Tipe Kejang dan Resiko Berbicara dan Berbahasa
Transcript of Tipe Kejang dan Resiko Berbicara dan Berbahasa
Tipe Kejang dan Resiko Berbicara dan Berbahasa
Permasalahan yang spesifik dari proses berbicara dan berbahasa contohnya
adalah hambatan dalam berbicara, afasia, tutur kata paroksismal, palilalia, disatria,
dan pengucapan kata yang tidak berbentuk lebih cenderung terjadi pada tipe kejang
tertentu. Permasalahan berbicara dan berbahasa mungkin muncul
bersamaan dengan terjadinya epilepsi, setelah terjadi, atau kadang-kadang
sebelum dimulainya epilepsy. Hal tersebut mungkin terjadi sebagai bagian dari
kejang atau sebagai efek samping dari kejang. Kadang, hal ini merupakan salah
satu manifestasi dari kejang. Gangguan berbicara dan berbahasa pada orang
dewasa lebih rentan terjadi dibandingkan pada anak-anak, namun gangguan
berbicara dan berbahasa pada anak juga rentan terjadi sebagai efek dari
gangguan kejang.
Permasalahan berbahasa dapat disebabkan oleh stres, oleh kejang tidak
terkontrol, oleh obat atau sebagai kejang setelah periode postictal. Pembedahan
pada daerah fungsi bahasa dapat mengorbankan bahasa sehingga harus hati-hati
dilokalisasi sebelum operasi. Masalah Bahasa sering diabaikan, namun hal tersebut
mungkin mendasari proses belajar dan masalah perilaku pada epilepsi. Pengobatan,
terutama pada dosis tinggi, dapat juga menimbulkan beberapa masalah ini.
Gejala dari gangguan bicara dan berbahasa semakin bervariasi dari hari ke
hari, harus dibedakan dengan terganggunya fungsi berbicara singkat episodik
akibat serangan kejang aktual dan dari efek samping yang timbul selama periode
pemulihan. Dalam permasalahan kronis berbahasa dan berbicara, sangat mungkin
terjadi penurunan kejelasan atau kelancaran berbicara, dalam pemilihan kata, dan
dalam memahami kata atau perintah atau kata suara ketika pasien mencoba untuk
1
mengungkapkan pikirannya. Hal ini dikaitkan dengan epilepsy lobus temporal.
Masalah tersebut dapat muncul sebagai isolasi pola bicara terganggu,
sebagai afasia reseptif atau ekspresif,atau sebagai kesulitan mengingat nama dan
mengambil kata yang diinginkan.
Jenis Epilepsi
Henry & Browne (1987) menjelaskan bahasa dan komplikasi pengolahan pen
dengaran berbagai jenis kejang pada konferensi “Via Christi Epilepsy Center”
(Wichita, KS).
Epilepsi General
Terjadi kejang umum, keseluruhan otak dan semua fungsinya melemah dan
pasien tidak sadar saat onset kejang.
General tonik-klonik
Pasien tidak sadar pada saat serangan tersebut. Oleh karena itu, ucapan
dan fungsi bahasa tidak berfungsi. Jika gangguan berbicara mendahului kejang,
kemungkinan besar kejang adalah kejang parsial sekunder umum dibanding
kejang umum tonik-klonik premier. Suatu afasia postictal atau permasalahan
berbicara dan berbahasa kadang kala dapat mengikuti kejang tonik-klonik umum
karena kejangnya tersebut atau karena obat digunakan untuk menghentikan
serangan.
2
Status epilepticus
Pasien dengan status epilepticus umum sekunder, terutama dengan sisi kiri
gangguan kejang kompleks, mungkin menunjukkan perubahan yang belum
dikenali dalam kelancaran verbal yang menetap sampai beberapa minggu setelah
status. Status kognitif yg memburuk dapat mengikuti kejang umum tonik untuk hari-
hari yang berat (Fewick, 1981).
Status epilepticus dapat menghasilkan afasia reseptif reversibel. sulit untuk
didiagnosa. Seringkali, ada temuan neurologis lainnya, biasanya dengan ”non-fluent
afasia ekspresif” atau gambaran afasia campuran. Hal ini sering rancu dengan per-
masalahan psikiatri, gangguan perhatian, atau depresi. EEG dapat menunjukkan
“polyspike wave” pada daerah “Wernicke” yang berespon dengan diazepam,
tetapi bahasanya tidak berubah. bahasa, kefasihan, perseveratif, gaya harfiah
dengan “paraphasic errors”, anomia dengan kemampuan “matching skill utuh”,
kemungkinan terlihat jelas dalam kurun waktu sekitar waktu sepuluh hari. Vining
(1996), pada “American Epilepsy Society Conference” pada sesi fungsi bahasa
pada epilepsi, mencatat bahwa hal ini mungkin muncul kembali secara periodik.
Absence
Kejang absence bisa disertai dengan berbagai gangguan berbahasa.
Serangan absence terdiri dari sebagian hingga utuh diluar fase kesadaran, dengan
minimal untuk melengkapi penurunan yang responsif dan, jika berlangsung lebih dari
beberapa detik, sering diikuti dengan sedikit gerakan berulang stereotip (Automa-
tisasi) seperti berkedip atau goyang-goyang kepala atau gerakan tangan. Vining
(1996) mencatat bahwa masalah berbahasa pada absence epilepsy dilaporkan
bersamaan dengan kejang absence yang meliputi hambatan berbicara, perlambatan
3
bicara, atau parsial hingga komplet, bahasa reseptif dan ekspresif, yaitu merupakan
suatu masalah afasia.Ketika permasalahan berbahasa terjadi bersamaan selama
kejang, gangguan berbahasa dapat diabaikan (Lennox, 1951; McKeever et al, 1983).
Hambatan berbicara dapat terjadi sebagai bagian dari Automatisasi. Kadang-
kadang, seorang anak dapat berpikir jernih selama serangan, tetapi tidak dapat
merespon. Perubahan pada pola berbicara perlu dicatat, karakternya terdiri dari
berbicara lambat, pola “drawn-out” hesitansi atau rata-rata berhenti, sering
dengan jeda singkat atau gagap. Beberapa anak terjebak pada kata atau frase,
sering terjadi pada seluruh serangan itu. Bersenandung (humming) dapat terjadi
bagian dari serangan. Yang jarang terjadi adalah berbicara normal selama
kejang. Berkurang hingga tidak dapat memahami kata atau perintah dan ekspresi
dari penderita perlu dicatat jika kesadaran parsial terus terjadi. Penyimpangan ini
biasa terjadi, namun tidak selalu, terkait dengan terjadinya gelombang “spike-
wave general” (Belafsky,et al, 1978,;. Holmes,et al, 1981). Awal stimulasi selama
awal ledakan mungkin menyingkat atau menghentikan durasi ledakan. Respon
untuk pertanyaan yang diajukan dalam hitungan detik dari ledakan mungkin
tertunda, tetapi jika penundaan tersebut diperpanjang melebihi beberapa detik maka
tidak ada respon yang diperoleh.
