Toksikologi Dan Biomonitoring Lingkungan~

11
Toksikologi dan Biomonitoring Lingkungan Ekotoksikologi berkembang di awal tahun 1960-an ketika efek dari kontaminasi lingkungan yang mencemari produk dari industri dan pertanian terlihat dengan jelas, menyebabkan kondisi lingkungan menjadi dalam bahaya (Ramade, 1992). Hal ini terjadi selama periode tahun tersebut, dimana merkuri, kadmium, dan Poliklorinasi bifenil (Polychlorinated Biphenyls/PCB) meracuni beberapa populasi manusia di Jepang yang terkena dampak dari senyawa-senyawa kimia tersebut. Mirip dengan kejadian tadi, di wilayah danau-danau besar di Amerika Utara efek beracun dari DDT ditemukan terdapat pada burung-burung dan ikan yang ada disana (Peakall, 1992). Akhirnya, dari tahun 1962 hingga tahun 1979 tercatat lebih dari 50 kasus di seluruh dunia disebabkan oleh kapal tanker minyak, yang mana setiap kasus tersebut mengarah pada kasus pencemaran, dengan rata-rata 10.000 ton minyak mentah masuk ke dalam laut yang menyebabkan terjadinya perubahan yang mendalam pada ekosistem laut (Lacaze, 1980), mengakibatkan toksisitas lingkungan. Toksisitas lingkungan berkaitan dengan efek toxicant atau polutan kepada spesies non-target di lingkungan tertentu. Yang dimaksud dengan spesies non-target adalah spesies yang secara tidak sengaja terpengaruh oleh paparan, baik sengaja maupun tidak sengaja oleh toxicant atau polutan. Dalam bab VII telah diuraikan mengenai metode-metode toksikologi yang digunakan untuk skrining organisme non-target. Keberadaan pestisida di suatu lingkungan, pelepasan efluen dari industri ke badan air, pelepasan gas beracun dari tungku ke

description

toksikologi, biomonitoring lingkungan

Transcript of Toksikologi Dan Biomonitoring Lingkungan~

Page 1: Toksikologi Dan Biomonitoring Lingkungan~

Toksikologi dan Biomonitoring Lingkungan

Ekotoksikologi berkembang di awal tahun 1960-an ketika efek dari kontaminasi

lingkungan yang mencemari produk dari industri dan pertanian terlihat dengan jelas,

menyebabkan kondisi lingkungan menjadi dalam bahaya (Ramade, 1992). Hal ini terjadi selama

periode tahun tersebut, dimana merkuri, kadmium, dan Poliklorinasi bifenil (Polychlorinated

Biphenyls/PCB) meracuni beberapa populasi manusia di Jepang yang terkena dampak dari

senyawa-senyawa kimia tersebut. Mirip dengan kejadian tadi, di wilayah danau-danau besar di

Amerika Utara efek beracun dari DDT ditemukan terdapat pada burung-burung dan ikan yang

ada disana (Peakall, 1992). Akhirnya, dari tahun 1962 hingga tahun 1979 tercatat lebih dari 50

kasus di seluruh dunia disebabkan oleh kapal tanker minyak, yang mana setiap kasus tersebut

mengarah pada kasus pencemaran, dengan rata-rata 10.000 ton minyak mentah masuk ke dalam

laut yang menyebabkan terjadinya perubahan yang mendalam pada ekosistem laut (Lacaze,

1980), mengakibatkan toksisitas lingkungan. Toksisitas lingkungan berkaitan dengan efek

toxicant atau polutan kepada spesies non-target di lingkungan tertentu. Yang dimaksud dengan

spesies non-target adalah spesies yang secara tidak sengaja terpengaruh oleh paparan, baik

sengaja maupun tidak sengaja oleh toxicant atau polutan. Dalam bab VII telah diuraikan

mengenai metode-metode toksikologi yang digunakan untuk skrining organisme non-target.

Keberadaan pestisida di suatu lingkungan, pelepasan efluen dari industri ke badan air, pelepasan

gas beracun dari tungku ke atmosfer, cerobong asap, dan mobil, hal-hal tersebut turut

berkontribusi terhadap toksisitas lingkungan yang tentu saja akan mempengaruhi organisme-

organisme yang ada di lingkungan tersebut. Dengan demikian, diperlukan sebuah studi sistematis

dari berbagai konsentrasi ilmu tentang antisipatif bahan kimia dan zat beracun sehingga

kemudian dapat diketahui informasi mengenai spesies yang baik maupun kesehatan lingkungan.

