Toksikologi Gas Racun Sianida

19
Racun Sianida Sianida (CN) adalah zat beracun yang sangat mematikan (hii..... serem..... =.=). Secara spesifik, sianida adalah anion CN - . Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid dan solid, setiap senyawa tersebut dapat melepaskan anion CN - yang sangat beracun. Sianida memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat. Senyawa sianida yang biasanya digunakan untuk meracuni (meracuni!!! O.O) adalah asam sianida (HCN), yang berwujud gas atau kalium sianida (KCN) dan natrium sianida (HCN), yang berwujud padatan. Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Dalam bentuk cairan, HCN tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. HCN bersifat volatile dan mudah terbakar serta dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak juga sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Natrium sianida dan kalium sianida berbentuk bubuk putih dengan bau yang menyerupai almond. Adanya hidrolisis dari KCN dan NaCN, HCN dapat terbentuk dengan reaksi sebagai berikut: · NaCN + H 2 O → HCN + NaOH · KCN + H 2 O → HCN + KOH Sianida memasuki udara, air, dan tanah baik dengan proses alami maupun karena proses industri. Keberadaan sianida di udara jauh di bawah ambang batas yang dapat berbahaya. Sianida di udara berbentuk partikel kecil yang halus. Adanya hujan atau salju mengurangi jumlah partikel sianida di dalam udara,

description

this document is about Toxicology if sianida

Transcript of Toksikologi Gas Racun Sianida

Page 1: Toksikologi Gas Racun Sianida

Racun Sianida

Sianida (CN) adalah zat beracun yang sangat mematikan (hii..... serem.....

=.=). Secara spesifik, sianida adalah anion CN-. Senyawa ini ada dalam

bentuk gas, liquid dan solid, setiap senyawa tersebut dapat melepaskan

anion CN- yang sangat beracun. Sianida memiliki sifat racun yang sangat

kuat dan bekerja dengan cepat. Senyawa sianida yang biasanya

digunakan untuk meracuni (meracuni!!! O.O) adalah asam sianida (HCN),

yang berwujud gas atau kalium sianida (KCN) dan natrium sianida (HCN),

yang berwujud padatan.

            Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk

cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Dalam bentuk

cairan, HCN tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada

suhu kamar. HCN bersifat volatile dan mudah terbakar serta dapat

berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak juga sangat mudah

bercampur dengan air sehingga sering digunakan.

            Natrium sianida dan kalium sianida berbentuk bubuk putih dengan

bau yang menyerupai almond. Adanya hidrolisis dari KCN dan NaCN, HCN

dapat terbentuk dengan reaksi sebagai berikut:

·         NaCN + H2O → HCN + NaOH

·         KCN + H2O → HCN + KOH

Sianida memasuki udara, air, dan tanah baik dengan proses alami

maupun karena proses industri. Keberadaan sianida di udara jauh di

bawah ambang batas yang dapat berbahaya. Sianida di udara berbentuk

partikel kecil yang halus. Adanya hujan atau salju mengurangi jumlah

partikel sianida di dalam udara, namun tidak begitu dengan gas HCN.

Waktu paruhnya untuh menghilang dari udara adalah 1-3 tahun.

Kebanyakan sianida di air permukaan akan membentuk HCN dan

kemudian akan terevaporasi. Meskipun demikian, jumlahnya tetap tidak

mencukupi untuk memberikan pengaruh negative terhadap manusia.

Kita dapat terpapar sianida saat bernapas, minum air, menyentuh tanah

atau air yang terkontaminasi, dan makan makanan yang sudah

mengandung sianida. Konsentrasi HCN di udara yang tidak tercemar

adalah kurang dari 0,2 ppm. Di USA dan Kanada, konsentrasi sianida di

Page 2: Toksikologi Gas Racun Sianida

dalam air minum berkisar antara 0,001-0,011 ppm. Sisa pembakaran

produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik

juga akan melepaskan sianida, begitu pula dengan rokok. Pada perokok

pasif dapat ditemukan sekitar 0.06µg/mL sianida dalam darahnya,

sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida

dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru,

gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit.

Ambang batas minimal hydrogen sianida di udara adalah 2-10 ppm, tetapi

angka ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya

bagi orang disekitarnya. Selain itu, saraf-saraf sensoris pernafasan juga

sangat terganggu. Berat jenis hidrogen sianida lebih ringan dari udara

sehingga lebih cepat terbang ke angkasa. Anak-anak yang terpapar

hidrogen sianida dengan tingkat yang sama pada orang dewasa akan

terpapar hidrogen sianida yang jauh lebih tinggi. Selain itu, orang yang

tinggal di dekat pembuangan limbah berbahaya akan terpapar lebih

banyak dibanding dengan orang umum lainnya.

Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan

kulit. Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60

menit. Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja

sehingga cairan sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka

bakar. Sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak

perlu melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena sianida

sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran pencernaan.

Sianida juga dapat dengan mudah masuk ke dalam aliran darah.

Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim,

tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic

anoxia adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom

oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel

secara aerobik. Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit

akan mengganggu transmisi neuronal.

Page 3: Toksikologi Gas Racun Sianida

Tidak perlu paparan sianida dalam jumlah banyak untuk

mengakibatkan gangguan kesehatan yang merugikan. Kehebatan efek

yang ditimbulkan sianida bergantung pada bentuknya, apakah itu HCN

atau dalam bentuk garam dan lainnya. Paparan sianida dalam konsentrasi

tinggi dapat menyebabkan kerusakan otak, hati, bahkan koma dan

kematian dalam jangka waktu yang pendek. Apabila terpapar dalam

konsentrasi yang sangat tinggi, hanya dalam jangka waktu 15 detik

tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu

sesorang akan kehilangan kesadarannya, 3 menit kemudian akan

mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan

mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia

dan berakhir dengan kematian.

Indikasi pertama keracunan sianida adalah napas cepat dan pendek,

sakit kepala, hiperpnea sementara, gelisah dan lainnya. Tanda akhir

sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi

pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat

pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak

spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan

penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.

Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan

penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya

kadar oksigen dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi

akan terlihat warna merah terang pada arteri dan vena retina

karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan.

Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari

sianida adalah:

a. Asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg min/m3

b. Sianogen klorida sekitar 11,000 mg min/m3

c. Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg

d. Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg

            Credits to:

Page 4: Toksikologi Gas Racun Sianida

·         http://klikharry.wordpress.com/2006/12/14/keracunan-sianida/

·         http://ndypionipop.multiply.com/journal/item/51/Sianida

 TRANSPORT DAN EFEK SIANIDA TERHADAP TUBUH        

OLEH

AGUNG ABADAI K

 

Page 5: Toksikologi Gas Racun Sianida

Latar Belakang

Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya sedikit yang fatal. Keracunan tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat perawatan medis yang cepat dan perawatan suportif yang baik. Pengelolaan yang tepat, baik dan hati-hati pada korban yang keracunan menjadi titik penting dalam menangani korban.

Sianida (CN) dikenal sebagai senyawa racun dan mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh.. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak (Utama, 2006). Kadar sianida yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan efek yang berbahaya, seperti jari tangan dan kaki lemah, susah berjalan, pandangan yang buram, ketulian, dan gangguan pada kelenjar gondok.

Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak senyawa, bisa  dalam bentuk gas,  padat ataupun cair, bisa dalam bentuk garam, senyawa  kovalen,  molekular, beberapa ionik, dan ada juga yang berbentuk polimerik. Sianida terdapat pada ketela pohon dan kacang koro. Sianida juga sering dijumpai pada daun salam, cherry, ubi, dan keluarga kacang–kacangan lainnya seperti kacang almond. Selain dari makanan, sianida juga dapat berasal dari rokok, bahan kimia yang digunakan pada proses pertambangan dan sumber lainnya, seperti pada sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen misalnya plastik yang akan melepaskan sianida. Pada perokok pasif dapat ditemukan sianida sekitar 0.06 μg/ml dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 μg/ml sianida dalam darahnya (Utama, 2006).

Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12 (Utama, 2006).

Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Senyawa sianida yang dapat menyebabkan keracunan tidak hanya               sianida secara langsung tetapi dapat pula dalam bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3 (Utama, 2006).

Hidrogen sianida sangat mudah diabsorpsi oleh paru. Gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Jika gas hidrogen sianida terhirup sebanyak 50 ml (pada 1.85 mmol/L) dapat berakibat fatal dalam waktu yang singkat Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam, mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian, tetapi gejala dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan dyspnea, sianosis (kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus. Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Utama, 2006).

Page 6: Toksikologi Gas Racun Sianida

Melihat kasus–kasus yang telah terjadi dan penjelasan mengenai bahaya sianida bagi manusia maka besar kemungkinan seseorang mengalami keracunan sianida, untuk itulah diperlukan tindakan untuk mengatasi keracunan sianida, yang salah satunya adalah dengan menggunakan antidotum (Meredith, 1993). Dari literatur yang didapat, antidotum yang dapat digunakan pada keracunan sianida adalah natrium nitrit dan juga natrium tiosulfat tetapi selama ini berapa besar dosis efektifnya dan bagaimana cara penggunaannya belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan latar belakang di atas maka dipandang perlu untuk mengetahui dan mempelajari mekanisme transport sianida dan efek sianida terhadap tubuh.

