tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

45
BAB I PENDAHULUAN Bab ini mengemukakan mengenai hal yang melatarbelakangi pengambilan topik penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Loloan merupakan daerah yang terletak di Kabupaten Jembrana, Bali. Loloan terbagi menjadi dua wilayah yaitu Loloan Barat dan Loloan Timur yang keduanya dipisahkan oleh sebuah sungai bernama sungai Ijo Gading dan dihubungkan oleh sebuah jembatan yang bernama Jembatan Syarif Tua. Bali dikenal sebagai pulau yang dihuni oleh mayoritas agama Hindu, tetapi ternyata terdapat masyarakat Muslim yang telah berabad lamanya menghuni pulau Bali dan hidup berdampingan dengan masyarakat Hindu. Masyarakat Muslim tersebut merupakan masyarakat pendatang penyebar agama Islam permulaan di Bali yang diberikan suatu wilayah oleh raja Jembrana dan membentuk citra lingkungan baru di wilayah Loloan, Jembrana dengan mengangkat pola wujud rumah sesuai dengan asal tradisinya (Reken, 2002:54). Rumah di Loloan tidak memiliki Pura, seperti halnya kebanyakan rumah di Bali. Rumah di Loloan berwujud rumah panggung yaitu rumah yang tidak berdiri di atas tanah melainkan disokong atau didukung oleh sejumlah tiang-tiang vertikal Menurut Husein Jabar, seorang tokoh di Loloan (Desember 2012), dipilihnya rumah panggung sebagai rumah masyarakat Loloan, selain karena asal tradisi, juga disebabkan karena rumah panggung dapat beradaptasi dengan kondisi alam 1

Transcript of tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

Page 1: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini mengemukakan mengenai hal yang melatarbelakangi pengambilan

topik penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang

Loloan merupakan daerah yang terletak di Kabupaten Jembrana, Bali. Loloan

terbagi menjadi dua wilayah yaitu Loloan Barat dan Loloan Timur yang keduanya

dipisahkan oleh sebuah sungai bernama sungai Ijo Gading dan dihubungkan oleh

sebuah jembatan yang bernama Jembatan Syarif Tua.

Bali dikenal sebagai pulau yang dihuni oleh mayoritas agama Hindu, tetapi

ternyata terdapat masyarakat Muslim yang telah berabad lamanya menghuni pulau

Bali dan hidup berdampingan dengan masyarakat Hindu. Masyarakat Muslim

tersebut merupakan masyarakat pendatang penyebar agama Islam permulaan di

Bali yang diberikan suatu wilayah oleh raja Jembrana dan membentuk citra

lingkungan baru di wilayah Loloan, Jembrana dengan mengangkat pola wujud

rumah sesuai dengan asal tradisinya (Reken, 2002:54). Rumah di Loloan tidak

memiliki Pura, seperti halnya kebanyakan rumah di Bali. Rumah di Loloan

berwujud rumah panggung yaitu rumah yang tidak berdiri di atas tanah melainkan

disokong atau didukung oleh sejumlah tiang-tiang vertikal

Menurut Husein Jabar, seorang tokoh di Loloan (Desember 2012), dipilihnya

rumah panggung sebagai rumah masyarakat Loloan, selain karena asal tradisi,

juga disebabkan karena rumah panggung dapat beradaptasi dengan kondisi alam

1

Page 2: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

2

Loloan yang dekat dengan sungai Ijo Gading. Pada tahun 1700, sebelum

dibangunnya permukiman di Loloan, sungai Ijo Gading pernah meluap dan

menyebabkan banjir besar. Rumah panggung dianggap cocok dan mampu

mengantisipasi jika terjadi banjir akibat luapan sungai Ijo Gading. Bagian bawah

rumah panggung yaitu lantai dasar/kolong dapat tetap menyerap atau dilalui air.

Rumah panggung juga dipilih karena dapat mengantisipasi serangan binatang

buas seperti buaya yang banyak terdapat di sekitar sungai Ijo Gading.

Ali Nazri, seorang pembuat rumah panggung di Loloan (Desember 2012)

menjelaksan, rumah panggung di Loloan terdiri dari tiga bagian yaitu bagian

bawah disebut lantai dasar/kolong, bagian tengah disebut lantai tengah/induk dan

bagian atas disebut lantai atas/loteng. Lantai dasar/kolong awalnya difungsikan

untuk mengantisipasi banjir dan binatang buas, tetapi setelah dibangun

permukiman, wilayah Loloan tidak pernah dilanda banjir sehingga lantai

dasar/kolong dijadikan ruang multifungsi tanpa sekat dan ditutup dengan dinding

tidak permanen berupa gedek. Lantai dasar/kolong difungsikan sebagai ruang

penyimpanan peralatan rumah tangga, kayu bakar, peralatan bekerja, tempat

duduk-duduk atau sebagai tempat memelihara hewan ternak. Lantai tengah/induk

merupakan ruang tempat penghuni rumah melakukan aktivitas sehari-hari. Pada

lantai tengah/induk terdapat amben/serambi, ruang depan, bilik/kamar tidur dan

dapur. Lantai atas/loteng merupakan ruang yang digunakan sebagai tempat

penyimpanan barang pusaka atau sebagai tempat memingit anak dara atau gadis

(perawan).

Page 3: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

3

Dulu semua rumah di permukiman Loloan berwujud rumah panggung yang

terbuat dari bahan alami berupa kayu dan gedek. Muztahidin, tokoh pemuda Islam

Loloan Timur (Desember 2012) mengungkapkan, saat ini terdapat ragam wujud

rumah di Loloan. Ada rumah yang masih berwujud rumah panggung, rumah yang

berwujud modern sesuai dengan trend rumah yang berkembang saat ini dan

rumah yang menggabungkan wujud rumah panggung dengan rumah modern.

Munculnya ragam wujud rumah di Loloan disebabkan karena usia rumah

panggung yang sudah tua dan bahan-bahan penyusun rumah sudah lapuk sehingga

pemilik/penghuni rumah melakukan renovasi atau pembangunan ulang rumah.

Ada juga yang merobohkan rumah panggung dan memilih untuk mebangun

rumah modern yang lebih murah dan mudah dalam perawatannya.

Munculnya ragam wujud rumah panggung yang ada di Loloan, menarik minat

peneliti untuk melakukan penelitian. Ada beberapa penelitian yang telah

dilakukan di Loloan diantaranya dilakukan oleh Suparwa (2008) dengan judul

Ekologi Bahasa dan Pengaruhnya dalam Dinamika Kehidupan Bahasa Melayu

Loloan di Bali. Penelitian yang dilakukan oleh Suparwa meneliti mengenai bahasa

sehari-hari masyarakat di Loloan yang merupakan perpaduan antara bahasa

Melayu (bahasa daerah asal) dengan bahasa Bali (bahasa setempat). Ada juga

penelitian yang dilakukan oleh Sumarsono (1991) yang berjudul Bahasa Melayu

Loloan di Bali: Struktur dan Unsur-unsur Bahasa Lain di Dalamnya. Penelitian

yang dilakukan oleh Sumarsono juga meneliti mengenai bahasa sehari-hari

masyarakat di Loloan. Menurut sepengetahuan peneliti, saat ini belum ada

Page 4: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

4

penelitian yang mengangkat topik mengenai ragam wujud rumah panggung di

Loloan.

Berdasarkan latarbelakang tersebut diangkatlah sebuah topik penelitian

tentang tipologi rumah panggung di Loloan, Jembrana. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui ragam wujud rumah panggung di Loloan yang ada saat ini.

Studi tipologi arsitektur dijadikan dasar untuk meneliti keragaman. Pengamatan

keragaman rumah panggung di Loloan difokuskan pada bahasan spasial atau yang

berkaitan dengan ruang sebagai perwujudan kegiatan manusia. Melalui penelitian

ini juga akan ditelusuri faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya tipologi

rumah panggung di Loloan

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, masalah yang

diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana tipologi wujud rumah panggung di Loloan berdasarkan sistem

spasial?

2. Apa sajakah faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya tipologi wujud

rumah panggung di Loloan?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui tipologi rumah panggung di Loloan yang merupakan cerminan

identitas masyarakat di Loloan

Page 5: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

5

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah:

1. Mengetahui dan memahami tipologi rumah panggung di Loloan berdasarkan

sistem spasial

2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya

tipologi wujud rumah panggung yang ada di Loloan

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai

keragaman wujud rumah panggung di Loloan. Penelitian ini juga diharapkan

dapat menjadi acuan dan mendukung penelitian berikutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dan pemahaman bagi

masyarakat awam tentang kekayaan dalam variasi khasanah arsitektur tradisional

di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada

Pemerintah dalam usaha mempertahankan, melestarikan dan mengembangkan

segenap potensi kultural di Loloan, Jembrana.

Page 6: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

Pada bab ini akan dikemukakan tinjauan pustaka yang terkait dan mendukung

penelitian. Pada konsep akan diuraikan mengenai definisi operasional dari judul

penelitian dengan mengambil pengertian dari konsep-konsep yang telah ada. Pada

sub bab landasan teori dikemukakan mengenai teori-teori yang digunakan untuk

memecahkan masalah penelitian. Pada model penelitian diuraikan tahapan-

tahapan dalam penelitian secara menyeluruh.

2.1 Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka dijelaskan beberapa hasil penelitian sejenis. Kajian

pustaka ini digunakan untuk menghindari terjadinya duplikasi suatu penelitian dan

sebagai dasar atau referensi untuk melakukan penelitian. Hasil-hasil penelitian

yang digunakan adalah penelitian yang terkait dengan tipologi rumah dan rumah

panggung.