Studi semacam itu membutuhkan volume besar dari generasi data. Umumnya studi terhadap

spesies non-target dilakukan pada spesies sentinel, seperti ikan, mencit, kelinci, tikus, ayam, dan

lebah madu. Studi ini termasuk persiapan uji solusi dan menjalankannya melalui berbagai rute

seperti (1) Dermal, (2) Lisan, (3) Intramuskular, dan (4) Inhalasi. Setelah pemberian dosis racun,

pengamatan akan tercatat secara sistematis. Pengamatan ini meliputi perubahan perilaku,

kematian, dan aktivitas metabolism dari spesies yang diuji. Skrining toksikologi juga berkaitan

dengan pengamatan yang tercatat karena terjadinya toksisitas pada sistem saraf tertunda maupun

perubahan histopatologi pada seluruh organ internal tubuh. Semua uji ini diperlukan untuk

Page 2: Toksikologi Dan Biomonitoring Lingkungan~

memeriksa apakah salah satu dari senyawa kimia atau obat tersebut bisa menjadi racun bagi

organisme non-target. Toksikologi lingkungan juga mencakup generasi data pada tes lainnya dan

juga evaluasi dari senyawa beracun yang dapat menjadi pemicu terjadinya mutasi, kanker, dan

janin malformasi. Masing-masing tes tadi telah distandarisasi oleh Badan Regulasi Internasional

dengan tujuan terbentuknya keseragaman generasi data dan ini tersedia bagi siapa saja yang

ingin melakukan studi tentang penilaian risiko dari setiap senyawa baru. Di India, lembaga

regulasi mencakup Badan Pusat Insektisida (Central Insecticide Board/CIB) dan Administrasi

Makanan dan Obat-Obatan (Food and Drug Administration/FDA). Di Amerika Serikat lembaga

regulasinya bernama US-FDA dan US-EPA, sementara di negara-negara di Eropa dipandu oleh

panduan OECD. Australia, Jepang, dan negara-negara lain juga memiliki lembaga pelaksana

serupa, yang mana mengatur keluar-masuknya produk maupun bahan-bahan kimia di pasaran.

Sehingga hanya terdapat perbedaan kecil antara toksikologi dengan ekotoksikologi, yang

mana keduanya sama-sama berhubungan dengan “penilaian risiko” dan efeknya kepada

organisme non-target serta kesehatan lingkungan.

Dalam pandangan kontaminasi secara luas di berbagai aspek kehidupan yang disebabkan

oleh meningkatnya jumlah polutan dari berbagai sumber, tampaknya penting untuk mencoba

melindungi lingkungan dengan cara mengambil langkah-langkah regulasi segera, seperti

larangan atau pembatasan penggunaan senyawa-senyawa kimia tertentu. Akan tetapi, untuk

mengevaluasi konsekuensi dari tindakan-tindakan serta agar mampu mengidentifikasi

kontaminasi baru, diperlukan pemantauan terhadap berbagai aspek kehidupan. Pada awal tahun

1970-an telah dikembangkan program untuk memantau kondisi lingkungan, yang dibuat

berdasarkan analisis kimia terhadap kontaminan utama (Polikrilik hidrokarbon aromatik

(Polycyclic aromatic hydrocarbon/PAH), Poliklorinasi bifenil (Polychlorinated biphenyls/PCB),

logam berat, dan pestisida organoklorin (Organochlorine pesticide)) di berbagai media yang

berbeda (air, sedimen, tanah, dan organisme). Kadar kontaminan yang ditemukan di dalam

matriks biologis mengindikasikan bahwa terdapatnya kandungan kontaminan dalam medium

fisik tersebut.

Hasil dari analisis yang telah dilakukan di dalam air menunjukkan bahwa konsentrasi

kontaminan dapat diukur, bagi senyawa dengan kelarutan rendah, nilainya berada di ambang

batas deteksi oleh peralatan. Di sisi lain, ketika kontaminan diukur pada moluska dari subkelas

Lamellibranchia, kuantifikasinya jauh lebih mudah dan hasil yang didapat juga lebih signifikan.

