Tokoh Modernisasi Islam
-
Upload
rendrafauzi -
Category
Education
-
view
473 -
download
10
Transcript of Tokoh Modernisasi Islam
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa Allah SWT. karena atas segala
limpahan Rahmat, sertaTaufik dan HidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan tentang “TOKOH MODERNISASI ISLAM – AL TAHTAWI” ini dengan sangat baik. Semoga laporan ini dapat dijadikan
sebagai salah satu pedoman dan petunjuk bagi pembaca dalam melakukan pembelajaran atau materi hal yang sama.
Harapan saya semoga laporan ini bisa menambah pengetahuan bagi para pembaca, sehingga dapat memperbaiki isi laporan ini,sehingga untuk kedepannya dapat
menjadi lebih baik.
Laporan ini saya rasa masih memiliki banyak kekurangan, sehingga membutuhkan banyak masukan dari para pembaca. Karena laporan ini akan menjadi lebih baik lagi apabila mendapat banyak isi dari berbagai pendapat anda.
Mataram, 25 MEI 2013
PENULIS
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 4
a. Latar Belakang ............................................................................................... 4
b. Rumusan Masalah........................................................................................... 5
BAB II Tokoh Modernisasi Islam “AL TAHTAWI” ................................................ 6
a. Biography Al Tahtawi ..................................................................................... 6
b. Perjuangan AL Tahtawi................................................................................... 7
c. Ide- Ide Al Tahtawi Dalam Pembaharuan Islam ................................................ 7
BAB III KESIMPULAN & PENUTUP ................................................................... 12
a. Kesimpulan & Saran ..................................................................................... 12
b. Penutup ........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 14
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah pembaharuan dalam makalah ini, pendapat oleh Harun Nasution cenderung
menganalogikan istilah”pembaharuan” dengan ”modernism”, karena istilah terakhir dalam masyarakat barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha mengubah paham-pahamistiadat, institusi lama dan lain sebagianya
untuk disesuaikan dengan suasana baruyang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi modern. Gagasan inimuncul di barat dengan tujuan
menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalamagama Katolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan modern.
Menurut paham Revivalisasi, pembaharuan adalah membangkitkan kembali Islamyang murni (maksud disini tetap dalam kontek pembaharuan dalam Islam)
sebagaimana yang telah pernah dicontohkan Nabi dan kaum Salaf. Dalam kamus Oxford pembaharuan dikenal dengan istilah resurgencediartikansebagai kegiatan
yang muncul kembali. Pengertian ini mengandung tiga hal:
1. Suatu pandangan dari dalam,dimana suatu cara kaum muslimin melihat bertambahnya dampak agama diantara para penganutnya.Sehingga keberadaan Islam disini menjadi penting kembali.Dalam artian
memperolehkembali prestasi dan kehormatan dirinya. 2. Kebangkitan kembali, menunjukan bahwa keadaan tersebut telah terjadise
belumnya.Jejak Nabi dan para pengikutnya dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap pemikiran orang-orang yang menaruh pada jalan hidup umat islam.
3. Kebangkitan kembali sebagai suatu konsep, mengandung paham tentang suatu tantangan, bahkan suatu ancaman terhadap pengikut pandangan
pandangan lain Penjajahan Bangsa Barat atas Dunia Islam.
Tahun 1798 adalah saat Napoleon Bonaparte menginjakkan kaki di Mesir. Tahun itu sangat bersejarah. Bernard Lewis menyebutnya sebagai a
watershed in history and the first shock to Islamic complacency, the first impulse to westernization
and reform (Lewis 1964:34). Para ahli sejarah sepakat, kedatangan Bonaparte di Mesir merupakan tonggak penting bagi kaum Muslim
dan juga bagi bangsa Eropa. Bagi kaum Muslim, kedatangan itu membuka
mata betapa tentara Eropa yang modern mampu menaklukkan dan menguasai jantung Islam. Bagi orang Eropa, kedatangan itu menyadarkan betapa mudah menaklukkan sebuah peradaban yang di masa silam
begitu berjaya dan sulit ditaklukkan.
Begitu penting 1798. Albert Hourani, sejarawan Inggris keturunan Lebanon,
menjadikannya awal era liberal bagi bangsa Arab dan kaum Islam. Seperti yang ia jelaskan dalam bukunya, Arabic Thought in the Liberal Age, kedatangan Bonaparte ke Mesir bukan sekadar penaklukan militer, melainkan juga awal
kebangkitan kesadaran kaum Muslim akan diri mereka.