1. Karakteristik Sistematika Rumah Tinggal Masyarakat Jawa Tondano

(Jaton) di Gorontalo Analisis Pendekatan Tipologi Arsitektur

Penelitian ini dilakukan oleh Lihawa (2008), dilatarbelakangi dari sejarah

Masyarakat Jawa Tondano (Jaton) di Gorontalo yang merupakan masyarakat

keturunan pengikut setia pada perang Diponegoro (1825-1830) yang dibuang ke

Minahasa. Tujuan penelitian yaitu mengetahui tipologi rumah tinggal masyarakat

Jaton di Gorontalo dan mengetahui ada tidaknya perpaduan dua unsur budaya

rumah tinggal yaitu Jawa dan Minahasa.

6

Page 7: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

7

Penelitian ini menggunakan paradigma rasionalistik dengan pendekatan

kualitatif. Pembahasan terkait dengan teori yang menjadi acuan penelitian yaitu

mengkategorikan tipe-tipe berdasarkan sistem spasial, sistem fisik dan sitem

model. Populasi dalam penelitian ini mencangkup seluruh rumah tinggal yang

didirikan oleh pendatang pertama dan mempunyai karakteristik rumah panggung.

Metode yang digunakan adalah metode observasi dan survey. Cara yang

digunakan dalam memperoleh data adalah telaah pustaka dan penelitian lapangan

melalui wawancara verbal.

Tipologi rumah tinggal masyarakat Jaton menunjukkan bahwa karakter

elemen Jawa pada posisi elemen-elemen non fix sangat menonjol. Karakter

elemen Minahasa pada posisi elemen-elemen semi fix sangat menonjol sedangkan

elemen fix pada kedua unsur budaya berimbang. Perubahan kebudayaan suatu

masyarakat disebabkan oleh dua proses yaitu proses dari dalam (endogen) dan

proses dari luar (exogen). Rumah merupakan hasil budaya manusia, maka rumah

tinggal masyarakat Jaton menunjukkan bahwa sangat kuatnya pengaruh unsur

budaya dari dalam (endogen) berupa budaya Jawa dan dari luar (exogen)

lingkungan sekitar komunitas masyarakat Jaton berupa tradisi Minahasa.

2. Tipologi Bangunan Tua

Penelitian dilakukan oleh Firzal (2011) bertujuan untuk mengklasifikasikan

bangunan yang berada dalam lingkup kawasan konservasi di Kota Siak Sri

Indrapura Kabupaten Siak, melalui identifikasi tipikal desain elemen bangunan.

Pendekatan penelitian dilakukan secara kuantititatif dan kualitatif. Pengambilan

Page 8: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

8

data primer dilakukan melalui survey lapangan, studi literatur, studi kawasan,

teoritikal, studi empiris terhadap laporan penelitian terdahulu.

Pengumpulan data melalui survey lapangan yang ditunjang dengan literatur,

kajian teoritis dan hasil studi empiris. Analisa merumusan karakter umum

bangunan kawasan, penentuan bangunan yang sesuai kriteria penelitian dan

penggambaran ulang, sehingga dapat dilakukan pengelompokan dan kategorisasi

tipikal elemen bangunan.

Penelitian pada akhirnya dapat memetakan tipikal desain elemen bangunan di

kawasan konservasi yang dikategorikan kedalam delapan fitur elemen utama

yaitu; tipikal atap bangunan, tipikal denah bangunan, tipikal dinding bangunan,

tipikal jendela bangunan, tipikal kaki bangunan, tipikal pintu bangunan, tipikal

tangga bangunan, dan tipikal ornamen pada bangunan. Kejelasan tipologi

bangunan suatu kawasan akan membuka pengertian dan pemahaman lebih jauh

terhadapat karakter kehidupan masyarakat yang berada dan berkembang serta

beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya. Sikap dan nilai budaya merupakan

faktor yang turut serta dalam membentuk dan mewarisi nilai-nilai rancang bangun

yang akan terus berkembang. Variasi bentuk dan fitur elemen desain bangunan

merupakan bukti nyata bagaimana nilai arsitektural tersebut dapat tumbuh dan

berkembang di tengah masyarakat.

Page 9: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

9

3. Tipologi Perubahan Wajah Bangunan Rumah Jengki Di Kawasan

Pakubuwono Jakarta Selatan

Penelitian ini dilakukan oleh Dyah (2007) dilatarbelakangi kemajuan

teknologi bidang arsitektur yang memberikan dampak pada perkembangan rumah

tinggal Jengki di kawasan Pakubuwono, Jakarta Selatan sehingga terjadi

perubahan pada façade bangunan sesuai dengan kebutuhan. Penelitian bertujuan

untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang terjadi pada façade bangunan

rumah Jengki sehingga diharapkan dapat diperoleh tipologi perubahan façade

bangunan rumah jengki di kawasan Pakubuwono Jakarta Selatan.

Metode yang digunakan adalah rasionalistik deduktif karena hasil penelitian

berasal dari penarikan kesimpulan seluruh data yang diperoleh melalui kerangka

pemikiran (teori dan hipotesa) yang logis. Observasi data di lapangan kemudian

dianalisa untuk menghasilkan suatu kesimpulan, maka metode penelitian yang

digunakan adalah metode penelitian deskriptif, melalui prosedur tahapan

penelitian yaitu studi pustaka sejarah arsitektur Jengki, teori tipologi bangunan,

observasi lapangan pada lokasi pengamatan yang telah ditentukan dan analisa dari

data yang diperoleh di lapangan.

Berdasarkan analisa tipologi façade bangunan, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa: (1) Bentuk atap pelana dengan kemiringan lebih dari 35º, (2)

Gewel dengan dinding miring sehingga tampak samping bangunan menghasilkan

bentuk segi lima, (3) Bukaan sepanjang dinding muka bangunan pada lantai

bertingkat, (4) Elemen dekoratif tiang miring pada muka bangunan pada lantai

bertingkat, (5) Karawang/rooster berbentuk bundar pada dinding samping

Page 10: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

10

bangunan pada lantai bertingkat, (6) Portico sepanjang dinding muka bangunan

pada lantai dasar.

4. Arsitektur Kaili sebagai Proses dan Produk Vernakular

Penelitian dilakukan oleh Zubaidi (2009) memfokuskan pada bangunan

arsitektur suku Kaili yang mempunyai karakteristik rumah panggung. Pendekatan

yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif naturalistik, difokuskan pada penilaian

dan pertimbangan keterkaitan antara bentuk dan fungsi ruang serta faktor yang

melatarbelakanginya. Berdasarkan hal tersebut dalam penelitian ini digunakan

tiga cara dalam membedakan tipe bentuk arsitektur, yaitu spatial system, physical

system dan stylistic system.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu berdasarkan sistem spasial

(spatial system), arsitektur rumah Kaili umumnya dibagi dalam tiga ruangan

besar, ruang depan dibiarkan kosong, berfungsi menerima tamu, sebelum

menggunakan meja dan kursi diruang ini dibentangkan tikar, ruang ini juga untuk

tempat tidur tamu menginap. Ruang kedua adalah ruang tengah diperuntukan bagi

keluarga dan tamu yang menginap berfungsi sebagai ruang tengah dan ruang lain.

Ruang ketiga adalah ruang belakang untuk ruang makan. Untuk menghubungkan

rumah induk dengan dapur dibuat jembatan beratap. Di kolong dapur diberi pagar

keliling, sedang dibawah rumah induk dibiarkan terbuka dan kadang‐kadang

menjadi tempat pertukangan, atau keperluan lainnya.

Dilihat dari sistem struktur (physical system), bahan utama yang digunakan

adalah penggunaan bahan kayu yang banyak terdapat di daerah lembah Palu.

Dinding dibuat dari bahan papan kayu, lantai menggunakan bahan kayu, struktur

Page 11: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

11

tiang dan struktur rumah panggung lainnya menggunakan bahan kayu, sedangkan

bahan atap pada bangunan awal menggunakan bahan atap rumbia setelah

mengalami perkembangan zaman bahan atap berubah serta penggunaan material

yang alami dengan efisiensi penggunaan sumber daya.

Dilihat dari sistem tampilan (stylistic system) secara keseluruhan, bangunan

Kaili cukup unik dan artistik bila dilihat dari hiasannya berupa kaligrafi huruf

Arab tertampang pada jalusi‐jalusi pintu atau jendela, atau ukiran pada dinding,

loteng, di bagian pinggiran cucuran atap dengan motif bunga‐bungaan dan

daun‐daunan. Semua hiasan tersebut melambangkan kesuburan, kemuliaan,

keramah‐tamahan dan kesejahteraan bagi penghuninya.

5. Perkembangan Tipologi Rumah Vernakular dan Responnya Terhadap

Bahaya Gempa (Studi Kasus Desa Duku Ulu, Bengkulu)

Penelitian yang dilakukan oleh Sudrajat, dkk (2010) menguraikan tipologi

berdasarkan perubahan atau perkembangan bangunan yang telah ada. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi lapangan, wawancara

terstruktur, FGD (forum group discussion) dengan masyarakat lokal, dan

dokumentasi. Empat aspek yang digunakan sebagai dasar pengamatan yaitu:

wujud bangunan, sistem struktur, metode membangun, dan material yang

digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 5 tipologi bangunan vernakular di

desa Duku Ulu, Bengkulu. Tipologi 1 merupakan rumah lama masyarakat Rejang.