Page 3: Toksikologi Dan Biomonitoring Lingkungan~

Hewan tersebut memiliki kemampuan yang cukup untuk bioakumulasi polutan karena cara

makannya yaitu dengan menyaring makanan. Hewan tersebut juga lebih menetap dan mudah

untuk dipelajari. Berbagai jenis moluska memiliki siklus hidup yang panjang (beberapa bulan

hingga beberapa tahun), yang memungkinkan kita untuk mempelajari variasi kontaminasi dari

sebuah media.

Biomonitoring terhadap kontaminasi yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia di dalam

sebuah ekosistem tidak memungkinkan kita untuk menilai pengaruhnya terhadap organisme,

populasi, dan komunitas yang ada di dalamnya. Dari segi efek kematian, respon organisme

terhadap polutan hanya dapat dievaluasi melalui pengukuran parameter biologis, fisiologis, atau

biokimia. Pendekatan seperti itu harus dilakukan dengan diagnosa medis secara paralel terhadap

manusia maupun klinik toksikologi hewan. Akibatnya, jika terdeteksi terjadi perubahan di

tingkat komunitas dalam ekosistem, bila diperlukan, maka dari sudut pandang ekotoksikologi,

diperlukan indikasi awal untuk mengungkap risiko dari perubahan yang terjadi di ekosistem

tersebut.

Banyak indeks yang tersedia pada tahun 1960-an yang digunakan untuk mengevaluasi

dan memprediksi efek polutan yang berbahaya bagi organisme berdasarkan uji laboratorium

yang bertujuan untuk mengestimasi kadar ekotoksisitas dari senyawa-senyawa kimia yang dapat

mencemari lingkungan. Uji laboratorium ini bersifat terbatas, hanya baik digunakan untuk

mengevaluasi toksisitas mematikan atau pengukuran parameter-parameter fisiologis yang

bersifat non spesifik (parameter darah dan metabolisme energi). Indeks-indeks yang secara tidak

langsung berhubungan dengan satu atau lebih fungsi dan atau perubahan struktural yang terjadi

pada hewan yang diuji, terbatas hanya memiliki kredibilitas sebagai indikator terjadinya

pencemaran lingkungan.

Sejak tahun 1970-an, toksikologi molekuler diperbolehkan untuk dikembangkan secara

besar-besaran demi kemajuan dalam pemahaman akan mekanisme toksisitas yang disebabkan

oleh xenobiotic, terutama model mamalia seperti tikus. Kemudian, untuk berbagai jenis polutan,

efek biokimia yang relatif sensitif dan spesifik akan terlihat jelas pada spesies yang diminati

ekotoksikologi, seperti ikan dan moluska. Beberapa contoh dari proses biokimia yang berkaitan

dengan adanya polutan adalah penghambatan aktivitas acetylcholinesterase oleh pestisida

organofosforus dan carbamate (Coppage and Braidech, 1976), induksi monooksigenase dengan

sitokrom P 450 oleh kontaminan tertentu yang larut dalam lemak seperti PAH (Payne, 1976) dan

Page 4: Toksikologi Dan Biomonitoring Lingkungan~

PCB (Narbonne and Gallis, 1979), induksi aktivitas dehidrogenase asam delta-amino-levulinic

(Hodson et al., 1980), dan induksi sintesis metallothionein oleh logam tertentu seperti tembaga

atau kadmium (Roch et al., 1982). Kemungkinan penggunaan biokimia sebagai penanda biologis

untuk studi kontaminasi lingkungan telah diselidiki secara ekstensif. Diantara indeks-indeks

biokimia, induksi metallothionein oleh logam tertentu dan monooksigenase oleh kontaminan

tertentu yang larut dalam lemak dapat mewakili respon adaptif terhadap adanya polutan.

Mekanisme detoksifikasi sering terjadi sebelum efek toksik dimanifestasi sehingga dengan

demikian dapat menyebabkan sensitivitas pada indikator spesifik. Secara paralel, metode-metode

ini telah dikembangkan untuk mengukur efek genotoksik (Randerath et al., 1981; Singh et al.,

1988) dan efek imunotoksik (Vos, 1980).