Status absence
Beberapa anak mengalami status absence yang berkepanjangan dengan
“waxing” dan “waning” kesadaran, dimana bahasa menjadi bingung dan jarang.
Anak tersebut mungkin tampak bingung atau terlihat mengalami gangguan
psikosa. Upaya berbicara akan tampak kebingungan, ragu-ragu, atau berkurang,
dan anak tampak tidak mengerti. Ini terlihat paling sering dengan atipikal absen dan
4
mungkin dapat kambuh. Penanganan dengan cepat adalah menggunakan diazepam
intravena.
Serangan Atypical Absence
Dengan absence atipikal, anak mengalami episode terbatas dan sering lagi
menatap dengan kebingungan. Terdapat ledakan Gelombang “Atypical spike-
wave” . Anak-anak ini cenderung terjadi perlambatan pada intelijen dan dalam
keterampilan bahasa, dengan masalah perilaku. Sebuah afasia singkat dapat terjadi
dengan atau segera setelah kejang. Episode singkat penurunan komprehensif
atau ungkapan bahasa telah tercatat ketika serangan absence tidak lengkap
mengakibatkan hilangnya kesadaran. Gejala lain termasuk ungkapan tidak jelas/
slurring selama kejang, penurunan berbicara, keraguan, bloking, dan bersenandung
(humming).
Ketika kejang berhenti, fungsi bahasa dan berbicara kembali normal. Ini
harus dibedakan dari afasia yang pada sindroma epilepsi. Respon terhadap
obat antiepilepsi untuk episode atypical absence sering tidak lengkap (Shoumaker,
et al, 1974.).
Absence vs Complex Partial Stares
Kejang absence dan kejang parsial kompleks mungkin membingungkan. Pe-
rubahan berbicara umumnya baik, termasuk masalah dalam memahami (53-56%),
masalah dalam ekspresi (90-94%), memperlambat pidato (25-26%), disartria (31-
32%), dan usaha perseratif (11-13%). Epilepsi parsial kompleks mungkin terkait
dengan mengerang (31%) dan kecenderungan untuk mengubah topik (31%).
Dengan absence, pasien sering tidak diketahui perubahan berbicara selama kejang,
5
meskipun bersenandung (humming) dapat terjadi. Namun, beberapa telah mencatat
perubahan pola berbicara yang terjadi selama kejang absence (Penry et al, 1975;
McKeever et al, 1983;. Bancaud et al, 1981.).
Kejang Minor motor (atonic, akinetic, myoclonic)
Kejang tonik, akinetik, dan myoclonik sering dikaitkan dengan keterlambatan
perkembangan dan kadang dengan kemerosotan intelektual. Serangan kejang bia-
sanya begitu singkat dengan kejang tidak khas terkait dengan permasalahan berbi-
cara atau berbahasa, meskipun sesaat berhenti atau ragu-ragu dalam berbicara.
Keterlambatan bicara dan bahasa dapat dilihat sebagai bagian dari gangguan
perkembangan. Dengan beberapa sindrom myoklonik, kelainan myoklonik mungkin
muncul awalnya sebagai hiccoughs (cegukan). Gangguan yang terjadi, proses
berbicara dapat menjadi lemah dan gemetar, cocok dengan penampilan gerakan
kiprah dan tangan.
Sindrom
Vining (1996) mencatat bahwa banyak dari sindrom epilepsi menghasilkan masalah
bahasa.
Infantile Spasme
Kejang myoklonik infantil biasanya berhubungan dengan proses penundaan
dalam keterampilan komunikasi dilihat sebagai bagian dari tertundanya proses
perkembangan secara keseluruhan, termasuk keterbelakangan mental berat .
6
Sindrom Lennox-Gastaut
Pada sindroma ini, anak yang mengalami atypical absence yang lama dan
lebih sering dalam keadaan bingung. kejang Atonik, akinetik, dan myoclonik juga
sering ditemukan. EEG menunjukkan kelainan gelombang “sipke-wave” yang lebih
lambat dan perlambatan fungsi intelektual anak. Distractibility (ketidakmampuan
memfokuskan perhatian), inattentiveness (tidak adanya perhatian), dan kepribadian
impulsif sering terjadi. Defisit “Auditory memory” mungkin juga dapat
terjadi. Diagnostik lainnya seperti afasia dengan sindrom epilepsi atau bahkan status
tidur epilepsi. Permasalahan berbicara dan berbahasa sering terjadi pada anak-
anak tersebut.
Kejang sebagian
Vining (1996) mencatat bahwa lokalisasi sindroma kejang terkait dengan disfungsi
bahasa, seperti kejang yang berasal dari lobus temporal lateral, lobus frontal ter-
masuk motorik dan daerah opercular (area Broca’s expressive language), dan lobus
parietal posterior temporal (Area Wernicke). Transfer fungsi bicara di hemisfer
kanan pada orang “right-handed” dilakukan oleh fokus ictal biasanya mening-
galkan area bicara pada ictal atau bicara afasia postictal, atau mungkin adanya
sugesti dari komponen ictal atau postictal afasia terhadap serangan pasien dengan
hemisfer kanan, terutama jika ada tanda-tanda kerusakan motor dari bayi. Hal
tersebut berbeda lateralisasi harus dikonfirmasi oleh pengujian amobarbital karotid
(Ojemann, 1980) atau dengan fungsional citra menggunakan Magnetic Rensonance
Imaging (MRI) atau rekaman isotopik.
Anak-anak dengan gangguan bahasa atas gangguan kejang progresif mung-
kin merupakan gejala yang berbeda dengan gangguan kejang lateralisasi seder-
7
hana. Anak-anak tersebut dapat menunjukkan bicara yang fasih dengan jargon yang
sering tetapi dengan pemahaman pendengaran yang lemah . Gangguan pema-
haman bahasa yang berat pada anak-anak biasanya memerlukan keterlibatan
bilateral dari lobus temporal dan sulit untuk menjelaskan defisit yang diperoleh
seperti dinyatakan dalam plastisitas ringan (Ludlow,1980). Biasanya, debit kejang
berasal pada otak kiri jika bahasanya terganggu.
Kejang Epilepsi Parsial
Kejang parsial sederhana biasanya singkat, dengan pasien sadar di awal.