Menarik dicatat, Hourani menggunakan era liberal untuk merujuk masa kebangkitan Islam di dunia modern. Kata liberal di sini ialah sebuah
kondisi dan suasana di mana kaum Muslim bebas mengartikulasikan kesadaran budaya dan
peradaban mereka. Dalam konteks Eropa, liberal mengacu kepada situasi kebangkitan dan pencerahan. Itu sebab ketika karya Hourani itu
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, yang digunakan untuk liberal age adalah asr al-nahdah
yang berarti ‘era kebangkitan’ (judul lengkapnya al-fikr al-arabi fi asr al-nahdah). Menurut Hourani, era liberal di dunia Arab
terentang dalam (1798- 1939). Tahun 1939 merujuk kepada pecahnya Perang Dunia II dan dimulainya kiprah politik Ikhwanul Muslim di Mesir. Selama
rentang itu dasar pemikiran seperti kemajuan, modernitas, kebebasan, dan persamaan dibincangkan secara luas.
B. RUMUSAN MASALAH
Para pembaharu awal seperti al-Tahtawi, al-Tunisi, dan alKawakibi menyadari betul kondisi kaum Muslim yang terbelakang. Perhatian utama mereka ialah
bagaimana mengubah keadaan ke arah lebih baik. Mereka selalu membenturkan kondisi keterbelakangan kaum Muslim dengan kemajuan Eropa. Persis seperti yang dipertanyakan Abdul al-Rahman al-Kawakibi dalam bukunya, limadza
taakhkhara al-muslimun wa limadza taqaddama ghayruhum? (Mengapa kaum Muslim mundur dan mengapa bangsa lain maju?).
Seluruh pemikiran dan gagasan yang dikemukakan para pembaharu
Islam abad ke-19 berputar pada upaya menjawab pertanyaan di atas. Adalah ironis, peradaban yang pada masa silam memiliki sejarah gemilang dan kitab sucinya mewartakan “umat terbaik di dunia” (khayru ummatin ukhrijat
linnas) berada pada titik nadir peradaban. Bukan hanya berada dalam keterbelakangan, mereka juga dalam penjajahan bangsa lain. Mesti ada satu sebab
utama mengapa kaum Muslim terbelakang dan mengapa bangsa Eropa maju?
Rifa’a al-Tahtawi (1801-1873) adalah salah satu tokoh pembaharu pertama yang mencoba menjawab pertanyaan itu. Menurut al-Tahtawi, kunci pertanyaan
itu adalah “kebebasan” (hurriyyah). Bangsa Eropa maju karena memiliki kebebasan. Temuan sains dan teknologi di Eropa sejak abad ke-16 didorong oleh
suasana kebebasan dalam masyarakat itu. Tahtawi menganggap kebebasan bukan
hanya kunci bagi kebahagiaan, tapi juga bagi keamanan dan kesejahteraan.
Sebab utama keterbelakangan kaum Muslim, menurut Tahtawi, ialah ketiadaan kebebasan itu. Ini sudah terjadi sejak kerajaan Islam di Baghdad (abad ke-12) dan Cordova (abad ke-15) runtuh. Sebaliknya, kebebasan berpikir
yang dalam istilah agama dikenal dengan ijtihad justru dimusuhi dan diharamkan. Selama rentang abad ke-15-ke-19, wacana pemikiran Islam diwarnai dengan
semangat menutup pintu ijtihad.
BAB II Tokoh Modernisasi Islam
“AL TAHTAWI” A. Biography Al TAHTAWI
Al – Tahtawi bernama lengkap Rafa’ah Bey Badawi Al-Tahtawi, lahir di kota TAHTA (daratan tinggi mesir) pada masa pemerintahan Muhammad Ali,
yaitu pada tahun 1802 M. Orang tuanya dari kaumbangsawan, tetapi sedikit pengalaman. Namun keluarganya yang tradisi keagamannya kuat itu menjadikan
sosok Al Tahwi tekun belajar Al-Qur’an sejak kecil. Ketika dewasa ( 16 tahun ) ia berangkat ke
Kairo untuk belajar di Al-Azhar, dibawah
pengawasan atau bimbingan Syekh Hassan Al-Attar. Al-Tahtawi adalah murid kesayangnya.