Tipologi 2 merupakan perkembangan dari tipologi 1 tetapi dengan bentuk yang

Page 12: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

12

lebih sederhana. Tipologi 3 merupakan tipologi kolonial, yang pembangunannya

dibantu oleh Belanda sekitar tahun 1924. Tipologi 4 merupakan tipologi yang

dibangun oleh tukang dari Sungai Musi (Palembang), yang dibangun sekitar tahun

1980-an. Tipologi yang terakhir adalah tipologi 5 yang banyak dikembangkan

oleh penduduk yang dibangun tahun 1990-an. Perubahan wujud yang terjadi

menunjukkan perkembangan bangunan rumah vernakular ke arah pengurangan

terhadap respon gempa.

6. Transformasi Rumah Panggung pada Permukiman Pesisir Jakarta Utara

(Studi Kasus: Permukiman Nelayan Angke dan Permukiman Marunda)

Listiyanti (2010) dalam penelitiannya mengungkapkan prinsip rumah

panggung (home stage) adalah mengangkat lantai rumah di atas tiang-tiang

setinggi 60-300cm. Di Indonesia, rumah panggung banyak ditemukan di berbagai

daerah seperti pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara,

dilatarbelakangi oleh kebiasaan masyarakat tradisional setempat yang sering

berpindah tempat (nomaden) dalam bercocok tanam sehingga dipilih konsep

rumah panggung agar lebih mudah untuk dibongkar pasang ketika berpindah

tempat.

Di pulau-pulau lainnya di Indonesia, rumah panggung sangat jarang

ditemukan. Di Jawa misalnya, rumah panggung jarang ditemukan karena

masyarakat tradisional Jawa lebih suka hidup dengan sistem menetap. Kondisi

tanah yang lebih subur tidak mengharuskan mereka untuk berpindah-pindah

sehingga mereka cenderung membangun rumah yang bersifat lebih permanen.

Page 13: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

13

Rumah panggung dapat ditemukan di lahan rawa-rawa atau lahan yang terkena

pasang surut seperti tepian sungai atau laut. Pada umumnya lahan tersebut

cenderung tidak subur sehingga memang lebih dimanfaatkan sebagai area

bermukim daripada bercocok tanam. Keberadaan rumah panggung di lahan rawa-

rawa atau lahan yang terkena pasang surut merupakan salah satu bentuk adaptasi

atas lingkungan. Lahan rawa-rawa atau lahan yang terkena pasang surut seperti

tepian sungai atau laut sering dilanda banjir sehingga rumah panggung dengan

tiang-tiang yang tinggi merupakan solusi agar rumah tidak terkena atau terendam

banjir.

Pondasi yang didirikan di atas tiang melindungi lantai rumah dari lumpur

dan banjir. Rumah panggung adalah bentuk penyesuaian diri manusia terhadap

alam dan ancaman-ancaman lain yang berupa serangan binatang buas atau

ancaman serangan dari kelompok masyarakat lain yang bermusuhan. Lebih dari

sekedar menjadi tempat untuk berlindung, rumah panggung juga dimanfaatkan

untuk tempat menyimpan perkakas rumah tangga dan kebutuhan sehari-sehari,

bahkan sebagai kandang hewan ternak atau hewan peliharaan

Kajian pustaka yang telah diuraikan dapat dijadikan referensi dalam

penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel

2.1 berikut yang menjelaskan mengenai masing-masing pustaka dan kegunaannya

dalam penelitian peneliti:

Page 14: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

14

Nama Penulis, Tahun

Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Kegunaan Penelitian Bagi

Penulis/Peneliti Lihawa (2008) Karakteristik

Sistematika Rumah Tinggal Masyarakat Jawa Tondano (Jaton) di Gorontalo Analisis Pendekatan Tipologi Arsitektur

Mengetahui tipologi rumah tinggal masyarakat Jaton di Gorontalo dan mengetahui ada tidaknya perpaduan dua unsur budaya rumah tinggal yaitu Jawa dan Minahasa.

Menggunakan paradigma rasionalistik dengan pendekatan kualitatif. Mengkategorikan tipe-tipe berdasarkan sistem spasial, sistem fisik dan sitem model. Kasus penelitian ditentukan dengan stategi acak (random sampling). Metode yang digunakan adalah metode observasi dan survey.

Dapat dijadikan bahan referensi dalam menentukan dasar atau acuan untuk mengkategorikan tipe-tipe

Firzal (2011) Tipologi Bangunan Tua

Mengklasifikasikan bangunan yang berada dalam lingkup kawasan konservasi di Kota Siak Sri Indrapura Kabupaten Siak, melalui identifikasi tipikal desain elemen bangunan.

Pendekatan penelitian dilakukan secara kuantititatif dan kualitatif. Pengambilan data primer dilakukan melalui survey lapangan. Diiringi dengan studi literatur, studi kawasan, teoritikal, studi empiris terhadap laporan penelitian terdahulu.

Dapat dijadikan bahan referensi dalam menentukan dasar atau acuan untuk mengkategorikan tipe-tipe

Dyah (2007) Tipologi Perubahan Wajah Bangunan Rumah Jengki Di Kawasan Pakubuwono Jakarta Selatan

Mengetahui tipologi perubahan fasade bangunan rumah jengki di kawasan Pakubuwono Jakarta Selatan.

Metode yang digunakan adalah pola rasional deduktif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif, melalui prosedur tahapan penelitian yaitu studi pustaka mengenai sejarah arsitektur jengki dan teori tipologi bangunan, observasi lapangan pada lokasi pengamatan yang telah ditentukan dan analisa dari data yang diperoleh di lapangan.

Dapat dijadikan bahan referensi dalam metode penelitian yang digunakan

Tabel 2.1 Kajian Pustaka

Page 15: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

15

Nama Penulis, Tahun

Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Kegunaan Penelitian Bagi

Penulis/Peneliti Zubaidi, (2009) Arsitektur Kaili Sebagai

Proses Dan Produk Vernakular

Mengetahui karakteristik atau tipologi arsitektur Kaili, yang merupakan warisan arsitektur vernacular

Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif naturalistic. Pengamatan dilakukan atas sifat-sifat dasar melalui tiga cara yaitu pengamatan berdasarkan spatial system, physical system dan stylistic system

Dapat dijadikan bahan referensi dalam menentukan dasar atau acuan untuk mengkategorikan tipe-tipe

Sudrajat, dkk (2010)

Perkembangan Tipologi Rumah Vernakular dan Responnya Terhadap Bahaya Gempa Studi Kasus Desa Duku Ulu, Bengkulu

Mengetahui tipologi rumah vernakular di Desa Duku Ulu dilihat dari perkembangan atau perubahan wujud bangunan rumah vernakular

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi lapangan, wawancara terstruktur, FGD (forum group discussion) dengan masyarakat lokal, dan dokumentasi. Empat aspek yang digunakan sebagai dasar pengamatan yaitu: bentuk bangunan rumah vernakular, sistem struktur, metode membangun, dan material yang digunakan.

Dapat dijadikan bahan referensi dalam menentukan dasar atau acuan untuk mengkategorikan tipe-tipe

Listiyanti, (2010)

Transformasi Rumah Panggung pada Permukiman Pesisir Jakarta Utara ( Studi Kasus: Permukiman Nelayan Angke dan Permukiman Marunda)

Mengetahui proses transformasi dan faktor-faktor yang menyebabkan adanya keragaman rumah panggung di pesisir Jakarta Utara

Metode yang digunakan adalah metode deskripsi dengan pendekatan campuran yaitu kualitatif dankuantitatif. Pengamatan dilakukan dengan melihat faktor yang menyebabkan transformasi terjadi. Kemudian faktor-faktor tersebut menjadi alasan munculnya ragam rumah panggung di pesisir Jakarta Utara

Dapat dijadikan bahan referensi mengenai rumah panggung dan faktor-faktor yang menyebabkan adanya keragaman rumah panggung

(Sumber : Lihawa (2008), Firzal (2011), Dyah(2007), Zubaidi (2009), Sudrajat, dkk (2010), Listiyanti (2010))

Page 16: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

16

2.2 Kerangka Berpikir

Berdasarkan konteks studi, diketahui bahwa rumah tinggal di Loloan berupa

rumah panggung yang terdiri dari beragam wujud. Studi tipologi digunakan untuk

mengklasifikasikan beragam wujud rumah panggung berdasarkan sistem spasial.

Ada dua permasalahan yang diangkat yaitu seperti apa tipologi wujud rumah

panggung di Loloan berdasarkan sistem spasial dan faktor-faktor yang

melatarbelakangi munculnya tipologi rumah panggung di Loloan.

Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi literatur,

wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi terhadap objek rumah panggung

dan selanjutnya dipilih objek rumah panggung sebagai wakil yang akan diuraikan

lebih lanjut untuk membantu menjawab permasalahan yang dikemukakan.

Analisis dilakukan dengan beracuan pada teori sehingga diperoleh jawaban

rumusan permasalahan pertama dan permasalahan kedua. Hasil temuan dari

permasalahan satu dan dua saling dikaitkan, didialogkan untuk sampai pada

kesimpulan akhir. Berikut ini merupakan kerangka berpikir penelitian agar

pembaca lebih memahami alur penelitian yang dimaksud peneliti:

Page 17: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

17

Tabulasi data dan analisa hasil wawancara dan observasi

wawancara, observasi, dokumentasi

Landasan Teori

Rumusan Masalah 2: Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi munculnya tipologi rumah panggung di Loloan?