Dengan demikian, di awal tahun 1980-an, gagasan tentang penanda biologis mulai

diperhatikan, merujuk pada perubahan tingkat molekuler, biokimia, histologis, atau perubahan

fisiologis organisme yang dapat digunakan memperkirakan paparan kontaminasi di siklus hidup

organisme maupun efek yang disebabkan oleh polusi. Bahkan jika tidak disebut baru, konsep

penanda biologis sebenarnya relative baru, dan evolusi penggunaannya sekarang digunakan

sebagai alat untuk memantau dan mengevaluasi kesehatan lingkungan dan ekotoksikologi yang

erat kaitannya dengan kemajuan dalam pengetahuan kita tentang toksisitas molekuler atau

mekanisme tersebarnya polutan di berbagai spesies hewan dan tumbuhan yang berbeda di dalam

ekosistem.

9.1 Biomarker (Penanda Biologis) dan Pemanfaatannya

Respon dari indikator-indikator dapat diukur secara in-situ di dalam suatu kandang,

ekosistem alami, maupun ekosistem buatan. Kandang adalah bagian terisolasi dari suatu

ekosistem. Ekosistem buatan adalah ekosistem alami yang mana satu atau beberapa

karakteristiknya telah dimanipulasi. Manipulasi pada sebuah ekosistem dapat dievaluasi dengan:

Pengenalan tentang polutan (studi mengenai dampak)

Modifikasi habitat (substrat buatan)

Pengenalan tentang organisme hidup (spesies sentinel)

Istilah yang digunakan dalam bidang ini sangatlah mudah berubah. Istilah itu sering

didefinisikan oleh tiap-tiap ahli ekologi sesuai dengan tujuan untuk evaluasi biologis maupun

pengawasan biologis (tindak lanjutnya).

Page 5: Toksikologi Dan Biomonitoring Lingkungan~

Penanda biologis adalah sebuah variasi dalam konstituen tingkat sel maupun molekul,

proses, struktur atau fungsi; variasi ini terjadi disebabkan oleh xenobiotic yang terukur dalam

sebuah sistem biologis atau sebuah sampel.

Bergantung pada apa yang penanda biologis tunjukkan, penanda biologis diklasifikasikan

ke dalam 3 kelompok utama;

Penanda biologis keterpaparan, yang menunjukkan adanya satu atau beberapa polutan

dalam organisme.

Penanda biologis efek, yang menunjukkan risiko efek beracun dalam jangka panjang,

seperti perkembangan kanker.

Penanda biologis kerentanan individu (penanda resistensi genetik terhadap racun), yang

menunjukkan adanya kerentanan yang berbeda terhadap sebuah racun untuk setiap

individu di dalam suatu populasi.

Penanda biologis kerentanan individu sedikit digunakan dalam sebagian besar evaluasi

risiko ekologi. Perbedaan antara penanda biologis keterpaparan dengan penanda biologis efek

pada dasarnya adalah buatan. Sel dan jaringan yang abnormal pada proses biokimia termasuk

penanda biologis keterpaparan, karena keduanya justru menunjukkan keterpaparan terhadap

polutan maupun berbagai kelas polutan, namun keduanya juga merupakan penanda biologis efek,

karena sejauh ini keduanya adalah manifestasi pertama dari efek beracun berikutnya.

Penelitian penanda biologis terhadap manusia harus menggunakan penyelidikan non-

invasif, yang tidak menyebabkan kerusakan maupun ketidaknyamanan untuk setiap individu.

Pembatasan ini kurang mutlak berlaku pada organisme sentinel, akan tetapi menjadi penting

dalam studi spesies terancam yang memiliki nilai besar, ekologis atau sebaliknya.

Untuk penghambat dan induksi dari sistem enzimatik, enzim yang sering digunakan

adalah cholinesterase. Enzim ini sangat dihambat kinerjanya oleh organofosforus dan insektisida

carbamate, bahkan sebelum munculnya gejala yang terlihat karena keracunan yang terjadi pada

sistem saraf. Penghambatan dapat diukur dengan sebuah metode kolorimetrik yang sederhana

dan cepat, yaitu dengan sampel darah. Metode ini sangat umum digunakan untuk memantau

pekerja di industri pupuk dan pestisida serta pekerja yang bekerja sebagai penyemprot pestisida.