Setelah limaia mendapat menyelesaikan studinya ( 1822 M ) Hasan Al-Attar banyak hubungan dengan para ilmuwan Perancis yang datang dengan
Napoleon ke Mesir. Karena ketekunan dan ketajaman pikiran Al-
Tahtawi, gurunya ( syekh Al-Attar) selalu memberikan dorongan agar selalu menambah ilmu pengetahuan.
Selesai studi di Al-Azhar, Al-Tahtawi mengajar di Universitas tersebut selam 2 Tahun. Dan pada tahun 1824 M dapat juga raih gelar " Master " pada Egyptian
Army di Mesir. Pada tahun itu pula, diangkat menjadi imam bagi mahasiswa-mahasiswa yang dikirim oleh Muhammad Ali ke Jomard di Paris, untuk bahasa Perancis dan ilmu-ilmu modern. Tetapi disamping tugasnya sebagai imam, ia juga
ikut belajar. Selama 5 tahun di Paris, ia kursus privat bahasa Perancis, sehingga dalam
waktu lima tahun itu, ia mampu menerjemahkan sejumlah 12 buku dan risalah, diantaranya risalah tentang sejarah Alexander Macedonia, buku-buku mengenai pertambangan, ilmu bumi, akhlak dan adat istiadat berbagai bangsa, risalah
tentang ilmu teknik, hak-hak manusia, kesehatan jasmani dan sebagainya.
Selama di Paris, Al-Tahtawi menghabiskan waktunya untuk membaca
berbagai macam buku ilmu pengetahuan. Sekembalinya dari paris (1832 M) ke Mesir, ia diangkat sebagai penerjemah dan sebagai guru Besar pada sekolah
kedokteran Perancis di Kairo.
Dua tahun kemudian ( 1835 ), ia pindah ke sekolah Artelery sebagai penterjemah ( direktur
) buku-buku ilmu teknik dan kemiliteran. Setahun kemudian ( 1836 ) didirikan sekolah penerjemah (Sechool of Foreign Languages) atau
“Sekolah Bahasa-bahasa Asing" dan Al-Tahtawi sebagai direktur dan sebagai penanggung
jawab harian " Al Waqa`al Mishriah ". Setelah Muhammad Ali meninggal ( 1848 ) maka cucunya Abbas sebagai gantinya, dan Al-
Tahtawi kemudian dikirim ke Sudan sebagai kepala sekolah di Kartoum. Setelah Abbas meninggal ( 1854 ) Al-Tahtawi
kembali ke Mesir atas panggilan pengganti Abbas, yaitu Said Pasya, ia diangkat sebagai direktur sekolah Militer. Pada tahun 1863 M di Mesir dibentuk suatu badan yang bertugas
menterjemahkan undang-undang Perancis dan bermarkas di kantor yang namanya " Translation Office " dan Al-Tahtawi menerbitkan majalah " Raudatul Madaris "
untuk "Munistry of Education". Al Tahtawi sekembalinya dari Mesir ia telah menterjemahkan buku-buku di antaranya buku-buku tentang geografi, sejarah ( Raja-raja Perancis, Raja-raja Charles XI, Charles V, filsafat Yunani ) dan
Montesque dan Al Tahtawi juga menulis buku-buku yang diterbitkan ( berupa tulisan atau karangan).
Di atara karangan-karangan Al Tahtawi adalah : 1) Takhlisul Ibriz fi Talkhish Pariz 2) Manhij al Albab al Mishriyah fi Manahijj al Adab al Ashriyah.
3) Al Mursyid al Amin lil banat wa al banin 4) Al- Qaul al Said fi Ijtihad wa al Taqlid
5) Anwar Taufiq al jalil fi Akhbar Mishar wa Tautsiq Bani Ismail 6) Al-Mazahib al Arba`ah fi al Fiqh. 7) Qanun al Tijari
8) Al Tuhfat al Maktabiyah fi al Nahw 9) Al Manafi al Uminyah
Buku-buku karangannya tersebut, bagi pembaca yang menelusurinya dapat merasakan bahwa si punulis sedang berkelana menuju dunia pengetahuan yang
lebih luas, dibawaah kamondo pengetahuan yang kuat, menguasai jalan pikiranya. Ayat-ayat Al Qur'an dan Sunnah Rasul SAW. Menjadi terhujam, terpatri dalam
hatinya.