Kejang yang berasal dari belahan dominan dapat mengganggu bahasa, khususnya
jika pusat-pusat bahasa yang terlibat. Afasia mungkin terjadi selama atau setelah
kejang. Ketika wilayah bicara dan bahasa yang terlibat, episode penghambatan
berbicara (speech arrest), pengucapan buruk atau bahkan tidak berbentuk
(utterances), slurring atau ketidakakuratan bicara atau kemerosotan pengucapan
(disatria), yang mengulangi kata-kata atau frasa dengan kecepatan yang meningkat
(palilalia), serta mendengar suara berbentuk atau paling sering suara tidak
berbentuk (halusinasi pendengaran) mungkin terjadi (Lecours & Joanette, 1980).
Hambatan berbicara mungkin terjadi kejang fokal dari sisi yang lain, terutama
yang melibatkan lobus frontal dan temporal otak. Episode tersebut, dengan afasia
reseptif atau ekspresif transient lebih cenderung berasal dari otak kiri atau dominan,
dimana hambatan berbicara dapat dilihat datang dari hemisfer kanan (non-dominan).
Sebuah hambatan bicara atau afasia mungkin gejala kejang primer atau satu-
satunya. Biasanya, episode ini berlangsung singkat (Gilmore & Heilman, 1981;
Hamilton & Matthews, 1979). Jika aktivitas kejang dibiarkan, cacat dapat menjadi
permanen.
8
Frontal
Kejang parsial sederhana yang melibatkan lobus frontal kiri dapat terjadi
dengan afasia ekspresif. Pasien tidak dapat mengemukakan kata-kata. Pada waktu
lesi frontal pada pasien non-aphasic dapat menghasilkan defisit dalam kelancaran
verbal, sama dengan yang terlihat setelah lobektomi frontal parsial untuk kontrol
epilepsi. Selain bicara spontan berkurang, ada yang mencolok berkurang kemam-
puan untuk membentuk daftar kata. Daerah medial motorik frontal tambahan
mungkin bagian dari sistem yang lebih primitive terlibat dalam mekanisme mulai
berbicara dan juga dalam pemeliharaan kelancaran berbicara (Alexander &
Schmitt, 1980). Frontal disfluensi (gangguan irama bicara tipe frontal)
terlihat pada lobus frontal non-dominan (McDaniel & McDaniel,1976).
Supplemental motor
Gangguan motorik berbicara dapat berasal dari Rolandic atau
area suplement motorik area dari hemisfer lain. stimulasi parsial suplement motorik
area yang lain menghasilkan fokalisasi berulang, hambatan bicara, dan atau
gerakan mulut bilateral (Gilmore & Heilman, 1981). Bedah ablasi dari suplemen
motorik area dapat menghasilkan kegagalan sementara pada inisiasi, afasia
motorik, atau bicara autis seperti gangguan bicara permanen termasuk kesulitan
dalam inisiasi berbicara dan anomia. Afasia motorik Transcortical muncul dengan
bicara absence spontan, kesulitan dalam memulai berbicara, keterbatasan dalam
kemampuan member dan mengingat nama, atau terbatasnya kemampuan untuk
membuat tanggapan singkat. Pemahaman Auditory, pemahaman bacaan, dan
membaca keras masih relatif utuh. Kemampuan untuk mengulangi kembali apa yang
didengar tetap ada, diartikulasikan dengan baik, gramatikal utuh, dan bebas dari
9
kesulitan dalam imitasi yang menandai semua masalah berbicara yang lain
(Alexander & Schmitt, 1980).
Rolandic (centrotemporal) Epilepsi Jinak
Beberapa anak dengan epilepsi Rolandic jinak, menunjukkan gejala
keterlambatan bicara dan centrotemporal spikes yang khas, mungkin hal ini
menunjukkan gejala penurunan neurologik fokal yang memanjang pada regio
Sylvian. Mereka mungkin mengalami penurunan sementara gerakan lisan berbicara
dan menelan, berkorelasi dengan peningkatan kejang frekuensi dengan temuan
EEG aktif kiri atau bilateral centrotemporal spike khas pada fokus Rolandic. Mungkin
ada periode disatria sebagai fenomena ictal yang jarang . Periode ini disertai dengan
penurunan bicara yang dimanifestasikan oleh anomia dan bicara cadel serta terkait
dengan pengeluaran air liur dan kesulitan menelan (Staden, et al, 1998; Croona, et
al, 1999.). Pertanyaannya adalah apakah disfungsi berkaitan dengan kejang atau
antikonvulsan, dan jika kejangnya berhubungan, apakah itu ictal atau postictal, hal
ini tidak begitu jinak (Deonna, et al, 1997).
Evaluasi berbicara dapat mengungkapkan defisit motorik mulut, termasuk ke-
lemahan wajah, air liur berlebihan, kesulitan dalam mengunyah dan menelan, kelan-
caran berbicara berkurang, dan kesulitan dalam pengucapan serta artikulasi. Defi-
sit ringan dalam produksi tekanan oral dengan bibir ketat dan defisit ringan dalam
gerakan-gerakan lidah serta pena-maan dan defisit pengambilan kata dapat dilihat;
hal ini dapat bersifat menetap (Staden et al, 1998.; Croona et al, 1999). Defisit
oromotor sementara mungkin berhubungan dengan peningkatan interictal aktivitas
epilepsi sebagai bagian dari mekanisme penghambatan yang mempengaruhi fungsi
dari strip motor lebih rendah (Engel, 1996; de Saint Martin, et al, 1999) atau mungkin
10
menjadi ictal fenomena. Jarang terjadi setelah episode deficit motorik lisan, kesu-
litan pengambilan kata atau ketidak lancaran dalam berbicara dapat menetap
(Roulet, et al, 1989;. Deonna, et al, 1997; Kramer, et al, 2001). kognitif halus,
perhatian, visuomotorik, yang dikenal sebagai berbagai defisit bahasa tertentu
telah diketahui. Ini termasuk bagian dari recall auditori verbal, persepsi pende-
ngaran, membaca, ejaan, tata bahasa ekspresif, dan masalah kelancaran verbal
(Staden, et al, 1998; Croona, et al, 1999.).Fungsi verbal tersebut dipengaruhi
terutama oleh fungsi dari otak kiri (Rugland et al, 1987.). Defisit dapat bervariasi
antara pasien, berlangsung beberapa jam hingga minggu. Sebuah perubahanan
akibat obat epilepsy dapat menyebabkan peningkatan yang dratis (Staden, et al,
1998;. Croona, et al,1999).