Konteks Studi : - Rumah panggung di Loloan terdiri dari beragam wujud - Studi tipologi arsitektur dijadikan dasar untuk mengetahui beragam wujud rumah panggung

di Loloan - Sistem spasial digunakan sebagai dasar dalam menentukan tipologi wujud rumah panggung

di Loloan

Rumusan Masalah 1: Seperti apa tipologi wujud rumah panggung di Loloan berdasarkan sistem spasial?

Tabulasi data, komparasi rumah panggung asli dan ragam wujud

rumah panggung yang ada

Simpulan

Faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya tipologi wujud rumah panggung di Loloan

Tipologi wujud rumah panggung di Loloan berdasarkan sistem spasial

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Break Down

wawancara, observasi, studi literatur

Page 18: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

18

2.3 Konsep

Pada konsep akan diuraikan definisi operasional penelitian agar tidak

menimbulkan persepsi yang berbeda antara penulis/peneliti dengan pembaca.

Konsep yang diuraikan yaitu mengenai tipologi bangunan, rumah tinggal, wujud

rumah tinggal dan rumah panggung di Loloan. Berikut uraian mengenai konsep

penelitian:

2.3.1 Tipologi Bangunan

Dalam ilmu arsitektur mengenal adanya studi tipologi. Rafael Moneo dalam

Sulistijowati (1991:11) mengungkapkan:

Tipologi secara etimologi berasal dari kata typos yang artinya akar dari dan kata logos yang artinya pengetahuan atau ilmu. Tipologi merupakan sebuah konsep yang memilah sebuah kelompok objek berdasarkan kesamaan sifat-sifat dasar atau dapat diartikan pula bahwa tipologi adalah tindakan berfikir dalam rangka pengelompokkan. Analisa tipologi dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu menganalisa tipologi dengan cara menggali dari sejarah, mengetahui fungsi suatu objek dan mencari bentuk sederhana suatu bangunan melalui pencarian bangun dasar serta sifat dasarnya.

Menurut Johnson (1994) dalam Barliana (2010: 25):

Tipologi adalah kajian tentang tipe. Tipe berasal dari kata typos (bahasa Yunani), yang bermakna impresi, gambaran atau figur dari sesuatu. Secara umum, tipe sering digunakan untuk menjelaskan bentuk keseluruhan, struktur, atau karakter dari suatu bentuk atau objek tertentu.

Menurut Rossi (1984) dalam Salura (2008:8):

Bila ditinjau dari objek bangunan, tipologi terbagi atas tiga hal pokok, yaitu site (tapak) bangunan, form (bentuk) bangunan dan organisasi bagian-bagian bangunan tersebut

Page 19: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

19

Antariksa (2010) menyebutkan :

Tipologi merupakan sebuah bidang studi yang mengklasifikasikan, mengkelaskan dan mengelompokkan objek dengan berdasarkan aspek-aspek/kaidah-kaidah tertentu, seperti fungsi, bentuk maupun gaya. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai tipologi yang telah diuraikan,

dalam penelitian ini tipologi dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas klasifikasi

dan pengelompokan. Tipologi merupakan konsep untuk mendeskripsikan

kelompok objek berdasarkan atas kesamaan sifat-sifat dasar. Studi tipologi

digunakan untuk mengklasifikasikan keragaman wujud dan kesamaan jenis

arsitektur rumah panggung di Loloan, Jembrana. Tipologi dalam penelitian ini

dikaitkan langsung dengan objek arsitektural, karena pada dasarnya arsitektur

adalah aktifitas yang menghasilkan suatu objek. Dengan demikian, dalam

penelitian ini selain mengklasifikasikan rumah panggung di Loloan juga

dilakukan penelusuran faktor-faktor yang melatarbelakangi munculya tipologi

rumah panggung di Loloan.

2.3.2 Wujud Rumah Panggung

Konsep wujud rumah tradisional, umumnya berkaitan dengan pandangan

kosmologis. Shima (2006:23) menyatakan:

Rumah adalah mikrokosmos yang merupakan replika dari makrokosmos (jagad-raya) dan simbol dari wujud manusia

Dalam masyarakat tradisional banyak yang menganggap bahwa jagad raya

tersusun dari tiga susunan yakni dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah.

Simbol wujud manusia berkaitan dengan susunan kepala, badan dan kaki.

Page 20: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

20

Pembagian dunia atas disejajarkan dengan kepala, dunia tengah dengan badan dan

dunia bawah dengan kaki (Shima, 2006:22).

Dunia atas atau kepala mencerminkan bagian atas rumah (atap dan loteng),

dunia tengah atau badan mencerminkan badan rumah (ruang tempat tinggal) dan

dunia bawah atau kaki mencerminkan kaki rumah (tiang dan kolong). Secara

umum pembagian dunia itu bahwa dunia atas adalah dunia dewa, Tuhan dan

makhluk suci lainnya. Dunia tengah adalah dunia kehidupan manusia dan

makhluk hidup lainya. Dunia bawah adalah kehidupan para jin dan roh jahat.

Dengan demikian dunia atas melambangkan segala sesuatu yang baik, suci dan

yang paling dihormati oleh karenanya pada rumah biasanya pada bagian ini

berfungsi sebagai tempat menyimpan barang pusaka yang disucikan dan tempat

menyimpan padi. Dunia tengah melambangkan kehidupan dan tempat aktivitas

manusia, oleh karenanya pada rumah biasanya sebagai tempat tidur, masak,

menerima tamu dan aktivitas-aktivitas sehari-hari lainnya. Dunia bawah

melambangkan segala sesuatu yang kotor, jahat dan menakutkan, oleh karenanya

pada rumah biasanya sebagai tempat hewan dan alat/benda kotor (Shima,

2006:22).

Dalam kaitannya dengan orientasi terdapat berbagai pertimbangan baik

teknis maupun non teknis. Pertimbangan teknis biasanya berkaitan dengan arah

matahari terbit dan tenggelam, letak akses transportasi (jalan, sungai, laut) dan

keadaan topografi lahan. Pertimbangan arah yang non teknis biasanya berkaitan

dengan konsepsi tempat suci (Shima, 2006:25)

Page 21: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

21

2.3.3 Rumah Panggung di Loloan

Menurut salah seorang tokoh Loloan, Haji Mussadad, ciri rumah panggung

Loloan yaitu untuk menguatkan kayu satu dengan kayu lain tak ada satu pun paku

yang dipergunakan dalam konstruksi rumah panggung. Kayu yang digunakan

yaitu jenis kayu tangi. Kayu tangi digunakan untuk membuat tiang rumah

panggung Loloan. Kayu tangi banyak ditemukan di wilayah Loloan. Kayu tangi

sangat kokoh untuk menyangga bangunan. Biasanya, sebagai sendi dipilih batu

atau kayu tengulun. Kayu tengulun merupakan jenis kayu anti rayap. Jika

ditempatkan di tanah, tidak akan pernah dimakan rayap. Kayu tangi kemudian

diletakkan di atas kayu tengulun. Sebuah rumah panggung mempergunakan 12, 16

atau 20 tiang. Ciri lain dari rumah panggung Loloan ialah menggunakan genteng

Palembang. Genteng Palembang warnanya merah dan jarang ditumbuhi lumut.

Diperkirakan genteng Palembang dibawa ketika para pedagang berlayar ke

Palembang dan berjualan di sana, kembalinya ke Loloan mereka membawa

genteng (Bali Post, 30 Juni 2005)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ali Nazri, seorang pembuat rumah

panggung Loloan (24 Desember 2012), rumah panggung Loloan tersusun atas tiga

bagian yaitu lantai dasar/kolong, lantai tengah/induk dan lantai atas/loteng yang

disebut para-para. Terdapat dua buah tangga untuk menghubungkan lantai

bawah/kolong dengan lantai tengah atau induk. Tangga depan digunakan untuk

tamu sedangkan tangga belakang digunakan untuk penghuni rumah atau kerabat

dekat.

Page 22: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

22

Lantai bawah/kolong awalnya dibiarkan kosong. Hanya digunakan sebagai

peninggian untuk mengantisipasi banjir. Semenjak dibangun permukiman di

sekitar sungai Ijo Gading yaitu di wilayah Loloan, sungai Ijo Gading mengalami

pelurusan dan tidak pernah dilanda banjir besar lagi. Masyarakat Loloan

memanfaatkan lantai dasar/kolong sebagai tempat untuk menyimpan peralatan

rumah tangga, peralatan bekerja, meyimpan kayu bakar dan bisa juga

dimanfaatkan sebagai kandang ternak. Lantai dasar/kolong mempergunakan

penutup gedek karena itulah, ruangan bisa multifungsi. Lantai tengah/induk

terbagi menjadi 3 bagian yaitu bagian depan, tengah dan belakang. Bagian depan

terdapat ruangan yang disebut serambi/amben dan ruang depan. Di bagian tengah,

terdapat bilik/kamar tidur. Di belakang, dimanfaatkan sebagai dapur. Lantai

atas/loteng yang disebut para-para. Terdapat tangga untuk naik ke loteng/para-

para (Ali Nazri, 24 Desember 2012)

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan (2012), seiring perkembangan

jaman, rumah panggung Loloan memiliki beragam wujud. Ragam wujud tersebut

muncul akibat modifikasi yang dilakukan pemilik/penghuni rumah agar dapat

menampung kebutuhan ruang yang semakin berkembang seiring kemajuan jaman.

Masyarakat Loloan masih menyebut rumah mereka dengan sebutan rumah

panggung jika modifikasi yang dilakukan masih mempertahankan lantai

tengah/induk dan kolom bangunan. Jika modifikasi yang dilakukan telah

menghilangkan tengah/induk dan menghilangkan kolom bangunan, maka tidak

disebut rumah panggung lagi.