B.Perjuangan Al Tahtawi Dampak dari pengalaman dan keadaan masyarakat diwaktu itu, membuat tergugah hatinya untuk memikirkan dan menerapkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam usaha kearah kemajuan bangsanya. Hal-hal yang tidak disetujui
dikemukakan secara berani, meskipun dia sendiri menyadari bahwa tindakannya dapat mengakibatkan sedikit kehebohan. Sehingga masih bersifat sederhana
sesuai kondasi saat itu.
C. IDE-IDE AL TAHTAWI DALAM PEMBAHARUAN
1. Bidang Pendidikan
Al Tahtawi semasa hidupnya banyak menghabiskan waktu untuk
mengajar, dan mengatur pendidikan. Dia menemukan ide-ide mengenai pendidikan dalam buku yang ditulisnya. Dia menyatakan, bahwa pendidikan itu harus ada kaitannya dengan masalah-masalah masyarakat dan lingkungannya.
Pemikiran Al Tahtawi mengenai pendidikan terdiri atas dua pokok nilai penting, yakni:
Pertama pendidikan yang bersifat universal dan emansipasi wanita. Pendidikan hendakmya bersifat universal dan sama bentuknya bagi semua golongan, selain itu bahwa masyarakat yang terdidik akan lebih muda dibina dan sekaligus dapat
menghindari masing-masing dari pengaruh negatip. Pemikiran ini dinilai sebagai rintisan bagi pemikiran pendidikan yang bersifat demokratis.
Kedua mengenai pendidikan bangsa. Menurutnya bahwa pendidikan bukan hanya terbatas pada kegiatan untuk mengajarkan pengetahuan, melainkan juga untuk membentuk kepribadian dan menenamkan patriotisme. Tanah air ialah tempat
tinggal, tanah kelahiran yang dinikmati setiap warganya.
Untuk melengkapi pemikiran pendidikan Al Tahtawi dilengkapi juga ide pendidikannya dengan kurikulum yang dihubungkan kepentingan agama
dan Negara. Kurikulum yang dirumuskan oleh Al Tahtawi adalah sebagai berikut:
1. Kurikulum untuk tingkat pendidikan dasar terdiri atas mata pelajaran membaca, menulis yang sumbernya adalah Al-Qur'an, nahwu dan dasar-dasar
berhitung. 2. Kurikulum untuk tingkat menengah ( tajhizi
) terdiri atas : pendidikan jasmani dan cabang-cabangnya, ilmu bumi, Sejarah, mantiq, biologi, fisika, kimia, manajemen, ilmu pertanian,
mengarang, peradaban, sebagian bahasa asing yang bermanfaat bagi Negara.
3. Kurikulum untuk menengah atas ( `aliyah ) mata pelajaran terdiri atas: mata pelajaran kejuruan. Mata pelajaran tersebut diberikan secara mendalam dan meliputi fiqih, kedokteran, ilmu bumi dan sejarah.
Pemikiran tentang pendidikan yang diterapkan oleh Al Tahtawi di tulis pada buku al-Mursyid al-Amin fi Tarbiyah al-Banin ( pedoman tentang
pendidikan anak). Buku ini menerangkan tentang ide-ide pendidikan yang
meliputi : 1. pembagian jenjang pendidikan atas tingkat permulaan, menengah, dan
pendidikan tinggi akhir.
2. Pendidikan diperlukan, kerana pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mencapai kesejahteraan .
3. pendidikan mesti dilaksanakan dan diperuntukan bagi segala golongan. Maka tidak ada perbedaan antara pendidikan anaklaki-laki dan anak perempuan. Pemikiran mengenai persamaan antara laki-laki dan
pendidikan anak perempuan ini dinilai sebgai mencontoh ide pemikiran Yunani.
Anak-anak perempuan harus memperoleh pendidikan yang sama dengan anak lelaki. Pendidikan terhadap perempuan merupakan suatu hal yang sangat penting karena tiga alasan, yaitu :
1. wanita dapat menjadi istri yang baik dan dapat menjadi mitra suami dalam kehidupan sosial dan intelektual.