Terdapat gangguan yang menunjukkan gejala yang hampir sama dengan
bicara dispraxia baik di masa kanak-kanak ketika gangguan aktif atau sesudahnya.
Hal ini adalah gangguan keluarga dengan pola dominasi autosomal turunan yang
menunjukkan epilepsy Rolandic ketika gangguan tersebut aktif (Scheffer, et al,
1996).
Temporal-parietal
Beberapa pasien mungkin mendengar bunyi atau suara (halusinasi
pendengaran) sebagai bagian dari kejang parsial sederhana sensorik khusus.
Kompleks Parsial Epilepsi
Anak-anak dengan kejang parsial kompleks yang melibatkan dominan lobus
anterior temporal lebih cenderung untuk menunjukkan ketidakmampuan belajar
menggunakan pendengaran. Kinerja bahasa juga cenderung mengalami penurunan
11
(Herman, et al, 2001.). Disfungsi kognitif verbal tidak biasanya bermanifestasi
sebagai afasia melainkan bermanifestasi sebagai permasalahan membaca dan
mengeja dan penurunan efisiensi dan ekspresi berbahasa. Berbicara dapat menjadi
lambat dan gagap. Hilangnya keterampilan belajar mungkin timbul dari
pengembangan fungsi afasia (Keating, 1960). Didapatkan adanya kesulitan
menemukan kata-kata, termasuk substitusi kata, parafasia, dan anomia
ringan. Mungkin ada hubungannya dengan gangguan kepribadian dan mengalami
kemunduran pada epilepsi lobus temporal (Quadfasel & Pruyser, 1955). Hal ini
terlihat terutama pada spike lobus temporal anterior. Pada tes EEG, beberapa
subyek kadang-kadang menunjukkan kebingungan verbal seperti penyalahgunaan
kata-kata atau berbicara tak jelas sebelum akhirnya memberikan
jawaban. Ekspresi kebingungan dapat berhubungan dengan ledakan bersamaan
pada EEG.
Gangguan bicara dan bahasa dalam kejang parsial kompleks sering hilang
dengan sendirinya (Racy, et al, 1980.). Komplikasi yang sering terjadi termasuk
hambatan berbicara, afasia, anomias, dan tuturan paroksismal. Perlambatan
berbicara, berubah tentang apa yang sedang berbicarakan, disartria, pencegahan
berbicara (seperti mengucapkan kata-kata diidentifikasi dan frase berulang-ulang),
dan bahkan mengerang, bersenandung, atau suara mengerang dapat dilihat
(Lennox, 1951; Serafetinides & Falconer, 1963; Hecaen & Piercy, 1956; Bingley,
1958; McKeever et al, 1983). Perubahan kelancaran dan ketepatan bicara dan
bahasa mungkin tidak dikenali namun bertahan selama beberapa minggu setelah
kejang parsial kompleks, terutama jika kejang menjadi umum. Permasalahan
komponen afasia biasanya muncul pada setengah otak kiri. Jika di sebelah kiri,
mungkin ada berbagai macam masalah, termasuk anomia, dysfluency, suara
12
monoton, penurunan pengolahan pendengaran bahasa, mengurangi inisiasi
berbicara, bahasa verbal yang kurang spontan, sintaks sederhana, defisit memori
auditori jangka pendek, dan defisit pragmatis halus . perilaku gangguan Emosional
karena penurunan nilai bahasa sering terjadi. Gangguan bicara paroksismal adalah
memiliki signifikansi yang cukup besar pada epilepsi parsial kompleks, hal ini sering
merupakan asal-usul sendiri atau salah satu unsur-unsurnya.Walaupun banyak,
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menemukan korelasi antara lesi dan
gangguan berbicara dan berbahasa (Porrazzo & Mayersdorf, 1980).
Kejang lobus temporal anterior telah dikaitkan dengan verbal dan
pendengaran , termasuk defisit berbicara. gangguan yang paling sering melibatkan
temporal untuk menurunkan bagian depan otak, terutama sistem limbik (Cherlow &
Serafetinides, 1976). Tiga potensi sumber gangguan bicara termasuk area temporal-
parietal posterior Area Wernicke, daerah Broca, dan area tambahan motorik pada
bagian mesial dari hemisphere, sebagian besar anterior ke daerah yang mengatur
kaki (Serafetinides & Falconer, 1963). daerah lain di bawah lobus temporal anterior
eksternal juga tampaknya berkaitan dengan proses berbicara.
Anak-anak dengan kejang parsial menggunakan mekanisme perbaikan diri
untuk memperbaiki kesalahan dalam percakapan dibandingkan dengan anak-anak
dengan terutama general primer absence dan kontrol. kelebihan penggunaan
koreksi referensial dan sintaksis membuat suara yang tidak biasa, memberikan bukti
tambahan bahwa kompleks kejang parsial dampak perkembangan yang sedang
berlangsung komunikasi anak-anak. Mereka melakukan koreksi diri secara signifikan
ebih diprakarsai referensi dan sintaks. Anak-anak dengan kontrol kejang yang buruk
harus benar obyek referensial dan sintaksis tidak seperti dengan kontrol kejang yang
13
baik. Anak-anak dengan kejang parsial kompleks asal temporal melakukan koreksi
lebih dari yang asal frontal.
Penurunan Proses Berbahasa
Dalam brainstem, pendengaran dipengaruhi oleh respon dari pusat
pendengaran, ketika sebuah stimulus diberikan P300 adalah hasil temuan terakhir.
Formasi gelombang ini dipengaruhi oleh aktivitas kognitif awal dan dianggap
berhubungan dengan hippocampus dan amygdala. dengan kelainan kejang
pada temporal EEG, latensi P300 lebih panjang dengan berasal dari amplitudo yang
lebih rendah, sebuah fenomena yang tidak dilihat pada kejang general. Hal ini
tampaknya berhubungan dengan gangguan pengolahan kognitif dilihat dari disfungsi
lobus temporal (Syrigou-Papavasiliou et al, 1985.). Hal ini dapat dilihat pada individu
dengan kiri kesulitan memori, pada lobus temporal kiri. Perubahan P300 juga
dapat berhubungan dengan intoleransi ke situasi yang bising dimana terlihat pada
beberapa pasien kejang lobus temporal kiri.
Agnosia
Agnosia jarang dianggap sebagai entitas yang terpisah yang
terkait dengan beberapa jenis epilepsi. Lebih sering, mereka adalah bagian dari
sindrom afasia yang diperoleh, seperti afasia diperoleh dengan sindrom epilepsi.