Page 23: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

23

Konsep rumah panggung menurut masyarakat Loloan tersebut dijadikan dasar

untuk mengidentifikasi populasi rumah panggung yang ada di Loloan sehingga

diketahui rumah yang masih tergolong rumah panggung dan rumah yang sudah

bukan rumah panggung.

2.3.4 Sistem Spasial

Secara terminologis, spasial adalah ruang fisik yang terbentuk pada

lingkungan permukiman, rumah tinggal dan bentuk bangunan yang terjadi karena

faktor yang berkembang di lingkungan masyarakat (Mulyati, 1995:46).

Menurut Ronald (2005:47):

Spasial adalah sesuatu yang terkait dengan lingkungan atau yang dibatasi oleh permukaan tanah sebagai bidang dasar dan udara di atasnya sebagai rongga. Batas-batas spasial yang lain dapat berupa relung-relung yang terbentuk secara alamiah atau buatan yang menjadi relief permukaan tanah, tumbuh-tumbuhn dan bangunan buatan manusia.

Nuswantoro (2004:5) mengungkapkan:

Sistem spasial dapat digambarkan sebagai keterkaitan antara man, space, dan time. Manusia selalu dihubungkan dengan ruang dan waktu sehingga dalam aplikasi penggunaaannya dapat dikategorikan dalam dua kategori yaitu struktur spasial dan nilai spasial. Struktur spasial berkaitan dengan fisik ruang yaitu organisasi ruang, hirarki ruang, orientasi ruang, akses/sirkulasi ruang, teritori fisik ruang (dinding, lantai, plafon). Nilai spasial berhubungan dengan makna spasial berkaitan pemanfaatan ruang, dimensi ekonomi dan hubungan antar penghuni (sosial).

Habraken (1988:5)

Mengungkapkan sistem spasial (spasial sistem) berkaitan dengan denah yang meliputi organisasi ruang, orientasi dan hirarki ruang. Berdasarkan pengertian mengenai spasial, spasial sangat penting dan

merupakan unsur pokok dalam memahami arsitektur. Spasial berfungsi sebagai

Page 24: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

24

wadah aktivitas manusia baik secara fisik maupun psikis. Seluruh aktivitas

manusia yang ditentukan oleh pengetahuan sosial budaya yang dimilikinya,

aktifitas yang dilakukan tersebut membentuk sebuah keteraturan yang secara sadar

atau tidak dilakukan oleh pelaku aktivitasnya. Hal tersebut juga mengakibatkan

sistem spasial dapat terlihat sebagai hubungan antara arsitektur, lingkungan dan

budaya tempat spasial tersebut berada. Sistem spasial pada penelitian ini yaitu

struktur ruang. Struktur ruang berkaitan dengan fisik ruang. Fisik ruang yang

dibahas sesuai dengan pendapat Habraken yaitu berkaitan dengan denah yang

meliputi organisasi ruang, orientasi dan hirarki ruang.

Menurut Ching (2000:189), organisasi ruang adalah pembagian tata ruang

pada bentukan yang sudah ada. Bentuk-bentuk organisasi ruang terdiri dari:

1. Organisasi terpusat Merupakan komposisi terpusat dan stabil yang terdiri dari sejumlah ruang sekunder, dikelompokkan mengelilingi sebuah ruang pusat yang luas dan dominan

2. Organisasi linier Pada dasarnya terdiri dari sederetan ruang yang dapat berhubungan secara langsung satu dengan yang lain atau dihubungkan melalui ruang linier yang berbeda dan terpisah

3. Organisasi radial Memadukan unsur-unsur terpusat maupun linier. Organisasi ini terdiri dari ruang pusat yang dominan dimana organisasi liniernya berkembang menurut arah jari-jarinya. Organisasi radial adalah sebuah bentuk yang eksovert

4. Organisasi cluster Merupakan kelompok ruang berdasarkan kedekatan hubungan atau bersama-sama memanfaatkan satu ciri atau hubungan visual

5. Organisasi grid Terdiri dari bentuk-bentuk dan ruang-ruang yang posisinya dalam ruang dan hubungan antar ruang diatur oleh pola atau bidang grid tiga dimensi

Page 25: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

25

Orientasi menurut Ching (2000:198):

Orientasi adalah posisi relative suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata angin atau terhadap pandangan seseorang yang melihatnya.

Menurut Ching (2000:338), prinsip hirarki ruang berlaku secara umum, walaupun

terdapat perbedaan diantara bentuk-bentuk ruangnya. Perbedaan menggambarkan

derajat kepentingan dari bentuk dan ruangnya, serta peran-peran fungsional,

formal dan simbolis yang dimainkan di dalam organisasinya. Suatu bentuk atau

ruang yang dianggap penting dan menonjol terhadap suatu organisasi harus dibuat

unik. Hal ini dapat dicapai dengan menegaskan bentuk atau wujud dengan ukuran

luar biasa, wujud yang unik atau lokasi yang strategis. Bentuk atau ruang yang

memiliki keutamaan hirarki dibuat lebih bermakna dan menonjol dengan

pengecualiaan norma yang ada. Ching (2000:339), membagi hirarki ruang atas

tiga kategori yaitu:

1. Hiraki ruang menurut ukuran Pada umumnya keadaan dominan ini diperlihatkan melalui ukuran unsur yang tidak seperti biasa (tidak lazim). Suatu unsur dapat juga mendominasi dengan menonjolkan ukuran yang lebih kecil dari yang lain di dalam organisasi.

2. Hirarki menurut wujud Sebuah ruang atau bentuk dapat terlihat dominan dan menjadi penting dengan mebedakan wujudnya secara jelas dari unsur-unsur lain di dalam komposisinya

3. Hirarki menurut penempatan Ruang atau bentuk dapat ditempatkan secara strategis agar perhatian tertuju padanya sebagai unsur yang paling penting di dalam suatu komposisi.

Page 26: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

26

2.3.5 Dasar Hukum Islam Dalam Perancangan Rumah Tinggal

Al-Qur’an dan Al-Hadist merupakan acuan bagi umat Islam dalam

mengambil keputusan dan dalam melakukan kegiatan sekecil apapun. Al-Qur’an

adalah kitab suci agama Islam, merupakan firman Tuhan yang tertulis dan

menjadi pegangan hidup utama bagi umat Islam, sedangkan Al-Hadist adalah

segala ucapan dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang dijadikan pedoman

bagi kehidupan. Apabila sesuatu hal tidak diatur dalam Al-Qur’an maupun Al-

Hadist, maka seorang muslim wajib melakukan ijtihad. Ijtihad berarti pencurahan

segenap kemampuan untuk mendapatkan jalan keluar bagi suatu permasalahan

dengan menggunakan akal semaksimal mungkin, di mana jalan keluar tersebut

tidak bertentangan dengan Al-Qur’an maupun Al-Hadist (Rasyidi, 2000:19).

Dalam Al-Quran dan Al-Hadist memang tidak tertulis bagaimana

seharusnya bentuk, susunan, maupun tatanan sebuah rumah tinggal. Karena itulah

kaum muslim diwajibkan untuk melakukan ijtihad sebagai upaya merancang

rumah tinggal yang tidak hanya sesuai dengan Al-Hadist tapi juga dapat

mendukung ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Ini

berarti merupakan kesempatan bagi umat Islam untuk berkreasi dan berkarya

sesuai dengan kebutuhan dan keadaan (Rasyidi, 2000:20).

Zain (2010), mengungkapkan pandangan hidup Islam sangat menjunjung

tinggi norma yang mengatur hubungan antara manusia baik antara anggota

keluarga, kerabat dekat, tetangga maupun antara status sosial dalam hal ini orang

tua dan wanita. Masyarakat Melayu yang beragama Islam contohnya, mencoba

untuk mewujudkan ajaran agama Islam dalam penempatan suatu ruang. Wanita

Page 27: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

27

senantiasa diposisikan pada tempat yang terlindung dari pandangan bukan muhrim

atau aktivitas yang membutuhkan eksploitasi tenaga. Jika wanita ingin

berpartisipasi untuk menambah penghasilan suami seperti menenun, membuat kue

atau makanan lainnya maka mereka melakukan aktivitas dengan tetap

menghindari kedua kondisi tadi. Islam memang secara tegas memberikan batas

antara pria dan wanita yang berpotensi menikah. Konsep multi entrance

merupakan dampak dari kedua konsep sebelumnya. Pemisahan daerah aktivitas

pria dan wanita menyebabkan adanya akses yang berbeda menuju kedua daerah

tersebut sehingga dapat menghindari kontak antara pria dan wanita.

Zain (2010) juga mengungkapkan ruang keluarga yang merupakan bagian

dari rumah. Ruang keluarga ditempatkan sebagai bagian penting dari rumah untuk

menciptakan suasana keluarga yang Islami serta mencetak pribadi-pribadi yang

selalu berpegang dengan ajaran Islam. Pribadi-pribadi dalam hal ini ayah, ibu,

anak dan anggota keluarga yang lain, merupakan bagian dari komunitas

masyarakat tempat dimana mereka berada. Ruang keluarga dimaksudkan sebagai

tempat berinteraksi antara orang tua dengan anak atau anggota keluarga lainnya.

