinkan infeksi TORCH (toksoplasmosis,
rubella, cytomegalovirus, herpes, dan lain-lain), termasuk tidak terbatas kalsifikasi
intracranial, mikrosefali, hidrosefalus, asites, hepatosplenomegali, atau IUGR berat)
7. Pada setiap kasus termasuk pada wanita hamil yang dicurigai memiliki infeksi
Toxoplasma gondii yang terjadi selama usia gestasi perlu dikonsulkan kepada yang ahli
dalam penanganan toksoplasmosis.
8. Bila infeksi pada maternal sudah dikonfirmasi namun fetus tidak diketahui apa terinfeksi
atau tidak, spiramycin perlu diberikan sebagai profilaksis (untuk mencegah penyebaran
dari organism yang melintasi plasenta dari ibu ke janin).
9. Kombinasi dari pyrimethamine, sulfadiazine, dan asam folat perlu diberikan sebagai
penatalaksanaan untuk wanita dengan janin yang terinfeksi yang sudah dikonfirmasi
dengan pemeriksaan PCR.
10. Penatalaksanaan anti-toksoplasma pada wanita hamil dengan immunokompeten dengan
infeksi sebelumnya Toxoplasma gondii tidak perlu diberikan.
11. Wanita dengan kondisi imunosupresan atau HIV positif harus dilakukan skrining karena
memiliki risiko reaktivasi dan enfefalitis.
12. Wanita tidak hamil yang sudah didiagnosis memiliki infeksi toksoplasma yang akut perlu
berkonsultasi untuk menunggu 6 bulan sebelum hamil. Pada setiap kasus perlu
dikonsulkan dengan para ahli.
13. Informasi atau pencegahan pada infeksi Toxoplasma gondii pada wanita hamil perlu
tersedia untuk semua wanita yang hamil maupun yang sedang menjalankan program
hamil.
TOXOPLASMA GONDII :
KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGI
Toxoplasma gondii (T.gondii) adalah parasit protozoa obligat intraselular. Mereka
memiliki siklus hidup yang kompleks dengan reproduksi aseksual yang terjadi pada jaringan
mammalian dan burung (host kedua) dan reproduksi seksual yang terjadi di epitel saluran cerna
kucing (host pertama). Kucing yang terkontaminasi makanan mentah ( tikus, burung) yang
terdapat T.gondii dan kadang tertelan oocyst dari kotoran kucing lainnya. Kucing yang terinfeksi
biasanya simtomatis da mulai membentuk ookista in kotoran mereka 1 sampai 2 minggu setelah
terinfeksi. Kebanyakan kucing mengeluarkan ookista sekali dalam seumur hidup mereka. Dari
beberapa hari hingga beberapa minggu, ookista akan berspora dan menjadi infeksius. Ookista
mampu bertahan di suasana yang hangat dan kondisi yang lembab (halaman, kotak pasir, tempat
sampah) dan dapan menginfeksi pada setiap waktu. Ookista juga bertahan dari paparan udara
dingin hingga 18 bulan apalagi bila mereka terlindungi dari matahari langsung. Setelah tertelan
oleh host kedua (manusia, burung, rodensia, dll) ookista melepaskan sporozoit yang berubah
menjadi takizoit. Takizoit muncul pada saat infeksi akut dan dapat menembus sel dan
berreplikasi. Mereka akan membelah secara besar-besaran dan beredar dari 3 sampai 10 hari
pada host yang immunokompeten sebelum berubah menjadi bradizoit dan berubah menjadi kista
pada jaringan. Kista ini muncul pada fase infeksi laten. Sekali terinfeksi, manusia akan terinfeksi
seumur hidup. Kecuali pada immunosupresi terjadi reaktivasi, manusia biasanya menunjukan
gejala asimtomatis.
EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Toksoplasmosis adalah infeksi ketiga yang menyebabkan kematian food borne, setelah
salmonellosis dan listeriosis. Keberagaman seroprevalensi setara dengan tingginya
seroprevalensi (>50%) yang terjadi di negara dengan tingkat konsumsi daging mentah (France
54%) dan daerah tropis di Amerika Latin atau Sub Sahara Afrika dimana jumlah kucing yang
tinggi dan iklim yang mendukung kehidupan ookista. Di Amerika Serikat 15% anak yang
dilahirkan dari wanita (15 : 44) yang terinfeksi T.gondii dengan kejadian toksoplasma kongenital
diperkirakan 400 dari 4000 kasus pertahun. Di Kanada, hanya dilakukan beberapa penelitian
serologi maupun penelitian prospektif pada mereka. Pada dasar penelitian ini, Carter and Frank
meramalkan antara 20% dan 40% seroprevalensi pada wanita tersebut. Seroprevalensi yang
tinggi (59.8%) didokumentasikan pada populasi Nunavik yang berhubungan dengan air yang
terkontaminasi dan konsumsi makanan yang mentah dan unggas liar.
Ada 3 jalur utama transmisi yakni konsumsi makanan yang mentah maupun setengah
matang, terpapar oleh feses yang mengandung ookista, dan transmisi vertikal. Pada masa
kehamilan, mekanisme yang paling sering adalah konsumsi makanan mentah atau belum matang
atau meminum minuman yang terkontaminasi, terpapar tanah (berkebun tanpa menggunakan
sarung tangan) atau kotoran kucing. Tranfusi atau transplantasi organ dari seseorang yang
terinfeksi dapat juga menularkan organism ini. Data dari multisenter Eropa pada penelitian kasus
kontrol menunjukan bahwa makanan mentah atau belum matang terdapat sekitar 30% - 63%
T.gondii yang sudah di serokonversi pada masa kehamilan. Hasil yang serupa (60%) juga terjadi
di AS. Beberapa penelitian menunjukan kepemilikan kucing memiliki risiko kecil sebagai
sumber infeksi manusia. Penelitian pada 24.106 kucing di wilayah Eropa menunjukan rerata
temuan T.gondii dalam bentuk ookista sebesar 0.11%. Risiko infeksi dari kucing berhubungan
dengan paparan feses dari kucing yakni yang mengeluarkan ookista. Kucing rumahan yang tidak
berburu dan mengkonsumsi makanan mentah tidak mungkin mendapat infeksi T.gondii. Rerata
prevalensi bervariasi tergantung dari lokasi geografik dan wanita hamil yang berpergian ke
wilayah yang memiliki prevalensi risiko tinggi, dapat meningkatkan risiko infeksi.
GEJALA KLINIS
Kebanyakan wanita hamil (>90%) dengan infeksi T.gondii tidak mengalami gejala dan tanda
yang jelas. Hanya beberapa kecil yang menunjukan gejala dari penyakit ini. Gejala klinis pada
wanita hamil tidak lebih berat dibanding wanita tidak hamil, dan biasanya hanya mengeluh
seperti sakit flu dengan masa inkubasi 5 – 18 hari semenjak terpapar. Wanita hamil akan lebih
jarang menunjukan perubahan pada kemampuan penglihatannya ketika terkena koriorenitis
toksoplasma. Pada wanita hamil dengan kondisi immunokompromais, T.gondii dapat
menyebabkan ensefalitis berat, miokarditis, pneumonitis, atau hepatitis dengan infeksi akut atau
reaktivasi pada infeksi laten.
DIAGNOSIS
Infeksi T.gondii dapat ditemukan dengan uji serologi atau amniosentesis atau pada temuan
abnormal pada USG.
Uji Serologi
Uji serologi adalah uji pertama untuk diagnosis yang menggunakan antibody IgG dan IgM.
Kesulitan dari diagnosis ini adalah perbedaan antara infeksi awal dan kronis dan hasil dari uji
IgG dan IgM dapat seringkali sulit untuk diterjemahkan. Untuk alasan ini, maka penting untuk
dikonsultasikan kepada yang ahli bila muncul diagnosis tersebut. Munculnya antibody IgM tidak
menjadi dasar untuk membuat diagnosis dari infeksi akut toksoplasmosis. Titer antibodi IgM
meningkat 5 hari sampai seminggu mengikuti infeksi akut, mencapai maksimum setelah 1 atau 2
bulan dan emnurun secara cepat dibanding IgG. Meskipun demikian antibody IgM dapat
menurunn ke level sangat rendah bahkan tidak terdeteksi, pada beberapa kasus IgM masih ada
sampai beberapa tahun mengikuti infeksi akut. IgG muncul setelah IgM dan biasanya terdeteksi
antara 1-2 minggu setelah infeksi, dengan puncaknya antara 12 minggu sampai 6 bulan setelah
infeksi akut. Mereka akan terdeteksi setelah bertahun-tahun setelah infeksi dan biasanya muncul
sepanjang hidup.