Afasia
Afasia dilihat dengan epilepsi parsial kompleks sebagai bagian dari serangan
tunggal atau mengikuti serangkaian kejang. Seperti afasia sementara biasanya
sembuh setelah variabel interval, tetapi mungkin terjadi kembali dengan kejang lebih
14
lanjut (O'Donohoe & Naill,1979). Pada anak-anak, afasia reseptif dengan
kebingungan atau non-pemahaman yang bisa berasal dari kedua sisi otak,
sedangkan afasia ekspresif, seperti hambatan berbicara,cenderung datang dari sisi
kiri. Debit kejang biasanya dimulai di belahan kiri. Salah satu daerah terlibat,
terutama dalam afasia ekspresif adalah temporal-frontal area dari otak (Serafetinides
& Falconer, 1963). Namun, yang lain merasa bahwa mungkin berasal dari daerah
asosiatif dalam bidang bahasa otak dan khususnya daerah reseptif posterior
temporal (Lecours & Joanette, 1980). Hal ini lebih mirip dengan aphasia reseptif.
Afasia biasanya diikuti perubahan awal dalam kesadaran. Seringkali terdapat
gejala atau tanda-tanda lain yang hadir, biasanya motorik, sensorik, atau psikis, hal
tersebut menunjukkan diagnosis gangguan kejang kompleks parsial (Lecours &
Joanette, 1980). Automatisasi berbicara ictal dan dalam kejang fokus yang
dominan adalah lobus temporal, sebuah aphasia paroksismal yang mungkin
ekspresif atau keduanya reseptif dan ekspresif dapat terjadi. Sifat jargon
neologistik pasien akan menyarankan masalah di area asosiasi auditori dan
fasciculus arkuata (Wilson et al, 1983.). Hampir setengah (48%) dari
pasien dengan epileptiform lateralisasi dengan manifestasi afasia parok-
sismal ketika fokus sisi dominan, tetapi hanya sedikit (12%) melakukannya dengan
sisi non-dominan. Kelainan berbicara terjadi pada 67% dari pasien dengan kejang
parsial kompleks, dengan setengahnya terjadi disfasia, terutama pada mereka
dengan hambatan epileptiform hemisfer yang dominan (Hecaen & Piercy, 1956;
Bingley, 1958; Serafetinides & Falconer, 1963; McKeever et al, 1983).
Pada anak-anak, kejang parsial kompleks sering lebih rumit, terutama jika
hemisfer yang dominan terlibat. Intelijensinya mengalami penurunan, perkembangan
bahasa lambat, dan masalah dalam membaca yang spesifik sering terjadi,
15
khususnya pada anak yang kejang pertama sebelum 5-6 tahun. Remaja dengan
hambatan lobus temporal yang dominan berbeda dari hambatan pada orang
dewasa yang dapat dilihat dari salah satu atau keduanya atau, jarang terjadi dari sisi
kanan. Dibanding masalah afasia yang nyata, anak mungkin menunjukkan
keengganan untuk berbicara, penyederhanaan struktur tata bahasa, dan pola bicara
spontan berkurang. Kurang upaya diucapkan spontan. Masalah dalam menemukan
kata terjadi lebih seringi. Seringkali, anak introvert, mendukung konsep bahwa
gangguan kognitif tertentu tapi selama perkembangan dikaitkan dengan focus
epilepsi tertentu, yang dapat mengakibatkan gejala tertentu dalam kepribadian orang
dewasa terjadi kejang parsial kompleks (Novelly, 1982).
Beberapa anak, terutama pada saat-saat stres atau kejang, dapat mengem-
bangkan masalah afasia yang dapat terdeteksi. Masalah-masalah ini mungkin terkait
dengan bencana sosial dan sekolah karena kesalahpahaman. Seperti kecende-
rungan mungkin tidak terdeteksi dalam evaluasi berbicara dan berbahasa rutin
kecuali anak ditekankan selama pengujian. Anak-anak dengan kejang lobus
temporal mungkin memiliki masalah belajar sebagai bagian dari belajar gangguan
kejang mereka , terutama melibatkan saluran verbal-bahasa dalam belajar. Ham-
batan Interictal dapat mengganggu fungsi lobus temporal sebagaimana tercermin
dalam penurunan tugas kognitif verbal, gangguan biasanya tidak terwujud secara
klinis sebagai afasia (Quadfasel & Pruyser, 1955).
Anomia
Anomia dapat dilihat sebagai bagian dari kejang dan juga antara kejang
dengan kompleks epilepsi parsial. Anomia sering merupakan komponen afasia,
tetapi dapat muncul sebagai masalah independen. Pasien mengeluh kesulitan
16
dalam mengingat spesifik kata-kata, terutama nama-nama benda dan orang. Seperti
masalah yang paling sering terjadidi bawah tekanan atau kata-kata “recall” yang
jarang digunakan. Beberapa individu akan menunjukkan kebingungan verbal,
seperti menyalahgunakan kata-kata umum atau berbicara tak jelas. Pola bicara
mereka mungkin berhentikan atau terganggu oleh karena mereka mencari kata.
Pasien dengan dominan epilepsi lobus temporal parsial kompleks yang nyata ano-
mia dapat mencatat kesulitan dalam mengingat suatu kata tertentu pada saat-saat
stres atau ketika sebuah kata yang jarang digunakan diperlukan . Hal ini cenderung
terjadi selama periode kewaspadaan gangguan, gangguan, tekanan waktu,
atau stres, atau sesuatu yang diberikan asing. Hal ini bisa menjadi jelas hanya
dengan tes yang meliputi beberapa faktor stress dan mungkin memerlukan penggu-
naan kata-kata frekuensi rendah (Mayeus et al,1980.)
Tuturan kata paroksismal
Tuturan kata Paroksismal mungkin termasuk tanda dari onset kejang,
frasa yang berulang , kata-kata yang tidak relevan atau frase, ledakan emosional,
atau bingung dalam berbicara. Pasien pada saat itu biasanya tidak ingat
tuturan. Hambatan dapat dilihat dari salah satu atau kedua lobus temporal,
meskipun lobus non-dominan temporal kanan biasanya terlibat (Serafetinides
& Falconer, 1963).
Arrest
Hambatan berbicara dapat dilihat dengan kejang parsial kompleks
(Gilmore &Heilman, 1981). Hal ini jarang berkepanjangan dan biasanya disertai
dengan kebingungan dan automatisasi. Manifestasi motorik dan psikomotorik tidak
17
ada. kejang biasanya datang dari permukaan otak frontal dan temporal. Hambatan
berbicara dapat menjadi bagian dari kejang atau mungkin merupakan gejala
postictal. Hambatan berbicara dan Automatisasi stereotip yang umum saat epilepsi,
meskipun masalah sering hilang pada akhir episode (Belafsky, et al, 1978).