 

Keracunan Sianida

Bahan kimia beracun didefinisikan sebagai bahan kimia yang dalam jumlah kecil menimbulkan keracunan pada manusia atau mahluk hidup lainnya. Umumnya zat-zat toksik masuk lewat pernapasan atau kulit, kemudian beredar ke seluruh tubuh atau ke organ-organ tertentu. Bahan kimia tersebut dapat langsung mengganggu organ-organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, dan lain-lain. Untuk menentukan klasifikasi racun berdasarkan tingkat daya racunnya ditentukan dengan besarnya LD50 (Lethal Dose 50). LD50 adalah besarnya dosis racun yang diberikan kepada binatang percobaan yang mengakibatkan ½ (50%) dari binatang tersebut mati.  Berdasarkan LD50 klasifikasi racun dapat dibagi (mg/kg) sebagai berikut (ILO, 1991):* Tingkat I                        (Supertoxic)                            >      1       * Tingkat II                       (Extremely oxic)                     1       -      5       * Tingkat III                     (Highly toxic)                          5       -      50      * Tingkat IV                     (Moderately toxic)                  50      -      500     * Tingkat V                       (Slighly toxic)                         500     -      5000    * Tingkat VI                     (Practically non toxic)             5000    -      15000  

Secara ringkas klasifikasi keracunan dibedakan sebagai berikut (Purwandari, 2006) :

Menurut cara terjadinya

1. a.            Self poisoning

Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak membahayakan. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan. Kasus ini bisa terjadi pada remaja yang ingin coba-coba menggunakan obat, tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.

1. b.            Attempted poisoning

Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.

Page 7: Toksikologi Gas Racun Sianida

1. c.             Accidental poisoning

Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda ke dalam mulut.

1. d.            Homicidal piosoning

Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang.

Menurut waktu terjadinya keracunan

1. Keracunan  kronis

Diagnosis keracunan ini sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis yang relatif kecil.

1. Keracunan akut

Keracunan jenis ini lebih mudah dipahami, karena biasanya terjadi secara mendadak setelah makan atau terkena sesuatu. Selain itu keracunan jenis ini biasanya terjadi pada banyak orang (misal keracunan makanan, dapat mengenai seluruh anggota keluarga atau bahkan seluruh warga kampung). Pada keracunan akut biasanya mempunyai gejala hampir sama dengan sindrom penyakit, oleh karena itu harus diingat adanya kemungkinan  keracunan  pada sakit mendadak.

Menurut alat tubuh yang terkena

1. Keracunan digolongkan menurut organ tubuh yang terkena, misal racun pada SSP, racun jantung, racun hati, racun ginjal dan sebagainya. Suatu organ cenderung dipengaruhi oleh banyak obat, sebaliknya jarang terdapat obat yang mempengaruhi /mengenai satu organ saja.

 

Senyawa Beracun Sianida

Hidrogen sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering dijumpai di dalam kacang almond (Nio, 1989). Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida sinogenik lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman lainnya, beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal. Acetonitrile, sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian pada   anak-anak (Olson, 2007). Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan ataupun bunuh diri (Olson, 2007).

Page 8: Toksikologi Gas Racun Sianida

Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006).

Takaran atau dosis sianida (Olson 2007 & Meredith 1993) :

a)  Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg.min/m3, dan untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3.

b) Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm) dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui kulit.

c)  Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit.

 

Masuknya Senyawa Sianida ke Tubuh

Jalur masuk sianida atau bahan kimia umumnya ke dalam tubuh berbeda menurut situasi paparan.  Metode kontak dengan racun secara umum melalui cara berikut:

a.  Melalui mulut karena tertelan (ingesti).

Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini anak-anak sering menelan racun secara tidak sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri dengan menelan racun. Saat racun tertelan dan mulai mencapai lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk

kedalam pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah yang masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan terjadi semakin parah (Henry, 1997).

b.  Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi).

Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui mulut dan hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut, tenggorokan dan hidung dan mungkin dapat tertelan. (Henry, 1997).

c.   Melalui kulit yang terkena cairan atau spray.

Orang yang bekerja dengan zatzat kimia seperti pestisida dapat teracuni jika zat kimia tersemprot atau terciprat ke kulit mereka atau jika pakaian yang mereka pakai terkena

Page 9: Toksikologi Gas Racun Sianida

pestisida. Kulit merupakan barier yang melindungi tubuh dari racun, meskipun beberapa racun dapat masuk melalui kulit (Henry, 1997).