Ruang ini biasanya digunakan sebagai tempat bercengkerama antara seluruh

anggota keluarga di waktu-waktu tertentu ataupun digunakan sebagai tempat

belajar bagi anak-anak sedangkan orang tua berperan mengawasi dan membantu

apabila terdapat kesulitan yang dialami sang anak dalam memahami pelajaran. Di

ruang keluarga orang tua berkesempatan menanyakan keadaan anak-anak seperti

masalah sekolah, pergaulan anak atau memberikan wejangan sehingga ada fungsi

kontrol dari orang tua terhadap anak.

Page 28: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

28

2.4 Landasan Teori

Teori yang diuraikan dipergunakan sebagai acuan untuk membahas

permasalahan yang diangkat. Adapun teori-teori yang digunakan yaitu sebagai

berikut:

2.4.1 Wujud Arsitektur

Menurut Hendraningsih, dkk (1982:9):

Wujud merupakan unit yang mempunyai unsur garis, lapisan, volume, tekstur dan warna. Kombinasi keseluruhan unsur tersebut, menghasilkan suatu ekspresi. Wujud dalam arsitektur selalu dirangkai dengan kata bangunan menjadi istilah wujud bangunan.

Menurut Ching (2000:34),

Wujud merupakan sebuah istilah yang memiliki beberapa pengertian. Wujud dapat dihubungkan sebagai penampilan luar saja yang dapat dikenali seperti sebuah kursi atau tubuh seseorang yang mendudukinya. Namun, wujud juga dapat dihubungkan baik dengan struktur internal maupun garis eksternal serta prinsip yang memberikan kesatuan secara menyeluruh.

Ching (1996:10-11) juga mengungkapkan:

Dalam desain arsitektur, terdapat unsur-unsur yang membentuk wujud suatu bangunan, membedakan antara bagian dalam dan membentuk batas-batas ruang interiornya, yaitu kolom/tiang, atap, dinding dan lantai

Habraken (1988:5) menawarkan tiga cara dalam mengelompokkan wujud

arsitektur, yaitu :

a. Sistem spasial (spasial sistem): sistem spasial yaitu berkaitan dengan denah yang meliputi bentuk denah, organisasi ruang, orientasi dan hirarki ruang.

b. Sistem fisik (physical sistem): sistem fisik yaitu yang berkaitan dengan penggunaan material-material elemen-elemen konstruksi penyusun bangunan seperti atap, dinding, lantai termasuk kolom yang digunakan dalam mewujudkan suatu fisik bangunan.

Page 29: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

29

c. Sistem model/tampilan (stylictic sistem): sistem model adalah yang berkaitan dengan tampak depan/fasade yaitu meliputi pintu dan jendela termasuk ventilasi serta ragam hias

Ketiga cara tersebut dapat digunakan untuk melihat wujud arsitektur sehingga

wujud-wujud yang ada dapat dikelompokkan ke dalam tipe. Ketiga sistem yang

ada juga dapat berdiri sendiri. Habraken (1988:7), dari ketiga cara tersebut sistem

spasial merupakan yang paling mendasar dan paling stabil karena terbentuk sesuai

dengan pola tingkah manusia. Rumah yang masih mempertahankan pola ruang

yang ada, dapat mengadopsi material dan teknologi baru.

Hal serupa juga diungkapkan Hendraningsih, dkk (1982:4):

Arsitektur pada mulanya lahir semata-mata dari pola tingkah manusia menghadapi kebutuhan manusia akan tempat tinggal yang dapat memberikan perlindungan terhadap alam dalam rangka mempertahankan hidupnya. Setelah manusia berhasil mempertahankan hidupnya, dia mulai mencari kesenangan dan kepuasan batin dari benda-benda yang mampu mempertahankan hidupnya, salah satunya adalah tempat tinggalnya. Dengan keahlian yang dimiliki, manusia mulai bermain dengan keindahan bentuk, warna, tekstur pada tempat tinggal.

Berdasarkan teori tersebut, tipologi wujud rumah pada penelitian ini dilihat

berdasarkan sistem spasial. Sistem spasial nantinya akan dijadikan dasar dalam

menentukan tipologi rumah.

2.4.2 Arsitektur sebagai Produk Budaya

Menurut Ir. T. Soemardjan dalam Frick (1996:28) :

Arsitektur adalah cerminan kebudayaan. Arsitektur sebagai suatu karya kesenian hanya bisa tercapai dengan dukungan masyarakat yang kuat.

Page 30: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

30

Dari pernyataan tersebut, arsitektur memiliki keterkaitan yang sangat mendalam

terhadap kebudayaan. Hal ini senada dengan perkataan Prof. Ir. VR. Van

Romondt yang dikutip oleh Myrtha Soeroto (2007:5):

Dibandingkan bentuk kesenian lainnya seni arsitektur adalah ekspresi kebudayaan yang lebih dapat dipercaya, karena jatuh bangunnya kebudayaan pasti akan diikuti oleh arsitekturnya.

Dengan demikian, budaya merupakan faktor pembentuk citra dari sebuah karya

arsitektur. Budaya menjadi titik tolak terhadap lahirnya wujud arsitektur.

Kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1987: 2-9) adalah keseluruhan gagasan

dan karya manusia yang diperoleh dan diturunkan dari generasi ke generasi

melalui proses belajar. Kebudayaan itu sendiri memiliki tiga wujud yaitu: (1)

wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,

norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2) wujud kebudayaan sebagai suatu

kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia daam masyarakat, (3) wujud

kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Kebudayaan juga memiliki

tujuh unsur universal yaitu: (1) sistem religi dan upacara keagamaan, (2) sistem

organisasi kemasyarakatan, (3) sistem pengetahuan, (4) bahasa, (5) kesenian, (6)

sistem mata pencaharian hidup, (7) sistem teknologi dan peralatan.

2.4.3 Rumah sebagai Produk Arsitektur

Yudohusodo (1991: 432) mengungkapkan:

Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau rumah dan sarana pembinaan keluarga.

Rumah selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau rumah yang digunakan untuk

berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah juga

Page 31: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

31

merupakan tempat awal pengembangan kehidupan. Pengertian rumah tidak hanya

sebagai bangunan rumah saja juga dikemukakan oleh Pedro Arrupe yang dikutip

oleh Budihardjo (1987: 57):

A House is much more than building. It is social context of family life the place where man loves and shares with those who are closed to him.

Rumah bukan semata-mata merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri

dari pengaruh fisik belaka, melainkan juga harus mampu memenuhi hasrat

psikologis dalam membina keluarga.

Konsep arsitektur rumah tinggal tradisional di Indonesia tidak lepas dari

perikehidupan masyarakatnya, sementara dalam tatanan kehidupan mereka masih

mengikuti tatanan hidup yang rumit, segala sesuatu serba tersirat, penuh dengan

pemaknaan. Menurut Dewi (2003:30):

Berbicara mengenai arsitektur rumah tinggal tradisional di Indonesia tentunya berbeda dengan arsitektur rumah tinggal di Barat. Wujud yang hadir pada arsitektur rumah tinggal tradisional di Indonesia selalu dipertalikan dengan makna “yang lebih dalam”, yang berada di balik bentukan yang terjadi, tidak berhenti hanya pada yang tersurat atau kasat mata. Penggunaan ruang yang terjadi tidak hanya untuk menampung aktivitas fisik sehari-hari, tetapi juga spritual untuk memperoleh ketenangan batin/jiwa. Rumah merupakan salah satu produk arsitektur yang mempunyai peran

penting dalam kehidupan manusia. Rumah adalah merupakan kebutuhan dasar

manusia berpengaruh besar terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia lainnya

seperti sandang, pangan dan kesehatan. Rumah sebagai produk arsitektur, maka

rumah adalah produk budaya.

Rapoport (1969:47), mengungkapkan membangun suatu rumah merupakan

gejala budaya, maka bentuk pengaturannya sangat dipengaruhi oleh budaya

Page 32: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

32

lingkungan dimana bangunan itu berada. Bentuk rumah tinggal tidak sesederhana

dari hasil bentukan fisik atau dari faktor tunggal lainnya, tetapi merupakan

konsekuensi dan cangkupan faktor-faktor budaya dalam pengertian luas.

Hubungan antara rumah dan kebudayaan adalah rumah dan lingkungan

merupakan suatu ekspresi masyarakat tentang budaya, agama, struktur sosial dan

hubungan sosial antar individu. Sehingga faktor budaya menjadi sangat penting

sebagai faktor yang menentukan wujud rumah tinggal.

2.4.4 Perubahan Wujud Rumah

Dalam kaitannya dengan elemen pembentuk ruang dalam suatu site, ada

tiga dasar yang dapat dikatakan sebagai indikasi suatu perubahan Habraken (1982:

14). Ketiga hal tersebut meliputi :

a. Penambahan (addition): penambahan suatu elemen dalam suatu site sehingga terjadi perubahan. Misalnya menambah sekat partisi pada suatu ruang sehingga ruang yang tercipta bertambah. Menambah elemen fasad (pintu, jendela atau elemen fasad lainnya) pada bidang pelingkup tertentu dan sebagainya.

b. Pengurangan/membuang (elimination): adalah pengurangan suatu elemen dalam suatu site sehingga terjadi perubahan. Misalnya, membongkar salah satu bidang dinding ruangan dengan maksud memperluas ruang atau menyatukan dua ruangan menjadi satu, menghilangkan jendela pada fasad dan mengganti model jendela tersebut juga termasuk perubahan akibat pengurangan elemen pada suatu bagian ruang

c. Pergerakan/perpindahan (movement): adalah perubahan yang disebabkan oleh perpindahan atau pergeseran elemen pembentuk ruang pada suatu site. Misalnya memindahkan atau menggeser posisi bidang dinding pada suatu ruang ke tempat lain atau ke sisi lain, memindahkan posisi tangga, memindahkan posisi pintu dari satu sisi ke sisi lain pada fasad atau bidang ruang lainnya juga termasuk pergerakan menyebabkan suatu fisik bangunan dikatakan berubah.