Fluency
Pembicaraan pada pasien epilepsi dominan parsial kompleks dapat bebas
dari disfasia tetapi mungkin ditandai dengan sifat pendiam, sebuah struktur seder-
hana, dan spontanitas berkurang. Kelancaran dalam berbicara dapat terganggu
pada beberapa individu dengan masalah kejang lobus temporal kiri. Pada bebe-
rapa pasien, berbicara mungkin melambat, meracau, dan sangat sulit. Hal ini seolah-
olah aliran automatis normal berbicara tidak terjadi. Pola ini hadir bahkan ketika ke-
jang dikendalikan, namun menjadi lebih jelas sebelum timbulnya terbuka kejang.
Perubahan dalam pengobatan dapat menormalkan pola ini, menunjukkan bahwa
ini adalah efek, kejang halus subklinis.
Verbosity
Verbositas adalah sifat yang jarang terlihat unik pada individu dengan sisi
kiri epilepsi parsial kompleks, dan terutama pada mereka yang lebih parah
atau lebih lama kejang dan lebih lama penggunaan obatnya.Bicara dicirikan
oleh non-esensial dan kadang-kadang rincian aneh, yang menyerupai pola tiga
serangkai obsesif, sifat terperinci, dan viskositas. Pasien tersebut cenderung
mengacu pada rincian yang tidak penting,termasuk subjektif, rincian yang khas,
atau elaborasi. Mereka mungkin membawa ke operasi ekstra panjang. Pasien ini
tidak berbeda dalam hal memori atau intelijen. Hipergraphia atau kecende-
18
rungan untuk hak epilepsi lobus temporal untuk menulis secara spontan, sering,
dan panjang lebar, telah dijelaskan (Hoeppner et al, 1987.). Pasien lobus temporal
cenderung anomik, dengan kesulitan memori. Mereka jarang bicara dan terjadi
secara tiba-tiba dapat terlihat di dalam upaya mendapatkan diagnosa.
Namun, pasien cenderung agak rinci dalam mengingat. Mereka juga tampaknya di-
dorong untuk berbicara, untuk memperhatikan hal-hal yang tidak diperhatikan oleh
orang lain, dan memberikan arti khusus untuk hal-hal yang orang lain melihat
tetapi tidak menekankan (Hoeppner et al, 1987.). Pada remaja mungkin berbicara
lebih banyak tetapi tidak pernah bermakna,selalu berbicara sekitar pokok
bahasan meskipun sering ke berlebihan. Dalam berbicara mungkin datar,
monoton, tik-tok, kandungannya terlalu rinci tapi membosankan bagi pendengar.
Neologisme
Neologisme disertai dengan ketidaklabilan emosional yang ekstrim (seperti
mania) dan halusinasi sebagai bagian dari kejang. Neologisme mirip dengan afasia
fasih. Neologisme dari kejang temporal kanan tidak terlalu memiliki konsentrasi
dan jenuh dengan kualitas arti, kadang dikaitkan dengan neologisme
skizofrenia tetapi lebih menyerupai paraphasic distorsi yang dijelaskan
dalam konteks afasia lancar, meskipun perbedaan ini adalah kontroversial (Hoffman,
et al, 1986.).
EEG menunjukkan bahwa hemisfer kanan mungkin memainkan peran dalam
ekspresi konten bahasa ini. Hemisfer kanan tampaknya terkait secara fungsional
untuk kualitas emosional dan melodi bahasa dan ungkapan generali. Mungkin ter-
dapat hilangnya variasi nada, irama, dan tekanan makna emosional (bicara prosodi)
tanpa disartria atau apraxia pada pasien dengan lesi supra-Sylvian dari hemisfer ka-
19
nan. Organisasi afektif bahasa di hemisfer kanan tampaknya merupakan cermin
organisasi bahasa dalam otak kiri. Hemisfer yang tepat mungkin terlibat dalam
akuisisi urutan musik dalam musik datar.
Periode perilaku emosional yang ekstrim saat kejang-kejang mungkin
berhubungan dengan propagasi dari kelainan struktur subkortikal (Floor-Henry,
1972). Kortikal dan struktur subkortikal (Crosson, 1985) di belahan kanan
menambah afek dan emosional bahasa lisan, mungkin melalui koneksi mengun-
tungkan basilaris sistem limbik. Pasien mungkin emosinya lebih labil. Seorang
remaja dengan fokus temporal kanan kemudian terjadi perkembangan emosi yang
menonjol, pada saat focus meningkat, tegang dan pusing dan keadaan tertekan.
Status aphasic epilepsi parsial
Beberapa pasien dengan pemulihan status fokal antara gejala ledakan
epilepsi, tetapi beberapa tidak terjadi. Jarang, serangan tersebut dapat berkepan-
jangan, dari jam berlangsung hingga hari, selama waktu dimana pasien dapat masuk
dan keluar dari periode. Hal ini disebut status kejang afasia Afasia karena status
epilepticus parsial jarang, terutama saat tidak adanya riwayat epilepsi. Afasia
mungkin hanya manifestasi dari suatu focus status epilepsi lobus frontal kiri yang
terlibat. Untuk mendiagnosa status afasia ictal parsial, pasien harus memiliki
produksi bahasa yang menunjukkan fitur afasia selama kejang. Kesadaran harus
dipertahankan, setidaknya sebagian. Kejang harus berkorelasi dengan afasia, seba-
gaimana didokumentasikan oleh pemantauan EEG dan tes perilaku
(Hamilton & Matthews, 1979).
Pada orang dewasa dan anak-anak yang menunjukkan berkurangnya
berbicara dengan episode jam hingga hari, sering dengan kebingungan, diagnosis
20
awal biasanya adanya masalah pembuluh darah, bahkan jika orang tersebut
mampu melakukan tugas-tugas non-verbal. Karena afasia akut lebih sering terjadi
pada keadaan tersebut, adanya kemungkinan ictal pada pasien tanpa riwayat
kejang sebelumnya sangat kecil tetapi harus selalu dipertimbangkan. Diagnosis
mungkin tertunda sampai tiga minggu. EEG dapat membantu diagnosis dengan
cepat dan serangan dapat dihentikan dengan memberikan obat-obatan anti-
konvulsan . Keterlambatan pengobatan memiliki potensi untuk mempengaruhi hasil
akhir. Pengobatan awal adalah penting untuk memperpendek secara perbaikan
secara signifikan bagi pasien dan untuk mencegah perkembangan
defisit permanen yang disebabkan oleh beratnya kelainan kortikal
(Hamilton & Matthews, 1979).