Jika IgG dan IgM negative, hal ini mengindikasikan tidak adanya infeksi atau mereka masih
dalam fase yang amat sangat akut. Jika uji menunjukan IgG positif dan IgM negative, hal ini
menunjukan infeksi lama (infeksi lebih dari 1 tahun yang lalu). Jika keduanya IgG dan IgM
positif keduanya mengindikasikan infeksi baru atau dapat saja hasil positif palsu. Jika infeksi
akut dicurigai, ulangi uji yang dianjurkan dilakukan 2 sampai 3 minggu. Meningkatnya 4 kali
titer IgG antara test menunjukan infeksi baru. Uji komersial serogologi dapat tidak dapat
diandalkan (karena dapat menunjukan positif palsu maupun negative palsu). Maka dari itu sangat
penting bahwa hasil antibody yang positif perlu dikonfirmasi ke laboratorium yang menangani
toksoplasma. Pemeriksaan yang lebih spesifik digunakan pada laboratorium unutk lebih
memastikan level antibody seperti uji Sabin-Feldman dye test dan uji tidak langsung fluoresen.
Mengetahui infeksi yang terjadi selama kehamilan penting untuk mengevaluasi risiko transmisi
ke janin, memulai terapi antibiotik dan menjalani konseling selama prenatal. Laboratorium yang
terpercaya menggunakan tambahan uji yang lebih spesifik seperti IgG avidity untuk membantu
menentukan waktu infeksi. Uji IgG avidity menghitung kekuatan IgG berikatan dengan organism
tersebut. Uji ini pada kebanyakan kasus, bergeser dari rendah ke tinggi sekitar 5 bulan. Jika uji
menunjukan keeratan yang tinggi, hal ini menunjukan indeksi berlangsung setidaknya 5 bulan
sebelum uji dilakukan.
Amniosentesis
Amniosentesis perlu dilakukan pada pasien yang tepat, saat konsultasi dengan spesialis
kesehatan ibu dan janin, untuk identifikasi T.gondii pada cairan amnion dengan PCR (sensitifitas
81% - 90%, spesifikasi 96% sampai 100%). Dilakukan atau tidak dilakukan uji tersebut akan
mempengaruhi ketika infeksi primer ibu hamil didiagnosis, bila jika uji serologi tidak dapat
dikonfirm atau bukan termasuk infeksi akut, dan jika terdapat temuan abnormal pada USG yang
mengarahkan ke infeksi toksoplasma.
Amniosentesis untuk identifikasi infeksi T.gondii tidak dilakukan pada usia gestasi
kurang dari 18 bulan karena tingginya hasil positif palsu, dan pemeriksaan ini perlu dilakukan
kurang dari 4 minggu setelah dicurigainya infeksi maternal akut.
Sampel darah janin (cordocentesis) yang sebelumnya merupakan patokan diagnosis pada
infeksi janin, sudah tidak digunakan karena uji PCR lebih memberikan hasil yang lebih tinggi
sensitifitas dan spesifikasinya dan risiko terhadap janin besar pada tindakan kordosintesis.
TOKSOPLASMA DALAM KEHAMILAN
Transmisi ke janin terjadi dipengaruhi oleh wanita dengan infeksi primer selama kehamilan.