Banyaknya kebutuhan manusia, membuat kebutuhan pada rumah pun

berubah. Perubahan/transformasi rumah dipengaruhi oleh dua faktor (Habraken,

Page 33: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

33

1976:39-41). Pertama, faktor internal yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri

seseorang berupa penambahan anggota keluarga, perkembangan kebutuhan, dan

perubahan gaya hidup. Kedua, faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kepribadian seseorang yang berasal dari luar dirinya, seperti latar

belakang budaya dan latar belakang pendidikan.

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Budihardjo (1984:56), menurutnya

rumah yang didistribusikan sebagai paket barang jadi atau kemasan (seperti

contohnya rumah susun), tanpa peluang untuk tumbuh mungkin kurang cocok

untuk keluarga Indonesia yang tidak terbatas pada nuces family melainkan lebih

cenderung berupa extended family. Rumah tidak hanya dihuni ayah, ibu dan anak

tepi sering juga ipar, kemenakan, menantu, nenek bahkan bekas tetangga di

kampong. Untuk itu suatu rumah perlu memebrikan kesempatan atau peluang

kepada tiap keluarga untuk dapat berkreasi sarat dengan inovasi, menencana dan

membangun rumahnya dengan penuh keluwesan agar selalu tanggap terhadap tiap

perubahan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa fenomena

perubahan yang terjadi pada kehidupan manusia merupakan suatu hal yang

alamiah dan tidak dapat dihindari. Fenomena tersebut memberikan pengaruh pada

rumah yang ditinggali manusia. Meningkatnya kebutuhan dan berubahnya pola

dalam keluarga juga turut mempengaruhi kebutuhan ruang dalam rumah.

Rapoport menyatakan perubahan rumah dalam konteks perubahan kebudayaan

tidak berlangsung secara spontan dan menyeluruh akan tetapi tergantung

kedudukan elemen yang berubah dalam sistem kebudayaan secara keseluruhan

(Rapoport, 1983:261-262). Rapoport membagi elemen tersebut atas:

Page 34: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

34

1. Elemen inti (core element) yang sulit berubah, bersifat tetap atau tidak bisa dihilangkan dan menjadi identitas pemilik arsitektur tersebut

2. Elemen pinggiran (peripheral element) merupakan bagian yang tidak terlalu penting dan mudah berubah

3. Elemen tambahan (new element) yaitu elemen-elemen tambahan yang menjadi bagian baru.

2.4.5 Faktor yang Melatarbelakangi Munculnya Ragam Wujud Rumah

Menurut Haryadi dan Setiawan (1995:64), faktor religi atau kepercayaan

dipandang sangat berpengaruh pada bentuk dan pola rumah, bahkan dalam

masyarakat tradisional cenderung merupakan faktor dominan dibandingkan

faktor-faktor lain

Menurut Miarsono (1997) dalam Budihardjo (1997:149), bahwa arsitektur

dan lingkungan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, bukan hanya

dipengaruhi oleh iklim, teknologi, bahan bangunan dan ekonomi, dimana semua

faktor ini menghasilkan wujud bangunan. Bangunan bukan sekedar objek atau

suatu bentuk struktur saja, melainkan sebagai suatu institusi dasar suatu budaya.

Rapoport (1969: 18-26) dalam buku House Form and Culture menjelaskan

tentang teori alternatif wujud. Ia menyatakan bahwa :

Terciptanya suatu wujud atau model disebabkan oleh beberapa faktor yaitu primary atau primer dan modifying factors atau sekunder. Primary factors meliputi faktor sosial budaya, sedangkan modifying factors mencangkup faktor iklim, faktor bahan atau material, faktor konstruksi, faktor teknologi dan faktor lahan”. Faktor iklim bukanlah faktor utama yang menentukan wujud karena pada

kenyataannya terdapat banyak variasi wujud yang lahir di daerah yang beriklim

sama. Faktor bahan atau material, konstruksi dan teknologi juga tidak

mempengaruhi bentuk secara langsung. Bahan dapat ditentukan kemudian setelah

Page 35: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

35

wujud yang diinginkan sudah terbayang. Akan tetapi ketiga faktor tersebut tetap

memberikan perbedaan tertentu terutama karena dengan mempertimbangkan

ketiga faktor tersebut dapat membantu mewujudkan wujud yang diinginkan.

Faktor sosial budaya meliputi pertimbangan-pertimbangan tentang agama

dan kepercayaan, keluarga dan struktur masyarakat, organisasi sosial, hubungan

sosial antar individu dan pandanganhidup. Pandangan hidup setiap orang yang

salah satunya dipengaruhi oleh hubungan manusia dan alam tentunya berbeda

sehingga berdampak pada cara setiap orang bertingkah laku dalam menjalani

hidup. Hal ini yang melahirkan keistimewaan suatu kebudayaan. Faktor sosial

budaya merupakan faktor yang sangat penting dalam proses lahirnya wujud

arsitektural. Namun demikian lahirnya suatu wujud tidak cukup dengan hanya

menjelaskan salah satu diantara sekian banyak faktor yang disebutkan

sebelumnya. Jauh lebih baik memperhatikan interaksi dari setiap faktor sekunder

yang berpengaruh dan juga memperhatikan fenomena budaya setempat yang

Amos Rapoport sebutkan sebagai faktor primer.

Berdasarkan hal tersebut maka faktor-faktor munculnya ragam wujud

rumah panggung di Loloan dilihat dari faktor sosial budaya dan faktor-faktor

lainnya seperti seperti faktor ekonomi, faktor geografis, iklim, bahan bangunan

dan sebagainya

Page 36: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

36

2.5 Model Penelitian

Model berikut ini akan menjelaskan secara menyeluruh kegiatan penelitian

yang dilakukan ke dalam sebuah diagram:

Rumusan Masalah 1:

Seperti apa tipologi wujud rumah panggung di Loloan?

TIPOLOGI RUMAH PANGGUNG DI LOLOAN BERDASARKAN SISTEM SPASIAL

- Teori tipologi wujud Habraken dilihat dari sistem spasial

- Teori indikasi perubahan wujud rumah Habraken

- Teori elemen Rapoport

- Teori Faktor yang Melatarbelakangi Munculnya Ragam Wujud Rumah Rapoport yaitu faktor penentu dan faktor pengaruh

Rumusan Masalah 2:

Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi munculnya ragam tipologi rumah panggung di Loloan?

Kesimpulan dan Saran

Kasus Penelitian

Gambar 2.2 Bagan Model Penelitian

Page 37: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

37

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dikemukakan tentang metode penelitian, yang mencakup

rancangan penelitian, lokasi penelitian, cara pemilihan sampel, jenis dan sumber

data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

3.1 Rancangan Penelitian

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif

rasionalistik. Muhadjir (1996:88) menjelaskan bahwa pendekatan rasionalistik

menuntut sifat holistik, obyek diteliti tanpa dilepaskan dari konteksnya. Desain

penelitian rasionalistik bertolak dari kerangka teori sebagai dasar atau acuan turun

ke lapangan dan untuk dasar menganalisis. Variabel dari penelitian ini mengacu

dari teori wujud oleh Habraken (1988:5) yaitu tipologi wujud dilihat melalui tiga

cara yaitu melalui sistem spasial, sistem fisik dan sistem model/tampilan. Sistem

spasial merupakan yang paling dasar sehingga sistem spasial digunakan sebagai

variabel yang akan digunakan sebagai dasar klasifikasi tipologi. Tabel 3.1 berikut

menunjukkan variabel penelitian:

Wujud Arsitektur Menurut Habraken (1988:5)

Wujud Rumah Panggung di Loloan Variabel

Sistem Spasial (spasial sistem)

Bentuk Denah Bentuk denah

Susunan ruang Lantai atas/loteng Susunan ruang lantai atas/loteng Lantai tengah/induk Susunan ruang lantai tengah/induk Lantai dasar/kolong Susunan ruang lantai dasar/kolong

Orientasi Orientasi Hirarki Hirarki

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

37

Page 38: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

38

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Loloan, Kabupaten Jembrana, Bali. Loloan terdiri

dari wilayah Loloan Barat dan Timur. Loloan Barat terletak di sebelah barat

sungai Ijo Gading. Loloan Timur terletak di sebelah timur sungai Ijo Gading.

Gambar 3.1 berikut menunjukkan lokasi wilayah Loloan. Gambar 3.2

menunjukkan peta wilayah penelitian.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian Sumber : http://www.jembranakab.go.id/, diakses 10 November 2012

Jembrana

Jembrana

Page 39: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

39

Gambar 3.2 Peta Wilayah Penelitian

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan penanaman Modal Pemerintah Kabupaten Jembrana dimodifikasi Pramesti, 2013

Jl. Ngurah Rai

Jl. Gilimanuk-Denpasar

Jl. Gilimanuk-Denpasar

Jl. Ngurah Rai

Kelurahan Loloan Timur

Kelurahan Loloan Barat

Kelurahan Lelateng

Kelurahan Banjar Tengah

Kelurahan Baler Agung

Kelurahan Dauh Waru

Desa Budeng

Desa Pengambengan

Kelurahan Banjar Tengah

Jl. Pahlawan

Sungai Ijo Gading

Kelurahan Baler Agung

Page 40: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

40

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data kualitatif dan

kuantitatif yang diperoleh dari sumber data yaitu sumber data primer dan sumber

data sekunder.