Status epilepsi parsial kompleks mungkin bingung dengan masalah kejiwaan
(Belafsky, et al, 1978). Terdapat banyak jenis gangguan berbicara, termasuk
hambatan bahasa mungkin menyertai meninggalkan status kejang lobus temporal.
Masalah lain termasuk mengingat kata-kata akrab dan kesulitan membaca dan
menulis. Tak satupun dari gangguan bahasa yang lebih umum daripada tuli,
disartria, atau jargon afasia dapat terlihat. Kadang-kadang, beberapa pasien
yang hadir dengan ketulian kata dan / atau dengan afasia jargon (Gastaut, 1979).
Seorang pasien mungkin memiliki periode bicara gelisah yang tidak masuk
akal, tampaknya menjadi campur aduk frasa yang tidak terkait dan periode kalimat
yang menyebar dan duduk dalam keadaan agak bingung, mungkin goyang
atau tanpa tujuan bermain dengan tangan mereka. Hal ini biasa bagi pasien untuk
tampil menjadi tuli kata-kata, untuk menunjukkan cadel saat bicara, atau untuk
mengucapkan suara hanya jargon yang masuk akal. Status mungkin terjadi di
dua tahap, bergantian bolak-balik. Satu tahap adalah terus-menerus dengan res-
21
ponsif parsial. Pasien menunjukkan berbagai reaksi automatis terhadap lingkungan,
termasuk periode tanggap parsial dan sedikit reaksi automatis terhadap lingkungan.
Akhirnya, individu memberikan respon yang benar. EEG saat ini tampak difusi
lambat. Periode ini secara berkala disela oleh episode menatap kosong, pada
saat pasien tidak berespon. Automatisasi stereotip juga dapat dilihat. Sekitar sete-
ngah dari waktu EEG menunjukkan semburan spike anterior lobus temporal pada
saat periode kebingungan terjadi, meskipun secara klinis tidak ada kejang yang
jelas. Antara kejang, pasien mungkin berfungsi relatif normal. Aktivitas paroksismal
lebih cepat berkembang diatas daerah temporal kepala, dimana penangkapan bicara
dan automatisasi stereotip dapat dilihat (Belafsky et al, 1978.).
Akuisisi agnosia / afasia dengan epilepsi
Merupakan problem yang langka, afasia diperoleh dari sindrom epilepsi
sering melibatkan kedua lobus temporal saat kejang, meskipun debit kejang lebih
general (lihat Bab 6)
Kejang dapat menimbulkan gangguan bicara dan bahasa. Sebaliknya dilihat
juga, sebagai bahasa dapat menyebabkan kejang. Kejang dapat dipicu oleh salah
satu atau semua dari tiga modalitas bahasa, yaitu membaca, berbicara,
dan menulis (Geschwind & Sherwin, 1967).Upaya untuk berbicara, untuk membaca
dengan tenang atau keras, atau untuk menulis dapat menimbulkan kelainan parok-
sismal. Perhitungan tidak selalu menyebabkan kejang ini (Lee et al, 1980.). Tam-
paknya ada hubungan kekeluargaan menjadi tidak berhubungan,bentuk (prosa
atau puisi) dari materi penulisan, pemahaman isi bacaan, atau organisasi
kata-kata tertulis pada halaman (Bennett et al, 1971.). Konsentrasi pada berbicara
kata, seperti ketika sedang berbicara dengan langsung atau ketika kata-kata tertentu
22
yang berkaitan dengan keprihatinan pasien yang diucapkan, tampaknya memicu
beberapa kelainan (Tsuzuki & Kasuga, 1977). Kejang lebih mudah terjadi jika
pasien sedang berbicara cepat atau lelah (Bennett et al, 1971.). Bahkan
berbisik dapat memicu beberapa serangan. Setelah kejang telah diinduksi, pasien
tampak lebih rentan untuk mengulang kejang jika stimulus diberikan lagi. Dalam
beberapa hal, berbicara yang menggunakan ingatan dapat juga
menghasilkan kejang (Geschwind & Sherwin, 1967; Bennett et al, 1971;.Foerster,
1977). Menyanyikan agu asing juga dapat menghasilkan kejang (Foerster, 1977).
Ketika kejang aktual selama upaya untuk berbicara atau menulis, kelainan berasal
dari lobus temporal kiri. Presentasi kejang adalah myoklonik atau klonik tersentak,
atau menyentak dari wajah, mulut, atau rahang (Bennett et al, 1971;.Geschwind &
Sherwin, 1967).
Banyak temuan EEG telah diuraikan. Seringkali, general daripada gangguan
fokus, spike general atau kelainan gelombang polyspike terekam paling sering.
Namun, beberapa pasien kejang parsial memiliki tampilan klinis dengan fokus
aktivitas spike acak di daerah pusat atau pusat frontal kontralateral; pada pasien
lainnya, spike mungkin fokus lebih terlihat acak sering terdapat pada sekitar
jalur pusat motorik . Upaya untuk berbicara, membaca, atau menulis telah
dihubungkan dengan pelepasan stimulus paroksismal di daerah temporal atau
pusat kiri saat membaca keras, dan di daerah sentra kiri saat menulis (Geschwind &
Sherwin, 1967; Lee et al, 1980.). Lainnya mungkin menunjukkan kelainan pada
daerah posterior-frontal dan center kanan ketika membaca lebih daripada ketika
berbicara atau menulis (Bennett, et al, 1971.). Kepedulian dan konsentrasi pada
tugas yang tampaknya membawa kecenderungan kelainan. Beberapa pasien mung-
23
kin memiliki riwayat kegagapan pada anak tanpa disertai perubahan EEG
(Geschwind & Sherwin, 1967).
Walaupun pasien mungkin tidak merespon antikonvulsan (Lee dkk,1980.),
clonazepam dan valproate memiliki beberapa manfaat. Bedah telah dianggap pada
orang dewasa dengan obat antiepilepsi-antikejang. Pada orang dewasa dengan
fokus temporal posterior kiri (temporal superior daninferior frontal posterior),
kejang sering terjadi ketika individu berkomunikasi secara lisan dengan orang lain
atau membaca. Khasnya kejang sering mulai denganhalusinasi pendengaran dan
cenderung terjadi dalam kelompok. Ini memicu kejang parsial kompleks. EEG telah
menunjukkan kejang mudah disebabkan oleh penggunaan bahasa,termasuk mem-
baca. Fokusnya adalah pada sisi kiri. Tipe lain dari epilepsi dengan kejang dise-
babkan oleh aktivitas Bahasa yang muncul dengan menyentak myoklonik dari
wajah, rahang, atau ekstremitas atas sebagai jenis kejang utama. Sebuah lesi dapat
ditemukan dan dipotong, menyebabkan remisi kejang (Inoue et al, 1998.).