2. Agar wanita sebagai istri memiliki keterampilan untuk bekerja dalamn batas-batas kemampuan mereka sebagai wanita.
2. Bidang Ekonomi
Pemerintah yang baik, adalah pemerintah yang dapat mengajukan
ekonomi. Ekonomi yang maju dimana kesejahteraan masyarakat dapat dijamin. Menurut Al Tahtawi ekonomi Mesir, tergantung pada pertanian, ia memuji usaha di jalankan Muhammad Ali dalam lapangan ini. Juga ia menekankan pendapat
ahli ekonomi Eropa mengatakan bahwa Mesir mempunyai potensi besar dalam lapangan ekonomi. Memajukan ekonomi, sejahteraan dunia akan tercapai. Hal
ini, adalah baru karena tradisi dalam Islam untuk mementingkan kehidupan dunia. Beberapa ide yang dikemukan Al
Tahtawi mengenai bidang ekonomi, termuat dalam karya tulisannya " kitab
Takhlish al Ibriz ila talkhis bariz " antara lain : 1. Aspek Pertanian ; orang Mesir
terdahulu terkenal kaya hanya tergantung pada tanah Mesir yang baik dan subur. Oeh
karena itu bahwa, perlunya meningkatkan perbaikan bidang pertanian misalnya
penanaman pohon kapas, Naila Anggur, zaitun, pemerilaharaan leba, ulat sutra,
dan termasuk hal-hal yang berkaitan dengan pertanian misalnya pupuk tanaman, irigasi yang cukup, sarana pengangkutan.
2. Aspek Transportasi; perbaikan jalan yang menghubungkan dari satu tempat ke tempat lain, demikian juga jembatan dan pemasangan aat telekomunikasi untuk mempermudah
Buku atau karya At Tahtawi yang membahas secara rinci mengenai bidang ekonomi, bisa dilihat dalam " Al Manaf al Umumiyyah ". Didalam buku itu
dinyatakan bagaimana orang-orang Egypt (Mesir) dahulu dapat berhasil dan
sukses, dan kini kemudian akan hilang ? Bagaimana mengajar kembali untuk mendapatkan yang hilang itu.
3. Bidang Kesejahteraan
Kemajuan suatu Negara, ditandai meratanya kesejahteraan rakyat dan juga meningkatkan kegiatan perekonomian, sehingga stabilitas Negara dapat dicapai.
Sebagaimana diungkapkan oleh Tahtawi, dalam bukunya"Manahij" bahwa manusia pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yaitu menjalankan perintah Tuhan dan mencari kesejahteraan didunia, sebagaimana yang dicapai oleh bangsa Eropa
modern. Oleh karena itu, kesejahteraan umat Islam harus diperoleh atas dasar melakasanakan ajaran agama, berbudi pekerti baik dan ekonomi yang maju.
Pemikiran Al Tahtawi ini, dilandasi oleh tiga hal; yaitu : 1) Mesir adalah negeri yang subur tanahnya merupakan Negara agraris,
bahkan perekonomiannnya tergantung dari hasil pertanian.
2) Mesir mempunyai potensi yang besar dalam pembangunan ekonomi. 3) Mesir pada masa-masa fir'aun telah mencapai kejayaan dalam
kesejahteraan rakyat dengan berpegang teguh peda akhlak yang mulia. Kesejahteraan merupakan tanggung jawab bersama, antara
rakyat dan pemerintah harus saling berkaitan. Kesejahteraan di dunia
sangat erat hubungannya dengan kemajuan ekonomi. Sedang kemajuan ekonomi ditentukan oleh semangat
kerja dan pengabdian. Al Tahtawi menggambarkam orang-orang yang
malas bagaikan patung-patung kuno Mesir. Jadi menurut Al Tahtawi kesejahteraan akan tercapai dengan
dua jalan, yaitu perpegang pada ajaran agama serta budi pekerti yang baik dan kemajuan ekonomi.
4. Bidang Pemerintahan Ide Al Tahtawi tentang Negara dan masyarakat, bukan hanya sekedar pandangan tradisional belaka, dan bukan pula hanya sebagai refleksi pengalaman
dan pengetahuan yang telah didapatnya di Paris. Tetapi merupakan kombinasi dan persenyawaan dari keduanya. Dia mengemukakan contoh-contoh yang diteladani
yaitu nabi Muhammad SAW. Dan para sahabat dalam melaksanakan pemerintahan yang mempunyai hak kekuasaan mutlak, yang dalam pelaksanaan pemerintahannya harus dengan adil berdasarkan undang-undang. Untuk
kelancaran pelaksanaan undand-ondang itu harus ditangani oleh tiga badanyang terpisah yaitu Legislative, Executive dan judicative (Trias Politica Montesque).