Data kualitatif merupakan data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang

mengandung suatu makna. Data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini

berupa: a) data gambaran umum lokasi penelitian, b) data informasi sejarah

muncul dan berkembangnya wilayah Loloan, c) data gambaran masa lalu rumah

panggung di Loloan, d) data hasil pengamatan wujud rumah panggung di Loloan,

e) data hasil wawancara mengenai alasan-alasan atau perubahan-perubahan yang

dilakukan pada rumah panggung, f) data penghuni rumah seperti nama, profesi,

agama/kepercayaan, aktivitas dan interaksi sehari-hari di rumah dalam

hubungannya dengan ruang-ruang rumah.

Data kuantitatif merupakan data yang disajikan dalam bentuk angka-angka

atau perhitungan-perhitungan. Data kuantitatif yang digunakan berupa: a) data

jumlah rumah panggung yang ada di Loloan, b) data jumlah penghuni rumah, c)

data jumlah objek yang memenuhi tipe.

Data kualitatif maupun data kuantitatif diperoleh dari sumber data yang dapat

dibedakan menjadi dua yaitu data yang diperoleh dari sumber langsung atau

disebut data primer dan data yang diperoleh secara tidak langsung atau yang

disebut data sekunder.

a. Data primer diperoleh dari hasil observasi baik itu pengamatan, pengukuran

dan dokumentasi langsung di lapangan dan data hasil wawancara dengan

Page 41: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

41

informan untuk mendapatkan informasi yang mendukung hasil penelitian.

Informan yang diwawancarai yaitu: a) instansi pemerintah seperti Lurah untuk

mendapatkan data dan gambaran lokasi penelitian, b) kepala lingkungan

masing-masing wilayah untuk mengetahui jumlah rumah panggung yang ada

di Loloan, c) tokoh masyarakat/sesepuh Loloan untuk mengetahui sejarah

Loloan, gambaran rumah panggung pada masa lalu, d) pemilik

rumah/penghuni rumah untuk mengetahui karakter rumah panggung Loloan

dan perubahan-perubahan yang dilakukan

b. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka pada buku, dokumen, artikel,

jurnal.

Lebih jelasnya mengenai jenis dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 3.2

berikut:

No

Tujuan Data Jenis Data Sumber Perolehan Data

1.

Mengetahui gambaran umum lokasi penelitian dan ragam rumah panggung di Loloan

Gambaran dan sejarah Loloan Kualitatif Studi literature Wawancara

Sekunder &Primer

Jumlah rumah panggung di Loloan Kuantitatif Wawancara,

observasi

Primer

2. Mengetahui ragam wujud rumah panggung di Loloan

Informasi mengenai rumah: ruang-ruang yang terdapat pada rumah, perubahan-perubahan yang dilakukan pada rumah

Kualitatif

Wawancara Observasi

Primer

3.

Mengetahui fator-faktor yang melatarbelakangi munculnya tipologi rumah panggung di Loloan

Identitas penghuni rumah: pekerjaan, jumlah penghuni rumah

Kualitatif Wawancara Primer

Tabel 3.2 Jenis dan Sumber Data

Page 42: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

42

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri yang dilengkapi dengan alat-alat

bantu seperti alat tulis, alat rekam, alat gambar dan kamera

3.5 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik stratified

random sampling. Menurut Azwar (2003:81) pengambilan kasus secara random

merupakan cara pengambilan objek dari populasi yang bersifat homogen atau

memiliki karakter yang mirip, sehingga setiap objek mendapatkan kesempatan

yang sama untuk dapat dipilih menjadi anggota kasus.

Populasi rumah panggung yang ada dikelompokkan berdasarkan kriteria

yaitu jumlah kepala keluarga, posisi rumah terhadap jalan, penambahan ruang,

penambahan fungsi ruang, dan penggunaan material. Lima kriteria tersebut

digunakan untuk mengelompokkan karakter rumah panggung yang ada.

3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting, karena untuk

mendapatkan data di lapangan diperlukan metode yang tepat sehingga data yang

diperoleh menjadi jelas dan akurat. Metode pengumpulan data yang digunakan

pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi: metode observasi merupakan pengamatan dan pencatatan dengan

sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi dalam penelitian ini

dilakukan secara langsung yaitu dengan pengamatan langsung di lapangan,

Page 43: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

43

b. Wawancara: wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dari pihak-

pihak yang terkait untuk memperoleh data yang akan diperlukan untuk

pembahasan. Wawancara dilakukan terhadap tokoh masyarakat yang dinilai

memiliki pengetahuan atau wawasan yang luas tentang sejarah Loloan dan

penghuni rumah yang mengetahui keadaan rumah. Wawancara dilakukan

dengan tidak terstuktur agar wawancara tidak kaku sehinga informan yang

memberikan sumber akan lebih mudah dan santai dalam memberikan

jawaban.

c. Studi dokumentasi: studi dokumentasi dilakukan dengan cara mencari dan

mengumpulkan informasi dan data tambahan dari dokumen tertulis yang dapat

mendukung penelitian yaitu catatan penting baik dari lembaga, organisasi

maupun perorangan atau data berupa bahan dokumen atau informasi yang

disimpan dan di dokumentasikan sebagai bahan dokumenter.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu sebagai berikut :

(1) Wawancara dengan Lurah dan Kepala Lingkungan untuk memperoleh

gambaran dan jumlah rumah panggung yang ada di Loloan

(2) Wawancara dengan sesepuh/tokoh masyarakat di Loloan untuk

mengetahui sejarah dan gambaran rumah panggung di Loloan

(3) Observasi rumah panggung di Loloan dengan alat dokumentasi berupa

kamera, alat tulis untuk mencatat hal-hal penting dan alat gambar.

(4) Wawancara dengan masing-masing pemilik/penghuni rumah.

Page 44: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

44

3.7 Teknik Analisa Data

Analisis data bertujuan untuk menyempitkan dan membatasi penemuan-

penemuan sehingga menjadi suatu data yang teratur, serta tersusun dan lebih

berarti. Penelitian ini menggunakan tiga teknik dalam menganalisa data yaitu :

a. Reduksi data: reduksi data dilakukan dengan meringkas data hasil wawancara

dan data keberagaman wujud rumah panggung di Loloan.

b. Analisa data: hasil reduksi data selanjutnya saling dikaitkan sesuai dengan

landasan teori dan kajian pustaka yang digunakan.

c. Penarikan kesimpulan: peneliti dalam kaitan ini mempertajam kesimpulan-

kesimpulan yang telah dibuat untuk sampai pada kesimpulan final.

Gambar 3.3 berikut merupakan bagan teknik analisa data yang digunakan

dalam penelitian ini :

3.8 Penyajian Hasil Analisa Data

Analisis data merupakan upaya untuk mencari dan menata secara sistematis

catatan hasil observasi, wawancara, penggambaran, sketsa dan lainnya untuk

meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikan

Pengumpulan Data: data hasil wawancara dan data keberagaman rumah panggung di Loloan

Analisa Data : Data hasil wawancara dan data keberagaman rumah panggung saling dikaitkan dengan landasan teori dan kajian pustaka

Reduksi Data : Data keberagaman rumah panggung yang terkumpul diedit dan diringkas

Penarikan Kesimpulan : Mempertajam kesimpulan-kesimpulan yang telah dibuat untuk sampai pada kesimpulan final

Gambar 3.3 Bagan Teknik Analisa Data

Page 45: tipologi rumah panggung di loloan, jembrana berdasarkan sistem

45

temuannya bagi orang lain. Dari hasil kegiatan yang dilakukan, baik berdasar

studi pustaka, studi lapangan dan sesudah meninggalkan lapangan, data yang

terkumpul, dikategorisasikan, di tata urutan penelaahannya. Data yang diperoleh

yang kemudian di analisis disajikan dalam bentuk teks atau penjelasan naratif

maupun dalam bentuk tabel. Tabel 3.3 berikut ini merupakan tabel yang

menguraikan tentang analisa dan penyajian hasil analisa data yang digunakan

dalam penelitian:

Langkah Penelitian

Teknik Pengumpulan

Data Dan Sumber Data

Teknik Analisa Data Teknik Penyajian

Hasil Analisa Data

Ragam wujud rumah panggung di Loloan

Observasi lapangan, dokumentasi, wawancara

Mengamati seluruh populasi dilapangan maupun melalui foto-foto yang telah didokumentasikan. Pengamatan dilakukan berdasarkan pedoman observasi.

Data disajikan dalam bentuk tabel

Tipologi rumah panggung di Loloan

Observasi dan Wawancara dengan pemilik rumah, dokumentasi, studi literatur

Menganalisa keterkaitan ragam wujud rumah panggung di Loloan dan hasil observasi dengan teori wujud arsitektur

Data disajikan dalam bentuk tabel dan dalam bentuk teks atau penjelasan naratif

Faktor-faktor yang melatarbelakangi terdapatnya ragam tipologi rumah panggung di Loloan

Observasi dan Wawancara dengan pemilik rumah, studi literatur

Menganalisa keterkaitan ragam wujud rumah panggung di Loloan dan jawaban-jawaban dari hasil wawancara dan observasi dengan teori faktor-faktor penyebab munculnya ragam wujud arsitektur

Data disajikan dalam bentuk tabel dan teks atau penjelasan naratif

Tabel 3.3 Analisa dan Penyajian Hasil Analisa Data