Transmisi congenital, pada beberapa kasus yang jarang ditemukan, sudah dapat ditemukan pada
ibu hamil yang terinfeksi kronis yang mengalami reaktivasi infeksi pada kondisi
immunokompromais. Transmisi ibu-janin terjadi pada 1 dan 4 bulan diikuti kolonisasi takizoit di
plasenta. Infeksi menetap di plasenta selama kehamilan dan maka dari itu dapat berperan sebagai
reservoir yang menyediakan tempat yang mempertahankan organisme ke janin selama
kehamilan. Penelitian menunjukan (sebelum tersedianya dan digunakannya pengobatan anti-
toksoplasma pada kehamilan) menunjukan risiko transmisi vertikal meningkat sesuai usia
gestasi, dan rerata tertinggi (60%-81%) pada trisemester ketiga dibanding 6% pada trisemester
pertama. Keparahan penyakit, meskipun demikian, menurun seiring usia gestasi, dengan infeksi
pada trisemester pertama menghasilkan keguguran janin maupun gejala sisa. Secara keseluruhan
infeksi congenital dari infeksi akut T.gondii selama kehamilan berada dalam rentang 20%
sampai 50% tanpa pengobatan.
Kelainan congenital yang secara klasik dikenal sejak 1942 oleh Sabin, ditandai dengan
korioretinitis, hidrosefalus, kalsifikasi intracranial, dan kejang. Tanda antara lain kalsifikasi
intracranial, mikrosefali, hidrosefali, dan IUGR berat menunjukan secara kuat infeksi utero
terjadi pada infeksi maternal. Temuan USG tidak layak untuk dijadikan sebagai diagnosis.
Terminasi pada kehamilan perlu dipertimbangkan bila ditemuakan lesi morfologis yang sangat
berat. Lebih dari 90% neonatus dengan infeksi congenital tidak menunjukan gejala klinis dari
infeksi saat lahir. Neonatus, yang tidak diberikan terapi, memiliki risiko untuk mengalami gejala
sisa yang lebih berat termasuk penyakit korioretinal (menyerang 85% pada anak yang terinfeksi)
dan sebagian besar kelainan neurologis seperti gangguan psikomotor dan mental. Infeksi akut
pada ibu hamil dapat juga berpengaruh terhadap kematian janin intrauterine. Sebagian penelitian
menunjukan pada pengobatan awal mengurangi gejala sisa pada neonatus dan mempengaruhi
kelahiran dalam jangka waktu yang lama.
PENATALAKSANAAN
Penelitian Cochrane pada 3332 penelitian yang telah dipublikasikan sekitar 30 tahun yang lalu
berkesimpulan bahwa penatalaksanaan pada fase prenatal pada hasil serokonversi selama
kehamilan dapat mengurangi kelainan toksoplasma congenital yang berat. Penelitian terbaru
menunjukan belum cukup mengkonfirmasi bahwa mengobati ibu yang positif secara
serokonversi selama serokonversi saat kehamilan untuk mencegah infeksi pada neonatus.
Ada 2 sasaran dari terapi obat-obatan untuk toksoplasma, tergantung pada ada atau tidaknya
infeksi yang terjadi pada neonatus. Jika infeksi maternal telah terjadi tapi fetus tidak terinfeksi,
spiramycin digunakan sebagai profilaksis pada fetus (untuk mencegah penyebaran organism
melalui plasenta dari ibu ke janin). Spiramycin adalah antibiotik makrolid yang tidak dapat
menembus sawar placenta sehingga tidak dapat digunakan pada janin yang terinfeksi. Sehingga
ditujukan untuk mencegah transmisi secara vertikal dan hanya digunakan sebelum janin
terinfeksi. Hal ini sudah direkomendasikan ke di beberapa negara Eropa dan Amerika Utara.
Dosis yang diberikan 1 g (3 juta U) secara oral setiap 8 jam. Terapi ini diberikan selama
kehamilan jika pada cairan amnion yang telah diperiksa oleh PCR menunjukan hasil T.gondii
negative.
Jika infeksi janin sudah dikonfirmasi atau sangat dicurigai terinfeksi, pyrimethamine dan
sulfadiazine digunakan untuk penataksanaan. Pyrimethamine adalah antagonis asam folat yang
bekerja secara sinergis dengan sulfonamide. Obat ini tidak diberikan pada trisemester pertama
karena berpotensi teratogenik. Obat ini dapat menekan sumsum tulang sehingga pada
pemberiannya perlu dikombinasi dengan asam folat. Kombinasi pyrimethamine dan sulfadiazine
menghasilkan penurunan derajat keparahan penyakit secara signifikan.