Menurut Al Tahtawi, masyarakat suatu Negara, terdiri dari empat golongan; doa golonan yang memerintah, dua golongan yang lain diperintah. Dua golonan yang memerintah adalah raja dan para ulama (dua para ilmuan). Sedang
dua golonan yang diperintah adalah tentara dan para produsen (termasuk semua rakyat).
Golongan yang diperintah (rakyat) ini, harus patuh dan setia kepada
pemerintah Meskipun sebenarnya, seorang raja hanya bertanggung jawab kepada Allah saja. Raja tidak boleh melupakan kepentingan rakyat. Raja harus senantiasa ingat kepada Allah dan siksaan yang disediakan bagi orang yang dzalim. Rasa
takut seorang raja kepada Allah, akan membuat raja berlaku baik kepada rakyatnya. Selain takut kepada Allah, tindak tanduk raja selalu dikontrol oleh
"pendapat umum". Oleh karena itu, antara yang memerintah yang diperintah harus ada hubungan yang baik. Di balik itu, orang-orang yang duduk dipemerintahan harus punya pendidikan yang tepat.
Hubungan orang-orang pemerintahan dengan para ulama, harus serasi dan hidup
berdampingan. Kepala Negara atau raja harus hormat kepada ulama karena sebagai mitra dalam menjalankan roda pemerintahan.
Demikian pula harus dapat mengaktualisasikan peran dan fungsi syariat dalam kehidupan
masyarakat. Dengan demikian ulam harus menguasi perkembangan modern, membekali diri dengan sains modern dan berperan aktif
dalam membantu kepala Negara, ikut bermunyawarah dalam menemukan kebijakan
pemerintah. Ide-ide Al Tahtawi ini dikemukakan agar dilaksanakan di Mesir, karena pada saat itu Mesir dikuasa pleh pemerintah yang absolute dibawah pemerintahan Muhammad Ali dan kemudian dilanjutkan oleh beberapa orang
Pasya.
5. Ijtihad dan Sains Modern
Memahami syari'at Islam menurut Al-Tahtawi merupakan sangat penting dan memiliki kesadaran bahwa syari'at pasti senantiasa up to date, cocok untuk
segala zaman dan tempat. Untuk itu diperlukan usaha untuk menginterprestasi kembali syari’at kepada situasi yang baru, sesuai dengan kebutuhan hidup zaman
modern. Ulama yang dibutuhkan untuk membangun pemerintah yang kuat dan maju, adalah ulama yang ikut bertanggung jawab bersama kepala negara, ulama
yang berpikir dinamis, memiliki pengetahuan luas dan menjauhi sikap statis agar mampu menginterprestasi kembali konsep agama sesual denga tuntutan zaman.
Sains dan pemikiran rasional pada dasarya tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Karena itu, ijtihad harus dilakukan oleh ulama. Ulama harus dapat merubah masyarakat yang berfikiran statis dan tradisional.
Dalam bukunya “Al Qaul al Sadid fi al ijtihad wa al Taqlid” menguraikan pentingnya ijtihad dan syarat-syarat menjadi mujtahid, serta dalil dalil dan
tingkatan para mujtahid. Ia mengatakan pada hakikatnya sains modern itu adalah dan hasil pemikiran kaum muslimin yang kemudian dikembangkan oleh Barat, yaitu
dengan perantaraan terjemahan dan buku-buku yang di tulis orang Islam dalam bahasa Arab. Perkembangan sains dan teknologi disamping untuk neningkatkan
upaya kualitas umat Islam dalam melakukan ijtihad, juga dapat menunjang
kesejahteraan kehidupan kaum muslimin di dunia sebagaimana telah dikembangkan di Eropa. Gagasan tersebut menjadi fokus penting dan pemikiran dan pembaharuan
Al Tahtawi. Oleh karena itu, sebagian besar hidupnya disumbangkan untuk mendukung gagasannya dengan menerjemahkan buku buku agar umat Islam
mengetahui budaya yang maju di Barat. Disamping sebagai penulis dan menjadi pimpinan dalarn beberapa pendidikan. Al Tahtawi dalam hal Satalisme ia mencela orang Paris karena mereka
tidak percaya pada qadha’ dan qadar. Menurutnya, orang Islam harus percaya pada qadha’ dan qadar Tuhan, tetapi disamping itu harus berusaha. Manusia tidak
boleh mengembalikan segala-galanya pada qadha’ dan qadar. Karena pendirian serupa lilin, menunjukkan kelemahan. Tetapi berusaha semaksimal dulu, baru menyerah.