Ini juga telah banyak digunakan untuk mengevaluasi paparan terhadap ikan-ikan, burung, dan

tikus untuk kemudian dapat dilakukan pemulihan dari paparan insektisida.

Page 6: Toksikologi Dan Biomonitoring Lingkungan~

Enzim lain yang digunakan sebagai penanda biologis keterpaparan logam, yang diketahui

adalah Aminolevalinic acid dehydratase (ALAD), yang kinerjanya sangat dihambat oleh timah.

Sitokrom P 450 yang terdapat dalam hati dapat digunakan sebagai penanda biologis keterpaparan

dan efek. Sitokrom P 450 termasuk keluarga dari isozim yang memetabolisme sebagian besar

molekul organik dengan cara dioksidasi, sehingga sitokrom P 450 memegang peranan mendasar

dalam pengeliminasian molekul organik tersebut. Beberapa dari isozim diinduksi dari berbagai

macam limbah industri (PAH dan molekul organoklorin seperti PCB dan dioxin). Induksi ini

mudah diketahui dengan melihat perkembangan dalam aktivitas enzimatik di hati, seperti

aktivitas EROD (ethoxyresorufin O-dithylase).

Aktivitas EROD pada ikan secara sistematis telah digunakan dalam program pengawasan

lingkungan perairan sebagai indikator kualitas perairan (Payne et al., 1987). Sitokrom P 450

telah digunakan sebagai penanda biologis terhadap spesies terestrial seperti tikus dan burung.

Aktivitas sitokrom P 450 lebih mudah diukur pada organisme sentinel daripada manusia, karena

teknik-teknik yang biasa digunakan untuk mengukur aktivitas enzim memerlukan persiapan

sebagian subseluler dari hati, yang biasanya bersifat tidak praktis.

Molekul xenobiotic, atau salah satu dari metabolitnya, dapat terikat kuat karena adanya

ikatan kovalen, untuk makromolekul seluler seperti DNA atau hemoglobin. Senyawa yang

terbentuk oleh reaksi penambahan ini dapat berfungsi sebagai penanda biologis keterpaparan.

Senyawa yang terbentuk oleh reaksi penambahan DNA mendapat perhatian utama karena

meskipun senyawa ini berusaha dipulihkan oleh organisme itu sendiri, keabnormalan DNA ini

dapat memicu terbentuknya sel kanker. Hal ini bisa diestimasi dengan uji Komet atau

elektroforesis sel tunggal (Dana Devi et al., 2000).

Uji klinis biokimia yang biasa dilakukan (komposisi darah, parameter hematologis,

kandungan plasma, dan aktivitas enzimatik) dapat memberikan informasi yang berguna tentang

kesehatan organisme dan risiko jangka panjang. Contohnya adalah pengukuran kadar kolesterol

dalam darah pada manusia. Dalam kadar yang tinggi maka dapat diketahui bahwa telah terjadi

disfungsi organ, yang mana menunjukkan lebih tingginya risiko akan terkena penyakit jantung.

Penanda biologis dirancang untuk menjadi sebuah sistem peringatan dini yang bersifat

sensitif dari risiko efek jangka panjang. Hal ini memiliki keuntungan yang jelas dalam

menurunkan kecepatan perkembangan penyakit pada manusia mendeteksi tanda-tanda alami atau

Page 7: Toksikologi Dan Biomonitoring Lingkungan~

perubahan fungsional pada organisme sentinel maupun spesies terancam di lingkungan sebelum

terjadinya kerusakan parah pada ekosistem.

Penelitian tentang penanda biologis adalah sebuah bagian dari perkembangan pesat studi

tentang epidemiologi manusia (epidemiologi molekuler). EPA telah memprioritaskan penelitian

tentang penanda biologis keterpaparan terhadap produk-produk kimia yang dianggap berisiko

tinggi (benzena, trikloroetilen, akrilamida, stirena, nikotin, timah) atau kelas produk seperti PCB

dan dioxin. Dari segi efek, penanda biologis dari kanker, keracunan pada sistem saraf,

imunotoksisitas dan keracunan paru-paru, serta penanda biologis dari gangguan reproduksi dan

pertumbuhan merupakan tujuan utama dari penelitian yang dilakukan (Fowle and Sexton, 1992).