 

Mekanisme dalam tubuh

Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound methemoglobin.

Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida mengakibatkan keracunan sianida (Gambar 1). Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith, 1993).

Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrogenase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain sebagainya. Oksidase merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen yang ada dalam substrat dengan hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi sebagai akseptor ion Hidrogen, banyak terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain.

Enzim dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari substrat satu ke substrat berikutnya dalam reaksi redoks couple. Contoh lainnyanya ialah penggunaan enzim dehidrogenase dalam pemindahan electron di membrane dalam mitokondria, siklus Kreb, dan glikolisis fase anaerob. Enzim ini tidak menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion Hidrogen.

Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap  ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksida seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (Meredith, 1993). Berikut skema pengmabilan elektron, misalnya hidrogen (electron robbing) dan kerusakan oleh radikal bebasnya.

Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada,  mekanismenya yaitu berikatan dengan sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob. Sianida yang tidak berikatan akan didetoksifikasi melalui metabolisme menjadi tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan diekskresikan melalui urin (Olson, 2007). Hiperlaktamia terjadi pada keracunan sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat dehidrogenase mitokondria. Fungsi utama mitokondria adalah

Page 10: Toksikologi Gas Racun Sianida

memproduksi energi kimia dalam bentuk molekul ATP yang akan dipergunakan sel-sel tubuh.

Bila komponen kunci rantai  respirasi dalam mitokondria hilang atau rusak maka akan terjadi proses berkelanjutan  yang tidak terkendali. Beberapa sindrom mitokondrial dapat disebabkan oleh berbagai  perubahan tingkat molekuler yang dapat berupa mutasi dan delesi dari DNA mitokondria.

Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a3 dalam rantai transport elektron dihambat oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (Meredith, 1993).

Gejala-gejala Keracunan

Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani racun. Efek dari suatu pemejanan, sebagian tergantung pada berapa lama kontak dan berapa banyak racun yang masuk dalam tubuh, sebagian lagi tergantug pada berapa banyak racun dalam tubuh yang dapat dikeluarkan. Selama waktu tertentu pemejanan dapat terjadi hanya sekali atau beberapa kali (Henry, 1997).

Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus (Meredith, 1993). Onset yang terjadi secara tiba-tiba dari efek toksik yang pendek setelah pemaparan sianida merupakan tanda awal dari keracunan sianida. Symptomnya termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan kebingungan. Syncope, koma, respirasi agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan

cepat setelah pemaparan yang berat (Olson, 2007).

Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhr dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Meredith, 1993).

Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang terjadi dalam keracunan sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan adanya kandungan yang tinggi dari oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi dalam keracunan berat, gagal jantung dapat dicegah. Kadang-kadang sianosis dapat dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda terang (Meredith, 1993).

 

Sifat Efek Racun

Page 11: Toksikologi Gas Racun Sianida

Pada dasarnya hanya terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun, yakni terbalikkan atau tak terbalkkan. Ciri khas dari wujud efek toksik yang terbalikkan yaitu : (1) bila kadar racun yang ada pada tempat aksi atau reseptor tertentu telah habis, maka reseptor tersebut akan kembali ke kedudukan semula (2) efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal, dan (3) ketoksikan racun bergantung pada takaran serta kecepatan absorpsi, distribusi, dan eliminasi racunnya. Ciri khas dari wujud efek toksik yang tak terbalikkan yaitu : (1) kerusakan yang terjadi sifatnya menetap (2) pemejanan berikutnya dengan racun akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya sama sehingga memungkinkan terjadinya penumpukan efek toksik dan (3) pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka panjang akan menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan racun dengan takaran besar dalam jangka pendek        (Donatus, 1990).

 

Efek Sianida Bagi Tubuh Dan Pengobatan

Sebenarnya asam sianida yang kadang disebut asam biru. Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal, tetapi kematian yang disebabkan oleh sianida jarang ditemukan pada orang-orang  yang bekerja dalam laboratorium kimia yang memiliki akses dengan potassium  atau sodium sianida. Dosis minimum yang dapat menyebabkan kematian berkisar 200 mg dari potasium atau sodum sianida.

Gas hidrogen sianida adalah berada dalam keadaan fatal secara berkala pada keadaaan konsentrasi atmosfer 270 ppm.    Sianida secara normal ditemukan dalam tekanan darah yang rendah, yaitu 0,016 mg/L bagi yang tidak merokok dan 0,041 mg/L bagi perokok. Tes darah untuk memeriksa kadar sianida harus dilakukan sesegera mungkin     ketika tingkat sianida meningkat atau menurun tergantung pada metode reserpasi dan atau penyimpanan dan waktu pengumpulannya (Nita  dkk, 2005)

 

 

Inhalasi

Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06µg/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas minimal hydrogen sianida di udara adalah 2-10 ppm, tetapi angka ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu.