Spikes tanpa kejang klinis
Fungsi bahasa tampaknya peka terhadap gangguan kognitif transien (Bates,
1953;. Shimazono et al, 1953; Tizard &; Goldie & Green, 1961; Jus & Jus, 1962
Murgerson, 1963; Binnie, 1980). EEG dapat dilakukan untuk alasan lain selain
kecurigaan kemungkinan epilepsi. Kadang-kadang, seorang anak dengan masalah
berbicara atau berbahasa akan memiliki EEG yang abnormal tak terduga, contohnya
gelombang tajam, spike, atau spike-wave pada daerah pengolahan bahasa di otak,
namun pada anak tidak pernah mempunyai gejala untuk memicu kejang. Ini tidak
menunjukkan bahwa anak mengidap epilepsi dan perlu obat-obatan. Kelainan EEG
seperti spike, gelombang tajam, atau spike-wave dapat mewakili suatu iritasi atau
24
turunan yang mungkin tidak pernah menghasilkan kejang atau memiliki potensi
kejang.
Ketika spike sudah ditemukan tetapi tidak ada riwayat kejang hal ini
merupakan bangkitan, beberapa orang akan menganggap bahwa anak
memiliki kejang yang terabaikan dan dengan demikian diagnosa dan
pengobatan menggunakan riwayat kejang. Anamnesa yang baik biasanya akan
membawa keluar deskripsi kejang sebenarnya dan juga beberapa perilaku seperti
kejang (misalnya menatap ketika anak kewalahan dengan tugas). Hal ini umumnya
merasa bahwa terapi antikonvulsan akan dapat membantu kejang klinis tetapi
tidak akan membantu dengan masalah bahasa jika tidak ada kejang. Pene-
litian telah dilakukan di mana seorang anak dengan EEG abnormal dipantau dengan
EEG berlangsung dan rekaman video sebagai ujian bicara dan bahasa menun-
jukkan adanya hubungan antara terjadinya kelainan bicara dan kelainan epilepsy
seperti yang terdeteksi pada EEG.
Anak dengan kelainan subklinis dan gangguan perkembangan bahasa
mungkin lebih terganggu pada kemampuan mereka untuk memproses fungsi bahasa
kompleks (pengolahan tata bahasa). Tampaknya ada hubungan antara EEG
pelepasan subklinis dan tingkat dislalia. Kinerja memori tidak konsisten dan sering
abnormal. Langkah ini paling jelas dengan kelainan EEG fokal dibandingkan dengan
kelainan general. Kelainan pasien dengan EEG cenderung untuk menunjukkan
malfungsi lebih dalam artikulasi sibilants (Kutschkke et al, 1999.).
Anak-anak yang memiliki keterlambatan bicara dan tidak ada sejarah yang
menunjukkan insult otak sebelumnya atau episode kejang sangat jarang menun-
jukkan kelainan EEG dan jarang, jika pernah, dapat merespon obat anti-
epilepsi. Anak-anak yang mengalami kemunduran dalam bicara. dan kemampuan
25
bahasa perlu melakukan EEG. Jika EEG negatif, anak harus menjalani tes EEG
videotelemetric selama semalam. Hal ini dilakukan untuk menyelidiki kemungkinan
kejang saat tidur.
Dengan EEG abnormal dan defisit bahasa tetapi ada indikasi kejang,
kontrol dengan antikonvulsan aman ditingkat terapi selama beberapa
bulan. Jika perbaikan yang mencolok tidak muncul dalam waktu dua sampai tiga
bulan, Masalah yang paling mungkin bukanlah epilepsi.
Kemungkinan seperti percobaan terapeutik menghasilkan respons berman-
faat adalah 1:1000. Kemungkinan obat kombinasi dengan upaya pembicaraan
bicara dan bahasa, pembelajaran, dan perilaku yang mungkin lebih cenderung hasil.
Modifikasi
Jenis gangguan kejang dapat menyebabkan masalah lain jika dikombinasika
ndengan berbagai faktor.
Penyebab
Epilepsi simtomatik menunjukkan penyebab masalah bahasa lebih dari ha-
nya aktivitas epilepsi, yaitu kerusakan yang mendasarinya harus dipertimbangkan
Namun, jika kejang onset dini, bahasa mungkin telah dipindahkan ke daerah seki-
tarnya atau sesuai daerah di belahan bumi yang berlawanan, sehingga
pemulihan fungsi tapi mungkin pada pengorbanan non-verbal fungsi motorik
perseptual setelah jeda sekitar enam bulan. Fungsi bahasa tersebut dapat jauh
lebih sedikit gangguan daripada kerusakan mungkin menyarankan, tapi
gangguan belajar verbal halus mungkin tetap dibawa oleh stres atau kejang. Pemu-
26
lihan ini mengurangi plastisitas dengan bertambahnya usia onset. Epilepsi
simtomatik juga lebih dihubungkan dengan gangguan interictal.
Gender/Jenis Kelamin
Umumnya, laki-laki aremore berisiko daripada wanita untuk penurunan
nilai bahasa yang dihasilkan. Otak laki-laki berkembang pada tingkat yang lebih
lambat dari otak perempuan, tetapi dengan perbedaan pubertas laki-laki masih
memiliki beberapa tahun lagi untuk lateralisasi fungsi bahasa. Wanita mungkin lebih
cenderung memiliki penurunan nilai bahasa sementara tetapi lebih cenderung
untuk pulih dari laki-laki terkena penghinaan serupa.
Usia onset
Anak-anak onset dini kejang lebih memiliki pengalaman gangguan
belajar dan bahasa tetapi lebih cenderung pulih, setidaknya sebagian, karena
plastisitas otak pembangunan. Hal ini mengurangi kemampuan pemulihan dengan
umur.
Frekuensi
Kejang sering dapat mengganggu kemampuan bahasa atau belajar,
karena hal tersebut tidak memungkinkan otak untuk pulih diantara peristiwa kejang.
Perkembangan proses normal mungkin terhambat.
27
Timing
Kejang pada malam hari mungkin tidak diketahui sehingga mengakibatkan
kerusakan pada siang hari, sebagaimana dibuktikan pada saat anak-anak tidur
terjadi sindroma status spike-wave .
Status epilepsi
Status epilepsi sangat menimbulkan kerusakan. Anak lebih cenderung
untuk pulih daripada orang dewasa. Status minor dikenal sebagai absence, motorik
minor, atau status parsial kompleks menghambat fungsi bahasa sebagai bagian dari
gejala.
28