BAB III KESIMPULAN, SARAN & PENUTUP
1. Kesimpulan
Sebab utama keterbelakangan kaum Muslim, menurut Tahtawi, ialah ketiadaan kebebasan itu. Ini sudah terjadi sejak kerajaan Islam di Baghdad
(abad ke-12) dan Cordova (abad ke-15) runtuh. Sebaliknya, kebebasan berpikir yang dalam istilah agama dikenal dengan ijtihad justru dimusuhi dan diharamkan. Selama rentang abad ke-15-ke-19, wacana pemikiran Islam diwarnai dengan
semangat menutup pintu ijtihad. Al Tahtawi adalah tokoh pemikir pembaharu generasi pertama di Mesir Abad XIX.
Nilai-nilai Islam yang tinggi, senantiasa bersemayam di dalam lubuk hatinya sebagai hasil studinya selama di Al Azhar.Nostalgia kejayaan sejarah Mesir kuno terungkap lagi oleh persentuhannya dengan ekspedisi Napoleon ke
Mesir, dan pengayatannya terhadap peradaban dan kebudayaan serta kemajuan Barat selama dia di Perancis, dapat menimbutkan ide-ide pemikirarinya untuk
memperbaharui bangsa Mesir dan keterbelakangan dan statis untuk melangkah maju terus menuju Mesir Barn yang modem, yang memiliki peradaban dan kebudayaan modern yang di jiwai dan dilandasi oleh agama, dengan segala
aspeknya. Ide-ide pemikiran Al Tahtawi, di upayakan melalui:
1) Peningkatan pendidikan dengan melibatkan ia langsung berbagai pengajar, dan pimpinan di berbagai macam pendidikan, penterjemahan buku-buku pelajaran umum, dan perencanaan kurikulum.
2) Mengemukakan berbagai macam sejarah diantaranya (bidang pendidikan dan kesejahteraan), pendapat dan ide-idenya melalui karya-
karya ilmiah dan brosur-brosur ilmiah yang bertujuan untuk mengenalkan kemajuan sains dan teknologiserta peradaban Barat.
3). Ide-idenya menjadi dasar dan motivasi gerakan pembaharuan umat
Islam generasi berikutnya, terutama di Mesir.
2. Penutup & Saran
Dari membaca makalah ini kita dapat mengmbil beberapa pelajaran diantaranya :
Gunakan waktu luang untuk membaca, karena setiap bacaan yang bermanfaat nantinya akan memberi kebaikan kepada diri kita
sendiri.
Manusia tidak boleh mengembalikan segala-galanya pada qadha’
dan qadar. Karena pendirian serupa lilin, menunjukkan kelemahan. Tetapi berusaha semaksimal dulu, baru menyerah.
Rasa takut seorang raja kepada Allah, akan membuat raja berlaku
baik kepada rakyatnya.
Kesejahteraan akan tercapai dengan dua jalan, yaitu perpegang
pada ajaran agama serta budi pekerti yang baik dan kemajuan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA Al Tahtawi, Rafa ‘a Bey Badawi Rafi’, Kitab Takhlish al Ibriz ila Talkhish Bariz.
Mushtafa Fahmi, Kairo, 1905 / 1323 H Encyclopedia Americana mc, The Encyclopedia Americana. V.19.Connecticut;
Glorier Incorporated. First Encyclopedia of Islam, A. Baba Beg, Leiden B. J. Bull. 1987
___________ Pembaharuan Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1996 Najar, HF. Al, Rafa ‘ah Al Tahtawi, Dar at Mishriyah, Kairo, (t.th) Hourani, Albert. Arabic Thought in The Liberal Age 1798 —
1939,Cambridge Univ. Press, Cambridge, 1961 http://www.google.com
http://www.wikipedia.com http:// www.manajemenpendidikanislam.blogspot.com/search/label/PENDIDIKAN
Dr. H. Murodi, MA, Sejarah Kebudayaan Islam. PT Karya Toha Putra. 2009. Hh. 177-179.
http://nanpunya.wordpress.com/2009/06/01/perkembangan-islam-abad-modern
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2004. Hal. 165-169