PENCEGAHAN
Skrining
Skrining rutin pada wanita dengan risiko rendah tidak perlu dilakukan. Hal ini bergantung pada
biaya, faktor risiko, ketersediaan uji yang sesuai, hubungan dengan kejadian infeksi akut,
skrining sensitifitas yang rendah (hasil tes positif palsu) dan efektivitas pengobatan selama usia
kehamilan. Skrining secara menyeluruh tersedia di banyak negara Eropa, meskipun demikian
keuntungan dan biaya yang dikeluarkan tidak dinilai secara adekuat. Pada kebanyakn negara (AS
dan Inggris) dimana kejadian toksoplasma rendah, skrining tidak selalu direkomendasikan.
Skrining dilakukan pada risiko tinggi (contoh: pada wanita dengan immunokompromais atau
HIV positif) atau pada USG ditemukan hidrosefalus, kalsifikasi intracranial, mikrosefali, IUGR,
asites, atau hepatosplenomegali. Karena kurangnya kepastian efek dari penatalaksanaan selama
kehamilan, Denmark dan AS mengambil keputusan untuk melakukan skrining pada neonatus
segera setelah lahir dibanding skrining prenatal. Strategi ini dapat mengidentifikasikan bayi yang
terinfeksi namun tidak mencegah kelainan congenital. Di Kanada, hanya di Nunavik dan utara
Quebec yang melakukan skrining untuk mendeteksi antibody T.gondii selama kehamilan karena
tingginya seroprevalensi yang tinggi di daerah tersebut. Meskipun dari hasil penelitian observasi
edukasi prenatal efektif dalam menurunkan toksoplasmas congenital, namun ternyata dari hasil
penelitian acak tidak menunjukan hasil yang serupa. Edukasi kesehatan mengandung informasi
mengenai pencegahan infeksi T.gondii pada kehamilan dapat mengurangi penurunan
serokonversi. Meskipun demikian, intervensi ini membutuhkan penelitian lebih lanjut
menggunakan metode dan design penelitian yang lebih ketat. Tersedianya rekomendasi secara
tertulis untuk wanita dengan risiko tersebut untuk mengubah kebiasaan dan interaksi personal
ternyata lebih berhasil. Idealnya, wanita perlu waspada terhadap tata aturan ini sebelum
kehamilan pertama mereka. Wanita hamil perlu memiliki informasi tentang kebersihan dan
rekomendasi tentang pola makan untuk mencegah infeksi T.gondii sama halnya dengan
penyebaran infeksi melalui makanan.
Tabel 1. Higiene dan Rekomendasi Pola makan untuk wanita hamil untuk mencegah infeksi
primer T.gondii
Menggunakan sarung tangan dan mencuci tangan dan kuku ketika memegang material
yang berpotensi terkontaminasi dengan feses kucing (pasir, tanah, kebun)
Mengurangi paparan kucing dengan (1) menjaga agar kucing tetap didalam rumah,(2)
hanya memberikan makan kucing makanan yang matang, tersedia atau makanan kering
Buang kotoran dan bersihkan feses kucing (menggunakan sarung tangan) setidaknya
setiap 24 jam
Desinfeksi kandang kucing dengan air panas selama 5 menit
Hanya makan makanan yang matang (>67 C/137 F)
Dinginkan daging dibawah suhu -20C/-4 F juga membunuh kista T.gondii
Bersihkan permukaan dan peralatan yang berkontak dengan daging mentah
Jangan mengkonsumsi telur atau susu yang mentah
Cuci buah dan sayur sebelum dikonsumsi
Pencegahan kontaminasi silang, bersihkan tangan dan peralatan setelah terpapar dengan
daging mentah atau sayur mentah
Jangan minm minuman yang berpotensi terkontaminasi dengan ookista
Waspada terhadap :
- Proses memasak, memanggang, atau pengeringan daging tidak selalu menghasilkan
produk tersebut bebas dari kista
- Lemari es tidak menghancurkan parasit (parasit masih dapat bertahan 68 hari pada
suhu +4C)
- Microwave yang digunakan untuk memasak tidak mampu menghancurkan parasit.