 

Page 12: Toksikologi Gas Racun Sianida

Mata

Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit. Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar.

 

Saluran pencernaan

Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran pencernaan.

 

3.2       Antidotum Sianida

Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan mekanisme aksi utamanya, yaitu : detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat yang lebih tidak toksik, pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung

Pembentukan methemoglobin

Methemoglobin sengaja diproduksi untuk bersaing dengan sianida di tempat ikatan pada sistem sitokrom oksidase. Sianida mempunyai ikatan khusus dengan ion besi pada sistem sitrokrom oksidase, sianida dalam jumlah yang cukup besar akan berikatan dengan ion besi pada senyawa lain, seperti methemoglobin. Jika produksi methemoglobin cukup maka gejala keracunan sianida dapat teratasi. Methemoglobinemia dapat diproduksi dengan pemberian amil nitrit secara inhalasi dan kemudian pemberian natrium nitrit secara intravena. Kira-kira 30% methemoglobinemia dianggap optimum dan jumlahnya dijaga agar tetap di bawah 40% senyawa lain seperti 4-DMAP dapat memproduksi methemoglobin secara lebih cepat (Meredith, 1993).

Natrium nitrit. Merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan sianida.Nitrit menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk substansi nontoksik sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai afinitas lebih tinggi pada sianida daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial menyebabkan methemoglobin daripada sitokrom oksidase (Meredith, 1993).

Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi merupakan komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida bekerja dalam dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian akan mengikat sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan detoksifikasi sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari satu ampul amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5% (Olson, 2007).

 

Page 13: Toksikologi Gas Racun Sianida

b.    Detoksifikasi sulfur

Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan pada keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan menggunakan natrium tiosulfat. Pada proses kedua membutuhkan donor sulfur agar rodanase dapat mengubah sianmethemoglobin menjadi tiosianat karena donor sulfur endogen biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian diekskresikan melalui ginjal (Meredith, 1993).

Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan dengan hidroksokobalamin (Olson, 2007).

Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti beta-merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia substansi ini tebatas. Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena sulfur hanya akan masuk ke mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsik nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal. Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g i.v. biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas (Meredith, 1993).

c.      Kombinasi langsung

Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi langsung dengan sianida yang sering digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt dan kombinasi dengan hidroksobalamin (Meredith, 1993).

Hidroksikobalamin (vitamin B12a). Merupakan prekursor dari sianokobalamin (vitamin B12). Penggunaan hidroksikobalamin sebagai pencegahan pada pemberian natrium nitroprusid jangka panjang sama efektifnya untuk pengobatan pada keracunan sianida akut selama lebih dari 40 tahun. Senyawa ini bereaksi langsung dengan sianida dan tidak bereaksi dengan hemoglobin untuk membentuk methemoglobin (Meredith, 1993). Hidroksikobalamin bekerja baik pada celah intravaskular maupun di dalam sel untuk menyerang sianida. Hal ini berlawanan dengan methemoglobin yang hanya bekerja sebagai antidot pada celah vaskular. Pemberian natrium tiosulfat meningkatkan kemampuan hidroksikobalamin untuk mendetoksifikasi keracunan sianida (Meredith, 1993).

Sianokobalamin adalah kombinasi hidrosikobalamin dan sianida. Dosis minimal sebesar 2.5 gram pada dewasa diperlukan untuk menetralkan dosis letal sianida. Hidroksikobalamin tidak menimbulkan komplikasi yang serius. Beberapa pasien dapat mengalami urtikaria, tapi sangat jarang.

Dikobalt-EDTA. Bentuk garam dari kobalt bersifat efektif untuk mengikat sianida. Kobalt-EDTA lebih efektif sebagai antidot sianida dibandingkan dengan kombinasi nitrat-tiosulfat. Senyawa ini mengkelat sianida menjadi kobaltisianida. Efek samping dari dikobalt-EDTA adalah reaksi anafilaksis, yang dapat muncul sebagai urtikaria, angiodema pada wajah, leher, dan saluran nafas, dispnea, dan hipotensi. Dikobalt-EDTA juga dapat menyebabkan

Page 14: Toksikologi Gas Racun Sianida

hipertensi dan dapat menyebabkan disritmia jika tidak ada sianida saat pemberian dikobalt-EDTA. Pemberian obat ini dapat menyebabkan kematian dan toksisitas berat dari kobalt terlihat setelah pasien sembuh dari keracunan sianida (Meredith, 1993).